• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. A. Latar belakang. Pada saat ini, masyarakat telah menuntut peran nyata apoteker dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. A. Latar belakang. Pada saat ini, masyarakat telah menuntut peran nyata apoteker dalam"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar belakang

Pada saat ini, masyarakat telah menuntut peran nyata apoteker dalam pelayanan kesehatan. Apoteker dituntut untuk mampu memberikan pelayanan langsung kepada pasien dengan tujuan mengoptimalkan terapi obat demi meningkatkan kualitas hidup (Sari, 2001; Anggraeni dkk., 2009; Aurelia, 2013). Hal ini dikenal dengan pelayanan kefarmasian yang dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Good Pharmacy Practice (GPP) (Panjaitan 2009). Pemerintah juga sudah mendukung hal ini dengan mengeluarkan Kepmenkes nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Standar tersebut mengatur dua aspek, yaitu sumber daya dan pelayanan. Pada aspek pelayanan, diatur tentang kinerja apoteker dalam pelayanan resep, promosi dan edukasi serta pelayanan residensial (home care). Untuk dapat melakukan aspek pelayanan tersebut, apoteker dituntut untuk menguasai kompetensi farmakoterapi dan komunikasi. Pertanyaannya, apakah kinerja apoteker sudah sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek ?

Fakta-fakta yang dijumpai di lapangan terkait dengan kinerja apoteker di apotek dapat disampaikan sebagai berikut: (1) informasi dan konsultasi obat yang diberikan apoteker di apotek belum memuaskan konsumen (Sari, 2001; Anggraeni dkk., 2009), masih sangat sedikit apoteker yang melakukan pelayanan informasi obat bebas, apoteker kurang siap dalam memberikan informasi obat sesuai dengan

(2)

kebutuhan pasien (Purwanti dkk., 2004; Handayani dkk., 2006), kemampuan komunikasi antara apoteker dan pasien belum berjalan dengan baik (Handayani dkk., 2009); (2) asisten apoteker, terbukti lebih terampil dan cekatan dalam melakukan pelayanan obat; mayoritas apoteker mendelegasikan masalah komunikasi dengan dokter kepada asisten apoteker (Herman, dkk.,2004; Purwanti dkk., 2004); (3) apoteker tidak berperan aktif dalam penilaian kerasionalan peresepan (Herman dkk., 2004), hanya sedikit apoteker yang berperan dalam proses interpretasi penyakit dan pemilihan alternatif obat dalam swamedikasi (Purwanti dkk., 2004); (4) sebagian pengunjung apotek di kota Depok, tidak mengetahui tugas apoteker di apotek (Abdullah dkk., 2010); dan (5) layanan kefarmasian yang berupa kunjungan ke rumah pasien (home care) belum dilakukan dikarenakan kesibukan apoteker, demikian pula dalam layanan promosi dan edukasi (Setiawan dkk., 2010). Harapan konsumen terhadap kinerja apoteker di apotek cukup tinggi dalam hal: memiliki pengetahuan yang baik tentang obat; memberikan penjelasan tentang tujuan pengobatan, cara penyimpanan obat, kemungkinan adanya efek samping beserta pengatasannya; informasi pentingnya penggunaan obat secara teratur sesuai aturan pakai; kesiapan apoteker memberikan saran apabila diminta oleh konsumen (Aurelia, 2013).

Berdasarkan data kinerja apoteker di atas, terlihat bahwa kinerja apoteker belum sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek. Terdapat kesan bahwa apoteker belum profesional, karena belum menguasai kompetensi mendasar yang dibutuhkan dalam layanan kefarmasian di apotek, yaitu penguasaan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan komunikasi. Data tersebut, bagi PTF merupakan

(3)

feedback untuk meninjau kembali kualitas penguasaan kompetensi farmakoterapi dan komunikasi dari mahasiswa lulusan farmasi. Peninjauan tersebut penting dikarenakan: (1) adanya variasi kurikulum antar perguruan tinggi farmasi (PTF) di Indonesia, dan (2) adanya peminatan di tingkat pendidikan sarjana, yaitu Farmasi Klinik dan Farmasi Komunitas (FKK), Farmasi Sains dan Farmasi Teknologi (FST) dan Farmasi Bahan Alam (FBA), yang semua lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang profesi apoteker.

