• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM JAKSA MASUK PASAR DALAM PENINGKATAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM JAKSA MASUK PASAR DALAM PENINGKATAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA ISLAM"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUKUM TATA NEGARA ISLAM

(Studi Kasus di Kejaksaan Negeri Tanah Datar)

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah)

Oleh:

ANDINI NIM 15301500005

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Syariah, Institut Agama Islam Negeri Batusangkar tahun akademik 2019.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan yang penulis temukan didalam Program Jaksa Masuk Pasar ini yaitu , dalam penelitian ini permasalahan yang penulis lihat, bahwa dalam problem kesenjangan sosial masyarakat kurangnya kesadaran hukum dalam masyarakat, selama ini banyak masyarakat yang takut berkonsultasi langsung atau melaporkan tentang persoalan hukum kepada para penegak hukum salah satunya yaitu Kejaksaan.

Adapun latar belakang penelitian ini adalah untuk meningkatkan upaya kesadaran hukum masyarakat dan mempermudah akses keadilan bagi masyarakat, sehingga Kejaksaan Negeri Tanah Datar berinovasi dalam memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat dalam bentuk Program Jaksa Masuk Pasar dengan harapan, bahwa masyarakat dapat secara langsung konsultasi masalah mengenai hukum, dalam hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 30 ayat (3) huruf a yaitu, untuk peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

Fokus penelitian ini adalah bagaimana konsep dan pelaksanaan Program Jaksa Masuk Pasar pada Kejaksaan Negeri Tanah Datar, Apakah Program Jaksa Masuk Pasar di Batusangkar sudah sesuai dengan tugas dan Kewenangan Kejaksaan dalam Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat, dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap program Jaksa Masuk Pasar.

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), penulis mengungkapkan pendekatan Penelitian Kualitatif yanitu penelitian yang menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan sebagimana adanya sesuai dengan kenyataan yang ada.

Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa, Konsep dan pelaksanaan Program Jaksa Masuk Pasar untuk memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat yang dijalankan oleh Kejaksaan Negeri Tanah Datar, sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 30 ayat (3) huruf a dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaan hukum masyarakat,sedangkan dalam pelaksanaan Program Jaksa Masuk Pasar ini tidak menemukan antusiasme masyarakat untuk berkonsultasi kekejaksaan, melainkan kebanyakan masyarakat hanya datang untuk pengambilan surat tilang dari kepolisian, pengambilan SIM, dan STNK saja.

Tugas dan Kewenangan Kejaksaan dalam peningkatan kesadaran hukum masyarakat kurang efektif karna pihak Kejaksaan dalam memberitahukan adanya Program Jaksa Masuk Pasar kepada masyarakat hanya dilakukan satu kali secara langsung kepada masyarakat. Menurut pandangan hukum Islam terkait dengan Program Jaksa Masuk Pasar untuk meningkatkan kesadaran hukum bagi masyarakat telah sesuai dengan konsep ajaran Islam dalam menegakkan Amar ma‟aruf nahi mungkar.

(6)

ii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN PENGESAHAN TIM PENGUJI PERSETUJUAN PEMBIMBING

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 11

C. Rumusan Masalah ... 12

D. Tujuan Penelitian ... 12

E.. Manfaat dan Luaran Penelitian ... 13

F. . Definisi Operasional ... 14

BAB II KAJIAN TEORI A. Tunjauan Umum Tugas dan Wewenang Kejaksaan Republik Indonesia ... 16

a. Tugas dan Wewenang Kejaksaan Republik Indonesia ... 16

1) Dibidang Pidana Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang dalam pelaksanaan tugas...16

2) Dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara ... 16

3) Dibidanag Ketertiban dan Ketentraman Umum ... 16

b. Kedudukan Kejaksaan ... 17

c. Peranan Kejaksaan...18

d. Program Kejaksaan Negeri Tanah Datar... 19

e. Program Jaksa Masuk Pasar ... 20

B. Kejaksaan dalam perspektif Ketatanegaraan Islam...20

a. Al-Sulthah Al- Tasyri‟iyah...20

b. Al- Sulthah Al- Tanfidziyah ...21

(7)

iii

d. Sulthah

Al-Thanfidziyah...27

C. Asas Fiksi Hukum...32

D. Teori Penegak Hukum...38

E. Teori Efektifitas...41

F. Teori Kesadaran Hukum...43

G. Teori Kepatuhan Hukum...44

H. Hubungan antara Kesadaran Hukum dan Penegak Hukum...45

I. Penelitian Relevan ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 47

B. Latar dan Waktu Penelitian ... 47

C. Instrumen PenelitianFokusPenelitian ... 48

D. Sumber Data ... 48

E.. Teknik Pengumpulan Data ... 49

F. . Teknik Analisis Data ... 50

G. Teknik Penjaminan Keabsahan Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kejaksaan Negeri Tanah Datar...52

B. Pembasan ... 61

1. Konsep dan pelaksanaan Program Jaksa Masuk Pasar yang di laksanakan Kejaksaan Negeri Tanah Datar ... 61

2. Tugas dan Kewenangan Program Jaksa Masuk Pasar sebagai Upaya Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Kejaksaan Negeri Kabupaten Tanah Datar ... 69

3. Bagaimana Pandangan Hukum Islam Terhadap Program Jaksa Masuk Pasar...72

(8)

iv BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 76 B. Implikasi ... 77 C. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA ... 78

(9)

1

Hukum adalah suatu sistem peraturan yang di dalamnya terdapat norma-norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan untuk mengendalikan perilaku manusia, menjaga ketertiban dan keadilan, serta mencegah terjadinya kekacauan. Menurut Utrecht hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah, dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyarakat. Oleh karena itu, pelanggaran hukum dapat menimbulkan tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah atau penguasa. Hukum diciptakan untuk masyarakat, sehingga hukum harus sesuai dengan perkembangan yang ada di masyarakat. Hukum memiliki sifat mengikat dan memaksa, sehingga masyarakat memiliki kewajiban untuk mentaati dan mematuhi peraturan hukum tersebut (Kansil, 1986:38).

Und‏ang-Undang ‏‏‏Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-Undangan meru‏‏‏‏‏‏‏‏‏pakan dasar yang prinsipil dan wajib diamalkan oleh setiap warga Negara. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum, kedudukan Indonesia sebagai Negara hukum tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bahwa, ”Negara Indonesia adalah Negara Hukum” yaitu Negara Indonesia dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara berdasarkan atas hukum untuk mengatur semua aktivitas penyelenggaraan Negara, melindungi hak asasi warga Negara termasuk menjamin kemudahan akses bagi masyarakat pencari keadilan. Hal tersebutlah yang menjadi landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Dalam hal ini berdasarkan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang

(10)

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Disamping itu dijelaskan Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: INS- 004/A/J.A/08/2012 Tentang Pelaksanaan Peningkatan Tugas Penerangan dan Penyuluhan Hukum Program Pembinaan Masyarakat Taat Hukum

Menginstruksikan:

1. Kepala pusat penerangan hukum Kejaksaan Agung RI 2. Para Kepala Kejaksaan Tinggi

3. Para Kepala Cabang Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia 4. Meningkatkan pelaksanaan penerangan hukum dan

penyuluhan hukum Program BINMATKUM berdasrkan Instruksi Jaksa Agung ini beserta lampirannya sejak tanggal instruksi ini diterbitkan.

Kejaksaan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan salah satunya lembaga Kejaksaan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang. Posisi Kejaksaan dalam Ketatanegaraan Republik Indonesia menurut Undang-Undang tersebut adalah bagian dari sistem Peradilan Pidana, Perdata dan Tata Usaha Negara dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar Pengadilan untuk atas nama Negara atau Pemerintah. Kejaksaan melaksanakan tugas dan wewenang serta fungsi Kejaksaan di daerah hukum Kejaksaan yang bersangkutan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan dan kebijaksanaan serta tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Kejaksaan merupakan salah satu aparat penegak hukum yang mesti melakukan upaya membangun kesadaran hukum masyarakat, dalam hal ini Kejaksaan tugas dan wewenang Kejaksaan berada di bidang Pidana, Perdata dan Tata Usaha Negara dan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik didalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau pemerintah (lihat Pasal 30 ayat (2) UUNo. 16 Tahun 2004).

