• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir."

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN ORANG TUA DENGAN ASERTIVITAS REMAJA AKHIR

Sesilia Widaningtyas

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun. Jumlah subjek adalah 125 orang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan dua skala Likert yaitu skala persepsi terhadap penerimaan orang tua dan skala asertivitas. Reliabilitas Skala persepsi terhadap penerimaan orang tua adalah 0,940 dan reliabilitas Skala asertivitas adalah 0,822. Reliabilitas diperoleh menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman dan diperoleh nilai korelasi sebesar 0,449 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir.

(2)

THE RELATIONSHIPBETWEEN PERCEPTION OF PARENTAL ACCEPTANCE AND ASSERTIVE OF LATE ADOLESCENCE

Sesilia Widaningtyas ABSTRACT

This study was conducted to determine the relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence. In this research, the participants were the late adolescence who has aged 16 to 18 years old. There were 125 participants. The hypothesis of this research was that there was a positive relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence. The data in this research were obtained by using two Likert scales. They were perception of parental acceptance scale and assertiveness scale. Reliability of the perception of parental acceptance scale was 0.940 and reliability of the assertiveness scale was 0.822. Reliability were obtained by using technique of Cronbach Alpha. The data in this research was analyzed by using the Spearman correlation. The correlation value was 0.449 with a significant value of 0.000 (p < 0,05). This result means that there was a positive and significant relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence.

(3)

i

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN ORANG TUA DENGAN ASERTIVITAS REMAJA AKHIR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Sesilia Widaningtyas NIM : 109114070

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN

ORANG TUA DENGAN ASERTIVITAS REMAJA AKHIR

Oleh:

Sesilia Widaningtyas

NIM: 109114070

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

HUBIINGAI\ ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAIY ORANG TUA DENGAN ASERTIVTTAS REMAJA AKHIR

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Sesilia Widaningffas

Yoryakarta,. fl .5. ..MAY..?ntq

Sanata Dharma

l1l

i 109114070

-S';

oinyata$\arr

**1dftt

ry

gffis

g ffigoil-T

q

/i

1-o

i

11::

\\"

"

b

e

&ffi.9

ffi'{h

Fr

t?

Sylvia carolirp M.Y.M, tr,t.

si.;

(6)

iv

Hidupmu itu tergantung

seberapa besar kamu

mau mengusahakannya”

“Jadilah manusia

yang penuh dengan pertanyaan,

terus mengolah diri” – Monica E. M.

“Whatever you ask for in prayer,

Believe that you have received it,

And it will be yours"

(Mark 11 : 24 )

“MAU > BISA” – Stefanus R.

(7)

v

Karya ini ku persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Dan Bunda Maria

Bapak dan Ibu yang tercinta

Adik dan My Brothers

Keluarga besarku

Sahabat - sahabatku

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta. 5 Mci 2015 Penulis"

Sesilia Widaningtyas

(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN ORANG TUA DENGAN ASERTIVITAS REMAJA AKHIR

Sesilia Widaningtyas

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun. Jumlah subjek adalah 125 orang. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir. Data penelitian diperoleh dengan menggunakan dua skala Likert yaitu skala persepsi terhadap penerimaan orang tua dan skala asertivitas. Reliabilitas Skala persepsi terhadap penerimaan orang tua adalah 0,940 dan reliabilitas Skala asertivitas adalah 0,822. Reliabilitas diperoleh menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan korelasi Spearman dan diperoleh nilai korelasi sebesar 0,449 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir.

(10)

THE RELATIONSHIPBETWEEN PERCEPTION OF PARENTAL ACCEPTANCE AND ASSERTIVE OF LATE ADOLESCENCE

Sesilia Widaningtyas ABSTRACT

This study was conducted to determine the relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence. In this research, the participants were the late adolescence who has aged 16 to 18 years old. There were 125 participants. The hypothesis of this research was that there was a positive relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence. The data in this research were obtained by using two Likert scales. They were perception of parental acceptance scale and assertiveness scale. Reliability of the perception of parental acceptance scale was 0.940 and reliability of the assertiveness scale was 0.822. Reliability were obtained by using technique of Cronbach Alpha. The data in this research was analyzed by using the Spearman correlation. The correlation value was 0.449 with a significant value of 0.000 (p < 0,05). This result means that there was a positive and significant relationship between perception of parental acceptance and assertiveness of late adolescence.

(11)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA

ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama

:

Sesilia Widaningtyas Nomor

Mahasiswa

:

109114070

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PENERIMAAN

ORANG TUA DENGAN ASERTIVITAS REMAJA AKHIR

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak

untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

rjin

dari

saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Padatanggal:5 Mei 2015

Yang menyatakan,

IX

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena penyertaan dan

tuntunanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul

“Hubungan Antara Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua dengan Asertivitas Remaja Akhir”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan

bantuan banyak pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. selaku dekan Fakultas Psikologi.

Terima kasih atas pelajaran yang diberikan selama kuliah di psikologi.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M, Si. selaku kepala program studi. Terima kasih atas

bantuan dan pelajaran yang diberikan dalam kelancaran proses pembuatan

skripsi ini.

3. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., M. Si. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima

kasih atas waktu, tenaga, pelajaran dan dorongannya dalam proses bimbingan

pembuatan skripsi sehingga dapat terselesaikan.

4. Ibu Debri Pristinella, M. Si. dan bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si selaku

dosen penguji. Terima kasih atas bantuannya dalam perbaikan skripsi agar

menjadi lebih baik.

5. Ibu Lusia Pratidarmanastiti, M. Psi. selaku dosen pembimbing akademik.

Terimakasih untuk bimbingannya selama kuliah di psikologi, khususnya

(13)

xi

6. Ibu C. Sundharning dan bapak M. Widjojoseno yang senantiasa memberi

dukungan, nasehat dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan

Ibu adalah orang-orang yang selalu memberikan keyakinan dan ketenangan

sehingga skripsi ini bisa selesai.

7. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi yang telah membagikan ilmu dan

pelajaran hidup yang sangat berarti untuk saya.

8. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi, Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi’, Mas Muji, dan Mas Donny yang senantiasa membantu dan mendukung saya,

terima kasih atas bantuannya.

9. Keluarga besarku, terutama My Brothers, Danu, Rio, Wahyu, Agung, Ivan,

yang selalu kompak dan menjadi teman bermusik dari dulu sampai sekarang.

Terima kasih selalu mau menghibur dan menemaniku ketika merasa lelah

dalam mengerjakan skripsi.

10.Sahabat-sahabatku, Ghea, Lucia Anin, Fiona, Pudji, Vienna, Tista, Pino, Esti

“ntong”, Lola. Terima kasih untuk semua pengalaman & kebersamaannya selama ini, sedih, senang, konyol & masih banyak cerita lainnya. Terima kasih

sudah mau saling menguatkan selama pengerjaan skripsi ini. Aku bersyukur

bisa mengenal dan bersama kalian.

11.Teman-teman yang membantuku dalam kelancaran pengambilan data skripsi,

Wahyu, Regina, Vienna, Lucia Anin, Pino, Tista, Ghea, Uli, Sandi, Ika,

Yohana, Cicil, Luna, Rika, Ninda, Tari, Tutut, Tyas, Deo, Keke, Agung, Ica.

