• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Konsep diri dengan Kematangan Karier Siswa Kelas X SMK T & I Kristen Salatiga T1 132007058 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Konsep diri dengan Kematangan Karier Siswa Kelas X SMK T & I Kristen Salatiga T1 132007058 BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kematangan Karier

2.1.1. Pengertian Kematangan Kerier

Crites (dalam Heer & Cramer,1979) kematangan karier adalah kesesuaian antara perilaku karier individu yang nyata dengan perilaku karier yang diharapkan pada usia tertentu di setiap tahap. Kesesuaian perilaku individu terhadap rangsangan dari lingkungannya yang berkaitan dengan karier yaitu rangkaian sikap dan kompetensi individu yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan aktifitas kerja selama rentang waktu kehidupan seseorang dengan rangkaian aktifitas pendidikan dan kerja yang terus berkelanjutan, dengan demikian karier seorang individu melibatkan rangkaian pilihan dari berbagai macam kesempatan yang diharapkan dapat sesuai pada usia – usia tertentu yang berkaitan dengan tahap proses perkembangan karier.

Menurut Super (dalam Winkel 2006) menyatakan pada tahap proses perkembangan karier dibagi atas lima tahap, yaitu :

(2)

b. Fase eksplorasi (Eksploration), dari umur 15 - 24 tahun, dimana orang muda memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat.

c. Fase pemantapan (Establishment) dari umur 25 – 44 tahun, yang bercirikan usaha tekun memantapkan diri melalui seluk-beluk pengalaman selama menjalani karier tertentu.

d. Fase pembinaan (Maintenance) dari umur 45 – 64 tahun, di mana orang yang sudah dewasa menyesuaiakan diri dalam penghayatan jabatannya e. Fase kemunduran (Decline), bila orang memasuki masa pensiun dan harus

menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya.

Kelima tahap ini dipandang sebagai acuan bagi munculnya sikap-sikap dan perilakunya yang menyangkut keterlibatan dalam suatu jabatan, yang tampak dalam tugas-tugas perkembangan karier. Pada masa-masa tertentu dalam hidupnya individu diharapkan pada tugas-tugas perkembangan karier tertentu Super (dalam Winkel 2006), yaitu :

a. Perencanaan garis besar masa depan (Crystallization) antara umur 14 – 18 tahun, yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya

b. Penentuan (Specification) antara umur 18 – 24 tahun, yang bercirikan mengarahkan diri ke bidang jabatan tertentu dan mulai memegang jabatan itu

c. Pemantapan (Establishment) antara umur 24 – 35 tahun, yang bercirikan membuktikan diri mampu memangku jabatan yang terpilih

(3)

Pada tahap proses perkemabangan karier siswa SMK pada Fase eksplorasi (Eksploration), dari umur 15 - 24 tahun, dimana orang muda memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat dan pada tugas-tugas perkemabangan siswa SMK pada perencanaan garis besar masa depan (Crystallization) antara umur 14 – 18 tahun, yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya. Khususnya pada siswa SMK diharapkan lebih memahami mengenai kematangan kariernya karena siswa SMK yang memang setelah lulus akan langsung terjun ke dunia pekerjaan.

(4)

dengan kemampuan, minat dan kepribadian siswa dapat mengakibatkan siswa semangat, lebih serius dan termotivasi dalam belajar. Kemandirian siswa dalam pembuatan keputusan karier, yaitu siswa memilih jurusan tidak karena pengaruh orang lain, seperti orangtua atau teman, tetapi karena pilihannya sendiri yang disesuaikan dengan kemampuan dirinya.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karier

Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karier dikemukakan Crites 1981 (dalam Manrihu 1986), meliputi :

a. Sikap. Mengukur sikap-sikap klien terhadap pemilihan karier, kecenderungan –kecenderungan disposisional yang dimanifestasikan dalam : Keterlibatan, Independensi, Orientasi, Ketegasan dan Kompromi.

b. Kompetensi . aspek ini meliputi : Penilaian diri, penilaian dari sifat-sifat dan kecenderungan-kecenderungan hipotesis seseorang dalam hubungan dengan keberhasilan dan kepuasan karier; Informasi, pengetahuan tetang syarat-syarat pekerjaan, pendidikan / latihan, dan pengetahuan praktis tentang pekerjaan; Seleksi tujuan, nilai-nilai pribadi yang dikejar dalam pekerjaan; Perencanaan, langkah-langkah logis dalam proses pengambilan keputusan karier; Pemecahan, pemecahan masalah dalam proses pengambilan keputusan karier. 2.1.3. Pengukuran Kematangan Karier