(11)

Kewenangan Kejaksaaan tersebut kemudian diatur dalam Pasal 24 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia bahwa, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara mempunyai tugas dan wewenang penegakkan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lain kepada Negara atau pemerintah, meliputi lembaga atau badan Negara, lembaga/Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara untuk menyelamatkan, memulihkan kekayaan Negara, menegakkan kewibawaan pemerintah dan Negara serta Jaksa Fungsional bagian Intelijen ikut memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat.

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga Negara yang melaksanakan kekuasaan Negara, khususnya dalam bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan. Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan, dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam penegakan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Dalam Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga Negara yang melaksanakan kekuasaan Negara dibidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang secara bebas, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (lihat Pasal (2) UU No. 16 Tahun 2004).

Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan diantaranya yaitu: peningkatan kesadaran

(12)

hukum masyarakat, pengamanan kebijakan penegakan hukum, pengawasan peredaran barang cetakan, pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara, pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan Agama, penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal (Pasal 30 ayat (3) UUNo. 16 Tahun 2004).

Adapun tugas non-yudisial yang diberikan kepada Kejaksaan ini untuk menunjang pelaksanaan tugas yudisial melalui upaya preventif guna mengantisipasi sikap tindak jahat masyarakat. Tugas yudisial dimaksudkan sebagai upaya penegakan hukum, pelayanan hukum dan keadilan (Lihat Pasal 30 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004)

Berdasarkan hasil wawancara Penulis lakukan pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2019 jam 14.00 WIB di Kejaksaan Batusangkar dengan Bapak H. Tatang Hermawan, S.H., M.H. selaku Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Tanah Datar), selama ini banyak masyarakat yang takut berkonsultasi langsung atau melaporkan tentang persoalan hukum kepada para penegak hukum salah satunya yaitu Kejaksaan. Dengan adanya Program Jaksa Masuk Pasar ini masyarakat sudah tidak merasa sulit untuk mendapatkan suatu pelayanan dan berkonsultasi mengenai masalah yang dialami maupun untuk peningkatan hukum, masyarakat bukan hanya saja untuk berkonsultasi kepada Jaksa mengenai masalah yang ingin disampaikan melainkan juga bisa untuk pengambilan surat tilang. Program Jaksa Masuk Pasar ini pelayanannya dilakukan oleh Jaksa itu sendiri secara gratis dan masalah yang ingin dikonsultasikan oleh masyarakat bukan hanya tentang tanah saja namun juga bisa tentang pidana seperti, kasus pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, narkoba dan lain-lain, sedangkan perdata seperti, sengketa lahan, pencemaran nama baik, perceraian, perebutan hak asuh anak, hak paten dan lain-lain.

Program Jaksa Masuk Pasar ini dilaksanakan satu kali dalam seminggu yaitu hari Kamis Program Jaksa Masuk Pasar ini telah berjalan selama 8 bulan yaitu sejak September sampai sekarang dan program ini telah diresmikan sejak tanggal 13 September 2018. yang mana tempat

(13)

melakukan pelayanan hukum tersebut diadakan di pasar Batusangkar hari yang dipilih untuk memberikan peningkatan atau pelayanan hukum ini yaitu hari Kamis, di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 yaitu tentang Kejaksaan Republik Indonesia dalam Pasal 30 ayat (2) menjelaskan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau pemerintah.

Konsep utama pelaksanaan Program Jaksa Masuk Pasar sebagai upaya meningkatkan kesadaran hukum masyarakat yaitu, Sebelum ada Program Jaksa Masuk Pasar ini ada suatu masalah mengenai pasar Batusangkar yaitu kios-kios pasar tersebut memiliki penunggakkan hingga lebih kurang Rp. 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah), penunggakan sewa toko atau kios-kios pasar tersebut telah terjadi semenjak tahun 2014 silam, disebutkan bahwa pada pertengahan tahun 2018 lalu, Kejaksaan Tanah Datar bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berinisiatif untuk membentuk suatu Program yaitu, Program Jaksa Masuk Pasar. Menurut Kadis Koperindak Tanah Datar yaitu, Bapak Marwan menyebutkan bahwa, tunggakan sewa kios menjadi momok di Dinas yang dipimpinnya. Beruntung dengan adanya Program Jaksa Masuk Pasar, masalah tunggakan sewa kios bisa terselesaikan dengan baik. (Wawancara Bapak Marwan, Tanggal 01 Agustus 2019)

Konsep dalam Program Jaksa Masuk Pasar yaitu, sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Dengan adanya Program Jaksa Masuk Pasar diharapkan masyarakat kabupaten Tanah Datar dengan mudah bisa berkonsultasi terkait persoalan hukum secara gratis di pasar Batusangkar pada setiap hari Kamis. Selain itu Program Jaksa Masuk Pasar juga melayani pembayaran denda tilang dan pengambilan barang bukti tilang serta pelayanan publik lainnya yang terkait dengan bidang hukum. Dengan adanya Program Jaksa Masuk Pasar ini apa yang telah dilakukan jajaran Kejaksaan Negeri Tanah Datar ini bisa

(14)

meningkatkan pelayanan dan kepuasan bagi masyarakat yang melakukan konsultasi hukum.

Selain untuk melakukan pelayanan hukum atau peningkatan kesadaran hukum bagi masyarakat Program Jaksa Masuk Pasar juga melakukan upaya untuk menyadarkan pengguna pasar atau pemilik kios agar menunaikan kewajibannya seperti membayar retribusi, dimana keberadaan Jaksa di dalam pasar juga megawasi pedagang agar tidak adanya melakukan alih kewenangan kepemilikan toko kepada pihak lain.

Namun pada dasarnya saat ini masi banyak masyarakat akan kurang kesadaran hukum, yang membuat masyakat banyak menimbulkan suatu masalah berupa kesenjangan sosial. Salah satu contohnya yaitu, masyarakat yang kurang kesadaran hukum saat mematuhi rambu-rambu lalu lintas, perebutan hak tanah, kasus pencabulan anak. Kesadaran hukum merupakan mengetahui dan mengerti tentang suatu hukum, menurut Ewick dan Silbey kesadaran hukum mengacu kepada cara-cara dimana orang-orang memahami hukum dan intitusi-intitusi hukum yaitu, pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang. Pembentukan masyarakat sadar hukum dan taat hukum merupakan cita-cita dari adanya norma-norma yang menginginkan masyarakat yang berkeadilan sehingga sendi-sendi dari budaya masyarakat akan berkembang menuju terciptanya suatu sistem masyarakat yang menghargai satu sama lainnya, membuat masyarakat sadar hukum dan taat hukum bukanlah sesuatu yang mudah dengan mebalik telapak tangan, banyak yang harus diupayakan oleh pendiri atau pemikir Negeri ini untuk menjadikan masyarakat sadar hukum dan taat hukum salah satunya lembaga Kejaksaan (Kamaruddin, 2016: 146)

Peranan hukum di dalam masyarakat sebagaimana tujuan hukum itu sendiri adalah menjamin kepastian dan keadilan, dalam kehidupan masyarakat senantiasa terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku atau kelakuan yang berlaku dalam masyarakat dengan pola-pola yang dikehendaki oleh norma-norma (kaidah) hukum. hal ini dapat

(15)

menimbulkan suatu masalah berupa kesenjangan sosial sehingga pada waktu tertentu cenderung terjadi konflik dan ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikendaki. Keadaan demikian terjadi oleh karena adanya hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam bertindak bagi masyarakat tidak ada kesadaran hukum sehingga cenderung tidak ada ketentuan hukum (Kamaruddin, 2016: 148)

Kesadaran hukum masyarakat merupakan output dari proses kegiatan penyuluhan atau peningkatan hukum yang ditandai dengan adanya rasa untuk menghargai hukum, melalui praktik di lapangan, hanya cara atau teknik peningktan hukum dan penyuluhan hukum yang bersifat komunikatif dan mampu menyentuh hati nurani masyarakat untuk menghargai hukum, yang dapat berjalan efektif untuk menimbulkan kesadaran hukum masyarakat.