(14)

xii

12.Teman-teman bimbingan Bu Sylvi, Fiona “Simbah”, Yovi Koleta, Hoyi, Tutut, Tyas, Riska, Maya, Iwan, Ninda, Sondra, Melati, Sr. Marcel, Yutti,

Keket. Terima kasih sudah selalu menyemangati, berbagi informasi tentang

bimbingan dan skripsi.

13.Semua subjek penelitian yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk

mengisi skala penelitian ini.

14.Teman-teman Psikologi angkatan 2010 yang juga sama-sama berjuang

menyelesaikan skripsi. Terima kasih sudah saling menyemangati kalau

bertemu di manapun.

15.Orang-orang yang pernah memberikan inspirasi, semangat dan motivasi

kepada saya walaupun jauh di sana dan dimanapun kalian berada.

16.Orang-orang yang mungkin saya lupa atau tidak sempat saya sebutkan.

Terimakasih atas bantuannya baik itu langsung maupun tidak langsung

sehingga saya dapat mengerjakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis menerima segala

masukkan yang membangun demi perbaikan penelitian selanjutnya. Semoga

skripsi ini bisa bermanfaat bagi banyak orang dan kiranya Tuhan senantiasa

memberkati kita semua.

Yogyakarta, 22 Februari 2015

Penulis,

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II: LANDASAN TEORI ... 11

(16)

xiv

1. Pengertian Asertivitas ... 11

2. Aspek Asertivitas ... 12

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asertivitas ... 13

4. Pentingnya Asertivitas ... 17

B. Penerimaan Orang Tua ... 18

1. Pengertian Penerimaan Orang Tua ... 18

2. Aspek Penerimaan Orang Tua ... 19

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua ... 21

C. Remaja Akhir ... 22

1. Definisi ... 22

2. Perkembangan Remaja Akhir ... 23

a. Perkembangan Fisik/Biologis ... 23

b. Perkembangan Kognitif ... 24

c. Perkembangan Sosial ... 25

D. Persepsi Remaja Akhir Terhadap Penerimaan Orang Tua ... 27

E. Hubungan antara Penerimaan Orang Tua dengan Asertivitas Remaja ... 28

F. Skema ... 34

G. Hipotesis ... 35

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 36

(17)

xv

D. Subjek Penelitian ... 38

E. Metode Pengumpulan Data ... 39

F. Validitas dan Reliabilitas ... 43

1. Validitas ... 43

2. Reliabilitas ... 43

3. Seleksi Aitem ... 45

G. Metode Analisis Data ... 48

1. Uji Normalitas ... 48

2. Uji Linearitas ... 49

3. Uji Hipotesis ... 49

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Pelaksanaan Penelitian ... 50

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 50

C. Deskripsi Data Penelitian ... 52

D. Analisis Data Penelitian ... 53

1. Uji Normalitas ... 53

2. Uji Linearitas ... 54

3. Uji Hipotesis ... 55

E. Pembahasan ... 56

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62

(18)

xvi

2. Bagi Subjek Penelitian ... 63

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Blue Print Skala Asertivitas Sebelum Uji Coba ... 40

Tabel 3.2. Distribusi Item Skala Asertivitas Sebelum Uji Coba ... 41

Tabel 3.3. Blue Print Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Sebelum Uji Coba ... 41

Tabel 3.4. Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Sebelum Uji Coba ... 42

Tabel 3.5. Distribusi Item Skala Asertivitas Setelah Uji Coba ... 45

Tabel 3.6. Blue Print Skala Asertivitas Setelah Uji Coba ... 46

Tabel 3.7. Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua Setelah Uji Coba ... 47

Tabel 3.8. Blue Print Skala Penerimaan Orang Tua Setelah Uji Coba ... 48

Tabel 4.1. Deskripsi Subjek Penelitin ... 51

Tabel 4.2. Deskripsi Data Penelitian ... 52

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas (Tes of Normality) ... 53

Tabel 4.4. Hasil Uji Linearitas (ANOVA Table) ... 54

(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Tryout ... 70

Lampiran 2. Reliabilitas ... 85

Lampiran 3. Skala Penelitian ... 94

Lampiran 4. Mean Empirik ... 106

Lampiran 5. Uji Normalitas ... 108

Lampiran 6. Uji Linearitas ... 110

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang, semakin banyak remaja yang terlibat dalam

perilaku kriminal. Salah satu kasus yang terjadi adalah kasus pembunuhan

berencana yang dilakukan oleh lima orang remaja usia 14-17 tahun di

Yogyakarta. Pembunuhan tersebut dilakukan karena pelaku YS (17 tahun) merasa

tersinggung dengan pesan singkat dari korban NAS (15 tahun). Oleh karena itu,

YS bersama teman-temannya berencana untuk memberi pelajaran kepada korban

dan berakhir pada tewasnya korban (www.tempo.co).

Permasalahan lain yang juga terjadi pada remaja yaitu narkoba, merokok

di kalangan remaja, dll. BNN menyatakan jumlah pengguna narkotika di

Indonesia saat ini sudah mencapai angka 4,5 juta orang dan angka ini meningkat

selama 2 tahun terakhir (news.detik.com). Kalangan pelajar masih mendominasi

kasus penggunaan narkoba di DIY selama januari-april 2014 dengan 110 kasus

pada anak SMA (www.jogja.solopos.com). Perokok di kalangan remaja usia 15 –

19 tahun di Yogyakarta meningkat dari 7,1 persen menjadi 43,3 persen

(news.metronews.com). Selain itu, Psikolog forensik Lia Sutisna Latief

menyatakan bahwa sebelum tahun 2010, remaja di bawah 18 tahun belum mampu

(23)

mungkin karena mudahnya mendapat informasi di abad informasi ini, remaja

semakin dini meniru kejahatan orang dewasa (megapolitan.kompas.com).

Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi, permasalahan terjadi pada rentang usia

remaja akhir.

Salah satu penyebab munculnya permasalahan remaja akhir tersebut

adalah pengaruh teman sebaya. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kasi

Media Tradisional Diseminfo Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional

(BNN) bahwa penyalahgunaan narkoba awalnya adalah coba-coba karena

pengaruh teman atau lingkungan (news.okezone.com). Selain itu, kasus

pembunuhan yang terjadi di Yogyakarta memaparkan bahwa pembunuhan

tersebut sudah direncanakan oleh YS dan teman-temannya. Dalam hal ini,

tindakan kriminal tersebut dilakukan oleh sekelompok remaja. Hal ini

menunjukkan adanya konformitas di kalangan remaja. Konformitas adalah sebuah

pengaruh sosial dimana seseorang mengubah sikap dan perilaku mereka agar

sesuai dengan norma sosial yang ada (Baron & Byrne, 2005). Remaja merasa

ingin diterima oleh kelompoknya sehingga berusaha mengikuti perilaku

kelompoknya untuk menggunakan narkoba. Penelitian yang dilakukan oleh

Komasari dan Helmi (2000) menemukan bahwa lingkungan teman sebaya

memberikan pengaruh terhadap perilaku merokok pada remaja. Selain itu, hasil

penelitian Adhityawan (2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

(24)

maka semakin tinggi pula kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh

Cynthia (2007) menemukan bahwa subjek yang memiliki tingkat konformitas

kelompok yang tinggi cenderung sering melakukan perilaku seks bebas.

