TINJAUAN PUSTAKA
Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena tidak memiliki nilai ekonomis (Nisandi, 2007).
Limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis bila dimanfaatkan kembali
dengan prosedur yang benar dan baik akan menambah nilai tambah baik bagi
produk hasil limbah, lingkungan maupun kepada orang yang mengelolanya.
Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu sebagai
berikut :
1. Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan
hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat
biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa makanan,
pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung, sayuran, kulit
buah (seperti tempurung kelapa), daun dan ranting.
2. Sampah Anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan
non-hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi
pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi
sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah
sampah anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara
keseluruhan (unbiodegaradable).
(Basrianta, 2007)
Salah satu penanganan sampah oleh penduduk adalah dibakar percuma
tanpa perlakuan khusus dengan pembakaran pirolisis. Jika sampah organik
dipilah-pilah dan dibakar dengan pembakaran pirolisis, maka proses ini akan
menghasilkan padatan berupa abu, arang dan berupa cairan (asap cair). Arang
dapat diproses lanjut menjadi briket bio arang dan dijadikan energi alternatif
selain ikut memberikan kontribusi dalam mengurangi jumlah sampah yang ada.
Sementara asap cair dimanfaatkan sebagai pengawet, seperti pengawetan kayu,
lateks, dan makanan (Nisandi, 2007).
Kelapa
Pohon kelapa termasuk jenis palmae yang berumah satu (monokotil).
Batang tanaman tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Pohon kelapa sering
juga disebut pohon kehidupan karena hampir semua bagian dari tanaman kelapa
memberikan manfaat bagi manusia. Beberapa jenis produk kelapa antara lain
santan, gula, air kelapa segar (kelapa muda), lidi, janur, daging kelapa, arang aktif,
sabut kelapa dan bahan bangunan (Rindengan dkk, 2004).
Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa (Cocos nucifera)
dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub-Divisio : Angiospermae
Ordo : Palmales
Familia : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera L.
(Suhardiman, 1999).
Buah adalah organ pada tumbuhan berbunga, biasanya membungkus dan
melindungi biji. Buah kelapa merupakan jenis buah batu (drupa) yang memiliki
kulit buah terdiri atas tiga lapisan kulit yaitu kulit luar (epicarpium), kulit tengah
(mesocarppium), dan kulit dalam (endocarpium) atau yang disebut dengan
tempurung (Tjitrosoepomo, 2007).
Adapun komposisi buah kelapa disajikan pada Tabel 1. berikut.
Tabel 1. Komposisi buah kelapa
Bagian buah Jumlah berat (%)
Sabut 35 Tempurung 12 Daging buah 28 Air kelapa 25 Sumber: Palungkun (2001) Keterangan Gambar :
1. Kulit luar (epicarp)
2. Sabut (mesocarp)
3. Tempurung (endocarp)
4. Daging buah (endosperm)
5. Air kelapa
Industri pengolahan buah kelapa umumnya masih terfokus kepada
pengolahan hasil daging buah sebagai hasil utama, sedangkan industri yang
mengolah hasil samping buah (by-product) seperti; air, sabut, dan tempurung
kelapa masih secara tradisional dan bersekala kecil. Pemamfaatan limbah
tempurung kelapa memiliki potensi yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari
Tabel 2. Selain itu sifatnya organik dan terbarukan sehingga merupakan suatu
produksi yang tiap tahun dapat diperoleh (Kadir, 1995).
Tabel 2. Potensi energi biomassa di Indonesia Sumber Energi (10Produksi 6
ton/th) Energi (109kkal/th) Pangsa (%) Kayu 25,00 100,00 72,00 Sekam Padi 7,55 27,00 19,40 Jenggal Jagung 1,52 6,80 4,90 Tempurung Kelapa 1,25 5,10 3,40 Potensi Total 35,32 138,90 100 Sumber: Kadir (1995). Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa terletak di sebelah dalam sabut dan ketebalan
tempurung adalah antara 3-5 mm. Tempurung beratnya antara 12-19% berat buah
kelapa. Komposisi kimia tempurung kelapa adalah sebagai berikut:
Table 3. Komposisi kimia tempurung kelapa
Komponen Persentase (%) Sellulose 26,60 Pentosan 27,70 Lignin 29,40 Abu 0,60 Solvent akstraktif 4,20 Uronat anhydrad 3,50 Nitrogen 0,11 Air 8,00 Sumber: Suhardiyono (1988).