Terkait dengan permasalahan kinerja apoteker di atas, hal tersebut dapat diatasi dengan dua kemungkinan, yaitu: (1) penguatan penguasaan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan komunikasi mahasiswa profesi apoteker di PTF dengan melakukan inovasi metode pembelajaran, dan (2) adanya program Continuing Profesional Development bagi apoteker secara rutin oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Secara lebih ringkas, solusi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.1

Profesionalitas apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian di apotek sangatlah memerlukan kepercayaan diri, karena dalam melakukan pekerjaannya, apoteker dituntut untuk cepat dalam pengambilan keputusan (decision making), dalam berbagai situasi yang dihadapi. Kepercayaan diri ini dapat dicapai dengan melakukan refleksi secara teratur terhadap pengalaman yang telah dialami, dan makin mencintai profesi apoteker terkait dengan kemampuannya dalam berkontribusi dalam sistem kesehatan secara umum (Wallmann, 2008).

Wallmann dkk. (2008) serta Gwaza dkk. (2010) merekomendasikan adanya pembelajaran reflektif dalam kurikulum PTF, supaya para lulusan farmasi dapat

(4)

melakukan praktik profesional dengan baik. Dalam pembelajaran tersebut, adanya kemampuan refleksi sangatlah penting, untuk mengembangkan dan memperkuat profesionalitas di farmasi.

Gambar 1.1 Skema penguatan kinerja apoteker di apotek

Schaub-de Jong dkk. (2011) menyatakan bahwa dengan memiliki kemampuan refleksi, maka mahasiswa akan diajak untuk mampu menganalisis, mengkaitkan dan menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki ke situasi praktik riil di dunia kerja. Untuk dapat memfasilitasi pembelajaran reflektif pada mahasiswa, seorang dosen yang akan mengajar, harus dibekali dengan pelatihan khusus, yaitu dalam penguasaan metode mengajar reflektif dan dalam kemampuan melakukan refleksi (Gwaza dkk., 2010; Schaub-de Jong dkk.,2011).

Pembelajaran reflektif, sebagai salah satu inovasi pembelajaran, akan memberikan fondasi kuat bagi kemampuan lulusan apoteker dalam bekerja. Yang

Kinerja apoteker di apotek Ijazah IAI Sertifikasi CPD Inovasi pembelajaran PTF

(5)

dimaksud inovasi pembelajaran ini adalah sebuah kegiatan pembelajaran yang membuat mahasiswa: aktif, memperoleh pengalaman dalam melakukan simulasi kasus riil yang terjadi di lapangan, mampu melakukan refleksi terhadap pengalaman pembelajaran yang telah dilakukan dan melakukan pembelajaran di lingkungan yang menyenangkan (Song, 2005; Hedberg, 2009; Gwaza dkk., 2010). Apabila proses refleksi ini mengakibatkan perubahan perilaku, maka proses ini dikenal sebagai belajar reflektif (reflective learning) (Bruce, 2001).

Mann dkk. (2009) menyatakan bahwa penelitian terkait dengan refleksi, masih dalam tahap awal perkembangan. Penelitian-penelitian yang dominan dilakukan yaitu dalam pengembangan dan validasi instrumen untuk mengukur kemampuan refleksi. Salah satu kesulitan utama adalah kompleksnya melakukan asesmen refleksi terkait dengan persepsi mahasiswa terhadap refleksi dan bervariasinya kemampuan dalam berpikir mendalam.

