• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kadar Adiponektin Dengan Derajat Keparahan Asma. Correlation between Serum Adiponectin with Severity Degree of Asthma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Kadar Adiponektin Dengan Derajat Keparahan Asma. Correlation between Serum Adiponectin with Severity Degree of Asthma"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Korespondensi: dr. Wa Ode Nelly Estika, Sp.P Email: [email protected]; HP: 081354800600

Hubungan Kadar Adiponektin Dengan Derajat Keparahan Asma

Wa Ode Nelly Estika, Nur Ahmad Tabri, Muhammad Harun Iskandar

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar

Abstrak

Latar belakang: Adiponektin merupakan mediator anti inflamasi dan telah terbukti memiliki sifat sebagai anti-inflamasi dan berpengaruh

terhadap terjadinya asma. Adiponektin dan reseptornya (AdipoR1, AdipoR2 dan T-cadherin) diekspresikan pada beberapa tipe sel di paru. Hubungan adiponektin dengan asma pada manusia saat ini masih kontroversial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar adiponektin dengan berat obstruksi saluran napas dan derajat keparahan asma.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan potong lintang pada 72 subjek asma usia 18 – 55 tahun.

Penelitian dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RS dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit jejaring mulai Juni-Juli 2013. Kadar adiponektin diukur dengan metode Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA).

Hasil: Rerata kadar adiponektin lebih rendah namun tidak bermakna pada asma persisten dibandingkan asma intermitten. (5,21 vs 5,65;

p = 0,620). Kadar adiponektin rendah lebih banyak ditemukan secara bermakna pada penderita asma persisten dibandingkan penderita asma intermitten (66,7% vs 39,6%; p = 0,03). Penderita asma dengan kadar adiponektin rendah berisiko mengalami asma persisten 3,1 kali dibandingkan penderita asma dengan kadar adiponektin normal/tinggi. (95% CI OR : 3,1(1,10 – 8,53) ). Penderita asma dengan kadar

adiponektin rendah berisiko mengalami obstruksi sedang/berat sebanyak 2,6 kali dibandingkan penderita asma dengan kadar adiponektin normal/tinggi. (95% CI OR : 2,6 (0,93 – 7,52)).

Kesimpulan: Ada hubungan yang bermakna antara kadar adiponektin dengan derajat obstruksi dan derajat keparahan asma. Penurunan

status anti-inflamasi berhubungan dengan derajat obstruksi dan derajat keparahan asma. (J Respir Indo. 2014; 34: 132-8) Kata kunci: asma, adiponektin, derajat keparahan asma.

Correlation between Serum Adiponectin

with Severity Degree of Asthma

Abstract

Background: Adiponection is a one of adipocytokine that mediate antiinflammation and has a role in asthma. Adiponectin and its receptor

(AdipoR1, AdipoR2, T-cadherin) are expressed on multiple cell types in the lung. Correlation between adiponectin with asthma in human is still controversial. The aim of the study was to determine the correlation between adiponectin levels and degree of airway obstruction and

severity level of asthma.

Methods: This was a cross-sectional study approach in 72 subjects asthma aged 18 – 55 years old. Study was done at Dr. Wahidin

Sudirohusodo hospital and satellites hospital between June until July 2013. Serum adiponectin was measured by Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) method.

Results: Mean of adiponectin is lower in severe persistent asthma than intermitten asthma, but there is no significant difference. (5.21 vs

5.65; p = 0.620). Lower adiponectin level were found more significant in persistent asthma than in intermittent asthma. (66.7% vs 39.6%; p = 0.03). Subjects with lower adiponectin’s level have 3.1 times risk to be persistent asthma than subjects with normal/higher adiponectin level. (95% CI OR : 3.1(1.10 – 8.53) ). Subjects with lower adiponectin’s level have a risk 2,6 times to have moderate/severe obstruction

than subjects with normal/higher adiponectin’s level. (95% CI OR : 2.6 (0.93 – 7.52)).

Conclusions: There is correlation between adiponectin and airway obstruction and severity of asthma. Decrease of anti-inflammation state

have correlation with obstruction level and severity level of asthma. (J Respir Indo. 2014; 34: 132-8) Keywords: asthma, adiponectin, severity level.

