INTERAKSI SOSIAL SISWA
SLOW LEARNER
KELAS III
DI SD MUHAMMADIYAH 2 MAGELANG
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh
Roh Dinia Wati
NIM 13108241188
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
INTERAKSI SISWA
SLOW LEARNER
KELAS III
DI SD MUHAMMADIYAH 2 MAGELANG
Oleh:
Roh Dinia Wati
NIM 13108241188
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk interaksi sosial
siswa
slow learner
di kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang. Bentuk-bentuk
interaksi sosial meliputi bentuk kerjasama, akomodasi, persaingan, kontravensi,
dan menghadapi pertentangan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis studi kasus dengan
subjek seorang siswa
slow learner
di kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang.
Informan dalam penelitian ini adalah guru kelas III, guru olahraga, dan empat
teman siswa
slow learner
. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Uji keabsahan data menggunakan
triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Teknik analisis data meliputi reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa
slow learner
memiliki
interaksi sosial yang baik seperti mudah bergaul dengan siapapun. Dilihat dari
bentuk kerjasama, siswa
slow learner
jarang melakukan piket namun membantu
siswa lain. Bentuk akomodasi yakni siswa
slow learner
menunjukkan sikap
senang saat tampil di hadapan umum dengan kegiatan selain membaca dan
menulis, memiliki keberanian untuk bertanya kepada guru, dan mampu
berkomunikasi serta bercanda secara wajar. Bentuk persaingan yakni siswa
slow
learner
memiliki keinginan untuk mendapat nilai baik dan tidak memiliki
keinginan untuk bersaing alat sekolah. Bentuk kontravensi yakni siswa
slow
learner
jarang memberikan dan mengungkapkan kritik kepada siswa lain,
menunjukkan ekspresi kurang senang apabila siswa lain melakukan kesalahan,
dan tidak membeda-bedakan dalam berteman. Dalam menghadapi pertentangan,
siswa
slow learner
tidak melerai saat terdapat siswa yang berkelahi, pernah
terlibat pertengkaran baik secara kontak fisik maupun lisan, mengancam siswa
lain masih pada tingkatan yang wajar, dan ikut menyalahkan siswa yang
melakukan kesalahan.
SOCIAL INTERACTION SLOW LEARNER STUDENT OF THIRD
GRADE IN SD MUHAMMADIYAH 2 MAGELANG
By:
Roh Dinia Wati
NIM 13108241188
ABSTRACK
This study aims to determine the forms of social interaction slow learner
students in class III SD Muhammadiyah 2 Magelang. The forms of social
interaction include forms of cooperation, accommodation, competition,
contravention, and face opposition.
The ty
pe of this research was qualitative descriptive with case study’s
approach. The subject of this research was a slow learner students in the class III
SD Muhammadiyah 2 Magelang with informant were third grade teacher, gym
teacher, and four friends slow learner student. Data collection techniques in this
study used observation, interview, and documentation. Validity test of the data in
this study used triangulation technique and source. Data were analyzed by data
reduction, data display, and conclusion drawing.
The results show that slow learner students have good social interactions
such as easy to get along with anyone. Viewed from the form of cooperation, slow
learner students rarely do picket but help other students. The form of
accommodation that is slow learner students show a happy attitude when
appearing in public with activities other than reading and writing, have the
courage to ask the teacher, and able to communicate and joke naturally. Forms of
competition that slow learner students have a desire to get good grades and have
no desire to compete school tools. Contrasting forms of slow learner students
rarely give and express criticism to other students, show less happy expression
when other students make mistakes, and do not discriminate in making friends. In
the face of opposition, slow learner students do not intervene when there are
students who fight, have been involved in a fight both physically and verbally,
threatening other students are still on a reasonable level, and participate blame
the students who make mistakes.
MOTTO
“
Allah tidak membebani seseorang melainka
n sesuai dengan kesanggupannya…”
(Terjemahan QS. Al Baqarah: 286)
“... Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain,
dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tugas akhir ini saya persembahkan untuk:
1.
Kedua orangtuaku (Bapak Makhrodin dan Ibu Mugiyati yang selamanya
akan tetap menjadi ibuku).
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Interaksi Sosial Siswa
Slow Learner
Kelas III di SD Muhammadiyah 2
Magelang” dengan baik dan la
ncar. Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh
gelar sarjana pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta.
Terselesaikannya skripsi ini atas bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak
terimakasih kepada:
1.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
pada peneliti untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 PGSD FIP
UNY.
2.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta atas ijin
bimbingan yang telah diberikan untuk melakukan penelitian.
3.
Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah menyetujui judul ini.
4.
Ibu Haryani, M. Pd., sebagai dosen pembimbing yang telah sabar dalam
memberikan banyak waktu, bimbingan, dan motivasi kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini.
5.
Kedua orangtuaku yaitu Bapak Makhrodin dan Ibu Mugiyati yang telah
memberikan ridho dan doa kepada penulis.
6.
Bapak dan ibu dosen program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang
telah memberikan wawasan materi dalam menempuh kuliah selama ini.
7.
Kepala SD Muhammadiyah 2 Magelang, Ibu Yuriningsih, S. Pd., serta
guru-guru SD Muhammadiyah 2 Magelang yang telah memberi ijin dan bantuannya
kepada penulis.
8.
Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 khususnya PGSD kelas 8 E dan 8
F yang memberi semangat dan berbagi cerita kepada penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
SURAT PERNYATAAN ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN ... v
LEMBAR PENGESAHAN ... vi
MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah... 1
B.
Identifikasi Masalah ... 5
C.
Fokus Penelitian ... 5
D.
Rumusan Masalah ... 6
E.
Tujuan Penelitian ... 6
F.
Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A.
Interaksi Sosial ... 7
1.
Pengertian Interaksi Sosial ... 7
2.
Syarat-Syarat Interaksi Sosial ... 8
3.
Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ... 10
4.
Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi Sosial ... 15
5.
Interaksi Sosial Anak SD ... 17
B.
Siswa
Slow Learner
...
22
1.
Pengertian Siswa
Slow Learner
... 22
2.
Karakteristik Siswa
Slow Learner
... 23
C.
Interaksi Sosial Siswa
Slow Learner
... 28
D.
Kajian Penelitian yang Relevan ... 27
E.
Pertanyaan Penelitian ... 31
BAB III. METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian ... 33
B.
Tempat dan Waktu Penelitian ... 34
C.
Subjek Penelitian ... 34
F.
Teknik Analisis Data ... 40
G.
Uji Keabsahan Data ... 42
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44
B.
Deskripsi Subjek Penelitian ... 45
C.
Hasil Penelitian ... 47
D.
Pembahasan ... 65
E.
Keterbatasan Penelitian ... 72
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan ... 73
B.
Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Model analisis data kualitatif menurut Miles dan
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pedoman Observasi Interaksi Sosial Siswa
Slow Learner
... 38
Tabel 2. Pedoman Wawancara Interaksi Sosial terhadap Siswa
Slow Learner
, Teman Siswa
Slow Learner,
Guru Kelas III, dan
Guru Olahraga ... 39
Tabel 3. Daftar Siswa Berkebutuhan Khusus di SD Muhammadiyah
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Pedoman Observasi dan Wawancara... 78
Lampiran 2. Hasil Observasi ... 82
Lampiran 3. Transkrip dan Reduksi Hasil Wawancara Siswa
Slow Learner
.... 106
Lampiran 4. Transkrip dan Reduksi Hasil Wawancara
Perwakilan Teman Kelas III dan IV ... 109
Lampiran 5. Transkrip dan Reduksi Hasil Wawancara Guru Kelas ... 119
Lampiran 6. Transkrip dan Reduksi Hasil Wawancara Guru Olahraga ... 123
Lampiran 7. Reduksi, Penyajian Data, dan Penarikan Kesimpulan Interaksi
Siswa
Slow Learner
... 126
Lampiran 8. Catatan Lapangan ... 138
Lampiran 9. Foto Penunjang Observasi ... 153
Lampiran 10. Hasil
Assesment
... 156
Lampiran 11. Raport Siswa
Slow Learner
... 158
Lampiran 12. Foto Tulisan Siswa
Slow Learner
... 167
Lampiran 13. Surat Keterangan Sekolah Inklusi ... 168
Lampiran 14. Surat Keterangan Validasi ... 171
Lampiran 15. Surat Ijin Penelitian ... 172
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki hasrat untuk
senantiasa bersosialisasi dengan manusia yang lain. Salah satu cara manusia
dalam bersosialisasi yaitu mengadakan interaksi dengan orang lain melalui
komunikasi. Interaksi dilakukan kedua pihak atau lebih untuk saling mengerti dan
memperoleh informasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdulsyani (2012: 153)
bahwa interaksi sosial terjadi karena adanya saling mengerti tentang maksud dan
tujuan masing-masing pihak dalam suatu hubungan sosial.
Manusia memulai interaksi pertama kalinya di dalam lingkungan keluarga.
Keluarga menjadi suatu tempat dimana seorang anak melakukan pengenalan
pertama dengan kedua orangtuanya. Setelah lingkungan keluarga, anak
mengembangkan kemampuannya untuk bersosialisasi dengan orang lain di
lingkungan sekolah.
melalui interaksi antar peserta didik dan antara peserta didik dengan lingkungan
sosialnya Sudjana (2000: 96).
Interaksi sosial juga dapat ditemui di sekolah penyelenggara pendidikan
inklusi. Sekolah inklusi merupakan sekolah reguler yang menampung baik siswa
normal maupun siswa berkebutuhan. Siswa berkebutuhan khusus berbeda dari
siswa lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kustawan & Meimulyani (2013:
29) bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan
dengan anak-anak secara umum atau rata-rata seusianya.
Anak berkebutuhan khusus tidak sedikit yang mendapat pengucilan dari
masyarakat. Dede Nana (Nana, 2016) melaporkan bahwa terdapat seorang anak
berkebutuhan khusus yang mendapat ejekan dari teman-temannya. Seperti dialami
oleh D yang dahulu bersekolah di SD dekat rumahnya. Setiap hari D menjadi
bahan olok-olok dan ejekan teman-temannya sehingga D menjadi takut untuk
bersekolah. Hal ini membuat orangtuanya hampir menyerah namun sekarang D
mendapat terapi dan sudah mulai berani menghadapi orang asing.
masalah yang dihadapi anak
slow learner
antara lain anak mengalami perasaan
minder terhadap teman-temannya; anak cenderung bersikap pemalu, menarik diri
dari lingkungan sosialnya; lamban menerima informasi; hasil prestasi belajar
kurang optimal; karena ketidakmampuannya sehingga tinggal kelas dan mendapat
label yang kurang baik dari teman-temannya (Triani & Amir, 2013: 13).
Kenyataan di lapangan, masih dijumpai siswa
slow learner
yang masih
mengalami kendala baik pada akademik maupun sosialnya. Permasalahan tersebut
juga ditemui di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Dinas Pendidikan Kota Magelang Nomor: 423.7/1346/230, SD
Muhammadiyah 2 Magelang adalah salah satu SD yang ditunjuk sebagai sekolah
penyelenggara pendidikan inklusi. Berdasarkan hasil
assessment
teridentifikasi 18
siswa berkebutuhan khusus di antaranya 5 anak autis, 3 anak tuna rungu, 1 anak
tuna wicara, 1 anak tuna grahita ringan, 2 anak tuna grahita sedang, dan 6 anak
slow learner
.
tugas yang diperintahkan guru. Guru juga menyadari bahwa siswa
slow learner
mempunyai kemampuan mengerjakan tugas lebih lama dibandingkan siswa
normal lainnya. Tak jarang, guru kelas juga mengingatkan siswa untuk kembali
dan fokus pada pelajaran. Selain itu, guru melakukan sistem
rolling
atau
pergantian posisi tempat duduk setiap dua minggu sekali agar siswa tidak merasa
bosan.
Siswa berkebutuhan khusus di SD Muhammadiyah 2 Magelang hampir
terdapat di setiap kelas dari kelas I-VI. Di kelas III terdapat 2 siswa
slow learner
dan 1 siswa autis. Saat peneliti melakukan observasi, peneliti menemukan hal
yang menarik. Peneliti melihat salah seorang anak
slow learner
memiliki
karakteristik yang relatif berbeda dengan anak
slow learner
lainnya. Siswa
slow
learner
tersebut bernama MAR yang merupakan siswa pindahan dari Lombok.
MAR memiliki interaksi yang cukup baik dibanding siswa
slow learner
lain yang
bernama FRA. Saat pembelajaran, MAR terlihat memperhatikan penjelasan dari
guru. MAR juga menghapus papan tulis tanpa perintah dari guru. Pada saat
menghapus papan tulis, MAR tidak sampai untuk menghapus papan tulis di
bagian atas sehingga MAR menggunakan gagang kemoceng untuk membantu
agar bisa menghapus sampai atas. MAR juga membantu mengambilkan
penghapus temannya yang jatuh di lantai dan langsung memberikannya.
kesulitan membaca pada saat mengerjakan soal sehingga MAR dibantu oleh guru
atau teman MAR untuk membacakan soal.
Ketika di luar kelas, MAR sering bermain dengan teman-teman yang
berbeda kelas. MAR terlihat aktif dan berani. Hal ini terlihat saat kegiatan
estrakurikuler Hizbul Wathon, MAR mengingatkan Pembina pramuka untuk
mengadakan pengecekan kuku sebelum kegiatan Hizbul Wathon selesai.
Berdasarkan masalah di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh
mengenai interaksi sosial siswa
slow learner
kelas III di SD Muhammadiyah 2
Magelang.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1.
Siswa
slow learner
normatifnya memiliki interaksi sosial yang kurang baik,
tetapi MAR memiliki interaksi sosial yang baik seperti mudah bergaul
dengan siswa lain.
2.
Siswa
slow learner
normatifnya pendiam, tetapi MAR
berani mengingatkan
Pembina Pramuka untuk melakukan pengecekan kuku.
C.
Fokus Penelitian
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dapat dirumuskan masalah yakni
bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial siswa
slow learner
di kelas III SD
Muhammadiyah 2 Magelang?
E.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
interaksi sosial siswa
slow learner
di kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang.
F.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, antara lain:
1.
Bagi Guru
a.
