• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN TESIS OLEH ADHAYANI LUBIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN TESIS OLEH ADHAYANI LUBIS"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA

LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN

TESIS

OLEH

ADHAYANI LUBIS

DEPARTEMEN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

Judul Tesis : SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN

Nama Peserta : Dr. Adhayani Lubis

Peserta PPDS-I / Ilmu Kedokteran Jiwa FK-USU / RSUP. H. Adam Malik Medan

Menyetujui: Pembimbing Tesis

Prof. dr. H.M. JOESOEF SIMBOLON, SpKJ (K) NIP.131 292 589

Mengetahui/ Mengesahkan

Ketua Departemen Psikiatri Ketua Program Studi Psikiatri FK-USU / RSUP HAM Medan FK-USU/RSUP. HAM Medan

Prof.dr.H.Syamsir BS, SpKJ (K) Prof. dr. Bahagia Loebis, SpKJ (K) NIP. 130 517 440 NIP. 130 517 437

(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkat limpahan rahmat dan kasih sayangNya maka tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas yang ada sebelumnya dan memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi keahlian dalam bidang Ilmu Kedokteran Jiwa.

Sebagai manusia biasa, saya menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan masíh jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kirannya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

Sindrom Depresif Pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan

Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Prof. dr. H. Syamsir BS, Sp. KJ (K), sebagai Ketua Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai guru penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan dukungan yang sangat berharga selama saya menyelesaikan tesis dan mengikuti pendidikan spesialisasi.

3. Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K), sebagai Ketua Program Studi PPDS I Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai guru penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan dukungan yang sangat berharga selama saya menyelesaikan tesis dan mengikuti pendidikan spesialisasi, baik dalam pertemuan formal maupun pertemuan informal.

(4)

4. dr. H. Harun. T. Parinduri, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

5. dr. Raharjo Suparto, Sp. KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

6. dr. H. Marhanuddin Umar, Sp. KJ (K) sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

7. Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp. KJ (K) sebagai guru dan sebagai pembimbing pembuatan tesis ini yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi, terutama di bidang Psikiatri Anak.

8. dr. Hj. Elmeida Effendy, SpKJ sebagai Sekretaris Program Studi PPDS I I Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan sebagai guru penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan yang sangat berharga selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

9. dr. Donald F. Sitompul, Sp. KJ; dr. Rosminta Girsang, Sp. KJ; dr. Artina R. Ginting, Sp. KJ; dr. Hj. Sulastri Effendi, Sp. KJ; dr. Hj. Mariati, Sp. KJ; dr. Evawati Siahaan, Sp. KJ; dr. Paskawani Siregar, Sp. KJ; dr. Citra J. Tarigan Sp. KJ; dr. Dapot P. Gultom, Sp. KJ; dan dr. Vera R.B. Marpaung, Sp. KJ, dr. Herlina Ginting, Sp. KJ; dr. Juskitar, Sp. KJ; dr. Mawar Gloria Tarigan, Sp. KJ dan dr. Freddy S. Nainggolan, Sp. KJ sebagai guru dan senior yang memberikan dorongan dan semangat selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

10. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara, Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli Medan yang telah memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk belajar dan bekerja selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

11. Terima kasih kepada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara, Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

(5)

Medan, Rumah Sakit Tembakau Deli Medan sebagai tempat penulis untuk belajar dan bekerja selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

12. Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp. S(K) sebagai Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan dan dr. Rusli Dhanu, Sp. S (K) sebagai Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp. S (K) yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalani stase di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. 13. Prof. dr. Hj. Habibah Hanum Nasution, SpPD, KPSi, sebagai Kepala Sub Divisi

Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah membimbing penulis selama belajar di stase Sub Divisi Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK USU.

14. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes, sebagai konsultan statistik dalam penelitian ini, yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam penelitian ini.

15. Teman-teman peserta PPDS-I Psikiatri FK USU : dr. Evalina Peranginangin, dr. Ghafur Fauzi, dr. Yusak P Simanjuntak, dr. Vita Camelia, dr. Mustafa Mahmud Amin, dr. Friedrich Lupini, dr. Wilson Rimba, dr. Rudyhard E. Hutagalung, dr. Laila Silvya Sari, dr. Juwita Saragih, dr. M. Surya Husada, dr. Silvy A. Hasibuan, dr. Victor E. Pinem, dr. Siti Nurul Hidayati, dr. Lailan Sapinah, dr. Herny T. Tambunan dan dr. Mila A Harahap yang memberikan masukan kepada penulis melalui diskusi, serta memberikan dorongan yang membangkitkan semangat dalam menyelesaikan pendidikan spesialisasi ini.

16. Perawat, pegawai RSUP. H. Adam Malik Medan, RSUP. Dr. Pirngadi Medan, RS. Tembakau Deli Medan, Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara, yang telah membantu penulis selama dalam pendidikan spesialisasi.

17. Kedua orang tua penulis yang sangat penulis hormati dan sayangi: Alm Ridwan Lubis dan Almh Naimah Hasibuan, demikian juga kepada kakak-kakak dan abang-abang penulis yang telah memberi dorongan, semangat dan doa.

(6)

yang telah memberikan saya suami dan anak-anak yang baik dan penuh pengertian. Terima kasih atas segala doa, dukungan, dorongan, semangat, kesabaran dan pengorbanan waktu yang diberikan kepada saya.

Akhirnya penulis hanya mampu berdoa dan bermohon kepada ALLAH SWT memberikan rahmat dan kasih sayangNya kepada seluruh keluarga, handai tolan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih.

Medan, 16 Juli 2008

(7)

ABSTRAK

Tujuan Penelitian : Tujuan umum dari penelitian ini ádalah untuk mengetahui sindrom

depresif pada narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan dengan menggunakan

Children depression inventory dari KOVACK dan tujuan khususnya adalah untuk

mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi orang tua, status perkawinan orang tua dan jika terdapat sindrom depresif dapat dilakukan kerja sama dengan Departemen Psikiatri untuk mendapatkan penilaian dan perawatan lebih lanjut.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan studi cross sectional untuk menilai apakah terdapat sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak

Medan dan apakah sindrom depresif pada narapidana tersebut berbeda berdasarkan tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi orang tua, status perkawinan orang tua. Sampel adalah 274 orang narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan. Penelitian dilakukan dari tanggal 1 Mei sampai dengan 15 Juli 2008. Data-data dikumpulkan dengan cara seluruh sampel penelitian mengisi kuesioner Children depression inventory dari KOVACK dan analisis statistik menggunakan uji hipotesis chi-square.

Hasil Penelitian : Pada 274 Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak didapatkan mean dan standard deviation Kovack yang mengalami sindrom depresif adalah 22,1 ( SD

3,2) dan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,2

( SD 2,1). Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan sosial ekonomi orang tua. Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan berdasarkan tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal serta status perkawinan orang tua.

Kesimpulan : Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas

Anak Medan dengan sosial ekonomi orang tua.