(2)

PENDAHULUAN

Asma merupakan masalah dunia. Sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita asma, dengan prevalensi 1-18%. Data di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortalitas) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, diban dingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.1

Terjadinya asma akibat interaksi antara faktor

host (yang terutama genetik) dan faktor lingkungan.2

Patogenesis terkait dengan perkembangan asma telah difokuskan pada empat bidang utama, yaitu produksi alergen-antibodi spesifik IgE (atopi), ekspresi hiperresponsif jalan napas, mediator inflamasi seperti sitokin, adipositokin, kemokin, dan penentuan rasio antara TH1 dan TH2.3 Asma berkaitan dengan

gangguan dalam sekresi mediator-mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-6, NF-KB dan mediator anti-inflamasi, sitokin, jaringan adiposa atau jaringan lain. Adiposit adalah inflamasi sistemik kronik derajat rendah (chronic

low-grade systemic inflammation). Status inflamasi ini

terkait dengan protein adipokin terutama dihasilkan oleh adiposit yang mungkin pro-inflamasi (seperti leptin) atau anti-inflamasi (seperti adiponektin).4

Pada asma, mediator inflamasi TNF-α dan IL-6 yang terbentuk meningkatkan ekspresi leptin dalam adiposit. Inilah yang menyebabkan penurunan ekspresi adiponektin.5 Adipokin, salah satunya

ada-lah adiponektin merupakan mediator protein yang disekresikan oleh sel-sel adiposit dan makrofag dalam jaringan adiposa. Adiponektin adalah mediator anti inflamasi dan telah terbukti memiliki sifat sebagai anti inflamasi terkait risiko yang lebih rendah untuk terjadinya asma terlepas dari kaitannya dengan indeks massa tubuh.6 Adiponektin dan reseptornya

(AdipoR1, AdipoR2 dan T-cadherin) diekspresikan pada beberapa tipe sel di paru.7 Meskipun adiponektin

dan reseptornya terdapat dalam sel saluran napas manusia, hubungan adiponektin-asma pada manusia saat ini masih kontroversial.8

Penelitian tentang hubungan kadar adi-ponektin dengan derajat keparahan asma di Indo-nesia sampai saat ini belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar adiponektin dengan derajat obstruksi saluran napas dan derajat keparahan asma.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian obser-vasional dengan metode rancangan potong lintang (cross sectional study). Penelitian dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RS Dr. Wahidin Sudi rohusodo dan Rumah Sakit jejaring mulai Juni-Juli 2013 dengan jumlah sampel 72 orang. Semua pasien asma yang melakukan kun jungan berkala atau check-up kesehatan di Poliklinik Penyakit Dalam RS dr. Wahidin Sudirohusodo dan jejaring. Kriteria inklusinya yaitu penderita asma adalah penderita asma yang berumur 18 - 55 tahun, tidak merokok, tidak menderita penyakit infeksi paru, tidak menderita penyakit keganasan, tidak menderita DM, tidak dislipidemia, bersedia mengikuti penelitian secara sukarela setelah menerima informed consent. Kriteria eksklusi yaitu tidak dalam status eksaserbasi akut. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi menjalani pemeriksaan tes faal paru selanjutnya dilakukan pengambilan sampel darah vena untuk dilakukan pemeriksaan kadar adiponektin.

Diagnosis asma dibuat atas dasar gejala klinis dengan tes bronkodilator positif. Derajat keparahan asma ditentukan berdasarkan kriteria global initiative

for asthma (GINA) 2002 yang dikelompokkan

menjadi asma intermitten, per sisten (ringan, sedang, berat). Kadar adiponektin diukur dengan metode

Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA),

dengan alat Microplate Reader 680 (λ=450 nm,

sub wavelenght 540-570 nm) dan reagen : Human

Adiponectin ELISA Kit (for Total and Multimers),

(3)

adiponektin dikelompokkan men jadi tertil I dengan kadar 1,82-3,24 μg/ml, tertil II bila kadar 3,25 – 5,33 μg/ml dan tertil III kadarnya 5,34 – 20,06 μg/ml. Dalam penelitian ini, dikatakan kadar adiponektin rendah bila kadar adiponektin berada pada tertil I. Dikatakan normal/tinggi bila kadar adiponektin berada pada tertil II dan III.