Sebagai informasi mengenai interaksi siswa
slow learner
sehingga dapat
digunakan sebagai acuan dalam mengoptimalkan interaksi siswa
slow
learner
.
b.
Sebagai referensi menentukan strategi pembelajaran yang melibatkan
seluruh siswa sehingga dapat mendukung dan memotivasi siswa
slow
learner
dalam berinteraksi.
2.
Bagi Sekolah
a.
Sebagai bahan kajian atau referensi mengenai gambaran siswa
slow
learner
dalam berinteraksi sosial.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Interaksi Sosial
1.
Pengertian Interaksi Sosial
Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan
manusia lain. Manusia tidak terlepas dari bantuan manusia lain sehingga manusia
harus melakukan interaksi sosial. Interaksi sosial menurut Abdulsyani (2012: 152)
diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial timbal balik yang dinamis, yang
menyangkut hubungan antara orang-orang secara perseorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang dengan kelompok-kelompok-kelompok-kelompok manusia.
Sejalan dengan pendapat di atas, Herimanto & Winarno (2011: 52) juga
mengungkapkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis,
yang menyangkut hubungan timbal balik antarindividu, antarkelompok manusia,
maupun antara orang dengan kelompok manusia.
Sementara Bonner (Santoso, 1999: 15) menjelaskan bahwa interaksi sosial
adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana kelakuan
individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan
individu yang lain atau sebaliknya. Selain itu, terdapat proses interaksi sosial yang
berarti pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang
dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu
berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya (Herbert Blumer dalam
Sudjarwo, 2015: 35-36).
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, interaksi sosial dalam penelitian
ini dimaknai suatu perlakuan yang dilakukan siswa SD untuk melakukan
hubungan timbal balik antarsiswa, antarsiswa dengan kelompok siswa, dan
antarkelompok siswa melalui kontak sosial dan komunikasi yang berupa kegiatan
dinamis seperti tutur kata, jabat tangan, berbahasa atau bahkan tanpa kontak fisik.
2.
Syarat-Syarat Interaksi Sosial
a.
Adanya kontak sosial
Menurut Abdulsyani (2012: 154) mengungkapkan bahwa kontak sosial
adalah hubungan antara satu orang atau lebih, melalui percakapan dengan saling
mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan
masyarakat. Orang mempengaruhi tingkah laku orang lain melalui kontak. Kontak
ini mungkin berlangsung melalui organisme fisik, seperti dalam obrolan,
pendengaran, melakukan gerakan pada beberapa bagian badan, melihat dan
lain-lain atau secara tidak langsung
melalui tulisan, atau dengan cara berhubungan dari
jauh.
Kontak sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu:
1)
Kontak antarindividu, misalnya seseorang siswa baru mempelajari tata
tertib dan budaya sekolah.
2)
Kontak antarindividu dengan suatu kelompok, misalnya seorang guru
mengajar di suatu kelas tentang suatu pokok bahasan.
3)
Kontak antarkelompok dengan kelompok lain, misalnya class meeting
antarkelas.
b.
Adanya komunikasi
yang saling mempengaruhi sehingga menimbulkan pengertian, kesenangan,
pengaruh terhadap sikap, hubungan baik dan tindakan.
Berdasarkan beberapa paparan ahli di atas, maka diketahui bahwa
syarat-syarat terjadinya interaksi sosial dalam penelitian ini meliputi kontak sosial dan
komunikasi. Kontak sosial berlangsung dalam tiga bentuk antara lain kontak
sosial antarindividu, individu dengan kelompok, dan antarkelompok. Sementara
komunikasi mencakup pembicaraan, gerak gerik badaniah, sikap dan perasaan
sehingga saling mempengaruhi satu sama lain.
3.
Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial memiliki bentuk-bentuk yang menjadi bagian dari aktivitas
manusia. Bentuk umum proses-proses sosial adalah interaksi sosial yang
merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari
proses-proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial.
Apabila dua orang bertemu, interaksi dimulai pada saat itu mereka saling
menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi.
Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial
(Setiadi, Hakam, & Effendi, 2006: 87).
Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2005: 71) ada dua macam proses
sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial yaitu:
a.
Proses yang asosiatif (
processes of assosiation
) yang terbagi dalam tiga
bentuk khusus lagi yakni,
3)
Akulturasi
b.
Proses yang disosiatif (
processes of dissociation
) yang mencakup:
1)
Persaingan
2)
Persaingan yang meliputi kontravensi dan pertentangan atau pertikaian
(
conflict
)
Berbeda dengan Herimanto & Winarno (2011: 54) yang mengungkapkan
bentuk interaksi sosial adalah akomodasi, kerja sama, persaingan dan pertikaian.
Perbedaan terdapat pada bentuk akulturasi yang termasuk bagian dari interaksi
asosiatif. Sedangkan menurut Setiadi, Hakam, & Effendi (2006: 92-95)
bentuk-bentuk interaksi sosial antara lain:
a.
Interaksi asosiatif meliputi
1)
Kerja sama (
Cooperation
)
Kerja sama merupakan proses utama untuk menggambarkan sebagian besar
bentuk interaksi sosial. Bentuk kerja sama meliputi
bargaining, cooperation,
dan
coalition
. Menurut Abdulsyani (2012: 156) mengungkapkan bahwa kerja sama
merupakan suatu proses sosial yang didalamnya terdapat aktivitas untuk mencapai
tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami terhadap aktivitas
masing-masing. Kerja sama dianggap lebih banyak mendatangkan keuntungan
daripada bekerja sendiri. Beberapa bentuk kerja sama menurut Soekanto &
Sulistyowati (2015: 67) antara lain:
a)
Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong.
c)
Kooptasi (
co-optation
) yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru
dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi,
sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan
dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
d)
Koalisi (
coalition
) yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang
mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan
keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua organisasi
atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama
antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi karena maksud utama
adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya
adalah kooperatif.
e)
Joint ventrue
yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek
tertentu, misalnya, pemboran minyak, pertambangan batu-bara,
perfilman, perhotelan dan seterusnya.
2)
Akomodasi (
Accommodation
)
mediation, conciliation, toleration, stalemate,
dan
adjudication
(Soekanto &
Sulistyowati, 2015: 69-71).
b.
Interaksi disosiatif meliputi
1)
Persaingan
Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau
kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya
dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa
menggunakan kekerasan. Persaingan dapat berlangsung antarindividu maupun
antarkelompok.
2)
Kontravensi
Kontravensi berbeda dengan persaingan dan pertentangan. Kontravensi
ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka
yang disembunyikan kebencian terhadap kepribadian orang lain, akan tetapi
gejala-gejala tersebut tidak sampai pada persaingan dan pertentangan. Bentuk
kontravensi menurut Soekanto & Sulistyowati (2015: 89) sebagai berikut:
a)
Perbuatan penolakan, perlawanan, dan lain-lain;
b)
Menyangkal pernyataan orang lain dimuka umum;
c)
Melakukan penghasutan;
d)
Berkhianat;
e)
Mengejutkan lawan, dan lain-lain.