Kata Kunci : Sindrom depresif, Narapidana Lapas Anak Medan, Children Depression Inventory dari KOVACK.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS...………...…i

UCAPAN TERIMA KASIH...ii

DAFTAR ISI..………..………...……...vi

DAFTAR SINGKATAN.……….……...………... ix

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR LAMPIRAN...xi

BAB I. PENDAHULUAN...………...………... ...1

I.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN...1

I.2. RUMUSAN MASALAH...4

I.3. HIPOTESIS...4

BAB II. TUJUAN PENELITIAN………5

II.1. TUJUAN PENELITIAN…..………5

II.2. MANFAAT PENELITIAN...6

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA…..………..7

III.1. DEPRESI.………..………..7

III.2. TINDAK PIDANA………...13

III.3. PENGARUH PEMIDANAAN TERHADAP ANAK...14

III.4. LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN...15

BAB IV. KERANGKA KONSEP...17

BAB V. METODE PENELITIAN...18

V.1. RANCANGAN PENELITIAN...18

V.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN...18

V.3. POPULASI PENELITIAN...……….18

V.4. SAMPEL DAN CARA PEMILIHAN SAMPEL...………...18

V.5. ESTIMASI BESAR SAMPEL...………...19

V.6. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI..………..19

V.7. CARA KERJA.……….19

(9)

V.9. DEFINISI OPERASIONAL...20

V.10. MANAJEMEN DAN ANALISA DATA...21

BAB VI KERANGKA OPERASIONAL...22

BAB VII HASIL PENELITIAN...23

VII.1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN...23

VII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...25

VII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...25

VII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF...26

VII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...27

VII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF...28

VII.7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...29

VII.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF...30

VII.9. SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEFRESIF...31

VII.10. SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF...32

BAB VIII PEMBAHASAN...33

VIII.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN...33

VIII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...34

VIII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...35

VIII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF...35

VIII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...36

VIII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF...37

VIII.7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF...37

VIII.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF...38

VIII.9 SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF...39 VIII.10 SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN SINDROM

(10)

IX.1. KESIMPULAN...41

IX.2. SARAN...42

DAFTAR PUSTAKA………...43

(11)

DAFTAR SINGKATAN

ACTH : Adrenocorticotropic hormone CRH : Corticotropin-releasing hormone CDI : Children depression inventory DST : Dexamethasone Suppression Test

DSM-IV-TR: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Revised

Fourd Edition

Lapas : Lembaga Pemasyarakatan

PPDGJI III : Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia PT : Perguruan Tinggi

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMU : Sekolah Menengah Umum PT : Perguruan Tinggi

(12)

DAFTAR TABEL

TABEL 1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN...22 TABEL 2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN.24 TABEL 3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) KOVACK PADA

NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN...24 TABEL 4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF...25 TABEL 5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF..26 TABEL 6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF...27 TABEL 7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF.28 TABEL 8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF...29 TABEL 9. SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEFRESIF...30 TABEL 10. SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 CHILDREN DEPRESSION INVENTORY...44

LAMPIRAN 2. LEMBARAN PENJELASAN UNTUK SAMPEL...48

LAMPIRAN 3. INFORMED CONSENT...49

LAMPIRAN 4. DATA SAMPEL...50

(14)

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Anak merupakan salah satu lapisan masyarakat yang merupakan suatu bagian dari generasi muda sebagai penerus cita-cita bangsa dan sumber daya manusia yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, serta memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka.1

Gangguan depresif pada anak dan remaja sering terjadi namun sering kali tidak terdeteksi.2 Dahulu adanya gangguan depresif pada anak diragukan oleh karena anggapan bahwa superego anak yang immatur tidak memungkinkan berkembangnya gangguan depresif. Namun hasil dari pertemuan Union of European Pedopsychiatrists menyimpulkan bahwa gangguan depresif pada anak memiliki proporsi yang bermakna dari gangguan mental pada anak dan remaja.3

Menurut Ryan pada tahun 2004, gangguan mood sangat umum dijumpai pada anak yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak. Gangguan mood tersebut ditemukan 1 dari 12 anak dan 8% mengalami gangguan depresif. Secara kontras banyak studi menemukan prevalensi angka yang lebih tinggi antara 17-78%. Pada suatu studi

Cook Counly, Illinois melaporkan prevalensi episode depresi mayor untuk laki-laki 13%

dan untuk perempuan 21,6%, gangguan distimik untuk laki-laki 15,8% dan untuk perempuan 12,2%.4

Otto dan kawan-kawan mengumpulkan 11 penelitian mengenai gangguan mood pada anak laki-laki yang berada di Lembaga Pemasyarakatan dan ditemukan variasi yang signifikan pada angka prevalensi. Contohnya self report, penelusuran data pada rekam medik dengan cara retrospektif dan dengan menggunakan wawancara klinis. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa yang menggunakan rekam medis melaporkan adanya gangguan mood 22% dan yang menggunakan wawancara klinis melaporkan 32-78%.4

Domalanta dan kawan-kawan melakukan penelitian mengenai depresi pada 1.024 anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, usia 11-18 tahun dengan menggunakan kuisioner yang diisi sendiri termasuk Beck depression Inventory, dan menemukan 25% menderita depresi sedang, 22% menderita depresi berat. Mc Manus dan asistennya

(15)

meneliti 71 remaja (40 laki-laki dan 31 wanita), menemukan gangguan mood sebanyak 15%.4

Studi prevalensi di Canada oleh Ulzen dan Hamilton tahun 1998 mengenai prevalensi gangguan mental pada pusat penahanan anak dan remaja menunjukkan hasil 30,4% memenuhi kriteria gangguan depresi. Teplin dan kawan-kawan di Amerika pada tahun 2000 melaporkan 13% anak laki-laki dan 21,6% anak perempuan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan memenuhi kriteria episode depresi. 5

Tindakan terhadap anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku pada masyarakat yang bersangkutan dapat berupa penangkapan, penahanan dan pengurungan.6 Bentuk suatu hukuman terhadap anak dapat berupa hukuman kurungan badan. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) lebih di kenal dengan istilah penjara. Istilah tersebut sudah sangat menimbulkan perasaan takut dan perasaan tidak menyenangkan, karena anggapan buruk yang selalu ada di dalamnya, seperti pemukulan, penyiksaan, pelecehan seksual, kesehatan yang buruk dan fasilitas yang sangat minim. Penjara tidak hanya sebuah hal yang menakutkan untuk tinggal di dalamnya tetapi juga sebuah stigma yang akan tetap melekat pada seseorang apabila dirinya telah keluar dari penjara sebagaimana sering dilakukan masyarakat.7

Semua tekanan yang ada di Lembaga Pemasyarakatan menjadi penyebab utama sakitnya narapidana Lembaga Pemasyarakatan tersebut. Penyebab sakitnya anak-anak tersebut dapat disebabkan oleh dua hal yaitu fisik dan psikis. Secara fisik, anak-anak sering mengeluh sakit kepala, sesak nafas sehingga makan menjadi tidak enak dan dapat mendatangkan stres. Secara psikis anak-anak jadi sering melamun, marah-marah tidak menentu dan tidak mengetahui apa masalahnya. Hal ini bisa menjadi gangguan depresi dan apabila tidak tertahankan dapat menyerang orang lain ataupun menyebabkan bunuh diri.5

Di dalam Lebaga Pemasyarakatan Anak, ketika anak ditahan dan masuk ke dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut maka hidup anak akan terkekang, kemerdekaan akan dibatasi, jauh dari orang tua, keluarga dan orang-orang yang dikenalnya serta memasuki

(16)

dihuni oleh 850 anak. Seorang anak yang seharusnya berada dekat dengan orang tua, setiap hari harus hidup mandiri, berjuang untuk kehidupan sehari-hari misalnya mengambil jatah makan dan minum, berjuang untuk dapat mandi karena air kurang, berjuang untuk memperoleh posisi tidur karena padat, bahkan saat seorang anak sakit harus mengurus dirinya sendiri karena anak hanya mendapatkan pengobatan dari tenaga medis yang terdiri dari 1 orang dokter dan 2 orang perawat yang bekerja dibagi atas tiga

shift (1 orang perawat pada pagi hari, 1 orang dokter pada sore hari, 1 orang perawat pada

malam hari). Setiap harinya anak berada dalam kamar tahanan (sel) dan diperbolehkan keluar kamar selama 7 jam per 24 jam (08.00-13.00 wib dan 16.00-18.00). Anak juga harus bersabar menunggu kunjungan orang tua yang biasanya berkunjung 1 sampai 2 kali sebulan, bahkan tidak jarang anak-anak tersebut dikunjungi sekali 2 bulan.