HASIL

Selama periode penelitian Juni – Juli 2013 didapatkan 72 penderita asma dengan karakteristik umur, indeks massa tubuh (IMT), volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan kadar adiponektin seperti terlihat pada Tabel 1. Umur penderita asma penelitian bervariasi 18-55 tahun, dengan rerata 36,6 ± 11,6 tahun. Indeks massa tubuh bervariasi antara 16,1 – 40,2 dengan rerata 23,7 ± 4,7. Nilai VEP1 juga bervariasi 28% - 98% dengan rerata 70,15 ± 16,39. Kadar adiponektin bervariasi antara 1,8 – 20,1 dengan rerata 5,4 ± 3,7.

Tabel 2 memperlihatkan karakteristik dasar yaitu kadar adiponektin rendah sebanyak 33,3% sedangkan kadar adiponektin tidak rendah sebanyak 66,7%. Derajat obstruksi yang bervariasi mulai dari ringan sebanyak 32 penderita asma (44,4%), obstruk-si sedang/berat sebanyak 40 penderita asma (55,6%). Sebanyak 37 penderita asma berada pada derajat intermitten (51,4%), dan terdapat 35 penderita asma berada pada derajat persisten (48,6%).

Tabel 1. Deskripsi variabel penelitian.

N Minimum Maximum Rerata SD

Umur 72 18 55 36,63 11,55

IMT 72 16,1 40,2 23,72 4,67

VEP1 72 28 98 70,15 16,39

Kadar Adiponektin 72 1,82 20,06 5,43 3,71 Tabel 2. Karakteristik dasar penderita asma

N %

Kadar adiponektin

Tertil I 24 33,3

Tertil II & III 48 66,7

Derajat obstruksi

Ringan 32 44,4

Sedang/berat 40 55,6

Derajat keparahan asma

Intermitten 37 51,4

Persisten 35 48,6

Tabel 3 menggambarkan rerata kadar adi po-nektin lebih rendah pada penderita asma persisten dibandingkan penderita asma intermitten (5,21 vs 5,65), namun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p = 0,620).

Tabel 4 menunjukkan hubungan yang signifikan antara kadar adiponektin dengan derajat kepa rahan asma. Kadar adiponektin rendah (tertil I) lebih banyak ditemukan pada asma persisten dibandingkan asma intermitten. (66,7% vs 33%). Penderita asma dengan kadar adiponektin rendah berisiko mengalami asma persisten sebanyak 3,1 kali dibandingkan penderita asma dengan kadar adiponektin normal/tinggi. (OR : 3,1 (95% CI 1,10 – 8,53).

Tabel 5 menunjukkan tidak ada hubungan kadar adiponektin dengan derajat obstruksi. Derajat obstruksi sedang/berat lebih banyak ditemukan pada penderita asma dengan kadar adiponektin rendah dibandingkan dengan penderita asma dengan kadar adiponektin normal/tinggi. Penderita asma dengan kadar adiponektin rendah beresiko mengalami obstruksi sedang/berat sebanyak 2,6 kali dibandingkan dengan penderita asma dengan kadar adiponektin normal/tinggi. (42,5% vs 21,9%). (95% CI OR : 2,6 (0,93 – 7,52)).

Kadar adiponektin dipengaruhi oleh obesitas, maka perlu dilihat hubungan antara obesitas dengan kadar adiponektin. Tabel 6 menggambarkan tidak ada hubu ngan yang bermakna antara obesitas dengan kadar adiponektin. Penderita asma yang obesitas lebih banyak memiliki kadar adiponektin rendah dibandingkan dengan penderita asma yang tidak obesitas. (39,4% vs 28,2%). Kadar adiponektin lebih tinggi pada penderita asma tidak obesitas dibandingkan penderita asma yang obesitas. (71,8% vs 60,6%).

PEMBAHASAN

Selama periode penelitian Juni – Juli 2013 di-dapatkan 72 penderita asma dengan karakteristik umur, IMT, VEP1 dan kadar adiponektin, seperti terlihat pada Tabel 1. Umur penderita asma penelitian bervariasi 18-55 tahun, dengan rerata 36,6 ±11,6 tahun. Indeks massa tubuh (IMT) bervariasi antara 16,1 – 40,2 dengan rerata 23,7±4,7. Nilai VEP1 juga bervariasi 28% - 98% dengan rerata 70,15 ± 16,39. Kadar adiponektin bervariasi antara 1,8 – 20,1 dengan rerata 5,4±3,7.