Konformitas di kalangan remaja tersebut menunjukkan bahwa remaja

tidak asertif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hawari (Anindyajati &

Karima, 2004) menyebutkan bahwa 97% penyalahguna narkoba adalah remaja.

Pada penelitian tersebut juga memaparkan bahwa 81,3% remaja mengaku mulai

mencoba narkoba karena pengaruh atau bujukan teman.

Remaja yang cenderung untuk mengikuti temannya biasanya memiliki

kesulitan untuk menampilkan dirinya, mengungkapkan keinginan, perasaan serta

pikirannya. Hal tersebut membuat remaja menjadi sulit untuk mengekspresikan

penolakan terhadap pengaruh negatif dari temannya dan cenderung untuk tidak

menjadi diri sendiri melainkan mengikuti orang lain (Anindyajati & Karima,

2004).

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Family and Consumer dalam

Marini & Andriani (2005) memaparkan bahwa kebiasaan merokok, penggunaan

alkohol, napza serta hubungan seksual berkaitan dengan ketidakmampuan remaja

untuk bersikap asertif. Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja di

Yogyakarta di atas juga menunjukkan bahwa remaja tidak menyelesaikan

(25)

Menurut Alberti dan Emmons (1986), kedudukan perilaku asertif berada di

antara perilaku agresif dan pasif sehingga perilaku asertif itu lebih adaptif.

Menurut Rathus dan Nevid (Rosita, 2007) asertif adalah perilaku yang berani

untuk jujur dan terbuka dalam mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan

perasaannya secara apa adanya serta berani untuk menolak hal yang tidak masuk

akal dari figur otoritas dan standar yang berlaku di masyarakat. Di samping

mampu mengkomunikasikan segala kebutuhan, pikiran dan perasaannya, hal lain

yang juga ada yaitu tetap menghargai hak-hak orang lain (Alberti dan Emmons,

1986).

Terdapat beberapa masalah yang ditimbulkan akibat tidak asertif.

Penelitian Husetiya (2010) menyatakan bahwa asertivitas merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik. Individu yang kurang asertif,

kurang mau untuk mencari bantuan sehingga kesulitan untuk menyelesaikan

pekerjaan dan menundanya. Penundaan yang dilakukan individu berdampak pada

kurang optimalnya hasil pekerjaan. Selain itu, ketidakmampuan seseorang untuk

mengungkapkan kebutuhan, perasaan dan pikirannya tersebut juga dapat

berdampak pada kepercayaan diri seseorang (Rosita, 2007). Orang yang tidak

mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya akan merasa ditolak oleh

orang lain sehingga dapat berdampak pada kepercayaan dirinya. Oleh sebab itu,

dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki asertivitas yang rendah atau tidak

(26)

dan rendahnya kepercayaan dri pada akhirnya dapat berdampak pada

terhambatnya perkembangan diri seseorang.

Asertivitas menjadi suatu hal yang penting dalam kehidupan remaja akhir.

Asertivitas dibutuhkan remaja akhir agar terhindar dari perilaku yang negatif.

Selain itu, kemampuan remaja akhir untuk berperilaku asertif diperlukan untuk

keberhasilan remaja akhir dalam melewati tahap perkembangannya. Terdapat dua

nilai yang penting bagi remaja pada tahap perkembangannya, yaitu pemenuhan

diri dan mengekspresikan diri (Santrock, 2003).

Kemampuan untuk berperilaku asertif ini penting bagi remaja akhir dalam

usaha untuk mengekspresikan dirinya karena dengan asertif, remaja akhir bisa

mengekspresikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya tanpa rasa takut sehingga

kebutuhannya terpenuhi. Muhammad dalam Rosita (2007), berpendapat bahwa

ada beberapa keuntungan yang didapat bila berperilaku asertif yaitu keinginan,

kebutuhan dan perasaan seseorang untuk dimengerti oleh orang lain dapat

terpenuhi.

Menurut Rathus dan Nevid (dalam Rosita, 2007), asertivitas muncul pada

diri remaja akhir karena terdapat penghargaan diri (self-esteem) terhadap dirinya.

Remaja akhir merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya sangat berharga

sehingga harapannya dapat dipenuhi dengan cara mengoptimalkan kemampuan

yang dimilikinya. Keterkaitan ini didukung oleh hasil penelitian lain juga

menunjukkan bahwa semakin tinggi harga diri, semakin tinggi pula asertivitas

(27)

tersebut membuat seseorang lebih lebih nyaman untuk mengekspresikan dirinya.

Di dalam situasi yang aman dan nyaman tersebut, seseorang akan lebih tergerak

untuk mengkomunikasikan pikiran, perasaan dan kebutuhannya tanpa rasa takut

dan tertekan.

Menurut Coopersmith (Subowo dan Martiarini, 2009), salah satu hal

penting dalam pembentukan penghargaan dalam diri seseorang adalah

penerimaan. Penerimaan tersebut diperoleh remaja akhir dari lingkungan

sekitarnya, salah satunya keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dan

paling berpengaruh bagi seseorang (Ngahu, 2006). Keluarga merupakan salah

satu tempat seseorang untuk bertumbuh dan berkembang. Di dalam keluarga,

anak memperoleh kemampuan dasar baik intelektual maupun sosialnya. Keluarga

juga merupakan tempat dimana seseorang pertama kali belajar berinteraksi

dengan orang tua, kakak atau adik. Hal ini kemudian dapat berpengaruh kepada

interaksi seseorang di dalam masyarakat. Di dalam keluarga, orang tua berperan

besar pada perkembangan seorang anak. Pengalaman anak dengan orang tua di

masa kecil juga penting dalam menentukan kompetensi sosial dan kesejahteraan

sosial anak di masa mendatang (Santrock, 2012). Menurut Rohner (dalam

Kuterovac-Jagodic & Kerestes, 1996), penerimaan orang tua didefinisikan

sebagai sikap orang tua yang menunjukkan rasa cinta dan afeksi kepada anak

secara fisik maupun verbal. Suasana yang hangat dan penuh penerimaan dari

(28)

membuat anak memiliki harga diri yang tinggi sehingga dapat memunculkan

perilaku yang asertif.

Terdapat beberapa dampak negatif akibat kurangnya penerimaan dari

orang tua. Hasil penelitian yang dilakukan Akse, Hale III, Engels, Raaijmakers &

Meeus (2004) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara

penolakan dari orang tua dengan agresi dan depresi pada remaja. Semakin tinggi

penolakan, maka semakin tinggi pula agresi dan depresi pada remaja. Selain itu,

hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ada hubungan antara penolakan dari

orang tua dengan depresi. Semakin tinggi penolakan dari orang tua, maka

semakin tinggi pula tingkat depresi (Crook, Raskin & Elliot, 1981). Orang dewasa

yang mengalami penolakan pada waktu masih anak-anak cenderung untuk

menilai dirinya rendah atau memiliki self-esteem dan self-adequacy yang rendah.