Pada umumnya tempurung digunakan untuk bahan bakar, baik dalam
bentuk basah maupun kering atau arang tempurung (arang aktif). Pembuatan
arang aktif umumnya dengan pirolisis yaitu dengan sedikit oksigen atau tanpa
oksigen. Dengan demikian akan timbul masalah baru yaitu terjadinya pencemaran
udara karena adanya penguraian senyawa-senyawa kimia dari tempurung kelapa
pada proses pirolisis. Senyawa-senyawa kimia tersebut apabila diproses dengan
sistem destilasi maka akan berubah menjadi cair yang disebut dengan asap cair
(liquid smoke) (Suhardiyono, 1988).
Asap Cair (liquid smoke)
Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap
hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang
banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya
(Darmaji, 2002). Asap cair memiliki kemampuan fungsional diantaranya
antioksidan, antibakteri, dan antijamur karena adanya senyawa asam, fenolat dan
karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji, dkk (1999) yang menyatakan bahwa
pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa
fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %. Aplikasi asap cair dalam
pengolahan RSS dengan skala pabrik dapat berfungsi sebagai pembeku dan
Jenis Asap Cair
Asap cair dibagi atas 3 grade. Pembagian ini berdasarkan kriteria warna
dan kemurniannya. Sehingga dari grade itu dapat ditentukan dari fungsi
masing-masing.
1. Asap cair grade 1 (grade A)
Grade 1 adalah pemprosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga
menghilangkan kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi. Hasilnya
lebih jernih berwarna kuning. Fungsinya sebagai pengawet makanan seperti :
Bakso, Mie.
2. Asap cair grade 2 (grade B)
Grade 2 adalah pemprosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga
menghilangkan kadar karbon jenuh dalam asap yang telah terkondensasi.
Hasilnya berwarna merah fungsinya sebagai pengganti formalin dengan bahan
alami / herbal.
3. Asap cair grade 3
Grade 3 adalah pemprosesan dengan sedikit destilasi sehingga menghilangkan
kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi. fungsinya pengawet kayu,
koagulan karet dan Penghilang bau.
(Buckingham, 2010).
Komposisi Asap Cair
Menurut Girard (1992), senyawa-senyawa penyusun asap cair meliputi:
1. Senyawa-senyawa fenol merupakan senyawa yang berperan sebagai
antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan.
pirolisis kayu. Kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara
10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk
asapan adalah guaiakol, dan siringol.
2. Senyawa-senyawa karbonil merupakan senyawa yang berperan pada
pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai
aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang
terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siringaldehida.
3. Senyawa-senyawa asam merupakan senyawa yang berperanan sebagai
antibakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam ini
antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat.
4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis merupakan senyawa yang dapat
terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti
benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena
bersifat karsinogen.
5. Senyawa benzo(a)pirena merupakan senyawa yang mempunyai titik didih
310 0C dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada
permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang
lama.
Manfaat Asap Cair
Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai
industri, antara lain :
1. Industri pangan
Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan
antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan
tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung
banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat
dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran,
yang semuanya tersebut dapat dihindari.
2. Industri perkebunan
Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional
asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat
memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.
3. Industri kayu
Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan
rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair.
(Darmadji, 1999).
Pengarangan (Pirolisa)
Proses pengarangan (Pirolisa) adalah suatu proses dekomposisi tempurung kelapa dengan panas pada ruang tertutup (klin). Pada proses pirolisa, kandungan oksigen dan hidrogen akan berkurang sehingga diperoleh kandungan karbon (fixed
carbon) yang relatif lebih tinggi. Proses pengarangan biasanya menggunakan
temperatur di atas 4500C. Asap yang terbentuk selama proses ini umumnya berwarna putih dan cukup pekat dan terjadi pelepasan zat-zat organik hasil hidrolisa (dalam bentuk senyawa metanol, asam asetat, tar). Asap yang terbentuk dari proses pirolisa dengan suhu tinggi kemudian diproses dalam suatu wadah destilator untuk proses destilasi (Sukandarrumidi, 2006).