Paradigma pedagogi reflektif (selanjutnya disebut PPR) merupakan pola pikir (paradigma) dan cara bertindak dalam menumbuh kembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang berkemanusiaan. Cara kerja dari PPR adalah membentuk pribadi siswa dengan diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar merefleksikan pengalaman tersebut, kemudian difasilitasi dengan pertanyaan aksi, agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut (ICAJE, 1993; Metts, 1995). Untuk dapat menerapkan PPR, seorang dosen perlu dibekali pelatihan khusus tentang strategi pengajaran berbasis PPR serta kemampuan refleksi (ICAJE, 1993). Universitas Sanata Dharma (USD), sebagai

(6)

universitas Jesuit, sejak 2008 secara rutin mengadakan lokakarya PPR bagi dosen, yang ditindaklanjuti dengan program hibah model pembelajaran PPR. Namun, dosen yang menjalankan model pembelajaran PPR berdasarkan dana hibah, cenderung tidak melakukannya setelah tidak mendapatkan dana hibah lagi. Pelatihan bagi dosen menjadi kunci dalam keberhasilan penerapan PPR di kelas, karena dosen akan bertindak sebagai fasilitator dengan prinsip cura personalis.

Beberapa aktivitas penelitian tentang penerapan PPR telah dilakukan, dengan hasil sebagai berikut: (1) strategi PPR merupakan salah satu alternatif pedagogi yang sesuai digunakan di perguruan tinggi, dan memiliki keterkaitan erat dengan berbagai teori belajar (Hayes, 2006; Defeo, 2009); (2) disain pembelajaran berbasis PPR, meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan, menekankan keunggulan dan memicu motivasi untuk belajar sepanjang hayat (Van Hise dan Massey, 2010); (3) penerapan PPR mampu meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa dan dosen (Crable dan Brodzinski, 2010; McAvoy dkk., 2012; van Hise, 2012); (4) penerapan PPR meningkatkan proses refleksi mandiri mahasiswa yang menunjang komitmen mahasiswa sebagai perawat dan bisa menjadi model untuk mengintegrasikan competence, conscience dan compassion (Pennington dkk., 2013); (5) bagi dosen, penerapan PPR meningkatkan kemampuan refleksi, meningkatkan kreativitas dalam mendisain proses pembelajaran, mampu mendisain materi terkait dengan teori dan praktik klinik, dan meningkatkan kemampuan pemikiran kritis (Pennington dkk., 2013).

(7)

Penelitian ini akan mencoba untuk mengatasi permasalahan kinerja apoteker di apotek, melalui inovasi pembelajaran mahasiswa di PTF. Inovasi ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan komunkasi, informasi dan edukasi (KIE) bagi mahasiswa. Penguasaan terhadap farmakoterapi dan KIE dipilih dikarenakan kemampuan ini merupakan fondasi dalam pelayanan kefarmasian di apotek. Inovasi pembelajaran terkait dengan dua hal utama yaitu materi dan strategi, dengan pelaku inovasi adalah dosen dan mahasiswa. Materi yang akan dipilih adalah materi yang memberikan kemampuan dasar dalam pelayanan kefarmasian di apotek yaitu farmakoterapi dan KIE, sedangkan strategi yang akan dipilih adalah paradigma pedagogi reflektif. Paradigma pedagogi reflektif merupakan strategi pembelajaran yang merupakan cirri khas dari Pendidikan Jesuit. Penerapan PPR diyakini akan menghasilkan pribadi yang kompeten (competence), memiliki suara hati (conscience) dan memiliki bela rasa dengan sesama (compassion) (ICAJE, 1993).

Penggunaan strategi pembelajaran berbasis PPR ini akan membuat mahasiswa belajar secara menyeluruh dari teori sampai dengan praktik penerapannya, dan diperkuat dengan proses refleksi yang komprehensif. Untuk lebih jelasnya proses pembelajaran yang mengikuti siklus PPR, dapat dilihat pada Tabel 1.1. Setelah menyelesaikan siklus pembelajaran berdasarkan Tabel 1.1, diharapkan mahasiswa memperoleh penguasaan 3C, yaitu penguasaan competence, conscience dan compassion.