Mereka cenderung dependen, kurang tanggap secara emosi dan memandang dunia

sebagai suatu hal yang negatif (Rohner dalam Robert, 1979). Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa kurangnya penerimaan dari orang tua akan memberi

pengaruh negatif bagi remaja seperti agresi, depresi, rendahnya harga diri. Oleh

karena itu, penerimaan dari orang tua menjadi faktor yang penting bagi

perkembangan remaja akhir menuju ke arah yang positif.

Di masa remaja akhir, mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama

dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi,

simpati, pemahaman, tempat bagi sebuah eksperimen dan pengaturan untuk

(29)

Remaja akhir adalah tahap dimana seseorang ingin menuju pada kemandirian.

Namun, meskipun remaja akhir beranjak ke arah kemandirian, mereka masih

perlu menjalin relasi dengan keluarganya (Hair dalam Santrock, 2012). Jika

seseorang tidak mendapatkan pengakuan dan dukungan dari keluarga, maka ia

akan mencari hal tersebut di luar keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa peran

orang tua menjadi penting bagi remaja akhir. Namun, seringkali para orang tua

yang sudah terbiasa dengan peralihan kehidupan dewasa merasa sulit untuk

menelaah kembali dan mengubah hubungan mereka dengan anak yang remaja

(Budyatna & Ganiem, 2011). Konflik orang tua dan remaja juga semakin

meningkat pada masa remaja dibanding masa anak-anak (Montremayor &

Steinberg dalam Santrock, 2003).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa persepsi terhadap

penerimaan orang tua dapat mempengaruhi asertivitas seseorang. Remaja akhir

yang merasa diterima oleh orang tua akan membuat dirinya merasa berharga

sehingga memiliki harga diri yang tinggi. Harga diri yang tinggi tersebut akan

mendorong remaja akhir untuk bersikap asertif. Asertivitas muncul disebabkan

dalam situasi yang penuh penghargaan tersebut, remaja akhir akan lebih merasa

nyaman untuk asertif. Sejauh pengetahuan peneliti, belum ada penelitian yang

meneliti hubungan antara kedua variabel. Oleh karena itu, peneliti ingin

mengetahui apakah terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap

(30)

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan

asertivitas pada remaja akhir?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap

penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Psikologi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dalam

bidang psikologi perkembangan.

2. Bagi Orang Tua

Melalui penelitian ini, orang tua dapat mengetahui apakah persepsi

remaja akhir terhadap penerimaan orang tua membuat asertivitas tinggi,

sehingga para orang tua dapat berusaha memberikan sikap yang penuh

(31)

3. Bagi Remaja

Melalui penelitian ini, diharapkan para remaja akhir menyadari

pentingnya asertivitas dalam kehidupan remaja. Asertivitas merupakan hal

yang penting bagi remaja akhir. Asertivitas dibutuhkan remaja akhir agar

terhindar dari hal-hal yang negatif dan dibutuhkan remaja akhir untuk

membantu memenuhi kebutuhan pada tahap perkembangannya. Selain itu,

persepsi remaja akhir terhadap penerimaan orang tua juga dapat berkaitan

(32)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. ASERTIVITAS

1. Pengertian Asertivitas

Asertivitas didefinisikan sebagai praktek dari perilaku yang

memungkinkan seseorang untuk bertindak sesuai dengan ketertarikan mereka

atau mampu menunjukkan dirinya tanpa merasa cemas atau mampu

mengekspresikan hak-haknya tanpa menyangkal hak-hak orang lain (Alberti

dan Emmons, 1986).

Asertif adalah perilaku yang menunjukkan kemampuan seseorang

untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, keyakinan, serta

kebutuhan-kebutuhan individu yang diungkapkan secara jujur, terbuka, wajar dan tidak

melanggar hak orang lain (Utamadi dalam Anindyajati & Karima, 2004).

Menurut Rathus dan Nevid (dalam Rosita, 2007) asertif adalah

perilaku yang berani untuk jujur dan terbuka dalam mengkomunikasikan

kebutuhan, pikiran dan perasaannya secara apa adanya serta berani untuk

menolak hal yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar yang

(33)

Jadi, asertivitas adalah kemampuan untuk mengungkapkan dan

mengekspresikan pikiran, perasaan dan keinginannya kepada orang lain secara

terbuka dan jujur, berani untuk menolak dan mempertahankan diri tanpa rasa

cemas, namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak orang lain.

2. Aspek Asertivitas

Menurut Alberti dan Emmons (1986), aspek dari asertivitas yaitu :

a. Mempromosikan kesetaraan dalam hubungan dengan orang lain

Aspek ini meliputi menempatkan kedua belah pihak dalam

kedudukan yang sama atau setara, dapat memulihkan keseimbangan

kekuatan dengan cara memberikan kekuatan pribadi serta menjadikannya

mungkin bagi setiap orang untuk menang dan tidak seorangpun yang

merugi.

b. Bertindak sesuai dengan minatnya sendiri

Aspek ini meliputi kemampuan untuk membuat keputusan sendiri,

untuk berinisiatif memulai pembicaraan dan mengorganisasikan kegiatan,

mempercayai penilaian diri sendiri, untuk menetapkan tujuan dan

berusaha meraih tujuan tersebut, untuk meminta bantuan dari orang lain,

(34)

c. Mampu mempertahankan diri sendiri

Aspek ini meliputi kemampuan untuk berkata “tidak”, menentukan

batas-batas bagi waktu dan energi untuk menanggapi kritikan atau celaan

atau kemarahan dari orang lain, untuk mengekspresikan atau mendukung

atau mempertahankan pendapat.

d. Mampu mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman

Aspek ini meliputi kemampuan untuk menyatakan

ketidaksetujuan, menunjukkan kemarahan, menunjukkan afeksi atau

persahabatan, mengakui rasa takut atau kecemasan, mengekspresikan

persetujuan atau dukungan, bersikap spontan tanpa rasa cemas yang

menyakitkan.

e. Tidak menyangkal hak-hak orang lain

Untuk memenuhi ekspresi personal di atas individu melakukannya

tanpa kritikan yang tidak adil kepada orang lain, tanpa perilaku yang

menyakiti orang lain, tanpa menjuluki, tanpa intimidasi, tanpa manipulasi,

tanpa mengendalikan orang lain.