Praktek selama ini menunjukkan, uluran tangan untuk membantu masyarakat mengakses keadilan sangatlah tidak memadai, kalau tidak boleh dikatakan diabaikan. Dalam hal ini Kejaksaan Negeri Tanah Datar melakukan inovasi baru dengan meluncurkan Program Jaksa Masuk Pasar dengan memberikan pelayanan hukum secara gratis dan masyarakat dapat berkonsultasi tentang segala persoalan hukum, seperti tentang tanah, perceraian, waris dan lain sebagainya.

Program Jaksa Masuk Pasar ini hanya di Pasar Batusangkar Kabupaten Tanah Datar ini merupakan salah satu bentuk program yang dilaksanakan oleh Kejaksaan untuk merealisasikan salah satu tugas dan wewenang Jaksa yang terdapat pada Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang berbunyi “dibidang ketertiban dan ketentraman umum Kejaksaan

turut menyelenggarakan kegiatan : peningkatan kesadaran hukum masyarakat”.

(16)

Tujuan dari Program Jaksa ini, untuk memberikan suatu pelayanan atau peningkatan kesadaran hukum bagi masyarakat yang tidak mengetaui tentang banyak hukum, dengan harapan masyarakat tidak hanya mampu mengetahui dan memahami hukum namun, mereka juga diharapkan mampu patuh dan menaati hukum. Selain hal tersebut, Negara berharap agar hukum yang telah ada seperti Undang-Undang, dapat diperkenalkan kepada masyarakat sehingga dapat memberikan gambaran mengenai peraturan-peraturan yang telah ditegakkan Negara terhadap warga Negaranya

Dalam Program Jaksa ini sendiri diketuai langsung oleh Divisi Tata Usaha Negara (DTUN) yang mana DTUN ini merupakan salah satu seksi yang ada di Kejaksaan yang mana bergerak di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Sekarang Kejaksaan secara langsung yang memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat yang mana masyarakat selama ini banyak yang tidak mengetahui tentang suatu hukum. Jaksa dalam pemberian penyuluhan hukum ini bukan hanya kepada masyarakat saja tetapi Jaksa juga memberikan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan Universitas lainnya.

Pemerintah Kabupaten Tanah Datar mendukung Program Jaksa Masuk Pasar dan saat peresmian program tersebut dihadiri langsung oleh Wakil Bupati Tanah Datar dan perangkat daerah terkait, serta pedagang pasar dan undangan lainnya dengan adanya Program Jaksa memberikan pingkatan hukum secara langsung kepada masyarakat ini Pemerintahan Daerah merasa terbantu dengan adanya program tersebut dan bukan cuman itu saja pemerintah telah menyiapkan suatu tempat untuk khusus untuk masyarakat yang ingin konsultasi langsung dengan Kejaksaan tersebut.

Secara historis hukum Ketatanegaraan dan sistem peradilan yang ada sejak munculnya Islam, wilayah atau instansi peradilan tersebut sebenarnya telah mencakup nilai-nilai sebagaimana dianut pada institusi saat ini, seperti munculnya lembaga Kepolisian, Kejaksaan maupun

(17)

Kehakiman. Hanya saja proses intutisionalisasinya mengalami perkembangan lebih modern seperti saat ini.

Instansi Kejaksaan dalam literatur Studi Hukum Islam belum eskplisit diatur sebagaimana instansi Kejaksaan di Negara-Negara modren saat ini. Peran lembaga tercakup ke dalam dua wilayah yaitu: Wilayatul

Mazhalim yang secara umum didefinisikan sebagai instansi hukum yang

berfungsi mengawasi jalannya sistem peradilan, sedangkan Wilayatul

Hisbah merupakan salah satu lembaga dari peradilan yang kewenangannya

terpusat pada tempat-tempat transaksi seperti sejarah pada masa Nabi SAW (Habibi, 2010: 15).

Peradilan dalam ajaran Islam yang mana merupakan sarana-sarana yang utama dalam mewujudkan keadilan, menjaga hak-hak dan memelihara darah, kehormatan, dan harta benda adalah dengan menegakkan sistem peradilan yang diwajibkan oleh Islam dan menjadikannya sebagai bagian dari ajarannya dan sebagai lembaga yang harus ada. Dimana untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan disegala bidang kehidupan, khususnya bidang hukum, umat Islam pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya wajib mengikuti petunjuk Tuhan Yang Maha Esa, karena kita semua wajib mengikuti perintah Allah SWT dan Rasul-Nya serta pemerintah (Peraturan Perundang-Undangan). Perintah ini disebutkan dalam surat An-Nisa‟ ayat (59) sebagai berikut:





















‏‏





























‏‏











(18)

“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri (pemegangkekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah-Nya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”

Ayat ini memerintahkan untuk taat kepada Allah SWT, taat kepada Rasulullah dan taat kepada penguasa. Oleh karena itu, kita wajib mengamalkan peraturan Allah, peraturan Rasul-Nya dan peraturan yang dibuat oleh pemimpin atau penguasa, dalam hal ini pelayanan hukum terhadap masyarakat.

Pada masa Nabi ia memegang tiga kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif (sultah tasyri‟iyah), kekuasaan eksekutif (sultah tanfiziyah), dan kekuasaan yudikatif (sultah qadaiyah). Sekaligus seorang penyampaian wahyu dari Allah SWT, dan Rasullah SAW merupakan satu-satunya sumber segala hukum dan tata aturan, bahkan segala perbuatan dan ucapan Rasullah SAW juga diposisikan sebagai sumber legilasi yang harus ditaati. Dari unsur kekuasaan eksekutif Rasullah SAW dapat dilihat dari pelaksanaan dalam menegakkan hukum-hukum Allah SWT dari segi aspek kehiupan sosial, ekonomi, maupun politik. Adapun kekuasaan yudikatif Rasullah SAW dilihat dari menegakkan keadilan dan pemeliharaan hak-hak mayarakat yang terkadang mengalami perselisihan atau persengketaan.

Pemegang kekuasan dalam Islam, baik pada lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, pada hakikatnya merupakan pendelegasian mandat dari Allah Swt untuk mengatur Negara itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum-Nya mereka itu disebut Ulil Amri (Al-Haq, 2016: 99)

Implementasi pembagian kekuasaan ini dapat dilihat pada masa Khulafaur Rasyidin. Pada masa itu kekuasaan Eksekutif dipegang oleh seorang khalifah, kekuasaan Legeslatif dipegang oleh Majelis Syuro, dan kekuasaan Yudikatif dipegang oleh Qadhi atau hakim. Kemudian, pada masa khilafah kedua yaitu Umar Bin Khattab pembagian kekuasaan antara Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif diperinci lewat Undang-Undang. Pada

(19)

masa ini juga, Umar bin Khattab membuat Undang-Undang yang memisahkan antara kekuasaan Eksekutif dan Legeslatif, dengan tujuan para qadhi sebagai pemegang kekuasaan Yudikatif dalam memutuskan perkara harus bebas dari pengaruh Eksekutif (Gusmansyah, 2017: 126)

Penerapan Syariat Islam bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan. Dalam penerapannya (Syariat Islam) memerlukan lembaga untuk penegakannya. Karena tanpa lembaga (al-Qadha) tersebut, hukum-hukum itu tidak dapat diterapkan (Gusmansyah, 2017: 131-132).

Jadi, meski secara ekspelisit instansi kejaksaan itu tidak didayagunakan secara efektif sebagaimana saat ini, tapi juga fungsinya sebagai lembaga penyidik sebenarnya telah ada saat itu. Namun memang belum terinstitusionalisasi secara spesifik. Namun, semangatnya sebenarnya sudah ada. Ini jelas terlihat jika dilihat baik lembaga kehakiman (qadhi) maupun Kejaksaan yang sering disebut dalam struktur pemerintah pada umumnya (Negara Modren). Dalam pemerintahan Islam masing-masing lembaga Negara, termasuk lembaga penegak hukum seperti peradilan (al-qadhi) dan departemen keamanan dalam Negeri yang didalamnya ada satuan kepolisian (syurthah), yang memiliki fungsi masing-masing yang tidak tumpang tindih. Perdilan adalah lembaga Negara yang menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat.