(4)

Deskripsi karakteristik penderita asma pene-litian terlihat pada Tabel 2. Tabel ini mem perlihatkan kadar adiponektin rendah sebanyak 33,3% sedang-kan kadar adipo nektin tidak rendah sebanyak 66,7%. Derajat obstruksi yang bervariasi mulai dari ringan sebanyak 32 penderita asma (44,4%), obstruksi sedang/berat sebanyak 40 penderita asma (55,6%). Derajat keparahan asma intermitten sebanyak 37 penderita asma (51,4%), persisten sebanyak 35 penderita asma (48,6%).

Rerata kadar adiponektin berdasarkan dera-jat keparahan asma diperlihatkan pada Tabel 3. Didapatkan rerata kadar adiponektin lebih rendah pada penderita asma persisten (ringan, sedang dan berat) dibandingkan penderita asma intermitten, tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistik. (5,21 vs 5,65; p = 0,620). Shore7 dkk. melaporkan

bahwa reseptor adiponektin diekspresikan dalam otot polos sel saluran napas manusia. Shore7 dkk.

juga menemukan bahwa penurunan konsentrasi serum adiponektin dapat menyebabkan peningkatan massa otot polos saluran napas dalam bentuk remodelling pada asma kronik. Hal ini menunjukkan bahwa adiponektin yang rendah pada pasien asma

berhubungan dengan tingginya proliferasi otot polos saluran napas.

Pada penelitian ini didapatkan ada hubungan yang signifikan antara kadar adiponektin dengan derajat keparahan asma (Tabel 4). Kadar adiponektin rendah (tertil I) lebih banyak ditemukan pada asma persisten dibandingkan asma intermitten. (66,7% vs 39,6%; p = 0,03). Penderita asma dengan kadar adiponektin rendah mengalami asma persisten sebanyak 3,1 kali dibandingkan penderita asma dengan kadar adiponektin tidak rendah. (95% CI OR 3,1(1,10 – 8,53) ). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eizadi6 dkk. tahun 2011 terhadap

44 pria dengan asma persisten sedang sampai berat menemukan bahwa kadar adiponektin merupakan prediktor derajat keparahan asma. Proporsi penderita asma dengan kadar adiponektin rendah lebih banyak ditemukan pada penderita asma dengan derajat obstruksi sedang/berat (42,5%) dibandingkan penderita asma dengan derajat obstruksi ringan (21,9%). Ada kecenderungan penderita asma dengan kadar adiponektin rendah berisiko mengalami obstruksi sedang/berat sebanyak 2,6 kali dibandingkan dengan penderita asma dengan kadar adiponektin tidak rendah. (95% CI OR 2,6 (0,93 – 7,52)).

Tabel 3. Rerata kadar adiponektin berdasarkan derajat keparahan asma.

Derajat keparahan asma N Rerata SD p

Persisten 35 5,21 4,13 0,620

Intermitten 37 5,65 3,31

Independent t- test

Keterangan : Asma persisten adalah gabungan dari asma persisten ringan, sedang, berat. Kadar adiponektin dalam tabel ini belum dikelompokkan ke dalam tertil.

Tabel 4. Hubungan kadar adiponektin dengan derajat keparahan asma.

Kadar Adiponektin

Derajat Keparahan Asma

P Persisten Intermitten N % N % OR (95% CI) Rendah 16 66,7% 8 33,3% 0,030 3,1 (1,10 – 8,53) Normal/Tinggi 19 39,6% 29 60,4% Total 35 48,6% 37 51,4%

Chi Square test

Keterangan : Pada tabel ini asma persisten merupakan gabungan dari persisten ringan, sedang, dan berat. Kadar adiponektin rendah adalah penderita asma dengan kadar adiponektin berada pada tertil I : 1,82 – 3,24 μg/ml. Sedangkan kadar adiponektin normal/tinggi adalah penderita asma dengan kadar adiponektin 3,25 – 20,06 μg/ml.

Tabel 5. Hubungan kadar adiponektin dengan derajat obstruksi. Derajat

Obstruksi RendahKadar AdiponektinNormal/Tinggi P

N % N % OR (95% CI)

Sedang/Berat 17 42,5% 23 57,5% 0,065

2,6 (0,93-7,52)

Ringan 7 21,9% 25 78,1%

Total 10 33,3% 48 66,7%

Chi Square test

Keterangan : Derajat obstruksi ringan yaitu bila VEP1 ≥ 80%, obstruksi sedang/berat yaitu bila VEP1 < 80%. Kadar adiponektin rendah adalah penderita asma dengan kadar adiponektin berada pada kisaran tertil I : 1,82 – 3,24 μg/ml. Sedangkan kadar adiponektin normal/tinggi adalah penderita asma dengan kadar adiponektin 3,25 – 20,06 μg/ml.