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Asertivitas

Menurut Rathus dan Nevid (dalam Rosita, 2007), terdapat enam faktor

(35)

a. Jenis Kelamin

Pada umumnya wanita lebih sulit bersikap asertif seperti

mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki-laki. Di

Indonesia, budaya patriarki masih terasa kental. Dalam budaya patriarki,

laki-laki dipandang lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan

perempuan dan peran pria lebih dominan daripada wanita (Retnowulandari,

2010; Laura & Syifa’ar, 2006). Perbedaan kedudukan tersebut membuat

wanita menjadi terbatas dalam mengekspresikan dirinya sehingga

perkembangan asertivitas menjadi terhambat.

b. Self esteem

Keyakinan yang ada dalam diri seseorang juga mempengaruhi

kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Orang

yang memiliki harga diri yang tinggi akan memiliki kecemasan sosial yang

rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa

merugikan orang lain dan diri sendiri.

c. Kebudayaan

Tuntutan lingkungan menentukan batas perilaku, dimana

batas-batas perilaku itu sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan status sosial

seseorang. Penelitian yang dilakukan Singhal dan Nagao (1993)

(36)

individualistik (barat) dan kolektif (timur). Orang yang berpegang pada

budaya kolektif cenderung untuk menjaga keharmonisan sehingga agak

sulit untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya terlebih pada orang yang

lebih tua. Sedangkan pada budaya individualistik lebih mengutamakan

pada saling bertukar pendapat sehingga lebih terbuka dalam

mengungkapkan pikiran dan pendapatnya. Pada masyarakat Jawa, terdapat

dua nilai dalam kehidupan keluarga Jawa yaitu “penghormatan” dan

“penampilan sosial yang harmonis (rukun)” (Geertz,1983). Selain itu,

dalam budaya timur, orang dididik untuk tidak memperlihatkan

isyarat-isyarat perilaku emosional (Budyatna dan Ganiem, 2011). Hal tersebut

membuat seseorang untuk memilih lebih baik diam daripada bertindak

sehinggga cenderung pasif.

d. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin luas

wawasan berpikirnya sehingga memiliki kemampuan untuk

mengembangkan diri dengan lebih terbuka. Pengetahuan dan wawasan

yang dimiliki seseorang dapat membantu untuk melancarkan komunikasi

dan hubungan interpersonal. Selain itu, pengetahuan dan wawasan yang

luas dapat menambah rasa percaya diri sehingga lebih berani untuk

megungkapkan pendapat, pikiran dan ide-ide yang dimiliki (Frith & Synder

(37)

e. Tipe Kepribadian

Dalam situasi yang sama tidak semua individu memberikan respon

yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh tipe kepribadian seseorang. Seseorang

akan bertingkah laku berbeda dengan individu dengan tipe kepribadian

lain. Orang yang dengan tipe kepribadian introvert memiliki ciri-ciri

ketenangan, kepasifan, tidak berjiwa sosial, berhati-hati, penuh

pemeliharaan, berpikir mendalam, pesimistik, kedamaian, kelembutan,

kontrol diri, pasif. Orang yang dengan tipe kepribadian ekstraversi

memiliki ciri-ciri aktif, perasaan sosial, kegairahan hidup, optimisme,

penghargaan terhadap hubungan dengan sesama, keimpulsifan, rasa humor

(Eysenck dalam Feist & Feist, 2006). Orang yang asertif mampu dalam

mengungkapkan dan mengkomunikasikan pikiran, perasaan dan

keinginannya kepada orang lain. Orang dengan tipe kepribadian ekstraversi

akan lebih mudah untuk berperilaku asertif.

f. Situasi tertentu lingkungan sekitarnya

Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi

dalam arti luas, misalnya posisi kerja antara atasan dan bawahan. Situasi

dalam kehidupan tertentu akan dikhawatirkan menggangu. Dalam hal ini,

atasan memiliki kedudukan yang tinggi daripada bawahan. Hal ini dapat

membuat bawahan menjadi enggan untuk mengungkapkan

(38)

4. Pentingnya Asertivitas

Tedapat beberapa manfaat dari asertivitas. Muhammad dalam Rosita

(2007), berpendapat bahwa ada beberapa keuntungan yang didapat bila

berperilaku asertif yaitu keinginan, kebutuhan dan perasaan seseorang untuk

dimengerti oleh orang lain dapat terpenuhi. Manfaat asertivitas yang lain yaitu

kepercayaan diri meningkat dan berkurangnya rasa takut dengan orang lain,

dapat memberikan energi positif kepada orang lain, dapat mengijinkan dirinya

dan orang lain untuk bebas memilih sesuai dengan kehendaknya, mengetahui

apa yang mereka butuhan dan rasakan, mampu untuk menjaga hubungan yang

baik dengan orang lain (Napoli, Kilbride & Tebbs, 1988).

Asertivitas merupakan hal yang penting bagi remaja akhir. Asertivitas

dibutuhkan remaja akhir agar terhindar dari hal-hal yang negatif. Remaja

akhir yang asertif mampu mengekspresikan penolakan teradap pengaruh

negatif dari lingkungannya tanpa rasa cemas sehingga membuatnya terhindar

dari perilaku negatif. Selain itu, kemampuan remaja akhir untuk berperilaku

asertif diperlukan untuk keberhasilan remaja akhir dalam melewati tahap

perkembangannya. Terdapat dua nilai yang penting bagi remaja akhir pada

tahap perkembangannya, yaitu pemenuhan diri dan mengekspresikan diri

(Santrock, 2003).

Asertivitas penting ditanamkan pada remaja akhir karena asertivitas

(39)

dipelajari sebagai reaksi terhadap berbagai situasi sosial yang ada di

lingkungannya (Mauboy, 2011).

B. PENERIMAAN ORANG TUA

1. Pengertian Penerimaan Orang Tua

Menurut Rohner (dalam Kuterovac-Jagodic & Kerestes, 1996),

penerimaan orang tua didefinisikan sebagai sikap orang tua yang

menunjukkan rasa cinta dan afeksi kepada anak secara fisik maupun verbal.

Penerimaan orang tua mengacu kepada kehangatan, afeksi,

kepedulian, kenyamanan, perhatian, dukungan atau cinta yang diterima anak

dari orang tua atau pengasuh (caregiver) lainnya (Rohner, Khaleque &

Cournoyer, 2005).

Menurut Lestari (dalam Mayangsari, 2013), penerimaan orang tua

adalah sikap dan cara orang tua dalam memperlakukan anak yang ditandai

dengan adanya komunikasi orang tua dengan anak, perhatian dan kasih

sayang, menghargai anak, memberi kepercayaan serta memperlakukan anak

sesuai dengan kemampuannya.

Menurut Hurlock (Mayangsari, 2013), penerimaan orang tua adalah

sikap dan cara orang tua yang tercermin dari bentuk ketertarikan, kegembiraan

dan rasa cinta terhadap anak.

Jadi, penerimaan orang tua adalah sikap orang tua atau pengasuh

(40)

dan dukungan, kepercayaan, adanya komunikasi dan ketertarikan bersama

dengan anak.

2. Aspek Penerimaan Orang tua

PARTheory (Parental Acceptance-Rejection Theory) adalah teori dari

sosialisasi dan perkembangan masa hidup yang mencoba untuk memprediksi

dan menjelaskan penyebab utama, konsekuensi dan hal lain yang berkaitan

penerimaan dan penolakan dari orang tua (parental acceptance and rejection)

(Rohner, 1986, 2004; Rohner & Rohner, 1980 dalam Khaleque, Rohner &

Cournoyer, 2005). Penerimaan dan penolakan orang tua membentuk dimensi

kehangatan (warmth dimension) dalam pengasuhan, yaitu suatu kualitas

ikatan afeksi antara orang tua dan anak (Rohner, Khaleque & Cournoyer

dalam Lestari, 2012). Kehangatan (warmth/affection) dari orang tua

ditunjukkan secara fisik dan verbal. Contoh dari aspek fisik terdiri dari

ciuman, pelukan, membelai, dll. Contoh dari aspek verbal terdiri dari

memberikan pujian, mengatakan hal-hal yang baik, dll (Rohner, Khaleque &

Cournoyer, 2005).