(5)

a). Skala Keputusan Karier (Career Decision Scale / CDS), yang dikembangkan oleh Osipow, Carney, Winer, Yanico, & Koschier, 1976. Terdiri dari 19 item skala 18 diantaranya dijawab pada skala 4 poin (1= sama sekali tidak seperti saya 4= sangat mirip dengan saya). Ke 18 item terdiri atas dua bagian : 2 item skala kepastian dan 16 item skala kebimbangan. Item sisanya adalah pertanyaan terbuka terakhir yang menunjukkan perhatian dari klien. Biasanya memakan waktu 10-15 menit untuk menyelesaikan semua skala.

(6)

b. Inventory kematangan karier

a). Inventory Kematangan Karier (Career Maturity Inventory / CMI) yang dikembangkan oleh John E. Crites, 1978. Dengan jumlah item 24 mencakup sikap dan kompetensi dengan pilihan jawaban Setuju (S) dan Tidak Setuju (ST). Crites (dalam Manrihu, 1986) menyatakan bahwa pengukuran kematangan karier mengandung dua manfaat: (1) fungsi penelitian, dalam hal ini memungkinkan kita “mengetes”

aspek-aspek teoritis dari perkembangan karier; dan (2) fungsi praktis, dalam hal menyajikan suatu diagnosis tentang laju dan kemajuan individu dan karena itu menyarankan strategi-strategi intervensi guna peningkatan perkembangan tersebut.

(7)

dapat memberikan bantuan dalam menentukan intervensi yang penting (nilai rendah pada informasi dunia kerja berarti memerlukan eksplorasi pekerjaan).

c). Inventory Penilaian Pembuatan Keputusan (Assessment of Career Decision Making / ACDM), yang dikembangkan oleh Harren, 1979. Mengkombinasikan penilaian kemajuan pembutan keputusan karier (pendidikan dan kejuruan) dengan penilaian gaya pembuatan keputusan. ACDM terdiri dari 94 true-false (benar-salah) dan dapat digunakan secara individu maupun kelompok. 94 item terdiri dari 3 gaya pembuatan keputusan rational, intuitive, dependent, dan skala tugas pembuatan keputusan, termasuk didalamnya ada 3 area utama (penyesuaian sekolah, pekerjaan, dan pelajaran utama). Waktu yang dibutuhkan adalah kurang dari 30 menit.

(8)

Penelitian ini menggunakan CMI (Career Maturity Inventory) yang dikembangkan oleh John E. Crites. Dengan jumlah item 24 mencakup sikap dan kompetensi dengan pilihan jawaban Setuju (S) dan Tidak Setuju (ST).

2.1.4. Meningkatkan Kematangan Karier

Crites (dalam Barnes, 1974) mengemukakan bahwa individu yang memiliki kematangan karier tinggi ditandai dengan :

a. Meningkatkan pengetahuan akan diri

b. Meningkatkan pengetahuan tentang pekerjaan c. Meningkatkan kemampuan memilih pekerjaan

d. Meningkatkan kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karier yang di harapkan

e. Meningkatkan kemampuan dan minat siswa yang sesuai dengan karier yang dipilihnya.

Adapun cirri-ciri siswa yang kurang atau belum memiliki kematangan karier menurut Crites (1981) adalah :

a. Tidak realistik dalam pilihan karier, yaitu tidak didasarkan kemampuan, minat, nilai dan kenyataan yang ada, pilihan ini mungkin karena kehendak orangtua, sedang anak bersifat pasif menerima pilihan orangtuanya. Ini berarti ia belum mandiri dalam proses pemilihan karier.

(9)

mempersiapkan ia masuk pada suatu jenis pekerjaan tertentu. Hal ini menurut Crites (1981) disebabkan karena : (1) seseorang mempunyai banyak potensi dan membuat banyak pilihan, tetapi ia tidak dapat memilih salah satu sebagai tujuannya; (2) seseorang tidak dapat mengambil keputusan, ia tidak bisa memilih satupun dari alternative-alternatif yang mungkin baginya; (3) seseorang tidak berminat, ia telah memilih satu pekerjaan, tetapi ia bimbang akan pilihannya itu, karena tidak didukung oleh pola minat yang memadai.