3)
Pertentangan
disertai ancaman atau kekerasan. Abdulsyani (2012: 158) memaparkan bahwa
pertikaian atau pertentangan merupakan bentuk persaingan yang berkembang
secara negatif, yakni dimana terdapat satu pihak yang bermaksud untuk
mencelakakan atau berusaha menyingkirkan pihak lainnya.
Berbeda dengan pendapat di atas, bentuk-bentuk interaksi sosial di
antaranya sebagai berikut:
a.
Oposisi (
opposition)
yang mencakup persaingan (
competition
) dan
pertikaian (
conflict
);
b.
Kerja
sama
(
co-operation
)
yang
menghasilkan
akomodasi
(
accomodation)
dan;
c.
Differentiation
yang merupakan proses ketika individu-individu di
dalam masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang berbeda dengan orang dalam masyarakat atas dasar perbedaan
usia, jenis kelamin, dan pekerjaan. Diferensiasi tersebut menghasilkan
sistem sosial berlapis-lapis (Kimbal Young dalam Soyomukti, 2016:
338).
4.
Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi Sosial
Orang yang melakukan interaksi sosial akan mempengaruhi hal dalam diri
orang tersebut. Interaksi sosial tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Selain syarat
dan bentuk, interaksi sosial terjadi karena adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi. Menurut Herimanto & Winarno (2011: 53-54) berlangsungnya
interaksi sosial didasarkan atas berbagai faktor, antara lain
Faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati, motivasi, dan empati. Imitasi
adalah proses atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain baik sikap,
perbuatan, penampilan, dan gaya hidup. Sugesti adalah rangsangan, pengaruh,
atau stimulus yang diberikan individu kepada individu lain sehingga orang yang
diberi sugesti itu melaksanakan apa yang disugestikan tanpa sikap kritis dan
rasional. Identifikasi adalah upaya yang dilakukan individu untuk menjadi sama
(identik) dengan individu yang ditirunya. Proses identifikasi erat kaitannya
dengan imitasi. Simpati adalah proses kejiwaan seorang individu yang merasa
tertarik dengan individu atau kelompok karena sikap, penampilan, atau
perbuatannya. Motivasi merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh, atau
stimulasi yang diberikan individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi
motivasi melaksanakannya secara kritis, rasional, dan tanggungjawab. Empati
adalah proses kejiwaan seorang individu untuk larut dalam perasaan orang lain
baik suka maupun duka.
Sementara Setiadi, Hakam, & Effendi (2006: 88) faktor-faktor yang
mendasari berlangsungnya interaksi sosial yaitu:
a.
Faktor imitasi
b.
Faktor sugesti
Sugesti merupakan pengaruh psikis, yang baik yang datang dari dirinya
sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya
kritik. Perbedaan imitasi dan sugesti dalam interaksi sosial ialah imitasi orang
yang mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seseorang memberikan
pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
c.
Faktor identifikasi
Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama)
dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Identifikasi mempunyai
peran lebih mendalam dibanding imitasi dan sugesti. Sutirna (2013: 118)
memaparkan proses identifikasi adalah proses terjadinya pengaruh sosial pada
seseorang untuk menjadi individu lain yang dikagumi/proses menyamakan
tingkah laku sosial orang yang berada di sekitarnya sesuai dengan peranannya
kelak di masyarakat.
d.
Faktor simpati
Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang
lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan
penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang dapat
tiba-tiba merasa tertarik pada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan
cara-cara tingkah laku menarik baginya.
berlangsungya interaksi sosial antara lain imitasi, identifikasi, sugesti, simpati,
empati dan motivasi.
5.
Interaksi Sosial Anak SD
Sejak lahir anak dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana ia hidup
pertama kali di lingkungan keluarga. Sesuai dengan perkembangannya anak
melanjutkan hubungan sosialnya di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah
memiliki pengaruh terhadap anak. Anak yang berperan sebagai seorang siswa
melakukan interaksi dengan teman sebayanya.
Interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan
persahabatan dan hubungan dengan
peer
. Persahabatan pada anak sekolah pada
umumnya terjadi atas dasar interes dan aktivitas bersama. Hubungan persahabatan
dan hubungan
peer
bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat antara lain ada
saling pengertian, saling membantu, saling percaya, saling menghargai dan
menerima (Monks, Knoers, & Haditono, 2001: 187).
Sementara Sutirna (2013: 119) mengungkapkan ciri anak yang masuk dalam
masa peka perkembangan sosial antara lain (a) adanya minat untuk melihat anak
lain dan berusaha mengadakan kontak sosial dengan mereka, (b) mulai bermain
dengan anak lain, (c) mencoba untuk bergabung dan bekerja sama dalam bermain,
(d) lebih menyukai pekerjaan dengan 2 sampai 3 anak yang dipilihnya sendiri.
Interaksi sosial pada masa anak-anak akhir menurut Somantri (2006: 47-49)
adalah sebagai berikut.
b.
Kepekaan yang berlebihan. Kepekaan yang berlebihan diartikan sebagai
kecenderungan untuk mudah tersinggung dan menginterpretasikan bahwa
perkataan dan perbuatan orang lain sebagai ungkapan kebencian.
c.
Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas. Sugestibilitas atau kemudahan
dipengaruhi oleh orang lain, bersumber pada keinginan untuk mendapat
perhatian dan penerimaan lingkungannya. Sedangkan kontra sugestibilitas
merupakan kecenderungan untuk berpikir dan bertindak bertentangan dengan
saran orang lain. Anak menunjukkan pemberontakan terhadap orang dewasa
dengan menunjukkan kontradiksi dengan orang dewasa tersebut.
d.
Persaingan. Persaingan pada masa anak-anak terungkap dalam tiga bentuk,
yakni (1) persaingan di antara anggota kelompok untuk memperoleh
pengakuan di dalam kelompok, (2) konflik di antara geng dengan geng yang
menjadi saingan, dan (3) konflik antara geng dengan pihak masyarakat yang
terorganisasi.
e.
Kesportifan. Merupakan kemampuan anak untuk melaksanakan kegiatan
sesuai dengan aturan permainan, bekerja sama dengan anak-anak lain dengan
jalan mengesampingkan kepentingan individu dan meningkatkan semangat
kebersamaan kelompok.
g.
Insight
sosial. Merupakan kemampuan mengambil dan mengerti arti situasi
sosial serta orang-orang yang terlibat di dalamnya. Kemampuan untuk
memperoleh
insight
sosial dipengaruhi oleh (a) perbedaan jenis kelamin,
dimana anak perempuan cenderung lebih matang dibanding dengan anak
laki-laki, (b) kecerdasan, (c) status anak dalam kelompok, dan (d)
kepribadian anak.
h.
Diskriminasi sosial. Anak-anak menunjukkan sikap bahwa anggota kelompok
mempunyai nilai yang sama tetapi orang-orang yang tidak menjadi anggota
kelompoknya mempunyai nilai yang lebih rendah. Perbedaan itu dapat
disebabkan oleh agama, ras, taraf sosial, ekonomi, dan sebagainya.
i.
Prasangka. Prasangka terbentuk melalui beberapa cara, yaitu (a) pengalaman
yang tidak menyenangkan ketika berinteraksi dengan suatu kelompok, (b)
nilai-nilai kultur yang diterima begitu saja, (c) imitasi dari orang tua, guru,
teman seusia, (d) pendidikan yang diperoleh dari orang tua, guru, atau orang
dewasa lainnya mengenai prasangka tertentu.