Berangkat dari paparan di atas, penulis tertarik untuk menulis mengenai “Program Jaksa Masuk Pasar Dalam Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Perspektif Hukum Tata Negara Islam (Studi di Kejaksaan Negeri Tanah Datar)” sebagai judul penelitian yang akan penulis tuangkan kedalam Skripsi.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis memfokuskan masalah terlebih dahulu supaya tidak terjadi perluasan permasalahan yang nantinya tidak sesuai dengan tujuan penelitian, yang dimaksud dengan Program Jaksa Masuk Pasar dalam skripsi ini adalah :

(20)

1. Untuk memberikan peningkatan kesadaran hukum kepada masyarakat, memberikan sosialisi hukum kepada masayarakat, memberikan solusi bagi masyarakat apabila ada masyarakat yang datang untuk konsultasi kepada Kejaksaan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini akan mengambil dan menganalisis data tentang :

1. Bagaimana konsep dan pelaksanaan Program Jaksa Masuk Pasar yang dilaksanakan Kejaksaan Negeri Tanah Datar ?

2. Apakah Program Jaksa Masuk Pasar di Batusangkar sudah sesuai dengan tugas dan kewenangan Kejaksaan dalam Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat?

3. Bagimana pandangan hukum Islam terhadap Program Jaksa Masuk Pasar?

Penelitian ini hanya terbatas mengenai “Program Jaksa Masuk Pasar Dalam Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Perspektif Hukum Tata Negara Islam (Studi di Kejaksaan Negeri Tanah Datar)”. C. Rumusan Masalah

Untuk lebih menfokuskan penelitian ini dan untuk mencapai sasaran, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu:

1. Bagaimana konsep dan pelaksanaan Program Jaksa Masuk Pasar yang dilaksanakan Kejaksaan Negeri Tanah Datar ?

2. Apakah Program Jaksa Masuk Pasar di Batusangkar sudah sesuai dengan tugas dan kewenangan Kejaksaan dalam Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat?

3. Bagimana pandangan hukum Islam terhadap Program Jaksa Masuk Pasar?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan :

1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan Program, dan kegiatan Kejaksaan Negeri Batusangkar dalam Program Jaksa Masuk Pasar.

(21)

2. Untuk mendeskripsikan pandangan Program Jaksa masuk Pasar di Batusangkar sudah sesuai dengan tugas dan kewenangan Kejaksaan dalam Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat.

3. Untuk mendeskripsikan pandangan hukum Islam terhadap Program Jaksa Masuk Pasar

E. Manfaat dan Luaran Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritik

1) Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu Pengetahuan, khususnya Hukum Tata Negara berkenaan pelaksanaan program, dan kegiatan kejaksaan dalam proses jaksa masuk Pasarperspektif Hukum Tata Negara Islam. 2) Dapat menjadi sumbangan pemikiran dan referensi bagi

penelitian lain terkait pelaksanaan pelaksanaan fungsi dan kewenangan kejaksaan dalam Peningkatan Kesadaran Hukum perspektif Hukum Tata Negara Islam.

b. Secara Praktis

1) Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan pengetahuan dalam bidang ilmu hukum, utamanya Hukum Tata Nagara berkenaan dengan pelaksanaan-pelaksanaan Program, dan kegiatan Kejaksaan dalam proses Jaksa Masuk Pasar perspektif Hukum Tata Negara Islam. 2) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan memberikan

informasi tentang pelaksanaan-pelaksanaan program, dan kegiatan Kejaksaan dalam proses Jaksa Masuk Pasar perspektif Hukum Tata Negara Islam.

3) Bagi instansi penegak hukum, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan (input) yang berguna dalam memberikan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan,

(22)

khususnya berkenaan pelaksanaan-pelaksanaan program, dan kegiatan Kejaksaan dalam proses Jaksa Masuk Pasar perspektif Hukum Tata Negara Islam.

2. Luaran Penelitian

Luaran Skripsi ini diterbitkan pada jurnal/artikel ilmiah Institut Agama Islam Negeri Batusangkar, diarsipkan di Perpustakaan Kejaksaan Negeri Tanah Datar.

F. Definisi Operasional

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah penelitian ini, ada baiknya peneliti terlebih dahulu menjelaskan kata kunci yang terdapat dalam pembahasan ini:

Kejaksaan adalah Lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang (Lihat Pasal 2 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia)

Jaksa adalah Pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan Undang-Undang (Lihat Pasal 1 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia).

Proram Jaksa Masuk Pasar adalah usaha atau tindakan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Tanah Datar dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk melakukan suatu peningkatan kesadaran hukum bagi masyarakat dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat secara langsung adapun secara tidak langsung yaitu melalui siaran RR Luhak Nan Tuo, dan BRI Bukittinggi

Upaya adalah usaha kegiatan untuk mencapai suatu maksud, memcahkan persoalan, mencari jalan keluar, pikiran untuk mencapai suatu tujuan.

Kesadaran Hukum Masyarakat adalah kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu,

(23)

suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum dan onrecht, antara yang seharusnya dilakukan dan tidak seharusnya dilakukan.

Maksud dari judul secara defenisi operasional adalah usaha atau tindakan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Tanah Datar pada Program Jaksa Masuk Pasar dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum dengan memberikan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat Batusangkar dan sekitarnya.

(24)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Tinjauan Umum Kejaksaan Republik Indonesia

a. Tugas dan Wewenang Kejaksaan Republik Indonesia

Pengertian berdasarkan UU Kejaksaan adalah Lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yaitu:

1) Di bidang pidana kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: a) Melakukan penuntutan

b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas masyarakat

d) Melakukan penyedian terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang

e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untu itu dapat melakuan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahan ke pengadilan yang dalam pelaksanaanya dikoordinasikan dengan penyidik

2) Dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau pemerintah.

3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarkan kegiatan:

1) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat 2) Pengamanan kebijakan penegakan hokum 3) Pengawasan peredaran barang cetakan

(25)

4) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara

5) Pencegahan penyalahgunaan dan atau penodaan Agama

6) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik criminal (Pasal 30 ayat (1-3) UU No 16 Tahun 2004).

b. Kedudukan Kejaksaan

Eksitensi utama Kejaksaan yang harus diperjuangkan dan diraih adalah kedudukan Kejaksaan. Kedudukan yang diinginkan dapat dipastikan Kejaksaan bukan lembaga pemerintah, tetapi sebagai lembaga Negara, atau lembaga penegak hukum yang diharapkan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya menjadi lebih indenpenden. disini Kejaksaan murni melaksanakan kekuasaan Negara dan bukan kekuasaan pemerintah.

Posisi Kejaksaan yang secara kelembagaan berada di bawah kekuasaan eksekutif namun melaksanakan tugas dan fungsinya yang merupakan bagian dari kekuasaan yudikatif jelas menimbulkan sebuah problematika sendiri dalam menempatkan posisi Kejaksaan dalam sistem Ketatanegaraan di Indonesia khususnya dalam dunia penegak hukum di Indonesia (Maringka, 2017: 31)

Selama ini Kejaksaan adalah lembaga pemerintah (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004) dan memang ditafsirkan sebagai lembaga pemerintah atau badan pemerintahan atau melaksanakan kekuasaan eksekutif. Pendapat demikian seperti dikemukan oleh (Bagir Manan 2010), bahwa “Kejaksaan adalah pemerintahan. Dengan demikian, pimpinannya juga adalah pimpinan dari suatu badan pemerintahan, dan ditafsirkan bahwa yang dimaksud Badan Pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif”.

Demikian juga pendapat ahli yang juga praktis (Effendy, 2005) yang menyatakan antara lain “ Bila kedudukan Kejaksaan sebagai suatu lembaga pemerintahan dikaitkan dengan kewenangan Kejaksaan melakukan kekusaan Negara di bidang penuntutan secara merdeka, disini

(26)

terdapat kontradiksi dalam peraturan (Dual Obligatio)”. Dikatakan demikian, adalah mustahil Kejaksaan dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan mungkin juga kekuasaan lainnya, karena kedudukan Kejaksaan berada di bawah kekuasaan eksekutif.