(8)

Tabel 1.1 Tahapan paradigma pedagogi reflektif (Mc Avoy dkk., 2010; Pennington dkk., 2013)

Tahapan Uraian aktivitas

Konteks Uraian tentang tujuan pembelajaran serta penggalian informasi awal oleh dosen terhadap prior knowledge yang telah dimiliki berdasarkan pengalaman pembelajaran yang telah mahasiswa alami sebelumnya

Pengalaman Pemberian pengalaman kepada mahasiswa tentang pembelajaran, dengan tujuan untuk memperkuat kemampuan teoritis dan ketrampilan dasar, antara lain membaca/mencari sumber informasi, melakukan resume, membuat makalah, melakukan brainstorming, melakukan simulasi kasus; yang semuanya dilakukan dalam kelompok

Refleksi Uraian dari mahasiswa terhadap hal-hal yang telah mereka peroleh dari pengalaman pembelajaran, kemudian diikuti dengan niat untuk melakukan perkembangan diri berdasarkan pengalaman yang telah diperoleh.

Aksi Penerapan proses pembelajaran di dunia nyata, misalnya memberikan informasi obat kepada pengunjung apotek, memberikan edukasi pemilihan produk obat, melakukan role play dengan simulated patient

Evaluasi Penilaian yang diperoleh oleh mahasiswa berdasarkan proses pembelajaran yang dialami. Evaluasi bisa diperoleh melalui keaktifan mahasiswa, kemampuan komunikasi, nilai ujian tertulis/lisan, dll. Evaluasi juga bisa dillakukan mandiri oleh mahasiswa, misalnya dengan mendeskripsikan adanya ‘gap’ antara teori dan praktek

Penguasaan competence, yaitu penguasaan terhadap pengetahuan (knowledge), psikomotorik dan sikap (attitude); penguasaan conscience yaitu kemampuan mahasiswa dalam menggunakan suara hatinya dalam menyelesaikan permasalahan; penguasaan compassion, yaitu kemampuan mahasiswa dalam melakukan bela rasa terhadap persoalan yang dialami oleh orang lain. Penguasaan 3C ini sesuai dengan rekomendasi FIP bahwa profesi farmasi harus memiliki ciri seven stars pharmacist (care giver, communicator, decision maker, life-long learner, teacher, manager dan entrepreneur). Seven stars pharmacist ini dapat dimaknai sebagai karakter yang harus dimiliki oleh farmasis.

(9)

Dengan demikian, penerapan strategi pembelajaran berbasis PPR, tidak hanya memberikan penguasaan pengetahuan namun juga memberikan pendidikan karakter bagi mahasiswa. Apabila dikaitkan dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek, mahasiswa yang menjalani proses pembelajaran dengan PPR akan mampu mengintegrasikan: competence (berupa penguasaan ilmu farmakoterapi dan komunikasi), conscience (memiliki sikap jujur dan bertanggung jawab dalam penguasaan pengetahuan) dan compassion (memiliki empati terhadap problema yang dialami pasien).

Dengan penerapan strategi pembelajaran berbasis PPR tersebut di atas maka mahasiswa profesi apoteker akan memiliki pengetahuan tinggi, empati serta sikap jujur dan bertanggung jawab dalam memberikan KIE tentang obat kepada pasien. Untuk itulah, penelitian dengan judul Pengembangan Strategi Pembelajaran berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif untuk Meningkatkan Kompetensi Farmakoterapi dan Keterampilan KIE Mahasiswa Profesi Apoteker ini dilakukan.

B. Perumusan Masalah

Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek mengatur kinerja apoteker di bidang pelayanan resep, promosi dan edukasi serta pelayanan residensial (home care). Ketiga aspek layanan ini membutuhkan penguasaan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE yang menjadi dasar bagi terlaksananya ketiga layanan tersebut.