Menurut Lestari (Mayangsari, 2013), terdapat empat aspek sikap

penerimaan orang tua, yaitu:

a. Aspek komunikasi

Aspek komunikasi merupakan kemampuan dari orang tua yang

(41)

mendengarkan cerita dan tidak mencela kesalahan yang dilakukan anak.

Aspek ini juga bentuk perilaku dari orang tua yang mampu membangun

komunikasi yang terbuka dan mendengarkan dengan pikiran yang tenang

terhadap konflik yang dialami anak.

b. Aspek perhatian dan kasih sayang

Aspek perhatian dan kasih sayang merupakan kemampuan orang tua

yang dirasakan oleh anak dalam hal memberi perlindungan dan kasih

sayang, memperhatikan kemajuan prestasi belajar, memberikan nasehat

yang bijaksana dan memberikan dorongan pada anak. Aspek ini juga

berbentuk perilaku dari orang tua yang mencintai anak tanpa syarat,

mampu menghargai anak sebagai individu yang memiliki perasaan,

mengakui hak-hak anak dan kebutuhan untuk mengekspresikannya,

menerima dan mengarahkan anak pada perasaan positif, serta senantiasa

mendorong anak untuk bebas mengekspresikan emosinya.

c. Aspek keterlibatan orang tua

Pada aspek ini, orang tua senantiasa dapat ikut serta berpartisipasi

dalam hal-hal yang disukai anak, berminat terhadap rencana dan ambisi

anak, melakukan perjalanan bersama-sama, melibatkan anak dalam

pekerjaan orang tua. Aspek ini juga dianggap sebagai kemampuan orang

(42)

d. Aspek kepercayaan pada anak

Aspek kepercayaan pada anak merupakan kemampuan orang tua

dalam melatih bertanggung jawab, melatih mandiri, memberikan

kepercayaan dan tidak berharap terlalu banyak terhadap anak. Aspek ini

juga sebagai kesediaan orang tua untuk mempercayai dan menilai suatu

keputusan anak yang unik dan berusaha menjaganya dalam batasan

kepribadian yang sehat dan penyesuaian sosial yang baik.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Orang Tua

Menurut Rohner, Khaleque dan Cournoyer (2005), faktor- faktor yang

mempengaruhi penerimaan orang tua adalah :

a. Lingkungan sosial

Sistem sosial budaya yang berlaku di masyarakat memiliki

pengaruh terhadap penerimaan orang tua terhadap anak. Hal tersebut

berkaitan dengan ekspresi kasih sayang dari orang tua kepada anak.

Budaya yang kaku akan membuat orang tua bersikap dingin terhadap

(43)

b. Faktor spiritual

Kepercayaan dan religiusitas seseorang mempengaruhi penerimaan

orang tua terhadap anak. Orang tua yang religius dan memiliki nilai agama

yang kuat akan memberikan penerimaan yang lebih besar terhadap anak

dibandingkan yang kurang religius.

C. REMAJA AKHIR 1. Definisi

Remaja adalah individu yang sedang berada pada periode transisi

perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang melibatkan

perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2007). Menurut

WHO (Sarwono, 2011), remaja adalah suatu masa dimana individu

berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual

sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, mengalami

perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi

dewasa, mengalami peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh

kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Masa remaja dimulai sekitar usia

10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar 18 hingga 22 tahun. Masa

remaja akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari

(44)

menjadi tiga tahap, yaitu masa remaja awal (11-12 hingga 14 tahun), masa

remaja pertengahan (14 hingga 16 tahun), masa remaja akhir (16 hingga 18

tahun).

2. Perkembangan Remaja Akhir

Perkembangan individu merupakan pola perubahan yang terus

berlangsung selama masa hidup. Tugas-tugas perkembangan remaja akhir

yaitu memperluas hubungan antarpribadi dan berkomunikasi secara lebih

dewasa dengan teman sebaya, memperoleh peran sosial, menerima

kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif, memperoleh kebebasan

emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya, mencari kepastian akan

kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, memilih dan mempersiapkan

lapangan pekerjaan, mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga,

membentuk sistem nilai moral dan falsafah hidup (Havingrust dalam Gunarsa

& Gunarsa, 2009). Perkembangan pada masa remaja akhir dapat dilihat dari

tiga hal yaitu perkembangan fisik/biologis, kognitif dan sosial.

a. Perkembangan Fisik/Biologis

Masa pubertas merupakan awal penting yang menandai masa remaja.

Pubertas adalah sebuah periode dimana kematangan fisik berlangsung

pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh. Perubahan yang

(45)

kematangan seksual, pertambahan tinggi dan berat tubuh (Santrock,

2012). Perubahan pada masa remaja tersebut dapat meningkatkan rasa

ingin tahu remaja. Remaja merupakan masa eksplorasi dan eksperimen

seksual. Remaja memiliki rasa ingin tahu dan seksualitas yang hampir

tidak dapat dipuaskan (Santrock, 2012). Dampak dari hal tersebut yaitu

remaja akan mencoba mencari informasi tentang seksualitas sehingga

remaja rentan untuk mencoba melakukan seks bebas.

b. Perkembangan Kognitif

Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, remaja berada pada

tahap perkembangan kognitif yang terakhir yaitu tahap operasional formal.

Pemahaman remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman yang

konkret, namun remaja sudah mampu untuk berpikir abstrak, lebih idealis

dan logis (Santrock, 2012). Selain itu, pengambilan perspektif

(perspective taking) merupakan hal yang penting terkait perkembangan

remaja. Pengambilan perspektif (perspective taking) adalah kemampuan

untuk mempertimbangkan sudut pandang orang lain serta memahami

pikiran dan perasaannya (Santrock, 2007). Pengambilan perspektif dapat

meningkatkan pemahaman diri remaja dan kualitas persahabatan di antara

teman sebaya (Selman & Adalbjarnardottir, 2000; Selman & Schultz,

(46)

Remaja yang kompeten dalam pengambilan perspektif juga lebih

dapat memahami kebutuhan dan kebersamaan mereka dengan orang lain

sehingga mereka juga dapat berkomunikasi secara lebih efektif.

Kemampuan mengambil perspektif tersebut dapat membantu seseorang

untuk dapat asertif. Selain itu, terdapat pula egosentrisme remaja. Menurut

Piaget (Berk, 2012), pada remaja muncul egosentrisme baru dimana

remaja sulit membedakan antara perspektif sendiri dan perspektif orang

lain. Menurut David Elkind (Santrock, 2012), egosentrisme remaja

mengandung dua komponen utama yaitu imaginary audience dan personal

fable. Imaginary audience adalah keyakinan remaja bahwa orang lain

berminat pada dirinya sebagaimana ia berminat pada dirinya sendiri,

termasuk juga tingkah laku menarik perhatian (berusaha untuk

diperhatikan) dan terlihat. Personal fable adalah bagian dari egosentrisme

remaja yang menganggap bahwa dirinya unik dan tak terkalahkan. Remaja

juga beranggapan bahwa tidak seorangpun yang dapat memahami mereka.

c. Perkembangan Sosial

Pada perkembangan sosial, hubungan remaja dengan orang lain

merupakan hal yang penting. Jersild, Brook dan Brook (dalam Ali dan

Asrori, 2009) mengatakan bahwa pada masa anak-anak, mereka masih

(47)

orang tua. Namun, remaja sudah mulai menyadari keberadaan dirinya

sebagai pribadi. Hal ini mendorong remaja untuk membebaskan diri dari

ketergantungan dengan orang tua. Hal tersebut juga sesuai dengan tugas

perkembangan remaja, dimana remaja memiliki dorongan untuk otonomi.

