• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah aktivitas yang terjadi sebagai akibat dari kontraksi otot dengan menggunakan energi secara proporsional, yang sangat erat kaitannya dengan kebugaran fisik. Aktivitas fisik menyangkut sistem lokomotorik untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas fisik tersebut dilakukan dengan tujuan dan aturan tertentu secara sistematis seperti adanya aturan waktu, target latihan, jumlah pengulangan, dan lain-lain. Ditambahkan juga aktivitas fisik yang dilakukan secara bertahap melalui suatu persiapan untuk mencapai penampilan puncaknya, disebut pelatihan (Bompa dan Haff, 2009). Pelatihan adalah aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematik dan berulang-ulang dalam waktu lama dengan peningkatan pembebanan secara progresif dan individual, bertujuan untuk memperbaiki fungsi tubuh agar saat kompetisi mencapai kemampuan yang optimal (Ananto, 2000).

Selanjutnya Nala (2011) menyatakan, pelatihan fisik merupakan gerakan fisik dan atau aktivitas mental secara sistimatik dan berulang-ulang (repetitif), dalam waktu (durasi) lama dengan pembebanan meningkat secara progresif dan individual yang bertujuan untuk memperbaiki fisiologis dan psikologis tubuh agar pada saat latihan dapat mencapai penampilan yang optimal. Sistematis merupakan cara pelatihan yang teratur dan terencana. Repetitif adalah gerakan yang dilakukan secara berulang-ulang lebih dari satu kali gerakan. Durasi merupakan lamanya aktivitas yang dilakukan dalam satu sesi, termasuk pemanasan, latihan inti, istirahat dan pendinginan. Progresif adalah penambahan atau peningkatan beban pelatihan secara bertahap, yang diawali dengan menggunakan beban ringan kemudian ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan atlet yang bersangktan dan. Individual adalah peningkatan pembebanan yang disesuaikan dengan kemampuan atlet yang dilatih, di mana pemberian beban tidak dapat disamakan antara atlet satu dengan yang lainnya walaupun berada pada cabang olahraga yang sama.

(2)

Kementrian Pelajaran Malaysia (2010) mengatakan, pelatihan fisik mempunyai lima prinsip yaitu: prinsip pembebanan berlebih, prinsip individual, prinsip spesialisasi/kekhususan, prinsip berkesinambungan, dan prinsip variasi. Nala (2011) berpendapat, pelatihan mempunyai beberapa prinsip di antaranya adalah: prinsip aktif dan bersungguh-sungguh, prinsip pengembangan multilateral, prinsip spesialisasi, prinsip individualisasi, prinsip variasi atau keserbaragaman, prinsip penggunaan model dalam pelatihan, dan prinsip peningkatan beban secara progresif.

Aktivitas fisik sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia sehari hari, di mana manusia sebagai makluk sosial perlu aktivitas. Tujuan dari aktivitas fisik dipisahkan menjadi tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang yang pada intinya adalah untuk menurunkan berat badan dan glukose darah (Barnes, 2012). Aktivitas fisik mengakibatkan terjadinya perubahan pada fungsi tubuh, baik secara sementara maupun secara menetap (Kuntaraf dan Kuntaraf, 2009). Aktivitas fisik secara teratur dalam waktu kurang lebih 30 menit dapat menurunkan tekanan darah dan denyut nadi istirahat (Divine, 2012). Peningkatan jumlah aktivitas fisik bermanfaat terhadap penurunan risiko penyakit jantung (Durstine, 2012). Aktivitas fisik juga meningkatkan konsumsi oksigen yang akan mencapai keadaan maksimal yang dikenal dengan konsumsi oksigen maksimal (VO2-Max). Keadaan ini dibatasi oleh sistem respirasi, kardiak output, dan kemampuan otot untuk berkontraksi (Bompa dan Haff, 2009).

Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan terprogram secara akut dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan darah, dan suhu tubuh. Di samping itu secara kronis juga dapat meningkatkan massa otot dan massa tulang, pertahanan antioksidan dan penurunan frekuensi denyut nadi istirahat (Kuntaraf dan Kuntaraf, 2009).

Akibat dari aktivitas fisik yang diberikan, seseorang akan mengalami peningkatan kemampuan fungsionalnya. Peningkatan ini dapat berupa berbagai keadaan yang menyangkut 10 komponen biomotorik (Kementrian Pelajaran Malaysia,

(3)

2010), yaitu: daya tahan, kekuatan, daya ledak, kecepatan, kelentukan, kelincahan, ketepatan, waktu reaksi, keseimbangan, dan koordinasi.

1. Daya tahan (endurance) menyangkut daya tahan umum dan daya tahan otot. Daya tahan umum atau daya tahan respirasi-kardiovaskular adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas dalam waktu lama yaitu lebih dari 10 menit tanpa kelelahan yang berarti. Daya tahan otot adalah kemampuan otot skeletal untuk melakukan kontraksi berulang-ulang dalam waktu yang lama.

2. Kekuatan (strength) adalah kemampuan otot skeletal untuk melakukan gerakan kontraksi atau tegangan maksimal dalam menerima pembebanan waktu melakukan aktivitas fisik.

3. Daya ledak (explosive strength) adalah kemampuan untuk melakukan gerakan atau aktivitas secara cepat dengan menggunakan seluruh kekuatan otot dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

4. Kecepatan (speed) kemampuan tubuh untuk melakukan gerakan berulang-ulang yang sama dan berkesinambungan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

5. Kelentukan (flexibility) adalah kemampuan tubuh atau anggota gerak tubuh untuk melakukan penjuluran ke daerah tertentu atau menempuh beberapa sendi seluas-luasnya.

6. Kelincahan (agility) adalah kemampuan tubuh atau anggota gerak tubuh untuk mengubah arah gerakan secara mendadak atau tiba-tiba dalam kecepatan yang setinggi-tingginya.

7. Ketepatan (accuracy) adalah kemampuan tubuh untuk melakukan atau mengemdalikan gerakan menuju ke suatu sasaran tertentu.

8. Waktu reaksi (Reaction time) adalah kemampuan tubuh atau anggota gerak tubuh untuk melakukan reaksi secepat-cepatnya ketika adanya rangsangan, baik mengenai rangsangan somatik, kinestetik, maupun rangsangan vestibular.

(4)

9. Keseimbangan (balance) adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisinya dari berbagai keadaan sehingga tubuh tetap dalam keadaan stabil dan terkendali.

10. Koordinasi (coordination) adalah kemampuan tubuh atau anggota gerak tubuh untuk mengkoordinasikan berbagai gerakan yang berlainan menjadikan suatu gerakan yang tunggal, harmonis, dan efektif.

2.2 Lingkungan Olahraga

Lingkungan olahraga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam berolahraga. Lingkungan olahraga menyangkut: suhu lingkungan, kelembaban relatif, ketinggian tempat dari permukaan laut, dan lain-lain (Birch dkk., 2005; Powers dan Howley, 2009). Menurut Giriwijoyo (2007), pengaruh lingkungan terdiri dari suhu lingkungan, kelembaban relatif, radiasi, dan kecepatan angin.

Lingkungan dalam olahraga terdiri dari lingkungan fisik, biologis, kimia, dan lingkungan sosial. Untuk dapat beraktivitas secara optimal, aspek lingkungan harus diperhatikan dan diperkenalkan kepada atlet sehingga terbiasa bekerja dalam lingkungan tersebut (Adiputra, 2010).

Dalam suatu aktivitas fisik, keadaan lingkungan ini dapat dioptimalkan dengan aklimatisasi terhadap lingkungan baru yang bertujuan untuk melatih dan membiasakan tubuh terhadap lingkungan tersebut (Giriwijoyo, 2007).

Suhu adalah suatu keadaan panas dinginnya sesuatu yang dinyatakan dengan thermometer (Muda, 2008). Suhu merupakan bentuk energi yang bisa berpindah dari suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih redah (Gabriel, 2013). Suhu lingkungan adalah tingkat panasnya udara di suatu tempat yang dinyatakan dalam derajat celcius (oC) (Kanginan, 2000). Latihan pada lingkungan panas perlu memperhatikan berbagai hal, di antaranya adalah faktor lingkungan, pengaruh tekanan panas, dan aklimatisasi pada lingkungan olahraga.

(5)

2.2.1 Faktor Lingkungan yang Harus Diperhatikan

Ada dua hal yang harus diperhatikan terhadap faktor lingkungan yang menyangkut karakteristik lingkungan dan karakteristik indipidu.

a). Karakteristik lingkungan

Kondisi lingkungan yang panas dan kering seperti di padang pasir ditandai oleh suhu udara yang tinggi dengan kelembaban relatif udara yang rendah dan radiasi matahari yang tinggi. Dalam keadaan ini, pembuangan panas melalui radiasi, konduksi dan konveksi menjadi sulit, tetapi udara yang kering memudahkan penguapan keringat (Kanginan, 2000). Kondisi panas dan lembab atau kondisi tropis, suhu lingkungan tinggi dan kelembaban udara tinggi, pembuangan panas melalui evaporasi keringat menjadi kurang efektif dan keringat menetes dari kulit tanpa menguap (FPOK, 2010b).

Skala yang dipakai untuk menilai tingkat kenyamanan lingkungan adalah index

wet bulb-globe-temperature (WBGT). Indeks WBGT ini merupakan gabungan dari

dampak radiasi matahari dan bumi, suhu lingkungan, kelembaban relatif udara, dan kecepatan angin. Index WBGT (di luar ruangan) = 0.7 X suhu bola basah + 0.2 X suhu bola hitam + 0.1 X suhu bola kering. Indeks yang sederhana ini penting untuk menilai jumlah dan tingkat latihan yang dapat dilakukan dalam kondisi panas untuk keselamatan atlet. Pada saat, dianjurkan untuk berhati-hati bila index WBGT mencapai 25 oC, dan olahraga dianggap tidak aman bila index WBGT mencapai 28 oC bagi yang tidak terlatih atau belum beraklimatisasi. Untuk kegiatan dengan tingkat aktivitas yang tinggi seperti lari jarak jauh diharapkan tidak dilakukan bila index WBGT > 28 oC (Giriwijoyo, 2007).