Kepmenkes di atas merupakan acuan bagi kinerja apoteker di apotek, dengan PTF maupun IAI merupakan lembaga dan organisasi yang harus menjadikan

(10)

Kepmenkes terebut menjadi acuan bagi mutu lulusan atau kompetensi apoteker yang bekerja di komunitas. Sampai saat ini IAI telah berupaya melakukan program CPD secara rutin untuk meningkatkan kinerja apoteker. Hal yang sama juga dilakukan oleh PTF dengan aktif melakukan perbaikan silabus dengan mengacu silabus inti dari Asosiasi PTFI. Namun fakta menunjukkan bahwa kinerja apoteker dalam hal layanan informasi obat di apotek masih kurang menggembirakan.

Sebagai insan PTF, dengan melakukan inovasi proses pembelajaran yang tepat diharapkan kualitas lulusan farmasi sudah siap untuk terjun langsung untuk melakukan layanan informasi obat. Inovasi melalui strategi pembelajaran PPR ini akan difokuskan pada penyiapan dosen untuk mengelola proses pembelajaran. Apabila dosen telah siap dan mampu mengelola strategi pembelajaran berbasis PPR, maka mahasiswa akan memiliki kemampuan mendasar dalam penguasaan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE sebagai dasar bagi pelayanan kefarmasian di apotek. Dengan demikian, pertanyaan dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana kesiapan dosen dalam menerapkan strategi pembelajaran berbasis

PPR ?

2) Bagaimana strategi pembelajaran berbasis PPR yang dapat diterapkan, untuk meningkatkan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE mahasiswa ? 3) Apakah terdapat peningkatan kompetensi farmakoterapi dan ketrampilan KIE

mahasiswa setelah penerapan strategi pembelajaran berbasis PPR ?

4) Bagaimana hubungan antara kemampuan refleksi mahasiswa terhadap kompetensi farmakoterapi dan ketrampilan KIE mahasiswa ?

(11)

Untuk menjawab pertanyaan di atas dilakukan penelitian dengan judul Pengembangan Strategi Pembelajaran berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif untuk Meningkatkan Kompetensi Farmakoterapi dan Keterampilan KIE Mahasiswa Profesi Apoteker, yang terbagi menjadi dua tahap penelitian.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengembangkan strategi pembelajaran berbasis PPR untuk meningkatkan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE mahasiswa

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini yaitu :

a. Mengetahui kesiapan dosen dalam menerapkan strategi pembelajaran berbasis PPR,

b. Mengembangkan strategi pembelajaran berbasis PPR,

c. Mengevaluasi pengaruh strategi pembelajaran berbasis PPR terhadap peningkatan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE mahasiswa profesi apoteker,

d. Mengevaluasi perkembangan kemampuan refleksi mahasiswa profesi apoteker setelah penerapan strategi pembelajaran berbasis PPR.

D. Manfaat Penelitian

1. Ditinjau dari aspek teoritis, penelitian ini bermanfaat mengembangkan alternatif strategi untuk mengembangkan kemampuan refleksi mahasiswa berdasar PPR

(12)

2. Ditinjau dari aspek praktis, penelitian ini akan bermanfaat bagi alternatif perkembangan pendidikan apoteker untuk menghasilkan lulusan yang lebih siap dalam penerapan tugasnya di apotek

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang pedagogi reflektif yang telah dilakukan antara lain adalah:

1. Hayes (2006) dalam disertasinya menggunakan pendekatan kajian literatur dan kualitatif pada lima sekolah Jesuit di Australia, menyatakan bahwa PPR memiliki kesejalanan dengan berbagai teori belajar dari zaman klasik hingga masa kini; meningkatkan relasi dosen dan mahasiswa, dan menekankan pentingnya reflection-on-experience dalam pembelajaran untuk menghasilkan perubahan pada individu,