Remaja tidak hanya sekedar terdorong untuk berpisah atau bebas dari

orang tuanya, namun kelekatan pada orang tua juga meningkatkan

kemungkinan bahwa remaja akan kompeten secara sosial (Santrock,

2012). Selain itu, teman sebaya juga memiliki peran yang penting dalam

kehidupan remaja. Sullivan (dalam Santrock 2012) berpendapat bahwa

sahabat menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sosial remaja.

Di masa remaja, tekanan untuk sesuai dengan teman sebaya menjadi lebih

kuat (Santrock, 2012).

Terdapat enam kebutuhan remaja akhir terkait hubungan sosial (Rice

dalam Nisfiannor, Rostiana & Puspasari, 2004), yaitu (1) Kebutuhan

terkait pemahaman, perhatian, dan membina hubungan yang memuaskan;

(2) Kebutuhan untuk memperluas persahabatan dengan cara berhubungan

dengan orang-orang baru yang memiliki latar belakang, pengalaman, dan

ide yang berbeda; (3) Kebutuhan untuk dapat diterima, dimiliki, diakui

statusnya dalam satu kelompok; (4) Kebutuhan untuk lepas dari

lingkungan bermain yang homogen (terjadi pada masa kanak-kanak) ke

(48)

mengasuh, berlatih kemampuan-kemampuan yang dapat mengembangkan

diri dan sesama, memilih teman yang sesuai, dan kebutuhan untuk

menggapai kesuksesannya dalam perkawinan; (6) Kebutuhan untuk

menemukan peran seksualnya dan mempelajari perilaku seksual yang

tepat. Terkait dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut, peran asertivitas

menjadi penting bagi remaja akhir karena dapat membantu memenuhi

kebutuhan tersebut.

D. Persepsi Remaja Akhir Terhadap Penerimaan Orang Tua

Persepsi adalah seperangkat proses yang dengannya kita mengenali,

mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang kita terima

dari stimuli lingkungan (Sternberg, 2008). Sebagai bidang kajian, persepsi sosial

adalah studi terhadap bagaimana orang membentuk kesan dan membuat

kesimpulan tentang orang lain (Teiford dalam Sarwono, 2009). Secara umum,

persepsi merupakan proses perolehan, penafsiran, pemilihan dan pengaturan

informasi indrawi. Persepsi sosial dapat diartikan sebagai proses perolehan,

penafsiran, pemilihan dan pengaturan informasi indrawi tentang orang lain

(Sarwono, 2009). Dalam penelitian ini ingin melihat persepsi remaja akhir

terhadap penerimaan orang tua. Jadi, persepsi terhadap penerimaan orang tua

adalah proses perolehan, penafsiran, pemilihan dan pengaturan informasi indrawi

yang diterima sehingga membentuk kesan dan kesimpulan tentang penerimaan

(49)

Proses persepsi dimulai dari pengenalan terhadap tingkah laku nonverbal yang

ditampilkan orang lain. Tanda-tanda nonverbal ini merupakan informasi yang

dijadikan bahan untuk mengenali dan mengerti orang lain secara lebih jauh.

Berdasarkan informasi-informasi nonverbal tersebut, seseorang membuat

kesimpulan tentang apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain.

Selanjutnya ungkapan-ungkapan verbal melengkapi pembuatan kesimpulan dari

tanda-tanda nonverbal. Dengan menggunakan informasi-informasi tingkah laku

nonverbal dan verbal, seseorang membentuk kesan-kesan tentang orang lain.

Dalam hal ini kesan yang dibentuk remaja akhir terhadap penerimaan orang tua

sehingga bagaimana remaja mempersepsi penerimaan orang tua terhadap dirinya

sangat tergantung pada bagaimana remaja tersebut melihatnya.

Menurut Rohner (Lestari, 2012), persepsi terhadap penerimaan dan penolakan

orang tua akan mempengaruhi perkembangan individu dan cara yang

dikembangkan dalam menghadapi masalah.

E. Hubungan Antara Penerimaan Orang Tua dengan Asertivitas Remaja Akhir

Asertivitas merupakan hal yang penting bagi remaja akhir. Asertivitas

dibutuhkan remaja akhir agar terhindar dari hal-hal yang negatif. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Rosita (2007) menyebutkan bahwa asertivitas memiliki

hubungan yang signifikan dengan kepercayaan diri. Dampak dari individu yang

berperilaku asertif yaitu keinginan, kebutuhan dan perasaan seseorang untuk

(50)

Individu akan merasa dapat mengendalikan hidupnya sendiri dan kemudian akan

berdampak pada meningkatnya kepercayaan diri individu tersebut. Selain itu,

manfaat dari asertif adalah seseorang dapat mempertahankan haknya tanpa

menyakiti dan merugikan orang lain, dapat mendapatkan kebutuhannya dengan

cara yang memuaskan dan melegakan hati semua orang, dapat memiliki

penyesuaian diri yang baik dan dapat membangun hubungan interpersonal yang

positif (Alberti dan Emmons dalam Al’ain & Mulyana, 2013).

Menurut Rathus dan Nevid (Rosita, 2007), asertivitas muncul pada diri

remaja akhir karena terdapat penghargaan diri (self-esteem) terhadap dirinya.

Remaja akhir merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya sangat berharga

sehingga harapannya dapat dipenuhi dengan cara mengoptimalkan kemampuan

yang dimilikinya. Hasil dari penelitian lain juga menunjukkan bahwa semakin

tinggi harga diri, semakin tinggi pula asertivitas remaja (Anindyajati & Karima,

2004). Adanya perasaan dihargai dan diterima tersebut membuat seseorang lebih

nyaman untuk mengekspresikan dirinya. Di dalam situasi yang aman dan nyaman

tersebut, seseorang akan lebih tergerak untuk mengkomunikasikan pikiran,

perasaan dan kebutuhannya tanpa rasa takut dan tertekan.

Menurut Coopersmith (Subowo dan Martiarini, 2009), salah satu hal yang

berperan dalam pembentukan penghargaan dalam diri seseorang adalah

penerimaan. Penerimaan tersebut diperoleh remaja akhir dari lingkungan

sekitarnya, salah satunya keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dan

(51)

satu tempat bagi seseorang untuk bertumbuh dan berkembang. Di dalam keluarga,

anak memperoleh kemampuan dasar baik intelektual maupun sosialnya. Keluarga

juga merupakan tempat dimana seseorang pertama kali belajar bersosialisasi dan

berinteraksi dengan orang tua, kakak atau adik. Hal ini kemudian dapat

berpengaruh kepada interaksi seseorang di dalam masyarakat. Selain itu, orang

tua dapat mempengaruhi hubungan anak dengan teman sebayanya (Berk, 2006).