Faktor lain yang mempengaruhi kehilangan panas tubuh adalah kecepatan hembusan angin dan faktor air (Kusnanik dkk, 2011). Kecepatan hembusan angin yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan pembekuan jaringan. Cuaca dingin saja tidak terlalu membebani sistem pengaturan panas tubuh, akan tetapi lebih tinggi pembebanannya apabila cuaca dingin ditambah dengan kecepatan angin yang tinggi. Air mempunyai daya antar panas 26 kali lebih tinggi dari udara, yang berarti bahwa

(6)

kehilangan panas tubuh di air 26 kali lebih cepat dibandingkan dengan di udara. Akan tetapi transfer panas tubuh pada temperatur yang sama di dalam air empat kali lebih cepat dibandingkan dengan di udara.

b). Karakteristik individu

Karakteristik individu menyangkut bentuk tubuh, komposisi tubuh, umur, dan jenis kelamin. Bentuk tubuh yang umum dipergunakan dalam penelitian mengenai toleransi panas adalah rasio luas permukaan tubuh terhadap massa tubuh (LPT/MT). Anak usia pubertas mempunyai rasio sampai 50% lebih besar daripada laki-laki dewasa, sedangkan wanita, nilai itu dapat mencapai 10% lebih besar. Mereka yang mempunyai bentuk tubuh ramping (ectomorph) mempunayi rasio lebih tinggi dari pada yang berotot (mesomorph) apalagi dengan yang gemuk (endomorph). Bila berolahraga dengan beban yang sama, orang yang lebih besar akan membentuk panas lebih tinggi dari pada yang lebih ramping per satuan luas permukaan tubuhnya. Oleh karena itu pada kondisi yang panas dan lembab, orang yang lebih besar akan menimbun panas sedangkan yang lebih kecil dapat dengan mudah mempertahankan keseimbangan panas. Pada panas lingkungan yang ekstrim, orang dengan rasio LPT/MT yang lebih tinggi akan membentuk panas yang lebih sedikit daripada yang mempunyai rasio LPT/MT yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena produksi panas yang rendah dan pembuangan panas yang lebih baik pada semua cara (FPOK, 2010b).

Komposisi tubuh. Respon ini dikaitkan pada sejumlah faktor yaitu: rasio LPT/MT orang kurus lebih tinggi, panas jenis jaringan lemak jauh lebih rendah dari pada jaringan tanpa lemak. Dengan demikian muatan panas per satuan massa tubuh lebih meningkatkan suhu tubuh pada orang gemuk dari pada orang kurus. Kemampuan yang diberikan terhadap panas pada orang gemuk akan lebih besar (Gabriel, 2012).

Umur. Apabila berolahraga di tempat panas, orang yang lebih tua menunjukkan suhu rektal yang lebih tinggi dari pada orang muda; perbedaan ini menjadi lebih besar pada stress iklim yang lebih tinggi dan meningkatnya durasi pemaparan. FPOK (2010a) melaporkan, bahwa laki-laki umur 20 - 30 tahun dapat menguapkan keringat lebih

(7)

banyak per derajat peningkatan suhu rektal dan mempunyai suhu kulit yang lebih rendah daripada orang tua umur 45 - 70 tahun. Hal ini disebabkan karena pengeluaran keringat pada orang muda terjadi lebih awal sehingga aliran darah ke kulit berkurang.

Jenis kelamin. Wanita kurang toleran untuk berolahraga pada tempat panas oleh karena tingkat pengeluaran keringatnya yang lebih rendah. Akan tetapi wanita mempunyai keuntungan karena cairan tubuh lebih dihemat (Cameron dkk., 2012). 2.2.2 Pengaruh Paparan Panas

Tekanan panas yang mengenai tubuh dapat mengakibatkan permasalahan kesehatan hingga kematian. Kematian para atlet yang disebabkan karena latihan atau pertandingan ditempat panas dan lembab disebabkan karena sistem mekanisme pengaturan suhu tubuh tidak mampu dalam melindungi tubuh terhadap perubahan cuaca, sehingga diperlukanlah adaptasi dalam waktu yang pendek dan adaptasi dalam waktu yang lebih lama, beberapa bulan, beberapa tahun atau disebut dengan aklimatisasi (Kusnanik dkk., 2011).

Ada beberapa kelainan patologi tubuh yang diakibatkan oleh suhu dan kelembaban relatif yang tinggi di antaranya adalah (Arief, 2012)

1. Heat syncope (pingsan panas) adalah ganggunan induksi panas yang serius. Ciri dari gangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berolahraga dalam lingkungan panas dan lembab dalam waktu yang lama. Kejadian ini timbul dengan adanya vasodilatasi sistemik berlebihan. Penanggulangannya adalah pendinginan dan diberikan minum air dingin dengan suhu antara 5-10 oC. Pendinginan ini akan menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah dan akhirnya akan menjadi normal.

2. Heat cramp (kejang panas). Gejala kelinan ini adalah rasa nyeri dan kejang pada kaki, tangan, dan perut dan ditandai dengan pengeluaran keringat yang banyak. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan cairan dan garam selama melakukan olahraga yang berat di lingkungan yang panas dan lembab. Olahraga

(8)

dalam waktu lama, mengeluarkan banyak garam yang keluar bersamaan dengan keringat yang hanya diganti dengan air putih.

3. Heat exhaustion (kelelahan panas) merupakan reaksi tubuh terhadap terpaan panas dalam waktu yang lama (dapat berjam-jam atau berhari-hari) yang diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah keringat yang dikeluarkan melebihi air yang diminum selama terkena panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening, mual, pernapasan pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh berkisar antara 37 - 40 oC.

4. Heat stroke (kegawatan panas) adalah penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang berkaitan dengan olahraga pada lingkungan yang panas dan lembab. Kelainan ini dapat menyebabkan koma dan kematian. Gejalanya adalah detak jantung cepat, suhu tubuh sekitar 40 oC atau lebih, kulit kering dan tampak kebiruan atau kemerahan, Tidak ada keringat di tubuh korban, pening, menggigil, mual, pusing, kebingungan dan pingsan.

Kelainan yang diakibatkan oleh stres panas ini disebabkan karena naik turunnya suhu inti tubuh. Bila berubah naik turun 2 oC dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh. Pada saat olahraga temperatur tubuh dapat mencapai 40 oC yang menyebabkan meningkatkan metabolisme pada otot. Akan tetapi suhu inti tubuh yang tinggi, akan mempengaruhi sistem saraf oleh hipotalamus yang menghambat pelepasan panas tubuh (Ganong, 2012; Guyton dan Hall, 2012).

2.2.3 Aklimatisasi pada Lingkungan Olahraga

Aklimatisasi adalah adaptasi fisiologis terhadap sifat-sifat alamiah lingkungan yaitu penyesuaian fungsi tubuh terhadap lingkungan yang baru yang berbeda dengan kawasan hunian sebelumnya. Toleransi terhadap paparan panas dan lembab meningkat dengan aklimatisasi sehingga diperlukan cukup waktu apabila seseorang melakukan olahraga di tempat panas dan lembab, setelah bermukim di tempat dingin. Proses ini meningkatkan respons sirkulasi dan pengeluaran keringat yang memfasilitasi

(9)

pembuangan panas dan menurunkan suhu tubuh. Perbaikan kapasitas berkeringat dan kemampuan berkeringat disertai dengan distribusi keringat yang lebih merata pada permukaan tubuh. Mekanisme ini meningkatkan perbedaan suhu antara inti tubuh dengan bagian perifernya. Dengan demikian pembuangan panas meningkat dengan aliran darah lebih sedikit ke kulit (Silverthorn, 2004).

. Suhu dan kelembaban relatif yang lebih tinggi mempercepat perubahan fungsi tubuh ke arah yang merugikan, sehingga orang yang belum teraklimatisasi dengan lingkungan baru, dapat mempercepat bahaya. Oleh karena itu, aklimatisasi terhadap lingkungan khususnya panas dan lembab perlu diperhatikan agar keadaan patologis dapat dihindari (Giriwijoyo, 2007). Pengaturan suhu tubuh penting untuk mempertahankan homeostasis yaitu pemeliharaan kondisi cairan tubuh agar tubuh berfungsi dengan baik dalam aspek fisik maipun psikis (Guyton dan Hall, 2012). Bersamaan dengan itu aliran darah yang lebih lancar dalam otot selama berolahraga memungkinkan penyediaan energi secara aerobik. Dengan demikian orang yang telah beraklimatisasi, selama olahraga yang intensif menurunkan pembentukan panas dan durasipun dapat ditingkatkan.

Pendinginan melalui evaporasi terhambat oleh pakaian yang digunakan. Meningkatnya kelembaban antara kulit dan pakaian, akan meningkatkan suhu kulit disertai peningkatan pengeluaran keringat. Peningkatan suhu kulit pada bagian tubuh yang ditutupi pakaian akan terjadi, diikuti kenaikan suhu rektal, pengeluaran keringat meningkat, dan denyut nadi meningkat. Penurunan suhu rektal akan dipercepat bila menggunakan pakaian kaos dari bahan jaring ikat (FPOK, 2010b).