Destilasi merupakan proses pemisahan termal untuk memisahkan campuran (larutan) dalam jumlah yang besar. Dalam hal ini uap yang terbentuk ditangkap dalam suatu bejana dan terjadi proses perubahan wujud dari uap ke wujud cair yang disebabkan oleh perbedaan suhu (Bernasconi dkk, 1995).
Karet
Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang mengandalkan komoditas penghasil getah ini bahkan bergantung pada mata pencarian perkebunan karet. Karena 85% dari jumlah luas perkebunan karet di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Tanaman karet tergolong mudah diusahakan apalagi di Indonesia yang beriklim tropis. Tanaman karet dimasukkan kedalam klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malpighiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea
Spesies : Hevea Brasiliensis Mull.Arg
Bahan Olah Karet
Bahan olah karet adalah latek kebun serta gumpalan lateks kebun yang
diperoleh dari pohon karet. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi
menjadi 4 macam, yaitu lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar.
a. Lateks kebun
Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon
karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan.
b. Sheet angin
Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah
disaring dan digumpalkan dengan bahan penggumpal.
c. Slab tipis
Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah
digumpalkan dengan bahan penggumpal.
d. Lump segar
Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan
lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.
(Tim Penulis PS, 2008).
Lateks
Lateks adalah Getah pohon karet yang diperoleh dari pohon karet (Hevea
brasiliensis M), berwarna putih dan berbau segar. Umumnya lateks kebun hasil penyadapan mempunyai KKK antara 20-35% dengan pH 6,9 serta bersifat kurang
mantap sehingga harus diolah sesegera mungkin. Dalam Ritonga (2008) bahwa
(1,0%-2,0%), protein (1,0%-1,5%), lipid dan terpen (1,0%-1,5%), senyawa organic
(0,1%-0,5%) dan air (60%-75%).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks 1. Iklim
Musim hujan akan mendorong terjadinya prokogulasi, sedangkan musim
kemarau akan menyebabkan keadaan lateks tidak stabil.
2. Alat-alat yang digunakan untuk penyadapan, pengumpulan, dan pengangkutan.
Peralatan yang digunakan harus bersih untuk menjaga kualitas lateks.
3. Pengaruh pH
Pengaruh pH dapat terjadi karena adanya penambahan asam, basa ataupun
elektrolit sehingga membuat lateks tidak stabil dan menggumpal.
4. Pengaruh jasad renik
Jasad renik yang berasal dari udara maupun dari peralatan yang digunakan
akan menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat dalam serum lateks
yang menghasilkan asam sehingga membuat lateks menggumpal.
5. Pengaruh mekanis
Pengaruh mekanis ini dapat disebabkan oleh proses pengangkutan yang
menyebabkan guncangan-guncangan sehingga partikel akan bertubrukan satu
sama lain yang dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung, dan
mengakibatkan penggumpalan (koagulan).
Pengolahan Slab
Agar dapat dihasilkan slab yang baik, cara pengolahan yang dilakukan adalah:
a) Lump segar harian hasil penyadapan ditata berjajar satu lapis dengan rapi
dalam kotak kayu atau bak pembeku lain tebal tidak lebih dari 50 mm.
b) Lateks kebun langsung ditambahkan larutan asam semut 1% sebanyak
100-110 ml per liter lateks. Penggunaan bahan penggumpal lain mengikuti
aturan yang direkomendasikan oleh instansi yang berwenang.
c) Larutan lateks yang telah dibubuhi asam semut kemudian segera
dituangkan secara merata ke dalam bak pembeku yang berisi lump segar,
sehingga lapisan lump segar tersebut terbungkus oleh lapisan lateks.
d) Koagulan yang diperoleh berbentuk slab tipis dengan tebal ± 30 mm, slab
ini selanjutnya dapat dipipihkan dengan tangan atau pemukul kayu di atas
alas yang bersih.
e) Slab ditiriskan dan dianginkan di atas rak atau digantung seperti
menggantungkan sit angin di udara terbuka selama 1-2 minggu dan tidak
boleh terkena sinar matahari langsung.
f) Slab yang telah dianginkan disimpan di dalam bangsal penyimpanan.