Penelitian terhadap sindrom depresif pada narapidana belum pernah dilakukan di Lapas Anak lainnya, disamping itu pemidanaan sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak. Dari uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian ini dengan harapan memperoleh data apakah terdapat sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dan apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi orang tua, status perkawinan orang tua serta data yang diperoleh dapat digunakan untuk mengambil kebijakan-kebijakan dan program yang dianggap perlu bagi Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia dan khususnya untuk Lapas Anak Medan.

I.2. Rumusan Masalah :

1. Apakah terdapat sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan? 2. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana? 3. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan lamanya

hukuman?

4. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan kelompok umur ? 5. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tingkat

pendidikan ?

6. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tempat tinggal ?

(17)

7. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan sosial ekonomi orang tua ?

8. Apakah sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan status perkawinan orang tua?

I.3. Hipotesis

1. Terdapat sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan

2. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan tindak pidana 3. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan lamanya

hukuman

4. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan kelompok umur

5. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan tingkat pendidikan.

6. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan tempat tinggal.

7. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan sosial ekonomi orang tua.

8. Terdapat perbedaan sindrom depresif pada narapidana berdasarkan status perkawinan orang tua.

(18)

BAB II

TUJUAN PENELITIAN II.1. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum

Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan

Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana.

2. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan lamanya hukuman.

3. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan kelompok umur.

4. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tingkat pendidikan

5. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tempat tinggal.

6. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan sosial ekonomi orang tua

7. Untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan status perkawinan orang tua.

8. Jika terdapat sindrom depresif maka dapat dilakukan kerja sama dengan Departemen Psikiatri untuk mendapatkan penilaian dan penatalaksanaan lebih lanjut.

(19)

II.2. MANFAAT PENELITIAN

1. Dari hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi mengenai proporsi sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak dan dapat sebagai bahan pertimbangan bagi jajaran Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam menyusun program lebih lanjut khususnya pada Lapas Anak Medan.

2. Pada anak yang didapati mengalami sindrom depresif maka dapat diambil tindakan penanganan selanjutnya.

3. Dengan deteksi dini adanya sindrom depresif pada Lapas Anak Medan dapat menurunkan angka morbiditas gangguan psikiatri pada anak.

(20)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA III.1. DEPRESI

Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunya aktifitas. Disamping itu gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.9

Depresi merupakan penyakit mental dengan karakteristik perasaan sedih atau rasa putus asa yang dalam dan berlangsung dalam waktu lama.10 Depresi merupakan gangguan mood yang sering terjadi pada anak dan remaja yang memberi pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan, prestasi sekolah, hubungan dengan teman sebaya dan keluarga, dapat membawa pada suicide.11

Beberapa teori tentang etiologi depresi pada anak dan remaja adalah:

Faktor Genetik. Suatu bidang pengetahuan yang semakin berkembang

mengimplikasikan faktor-faktor genetik pada gangguan mood. Kita mengetahui bahwa gangguan mood cenderung menurun dalam keluarga.12

Berdasarkan penelitian dikatakan, anak yang mempunyai orangtua menderita gangguan depresif akan mengalami peningkatan gangguan afektif dibandingkan gangguan psikiatrik lain.2 Peningkatan insiden gangguan mood umumnya dijumpai pada anak-anak yang mempunyai orangtua dengan gangguan mood. Mempunyai satu orangtua menderita gangguan depresif kemungkinan menggandakan risiko. Mempunyai dua orangtua menderita gangguan depresif kemungkinan meningkatkan risiko 4x untuk anak mengalami gangguan mood sebelum usia 18 dibandingkan anak dengan kedua orangtua tidak mengalami gangguan depresif.13

Para peneliti percaya bahwa keturunan memainkan peranan penting dalam gangguan depresif mayor. Namun genetik bukanlah satu-satunya determinan dari gangguan depresif mayor, juga bukan determinan yang paling penting. Faktor lingkungan seperti pemaparan terhadap peristiwa hidup yang penuh tekanan tampaknya memainkan peranan yang sama besarnya dengan genetik. Gangguan depresif mayor adalah suatu

(21)

gangguan yang kompleks yang disebabkan oleh suatu kombinasi dari faktor-faktor genetik dan lingkungan.12

Faktor Hubungan Orang Tua-Anak. Dalam model ini, depresi telah terkonseptualisasi

sebagai hasil dari interaksi orang tua-anak yang kurang baik. Orang tua yang menderita depresi mengalami keterlibatan ketika anak bergantung pada orang tua dalam kehidupannya. Hubungan orangtua-anak yang kurang baik juga terlihat pada proteksi dari ibu yang terlalu ketat pada awal masa kanak-kanak.2

Faktor Biologis. Penelitian tentang episode depresif mayor pada anak prapubertas dan

gangguan mood pada remaja telah mengemukakan abnormalitas biologis. Anak prapubertas dengan episode depresif saat tidur mensekresi growth hormone yang secara signifikan lebih banyak daripada anak normal dan anak dengan non gangguan depresif.14

Anak-anak dengan gangguan depresif mayor yang disertai dengan riwayat penyiksaan memperlihatkan peningkatan respons Adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan kortisol terhadap stresor akut. Apabila stresor tersebut berlangsung kronik terjadi pelepasan Corticotropin-releasing hormone (CRH) dari hipotalamus secara terus menerus (hipersekresi). Hipersekresi ini menyebabkan penurunan regulasi reseptor CRH hipofisis. Akibatnya, hipofisis tidak berespons lagi.14

Hipersekresi kortisol sebagaimana nonsupresi dexamethasone dilaporkan pada anak prapubertas dan remaja. Weller & Weller melaporkan pemakaian Dexamethasone

Suppression Test (DST) pada anak dan remaja. Secara keseluruhan, 54% dari anak dan

remaja depresi yang diteliti memiliki DST abnormal, abnormalitas tersebut tampak lebih kuat pada anak prapubertas dibandingkan remaja.2

Berbagai bukti pada penelitian dewasa menunjukkan bahwa gangguan regulasi sistim serotonin dapat berperan dalam terjadinya depresi.15

Faktor Sosial. Gangguan depresif dapat diakibatkan oleh kultur sosial yang menekan

setiap orang dalam peranan tertentu. Ketidakmampuan peranan sosial kita untuk menyesuaikan diri dengan stresor sosial mengarah pada berkembangnya gangguan depresif pada seseorang.2

(22)

Terdapat bukti yang mengemukakan bahwa status perkawinan orangtua,, jumlah saudara, status sosioekonomi keluarga, pemisahan orangtua, perceraian, pernikahan, struktur keluarga berperan banyak dalam menyebabkan gangguan depresif pada anak.14

Faktor Psikologi

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan terjadinya gangguan depresif:

Teori psikoanalitik (Psikodinamika). Teori psikodinamika klasik mengenai

gangguan depresif dari Freud dan para pengikutnya misalnya Abraham meyakini bahwa gangguan depresif mewakili kemarahan yang diarahkan kedalam diri sendiri dan bukan kepada orang-orang yang dikasihi. Rasa marah dapat diarahkan kepada self setelah mengalami kehilangan yang sebenarnya atau ancaman kehilangan dari orang-orang yang dianggap penting.12

Model stres dalam hidup (Life stress model). Model ini mengasumsikan stresor atau perubahan dalam lingkungan memerlukan penyesuaian diri, yang dapat menyebabkan gangguan depresif. Sebagian teori menerangkan bahwa gangguan depresif pada anak disebabkan adanya reaksi dari kekacauan dalam keluarga. Poznanski dan Zrull pada tahun 1970 melaporkan bahwa terjadinya gangguan depresif pada anak disebabkan oleh insidensi yang tinggi dari agresi orang tua, hukuman dari kedisiplinan, perselisihan dalam perkawinan dan penolakan dalam keluarga.2

Orang juga lebih cenderung untuk mengalami gangguan depresif bila mereka menanggung sendiri tanggung jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti masalah sekolah, kesulitan keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan, masalah interpersonal dan masalah dengan hukum.12