Menurut Crites (dalam Suprapto, 1994), kematangan karier dapat dirumuskan kedalam empat dimensi, yaitu :

a) Konsistensi pemilihan karier

Dimensi ini mengandung aspek kemantapan individu untuk mengambil keputusan dalam waktu yang berbeda, kemantapan dalam mengambil keputusan atas pekerjaan yang dipilihnya, kemantapan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan tingkat pekerjaan, kemantapan dalam memilih pekerjaan dengan adanya pengaruh keluarga.

b) Realism dalam memilih pekerjaan

(10)

c) Kompetensi pemilihan pekerjaan

Dimensi ini mengandung aspek mengenai kemampuan individu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, rencana yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, memiliki pengetahuan mengenai pekerjaan yang dipilihnya, mengevaluasi kemampuan diri dalam hubungannya dengan pemilihan pekerjaan, dan menetapkan tujuan pekerjaan yang hendak dipilihnya.

d) Sikap dalam pemilihan pekerjaan

Dimensi ini mengandung aspek tentang keaktifan individu dalam proses pengambilan keputusan, bersikap dan berorientasi positif terhadap pekerjaan dan nilai-nilai pekerjaan yang dipilihnya, tidak tergantung pada orang lain dalam memilih pekerjaan, mendasarkan faktor-faktor tertentu menurut kepentingannya di dalam memilih pekerjaan, dan memiliki ketepatan konsepsi di dalam pengambilan keputusan pekerjaan.

2.2. Konsep Diri

2.2.1. Pengertian Konsep Diri

(11)

kemampuan berfikir, dan pengalaman-pengalaman individu, mengenai diri dari keseluruhan manusia itu sendiri, maka hasil persepsi bisa berbeda-beda pada tiap orang. Individu juga mengobservasi meninjau secara cermat perilaku yang dialami dalam kehidupan sehari-hari menjelaskan bahwa konsep diri yang dialami individu terbentuk melalui proses belajar individu dalam interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut akan memberikan pengalaman-pengalaman atau umpan balik yang diterima dari lingkungannya, sehingga individu akan mendapatkan gambaran tentang dirinya.

Begitu pentingnya penilaian orang lain terhadap pembentukan konsep diri, sehingga seseorang akan melihat siapa dirinya melalui penilaian orang lain terhadap dirinya. Individu yang menilai bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki, padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya yang dilakukan individu setiap saat dan dimana saja.

(12)

Fitts (1965) mengukur konsep diri dalam dua dimensi internal dan eksternal. Ke delapan dimensi tersebut adalah (a) Fisik, (b) Moral & Etika, (c) Pribadi, (d) Keluarga, (e) Sosial, (f) Identitas, (g) Kepuasan, (h) Perilaku. Dalam bentuk skala TSCS dengan 90 item pernyataan yang mencakup ke delapan elemen konsep diri.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri dalam proses pembentukan, perkembangan, dan perubahannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Fiits (1971) mengungkapkan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri, yaitu sebagai berikut :

a. Pertahanan diri (self defensiveness).

Pada saat seorang individu menggambarkan atau menampilkan dirinya, terkadang muncul keadaan yang tidak sesuai dengan diri yang sebenarnya. Keadaan ini terjadi dikarenakan individu memiliki sikap bertahan dan kurang terbuka dalam menyatakan dirinya yangsebenarnya. Hal ini dapat terjadi, dikarenakan individu tidak ingin mengakui hal-hal yang tidak baik di dalam dirinya. Pertahanan diri, membuat seorang individu mampu untuk "menyimpan" keburukan dari dirinya dan tampil dengan baik sesuai yang diharapkan oleh lingkungan dari dirinya.

b. Penghargaan diri (self esteem).

(13)

Demikian pula bila individu memiliki label-label atau simbol-simbol yang kurang baik pada dirinya, maka penilaian tersebut akan diinternalisasikannya dan membentuk penghargaan diri yang kurang baik pada dirinya sendiri.

c. Integrasi diri / kesempurnaan atau keseluruhan (self integration).

Kesempurnaan diri menunjukkan pada derajat kesempurna antara bagian-bagian dari diri (self). Semakin sempurna bagian-bagian-bagian-bagian diri atau semakin terintegrasi dari seorang individu, maka akan semakin baik pula ia akan menjalankan fungsinya.

d. Kepercayaan diri (self confidence).