Anak yang memasuki perkembangan sosial akan lebih terbuka dalam
bersosialisasi. Dini P. Daeng S dalam Shanty (2012: 15-17) menyatakan empat
faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi yaitu:
a.
adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya dari
berbagai usia dan latar belakang.
b.
adanya minat dan motivasi untuk bergaul.
c.
adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang biasanya menjadi
d.
adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak.
Sosialisasi dengan teman sebaya sangat penting bagi siswa SD. Hal ini
sependapat dengan Izzaty, Suardiman, Ayriza, et al. (2013: 112) yang
memaparkan bahwa interaksi dengan keluarga dan teman sebaya memiliki peran
yang penting. Dalam hal ini proses sosialisasi banyak terpengaruh oleh guru dan
teman sebaya. Identifikasi bukan lagi terhadap orangtua, melainkan terhadap guru.
Selain itu, anak tidak lagi bersifat egoisentris, ia telah mempunyai jiwa kompetitif
sehingga dapat memilah apa yang baik bagi dirinya, mampu memecahkan
masalahnya sendiri dan mulai melakukan identifikasi terhadap tokoh tertentu yang
menarik perhatiannya (Dewi, Oktiawati, & Saputri, 2015: 35). Perkembangan
sosial tidak dapat terlepas dengan interaksi sosial. Anak usia SD berinteraksi
sesuai dengan tahapan usianya. Interaksi sosial pada anak usia SD (7-12 tahun)
meliputi:
a.
mampu bekerja sama;
b.
bersifat terbuka dan senang bercanda dalam kehidupan sehari-hari;
c.
senang mencari perhatian, dengan menjadi asisten guru, membangun
kedekatan dengan guru, menginginkan pengakuan orang dewasa, senang
tampil di depan orang dewasa dan menantang mereka dalam suatu
permainan;
d.
bersikap cukup percaya diri, mengetahui segala sesuatu dan tidak melakukan
kesalahan;
f.
bergabung dalam kelompok bermain, lebih senang bermain dalam kelompok
dimana penerimaan oleh teman sangatlah penting, merasa khawatir apabila
tidak disukai, mudah sakit hati, mudah terluka perasaannya, menangis atau
mengatakan sesuatu dengan keras kepala;
g.
mencari persahabatan berdasarkan kesamaan umur dan jenis kelamin dan
mengkritik teman yang berbeda jenis kelamin;
h.
senang menghabiskan waktu bersama teman-teman, mencari persahabatan
berdasarkan minat yang sama dan kedekatan (anak-anak tetangga atau teman
sekelas);
i.
mengerti dan menghargai kenyataan bahwa beberapa anak lebih berbakat
dalam bidang tertentu, seperti menggambar, olahraga, membaca, kesenian,
dan musik;
j.
masih terjadi perselisihan dan suka mengadu baik dalam permainan dua
orang atau kelompok;
k.
mudah menyalahkan orang lain atau menciptakan alibi untuk menjelaskan
kekurangannya atau kesalahannya;
l.
menganggap kritik sebagai serangan pribadi, mudah frustasi dan jengkel bila
tidak mampu menyelesaikan tugas atau ketika hasilnya tidak memenuhi
harapan;
n.
menanggapi nama julukan dan godaan bila diprovokasi (Allen & Marotz,
2010: 177-209)
Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli di atas, maka dalam penelitian ini
siswa SD melakukan interaksi sosialnya lebih banyak dengan
peer
. Siswa SD
bersosialisasi dengan teman sebayanya melalui aktivitas kesehariannya di sekolah.
Beberapa bentuk interaksi sosial siswa SD seperti saling bekerja sama, tanggung
jawab, bersikap percaya diri, meniru gaya orang lain, mencari persahabatan, dan
memiliki jiwa kompetitif sehingga mampu memecahkan masalahnya sendiri.
B.
Siswa
Slow Learner
1.
Pengertian Siswa
Slow Learner
Anak yang mengalami
slow learner
merupakan bagian dari anak kebutuhan
khusus (ABK). Anak
slow learner
dapat ditemui di sekolah inklusi sehingga
biasanya mendapat julukan siswa
slow learner.
Siswa
slow learner
disebut juga
siswa lamban belajar. Siswa tersebut merupakan siswa yang mempunyai prestasi
belajar rendah dengan IQ di bawah rata-rata. Hal ini sependapat dengan Yusuf
dalam Triani & Amir (2013: 3) yang mengemukakan bahwa anak yang prestasi
belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit di bawah rata-rata disebut anak yang
lamban belajar. Sejalan dengan itu, Yusuf (2005: 70) menyatakan bahwa anak
yang ber IQ antara 70-
90 termasuk kategori “
border line
” (garis batas) yang
secara pendidikan disebut “
slow learner
” (la
mban belajar).
namun belum dikategorikan sebagai tunagrahita. Klasifikasi lamban belajar yang
dikemukakan oleh Triman Prasadio (Mumpuniarti, 2007: 14) yaitu :
a.
retardasi sekolah
IQ 86-90
b.
borderline
IQ 70-85
c.
ringan (
mild
)
IQ 50-60
d.
sedang (
moderate
)
IQ 36-49
e.
berat (
severe
)
IQ 20-30
f.
sangat berat
IQ 0-19
Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa siswa
slow learner
dengan IQ 70-85
masuk dalam kategori
borderline
. Selain itu, berada satu tingkat di atas
tunagrahita sehingga definisi
slow learner
dan tunagrahita berbeda.
Berdasarkan paparan beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
siswa
slow learner
ialah siswa yang memiliki prestasi belajar rendah dan berada
pada tingkat di bawah siswa pada umumnya yang memiliki IQ 90-109. Apabila
dilakukan tes IQ, maka hasil IQ siswa
slow learner
berkisar antara IQ 70-90.
2.
Karakteristik Siswa
Slow Learner
Siswa
slow learner
sering disebut juga siswa lamban belajar. Siswa tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda dengan siswa berkebutuhan khusus lainnya.
Triani & Amir (2013: 10-12) menyatakan beberapa karakteristik dari siswa
lamban belajar
atau
slow learner
antara lain sebagai berikut.
a.
Inteligensi
learner
biasanya mengalami masalah pada hampir semua mata pelajaran terutama
yang berkenaan dengan hafalan dan pemahaman. Nilai belajar siswa
slow learner
rendah apabila dibandingkan dengan teman-teman di kelasnya. Sementara
Kustawan & Meimulyani (2013: 88-89) juga mengungkapkan bahwa siswa
lamban belajar atau
slow learner
rata-rata memiliki prestasi yang rendah, sering
terlambat dalam menyelesaikan tugas-tugas daripada teman-teman seusianya,
daya tangkap terhadap pelajaran lambat, dan pernah tidak naik kelas. Anak yang
memiliki inteligensi sedikit di bawah rata-rata (
slow learner
) memerlukan
penjelasan dengan menggunakan berbagai metode dan berulang-ulang agar
slow
learner
dapat memahami pelajaran dengan baik (Yusuf, 2005: 59).
b.
Bahasa
c.