Model penguatan perilaku (Behavioral reinforcement model). Perilaku dan

mood depresif disebabkan karena tidak cukup mendapatkan hal yang positif, yang

mengakibatkan tangisan, iritabilitas dan terjadinya respons yang laten pada anak dan remaja.2

Peter Lewinsohn pada tahun 1974 mengatakan bahwa gangguan depresif dihasilkan dari ketidakseimbangan antara output prilaku dan input reinforcement yang berasal dari lingkungan. Kurangnya reinforcement untuk usaha seseorang dapat menurunkan motivasi dan menyebabkan mood depresi.12

(23)

Reinforcement sosial dapat hilang saat orang yang dekat dengan kita, yang menjadi pemberi reinforcement, meninggal atau meninggalkan kita. Orang yang menderita kehilangan sosial lebih cenderung untuk menderita gangguan depresif bila mereka kurang memiliki keterampilan sosial dalam membentuk hubungan baru.12

Model ketidakberdayaan yang dipelajari (Learned helplessness model). Model

ketidakberdayaan yang dipelajari mengajukan pandangan bahwa orang dapat menderita gangguan depresif karena ia belajar untuk memandang dirinya sendiri sebagai tidak berdaya dalam mengontrol reinforcement dari lingkungan atau untuk mengubah kehidupan yang lebih baik. Martin Seligman adalah orang yang pertama kali menyusun konsep ketidakberdayaan yang dipelajari. Ia mengatakan bahwa orang belajar untuk memandang dirinya sebagai tidak berdaya karena pengalaman-pengalamannya. Sejumlah gangguan depresif pada manusia mungkin berasal dari pemaparan-pemaparan terhadap situasi-situasi yang tampaknya tidak terkontrol. Sedikit kegagalan akan menimbulkan perasaan tidak berdaya dan dugaan akan kegagalan dimasa mendatang.12

Model distorsi kognitif (Cognitive distortion model). Pandangan negatif terhadap diri sendiri, dunia dan masa depan menjadi penyebab terjadinya gangguan depresif.2 Sejumlah teori telah berkembang untuk menjelaskan hubungan antara gangguan mood, terutama gangguan depresif, dengan kognitif. Distorsi kognitif dan sifat negatif umumnya dijumpai pada anak , remaja dan dewasa yang menderita gangguan depresif.15

Seorang teoritikus kognitif yang paling berpengaruh, psikiater Aaron Beck, menghubungkan pengembangan gangguan depresif dengan adopsi dari cara berpikir yang terdistorsi secara negatif di awal kehidupan. Segi tiga kognitif dari gangguan depresif mencakup keyakinan-keyakinan negatif mengenai diri sendiri, lingkungan dan masa depan. Teori kognitif meyakini bahwa orang yang mengadopsi cara berpikir yang negatif ini memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita gangguan depresif bila dihadapkan pada pengalaman hidup yang menekan atau mengecewakan, seperti mendapat nilai buruk atau kehilangan pekerjaan. Distorsi kognitif ini membentuk tahapan-tahapan untuk gangguan depresif disaat menghadapi kehilangan personal atau peristiwa hidup yang negatif.12

(24)

evaluasi diri dan pengendalian diri. Tindakan mereka sering hanya memfokuskan dalam jangka waktu yang pendek dari pada jangka waktu yang panjang.2

Gambaran klinis sindrom depresi pada anak menyerupai dewasa, kecuali bahwa anak lebih cenderung mengalami cemas perpisahan, fobia, keluhan somatik dan masalah tingkah laku. Anak bukannya melaporkan rasa sedih, tetapi anak malahan dapat menjadi

irritable.16

Menurut DSM-IV-TR, kriteria diagnosis untuk episode depresif mayor adalah sedikitnya lima gejala harus dijumpai selama periode 2 minggu dan harus ada perubahan dari fungsi sebelumnya.14 Di antara gejala yang harus ada adalah depressed atau irritable mood atau kehilangan minat atau kegembiraan. Gejala lain adalah kegagalan kenaikan berat badan, insomnia atau hipersomnia, agitasi atau retardasi psikomotor, kelelahan atau hilang tenaga, perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang tidak sesuai, berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi dan pemikiran tentang kematian.2,14

Gejala-gejala tersebut harus menyebabkan gangguan sosial atau akademik. Untuk memenuhi kriteria episode depresif mayor, gejala tidak boleh akibat langsung dari zat (mis: alkohol) atau kondisi medis umum. Diagnosa episode depresif mayor tidak ditegakkan dalam 2 bulan kehilangan orang yang dicintai.14

Berdasarkan PPDGJI III, tiga variasi dari episode depresif yang tercantum dibawah ini: ringan, sedang, berat. Individu biasanya menderita suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala yang lazim adalah:

1. Konsentrasi dan perhatian yang kurang 2. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

3. Gagasan tentang keadaan bersalah dan tidak berguna 4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik

5. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri 6. Tidur terganggu

7. Nafsu makan berkurang.17

Depresi pada usia remaja seperti gejala depresi pada umumnya terutama menunjukkan perasaan kebosanan yang berat dan kurang mempunyai orientasi ke masa depan. Angka kejadian gangguan depresif pada usia remaja meningkat, remaja

(25)

perempuan lebih sering depresi daripada remaja laki-laki. Perasaan depresi pada anak dan remaja lebih sering ditunjukkan dengan perasaan mudah

tersinggung atau mudah marah.16

Gejala gangguan depresif pada usia remaja mirip dengan orang dewasa berupa: 16 1. Anhedonia

Tidak dapat merasakan kesenangan atau kepuasan dalam kehidupan sehari-harinya 2. Gangguan kognitif mengenai:

a. Dirinya: menyalahkan dirinya, menyesali dirinya, merasa bersalah, merasa tak berharga

b. Dunia sekitarnya: merasa tak tertolong, putus asa pada situasi kehidupan c. Masa depan: merasa tak ada harapan, murung terhadap masa depan 3. Perubahan tingkah laku

Perubahan tingkah laku berupa agitasi yang berat sampai menarik diri dan stupor 4. Perubahan fisiologis

Perubahan fisiologis berupa nafsu makan yang kurang, berat badan menurun dan gangguan pola tidur.

Beberapa kuesioner yang dapat digunakan untuk skrining depresi pada anak adalah Pediatric Symptom Checklist3,18, Center for Epidemiological Studies Depression

Scale for Children16,19, Children’s Depression Inventory dari Kovax20,21,22, Children’s Depression Scale, dan Depression Self-Rating Scale.20

III.2. TINDAK PIDANA

Pengertian hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan

oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana.23

Dalam hukum yang ada di Indonesia tidak ada diatur secara tegas mengenai pengertian anak. Hal ini dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut:

a) Pengertian anak menurut Hukum Pidana

Dalam hukum pidana khususnya Pasal 45 berbunyi: bahwa jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas, hakim boleh memerintahkannya supaya sitersalah dikembalikan kepada orang tuanya, wali atau pemeliharanya dengan tidak

(26)

b) Pengertian anak menurut Hukum Perdata

Menurut hukum perdata Pasal 330, menyebutkan bahwa mereka yang mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin dan apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan yang belum dewasa dan mereka yang belum dewasa tidak berada di bawah kekuasaan orang tua atau dibawah perwalian. 25

c) Pengertian anak menurut Kesepakatan antara Departemen Sosial dengan Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia.