Kepercayaan diri seorang individu berasal dari tingkat kepuasannya pada dirinya sendiri. Semakin baik penilaian seorang individu terhadap dirinya, maka semakin percaya ia akan kemampuan dirinya. Dengan kepercayaan diri yang baik, maka seorang individu akan semakin percaya diri di dalam menghadapi lingkungannya.

2.2.3. Pengukuran Konsep Diri

Adapun alat pengukuran konsep diri ada beberapa macam diantaranya : a. Skala konsep diri

(14)

b) The Piers-Harris Children‟s Self-Concept Scale mengukur dimensi konsep diri seperti evaluasi status perilaku, sekolah dan intelektual, penampilan fisik dan atribut, kecemasan, popularity, dan kepuasan. c) Skala TSCS mengukur skala identitas, kepuasan diri, perilaku, diri

fisik, moral-etika diri, diri pribadi, diri keluarga, dan diri sosial. b. Checklist sifat konsep diri

adalah tes 114 item tes konsep diri. Mengevaluasi cirri fisik, nilai-nilai social, dan kemampuan intelektual. Pada tingkatan 3 adalah “I am,,,,”. Pada tingkatan 4 sampai 8 ada tambahan kata yang dapat digunakan : “Saya ingin menjadi,,,”.

c. Inventori

konsep diri dan motivasi (SCAMIN) menilai konsep diri dalam setting akademis, mengukur kebutuhan prestasi, prestasi investasi, harapan peran, dan self-kecukupan. Ke empat tingkatan adalah pre sekolah taman kanak-kanak, awal SD (kelas 1 sampai 3) kemudian SD (kelas 3 sampai 6) dan sekunder (kelas 7 sampai 12).

d. Teknik penyortiran (Q Sorting)

(15)

sembilan tumpukan yang disusun pada sebuah kontinum sesuai dengan derajat kepada makna subyek mengklaim tumpukan-tumpukan kartu tersebut merupakan karakteristik dirinya sendiri. Subjek tersebut dipaksa oleh intruksi untuk menempatkan sejumlah item yang spesifik dan ke dalam masing-masing tumpukan agar menghasilkan suatu distribusi kuasi normal dari item-item. Item ini dapat disortir lagi ke dalam sembilan tumpukan karakteristik idealnya bagi dirinya, atau tentang bagaimana dia meyakini orang-orang lain memandangnya.

e. Metode respons yang tidak berstruktur dan bebas

(16)

kategori-kategori yang diseleksi lebih dulu . Orang yang penghitungan skor masih harus memutuskan jika respon-respon cocok kedalam sebuah kategori atau ke dalam yang lainnya. Validitas sukar untuk diketahui dengan pasti dan validitas permukaan sering-sering merupakan satu-satunya bentuk yang didahulukan

f. Teknik proyektif

Teknik proyektif digunakan untuk mengukur konsep diri yang tidak sadar (uncounsious self concept). Fiedman, 1995; Mussen dan Jones, 1957; Linton dan Graham, 1959. Mereka menggunakan pendekatan ini karena mereka yakin aspek-aspek tidak sadar dengan teori-teori diri. Mereka memberikan alasan bahwa sejumlah pengukuran dari lapangan fenomenologi memberikan sebuah inventori variabel-variabel yang tidak lengkap di mana tingkah laku subjek didasarkan dan beberapa karakteristik subjek yang penting tidak tersedia bagi kesadarannya. Para teoris menunjukkan bahwa proses belakar yang paling penting terjadi dengan pra-verbal, dan kebutuhan untuk mempertahankan sebuah konsep diri yang positif mungkin membawa kepada penolakan dan represi.

g. Daftar Check – List

(17)

keterlibatan dari item-item terhadap individu. Jadi skala penilaian tipe Likert lebih disukai karena memberikan lebih banyak data.

Instrument yang digunakan untuk mengukur konsep diri adalah The Tensessee Self Concept Scale instrument ini disusun oleh William H. Fitts pada tahun 1965 menggunakan pendekatan yang rasional. TSCS secara luas digunakan untuk konseling dan tujuan diagnosis. TSCS berisi 100 item yang mengukur responden dengan delapan dimensi konsep diri. Ke delapan dimensi konsep diri yang di ukur adalah (a) Fisik, (b) Moral & Etika, (c) Pribadi, (d) Keluarga, (e) Sosial, (f) Identitas, (g) Kepuasan, (h) Perilaku. Untuk mengukur ke delapan elemen, yang terdiri dari 90 item dan yang 10 item untuk mengukur kritik diri. Dari 90 item, 45 adalah item positif dan sisanya adalah negative, sementara itu 10 item untuk kritik diri adalah item positif. Jumlah item untuk Fisik ada 18 item, Moral & Etika 18 item, Pribadi 18 item, Keluatga 18 item, Sosial 18 item, Identitas 30 Item, Kepuasan 30 item, dan Perilaku 30 item.