Amademen IV Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), kedudukan Kejaksaan dapat ditelisik (dapat diungkap) dari ketentuan Pasal 24 ayat (3) yang menyatakan “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-Undang. Adapun yang dimaksud Undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman”. Disebutkan dalam Pasal 38 ayat (1) bahwa yang dimaksud dengan “badan-badan lain” antara Kepolisian, Kejaksaan, Advokat, dan Lembaga Masyarakat. Disini Kejaksaan termasuk lingkup “badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman” (Waluyo, 2017: 201)

c. Peranan Kejaksaan

Dalam rangka menetapkan kedudukan dan peranan Kejaksaan sesuai dengan sistem pemerinahan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, maka Undang-Undang ini menegaskan bahwa kedudukan Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara terutama di bidang penuntutan di lingkungan peradilan umum.

Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah terdiri dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri. Kejaksaan adalah satu dan tinda terpisah-pisahkan yang dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya bertindak demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan senantiasa menjujung tinggi prinsip bahwa setiap orang bersamaan kedudukannya di dalam hukum (Christene S.T. Kansil, S.H., M.H: 2006, 104)

(27)

d. Program Kejaksaan Negeri Tanah Datar

Beberapa program Kejaksaan secara umum yaitu: 1) Jaksa masuk sekolah

Program Jaksa masuk sekolah ini merupakan program yang digelar untuk menumbuhkan kesadaran hukum bagi masyarakat secara umum dan pelajar secara khusus. Dan para pelajar memang seharusnya mendapat ilmu hukum sejak dini, program ini bertujuan untuk mengenalkan produk hukum seperti Undang-Undang serta mengenalkan keakraban dan Tupoksi di kalangan pelajar khusunya pelajar SMA, di samping fungsi penegakkan hukum Jaksa juga melakukan fungsi preventif yakni mencegah terjadinya kejahatan dengan melakukan penerangan hukum. Program Jaksa Masuk Sekolah ini merupakan program Pemerintah Pusat yang dicanangkan di seluruh wilayah Indonesia, yang harus diterapkan secara intensif.

2) Jaksa menyapa di BRI Bukittinggi

3) Dan Jaksa menyapa di RRI Luhak Nan Tuo

Program Jaksa yang secara umum dilakukan yang rutin tiap tahun, yang mana semua program bertujuan memberikan penyuluhan hukum yang baik kepada masyarakat dan mengenalkan hukum kepada masyakat bagi masyarakat yang tidak tahu.

Jaksa menyapa di BRI Bukittinggi dan Jaksa menyapa di RRI Luhak Nan Tuo Iini melaksanakan programnya melalui siaran radio untuk memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat atau memberi tahu kepada masayarakat melalui radio,di lain sisi Jaksa juga menyediakan tanya jawab dari pendengar, yang mana tema yang di sampaikan Jaksa seperti, Korupsi, Narkotika, KDRT, Perlindungan Anak, dan Pengenalan tentang Kejaksaan dan tugas-tugas dari Kejaksaan.

Program dari Jaksa menyapa di BRI Bukittinggi ini di lakukan 1 kali dalam 3 bulan, sedangkan Jaksa menyapa RRI Luhak Nan Tuo di

(28)

lakukan 2 kali dalam sebulan setiap minggu ke 2 dana minggu ke (Adriyanaia, SH selaku Jaksa Fungsional)

e. Program Jaksa Masuk Pasar

Sekarang ada program terbaru Jaksa yaitu Program Jaksa Masuk Pasar yang dilakukan di pasar Batusangkar, Program Jaksa Masuk Pasar Batusangkar ini merupakan usaha atau tindakan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Tanah Datar dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum untuk melakukan suatu peningkatan kesadaran hukum bagi masyarakat. Program Jaksa Masuk Pasar di Batusangkar ini dilakukan untuk memberikan peningkatan hukum, penyuluhan hukum, nasehat hukum, mengenalkan hukum kepada masyarakat secara gratis, masalah yang ingin dikonsultasikan oleh masyakat tersebut tidak ditentukan namum permaslahan apapun yang ingin dikonsultasikan oleh masyarakat pada pihak Kejaksaan selalu menerima dan memberikan solusi terhadap masalah masyarakat tersebut. Program Jaksa ini bukan hannya untuk memberikan peningkatan, penyuluhan hukum terhadap masyarakat, namun juga untuk pengambilan surat tilang bagi masyarakat yang kenak tilang, pengambilan surat tilang bagi masyarakat merupakan salah satu bentuk program pelayanan Publik dari Kejaksaan Tanah Datar, pengambilan surat tilang dipasar tersebut hanya hari Kamis namun hari biasanya masyarakat tetap mengambil suat tilang di Kejaksaan Tanah Datar.

f. Kejaksaan dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam

Dalam sejarah Ketatanegaraan Islam, terdapat tiga badan kekuasaan, yaitu: Sulthah al-tasyyri‟iyah (Kekuasaan Legislatif), Tugas

Al-tasyri‟iyah adalah menciptakan Perundang-Undangan yang sesuai

dengan ajaran Islam. dalam realitas sejarah, kekuasaan legislatif ini dilaksanakan oleh ahl-al-hall wa al-„aqd. Secara harfiyah, ahl-al-hall wa

al-„aqd berarti orang yang dapat memutuskan dan mengikat. Dengan kata

lain, ahl-al-hall wa al-„aqd adalah lembaga perwakilan yang menampung dan menyalurkan aspirasi atau suara masyarakat (Siti Atiqoh, 2010: 17)

(29)

1) Al-Suthah Al-Tasyri‟iyah

Legislasi atau kekuasaan legislatif disebut juga dengan majlis syuro ataupun alsulthahal-tasyri‟iyah, yaitu kekuasaan pemerintah Islam dalam membuat dan menetapkan hukum. Kekuasaan legislatif dalam teori Islam dipandang sebagai lembaga tertinggi dalam Negara. Di samping diwajibkan memilih kepala Negara, legislatif juga menempatkan Undang-Undang dan ketetapan yang dikeluarkan oleh lembaga legislatif ini akan dilandaskan secara efektif oleh lembaga eksekutif dan akan diperintahkan oleh lembaga eksekutif dan akan dipertahankan oleh lembaga yudikatif atau peradilan (Gusmansyah, 2017: 129)

Kekuasaan legislatif (al-sulthah al-tasyri‟iyah) berarti kekuasaan atau kewenangan pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan Allah SWT dalam syari‟at Islam. Dengan demikian, unsur-unsur legislasi dalam Islam meliputi :

a). Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dalam masyarakat Islam;

b). Masyarakat Islam yang akan melaksanakannya;

c). Isi peraturan atau hukum itu sendiri yang harus sesuai dengan nilai-nilai dasar syari‟at Islam.

Menurut Sayyid Abul A‟la Maududi bahwa lembaga legislatif dalam suatu Negara Islam memiliki sejumlah fungsi yang harus dilakukannya:

a). Jika terdapat pedoman-pedoman yang jelas dari Tuhan dan Rasulullah SAW, meskipun legislatif tidak dapat mengubah atau menggantinya, maka hanya legislatif yang akan kompeten untuk menegakkannya dalam susunan dan bentuk Pasal demi pasal, menggunakan definisi-definisi yang relevan dan rincian-rinciannya,

(30)

serta menciptakan Peraturan-Peraturan dan Undang-Undang untuk mengundangkannya.