Tabel 6. Obesitas dengan kadar adiponektin. Rendah

Normal/Tinggi Kadar Adiponektin p

Obesitas Obesitas N 13 20 0,316 % 39,4% 60,6% Tidak obesitas N% 28,2%11 71,8%28 Total N 24 48 % 33,3% 66,7% *Chi Square

(5)

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik. Banyak faktor yang berperan dalam patogenesis terjadinya asma, temasuk mediatormediator proinfla masi dan mediator anti inflamasi. Diketahui sebe -lumnya bahwa adiponektin bersifat sebagai mediator anti inflamasi dan memiliki efek protektif terhadap derajat keparahan dan derajat obstruksi. Hasil pene-litian kami tabel 3, 4, dan 5 menunjukkan bahwa ada hubungan antara kadar adiponektin dengan derajat obstruksi dan derajat keparahan asma. Derajat obs-truk si merupakan akibat yang ditimbulkan dari proses

airway remodelling yang merupakan akibat dari inflamasi

yang terus-menerus ditandai dengan hiperreaktivitas dan hiperresponsif bronkus. Proses ini terus ber-lanjut menyebabkan perubahan struktur seperti (1) hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas, (2) hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, (3) matriks ekstraseluler meningkat, (4) peningkatan fibrogenic

growth factor menjadikan fibrosis.2

Asma berkaitan dengan gangguan dalam sekresi mediator-mediator inflamasi, seperti tumor

necrosis factor-α (TNF-α), IL-6, NF-KB dan mediator

anti-inflamasi, sitokin, jaringan adiposa atau jaringan lain. Adiposit adalah inflamasi sistemik kronik derajat rendah (chronic low-grade systemic inflammation). Status inflamasi ini terkait dengan protein adipokin terutama dihasilkan oleh adiposit yang mungkin pro-inflamasi (seperti leptin) atau anti-pro-inflamasi (seperti adiponektin).9

Pada asma, mediator inflamasi TNF-α dan IL-6 yang terbentuk meningkatkan ekspresi leptin dalam adiposit. Inilah yang menyebabkan penurunan ekspresi adiponektin. Adipokin, salah satunya adalah adiponektin

merupakan mediator protein yang di sekresikan oleh sel-sel adiposit dan makrofag dalam jaringan adiposa. Adiponektin adalah mediator anti inflamasi dan telah terbukti memiliki sifat sebagai anti inflamasi terkait risiko yang lebih rendah untuk terjadinya asma terlepas dari kaitannya dengan indeks massa tubuh. Adiponektin dan reseptornya (AdipoR1, AdipoR2 dan T-cadherin) diekspresikan pada beberapa tipe sel di paru.6

Beberapa penelitian menunjukkan hubu ngan an tara kadar adiponektin dan derajat kepa rahan

asma. Eizadi6 dkk. tahun 2011 melakukan penelitian

terhadap 44 pria dengan asma persisten sedang sampai berat menemukan bahwa adiponektin meru-pakan prediktor derajat keparahan asma. Shore7 dkk.

2008 menemukan bahwa adiponektin telah terbukti memiliki sifat anti inflamasi dan terkait risiko yang lebih rendah untuk terjadinya asma.

Asma juga dipengaruhi oleh obesitas. Begitu pula dengan kadar adiponektin dipengaruhi oleh obesitas. Pada penelitian ini (Tabel 6) meng gam-barkan tidak ada hubungan bermakna antara obesitas dengan kadar adiponektin. Penderita asma yang obesitas lebih banyak memiliki kadar adiponektin rendah dibandingkan dengan penderita asma yang tidak obesitas. (39,4% vs 28,2%). Kadar adiponektin lebih tinggi pada penderita asma tidak obesitas dibandingkan penderita asma obesitas. (71,8% vs 60,6%). Obesitas menyebabkan penurunan komplians paru, volume paru, dan diameter saluran napas perifer. Akibatnya terjadi peningkatan hiperreaktivitas saluran napas dan gangguan fungsi ventilasi perfusi. Penurunan komplians paru pada obesitas disebabkan oleh penekanan dan infiltrasi jaringan lemak di dinding dada, serta peningkatan volume darah paru.

