• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pernafasan atas (ISPA) adalah masalah radang akut saluran pernafasan atas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pernafasan atas (ISPA) adalah masalah radang akut saluran pernafasan atas"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Infeksi saluran pernafasan akut yang sering diderita oleh hampir semua orang adalah suatu penyakit yang endemis di beberapa tempat. Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) adalah masalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah. Infeksi saluran pernafasan akut di sebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini di awali dengan panas di sertai salah satu atau lebih gejalah: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak. ISPA selalu ,menduduki peringkat pertama dari sepeluh penyakit terbanyak di indonesia (Kemenkes RI, 2014) penyebaran ISPA juga tergantung pada keadaan lingkungan. Depkes RI bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) (2009) Mengatakan ISPA sebagai penyakit menular yang dapat ditularkan melalui droplet infection, kontak langsung dengan penderita ISPA, termasuk kontaminasi tangan oleh penderita infeksius. ISPA dapat pula ditularkan melalui udara

pernafasan yang mengandung kuman, air ludah, bersin.

Penyakit ISPA disebabkan oleh 300 jenis bakteri, virus, jamur dan masih banyak lagi virus dan bakteri lain penyebab ISPA. Kuman atau virus ini berada di udara bebas dan masuk menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu hidung dan tenggorokan. Lingkungan yang tidak sehat dan tingkat kebersihannya kurang, tidak ada perilaku hidup bersih dan sehat, status gizi yang kurang, imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor penyebab meningkatnya insiden ISPA. Penyakit ISPA lebih sering menyerang anak – anak karena pada anak sistem kekebalan tubuh belum stabil dan juga anak suka memegang yang kotor dan belum begitu mengenal tentang kebersihan diri dan lingkungan ( Proverawati, 2012 ). Lebih lanjut Probowo ( 2012 ) menjelaskan bahwa bayi di bawah lima

(2)

tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit. Endemisnya ISPA pada anak dapat dikatakan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur anak, musim, dan kondisi lingkungan tempat tinggal serta masalah kesehatan yang ada.

ISPA dadalah kelompok penyakit yang menyerang saluran pernafasan. secara anatomis ispa di bagi menjadi dua bagian yaitu ispa atas dan ispa bawah dengan batas anatomis adalah suatu bagian dalam tenggorokan yang di sebut epiglotis (anik maryunani 2010). Ispa atas (acute upper respiratory infection) yang perlu di waspada adalah radang saluran tenggorokan atau pharingitis dan telinga tengah atau otitis. Pharingitis yang disebabkan kuman tertentu adalah streptococcus hemolyticus dapat berkomplikasi dengan penyakit jantung (endokarditis). sedangkan radang telinga tengah yang tidak di obati dapat terjadinya ketulian infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi yang di sebabkan oleh virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau comon cold, faringitis akut,uvulitis akut, rhingitis nasovaringitis kronis dan sinusitis. sedangkan ispa bawah (acute lower respiratory infection) salah satu ispa bawah yang sangat berbahaya adalah pneumonia. infeksi saluran pernafasan akut bawah telah di dahului oleh invfeksi saluran pernafasan atasyang di sebabkan oleh infeksi bakteri sekunder, yang termasuk golongan ini adalah bronchitis akut, bronchitis kronis, bronkiolitis dan pneumoniaaspirasi.

Secara global, tingkat kematian balita, mengalami penurunan sebesar 41%, dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011 (WHO, 2012). World Health Organization ( WHO) memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang 0,29 % (151 juta jiwa) dan negara industri 0,05 % (5 juta jiwa).

(3)

(WHO, 2012). ISPA menempati urutan pertama penyakit yang diderita pada kelompok bayi dan balita di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% dengan morbiditas pneumonia pada bayi 2,2 % dan pada balita 3 %, sedangkan mortalitas pada bayi 23,8 % dan balita 15,5 % ( Kemenkes RI, 2014 ). Marni ( 2014 ) menyebutkan insiden ISPA angka morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 - 20 % dari populasi balita. Jumlah kasus pneumonia pada balita di Indonesia tahun 2017 sebanyak 503.738 kasus atau sebanyak 57,84 %. Di Provinsi Jawa Timur tahun 2017 jumlah kasus pneumonia pada balita sebanyak 90.256 kasus atau sebanyak 69,17 % ( Kemenkes RI, 2017 ). Berdasarkan data yang di dapat dari Riskesdas pada tahun 2014 kasus ispa pada balita tercatat sebesar 657.490 kasus (29,47%). Di surabaya pada tahun 2015 tercacat kasus ispa pada balita sebanyak 191.880 kasus (31,09%).