Anak pelaku tindak pidana adalah anak yang melakukan tindak pidana yang telah mencapai umur 12 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah menikah. Apabila anak itu di dalam Lapas masih dalam menempuh pendidikan atau menurut Undang-undang Kesejahteraan memungkinkan bisa sampai umur 21 tahun.26

d) Pengertian anak menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak

Dalam ketentuan umum pasal 1 yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.1

Terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak nakal, Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga kejahatan yang dilakukan anak hanya dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam Undang-Undang. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah pidana penjara.25

Jika seseorang dinyatakan bersalah oleh pengadilan, maka ia dikirim ke Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini berarti, bahwa peradilan telah memutuskan:

Kebebasan akan dibatasi untuk jangka waktu tertentu.27

Dalam buku Hukum Pidana, Lembaga Pemasyarakatan dapat dikatakan mempunyai 4 (empat) fungsi, yaitu:

(27)

2. Menghukum (Punitive) 3. Memperbaiki (Reformative) 4.Rehabilitasi (Rehabilitation).28

III.3. PENGARUH PEMIDANAAN TERHADAP ANAK

Pemidanaan sangat berpengaruh terhadap jiwa dan masa depan anak sebagai

generasi penerus bangsa Indonesia. Ketika anak masuk dalam Lembaga Pemasyarakatan maka anak menyadari dirinya dalam keadaan terkekang, jauh dari orang tua, keluarga dan orang orang yang dikenalnya serta memasuki dunia baru yang tertutup. 27

Setelah anak dinyatakan bersalah dan harus dipenjarakan maka anak tersebut akan mempunyai problem mental seperti perasaan bersalah terus menerus, perasaan selalu diatur dan anak-anak akan merasa rendah diri, merasa dianggap penjahat. Hal ini akan berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa anak. 29

Penyebab utama depresi pada remaja adalah kehilangan objek yang dicintai. Oleh karena perkembangan dan keterbatasan yang ada pada remaja, maka bentuk kehilangan objek yang dicintai berbeda dengan orang dewasa. Pada remaja penyebab depresi yang paling sering adalah yang berasal dari lingkungan, misalnya:

1. Perpisahan yang terjadi secara beruntun 2. Kehilangan yang terjadi tiba-tiba 3. Penolakan

4. Berkurangnya perhatian lingkungan. 30

Pemidanaan dan hukuman merupakan contoh dari model stres dalam hidup (Life

stress model). Orang lebih cenderung untuk mengalami gangguan depresif bila mereka

menanggung tanggung jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti masalah dengan hukum.12

Seseorang yang menjalani tidak pidana tanpa mengalami gangguan depresif dalam menjani hukumannya biasanya mempunyai perilaku anti sosial. Perilaku antisosial dimulai dengan masalah tingkah laku yang serius dan persisten pada masa remaja awal. Masalah tingkah laku merupakan prediksi gangguan kepribadian antisosial.32 Gambaran utama gangguan kepribadian antisosial merupakan pola perilaku yang mengabaikan

(28)

dan penuh kebohongan.32,33 Perilaku antisosial tidak menunjukkan adanya cemas atau gangguan depresif.14

III.4. LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK MEDAN

Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan sebagai mana Lapas anak lainnya yang ada di Indonesia seperti ditentukan dalam pasal 1 butir 3 Undang-Undang nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan adalah sebagai tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana.

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dipimpin oleh seorang kepala yang

bertanggungjawab langsung kepada Kanwil Departemen Hukum dan HAM.

Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan hanya untuk menampung 350 orang tetapi pada saat ini penghuni Lapas sebanyak 850 orang dengan umur anak 12 sampai 21 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. Kamar di Lapas Anak terdiri dari 4 (empat) blok yaitu:

Blok A ; 8 kamar, ukuran 4 x 2 m, setiap kamar sebanyak 5-7 orang Blok B ; 17 kamar, ukuran 5,80 x 2,80 m, setiap kamar sebanyak 20-25 orang Blok C ; 15 kamar, ukuran 5,80 x 4,80 m, setiap kamar sebanyak 30-40 orang Blok D ; 12 kamar, ukuran 4 x 2 m, setiap kamar sebanyak 5-7 orang Susunan organisasi Lapas anak terdiri dari:

A. Bagian tata usaha : melakukan urusan kepegawaian dan keuangan, surat menyurat dan perlengkapan rumah tangga.

B. Seksi bimbingan dan kegiatan kerja:

1. Kegiatan rohani : ceramah keagamaan setiap hari 2. Bimbingan kerja : latihan menjahit, perabot rumah

3. Pendidikan : sekolah diluar maupun di dalam Lapas, latihan komputer 4. Olah raga : sepak bola, volli, tenis meja, senam kesegaran jasmani 5. Kesenian : latihan band, latihan kaligrafi

6. Kegiatan sosial : pramuka, kunjungan keluarga

7. Kesehatan : poliklinik kesehatan buka pagi dan sore hari

C. Seksi administrasi dan tata tertib: mengatur jadwal tugas, penggunaan perlengkapan dan menerima laporan harian dan menegakkan tata tertib.

(29)

BAB IV

KERANGKA KONSEP

NARAPIDANA LAPAS ANAK

KEADAAN KELUARGA

Sosial ekonomi orang tua Status perkawinan orang tua

HUKUMAN Tindak Pidana Lamanya Hukuman DEMOGRAFI Umur Tingkat Pendidikan Tempat Tinggal • SINDROM DEPRESIF

(30)

BAB V

METODE PENELITIAN

V.1. RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan rancangan studi

cross sectional karena penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara variabel

bebas (faktor resiko) dengan variabel tergantung (efek), dengan melakukan pengukuran sesaat.

V.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Mei sampai dengan 15 Juli 2008

V.3. POPULASI PENELITIAN

Populasi target:

Narapidana Lembaga Pemasyarakatan yang berusia 12-21 tahun Populasi terjangkau:

Narapidana Lembaga Pemasyarakatan yang berusia 12-21 tahun yang berada pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan.

V.4. SAMPEL DAN CARA PEMILIHAN SAMPEL Sampel penelitian:

Sampel penelitian adalah 274 orang narapidana anak yang memenuhi kriteria inklusi.

Cara pemilihan sampel:

Pemilihan sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling yaitu peneliti menghitung terlebih dahulu jumlah populasi yang akan dipilih sampelnya. Kemudian diambil sebagian dengan menggunakan tabel random.

(31)

V.5. ESTIMASI BESAR SAMPEL

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan menurut rumus n = Zα2 P (1-p) N

d2 (N-1) + Zα P(1-P)

Zα = tingkat kepercayaan 95% ( 1,96)

P= perkiraan proporsi sindrom depresi pada narapidana lapas anak 0,5 Q= (1-P) Æ 1-0,5 = 0,5

d= tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki Æ 0,05 n= 265 orang (sampel minimum)

Jumlah sampel adalah 265 orang ( sampel minimum)

V.6. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah anak yang berusia 12 sampai 21 tahun, dapat membaca, koperatif dan dapat diwawancarai

Kriteria eksklusi

1. Anak yang mempunyai komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain misalnya gangguan psikotik, ansietas, sehubungan dengan zat.

2. Anak yang menderita penyakit medis umum yang berat.

V.7. CARA KERJA :

1. Pemilihan narapidana dilakukan dengan cara simple random sampling dan memenuhi kriteria inklusi serta terlebih dahulu mengisi inform consent dan kuesioner demografi.

2. Mengisi instrumen penelitian Children depression inventory dari KOVACK (bila ada yang tidak jelas dapat ditanyakan pada peneliti).

3. Menentukan sindrom depresif.

(32)

V.8. IDENTIFIKASI VARIABEL

1. Variabel tergantung : Sindrom depsesif pada narapidana lapas anak

2. Variabel bebas : tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur,

tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi orang tua, status perkawinan orang tua.

V.9. DEFINISI OPERASIONAL

• Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunya aktifitas. Disamping itu gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, pikiran bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan berkurang.

• Children depression inventory dari KOVACK adalah alat ukur untuk skrining depresif pada anak, cara penilaian adalah setiap jawaban dalam kelompok peryataan pikiran dan perasaan mempunyai urutan nilai : 0,1,2.

0 Æ normal, tidak ada gangguan 1 Ækeadaan antara 0 dan 2 2 Æbesar kemungkinan gangguan

Total skor adalah jumlah skor pada 27 pernyataan.