Dispneu merupakan gejala akibat terganggunya

sistem ini. Selain itu, pada penderita obesitas aliran udara di saluran napas terbatas, ditandai dengan menurunnya nilai VEP1 dan kapasitas vital paksa (KVP) yang pada umumnya terjadi simetris. Penurunan volume paru berhubungan dengan berkurangnya diameter saluran napas perifer menimbulkan gangguan fungsi otot polos saluran napas. Hal ini menyebabkan perubahan siklus aktin-miosin yang berdampak pada peningkatan hi per reaktivitas dan obstruksi saluran napas.10 Banyak pene litian yang telah dilakukan oleh

peneliti-pene liti sebelumnya tentang hubungan asma dan obe sitas. Penelitian epidemiologi yang dilakukan oleh sarjana Shore11 tahun 2007 yang menunjukkan

bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko asma. Dixon12 dkk. tahun 2010 melakukan penelitian

epidemiologi terhadap 5.876 populasi (290 diantaranya menderita asma) mendapatkan bahwa ada hubungan

(6)

antara IMT dan asma. Kondisi Ini dapat disebabkan oleh efek obesitas terhadap fungsi paru yaitu terjadi penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) dan volume cadangan ekspirasi (VCE). Penelitian yang dilakukan Castro-Rodriquez13 dkk. menemukan

bahwa anak perempuan berusia 6-11 tahun yang

overweight dan obesitas memiliki kemungkinan 5,5

sampai 7 kali untuk menderita asma.

Jaringan adiposit memproduksi sejumlah mole-kul pro-inflamasi yang berperan dalam sistem imun seperti IL-6, TNF-α, TGF-β1, leptin, dan adiponektin. Pada penderita obesitas produksi molekul-molekul tersebut meningkat sehingga menim bulkan respons inflamasi sistemik. Kadar IL-6 yang meningkat ber hubungan dengan stimulasi dengan stimulasi histamin, TNF-α, IL-4 dan IL-1. Stimulasi terhadap IL-4 akan meningkatkan produksi IgE yang berperan penting pada asma. Interleukin-6 juga berperan untuk terjadinya fibrosis subepitelial saluran napas, yang meru pakan kunci terjadinya remodelling saluran napas pada asma.10 Tumor necrosis factor-α (TNF-α)

juga dihasilkan oleh sel-sel adiposit dan kadarnya berhubungan langsung dengan massa lemak tubuh. Selain itu, diketahui pada asma terjadi peningkatan kadar TNF-α yang meningkatkan produksi sitokin T-Helper 2 (Th2) yakni IL-4 dan IL-6 di epitel bronkus. Leptin juga berperan dalam obesitas dan asma dalam pengaturan respons inflamasi yakni mengatur prolifrasi dan aktivasi sel T, promosi angiogenesis, serta aktivasi sel monosit dan makrofag. Kadar leptin dalam darah dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya asma pada anak-anak.14

Banyak penelitian membuktikan bahwa efek obe sitas pada asma lebih sering terjadi pada perem-puan. Hal ini menjelaskan pengaruh hormon seks terhadap kedua penyakit tersebut. Ada dua hal yang menjelaskan hubungan pengaruh hormonal dalam hubungan obesitas dan asma. Pertama, obesitas mempengaruhi pengaturan hormon perem-puan se hingga mempercepat pubertas. Pada kea-daan ini, sel adiposit memproduksi estron (salah satu estrogen alami) dan leptin sehingga kadarnya meningkat dalam darah. Kedua hormon ini memiliki peran untuk terjadinya asma. Hormon estrogen pada

perempuan obesitas cenderung menyebabkan atopi. Hal ini karena hormon perempuan menyebabkan sel limfosit menyekresi lebih banyak IL-4 dan IL-13 sehingga meningkatkan produksi IgE. Meningkatnya kepekaan terhadap alergi pada anak perempuan yang obesitas menjelaskan terjadinya asma. Castro-Rodriquez13 dkk dalam penelitiannya menemukan

bahwa anak perempuan overweight atau obesitas yang mengalami pubertas lebih awal berisiko lebh tinggi terhadap kejadian asma dibandingkan dengan anak perempuan yang memiliki IMT yang normal.