Berdasarkan survey awal yang di lakuan peneliti di Puskesmas Kebonsari pada tanggal 20 maret 2018 didapatkan Data ISPA pada balita di tahun 2016 sebanyak 40 orang balita, tahun 2017 sebanyak 30 orang balita, dan pada tahun 2018 sebanyak 34 orang balita. banyak balita yang terserang ISPA di kerenakan kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat ( PHBS).

Perilaku Hidup Bersih Sehat ( PHBS ) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktekan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri ( mandiri ) dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat yang dikembangkan dalam lima tatanan yakni tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum, dan fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2011). Kejadian penyakit maupun gangguan kesehatan pada

(4)

manusia tidak terlepas dari peran faktor lingkungan. Penyakit berbasis lingkungan adalah ilmu yang mempelajari proses kejadian atau fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat yang berhubungan, berakar (bounded) atau memiliki keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang dalam mana masyarakat tersebut bertempat tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu. Penyakit tersebut bisa dicegah atau dikendalikan, kalau kondisi lingkungan yang berhubungan atau diduga berhubungan dengan penyakit tersebut dihilangkan (Achmadi, 2013). Kejadian penyakit pada dasarnya berbasis lingkungan. Munculnya gejala - gejala penyakit pada kelompok tertentu merupakan resultante hubungan antara manusia ketika bertemu atau berinteraksi dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kejadian penyakit atau munculnya sekumpulan gejala penyakit (Achmadi, 2013). Menurut Atikah Proverawati dan Eni Rahmawati (2012), kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Kriteria rumah tangga yang ber PHBS meliputi: persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan, asi eksklusif, menimbang balita setiap bulan, air bersih, cuci tangan dengan sabun, jamban sehat, memberantas jentik di rumah, makan buah dan sayur, melakukan aktifitas fisik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah (Atikah dan Eni, 2012 )

Beberapa langkah protektif agar penyakit ISPA bisa diminimalisir selain dengan antibiotik dengan cara mengusahakan agar terpenuhinya gizi yang baik, bagi bayi beri makanan yang padat cukup bergizi sesuai dengan usia anak, jika bayi belum lengkap imunisasi dasar yang didapatnya agar segera berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan sehingga memperoleh informasi dan jadwal

(5)

pemberiannya, menjaga kebersihan lingkungan dan perorangan seperti membiasakan mencuci tangan sebelum makan, BAB, memperhatikan lingkungan bersih dan sehat, memiliki jamban keluarga yang bersih dan sehat, dan lingkungan rumah yang bersih dan sehat pula.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Puskesmas Kebonsari Kota Surabaya.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Kebonsari Kota Surabaya ?

1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Kebonsari Kota Surabaya

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasih distribusi, frequensi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Puskesmas Kebonsari Kota Surabaya.

2. Mengidentifikasih distribusi, frequensi ISPA di Puskesmas Kebonsari Kota Surabaya

3. Menganalisa hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Kebonsari Kota Surabaya.

(6)

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penyebab penyakit ISPA adalah virus dan bakteri. Virus dan bakteri berada dalam udara bebas, ketika sistem kekebalan tubuh manusia dalam hal ini balita menurun maka mikroorganisme ini siap menyerang manusia apalagi tidak didukung dengan perilaku hidup bersih dan sehat, oleh karenanya perilaku hidup bersih dan sehat harus dipraktikkan dalam keluarga, komunitas dan masyarakat.

1.4.2. Manfaat Praktis 1. Untuk Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan masyarakat mengetahui dampak daripada tidak adanya atau kurangnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat terhadap kejadian ISPA.

2. Bagi Instansi

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam memberikan asuhan keperawatan serta penyuluhan kesehatan yang bermanfaat bagi anak – anak menderita ISPA untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih tinggi dan tumbuh kembang balita yang optimal 3. Bagi Para Orang Tua Balita

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kesehatan yang berguna demi mempertahankan pola hidup sehat dan mendapatkan gambaran tentang kebiasaan – kebiasaan yang keliru terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

(7)

7

Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya guna peningkatan dan pengembangan riset keperawatan pada masa mendatang

5. Bagi peneliti lain

Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam pembuatan Sripsi, penulisan karya ilmia, dan penelitian selanjutnya

Referensi

Dokumen terkait

eustachius, infeksi bakteri atau virus pada telinga tengah, peradangan nasal karena.. rinitis alergi atau karena infeksi virus saluran pernafasan

Kajian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang Tahun

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang.. ISPA menyebabkan empat dari 15

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) disebabkan oleh virus dan mikroplasma. Virus influenza merupakan penyebab dari penyakit saluran pernafasan pada anak

Skripsi berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)” ini telah diuji dan disahkan oleh Fakultas

1) Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah penyakit saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yaitu virus dan bakteri yang ditularkan dari manusia

Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di

Radang akut telinga tengah yang biasanya disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas sering pada anak-anak sampai 3