Anak yang mengalami sindrom depresif adalah yang punya total skor ≥ 13

• Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

• Hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar KUHP

• Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas. • Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalankan pidana

di Lapas Anak.

• Lapas Anak Medan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana yang berusia 12- 21 tahun dengan jenis kelamin laki-laki.

(33)

• Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, terdiri dari psikotropika/narkotika, pencurian, penggelapan, pemalsuan, penipuan, pembunuhan, kesusilaan.

• Lamanya hukuman adalah lamanya anak menjalani hukuman didalam penjara yaitu dibawah 6 bulan, 7 bulan-1 tahun, 1-1 ½ tahun, 1½ -2 tahun, 2-2½ tahun, 2½ -3 tahun.

• Umur adalah lamanya hidup sejak lahir yang dinyatakan dalam satuan tahun. Kelompok umur responden pada saat dilakukan penelitian dibagi atas: 12-14 tahun, 15-18 tahun, 19-21 tahun.

• Pendidikan adalah jenjang pengajaran yang telah diikuti responden melalui pendidikan formal. Pendidikan dibagi atas: Tidak sekolah, SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMU (Sekolah Menengah Umum), PT (Perguruan Tinggi)

• Tempat tinggal :kota Medan dan luar kota Medan • Orang tua adalah ayah dan ibu narapidana lapas anak

• Status sosial ekonomi orang tua berdasarkan pendapatan per bulan, pendapatan perbulan dibagi atas: < 1 juta, 1-2 juta, 2-3 juta.

• Status perkawinan orang tua: bercerai (janda/duda), tidak bercerai.

• Penyakit medis umum yaitu penyakit-penyakit kardiovaskular, penyakit-penyakit endokrin dan penyakit berat lainnya misalnya kanker.

V.10. MANAJEMEN DAN ANALISA DATA

Hasil yang didapat disusun dalam tabel distribusi, dilihat proporsi narapidana yang memiliki sindrom depresif. Untuk mencari hubungan antara sindrom depresif dengan tindak pidana, lamanya hukuman dan faktor-faktor demografik digunakan uji hipotesis chi-square. Perbedaan dikatakan bermakna jika p< 0,05 .

Pengolahan dan analisis statistik data dilakukan secara komputerisasi dengan dengan menggunakan alat bantu program Statistical Package for Social Sciences 15.

(34)

BAB VI KERANGKA OPERASIONAL CHILDREN DEPRESSION INVENTORY ≥ 13 NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN

SUBYEK PENELITIAN

CHILDREN DEPRESSION

INVENTORY DARI KOVACK

CHILDREN DEPRESSION INVENTORY < 13 KRITERIA INKLUSI SINDROM DEPRESIF KRITERIA EKSKLUSI ANALISIS DATA

(35)

BAB VII

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini sampel yang ikut serta dalam penelitian menurut kriteria inklusi sebanyak 274 orang narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2008 sampai bulan Juli 2008. Penyajian hasil penelitian ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi.

VII.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN:

Tabel1. Karakteristik sampel penelitian dengan tindak pidana, lamanya hukuman, umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, pendapatan orang tua per bulan.

Karakteristik Sampel n % Tindak Narkotika 86 31,4 Pidana Pencurian 126 46,0 Penggelapan 23 8,4 Pemalsuan 4 1,5 Penipuan 9 3,3 Pembunuhan 12 4,4 Kesusilaan 14 5,1 Lamanya < 6 bulan 20 7,3 Hukuman 7 bln - 1 tahun 103 37,6 1 - 1½ tahun 56 20,4 1½ - 2 tahun 38 13,9 2 - 2½ tahun 31 11,3 2½ - 3 tahun 26 9,3 Umur 12 - 14 tahun 0 0 15 - 18 tahun 157 57,3 19 - 21 tahun 117 42,7

(36)

Sambungan...

Karakteristik Sampel n %

Tingkat Tidak Sekolah 17 6,2

Pendidikan SD 85 31,0

SMP 93 33,9 SMU 72 26,2

PT 7 2,6

Tempat Medan 211 77,0

Tinggal Luar Medan 63 23,0

Pendapatan < 1 Juta 186 67,9

Orang Tua 1 – 2 Juta 78 28,5

2 -- 3 Juta 10 3,6

Perkawinan Bercerai 92 33,6 Orang tua Tidak Bercerai 182 66,4

Total 274 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak adalah tindak pidana pencurian yaitu sebanyak 126 orang (46,0%), lamanya hukuman adalah 7 bulan- 1 tahun, sebanyak 103 orang (37,6%), pada kelompok umur 15 tahun sampai 18 tahun, yaitu sebanyak 157 orang (57,3%), dengan tingkat pendidikan adalah SMP, sebanyak 93 orang (33,9%), bertempat tinggal di Kota Medan, yaitu sebanyak 211 orang (77,0%), yang mempunyai orang tua penghasilan dibawah 1 juta per bulan, yaitu sebanyak 186 orang (67,9%) dan mempunyai orang tua yang status perkawinan tidak bercerai, yaitu sebanyak 182 orang (66,4%).

VII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN

(37)

Sindrom Depresif n %

Tidak ada Sindrom Depresif 220 80,3 Sindrom Depresif 54 19,7 Total 274 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak adalah narapidana Lapas Anak Medan yang tidak menderita sindrom depresif, sebanyak, 220 orang (80,3%) dan yang mengalami sindrom depresif adalah 54 orang (19,7%).

VII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION (SD) KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN

Tabel 3. Mean dan Standad deviation Kovack pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak

KOVACK n MEAN SD

Tidak ada sindrom depresif 220 9,2 2,1 Sindrom Depresif 54 22,1 3,2

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Mean dan Standard Deviation Kovack pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami sindrom depresif adalah 22,1 (SD 3,2) dan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,2

(38)

VII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF

Tabel 4. Sebaran Tindak Pidana dengan Sindrom Depresif

Tindak Tidak mengalami Mengalami Pidana Sindrom depresif Sindrom depresif

n % Mean SD p n % Mean SD p Narkotika 68 30,9 9,0 2,1 0,65 18 33,3 22,7 4,0 7,83 Pencurian 97 44,1 9,5 2,0 29 53,7 21,8 3,0 Penggelapan 22 10,0 9,2 2,3 1 1,9 22,0 0 Pemalsuan 4 1,8 10,0 1,4 0 .0 0 0 Penipuan 8 3,6 10,0 1,7 1 1,9 26,0 0 Pembunuhan 9 4,1 9,3 2,3 3 5,6 21,3 0 Kesusilaan 12 5,5 8,1 2,3 2 3,7 21,0 0 Total 220 100 54 100 X2 6,256, p = 0,395

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tindak pidana yang paling banyak mengalami sindrom depresif adalah tindak pidana pencurian, sebanyak 29 orang (53,7%), diikuti oleh narkotika, sebanyak 18 orang (33,3%) dan tindak pidana pembunuhan, sebanyak 3 orang (5,6%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam melakukan tindak pidana.

Mean tindak pidana pencurian yang mengalami sindrom depresif 21,8 (SD 3,0) lebih

tinggi di bandingkan yang tidak mengalami gangguan depresif 9,5 (SD 2,0). Mean tindak pidana narkotika yang mengalami sindrom depresif 22,7 (SD 4,0) lebih tinggi di bandingkan yang tidak mengalami gangguan depresif 9,0 (SD 2,1).