b). Jika pedoman-pedoman Alquran dan Sunnah mempunyai kemungkinan interpretasi lebih dari satu, maka legislatiflah yang berhak memutuskan penafsiran mana yang harus ditempatkan dalam Kitab Undang-Undang Dasar. Untuk tujuan ini tidak ada tawar menawar lagi bahwa lembaga legislatif ini harus beranggotakan kumpulan orang-orang terpelajar yang memiliki kemampuan dan kapasitas untuk menafsirkan perintah-perintah Alquran dan yang dalam memberikan berbagai keputusan tidak akan melepaskan diri dari jiwa atau isi Syari‟ah. Pada dasarnya, harus diakui bahwa untuk tujuan Perundang-Undangan, suatu lembaga legislatif harus memiliki kewenangan untuk memberikan fatwa mengenai penafsiran mana yang harus lebih dipilih dan untuk menegakkan penafsiran yang lebih dipilihnya ini sebagai hukum, kecuali bahwa penafsiran itu hanya satu dan bukan merupakan pelanggaran atau penyimpangan semu dari hukum;

c). Jika tidak ada isyarat yang jelas dalam Alqur‟an dan Sunnah, fungsi lembaga legislatif ini adalah untuk menegakkan hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah yang sama, tentunya dengan selalu menjaga jiwa hukum Islam. Jika sudah ada hukum-hukum dalam bidang yang sama yang telah tercantum dalam kitab-kitab fiqh, maka dia bertugas untuk menganut salah satu di antaranya;

Jika Alqur‟an dan Sunnah tidak memberikan pedoman yang sifatnya dasar sekalipun, atau masalah ini juga tidak ada dalam konvensi Khulafaurrasyidin, maka harus mengartikan bahwa Tuhan telah memberi kebebasan melakukan legislasi mengenai masalah ini menurut apa yang terbaik. Oleh karenanya, dalam kasus semacam ini, lembaga legislatif dapat merumuskan hukum tanpa batasan, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan semangat syari‟ah (Gusmansyah, 2017: 130)

(31)

Jadi, dengan kata lain, dalam majlis syura pemerintah melakukan tugas siyasah syar‟iyahnya untuk membentuk suatu hukum yang akan diberlakukan di dalam masyarakat Islam demi kemaslahatan umat Islam, sesuai dengan semangat ajaran Islam. 2) Alsulthah Al-Tanfidziyah

Kekuasaan Eksekutif dalam islam di sebut alsulthah

al-tanfidziyah yang bertugas melaksanakan Undang-Undang. Di sini

Negara memiliki kewenangan untuk menjabarkan dan mengaktualisasikan Perundang-Undangan yang telah dirumuskan tersebut. Dalam hal ini, Negara melakukan kebijaksanaan baik yang berhubungan dengan dalam Negeri, maupun yang menyangkut dengan hubungan sesama Negara (hubungan Internasional).

Pelaksana tertinggi kekuasaan ini adalah pemerintah (Kepala Negara) dibantu oleh para pembantunya (kabinet atau dewan menteri) yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan situasi yang berbeda antara satu Negara dengan Negara Islam lainnya. Sebagaimana halnya kebijaksanaan legislatif yang tidak boleh menyimpang dari semangat nilai-nilai ajaran Islam, kebijaksanaan politik kekuasaan eksekutif juga harus sesuai dengan semangat Nash dan kemaslahatan.

Kepala Negara dan pemerintah diadakan sebagai pengganti fungsi kenabian dalam menjaga Agama dan mengatur dunia. Pengangkatan kepala Negara untuk memimpin umat wajib menurut Ijma. Jika kepemimpinan Negara ini kewajiban, maka kewajiban itu gugur atas orang lain, jika tidak ada seorang pun yang menjabatnya maka kewajiban ini dibebankan kepada dua kelompok manusia.

Pertama adalah orang-orang yang mempunyai wewenang memilih kepala Negara bagi umat Islam, kedua adalah orang-orang yang mempunyai kompetensi untuk memimpin Negara sehingga mereka menunjuk salah seorang dari mereka yang memangku jabatan itu.

(32)

Kewajiban-kewajiban yang harus diemban kepala Negara itu meliputi semua kewajiban umum baik yang berkenaan dengan tugas-tugas keagamaan maupun kemasyarakatan, yang terdapat dalam Alqur‟an dan sunnah Rasullullah seperti mempertahankan Agama, menegakkan keadilan atau menyelesaikan perselisihan pihak yang bersengketa melalui penerapan hukum, mencegah kerusuhan dan melindungi hak-hak rakyat, melaksanakan amar ma‟ruf nahi mungkar dan jihad, mengatur perokonomian Negara dan membagi rampasan perang, dan sebagainya. Kewajiban utama dari seorang imam adalah mempraktikan totalitas syari‟ah didalam umat dan menegakkan institusi-institusi yang menyerukan kebajiakan dan mencegah kejahatan. Disamping itu, wewenang imam atau kepala Negara adalah:

a) Menegakkan hukum dan bertindak juga sebagai juru bicara bagi masyarakat di luar wilayahnya.

b) Imam menegakkan hukum yang mengatur hubungan antara umat baik pada masa perang maupun masa perdamaian.

c) Mengeluarkan perintah perang

d) Memberlakukan hukum di wilayah-wilayah yang baru diduduki e) Menghukum umat Islam dan Non Islam dalam wilayahnya apabila

mereka terbukti melanggar hukum

f) Memutuskan kapan jihad dilakukan atau kapan jihad harus dihentikan

g) Menyarankan kapan umat Islam menerima dan menyetujui perdamaian.

Semua kewenangan ini bukan tanpa ada pembatasannya. Imam harus menjalankannya dalam batas-batas hukum tertentu, dengan memenuhi sasaran dan tujuan hukum dengan pihak musuh.

3) Al-suthah Al-Qadhaiyyah

Yudikatif adalah kekuasaan yang mempunyai hubungan dengan tugas dan wewenang peradilan. Kekuasaan yudikatif ini biasa disebut

(33)

sebagai Sulthah Qadhaiyyah. Tugas lembaga yudikatif adalah memutuskan perselisihan yang dilaporkan kepadanya dari orang-orang yang berseteru dan menerapkan Perundang-Undangan kepadanya dalam rangka menegakkan keadilan di muka bumi dan menetapkan kebenaran diantara orang-orang yang meminta peradilan.

Pentingnya kekuasaan kehakiman adalah untuk menyelesaikan perkara-perkara perbantahan dan pemusuhan, pidana dan penganiyaan, melindungi masyarakat dan mengawasi harta wakaf dan lain-lain persoalan yang disampaikan kepada pengadilan.

Penerapan syariat Islam bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan. Dalam penerapannya (syariat Islam) memerlukan lembaga untuk penegakannya. Karena tanpa lembaga (al-Qadha) tersebut, hukum-hukum itu tidak dapat diterapkan. Dalam sistem pemerintah Islam, kewenangan peradilan (al-Qadha) terbagi kedalam tiga wilayah, yaitu Wilayah Qadha, Wilayah Mazhalim, dan Wilayah

Hisbah.

Pada masa awal kekuasaan Islam, kekuasaan peradilan masih dipegang oleh Rasulullah SAW. Beliau sendiri yang melaksanakan fungsi sebagai hakim atas berbagai persoalan dan sebagai pemimpin umat. Setelah Islam mulai berkembang dan kekuasaan Islam makin melebar, Rasulullah mulai mengangkat sahabat-sahabatnya untuk menjalankan kekuasaan di bidang peradilan di berbagai tempat. Rasulullah saw sendiri melaksanakan peranannya sebagai hakim setelah menerima firman Allah SWT yang memerintahkan kepada beliau untuk menyelesaikan persengketaan yang timbul, yaitu surat An Nisa‟ ayat 65;





“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap

(34)

perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”

Menurut Athiyah Musthafa Musyrifah, sebagaimana yang dikutip oleh Asadulloh Al Faruq, ciri khas peradilan pada masa Rasulullah SAW setidaknya ada lima yaitu :

a) Tidak ada pemisahan kekuasaan di bidang peradilan dengan kekuasaan di bidang lain, ini disimpulkan dari perkataan Ali, “kalau kamu telah menerima (keputusan itu) maka laksanakanlah, tetapi kalau kamu tidak mau menerimanya, maka aku cegah sebagian kamu dari sebagian yang lain (berbuat sesuatu), dan seterusnya”

b) Kekuasaan di bidang peradilan menyatu dengan kekuasaan di bidang fatwa;

c) Hakim memiliki kemerdekaan dalam menetapkan hukum atas perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya.

d) Rasulullah saw mendelegasikan kekuasaan di bidang peradilan kepada sahabat yang memiliki kemampuan secara cepat, tepat dan memiliki kejujuran untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapkan kepadanya;

e) Belum terdapat lembaga pemasyarakatan (penjara) sebagaimana yang dikenal di masa sekarang.