Penggantian cairan yang hilang perlu dilakukan apabila volume cairan tubuh berkurang secara signifikan oleh karena dehidrasi atau bila aliran darah ke otot harus dibagi ke kulit seperti pada olahraga di tempat panas dan lembab, maka kerja fisik daya tahan, dan pengaturan suhu menjadi terganggu. Menurunnya penampilan terlihat setelah dehidrasi mencapai 2% dari berat badan. Pada tingkat dehidrasi yang lebih tinggi, akan terjadi penurunan penampilan daya tahan secara dramatis. Penggantian

(10)

cairan cukup 40-50% dari cairan yang hilang sudah cukup untuk mengurangi resiko

overheating dan gangguan penampilan daya tahan. Hal ini disebabkan karena tubuh

membentuk air selama olahraga (McArdle dkk., 2010).

Keringat mengandung berbagai elektrolit seperti Na dan Cl tetapi dalam kadar yang sangat rendah yaitu sepertiga dari kadarnya di dalam plasma darah. Pada orang yang terlatih, kadar garam keringat lebih rendah dan kadarnya meningkat pada olahraga berat bila keringatnya lebih banyak. Oleh karena tubuh kehilangan lebih banyak air dibandingkan elektrolit selama latihan, maka cairan tubuh menjadi lebih pekat dan mengganti air sangat diharapkan (FPOK, 2010b).

2.3 Kelembaban Udara

2.3.1 Pengertian Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah suatu besaran yang menunjukkan kandungan uap air di dalam udara, yang merupakan bagian dari komponen iklim. Kelembaban udara ini mempunyai pengaruh terhadap cuaca lingkungan. Ketika udara mengandung banyak uap air, maka dikatakan udara tersebut mempunyai kelembaban yang tinggi (Kanginan, 2000). Kelembaban udara adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara yang dinyatakan dalam gram per meter kubik atau dapat juga dinyatakan dalam persen. Kelembaban udara secara bersamaan dengan suhu udara, kecepatan angin, dan radiasi panas mempengaruhi tubuh dalam menerima panas dari lingkungan atau membuang panas ke lingkungan (Uhud dkk., 2008).

Kelembaban udara ada dua macam yaitu kelembaban mutlak dan kelembaban relatif. Kelembaban mutlak (absolute humidity) adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam satu meter kubik (m3) udara. Kelembaban ini dinyatakan dalam gram per meter kubik (g/m3). Kelembaban relatif (relative humidity) adalah bilangan persen yang menunjukkan perbandingan antara massa uap air yang berada dalam udara dan massa uap air yang terkandung dalam udara jenuh pada tekanan dan suhu yang sama (Bradshow, 2006). Kelembaban relatif udara biasa disebut dengan kelembaban udara (Kanginan, 2000).

(11)

RH = m/mj X 100%. di mana:

RH = kelembaban relatif m = massa uap air udara mj = massa uap air udara jenuh.

Kelembaban relatif meningkat apabila kandungan uap air atmosfer meningkat ditambah dengan meningkatnya permukaan air terbuka, seperti: laut, sungai, danau, dan permukaan air lainnya. Kelembaban udara juga berubah berbanding terbalik dengan perubahan suhu udara, yaitu ketika udara didinginkan maka kandungan uap air akan meningkat dan bila udara dipanaskan maka kandungan uap air akan menurun. Pendinginan udara lebih lanjut sampai lebih kecil dari 5 oC, menyebabkan terjadinya kelebihan uap air dalam udara dan akhirnya akan mengembun. pengembunan menyebabkan uap air dalam udara berkurang. Hal ini sering terjadi di daerah kutub dengan suhu udara di bawah 0oC tetapi mempunyai kelembaban relatif udara yang sangat rendah (Kanginan, 2000).

2.3.2 Alat Ukur Kelembaban Udara

Untuk mengukur kelembaban relatif udara umumnya digunakan psikrometer yang disebut dengan sling psychrometer (Suma’mur, 2014). Alat ini terdiri dari dua buah termometer yaitu termometer bola basah dan termometer bola kering yang dikemas dalam satu alat. Termometer kering mengukur suhu udara lingkungan dan termometer basah mengukur suhu pada kapas yang dibasahi dengan air. Kepala termometer basah ini dikipasi dengan cara memutar tombol kipas. Pengipasan ini bertujuan untuk mempercepat penguapan (Umar, 2010). Kecepatan angin yang dipakai dalam termometer basah ini berkisar antara 2 m/dt sampai dengan 5 m/dt (meter per detik) (Japanes Industrial Standard dalam Tristomo, 2007). Kelembaban relatif udara dapat ditentukan dengan menggunakan tabel, yaitu dengan mencari pertemuan antara suhu bola basah dengan selisih antara suhu bola kering dengan suhu bola basah. Alat ukur kelembaban yang lain adalah higrometer. Higrometer terdiri dari higrometer

(12)

analog dan hidrometer digital. Higrometer analog digunakan untuk mengukur kelembaban relatif udara dengan menggunakan pembacaan jarum penunjuk sedangkan higrometer digital menggunakan penunjuk angka (Sigar, 2010).

2.3.3 Pengaturan Kelembaban Udara

Di daerah tropis seperti Indonesia yang terletak pada garis khatulistiwa yaitu antara 6o lintang utara dan 11o lintang selatan dengan suhu udara yang tinggi dan kelembaban yang tinggi (Rosa dkk., 2010). Kondisi udara seperti ini sangat tidak cocok untuk olahraga atau latihan fisik dalam ruangan tertutup. Hal ini akan diperberat oleh jumlah penonton yang memenuhi kapasitas ruangan, sehingga peningkatan temperatur dan kelembaban udara akan terjadi (Giriwijoyo, 2007).

Peningkatan kelembaban relatif udara dapat menimbulkan masalah terhadap lingkungan sekitar, baik pada manusia, organisme maupun peralatan yang ada di dalamnya. Terhadap manusia kelembaban relatif udara yang tinggi dapat menyebabkan tekanan fisiologis berupa ketidaknyamanan dan dapat mengganggu kesehatan, sedangkan terhadap lingkungan menyebabkan percepatan pertumbuhan organisme seperti jamur dan spora serta dapat mempercepat mengkaratnya logam (Muchamad, 2006; Gabriel, 2013). Kelembaban relatif udara yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya pengeluaran keringat sehingga akan meningkatkan penurunan cairan tubuh yang berefek terhadap peningkatan beban kardiovaskular (Fajrin dkk., 2014). Selanjutnya Megasari dan Juniani (2010) menyatakan, kelembaban relatif yang tinggi merupakan beban bagi tubuh ditambah dengan meningkatnya beban kerja fisik. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap penurunan tingkat kesehatan dan stamina.

Oleh karena itu kelembaban udara dalam ruangan yang dipakai untuk latihan fisik perlu diatur pada kondisi nyaman. Menurut Menkes (2011), kelembaban relatif yang nyaman untuk beraktifitas di dalam ruangan adalah berkisar antara 40 - 60%. Untuk mendapatkan kelembaban udara di dalam ruangan sebesar itu maka perlu dilakukan pengkondisian udara buatan yaitu dengan menggunakan air conditioning (AC). Menurut Rosa dkk. (2010), orang yang berada dalam ruangan dibutuhkan suhu

(13)

udara dan kelembaban relatif udara yang benar sehingga merasa nyaman dan sehat. Oleh karena itu, perlu pengkondisian udara sesuai standar yang telah ditetapkan. AC berperan untuk mengatur suhu, kelembaban relatif udara, dan kecepatan angin sesuai dengan yang diinginkan. Di samping itu AC juga menjadikan udara bersih dari debu, melindungi peralatan, serta memberikan kenyamanan sehingga meningkatkan produktivitas kerja dalam ruangan (Eddy, 2004).

Untuk menurunkan kelembaban relatif udara, dapat dilakukan dengan cara menggunakan dehumidifier. Dehumidifier adalah proses yang dilakukan dengan melewatkan udara pada alat desiccant yang berfungsi sebagai penyerap uap air dengan menggunakan silica gel sehingga uap air yang berada dapam udara akan menerun (Brundrett dalam Mucchammad, 2006).

Pengkondisian udara pada AC dilakukan dengan evaporator yang berada pada bagian alat dalam ruangan (in-door). Apabila AC diaktifkan, maka kompresor bekerja dan mengalirkan zat pendingin (refrigerant) ke evaporator. Evaporator didinginkan oleh refrigerant dengan bantuan blower. Udara yang melewati evaporator, uap airnya akan diembunkan pada sirip evaporator dan disalurkan keluar lewat pipa. Pengembunan udara ini menyebabkan uap air udara dalam ruangan menjadi berkurang atau kelembabannya menurun (Anonim, 2008).

2.3.4 Pengaruh Kelembaban Relatif Udara

Kelembaban relatif udara sangat penting diperhatikan mengingat kelembaban ini sangat berpengaruh terhadap proses industri, kelangsungan hidup organisme, dan kesehatan. Dalam industri pengawetan dan pemrosesan makanan atau minuman seperti roti dan jenis kue membutuhkan kelembaban relatif antara 40 - 80%, penyimpanan alat-alat listrik membutuhkan kelembaban relatif antara 15 - 70%, sedangkan industri farmasi membutuhkan kelembaban relatif antara 15 - 50% (Carrier Air Conditioning

Company dalam Muchammad, 2006).