Emosi
Siswa lamban belajar atau
slow learner
memiliki emosi yang kurang stabil.
Hal ini ditandai dengan cepat marah, meledak-ledak, dan sensitif terhadap apa
yang dihadapi. Triani & Amir (2013: 11) menyatakan bahwa siswa
slow learner
biasanya cepat patah semangat apabila terdapat suatu hal yang membuatnya
tertekan atau melakukan kesalahan.
d.
Sosial
Triani & Amir (2013: 12) mengungkapkan bahwa siswa lamban belajar atau
slow learner
biasanya kurang baik dalam bersosialisasi. Siswa
slow learner
lebih
senang bermain dengan teman di bawah usianya karena siswa
slow learner
dapat
menggunakan bahasa yang sederhana ketika berkomunikasi. Hal ini sejalan
dengan Borah (2013: 140) yang menyatakan siswa
slow learner
juga memiliki
ketidakmatangan dalam menjalin hubungan dengan anak seusianya.
e.
Moral
Siswa lamban belajar atau
slow learner
mengetahui aturan yang berlaku,
namun siswa
slow learner
tidak memahami untuk apa peraturan tersebut dibuat.
Siswa
slow learner
sering terlihat melanggar peraturan. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan memori siswa
slow learner
yang terbatas sehingga sering lupa. Oleh
karena itu, siswa
slow learner
sebaiknya sering diingatkan mengenai aturan
tersebut (Triani & Amir, 2013: 12).
konsentrasi yang terbatas. Siswa
slow learner
kurang memberikan perhatian
sehingga apa yang didengarkan tidak dilakukan. Reddy, Ramar, & Kusuma (2006:
10) mengungkapkan siswa
slow learner
tidak bisa berkonsentrasi lebih dari 30
menit pada saat pembelajaran yang sebagian besar menggunakan penjelasan
verbal. Hal serupa juga diungkapkan oleh Cece Wijaya (dalam Mulyadi, 2010:
125) yang mengungkapkan bahwa siswa
slow learner
memiliki daya lekat
(
retensi
) yang miskin dalam segala bentuk kegiatan belajar.
Lemahnya konsentrasi dan perhatian mempengaruhi daya memori pada
siswa
slow learner.
Siswa
slow learner
memiliki memori yang lemah sehingga
kurang mampu dalam mengekspresikan ide atau gagasannya. Siswa
slow learner
mengulang beberapa kali dalam memahami materi. Mulyadi (2010: 125)
menyebutkan beberapa tingkah laku yang ditunjukkan oleh siswa
slow learner
seperti berikut ini.
a.
Lambat dalam menerima pelajaran, lambat dalam mengelola pelajaran,
lambat dalam membaca, lambat dalam memahami bacaan, lambat dalam
menyelesaikan pekerjaan, dan tugas, dan lambat dalam memecahkan
masalah, dsb.
b.
Memiliki perilaku yang tidak produktif dan memiliki kebiasaan yang tidak
baik.
d.
Prestasi yang rendah dalam belajar dan mengajar.
Sementara Oemar Hamalik (2008: 184) menjelaskan bahwa beberapa
karakteristik anak lamban belajar diantaranya, a) anak belajar dalam unit-unit
yang lebih singkat; b) anak membutuhkan pemeriksaan kemajuan yang lebih
intensif dan membutuhkan banyak perbaikan; c) anak mempunyai perbendaharaan
bahasa dan daerah perhatian yang lebih terbatas; d) anak tidak melihat adanya
kesimpulan atau pengertian sesudahnya; e) anak kurang memiliki kemampuan
kreatif dan merencanakan; f) anak lebih lambat memperoleh keterampilan
mekanis dan metodis; g) anak lebih mudah mengerjakan tugas-tugas rutin, tetapi
mengalami kesulitan dalam membaca dan melakukan abstraksi; h) anak cepat
dalam mengambil kesimpulan, tetapi kurang kritis dan mudah puas dengan
jawaban yang dangkal; i) anak kurang senang dengan kemajuan orang lain; j)
kesulitan belajar anak bertumpuk-tumpuk; k) anak mempunyai ruang minat yang
sempit; l) anak kurang mampu dalam melihat hasil akhir perbuatannya, dan anak
tidak dapat melihat unsur-unsur yang bersamaan dalam beberapa situasi yang
berbeda.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik siswa
slow learner
dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain
kemampuan intelegensi, bahasa, emosi, sosial, moral, konsentrasi, dan memori.
Siswa
slow learner
kurang mampu dalam memaksimalkan aspek-aspek tersebut.
C.
Interaksi Sosial Siswa
Slow Learner
interaksi seperti bertanya kepada guru maupun bermain dengan siswa lain.
Kustawan & Meimulyani (2013: 28) mengungkapkan bahwa siswa lamban belajar
atau
slow learner
dalam beberapa hal memiliki hambatan atau keterlambatan
berpikir, merespon rangsangan dan melakukan adaptasi sosial. Selain itu,
sifat-sifat anak
slow learner
menurut Rumini (1980: 57) antara lain:
1.
Di masyarakat dapat mempertahankan diri, bertingkah laku seperti anak
normal, sehingga jarang yang mengetahui kalau
slow learners
. Akibatnya
anak
slow learners
kurang mendapat bimbingan dari masyarakat, bahkan
masyarakat meminta segala sesuatu yang lebih dari kemampuannya, sehingga
menyebabkan anak menderita minco, malu depresi bahkan sampai dapat
histeris.
2.
Dengan bimbingan yang tepat, anak dapat bergaul dengan lancar.
3.
Kurang dapat mengadakan kritik terhadap dirinya sendiri.
4.
Lebih senang bercerita dan membicarakan hal-hal yang kongkrit daripada
belajar.
berkomunikasi dapat menggunakan bahasa yang sederhana (Triani & Amir, 2013:
12-13).
Triani & Amir (2013: 13) mengemukakan beberapa hambatan yang dialami
siswa
slow learner
dalam kegiatan berinteraksi sosial antara lain:
1.
merasa minder terhadap teman-temannya karena memiliki kemampuan belajar
yang lamban dibandingkan anak normal seusianya;
2.
cenderung pemalu dan menarik diri dari lingkungan sosial;
3.
lamban menerima informasi karena memiliki keterbatasan berbahasa reseptif
atau menerima dan ekspresif atau mengungkapkan;
4.
hasil belajar yang kurang optimal menyebabkan stres karena ketidakmampuan
anak mencapai apa yang diharapkan;
5.
ketidakmampuan mengikuti pelajaran menyebabkan anak
slow learner
dapat
membuat anak tinggal kelas; dan
6.
mendapat label yang kurang baik dari teman-temannya.
Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, maka dapat diketahui bahwa
interaksi sosial siswa
slow learner
kurang baik dalam bergaul dengan orang lain.
Slow learner
lebih suka menjadi penonton pasif dan memiliki sikap pemalu serta
menarik diri dari lingkungan sosialnya. Siswa
slow learner
lebih senang bermain
dengan anak-anak di bawah usianya.
D.
Kajian Penelitian yang Relevan
penelitian sebelumnya. Berikut penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini
antara lain:
1.