KESIMPULAN

Ada hubungan yang bermakna antara kadar adiponektin dan derajat obstruksi dan derajat keparahan asma. Penurunan status anti inflamasi berhubungan pada derajat obstruksi dan derajat keparahan asma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2006.

2. National Heart, Lung, and Blood Institute. National Asthma Education and Prevention Program. Expert Panel Report 3 : Guidelines for The Diagnosis and Management of Asthma Full Report 2007.

3. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management nd Prevention. NHLBI/WHO Workshop Report January 1995. National Institute of Health. National Heart, Lung and Blood Institute. Publication number 0-3659, revised 2002.

4. Sood A., Dominic E., Qualls C., et al. Serum Adi-ponectin is Associated with Adverse Outcomes in Men but Not in Women. Front Pharmacol. 2011;2:55. 5. Medoff BD, Okamoto Y, Leyton P, Weng M, et al.

Adiponectin deficiency increases allergic airway inflammation and pulmonary vascular remodelling. Am. J. Respir Cell Mol Biol. 2009;41:397-406. 6. Guzik TJ., Mangalat D., Korbut R. Adipocytokines

– Novel Link Btween Inflammation And Vas cu-lar Function ?. J. Phsyol and Pharmacol. 2006; 57(4):505-28.

7. Eizadi M, Davood K, Hussein D, Hamidreza S. Serum Adiponectin is not related with insulin

(7)

resistance an fasting glucose in asthma patient. Intr Journ of Biosciences (IJB). 2011;1(1):82-91. 8. Shore SA. Obesity and asthma : Possible mecha-nisms. Mechanisms of allergic diseases. J Allergy Clin Immunol. 2008;121:1-87-93.

9. Assad NA, Sood A. Leptin, adiponetin and pulmonary diseases. Elsevier. Biochem. 2012;94:2180-89. 10. Amanda G. Obesitas dan asma. Tinjauan Pustaka.

CDK. 2012;39:36-8.

11. Shore SA. Obesity and asthma : Lesson from animal models. J Appl Physiol 2007;102:516-28.

12. Dixon AE, Holguin F, Sood A, et al. A official American Thoracic Society Workshop Report: Obesity and Asthma. Am Thorc Soc. 2010;7:325-35.

13. Castro-Rodriguez JA, Holberg CJ, Morgan WJ, Wright AL, Martinez MD. Increasd incidens of asthma like symptoms in girls who become overweight or obes during the school years. Am J Respir Crit Care Med. 2001;163:1344-9. 14. Delgado J, Barranco P, Quirce S. Obesity and

Gambar

Tabel 1. Deskripsi variabel penelitian.
Tabel 4. Hubungan kadar adiponektin dengan derajat keparahan  asma.

Referensi

Dokumen terkait

Kelas yang pertama adalah kelas utama yang bertujuan untuk animasi progress pada saat program ini dijalankan, kelas yang kedua bertujuan untuk membuat tampilan formnya dan

Disamping usaha pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dan penerimaan Daerah dan agar setiap kebijaksanaan Pemerintah Daerah mempunyai landasan yuridis formal yang kuat,

Penulis tertarik untuk membuat situs dengan memanfaatkan teknologi komputer dan informatika mengenai suatu perkumpulan / komunitas anak muda yang bertempat tinggal di kawasan

Fatwa Perencanaan Lingkungan (Advis Planing) dan Retribusi Atas Perencanaan Lingkungan dalam Kotamadya Daerah Tingkat II Solok, yang diatur dengan Peraturan Daerah Nomor

Pengembangan game ini dilakukan melalui beberapa tahap pengerjaan, tahap pertama yakni tahap pertama mencoba mengumpulkan data, tahap kedua merancang game puzzle gambar

Si lo pensamos, podemos encontrar caminos para que la radio contribuya a este cambio en la vida de las niñas, niños y jóvenes, al promover sus derechos y el ejercicio del derecho a

Kepada sahabat-sahabatku angkatan 2007 (Like D’antz), Nila, Risma, Mayka, Rysa, Putri, Ria, Umi, Desy, Eva, Maria, Aini, Natal, Siti, Else, Asril, Mirza, Affan, Ncay, Resti,

The Next American Metropolis: Ecology, Community, and the American Dreams.. Princeton