Olahraga dalam ruangan tertutup seperti olahraga bulutangkis, bola voli, tenis meja, dan lain-lain kelembaban relatif udara sangat tinggi perannya. Hal ini terlihat dari

(14)

indeks WBGT yang ditentukan oleh suhu lingkungan, kelembaban relatif, radiasi, dan kecepatan hembusan angin. Indeks WBGT dapat dituliskan dengan persamaan (Muchammad, 2006):

WBGT oC = 0,7 WB + 0,2 G + 0,1 DB (di luar ruangan) WBGT oC = 0,7 WB + 0,3 G (di dalam ruangan)

di mana:

WB = suhu bola basah G = suhu bola hitam DB = suhu bola kering

Suhu lingkungan ditunjukkan oleh suhu thermometer bola kering, daya pancaran matahari dan lingkungan ditunjukkan oleh thermometer bola hitam, sedangkan kelembaban relatif udara ditunjukkan oleh thermometer bola kering dan kecepatan angin (Megasari dan Juniani, 2010). Dari uraian tersebut, maka peran dari kelembaban relatif udara terhadap indeks WBGT sangatlah penting. Hal ini dinyatakan oleh (President Council on Physical Fitness and Sport (2007), bahwa kelembaban relatif udara adalah faktor terpenting yang mempengaruhi kejadian heat stress. Hal ini disebabkan karena apabila kelembaban relatif udara tinggi ditambah dengan tidak adanya aliran udara maka evaporasi keringat sangat rendah, yang menyebabkan suhu kulit meningkat. Tingginya suhu kulit menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke permukaan kulit menjadi tidak lancer. Gagalnya konduksi panas dari inti tubuh ke kulit dapat menyebabkan heat stress.

Selanjutnya Takarosha (2005) menyatakan, bahwa untuk menciptakan kenyamanan dalam beraktivitas di dalam ruangan tertutup perlu diperhatikan suhu udara, kelembaban relatif udara, dan kecepatan angin, serta faktor individual yang menyangkut aklimatisasi, pakaian, jenis kelamin, usia, tingkat kesehatan, tingkat kegemukan, warna kulit, serta minuman yang dikonsumsi.

Indeks WBGT sesuai dengan American Collage of Sport Medicin (ACSM) terbagi menjadi empat kategori dengan masing-masing disertai dengan tanda dan status

(15)

serta kejadian yang dapat atau akan dialami oleh peserta yang beraktivitas baik di dalam ruangan maupun dalam area terbuka (Fox, 1983). Kategori indeks WBGT ditampilkan seperti Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kategori Indeks WBGT

No: Tanda/Status Indeks WBGT Keterangan

1 Merah / Risiko tinggi 23 – 28 oC Peserta harus waspada akan kemungkinan kegawatan panas. Orang yang peka terhadap suhu dan kelembaban tinggi

sebaiknya tidak diikutkan. 2 Jingga / Risiko sedang 18 – 23 oC Perlu diingat bahwa indeks

WBGT meningkat sesuai perjalanan waktu.

3 Hijau / Risiko rendah 10 – 18 oC Masih tidak dapat menjamin tidak terjadi kegawatan panas 4 Putih / Risiko Rendah Di bawah 10 oC Kemungkinan hyperthermia

kecil tetapi dapat terjadi

hypothermia.

Sumber: Fox (1983)

Kecepatan angin dalam ruangan juga berperan untuk menyatakan kenyamanan termal dalam ruangan. Semakin tinggi kelembaban dan suhu udara maka dibutuhkan kecepatan angin yang semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Macfarlane dalam Huda dan Pandiangan (2012), merumuskan sebuah persamaan untuk menentukan kecepatan angin yang dibutuhkan dengan memperhatikan kelembaban relatif dan suhu lingkungan:

CV = 0,15 (DBT – 27,2 ((RH - 60)/10) X 0,56) m/dt di mana:

CV = kecepatan hembusan angin yang dibutuhkan (m/dt) DB = suhu bola kering (oC)

(16)

Kerlembaban Relatif udara berpengaruh langsung terhadap tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Hal ini dapat diterima karena pada kelembaban relatif udara yang tinggi terjadi peneluaran cairan tubuh saat latihan lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban relatif yang rendah. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatan kebutuhan darah ke kulit untuk mengeluarkan keringat (Fajrin dkk., 2014). Hasil penelitian yang menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan darah saat aktivitas fisik pada kelembaban relatif yang melebihi nilai ambang batas (NAB) adalah penelitian Sugiyarto (2011), terhadap 42 pekerja yang diberikan tekanan panas dan sebelum tekanan panas.

Peningkatan juga terjadi terhadap prekuensi denyut nadi latihan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Purnomo dan Rizal (2000), terhadap 30 mahasiswa yang berumur di atas umur 20 tahun yang diberikan latihan fisik pada suhu ruangan 22oC dan 27oC. Didapatkan semakin meningkat kelembaban relatif udara maka grekuensi denyut nadi semakin meningkat, sebaliknya semakin menurun kelembaban relatif maka frekuensi denyut nadi semakin menurun. Pernyataan lain yang mendukung adalah Budiman dalam Jamaludin dkk. (2012), bahwa meningkatnya tekanan panas akan meningkatkan frekuensi denyut nadi. Peningkatan frekuensi denyut nadi ini disebabkan karena menurunnya cairan tubuh. Wikipedia (2014) menyatakan bahwa bila cairan tubuh menurun sebanyak 2 - 6% akan meningkatkan kerja jantung, ditandai dengan meningkatnya frekuensi denyut nadi.

Peningkatan suhu tubuh terjadi saat atau setelah melakukan aktivitas fisik. Peningkatan suhu tubuh lebih tinggi terjadi apabila kelembaban relatif udara meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guyton dan Hall (2012), bahwa suhu tubuh akan meningkat mencapai 40 oC pada suhu dan kelembaban relatif udara yang tinggi dan menurun mencapai 35,3 oC bila suhu dan kelembaban udara rendah. Selanjutnya Wilmore dkk. (2008) menyatakan, bahwa meningkatnya kelembaban relatif udara sangat berperan dalam peningkatan suhu tubuh dan menurunnya kelembaban relatif udara akan mempercepat penurunan suhu tubuh saat latihan.

(17)

Kelembaban relatif udara yang tinggi akan meningkatkan paparan panas, sebaliknya pada kelembaban relatif yang rendah suhu kulit akan menurun. Penurunan suhu kulit menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh meningkat dan tubuh menjadi lebih dingin (Cameron dkk., 2012). Pendapat ini didukung oleh McArdle (2010), bahwa konduksi panas dari inti tubuh ke kulit akan meningkat pada kelembaban yang rendah. Hal ini disebabkan karena terjadinya penguapan keringat pada kulit yang menyebabkan permukaan kulit menjadi dingin. Selanjutnya Janssen (1993) menyatakan, olahraga dalam kelembaban udara tinggi akan meningkatkan pengeluaran keringat yang berdampat terhadap peningkatan suhu tubuh.

Di samping terjadi peningkatan tekanan darah, frekuensi denyut nadi, dan suhu tubuh, latihan berkepanjangan pada kelembaban relatif tinggi juga meningkatkan kadar asam laktat darah. Hal ini didukung oleh Sugiharto dan Sumartiningsih (2012), bahwa meningkatnya frekuensi denyut nadi akan diikuti dengan peningkatan kadar asam laktat darah. Peningkatan kadar asam laktat darah sangat berkaitan dengan peningkatan viskositas darah setelah terjadinya pengeluaran keringat berlebih. Peningkatan viskositas darah ini menyebabkan pasokan O2 ke bagisan tubuh yang aktif berkurang, yang menyebabkan pasokan energi aerobik menurun dan pasokan energi anaerobik meningkat. Peningkatan pasokan energi anaerobik akan meningkatkan asam laktat darah (Purnomo, 2011). Selanjutnya Brun dkk (1995) melalui penelitiannya, setelah latihan sepak bola dengan intensitas maksimum viskositas darah akan menurun. Didapatkan terjadi hubungan antara viskositas darah dengan kadar asam laktat darah dengan hubungan berbanding terbalik.

2.4 Cairan Tubuh

2.4.1 Pengertian Cairan Tubuh

Cairan tubuh (tissue fluid) adalah cairan suspensi dari tubuh yang berfungsi mengangkut nutrisi baik karbohidrat, vitamin, dan mineral serta O2 ke sel-sel tubuh yang membutuhkannya. Cairan tubuh juga sebagai pengangkut produk samping

(18)

metabolisme, dan beberapa fungsi lainnya. Semua sel mengambil nutrisi dan O2 dan mengeluarkan hasil metabolism juga melalui cairan ini (Irianto, 2010).

Manusia mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya dari berbagai perubahan iklim, baik dari suhu panas ke dingin dan sebaliknya dari suhu dingin ke suhu panas. Jadi manusia memiliki sistem regulasi yang baik untuk mengantisipasi setiap perubahan karakteristik lingkungan. Adaptasi ini dilakukan oleh mekanisme homeostatis yang mengatur suhu tubuh, keseimbangan cairan, elektrolit, dan berbagai zat yang terdapat dalam cairan tubuh (Hasin, 2009).

Dalam aktivitas fisik, tubuh selalu menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan harus segera dikeluarkan dari dalam tubuh melalui cairan tubuh, akibatnya cairan tubuh dan elektrolit berkurang. Kehilangan cairan tubuh dan elektrolit pada saat berolahraga menyebabkan dehirasi yang dapat mengganggu penampilan fisik (Wilmore dkk., 2008). Kehilangan cairan tubuh berlebihan berakibat fatal terhadap kinerja fungsi tubuh, tentunya harus segera dikembalikan ke tingkat sebelumnya. Keadaan ini disebut dengan rehidrasi. Kehilangan cairan tubuh ini dapat mempengaruhi penampilan fisik, memperberat kerja jantung, dan dapat menyebabkan kematian (WHO, 2011).

Pada saat berolahraga diharapkan minum air secukupnya dengan jumlah disesuaikan dengan cairan tubuh yang hilang. Cepatnya cairan tubuh hilang tergantung dari intensitas latihan. Intensitas latihan yang lebih tinggi meningkatkan pengeluaran keringat. Begitu juga sebaliknya, intensitas latihan yang rentah pengeluaran keringat akan menurun. Tidak cukup hanya air putih yang diminum apabila berolahraga dalam waktu yang lama, akan tetapi perlu minuman olahraga dengan tambahan glukose dan garam (UNICEF, 2012).