2. Defeo (2009), dalam disertasinya menggunakan pendekatan kajian literatur dan survei pada pengelola Teaching and Learning Centre di sekolah Jesuit Amerika, menyatakan bahwa PPR merupakan: salah satu alternatif pedagogi yang cocok digunakan di perguruan tinggi, paradigma yang memiliki keterkaitan erat dengan berbagai teori belajar dan dipercaya dapat menjadi sarana untuk menyebarluaskan misi pendidikan Jesuit

3. Van Hise dan Massey (2010), melakukan kajian literatur dan membuat desain pembelajaran berbasis pada mata kuliah Etika Akuntansi, menyatakan bahwa tahapan dalam PPR adalah unik, mengutamakan pembelajaran aktif (active learning) dan refleksi; mengembangkan nilai-nilai kehidupan, menekankan keunggulan dan memicu motivasi untuk belajar sepanjang hayat,

(13)

4. Van Hise (2012), telah melakukan observasi tentang penerapan pedagogi pedagogi reflektif pada pembelajaran Etika Bisnis di Universitas Fairfield menyatakan bahwa penerapan pedagogi reflektif dapat menjadi sarana untuk menerapkan transformative learning.

5. Mc Avoy dkk. (2012), dalam penelitian observasionalnya pada mahasiswa dan dosen di Universitas Marquette menyatakan bahwa: (1) mayoritas mahasiswa mampu: meningkatkan praktik reflektif, berpikir kritis, pemahaman mendalam dan eksplorasi spiritualitas, (2) hasil refleksi mendalam dari empat dosen menyatakan bahwa penerapan PPR dapat menjadi salah satu alternatif untuk perkembangan diri mahasiswa, memilih pengalaman yang terbaik, menghargai nilai-nilai kehidupan, menjadi mahasiswa yang memiliki etika dan integritas, 6. Young (2010), dalam penelitian surveinya pada mahasiswa bidang kependidikan,

menyatakan bahwa tahap-tahap PPR merupakan: tahap proses pembelajaran yang unik bagi anak, mengajarkan untuk melayani orang lain, sebuah proses pengajaran yang bersifat multidiplin, membantu mahasiswa untuk bertanggung jawab dan bersikap merdeka, menerapkan refleksi dalam aktivitas harian dan pengalaman mengajar

7. Leahy (2010), melakukan observasi dalam penerapan jurnal refleksi pada mahasiswa keperawatan. Hasil observasi pendapat mahasiswa menyatakan bahwa penerapan evaluasi mingguan menggunakan jurnal refleksi mampu meningkatkan kesadaran dan pemahaman yang mendalam.

(14)

8. Crable dan Brodzinski (2010), dalam penelitian observasionalnya di mata kuliah online business berbasis PPR pada mahasiswa MBA Universitas Xavier, menyatakan bahwa: (1) penerapan PPR akan meningkatkan perkembangan diri mahasiswa dalam hal berpikir mendalam, motivasi diri dan bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan, (2) dosen dapat belajar dari hasil jurnal refleksi mahasiswa, sehingga dapat melakukan perbaikan proses pembelajaran di waktu mendatang,

9. Foster (2012) melakukan observasi terhadap seorang guru yang menerapkan proses pembelajaran yang menggunakan kombinasi PPR dan pedagogi kritis. Hasil observasi menunjukkan: (1) pemahaman terhadap penerapan kombinasi PPR dan pedagogi kritis, amat diperlukan bagi pengajar yang akan menerapkan metode tersebut dalam kelas multi kultural; (2) diharapkan penerapan kombinasi PPR dan pedagogi kritik, dapat menjadi sarana untuk penyadaran bagi mahasiswa bahwa mereka adalah agen perubahan

10. Pennington, dkk. (2013) telah melakukan survei tentang penerapan PPR dalam bidang pendidikan keperawatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penerapan PPR mampu meningkatkan: kemampuan refleksi, keterlibatan mahasiswa dalam proses pembelajaran, kesadaran mahasiswa akan pentingnya materi pembelajaran, lebih percaya diri, berpikir kritis dan bisa menjadi model untuk menghasilkan perawat yang mampu mengintegrasikan 3C; (2) bagi dosen penerapan PPR meningkatkan kemampuan refleksi, meningkatkan kreativitas