Selain cara pengolahan seperti tersebut di atas, untuk memeperoleh slab dapat
juga diperoleh dengan cara pengolahan sebagai berikut.
a) Lump segar harian hasil penyadapan selanjutnya dipipihkan dengan tangan
atau pemukul kayu di atas alas yang bersih.
b) Koagulan pipih tersebut selanjutnya dapat dikeluarkan serumnya dengan
cara penggilingan dengan gilingan tangan (hand mangel) polos atau dapat
c) Gumpalan tipis yang dihasilkan ditiriskan dan dianginkan di atas rak atau
digantung seperti menggantungkan sit angin udara terbuka selama 1-2
minggu dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung.
(Badan Standart Nasional Bahan Olah Karet, 2002).
Penggumpalan Lateks
Penggumpalan lateks merupakan peristiwa perubahan sol menjadi gel.
Proses penggumpalan lateks dapat terjadi dengan sendirinya dan dapat pula
karena pengaruh dari luar seperti gaya mekanis (gesekan), listrik panas, enzim,
asam, maupun zat penarik air. Penggumpalan lateks dari luar atau disengaja untuk
mempercepat proses penggumpalan dan untuk memperoleh koagulum karet
dengan mutu yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien dan lebih murah.
Penambahan asam pada lateks berarti menurunkan pH lateks (pH lateks 6,9).
Dengan demikian pH penggumpalan diusahakan disekitar titik isoelektrik lateks
yakni pH 4,4 – 5,3 agar didapat penggumpalan yang baik.
Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan.
Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil
penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Beberapa cara
penggumpalan lateks dari luar antara lain:
1. Penurunan pH lateks
Penurunan pH lateks dapat dilakukan dengan penambahan larutan asam.
Asam-asam yang banyak digunakan sebagai penggumpal lateks adalah Asam-asam formiat
dan asam asetat. Pada proses ini, pH lateks diusahakan disekitar titik
isoelektrik lateks yaitu 4,4-5,3 dimana muatan positif protein seimbang dengan
Daerah Stabil Titik isoelektrik (+) 2 4 6 8 10 Daerah Stabil ( - ) Daerah Pembekuan
Gambar 2. Hubungan pH dengan muatan listrik
2. Penambahan larutan elektrolit
Penambahan larutan elektrolit yang mengandung logam seperti Ca2+, Mg2+,
Ba2+, K+, Al3+ kedalam lateks menyebabkan penurunan potensial listrik partikel
karet dan mengakibatkan lateks menggumpal.
3. Penambahan senyawa penarik air
Penggumpalan lateks dengan cara menarik air (dehidrasi) dilakukan dengan
menambahkan senyawa alkohol dan aseton yang dapat mengganggu lapisan
molekul air di dalam lateks. Penggumpalan dengan cara ini jarang dilakukan
karena karet yang dihasilkan memiliki mutu yang kurang baik.
Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (standar
Indonesian Rubber) seperti tertera dalam Tabel 4. Tabel 4. Standar Indonesian Rubber (SIR)
Uraian SIR 5 L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50 Kadar kotoran maksimum 0,05% 0,05% 0,10% 0,20% 0,50% Kadar abu maksimum 0,50% 0,50% 0,75% 1,00% 1,50% Kadar zat asiri maksimum 1,00% 1,00% 1,00% 1,00% 1,00%
PRI minimum 60 60 50 40 30
Plastisitas - Po minimum 30 30 30 30 30
Limit warna (skala lovibond)
maksimum 60 − − − −
Kode warna Hijau Hijau Merah Kuning
Sumber : Thio Goan loo, 1980
Struktur Kimia Karet
Semua karet yang berasal dari alam dibentuk dari unit dasar yang sama
yaitu C5H8 berupa senyawa hidrokarbon. Bentuk utama dari karet alam terdiri dari
97% cis-1,4-poliisoprena yang dikenal sebagai Havea Rubber. Hampir semua
karet alam yang diperoleh dari lateks terdiri dari 32-35% karet dan sekitar 5%
senyawa lain, termasuk lemak, gula, protein, sterol, ester dan garam
(Stevens,2001).
H3C H
C = C
H2C CH2
n