2.4.2 Fungsi Cairan Tubuh

Dalam metabolisme yang terjadi di dalam tubuh manusia, air mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai pembawa zat-zat nutrisi seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral serta berfungsi sebagai pembawa oksigen (O2) ke dalam sel-sel tubuh. Selain itu, air di dalam tubuh juga berfungsi untuk mengeluarkan produk

(19)

samping hasil metabolisme seperti karbon dioksida (CO2 ) dan senyawa nitrat (Syaifuddin, 2012).

Selain berperan dalam metabolisme, air juga memiliki fungsi penting antara lain sebagai pelembab jaringan-jaringan tubuh seperti mata, mulut dan hidung, pelumas dalam cairan sendi tubuh, katalisator reaksi biologik sel, pelindung organ dan jaringan tubuh serta membantu dalam menjaga tekanan darah dan konsentrasi zat terlarut konstan. Selain itu agar fungsi-fungsi tubuh dapat berjalan dengan normal, air di dalam tubuh juga berfungsi sebagai pengatur panas tubuh (Guyton dan Hall, 2012).

Air memiliki fungsi vital di dalam tubuh. Menurut Almatsier (2013), air berperan dalam melarutkan zat-zat gizi serta mengangkut zat gizi tersebut ke seluruh bagian tubuh. Air berperan dalam mengangkut sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh melalui paru, kulit, dan ginjal. Air adalah media utama reaksi intrasel. Juga dinyatakan air merupakan katalisator dalam berbagai reaksi biologi dalam sel, termasuk dalam saluran pencernaan. Air merupakan pelarut terbaik pada solut polar dan ionik. Air merupakan media transpor pada sistem sirkulasi, ruang intravaskular, intersistium, dan intraselular (Darwis dkk., 2007).

Air berperan dalam memecah atau menghidrolisis zat gizi kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana dan sebagai pelumas cairan sendi. Sebagai bagian dari jaringan tubuh, air bahkan diperlukan sebagai zat pembangun. Sebagian panas yang dihasilkan dari metabolisme energi diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh sehingga kinerja enzim didukung secara optimal. Kelebihan panas dari metabolisme energi perlu segera disalurkan ke luar (Almatsier, 2013).

Cairan intraselular berperan untuk menghasilkan, menyimpan, menggunakan energi, serta dalam proses perbaikan sel. Cairan intraselular juga berperan dalam proses replikasi serta sebagai cadangan air untuk mempertahankan volume dan osmolalitas cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular berperan sebagai pengantar semua keperluan sel, seperti zat gizi dan oksigen. Cairan ekstraselular juga berperan sebagai pengangkut karbon dioksida, sisa metabolisme, serta bahan-bahan toksik (Darwis dkk., 2007).

(20)

Organ-organ tubuh tertentu terlindung dari berbagai gesekan atau benturan akibat dari air yang terkandung di dalam jaringan tubuh seperti mata, jaringan saraf, dan tulang belakang. Air berperan dalam memelihara kelembaban membran mukosa. Air mempengaruhi osmolaritas jaringan dengan mempertahankan volume dan hematokrit darah, volume cairan serta fungsi ginjal. Pada proses pencernaan makanan, air memiliki peran penting, mulai dari pencernaan sampai absorbsi sari-sari makanan. Air juga berperan dalam produksi berbagai zat untuk disekresikan di sepanjang saluran cerna, dan pembuangan sisa makanan (Irianto, 2010).

Tubuh manusia terdiri dari sebagian besar air, sehingga asupan cairan sangat dibutuhkan agar penampilan atlet optimal. Dalam hal ini air berfungsi sebagai (Ronald, 2009; Arif, 2012): 1). Menjaga volume darah dan fungsi kardiovaskular, 2). Pengaturan suhu tubuh melalui berbagai cara yaitu radiasi, konduksi, konveksi, epavorasi, dan pernapasan, 3). Sebagai media pengangkut O2, CO2, dan nutrien. Juga dinyatakan bahwa keseimbangan konsentrasi cairan dalam sel dibutuhkan untuk mengoptimalkan kinerja inpuls saraf menuju tujuan akhirnya yaitu otot.

Cairan intraselular dan ekstraselular dipertahankan konsentrasinya. Tujuannya adalah untuk transmisi inpuls saraf dan kontraksi otot yang dibutuhkan pada saat olahraga. Produksi energi diperlukan akibat dari kontraksi otot yang sebagian besar diubah menjadi panas. Hal yang tidak kalah pentingnya dalam olahraga disampaikan oleh Irawan (2007a) adalah mempertahankan suhu tubuh oleh karena energi yang dibentuk oleh kontraksi otot yaitu sebanyak 75% diubah menjadi panas dan sisanya 25% diubah menjadi gerak.

Panas tubuh yang ditimbulkan pada olahraga harus segera dikeluarkan agar tidak membahayakan tubuh melalui suatu proses pendinginan tubuh. Cara pendinginan yang dilakukan tubuh adalah dengan berkeringat (Gabriel, 2012). Kegagalan tubuh membuang panas tergantung dari aktivitasnya. Pada saat istirahat kematian akan terjadi dalam waktu kurang dari enam jam dan pada saat olahraga kematian dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit (Giriwijoyo, 2007).

(21)

2.4.3 Distribusi dan Kandungan Cairan Tubuh

Cairan tubuh terdiri dari dua bagian utama yaitu cairan intraselular dan cairan ekstrasellular. Cairan intraselular adalah cairan yang terdapat di dalam sel sedangkan cairan ekstraselular adalah cairan yang terdapat di luar sel. Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh sel membran yang memiliki permeabilitas tertentu. Hampir 67% dari total air tubuh manusia terdapat di dalam cairan intrasellular dan 33% sisanya berada pada cairan ekstraselular. Air yang berada di dalam cairan ekstraselular ini kemudian terdistribusi kembali kedalam dua sub-bagian yaitu pada cairan interstisial dan cairan intravaskular (plasma darah). Tujuh puluh lima persen dari air pada cairan ekstraselular ini terdapat pada sela-sela sel (cairan interstisial) dan 25%-nya berada pada plasma darah atau cairan intravascular. Pendistribusian air ini sangat bergantung pada jumlah elektrolit dan makromolekul yang terdapat di dalam kedua bagian tersebut. Karena membran sel memiliki permeabilitas yang berbeda untuk tiap zat, maka konsentrasi larutan (osmolality) pada kedua bagian juga berbeda (Irianto, 2010).

Cairan tubuh pria dewasa terdiri dari 18% protein dan zat terkait, 15% adalah lemak, 7% mineral dan sebagian besar 60% adalah air. Dari komponen cairan intraselular tubuh, terdapat sebanyak 40% dari berat badan dan komponen ekstraselular sekitar 20% berat badan. Komponen ekstraselular ini terdiri dari plasma darah yang menempati sekittar 5% dari berat badan dan cairan intertisial sebanyak 15% dari berat badan (Syaifuddin, 2012).

Air adalah komponen utama pembentuk tubuh manusia dengan berbagai unsur yang dibutuhkan untuk kesehatan dan kelangsungan hidup sel. Sekitar 60% dari total berat badan orang dewasa terdiri dari air, namun bergantung dari kandungan lemak dan otot dalam tubuh. Nilai persentase ini dapat bervariasi antara 50-70% dari total berat badan orang dewasa. Oleh karena itu, tubuh yang terlatih seperti tubuh olahragawan mengandung lebih banyak air (Pearce, 2012).

Di samping air, cairan tubuh juga mengandung berbagai zat di antaranya adalah elektrolit (Darwis dkk., 2007). Elektrolit yang terdapat pada cairan tubuh berada dalam

(22)

bentuk ion bebas yang dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu kation dan anion. Kation adalah elektrolit yang mempunyai muatan positif (+) sedangkan anion adalah elektrolit yang mempunyai muatan negatif (-). Kation yang terdapat dalam tubuh adalah natrium (Na+) dan kalium (K+) dan anion adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3). Elektrolit yang terdapat dalam jumlah besar di dalam tubuh antara lain adalah natrium (Na+), kalium (K+),kalsium (Ca2), magnesium (Mg+), klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3), fosfat (HPO42-) dan sulfat (SO42-).

Dalam berolahraga sejumlah cairan dikeluarkan tubuh lewat kulit sebagai keringat. Air keringat mengandung beberapa elektrolit dengan kandungan utama atau terbesar yaitu natrium, kalium dan klorida. Semakin berat aktivitas fisik, laju pengeluaran keringat semakin meningkat, sehingga kehilangan natrium, kalium dan klorida dari dalam tubuh juga meningkat (Irawan, 2007a).

2.4.4 Pengaturan Cairan Tubuh

Keseimbangan air di dalam tubuh dipengaruhi oleh sistem regulasi yaitu regulasi osmotik dan regulasi volume. Regulasi osmotik aktivitasnya karena tinggi rendahnya osmolalitas plasma. Sensor dari regulasi osmotik ini berada pada hipotalamus supra optic neuron (SON), nucleus paraventrikular, organum vaskulasum laminae terminal (OVLT), dan pusat rasa haus di hipotalamus. Regulasi volume beraktivitas karena volume tekanan arteri dengan sensor berada di sel otot atrium dan ventrikel, sinus karotis, dan arteri aferen glomeralus (Siregar, 2011).