2.2.4. Dimensi Konsep Diri

Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu :

a. Dimensi Internal, yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya, yang terdiri dari :

a) Diri Identitas (self identity), merupakan aspek paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “siapakan saya”

(18)

bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.

b) Diri Perilaku, merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang

dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri

identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku.

c) Diri Kepuasan, berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri perilaku.

b. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, dimensi eksternal ini bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu :

a) Diri Fisik, pandangan seseorang terhadap fisik, kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik ) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus).

(19)

seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga.

c) Diri Moral & Etika, yaitu persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

d) Diri Sosial, yaitu bagaimana seseorang dalam melakukan interaksi sosialnya. Bagian ini merupakan penilaian seseorang terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

e) Diri Pribadi, yaitu bagaimana seseorang menggambarkan identitas dirinya dan bagaimana dirinya sendiri. Diri pribadi merupakan perasaan dan persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

2.3. Kajian yang relevan

Risa (2001) melakukan penelitian “Hubungan antara Locus Of Control Internal dan Konsep Diri dengan Kematangan Karier” pada siswa kelas XI SMK

(20)

locus of control internal dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,519 atau 51,9%, sumbangan efektif locus of control internal terhadap kematangan karir sebesar 42,5476% dan sumbangan efektif konsep diri terhadap kematangan karir sebesar 9,3212%. Siswa dengan locus of control internal mempunyai kemampuan dalam evaluasi terhadap kondisi dirinya sehingga mempunyai gambaran yang realistik mengenai diri. Melalui gambaran diri yang realistik, memungkinkan siswa dapat membuat perencanaan karir yang matang. Selain itu, siswa yang mengembangkan konsep diri yang positif akan lebih melibatkan diri dalam eksplorasi karir dan mengembangkan tingkah laku yang tepat dalam menghadapi karir. Locus of control internal dan konsep diri menjadi suatu kondisi yang dapat membantu siswa dalam kematangan karirnya.

Helbing (1978) melakukan penelitian mengenai “Vocational Maturity and

Self Concept” terhadap para siswa di Belanda dengan rentang usia 14-18 tahun.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa yang menggambarkan dirinya sebagai seorang yang pintar, teliti, rajin, menyukai bisnis, dan berkelakuan baik adalah para siswa yang memiliki kematangan karier. Memahami dan menerima diri adalah hal yang lebih penting dalam perencanaan karier dan pembuatan keputusan daripada definisi diri yang diperoleh dari luar.

(21)

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

a. Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kematangan karier siswa kelas X SMK T & I Kristen Salatiga. b. Semakin tinggi skor konsep diri maka semakin tinggi skor

Referensi

Dokumen terkait

penilaian serta pendapat orang lain mengenai dirinya, maka dari itu hubungan individu dengan orang lain merupakan faktor yang penting dalam proses

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan dukungan orang tua dengan kematangan karier pada siswa SMA; hubungan antara konsep diri dengan

Berkaitan dengan pembelajaran yang bermutu, Pudji Muljono (2006:29) menyebutkan bahwa konsep mutu pembelajaran mengandung lima rujukan, yaitu (1)Kesesuaian

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif antara konsep diri dan perilaku asertif di lingkungan akademis pada mahasiswa di

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa layanan bimbingan karier perlu diberikan kepada peserta didik agar memperoleh pemahaman tentang karier, sehingga peserta didik dapat memahami

yang digunakan adalah skala perilaku asertif dan skala penyesuaian diri.. Metode

Siswanto (2004) menyatakan bahwa konformitas negatif tidak mempengaruhi sikap terhadap perilaku seks bebas remaja, apabila didukung adanya faktor lingkungan sosial yang

Hasil penellitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara perilaku merokok dengan kepercayaan diri siswa di SMK Bhakti Nusantara Salatiga, dengan hasil r = 0,446,