Di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, terjadi perkembangan baru di bidang peradilan. Khalifah Umar memisahkan antara kekuasaan peradilan (yudikatif) dengan kekuasaan pemerintahan (eksekutif), beliau juga membatasi wewenang mereka dalam perkara-perkara perdata saja, perkara-perkara pidana dipegang sendiri oleh khalifah, atau oleh penguasa daerah. Para khalifah senantiasa mengawasi perbuatan para penguasa daerah dan hakimnya. Serta terus-menerus memberikan petunjuk-petunjuk dan bimbingan-bimbingan.

(35)

4) Sultahah al-thanfidziyah (Kekuasaan Eksekutif)

Tugas Al-sulthah al-tanfidziyah adalah melaksanakan Undang-Undang. Sulthah al-qodhoiyah (Kekuasaan Yudikatif). Tugas Sulthah

al-qodhoiyah adalah mempertahankan hukum dan

Perundang-Undangan yang telah diciptakan oleh lembaga legislatif. Dalam sejarah Islam, kekuasaan lembaga ini biasanya meliputi Wilayah

al-hisbah (lembaga peradilan untuk menyelesaikan perkara-perkara

pelanggaran ringan seperti kecurangan dan penipuan dalam bisnis),

Wilayah al-qadha‟ (lembaga peradilan memutuskan perkara-perkara

antara sesama warganya, baik perdata maupun pidana) (Atiqoh, 2010: 23)

Dalam literatur studi hukum Islam sebenarnya instansi Kejaksaan belum eksplisit di atur sebagaimana instansi Kejaksaan Agung saat ini. Utamnya di Negara-Negara sekuler. Lembaga atau

Wilayatul Hisbah dapat dimengerti sebagai Wilayh Hisbah yang

merupakan salah satu lembaga peradilan yang kewenangannya terpusat pada tempat-tempat transaksi sebagaimana terdapat dalam sejarah Daulah Umayyah dan Abbasiyah, bahkan pada masa Nabi SAW.

Secara historis dalam hukum Ketatanegaraan dan sistem perdilan yang ada sejak munculnya Islam, wilayah atau instansi peradilan tersebut sebenarnya telah mencakup nilai-nilai sebagimana dianut pada instansi saat ini, seperti munculnya lembaga Kepolisian, Kejaksaan maupun kehakiman. Hanya saja proses intitusionalisasinya mengalami perkembangan lebih modren seperti saat ini.

Historis itu bisa dilihat dari masa ke masa dalam lintas sejarah Islam proses institusionalisasi peradilan Islam berlangsung.

a) Pada masa Nabi Muhammad SAW

Rasullah berperan sebagai seorang Musyari‟ (Legislatif, maksudnya Rasullah memiliki kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan dilaksanakan dalam masyarakat yang berdasarkan ketentuan yang

(36)

ditentukan oleh Allah dalam Syari‟at Islam. pada masa Rasullah ini otoritas hukum pada Allah semata yaitu dengan diturunkannya Wahyu untuk menjawab pertanyaan atau permasalahan yang terjadi di tengan-tengan masyarakat, namun Rasullah SAW berperan untuk memberikan interprestasi terhadap ayat-ayat yang bersifat global dan menjabarkan hukum yang telah di tetapkan Allah, yaitu melalui Sunnah baik berupa perkataan, perbuatan atau berupa pengakuan terhadap perkataan sahabat (Asasriwarni. 2000: 32)

Adapun penjelasan tersebut kadang kala berupa Wahyu atau berupa Sunnah Qauliyah atau Amaliyah yang berlandaskan kepada Wahyu. Bila yang tersebut terakhir juga tidak ada, maka Rasullah berijtihad menurut arah hukum yang diturunkan kepadanya dan apa yang diilhami dari rahasia-rahasia tasyri‟ atau Rasullah bermusyawarah dengan para sahabat, bila ada pendapat mereka yang benar, maka beliau menetapkan hukum dengan itu.

Rasullah juga memiliki peran sebagai seorang Munafiz (eksekutif) berwewenang untuk melaksanakan atau menjalankan roda pemerintahan untuk Peraturan Perundang-Undangan yang telah dibuatnya. Selain berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan Legislatif dan Eksekutif, Rasullah juga berperan menangani langsung urusan yang berkaitan dengan lembaga Yudikatif. Artinnya kekuasaan peradilan berada ditangan Rasullah SAW. Jelas disini, Rasullah bertugas menyelesaikan persengketaan yang terjadi dalam masyarakat sebagimana Firman Allah dalam Surat Al-Nisaa‟ ayat 65:









































“Maka demi Tuhanmu, mereka itu tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka

(37)

perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, mereka menerima dengan sepenuhnya”

Rasullah SAW dalam memutuskan suatu perkara tidak hanya berdasarkan wahyu, tapi juga memakai ijtihad dalam pemeriksaam perkara. Jelaslah bahwa Rasullah akan memberikan putusan atas suatu perkara, setelah beliau meminta keterangan dari dua belah pihak yang berperkara jika ketentuannya ada di dalam Al-Qu‟an maka diputus berdasarkan wahyu, tapi ketika tidak terdapat dalam al-Qur‟an maka beliau mengadakan ijtihad sendiri. Setelah Nabi wafat semuanya digantikan oleh para sahabat-sahabt Nabi (Drs. H. Asasriwarni. 2000: 34) b) Pada masa Khulafah al-Rasyidin

Setelah Nabi SAW wafat, kewenangan sebagai pemimpin masyarakat (Negara) digantikan oleh Abu Bakar, Umar Ibn al-Khaththab, Ustman Ibn Affan, dan Ali Ibn Thalib. Secara umum kondisi perdilan pada masa ini tidak banyak mengalami perubahan. Hanya pada Umar Ibn Al-Khaththab dan Ali Ibn Thalib diberikan bimbingan dan petunjuk kepada qadhi yang diangkat. begitu juga dengan lembaga hisbah dan lembaga lainnya. Pada masa ini tidak banyak mengalami perubahan (Djalil, 2012, 146)

c) Pada masa Daulah Umayyah

Dimasa pemerintahan Bani Umayyah, yaitu setelah Ali Ibn Abu Thalib wafat, kekhalifahan digantikan oleh Hasan Ibn Ali Ibn Abi Thalib. Dimasa ini gejolak politik dan perdebatan telah membuat pemerintah goyah dan dukungan masyarakat terhadap kepemimpinannya terus berkurang. Akibatnya, kekhalifahan kemudian diserahkan kepada Mu‟awiyah Ibn Abu Sofyan pada masa inilah imperium Bani Umayyah dimulai dari 661-750 M.

Adapun keberadaan pada masa ini memiliki keistimewaan terpisah dengan kekuasaan pemerintah, dengan adanya penentuan Qadhi yang dipilih khalifah, dengan berbagai kewenangan yang dimiliki sebagaimana

(38)

yang diatur dalam Undang-Undang saat itu. Pelaksanaan peradilan itu sendiri sesungguhnya masih sama dengan peradilan pada masa Khalifah al-Rasyidin. Adapun wilayah Hisbah (Muhtasib) pada masa ini tidak melembaga dan diangat oleh Khalifah dan lembaga disebut Shahib al-Sauq.