Keseimbangan air tubuh dikontrol dengan pengaturan masukan dan ekskresi cairan. Secara normal, masukan air dipengaruhi oleh rasa haus, yang merupakan pertahanan utama terhadap kekurangan cairan. Rasa haus merupakan keinginan untuk minum air yang diatur oleh suatu pusat di midhipotalamus. Keseimbangan cairan tubuh diatur oleh mekanisme homeostatis cairan tubuh. Defisiensi air meningkatkan konsentrasi ionik pada kompartemen ekstraseluler yang meyebabkan sel mengkerut. Pengerutan sel dideteksi oleh dua sensor otak, yang satu mengontrol minum dan yang

(23)

lain mengontrol ekskresi urin. Kehilangan cairan terjadi melalui paru, kulit, traktus gastrointestinal, dan ginjal (Darwis dkk., 2007).

2.4.5 Sumber Asupan Cairan Tubuh

Manusia memenuhi kebutuhan air dari luar tubuh melalui minuman dan makanan. Minuman memiliki kontribusi tertinggi dalam pemenuhan kebutuhan air. Persentase konsumsi cairan yang berasal dari makanan dan metabolik pada pria dewasa sebesar 28,1%, dan pada wanita dewasa sebesar 26,2%, sedangkan pada pria dewasa 71,9%, dan wanita dewasa 73,8% (Primana, 2000).

Sel tubuh yang mempunyai konsentrasi air paling tinggi adalah sel otot dan rongga badan, seperti paru dan jantung, sedangkan sel yang mempunyai konsentrasi air paling rendah adalah jaringan tulang dan gigi. Konsumsi cairan yang ideal untuk memenuhi kebutuhan harian tubuh adalah satu ml air untuk setiap satu kkal konsumsi energi tubuh atau dapat juga diketahui berdasarkan estimasi total jumlah air yang keluar dari dalam tubuh. Rata-rata tubuh orang dewasa kehilangan 2,5 liter cairan per hari. Sekitar 1.5 liter cairan tubuh keluar melalui urin, 500 ml melalui keluarnya keringat, 400 ml keluar dalam bentuk uap air melalui proses pernafasan (respirasi) dan 100 ml keluar bersama dengan tinja (feces). Sehingga disarankan untuk mengkonsumsi antara 8-10 gelas atau 8-10 X 240 ml) yang dijadikan sebagai pedoman dalam pemenuhan kebutuhan cairan perhari (Wilmore dkk., 2008).

Jumlah asupan air dari makanan sebanyak 700-1000 mL per hari, yang tergantung pada pola makan (Giriwijoyo, 2007). Makanan pokok orang Indonesia menyumbangkan 46% asupan air, sedangkan buah dan sayur menyumbangkan 30% asupan air. Makanan pokok orang Indonesia pada umumnya adalah nasi yang mengandung kadar air 25-35%, sementara buah meskipun kadar airnya tinggi, dikonsumsi dalam jumlah yang relatif sedikit (UNICEF, 2014). Sumber asupan cairan tubuh didistribusikan seperti Tabel 2.2.

Kebutuhan air dipengaruhi oleh usia, berat badan, asupan energi, dan luas permukaan tubuh. Begitu juga dengan suhu lingkungan turut mempengaruhi kebutuhan

(24)

air. Kebutuhan cairan di daerah dengan suhu 40 0C lebih tinggi daripada di daerah dengan suhu 20 oC (Darwis dkk., 2007).

Tabel 2.2

Sumber Asupan Cairan Tubuh

Sumber Jumlah (mL/hari)

Air minum

Air dalam makanan

Air dari hasil metabolism tubuh

1.500 – 2.000 700

200

Jumlah 2.400 – 2.900

Sumber: Syaifuddin (2012).

Kebutuhan air meningkat seiring bertambahnya usia, kebutuhan cairan bagi bayi sebanyak 0,6 liter akan meningkat pada anak-anak menjadi kira-kira 1,7 liter. Selain faktor usia, kebutuhan cairan juga dipengaruhi oleh aktivitas. Kebutuhan cairan pria dewasa pada kondisi normal sebanyak 2,9 liter per hari menjadi 4,5 liter per hari pada pekerja kasar yang bekerja di suhu tinggi (Kushartono, 2006).

Orang dewasa pada aktivitas ringan membutuhkan air sekitar 2,5 liter per hari dan meningkat menjadi 3,2 liter per hari pada aktivitas sedang, sedangkan orang dewasa yang lebih aktif dan tinggal di daerah dengan suhu hangat membutuhkan air sekitar enam liter perhari. Kebutuhan air sebanyak 2,5 liter per hari pada pria usia 19-29 tahun, 2,4 liter pada pria usia 30-49 tahun, dan 2,3 liter pada pria usia 50-64 tahun. Asupan air harian berdasarkan rekomendasi The National Research Council (NRC) sebesar satu mL/Kal energi yang dikeluarkan (Giriwijoyo, 2007).

2.4.6 Pengeluaran Cairan Tubuh

Cairan yang dikonsumsi diserap usus, masuk ke pembuluh darah, beredar ke seluruh tubuh. Selanjutnya masuk ke dalam sel secara difusi. Dari darah difiltrasi di ginjal dan sebagian kecil dibuang sebagai urin, ke saluran cerna dikeluarkan sebagai liur yang umumnya diserap kembali, ke kulit dan saluran napas keluar sebagai keringat dan uap air. Bila suhu tubuh meningkat, secara refleks terjadi sekresi keringat. Komposisi air keringat mirip dengan cairan ekstraseluler tetapi kadar garamnya lebih rendah atau hipotonis (Darwis dkk., 2007).

(25)

Tabel 2.3

Pengeluaran cairan tubuh

Keluar Melalui jumlah (mL/hari)

Eksresi ginjal (urine) Pernapasan Melalui kulit - Keringat - Difusi Feses 1.400 -1.900 350 100 350 200 Jumlah 2.400 – 2.900 Sumber: Syaifuddin (2012).

Dalam keadaan homeostatis, jumlah cairan tubuh dipertahankan konstan di mana air tubuh yang keluar sama dengan yang masuk. Cairan tubuh yang keluar menurut Syaifuddin (2012), didistribusikan seperti Tabel 2.3.

Perbedaan air yang masuk dan keluar tergantung dari berbagai hal di antaranya adalah: suhu udara dan kelembaban. Suhu tinggi meningkatkan pengeluaran keringat sedangkan suhu rendah menurunkan pengeluaran keringat. Kelembaban yang tinggi meningkatkan pengeluaran keringat sedangkan kelembaban yang rendah menurunkan pengeluaran keringat (Giriwijoyo, 2007).

Tabel 2.4

Pengeluaran Cairan Tubuh pada Perubahan Suhu dan Aktivitas Kehilangan cairan

melalui:

Jumlah Pengeluaran Cairan Tubuh (mL)

Pada suhu normal Pada suhu panas Saat bekerja berat Insensibel kulit Saluran napas Urin Keringat Feses 350 350 1400 100 100 350 250 1200 1400 100 350 650 500 5000 100 Jumlah 2300 3300 6600 Sumber: Darwis dkk. (2007).

Kebutuhan air sangat dipengaruhi aktivitas fisik, suhu lingkungan serta suhu tubuh. Bila udara panas, keringat lebih banyak dihasilkan. Saat berolahraga atau kerja berat, di mana suhu tubuh meningkat, dihasilkan pula keringat yang lebih banyak.

(26)

Selain dipengaruhi oleh suhu udara, kebutuhan air dapat pula dipengaruhi oleh aktivitas, diet, dan kesehatan (Darwis dkk., 2007).

2.4.7 Ketidak Seimbangan Cairan Tubuh (Dehidrasi)

Keseimbangan air di dalam tubuh adalah keadaan di mana volume air yang masuk ke dalam tubuh terhadap volume air yang keluar dari dalam tubuh besarnya sama (Siregar, 2011). Ketidakseimbangan cairan mengindikasikan hubungan yang tidak seimbang antara asupan cairan dan kehilangan cairan. Dehidrasi merupakan adanya keseimbangan negatif pada cairan tubuh atau menurunnya kandungan air tubuh hingga mencapai 2-6% (Wikipedia, 2014). Juga dinyatakan bahwa dehidrasi disebabkan karena meningkatnya cairan tubuh yang hilang melalui ginjal dan pencernaan, berkurangnya asupan air, atau gabungan ke duanya.

Dehidrasi adalah keadaan di mana tubuh terlalu banyak kehilangan cairan baik disadari maupun tidak disadari. Penyebab dari dehidrasi adalah: berkeringat terlalu banyak, muntah hebat, dan diare. Apabila dehidrasi berlangsung lebih lama, maka perpindahan cairan intraseluler ke ekstraseluler terjadi dan membutuhkan pemulihan yang lama. Kehilangan cairan ekstraseluler sebanyak 60% dan cairan intraseluler 30% menyebabkan kematian (Syaifuddin, 2012).

Rasa haus adalah sinyal untuk mengkonsumsi cairan. Rasa haus dirasakan karena menurunnya volume cairan tubuh, yang merupakan pertanda telah terjadi dehidrasi. Rasa haus tersebut harus segera direspon dengan meminum air dalam jumlah yang cukup. Jika tidak, keadaannya akan kian memburuk. Bertambahnya usia seseorang akan melemahkan respon terhadap rasa haus ini, akibatnya terjadi rasa lemah, lemas, letih, hilang kesadaran, bahkan kematian (Irawan, 2007b).

Dehidrasi dapat menimbulkan gejala sesuai dengan tingkatannya. Dehidrasi ringan menimbulkan gejala haus, lelah, kulit kering, serta mulut dan tenggorokan kering. Dehidrasi sedang mengakibatkan denyut jantung cepat, pusing, tekanan darah rendah, lemas, urin pekat dan berkurang. Dehidrasi berat mengakibatkan kejang, lidah membengkak, dan kegagalan fungsi ginjal (Wikipedia, 2014).