(39)

VII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF

Tabel 5. Sebaran Lamanya Hukuman dengan Sindrom Depresif

Lamanya Tidak mengalami Mengalami Pidana Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p < 6 bln 14 6,4 10,2 1,4 0,065 6 11,1 22,6 4,6 0,614 7 bln - 1 thn 81 36,8 9,6 2,2 22 40,7 22,3 3,0 1 - 1½ thn 48 21,8 8,7 2,4 8 14,8 20,8 3,1 1½ - 2 thn 29 13,2 8,7 2,1 9 16,7 22,6 3,2 2 - 2½ thn 28 12,7 9,5 1,8 3 5,6 24,3 5,7 2½ - 3 thn 20 9,1 8,9 1,4 6 11,1 21,0 1,4 Total 220 100 54 100 X2 5,094, p = 0,405

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak mengalami sindrom depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang lamanya 7 bulan - 1 tahun, sebanyak 22 orang (40,7%), diikuti oleh hukuman 1,5 tahun-2 tahun, sebanyak 9 orang (16,7%) dan hukuman 1-1,5 tahun, sebanyak 8 orang (14,8%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam menjalani lamanya hukuman.

Mean yang lamanya hukuman 7 bulan - 1 tahun yang mengalami sindrom depresif 22,3 (

SD 3,0) lebih tinggi dari pada yang tidak mengalami sindrom depresif 9,6 (SD 2,2). Mean lamanya hukuman 1,5 tahun - 2 tahun yang mengalami sindrom depresif 22,6 (SD 3,2) lebih tinggi dari pada yang tidak mengalami sindrom depresif 8,7 (SD 2,4).

(40)

VII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF

Tabel 6. Sebaran umur dengan Sindrom Depresif

Umur Tidak mengalami Mengalami Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p

15 - 18 thn 130 59,1 9,2 2,0 0,556 27 50,0 21,7 2,9 0,371 19 - 21 thn 90 40,9 9,3 2,2 27 50,0 22,5 3,6

Total 220 100 54 100

X2 1,465 p = 0,226

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan sindrom depresif antara kelompok umur 15 - 18 tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun, yaitu sebanyak 27 orang (50,0%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam kelompok umur.

Mean kelompok umur 19-21 tahun yang tidak mengalami sindrom depresif 22,5 (SD 3,6)

(41)

VII.7. SEBARAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN SINDROM DEPRESIF

Tabel 7. Sebaran Tingkat Pendidikan dengan Sindrom Depresif

Tingkat Tidak mengalami Mengalami Pendidikan Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p Tidak Sekolah 14 6,4 9,8 1,6 0,224 3 5,6 21,6 3,0 0,849 SD 62 28,2 9,2 2,1 23 42,6 21,8 2,8 SMP 75 34,1 9,6 2,0 18 33,3 22,2 3,9 SMU 62 28,2 8,8 2,3 10 18,5 22,9 3,3 PT 7 3,2 9,4 2,2 0 0,0 22,1 3,2 Total 220 100 54 100 X2 6,214, p = 0,184

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel dengan tingkat pendidikan yang paling banyak mengalami sindrom depresif adalah tingkat pendidikan SD, sebanyak 23 orang (42,6%), diikuti oleh tingkat pendidikan SMP, sebanyak 18 orang (33,3%) dan tingkat pendidikan SMU, sebanyak 10 orang (18,5%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan tingkat pendidikan.

Mean tingkat pendidikan SD yang mengalami sindrom depresif 21,8 (SD 2,8) lebih tinggi

dibandingkan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,2 (SD 2,1). Mean tingkat pendidikan SMP yang mengalami sindrom depresif 22,2 (SD 3,9) lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,6 (SD 2,0).

(42)

VII.8. SEBARAN TEMPAT TINGGAL DENGAN SINDROM DEPRESIF

Tabel 8. Sebaran Tempat Tinggal dengan Sindrom Depresif

Tempat Tidak mengalami Mengalami Tinggal Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p

Medan 166 75,5 9,2 2,0 0,556 45 83,3 22,2 3,3 0,533 Luar Medan 54 24,5 9,3 2,2 9 16,7 22,0 3,3 Total 220 100 54 100

X2 1,520 p = 0,146

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel dengan tempat tingal yang paling banyak mengalami sindrom depresif adalah yang bertempat tinggal di dalam kota Medan, yaitu sebanyak 45 orang (83,3%).

Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan tempat tinggal.

Mean yang bertempat tinggal di Kota Medan yang mengalami sindrom depresif 22,2 (SD

(43)

VII.9. SEBARAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DENGAN SINDROM DEFRESIF

Tabel 9. Sebaran Sosial Ekonomi Orang Tua dengan sindrom depresif

Pendapatan Tidak mengalami Mengalami per bulan Sindrom depresif Sindrom depresif n % Mean SD p n % Mean SD p < 1 Juta 141 64,1 9,2 2,1 0,664 45 83,3 21,8 3,1 0,138 1 – 2 Juta 70 31,8 9,2 2,1 8 14,8 23,5 3,4 2 -- 3 Juta 9 4,1 9,8 2,2 1 1,9 27,0 0 Total 220 100 54 100 X2 7,364 p = 0,025

Dari tabel dapat dilihat bahwa sampel dengan pendapatan orang tua per bulan yang paling banyak mengalami sindrom depresif adalah yang pendapatan orang tuanya per bulan < 1 juta rupiah, sebanyak 45 orang (83,3%). Terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan sosial ekonomi orang tua.

Mean pendapatan orang tuanya per bulan < 1 juta rupiah, yang mengalami sindrom

depresif 21,8 (SD 3,1) lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,2 (SD 2,1).

(44)

VII.10. SEBARAN STATUS PERKAWINAN ORANG TUA DENGAN SINDROM DEPRESIF

Tabel 10. Sebaran Status Perkawinan Orang Tua dengan Sindrom Depresif

Status Tidak mengalami Mengalami Perkawinan Sindrom depresif Sindrom depresif

n % Mean SD p n % Mean SD p Bercerai 73 33,2 9,1 2,0 0,119 19 35,2 21,8 2,9 0,290 Tidak Bercerai 147 66,8 9,3 2,1 35 64,8 22,3 3,4

Total 220 100 54 100

X2 0,078 p = 0,449

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sampel status perkawinan orang tua yang paling banyak mengalami sindrom depresif adalah status perkawinan orang tua yang tidak bercerai, sebanyak 35 orang (64,8%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dengan status perkawinan orang tua.

Mean status perkawinan orang tua yang tidak bercerai, yang mengalami sindrom depresif

21,8 (SD 2,9) lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami sindrom depresif 9,3 (SD 2,1).

(45)

BAB VIII PEMBAHASAN

Penelitian Sindrom Depresif pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan ini merupakan suatu penelitian analitik dengan rancangan studi cross sectional. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan dan tujuan khusus adalah untuk mengetahui sindrom depresif pada narapidana berbeda berdasarkan tindak pidana, lamanya hukuman, kelompok umur, tingkat pendidikan, tempat tinggal, sosial ekonomi orang tua serta jika terdapat sindrom depresif maka dapat dilakukan kerja sama dengan Departemen Psikiatri untuk mendapatkan penilaian dan penatalaksanaan lebih lanjut.

Hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan berbeda berdasarkan status sosial ekonomi orang tua terbukti (p = 0,025).

VIII.1 KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN:

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak melakukan tindak pidana adalah tindak pidana pencurian yaitu sebanyak 126 orang (46,0%), diikuti oleh tindak pidana narkotika, sebanyak 86 orang (31,4%) dan tindak pidana penggelapan, sebanyak 23 orang(8,4%).

Sampel yang paling banyak menjalani hukuman adalah lamanya 7 bulan- 1 tahun, sebanyak 103 orang (37,6%), diikuti oleh lamanya 1 tahun-1½ tahun, sebanyak 56 orang (20,4%) dan lamanya 1½ tahun – 2 tahun, sebanyak 38 orang(13,9%).

Sampel yang paling banyak menjalani hukuman adalah kelompok umur 15 tahun sampai 18 tahun, yaitu sebanyak 157 orang (57,3%) diikuti oleh kelompok umur 19-21 tahun, sebanyak 117 orang (42,7%).

Sampel yang paling banyak menjalani hukuman dengan tingkat pendidikan adalah SMP, yaitu sebanyak 93 orang (33,9%) diikuti oleh tingkat pendidikan SD, sebanyak 85 orang (31,0%) dan SMU, sebanyak 72 orang (26,2%).