Dalam konteks ini, wilayah Hisbah pada periode ini sudah menjadi satu lembaga khusus dari lembaga peradilan yang ada dengan kewenangan mengatur dan mengontrol masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat islam

4). Pada Daulah Abbasiyah

Setelah runtuhnya dinasti umayyah, kemudian kekuasaan digantikan oleh dinasti abbasiyah. Kekuasaan abbasiyah diperkirakan berlangsung dari kurun waktu 750-1225 M (132 H-656 H). Dimasa inilah kejayaan umat Islam terlihat. Hal itu ditandai oleh kemajuan dalam segala bidang, termasuk dalam lembaga peradilan. Diferensiasi kemajuan institusi hukum dan sistem peradilan itu terletak pada pemisahan kekuasaan, lembaga peradilan yang dikepalai oleh Qadhi al-Qudha yang berkedudukan di Ibu Kota, dengan kewenangan mengawasi para Qadhi yang berkedudukan di daerah kekuasaan Islam. Begitu juga dengan lembaga hisbah sudah terlaksana dengan baik, lembaga ini berda di bawah lembaga peradilan dan berfungsi untuk memperkecil perkara-perkara yang harus diselesaikan oleh wilayah Qadha.

g. Asas Fiksi Hukum

Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). Semua orang dianggap tahu hukum tak terkecuali petani yang tak lulus sekolah dasar, atau warga yang tinggal di pedalaman. Dalam bahasa latin dikenal dengan adigum

ignorantiajurist non excusat, ketidak tahuan hukum tidak bisa

dimaafkan. Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan Perundang-Undangan tertentu.

(39)

Fiksi hukum sejatinya membawa konsekwensi bagi pemerintah. Setiap aparat pemerintah berkewajiban menyampaikan adanya hukum atau peraturan tertentu kepada masyarakat. (Surono, 2013: 116)

Fiksi hukum yang dikenal adalah, setiap orang dianggap tahu akan Undang-Undang. Hal ini didasarkan pada suatu alasan, bahwa manusia mempunyai kepentingan sejak lahir sampai mati. Setiap kepentingan manusia tersebut selalu diancam oleh bahaya disekelilingnya. Oleh karena itu manusia memerlukan perlindungan kepentingan, yang dipenuhi oleh berbagai kaidah hukum melindungi kepentingan manusia, maka harus dipatuhi manusia lainnya. Sehingga timbul kesadaran untuk mematuhi peraturan hukum, supaya kepentinganya sendiri terlindungi. Dengan demikian ketidaktahuan akan Undang-Undang tidak merupakan alasan pemaaf atau ignorantia legis excusat neminen.

Teori fiksi hukum mengasumsikan bahwa pengundangan peraturan mempunyai kekuatan mengikat, mengukat setiap orang untuk mengakui eksitensi peraturan tersebut. Dengan demikian pengundangan peraturan tidak memperdulikan apakah masyarakat menerima peraturan itu atau tidak. Disinilah muncul kelemahan teori fiksi hukum, pemerintah dapat dianggap berbuat sewenang-wenang pada masyarakat yang dianggap melanggar aturan hukum atau peraturan yang harus ditaati (Surono, 2013: 118)

Budaya hukum masyarakat tidak dapat dipisahkan dari intensitas diseminasi dan penyuluhan yang dilakukan para penyelenggara Negara kepada masyarakat. Setiap penyelenggara Negara berkewajiban memberikan penyuluhan hukum sebagai bagian dari proses edukasi dan pembudayaan hukum, penyuluhan hukum merupakan tanggung jawab setiap penyelenggara Negara. Penyuluhan hukum berkaitan langsung dengan fiksi hukum, dengan kata lain fiksi hukum harus didukung dengan sosialisasi hukum secara memadai.

Fiksi hukum sejatinya membawa konsekwensi bagi pemerintah. Setiap aparat pemerintah berkewajiban menyampaikan adanya hukum

(40)

atau peraturan tertentu kepada masyarakat. Kalau warga yang tak melihat hukum lantas benar diseret ke pengadilan padahal ia benar-benar tak tahu hukum, aparat penyelenggara Negara juga mestinya ikut merasa bersalah. h. Teori Penegakan Hukum

Penegak hukum adalah suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berhubungan dengan hukum atau suatu rangkaian kegiatan dalam rangka usaha pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum baik yang bersifat penindakan maupun pencegahan yang mencakup seluruh kegiatan baik teknis maupun administratif yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum sehingga dapat melahirkan suasana aman, damai, dan terib untuk mendapatkan kepastian hukum dalam masyarakat (Nola, 2016: 38)

Secara umum penegak hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin pentatan terhadap ketentuan yang ditetapkan tersebut. Sedangkan menurut Sajipto Rahardjo, penegak hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum (yaitu pikiran-pikiran badan pembuat Undang-Undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum) menjadi kenyataan (Rahardjo, 1983: 24).

Penegak hukum adalah yang menegakkan hukum, dalam arti sempit hanya berarti Polisi dan Jaksa yang kemudian di perluas sehingga mencakup pula Hakim, Pengacara dan lembaga pemasyarakatan. Penegakkan hukum merupakan rangkaian proses penjabaran ide dan cita hukum yang memuat nilai-nilai moral seperti keadilan dan kebenaran kedalam bentuk-bentuk konkrit, dalam mewujudkannya membutuhkan sesuatu organisasi seperti, Kepolisian, Kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan sebagai unsur klasik penegakkan hukum yang dibentuk oleh Negara, dengan kata lain bahwa penegak hukum pada hakikatnya mengandung supremasi nilai subtansial yaitu, keadilan (Maruapey, 2017: 23)

(41)

Adapun orang-orang yang terlibat dalam masalah penegakkan hukum yaitu, 1) Polisi 2) Hakim 3) Kejaksaan 4) Pengacara 5) Pemasyarakatan 6) Penjara

Menurut Soejono Soekanto menjelaskan bahwa ada faktor-faktor yang memepengaruhi penegakan hukum adalah sebagai berikut

1) Faktor hukumnya sendiri, yaitu Undang-Undang.

2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakakn hukum. 4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup (Soekanto, 1983)

Penegakkan hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Perkataan penegakkan hukum mempunyai konotasi menegakkan, melakasanakan ketentuan di dalam masyaraka, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakkan hukum merupakan ssuatu proses berlangsungnya perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan. Penegakkan hukum adalah usaha-usaha yang diambil oleh pemerintah atau suatu otoritas untuk menjamin tercapainya dalam masyarakat dengan menggunakan beberapa perangkat atau alat kekuasaan Negara baik dalam bentuk Undang-Undang sampai pada para penegak hukum antara lain Polisi, Hakim, Jaksa serta pengacara (Maruapey, 2017: 28)

(42)

Menurut Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa penegakan hukum tidak hanya untuk mendapatkan kepastian hukum akan tetapi juga untuk mendatangkan kemanfaatan sosial dan keadilan. (Nola, 2016: 39)

Penegakan hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan, pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai tetapi dapat terjadi juga karena pelangaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan, melalui penegakkan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan.

Dalam menegakan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu:

a. Kepastian Hukum (rechtssicherheit)

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkrit, bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku, pada dasarnya tidak boleh menyimpang. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan sewenag-wenang, yang berarti seorang akan memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.

b. Manfaat (zweckmassigkeit)

Masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat, jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan di dalam masyarakat

c. Keadilan (gerecthtigkeit)

Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan dan penegakan hukum harus adil, hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan (Raharjo, 2009: 25)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan nilai resistivitas dapat dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebaran lindi yang dipengaruhi hidrogeologi di sekitar TPA Gampong Jawa dengan memanfaatkan

Dari pengamatan di lapangan dan berdasarkan data yang di peroleh menunjukkan bahwa masih minimnya pemahaman mitra dalam memahami tentang penanganan anak yang

Dalam Pasal 55 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa syarat pokok yang harus dipenuhi apabila seorang suami akan berpoligami atau beristeri lebih dari satu

Compliance (pemenuhan) adalah kemampuan untuk memenuhi hukum Islam dan beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi dan perbankan Islam. Dimensi ini merupakan tambahan

• Tamadun Islam berkembang ke luar dari Semenanjung Tanah Arab dan dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat tempatan. Ini kerana Islam menjamin hak- hak asasi

 Keislaman seseorang terbatal (murtad) apabila dia melakukan perkara yang membatalkan dua kalimah syahadah seperti berfahaman ateis (tidak percaya akan kewujudan Tuhan),

Adanya konsentrasi uap pelarut yang melebihi batas ketentuan yang berlaku dapat mengakibatkan efek negatif pada kesehatan seperti iritasi pada membran mucous dan sistem

Motivasi kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pada World Brand Factory (WBF) Kuta-Bali. Nilai positif tersebut menunjukkan bahwa