(27)

2.4.8 Rehidrasi

Penggantian cairan tubuh yang keluar dari tubuh disebut dengan rehidrasi. Kebutuhan tubuh terhadap air tergantung dari banyaknya air yang dikeluarkan tubuh. Normalnya dalam keadaan istirahat dengan tidak berkeringat, orang dewasa membutuhkan air antara 1500 sampai 2000 ml perhari yang didapat dari hasil oksidasi zat gizi, dari makanan, dan juga dari minuman (Ronald, 2009).

Apabila volume cairan tubuh berkurang karena dehidrasi, aliran darah harus dibagi ke kulit sehingga daya tahan dan pengaturan suhu tubuh menjadi terganggu. Penurunan penampilan fisik sudah terlihat ketika cairan tubuh menurun sebesar 2% dari berat badan. Keadaan ini akan terus diperberat dengan peningkatan dehidrasi, yang diikuti dengan peningkatan denyut nadi dan suhu rektal (FPOK, 2010a).

Selama berolahraga tubuh kehilangan cairan dan elektrolit seperti Na dan Cl. Untuk orang terlatih kadar garam dalam keringat lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak terlatih. Jadi orang yang terlatih kehilangan air lebih banyak dibandingkan dengan elektrolit sehingga cairan tubuh menjadi lebih pekat dan kebutuhan air akan meningkat selama latihan. Penggantian air yang hilang ini tergantung dari beratnya aktivitas fisik, dan kondisi lingkungan. Mengkonsumsi cairan elektrolit seperti pemberian air kelapa sebagai minuman olahraga alami selama latihan dapat membantu status hidrasi, menunda kelelahan, dan menjaga penampilan (Abidin, 2012; Alfiyana, 2012; Wikipedia, 2014). Hasil penelitian Bahri dkk., (2012), air kelapa dapat menangani rehidrasi setelah berolahraga.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah volume cairan, suhu cairan, dan kandungan dalam cairan. Volume cairan yang lebih banyak yaitu sebanyak 600 ml atau tiga gelas akan meninggalkan lambung lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang lebih sedikit. Akan tetapi jumlah yang lebih banyak akan menyebabkan rasa mual dan mengganggu pernapasan. Jumlah yang diharapkan untuk diminum adalah sebanyak satu gelas atau 150-200 ml setiap 15-20 menit, yang tergantung dari kondisi lingkungan. Pada kondisi lingkungan yang lebih dingin, penggantian cairan dapat

(28)

dilakukan sebanyak 150-200 ml setiap 25-30 menit. Suhu cairan yang lebih dingin sangat diharapkan dalam berolahraga yaitu berkisar antara 5-10 oC akan lebih cepat meninggalkan lambung dibandingkan pada suhu yang lebih tinggi. Kandungan cairan (osmolalitas) seperti glukose dan elektrolit juga berpengaruh terhadap kecepatan pengosongan lambung. Minuman dengan kandungan yang lebih pekat akan lebih lambat meninggalkan lambung dan yang lebih encer akan lebih cepat meninggalkan lambung. Pemberian glukose yang lebih rendah akan memberikan cadangan energi yg rendah sehingga harus minum dalam jumlah yang lebih besar. Minum dalam jumlah yg lebih besar akan mengganggu penampilan (FPOK, 2010b).

Penambahan garam dalam air pada saat berolahraga juga penting dilakukan apabila berolahraga dalam waktu yang lama. Kadar elektrolit dan magnesium yang hilang saat berolahraga sangat sedikit dengan kadarnya di dalam keringat berkisar antara 0,5 - 0,6%. Defisiensi elektrolit selama olahraga 2-3 jam tidak terjadi apabila kandungannya di awal olahraga normal. Akan tetapi olahraga dalam waktu lebih lama dan berturut-turut dapat mengurangi kadar elektrolit tubuh sehingga diperlukan suplemen garam untuk memelihara kadar elektrolit cairan tubuh (UNICEP, 2014).

Penurunan berat badan dengan pengeluaran keringat berlebih tidak dapat menghilangkan lemak tubuh, walaupun untuk sementara berat badan berkurang. Hal ini diakibatkan karena terjadi penurunan cairan tubuh yang justru menurunkan penampilan dan berakibat patal terhadap keselamatan. Olahragawan bela diri yang menurunkan berat badannya dengan pengeluaran keringat berlebihan akan membahayakan kesehatan karena menyebabkan dehidrasi kronik (UNICEF, 2012). Apabila berat badan menurun, atlet harus menambahkan sedikitnya 80% kembali berat badannya yang hilang selama latihan (FPOK, 2010b).

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk minum atau mengkonsumsi cairan ke dalam tubuh, di antaranya adalah dengan (Ronald, 2009):

(29)

1. Mengkonsumsi cairan sebanyak 500 mL air 10-15 menit sebelum latihan dan dapat dilakukan kapan saja sebelum latihan. Untuk olahraga dalam waktu singkat sebaiknya minum tidak kurang dari 30 menit.

2. Mengkonsumsi cairan selama olahraga dilakukan setiap 10-15 menit sebanyak 120-150 mL atau kurang dari satu gelas air yang bukan dilakukan hanya setelah merasakan haus. Pada saat olahraga sensasi haus tidak sepenuhnya dirasakan akan tetapi belum semua cairan digantikan.

3. Konsumsi cairan setelah berolahraga sangat penting dilakukan, apalagi akan menjalani pertandingan berikutnya. Maka mengkonsumsi minuman olahraga dibutuhkan untuk mempertahankan natrium dan osmolaritas plasma yang dapat menurunkan produksi urin dan menghambat rehidrasi.

4. Konsumsi cairan dengan metode konvensional dapat dilakukan saat atlet merasakan haus dan minum dihentikan ketika tidak merasakan haus lagi.

5. Konsumsi cairan dengan metode USATF (United State of Amecican Track and

Field) dipakai untuk penggantian cairan tubuh yang optimal. Penggantian cairan

tubuh dilakukan dengan menimbang berat badan setelah minum dan setelah buang air kecil. Penggantian cairan dilakukan dengan menimbang berat badan setelah latihan dan dilakukan minum sebanyak penurunan berat badan.

2.5 Sistem Kardiovaskular dalam Olahraga

Jantung dan pembuluh darah berfungsi memasok kebutuhan darah ke seluruh tubuh. Jantung memompa darah dan pembuluh darah sebagai saluran keseluruh bagian tubuh (Irianto, 2010). Dengan meningkatnya aktivitas fisik, kebutuhan pasokan oksigen ke bagian tubuh yang aktif akan meningkat. Peningkatan ini hendaknya didukung oleh kemampuan jantung dan pembuluh (Ganong, 2012). Kemampuan jantung dan pembuluh darah yang lebih baik dapat ditentukan dengan beberapa hal di antaranya adalah tekanan darah dan frekuensi denyut nadi berada pada batas normal (Powers dan Howley, 2009; Sharkey, 2012).

(30)

2.5.1 Anatomi Sistem Kardiovaskular

2.5.1.1 Jantung.

Jantung merupakan organ kardiovaskular berotot dengan berat sekitar 300 gram yang terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut, berongga dengan puncaknya miring ke sebelah kiri (Pearce, 2012). Jantung terdiri atas dua pompa terpisah yaitu jantung kanan dan jantung kiri. Jantung kanan berfungsi memompa darah ke paru dan jantung kiri memompa darah ke organ perifer atau sistemik (Kusnanik dkk., 2011). Kedua pompa ini terdiri atas bagian atas (atrium) dan bagian bawah (ventrikel). Atrium kanan menuangkan darah ke ventrikel kanan dan dengan tenaga tertentu mendorong darah ke paru untuk dioksigenisasi. Atrium kiri menuangkan darah ke ventrikel kiri dan ventrikel kiri memompa darah ke sistemik dan termasuk ke otot jantung (Ganong, 2012; Syaifuddin, 2012).

2.5.1.2 Pembuluh darah

Pembuluh darah merupakan organ dari sistem kardiovaskular yang menyalurkan darah dari jantung ke seluruh tubuh dan ke paru. Pembuluh darah yang menyalurkan darah dari jaringan ke jantung disebut dengan vena dan yang menyalurkan darah dari jantung ke jaringan disebut dengan arteri (Sherwood, 2012). Pembuluh darah merupakan prasarana untuk kelangsungan aliran darah ke seluruh tubuh (Syaifuddin, 2012). Pembuluh darah ini terdiri dari arteri, arteriole, kapiler, venule, dan vena (Kusnanik dkk., 2011; Pearce, 2012).

2.5.1.3 Darah

Darah adalah cairan tubuh yang berfungsi mengirimkan sari makanan dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan hasil metabolisme, dan sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri (Ganong, 2012: Syaifuddin, 2012). Cairan tubuh berfungsi mengatur fungsi normal tubuh yaitu transfortasi oksigen, bahan makanan, maupun sisa metabolisme serta mendistribusikan berbagai jenis hormon dan antibodi (Kusnanik dkk., 2011).

(31)

Darah manusia sebanyak sekitar seperduabelas dari berat badan atau sekitar lima liter. Komposisi darah terdiri dari beberapa jenis sel darah yang membentuk 45% bagian dari darah dan 55% sisanya berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah (Pearce, 2012).

Sel darah terdiri dari eritrosit (sel darah merah), lekosit (sel darah putih), dan trombosit atau butir pembeku (Ganong, 2012). Eritrosit mengisi sekitar 99% yang mengandung hemoglobin dan berfungsi mengedarkan O2. Trombosit mengisi sekitar 0,6-1,0% dari sel darah yang berperan dalam proses pembekuan darah. Lekosit mengisi sekitar 0,2% dari sel darah, yang berperan dalam sistem imun untuk memusnahkan virus dan bakteri yang membahayakan tubuh (Syaifuddin, 2012).