Penelitian Heni Kusuma yang berjudul Identifikasi Interaksi Sosial Siswa
Berkebutuhan Khusus di SD Negeri Jlaban, Sentolo, Kulonprogo.
Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2016 yang membahas mengenai
identifikasi interaksi sosial siswa
slow learner
dan siswa tunagrahita. Hasil dari
penelitian tersebut ialah siswa
slow learner
dan siswa tunagrahita di SD Negeri
Jlaban menunjukkan interaksi sosial yang sama dengan siswa rata-rata pada
aspek-aspek berikut, 1) bergabung dalam kelompok; 2) mencari persahabatan
berdasarkan kesamaan umur dan jenis kelamin; 3) menunjukkan sikap
menghargai teman; 4) berselisih dengan teman. Sementara pada beberapa aspek,
terdapat perbedaan antara interaksi sosial siswa rata-rata dengan siswa
berkebutuhan khusus seperti berikut, 1) mampu bekerja sama; 2) bersikap terbuka
dan senang bercanda; 3) senang mencari perhatian; 4) menghadapi kritik dan
kegagalan. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ialah penelitian tidak
hanya mengidentifikasi interaksi sosial tetapi untuk mengetahui bentuk interaksi
sosial. Selain itu, penelitian Heni Kusuma ditujukan kepada siswa tunagrahita dan
siswa
slow learner,
sementara penelitian ini lebih khusus kepada siswa
slow
learner.
2.
Penelitian Sriyanto yang berjudul Studi Kasus Anak Lambat Belajar di SDN
Kedungwinong 01, Nguter, Sukoharjo.
lambat belajar dan terlalu manja karena siswa kurang mendapatkan bimbingan
belajar, siswa terlalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Penelitian ini memiliki
perbedaan dengan penelitian penulis. Perbedaan penelitiannya ialah penelitian
Sriyanto masih umum dalam menjelaskan siswa
slow learner
melalui studi kasus,
sedangkan penelitian penulis lebih menjelaskan bentuk interaksi sosial siswa
slow
learner.
Kedua penelitian di atas memiliki kesamaan meneliti siswa yang mengalami
lambat belajar atau
slow learner.
Selain itu, kedua penelitian tersebut memiliki
perbedaan dengan penelitian penulis yaitu mengenai interaksi sosial yang
difokuskan pada siswa
slow learner.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji lebih
dalam hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial siswa
slow learner
.
E.
Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian dikembangkan berdasarkan rumusan masalah dan
digunakan sebagai rambu-rambu untuk memperoleh data penelitian. Pertanyaan
penelitian dikembangkan dari bentuk-bentuk interaksi sosial. Pertanyaan
penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana bentuk kerja sama yang ditunjukkan oleh siswa
slow learner
di SD
Muhammadiyah 2 Magelang?
2.
Bagaimana bentuk akomodasi yang dilakukan oleh siswa
slow learner
di SD
Muhammadiyah 2 Magelang?
4.
Bagaimana bentuk kontravensi yang dilakukan oleh siswa
slow learner
di SD
Muhammadiyah 2 Magelang?
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif. Moleong (2015: 6)
memaparkan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan sebagainya secara holistik dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian
kualitatif dalam penelitian ini menggunakan dekripstif dan metode studi kasus
atau
case-studies
. Metode studi kasus merupakan cara meneliti gejala sosial
dengan menganalisis satu kasus secara mendalam dan utuh. Pada penelitian studi
kasus, peneliti mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara
mendalam (Arikunto, 2003: 314).
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
1.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Alasan
peneliti memilih SD Muhammadiyah 2 Magelang sebagai lokasi penelitian adalah
karena SD Muhammadiyah 2 Magelang merupakan sekolah inklusi dan belum
pernah digunakan untuk meneliti mengenai interaksi sosial terutama pada siswa
slow learner.
Spesifikasi kelas yang dijadikan penelitian yakni difokuskan pada
siswa
slow learner
kelas III. Berdasarkan pengamatan pada bulan Oktober 2016,
terdapat siswa
slow learner
yang memiliki interaksi sosial berbeda dengan siswa
slow learner
yang lain. Peneliti memfokuskan pada siswa
slow learner
bernama
MAR. Hal ini berdasarkan keunikan yang dimiliki MAR. MAR mudah bergaul
dengan dibanding siswa
slow learner
lainnya.
Prosedur memasuki lapangan adalah peneliti melakukan observasi awal di
SD Muhammadiyah 2 Magelang dan menemukan permasalahan mengenai
keunikan interaksi sosial dari siswa
slow learner
di SD Muhammadiyah 2
Magelang. Setelah mengkaji hasil observasi, peneliti memfokuskan pada interaksi
sosial siswa
slow learner
di kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 4 Februari-3 Maret 2017.
C.
Subjek Penelitian
sehari-hari subjeknya pada setiap situasi yang diinginkan untuk dapat dipahaminya.
Peneliti memasuki pengalaman subjeknya dengan cara mengalami apa yang
dialami oleh subjek tersebut. Peneliti berkomunikasi dan berinteraksi dalam
jangka waktu tertentu untuk dapat memandang kebiasaan, konflik, dan perubahan
yang terjadi dalam diri subjek dan keterkaitannya dengan lingkungannya. Subjek
penelitian dalam penelitian ini adalah siswa
slow learner
kelas III bernama MAR.
Pertimbangan memilih MAR karena memiliki tentang interaksi sosial yang
berbeda dengan siswa
slow learner
lainnya seperti mudah bergaul. Pemerolehan
data diambil siswa
slow learner
tersebut dan didukung dengan informasi dari
teman-teman MAR, guru kelas III, dan guru olahraga di SD Muhammadiyah 2
Magelang.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada
natural setting
Sugiyono (2013: 308-309). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sampling purposif. Ahmadi (2016: 36) menyatakan bahwa dalam sampling
purposif, pemilihan partisipan mempresentasikan sebuah keputusan kunci.
Sumber data primer dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi
berperan (
participant observation
), wawancara mendalam (
in depth interview
),
dan dokumentasi. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan
adalah sebagai berikut.
1.
Observasi
(Sukmadinata, 2004: 220). Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini melalui
observasi partisipatif (
participatory observation
) yaitu peneliti ikut serta dalam
dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi dilakukan di dalam kelas saat
pembelajaran dan di sekitar sekolah pada saat istirahat. Observasi bertujuan untuk
mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan interaksi sosial yang ditunjukkan
siswa
slow learner
di SD Muhammadiyah 2 Magelang tahun pelajaran 2016/
2017.
2.
Wawancara Mendalam
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
semiterstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka. Wawancara dalam penelitian ini ditujukan
kepada siswa
slow learner
kelas III, beberapa teman siswa
slow learner
, guru
kelas III, dan guru olahraga di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Wawancara ini
bertujuan untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan interaksi sosial
pada siswa berkebutuhan khusus di SD Muhammadiyah 2 Magelang tahun
pelajaran 2016/ 2017
.
3.
Dokumentasi
memperoleh data mengenai interaksi sosial siswa
slow learner
di SD
Muhammadiyah 2 Magelang.
E.