Sampel yang menjalani hukuman paling banyak bertempat tinggal di Kota Medan, yaitu sebanyak 211 orang (77,0%), diikuti yang bertempat tinggal diluar Kota Medan,

(46)

Sampel yang menjalani hukuman paling banyak mempunyai orang tua yang penghasilan dibawah 1 juta per bulan, yaitu sebanyak 186 orang (67,9%), diikuti oleh penghasilan 1-2 juta per bulan, sebanyak 78 orang (28,5%) dan 2-3 juta per bulan, sebanyak 10 orang (3,6%).

Sampel yang menjalani hukuman paling banyak mempunyai orang tua yang status perkawinan tidak bercerai, yaitu sebanyak 182 orang (66,4%), diikuti orang tua yang status perkawinan bercerai, sebanyak 92 orang (33,6%).

VIII.2. SINDROM DEPRESIF PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN

Dari tabel 2 didapati narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami sindrom depresi, sebanyak 54 orang (19,7%).

Studi prevalensi di Canada oleh Ulzen dan Hamilton tahun 1998 mengenai prevalensi gangguan mental pada pusat penahanan anak dan remaja menunjukkan hasil 30,4% memenuhi kriteria gangguan depresif. Teplin dan kawan-kawan di Amerika tahun 2000 melaporkan 13% anak laki-laki yang berada di Lembaga Pemasyarakatan memenuhi kriteria episode depresi.5 Sementara menurut Ryan tahun 2004 pada anak yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak ditemukan gangguan mood 1 dari 12 anak dan 8% mengalami gangguan depresif. Otto dan kawan-kawan mengumpulkan 11 penelitian mengenai gangguan mood pada anak laki-laki yang berada di Lembaga Pemasyarakatan dan ditemukan variasi yang signifikan pada angka prevalensi, dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa yang menggunakan rekam medis melaporkan adanya gangguan mood 22% dan yang menggunakan wawancara klinis melaporkan 32-78%.4

Perbedaan yang didapat dari hasil penelitian ini dengan penelitian lainnya

dikarenakan oleh penggunaan instrumen yang berbeda. Beberapa peneliti sebelumnya menggunakan kuisioner Beck Depression Inventori dan ada yang menggunakan rekam medis.4 Penelitian ini menggunakan Children depression inventory dari KOVACK sebagai alat ukur untuk krining sindrom depresif pada anak.9,20

(47)

VIII.3. MEAN DAN STANDARD DEVIATION KOVACK PADA NARAPIDANA LAPAS ANAK MEDAN

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa mean dan standard deviation Kovack pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Anak yang mengalami sindrom depresif adalah 22,1 (SD 3,2) dan yang tidak mengalami sindrom depresif adalah 9,2 (SD 2,1).

Sindrom depresif dapat di jumpai pada anak yang berada dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak, karena hidup anak akan tertekan, kemerdekaan akan dibatasi, setiap harinya berada dalam sel tahanan, jauh dari orang tua dan anak harus mengurus kebutuhannya sehari-hari.

VIII.4. SEBARAN TINDAK PIDANA DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 4 dapat dilihat sampel yang mengalami sindrom depresif yang paling banyak adalah tindak pidana pencurian, sebanyak 29 orang (53,7%), diikuti oleh tindak pidana narkotika, sebanyak 18 orang (33,3%) dan tindak pidana pembunuhan, sebanyak 3 orang(5,6%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam melakukan tindak pidana (p = 0,395).

Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa narapidana yang mengalami sindrom depresif lebih rendah dari pada narapidana yang tidak mengalami sindrom depresif. Hal ini terjadi oleh karena narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan mayoritas memiliki tingkah laku antisosial.

Dari literatur dikatakan bahwa gangguan kepribadian antisosial biasanya dimulai dengan masalah tingkah laku yang serius dan persisten pada masa remaja awal. Masalah tingkah laku merupakan prediksi gangguan kepribadian antisosial.32 Gambaran utama gangguan kepribadian antisosial merupakan pola perilaku yang mengabaikan norma-norma sosial atau pelanggaran hak-hak orang lain, perilaku impulsif disertai dengan tidak adanya perasaan bersalah atau penyesalan. Sering tidak bertanggung jawab dan penuh kebohongan.32,33 Perilaku antisosial tidak menunjukkan adanya cemas atau gangguan depresif.14

Pada penelitian ini terdapat sindrom depresif oleh karena anak harus tinggal terpisah dengan orang tua, mengurus diri sendiri dan terkekang. Hal ini sesuai dengan

(48)

orang yang dicintai, berkurangnya perhatian lingkungan dan menanggung tanggung jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti masalah dengan hukum.12,30

VIII.5. SEBARAN LAMANYA HUKUMAN DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa sampel yang paling banyak mengalami sindrom depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang lamanya 7 bulan - 1 tahun, sebanyak 22 orang (40,7%), diikuti oleh lamanya hukuman 1,5 tahun-2 tahun, sebanyak 9 orang (16,7%) dan lamanya hukuman 1 tahun - 1,5 tahun, sebanyak 8 orang (14,8%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam menjalani lamanya hukuman (p = 0,405).

Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa sampel narapidana yang paling banyak mengalami sindrom depresif dalam menjalani lamanya hukuman adalah hukuman yang lamanya 7 bulan - 1 tahun. Lama hukuman 7 bulan - 1 tahun lebih banyak mengalami sindrom depresif dari pada narapidana yang menjalani hukuman lebih lama oleh karena semakin lama narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan maka semakin bisa anak-anak tersebut untuk beradaptasi dan bersosialisasi dengan situasi dan lingkungan Lapas tersebut.

Dari literatur dikatakan bahwa orang yang menderita kehilangan sosial lebih cenderung untuk mengalami sindrom depresif bila mereka kurang memiliki keterampilan sosial dalam membentuk hubungan baru.12 Ketidakmampuan peranan sosial seseorang untuk menyesuaikan diri dengan stresor sosial mengarah pada berkembangnya sindrom depresif pada seseorang.2

VIII.6. SEBARAN UMUR DENGAN SINDROM DEPRESIF

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa sampel kelompok umur yang paling banyak mengalami sindrom depresif adalah sama banyaknya antara kelompok umur 15 - 18 tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun, sebanyak 27 orang (50,0%). Tidak terdapat perbedaan bermakna sindrom depresif pada narapidana Lapas Anak Medan dalam kelompok umur (p = 0,226).

Pada hasil penelitian ini narapidana yang mengalami sindrom depresif pada kelompok umur 15-18 tahun dengan kelompok umur 19-21 tahun adalah sama banyak oleh karena semua narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan

Gambar

TABEL 1. KARAKTERISTIK SAMPEL PENELITIAN...............................................22  TABEL 2
Tabel 3. Mean dan Standad deviation Kovack pada Narapidana Lembaga Pemasyarakatan  Anak
Tabel 9. Sebaran Sosial Ekonomi Orang Tua dengan sindrom depresif
Tabel 10. Sebaran Status Perkawinan Orang Tua dengan Sindrom Depresif

Referensi

Dokumen terkait

[r]

1) Perencanaan, yaitu persiapan yang bertolak dari ide awal, hasil pra survey, dan hasil diagnosis yang terkait dengan pemecahan masalah atau fokus tindakan

[r]

berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah,. sekolah, dan

Achmad Kemal Harzif, SpOG

Pada tahap ini dirumuskan upaya penyelesaian atau penanganan terhadap masalah utama yang teridentifikasi. Rumusan lebih difokuskan kepada memilih

Skripsi/Tesis/Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk. telah saya nyatakan

Kepuasan kerja telah ditemukan memiliki hubungan yang positif dengan prestasi kerja dan Organizational Citizenship Behavior yang pada gilirannya memiliki pengaruh