Plasma darah adalah larutan air yang mengandung: 91% air, 8% protein, dan 9% mineral. Protein terdiri atas albumin, protrombin, globulin, dan fibrinogen sedangkan mineral terdiri dari natrium klorida, natrium bikarbonat, garam kalsium, fosfor, magnesium, besi, dan lain-lain. Di samping itu plasma darah juga mengandung bahan organik seperti glukose, lemak, asam urat, asam amino, urea, kolesterol, dan kreatinin (Pearce, 2012).

2.5.2 Kontrol Terhadap Sistem Kardiovaskular 2.5.2.1 Kontrol sistem saraf terhadap kardiovaskular

Sistem saraf otonom yang terdiri dari saraf simpatik dan saraf parasimpatik mensarafi organ dalam tubuh, yang berperan sebagai homeostasis dengan ujung saraf sensoriknya berada pada dinding pembuluh darah (Irianto, 2010).

Serat saraf simpatis meninggalkan spinalis melalui saraf thorakis dan lumbalis, kemudian memasuki kedua sisi kolumna vertebralis. Inervasi arteri kecil dan arteriola merangsang saraf simpatis pembuluh darah arteri untuk meningkatkan hambatannya, sehingga aliran darah ke jaringan menurun. Inervasi pembuluh darah vena, merangsang saraf simpatis untuk menurunkan volume aliran, sehingga darah terdorong ke dalam jantung untuk proses pengaturan pompa jantung. Saraf simpatis pada jantung berperan dalam peningkatan denyut jantung, kekuatan dan volumenya (Ganong, 2012). Saraf

(32)

parasimpatis berperan dalam pengaturan fungsi otonom dalam tubuh seperti pada regulasi sirkulasi yaitu mengontrol detak jantung melalui nervus vagus dalam penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas otot jantung (Masud, 2012).

Bagian yang berperan dalam pengaturan impuls simpatis dan parasimpatis adalah pusat vasomotor yang terletak di batang otak. Impuls parasimpatis melalui nervus vagus dikirimkan ke jantung dan mengirimkan impuls simpatis melaui serat spinalis dan saraf simpatis perifer dan selanjutnya menuju ke arteri, arteriola, dan vena (Barret dkk., 2012). Pusat vasomotor mengontrol aktivitas jantung dengan mengirim impuls melalui saraf simpatis ke jantung saat tubuh membutuhkan peningkatan denyut jantung, sedangkan saat tubuh membutuhkan penurunan denyut jantung, vasomotor mengirimkan sinyal ke nervus vagus untuk mentransmisikan impuls parasimpatik ke jantung, sehingga denyut jantung menurun. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat apabila terjadi vasokonstriksi dan penurunan denyut jantung terjadi ketika vasokonstriksi dihambat (Guyton dan Hall, 2012).

Peningkatan output saraf dari batang otak ke saraf simpatis menurunkan diameter pembuluh darah, meningkatkan stroke volume, dan denyut jantung. Keadaan ini berperan penting dalam meningkatkan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah akan meningkatkan aktivitas baroreceptor, yang memberikan sinyal ke batang otak untuk mengurangi output saraf ke saraf simpatis (Barret dkk., 2012).

2.5.2.2 Kontrol hormonal terhadap kardiovaskular

Saraf otonom adalah yang utama mengatur denyut jantung, tetapi epinephrine juga sama perannya. Epinephrin adalah hormon yang disekresikan oleh medulla pada rangsangan simpatis yang berfungsi untuk mengatur irama jantung. Pengaturan ini dilakukan dengan cara yang sama dengan norepinephrin untuk meningkatkan denyut jantung. Jadi epinephrin secara langsung dapat memperkuat irama jantung seperti yang dimiliki oleh sistem saraf simpatis (Ganong, 2012).

(33)

2.5.3 Adaptasi Sistem Kardiovaskular dalam Olahraga

Menurut Sharkey (2012), aktivitas fisik berpengaruh langsung pada sistem kardiovaskular di antaranya adalah: meningkatkan ukuran jantung, meningkatkan persediaan darah, menurunkan risiko penggumpalan darah, menormalkan tekanan darah, dan memperbaiki pendistribusian darah. Di samping itu aktivitas fisik juga berperan dalam pengaturan metabolisme lemak, karbohidrat, protein, dan metabolisme lainnya. Sementara itu Neil-Nedley (2009) berpendapat, olahraga secara teratur mengurangi risiko kematian dari penyakit jantung koroner.

Kuntaraf dan Kuntaraf (2009). mengatakan, bahwa ada beberapa keuntungan dari berolahraga terhadap fungsi kardiovaskular di antaranya adalah: memperkuat otot jantung, menormalkan tekanan darah, meningkatkan kapasitas darah dalam mengangkut oksigen, menurunkan frekuensi denyut nadi istirahat, memperlancar peredaran darah, mengurangi risiko mendapatkan penyakit jantung, menurunkan risiko arteroklerosis, menurunkan LDL dan trigliserida serta meningkatkan HDL. Lebih lanjut Wahyuni (2009), mengatakan bahwa olahraga secara teratur bermanfaat untuk memperbaiki profil lemak darah yaitu menurunkan kolosterol yaitu LDL dan trigliserida, meningkatkan HDL, menurunkan risiko hipertensi, kegemukan, serta diabetes militus. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada jantung akibat dari aktivitas fisik adalah: isi sekuncup, curah jantung, aliran darah, dan tekanan darah (Kadir, 2010):

Saat aktivitas fisik, jantung dan pernapasan terasa berdetak lebih kencang. Makin meningkat aktivitas, frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernapasan akan meningkat dan begitu juga sebaliknya. Setelah beristirahat beberapa saat frekuensi denyut jantung dan frekuensi pernapasan akan normal seperti semula. Perubahan di atas merupakan efek akut dari latihan. Apabila pelatihan fisik dilakukan dengan dosis yang tepat dalam waktu berkesinambungan, akan terjadi perubahan pada fungsi tubuh. Efek yang disebabkan oleh pelatihan dalam waktu yang lama terhadap fungsi tubuh disebut dengan efek tertunda atau kronik (Nala, 2011).

(34)

2.5.3.1 Efek akut latihan

a). Perubahan terhadap frekuensi denyut nadi

Denyut nadi adalah gelombang yang dirasakan pada arteri apabila darah dipompa keluar jantung (Pearce, 2012). Denyut nadi dapat diraba di beberapa arteri yang melintas dekat permukaan tubuh, misalnya arteri radialis yang terletak di depan pergelangan tangan, arteri temporalis di atas tulang temporal, atau arteri dorsalis pedis di belokan mata kaki (Ganong, 2012).

Frekuensi denyut nadi tergantung dari berbagai faktor diantaranya: posisi tubuh, umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik. Posisi tubuh dijelaskan bahwa orang yang tidur berbeda denyut nadinya dengan orang yang duduk, begitu juga dengan orang yang berdiri. Peningkatan umur akan menurunkan frekuensi denyut nadi dan akan terjadi peningkatan menjelang usia tua (McArdle dkk., 2010). Jenis kelamin juga mempengaruhi frekuensi denyut nadi istirahat (seperti Tabel 2.5).

Anak-anak memiliki frekuensi denyut nadi maximal lebih tinggi dan isi sekuncup lebih rendah daripada orang dewasa, baik dalam keadaan istirahat maupun olahraga. Tetapi anak-anak memiliki penyesuaian peredaran darah perifer yang lebih baik terhadap olahraga dari pada orang dewasa, yang menyebabkan terjadinya perbedaan kandungan O2 darah arteri dan vena yang lebih besar, yang menunjukkan terjadinya extraksi O2 yang lebih efisen di dalam jaringan tubuh (McArdle dkk., 2010).

Apabila intensitas latihan ditingkatkan, maka diikuti dengan peningkatan frekuensi denyut nadi dan bila intensitas diturunkan maka frekuensi denyut nadi akan menurun secara linier sesuai dengan Azas Conconi. Apabila intensias latihan ditingkatkan lagi, maka hubungannya tidak linier lagi (Janssen, 1993).

Hubungan yang linier antara intensitas latihan dengan frekuensi denyut nadi hanya berlaku jika melibatkan otot-otot besar dan cukup banyak. Oleh karena itu frekuensi denyut nadi dapat dipakai sebagai tolok ukur intensitas latihan yang melibatkan otot besar, seperti berlari, berenang, dan bersepeda (McArdle dkk., 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pengetahuan dan pemahaman perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak dan kondisi

Untuk mendapatkan respons steady state rangkaian terhadap eksitasi non-sinusoidal periodik ini diperlukan pemakaian deret Fourier, analisis fasor ac dan prinsip superposisi..

Jamur yang dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan saja berjumlah 11 jenis yaitu Hygroporosis aurantiaca, Marasmius sp.2, Panus conchatus, Panus sp.6, 2 jenis

Dalam studi manajemen, kehadiran konflik pendidikan tidak bisa terlepas dari permasalahan keseharian yang dirasakan oleh pengelola lembaga pendidikan. Konflik tersebut

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

- Bahwa, pada pokoknya permohonan Pemohon adalah keberatan terhadap penetapan KPU Nomor : 255/Kpts/KPU/TAHUN 2009 tanggal 09 Mei 2009 tentang Penetapan dan Pengumuman Hasil

Maka dari itu pembuatan pesan politik yang dilakukan oleh Abdullah Abu Bakar dan Lilik Muhibbah sangat refresentatif karena menyentuh nurani masyarakat Kediri, khususnya

Apabila unit dalam 3 alternatif kavling tersebut sudah tidak tersedia/habis, maka Pemesan boleh memilih unit lain yang tersedia atau mundur dan uang Tiket Pemesanan (TIP) akan