Instrumen Penelitian
Peneliti memiliki kedudukan sebagai instrumen kunci dalam penelitian
kualitatif. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, peneliti
berkedudukan sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir
data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2015:
168). Sehingga dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen utama,
namun peneliti membutuhkan alat bantu untuk mendukung pengambilan data di
lapangan. Alat bantu yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumentasi.
Pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumentasi
dikembangkan berdasarkan teori tentang bentuk-bentuk interaksi sosial.
1.
Instrumen Pedoman Observasi
Tabel 1. Pedoman Observasi Interaksi Sosial Siswa
Slow Learner
No.
Aspek
Indikator
Jumlah
Butir
Observasi
Nomor
Butir
1.
Bentuk
kerja
sama
a.
Bekerja sama dalam mengerjakan
tugas piket harian
3
a, b, c
b.
Meminjamkan alat tulis atau benda
lain pada teman
c.
Merawat atau menjenguk teman
yang sakit
2.
Bentuk
akomodasi
a.
Senang tampil di hadapan umum
4
a, b, c, d
b.
Berani bertanya pada guru
c.
Bergabung
dengan
sekelompok
teman di luar jam pelajaran
d.
Berkomunikasi
dan
bercanda
dengan teman
3.
Bentuk
persaingan
a.
Bersaing untuk mendapatkan nilai
yang baik
2
a, b
b.
Bersaing dalam kepemilikan alat
sekolah baru
4.
Bentuk
kontravensi
a.
Memberikan dan menanggapi kritik
siswa lain
3
a, b, c
b.
Menunjukkan
ekspresi
kurang
senang dengan teman yang lain
c.
Berteman dengan siapapun
5.
Menghadapi
pertentangan
a.
Melerai teman yang berkelahi
4
a, b, c, d
b.
Bertengkar dengan teman melalui
kontak fisik maupun lisan (saling
mengejek)
c.
Mengancam
teman
lain
untuk
memenuhi keinginannya
d.
Menyalahkan orang lain
Jumlah Butir
16
2.
Instrumen Pedoman Wawancara
Tabel 2. Pedoman Wawancara Interaksi Sosial terhadap Siswa
Slow Learner
,
Teman Siswa
Slow Learner,
Guru Kelas III, dan Guru Olahraga
No.
Aspek
Indikator
Jumlah
Butir
Pertanyaan
Nomor
Butir
1.
Bentuk kerja
sama
a.
Bekerja sama dalam mengerjakan
tugas piket harian
3
6,
14,
20
b.
Meminjamkan alat tulis atau benda
lain pada teman
c.
Merawat atau menjenguk teman
yang sakit
2.
Bentuk
akomodasi
a.
Senang tampil di hadapan umum
6
1, 2, 3,
5, 7, 8
b.
Berani bertanya pada guru
c.
Bergabung
dengan
sekelompok
teman di luar jam pelajaran
d.
Berkomunikasi
dan
bercanda
dengan teman
3.
Bentuk
persaingan
a.
Bersaing untuk mendapatkan nilai
yang baik
2
21, 22
b.
Bersaing dalam kepemilikan alat
sekolah baru
4.
Bentuk
kontravensi
a.
Memberikan dan menanggapi kritik
siswa lain
4
4, 9, 18,
19
b.
Menunjukkan
ekspresi
kurang
senang dengan teman yang lain
c.
Berteman dengan siapapun
5.
Menghadapi
pertentangan
a.
Melerai teman yang berkelahi
7
10, 11,
12, 13,
15, 16,
17
b.
Bertengkar dengan teman melalui
kontak fisik maupun lisan (saling
mengejek)
c.
Mengancam
teman
lain
untuk
memenuhi keinginannya
d.
Menyalahkan orang lain
Jumlah Butir
22
3.
Instrumen Studi Dokumentasi
1.
Profil siswa
slow learner
kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang.
2.
Hasil
assesment
slow learner
kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang.
F.
Teknik Analisis Data
Peneliti kualitatif mengenal adanya analisis data di lapangan walaupun
analisis data secara intensif baru dilakukan sesudah peneliti kembali ke rumah
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman.
Aktivitas analisis data dengan model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,
2013: 337) meliputi pengumpulan data (
data collection
), reduksi data (d
ata
reduction
), penyajian data (
data display
), dan
conclutions drawing
/
verification
.
Adapun langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini dijabarkan sebagai
berikut.
1.
Pengumpulan Data (
Data Collection
)
2.
Reduksi Data (
Data Reduction
)
Reduksi data merupakan proses mencatat dengan teliti atau merangkum data
yang telah dikumpulkan agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Reduksi
data dilakukan oleh peneliti dari semua informasi yang diperoleh melalui hasil
observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Peneliti merangkum,
mengambil data yang pokok, dan mengkategorikan data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini. Reduksi data dalam penelitian ini difokuskan kepada
interaksi sosial siswa
slow learner
kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang
tahun pelajaran 2016/ 2017. Sedangkan informasi yang tidak diperlukan dibuang
karena dianggap tidak penting bagi peneliti.
3.
Penyajian Data (
Data Display
)
olahraga, beberapa teman siswa
slow learner
, siswa
slow learner
dan studi
dokumentasi.
[image:57.595.145.469.386.526.2]4.
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi (
Conclusion Drawing/ Verification
)
Kesimpulan awal dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan
dapat berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada
saat pengumpulan data berikutnya. Oleh sebab itu, data yang telah disajikan
dipilih kembali yang penting dan diperlukan untuk kemudian dibuat kategori
tertentu. Data tentang interaksi sosial siswa
slow learner
kelas III di SD
Muhammadiyah 2 Magelang tahun pelajaran 2016/ 2017 dianalisis untuk
memperoleh kesimpulan.
Gambar 1. Model analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman
G.
Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dilakukan untuk membuktikan bahwa penelitian kredibel
atau dapat dipercaya. Sugiyono (2013: 365) menjelaskan bahwa dalam penelitian
kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan
antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi di
lapangan. Uji keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi yaitu
triangulasi teknik dan triangulasi sumber.
Data Display
Data Collection
Data Reduction
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Muhammadiyah 2 Magelang yang terletak di
Jalan Beringin IV No 1 A Magelang. SD Muhammadiyah 2 Magelang merupakan
SD swasta dengan yayasan Muhammadiyah yang berada di sebelah barat pasar
dan tidak jauh dengan SMP N 8 Magelang. Meskipun letaknya bersebelahan
dengan pasar, siswa merasa cukup nyaman dalam menerima pelajaran.
SD Muhammadiyah 2 Magelang memiliki 6 ruang kelas untuk pembelajaran
dari kelas I sampai kelas VI. Selain ruang kelas, SD Muhammadiyah 2 Magelang
juga difasilitasi dengan mushola, ruang perpustakaan, ruang komputer, ruang
kepala sekolah, ruang guru, ruang tamu, ruang UKS, halaman sekolah, kantin
sekolah, gudang dan WC serta kamar mandi. Di halaman sekolah juga terdapat
beberapa tanaman yang terawat dengan baik karena adanya piket menyiram
tanaman seperti tanaman cabai, terong dan kangkung. Selain itu, taman bermain
seperti
plorotan
dan rumah-rumahan juga tersedia di SD Muhammadiyah 2
Magelang.
SD Muhammadiyah 2 Magelang sering disebut juga dengan SD MUDA