(15)

dalam mendesain proses pembelajaran, mampu mendisain materi terkait dengan teori dan praktik klinik, dan meningkatkan kemampuan pemikiran kritis,

11. Gould, dkk. (2010) dalam penelitian kualitatifnya pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Creighton menghasilkan informasi sebagai berikut: (1) pemahaman mendalam terhadap kesehatan masyarakat, terkait dengan nilai men and women for and with others dan magis; (2) memberikan tantangan untuk menjawab sebuah nilai yang telah dianut masyarakat, yang terkait dengan nilai finding God in all things; (3) bersyukur telah mendapatkan pengalaman baru dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh, yang terkait dengan nilai cura personalis; (4) bekal praktik di masa mendatang

Penelitian yang dilakukan adalah pengembangan strategi pembelajaran berbasis PPR untuk meningkatkan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE pada mahasiswa profesi apoteker Universitas Sanata Dharma. Yang menjadi kebaruan dalam penelitian ini adalah serangkaian tahapan yang diterapkan dalam penyiapan dosen untuk dapat mengelola strategi pembelajaran berbasis PPR. Tahapan tersebut terinci menjadi:

1) Pelatihan bagi dosen untuk meningkatkan pengetahuan dan persiapan mengajar dengan strategi PPR, diikuti dengan tindak lanjut yaitu mentoring. Pelatihan yang dilakukan akan menyampaikan materi PPR secara komprehensif. Sebagai tindak lanjut dilakukan aktivitas mentoring, sebuah proses pendampingan bagi dosen untuk mampu mengajar dengan strategi pembelajaran berbasis PPR.

(16)

2) Pembuatan modul inovasi pembelajaran farmakoterapi berbasis PPR,

3) Penulisan jurnal refleksi beserta tindak lanjut selama proses pembelajaran. Pertanyaan dalam jurnal refleksi disusun secara terstruktur supaya mahasiswa dapat belajar mendalam. Monitoring tindak lanjut pembelajaran, dilakukan melalui pengisian diary mingguan, untuk memotivasi dan memantau mahasiswa dalam penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.

Gambaran ringkas kebaruan penelitian tersaji pada Gambar 1.2.

Penerapan PPR di USD

Kebaruan disertasi

Gambar 1.2 Skema kebaruan penelitian dalam disertasi Hibah pembelajaran P3MP Proposal PPR Implementasi sharing Pelatihan PPR Mentoring Implementasi

Gambar

Gambar 1.1 Skema penguatan kinerja apoteker di apotek
Gambar 1.2 Skema kebaruan penelitian dalam disertasi

Referensi

Dokumen terkait

Belajar dengan menggunakan flash card dapat meningkatkan perkembangan kognitif pada anak prasekolah, karena permainan flash card merupakan metode belajar sambil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Mengetahui Pengaruh Reward terhadap Kinerja Karyawan Bank BNI Syariah Kantor Cabang Semarang 2) Mengetahui Pengaruh Efikasi

- apabila Kartu Ternak yang diterima kurang dari jumlah populasi ternak yang diregistrasi, maka Petugas Kecamatan dapat meminta tambahan Kartu Ternak di Dinas Kabupaten

(1) Dengan jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2005 sebesar Rp380.377.130.928.000,00 (tiga ratus delapan puluh triliun tiga ratus tujuh puluh tujuh

Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Ketidakpuasan konsumen memiliki pengaruh paling besar diantara variabel independen yang lain di dalam mempengaruhi konsumen untuk

[r]

[r]

Setelah mempelajari mata kuliah ini mahasiswa dapat memahami permasalahan- permasalahan yang dihadapi dalam analisis kuantitatif komponen aktif sediaan obat,