Di dalam keluarga, orang tua berperan besar pada perkembangan seorang anak.

Pengalaman anak dengan orang tua di masa kecil juga penting dalam menentukan

kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial anak di masa mendatang (Santrock,

2012). Penerimaan orang tua adalah sikap orang tua atau pengasuh kepada anak

yang menunjukkan kehangatan, rasa kasih sayang, penghargaan dan dukungan,

kepercayaan, adanya komunikasi dan ketertarikan bersama dengan anak. Menurut

Rohner (dalam Lestari, 2012), persepsi anak terhadap penerimaan dan penolakan

orang tua akan mempengaruhi perkembangan individu dan cara yang

dikembangkan dalam menghadapi masalah. Suasana yang hangat dan penuh

penerimaan dari orang tua akan membuat seseorang merasa dihargai dan diterima.

Hal ini dapat membuat anak memiliki harga diri yang tinggi sehingga dapat

memunculkan perilaku yang asertif.

Penolakan orang tua (parental rejection) akan memberi pengaruh negatif bagi

remaja seperti agresi, depresi, rendahnya harga diri, rasa tidak aman, kecemasan

(Akse dkk, 2004; Crook, Raskin & Elliot, 1981; Rohner dalam Robert 1979;

(52)

maka anak akan mengamati suatu celaan dan penolakan sebagai suatu celaan yang

luas dan tersebar dalam setiap perilaku. Anak menjadi peka terhadap setiap

penolakan dan segera mulai merencanakan tingkah lakunya menurut reaksi yang

diharapkan akan diberikan (Rogers dalam Schultz, 1991). Ketika remaja akhir

merencanakan tingkah lakunya menurut reaksi yang diharapkan akan diberikan,

dia tidak menjadi diri sendiri dan sulit mengekspresikan dirinya. Berdasarkan

penjelasan tersebut, menunjukkan bahwa remaja akhir yang mengalami penolakan

orang tua akan menjadi tidak asertif. Ketika seseorang tidak mendapatkan

pengakuan dan dukungan dari keluarga maka ia akan mencari hal tersebut di luar

keluarga (Budyatna & Ganiem, 2011). Oleh karena itu, penerimaan dari orang tua

menjadi suatu hal yang penting bagi perkembangan remaja akhir menuju ke arah

yang positif.

Pada masa remaja akhir, terdapat beberapa ciri khas yang muncul pada

tahap perkembangannya. Di masa remaja akhir, mereka lebih sering

menghabiskan waktu bersama dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya

merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, tempat bagi sebuah eksperimen

dan pengaturan untuk mencapai kemandirian dari orang tua (Papalia, Feldman &

Martorell, 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa teman sebaya merupakan hal

yang penting dalam perkembangan remaja akhir. Jika remaja akhir tidak

mendapatkan pengakuan dan dukungan dari keluarga maka ia akan mencari hal

(53)

penerimaan dari orang tuanya, remaja akhir akan berusaha melakukan apapun

agar diterima oleh teman sebaya. Di sisi lain, pengaruh teman sebaya juga bisa

mengarahkan perilaku remaja akhir ke hal yang positif maupun negatif. Salah satu

penyebab terjdinya permasalahan dan kenakalan remaja akhir adalah adanya

pengaruh dari teman sebaya. Hal tersebut juga didukung oleh adanya

egosentrisme remaja yaitu imaginary audience dan personal fable. Pada personal

fable, remaja akhir memandang dirinya unik dan istimewa. Ketika bergabung

dengan kepribadian yang gemar mencari sensasi, dongeng pribadi berperan pada

pengambilan keputusan yang beresiko karena remaja akhir merasa unik dan

istimewa sehingga merasa tidak rentan terhadap bahaya. Remaja akhir dengan

dongeng pribadi dan pencarian sensasi yang tinggi cenderung lebih sering

melakukan kenakalan remaja (Greene dkk. dalam Berk, 2012). Pada imaginary

audience, remaja akhir merasa bahwa dirinya menjadi pusat perhatian orang lain

sehingga pandangan orang lain menjadi sangat penting bagi remaja akhir. Hal

tersebut terkadang membuat remaja akhir berusaha untuk memenuhi dan

mengikuti harapan orang lain. Remaja akhir merasa ingin diterima oleh

kelompoknya sehingga berusaha mengikuti perilaku kelompoknya. Remaja akhir

yang cenderung untuk mengikuti temannya biasanya memiliki kesulitan untuk

menampilkan dirinya, mengungkapkan keinginan, perasaan serta pikirannya. Hal

tersebut membuat remaja akhir menjadi sulit untuk mengekspresikan penolakan

terhadap pengaruh negatif dari temannya dan cenderung untuk tidak menjadi diri

(54)

remaja akhir yang memiliki asertivitas yang rendah akan mengalami kesulitan

mengutarakan perasaan dan pikirannya kepada orang lain dan cenderung untuk

memenuhi tuntutan lingkungannya dengan menekan kebutuhannya (Kusumawati,

Lilik & Agustin, 2011).

Selain itu, pada masa remaja akhir berkembang juga kemampuan untuk

pengambilan perspektif (perspective taking). Remaja akhir yang kompeten dalam

pengambilan perspektif juga lebih dapat memahami kebutuhan dan kebersamaan

mereka dengan orang lain sehingga mereka juga dapat berkomunikasi secara lebih

efektif. Hal ini juga berkaitan dengan salah satu aspek asertivitas yaitu tidak

menyangkal hak-hak orang lain, dimana kemampuan mengambil perspektif

(55)
[image:55.612.104.521.142.591.2]

F. Skema

Gambar 2.1 Skema

Asertivitas Tinggi

- Remaja akhir merasa dihargai dan diterima - Menentukan kompetensi sosial remaja akhir Keluarga Persepsi Penerimaan Orang Tua Persepsi Penolakan Orang Tua

Relasi dengan teman sebaya: remaja akhir berusaha memenuhi harapan dan mengikuti teman sebaya - Agresi - Rendah-nya harga diri - Kecemasan - Rasa tidak

aman

(56)

G. HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara persepsi

terhadap penerimaan orang tua dengan asertivitas remaja akhir. Semakin tinggi

persepsi terhadap penerimaan orang tua maka semakin tinggi pula asertivitas

(57)

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional. Tujuan dari

penelitian korelasional adalah untuk menyelidiki sejauh mana variasi-variasi pada

suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain

berdasarkan pada koefisien korelasi (Narbuko dan Achmadi, 2007).

B. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2013).

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu persepsi terhadap penerimaan orang

tua.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Variabel terikat dalam

(58)

C. Definisi Operasional

1. Persepsi Terhadap Penerimaan Orang Tua

Persepsi terhadap penerimaan orang tua adalah proses perolehan,

penafsiran, pemilihan dan pengaturan informasi indrawi yang diterima

sehingga membentuk kesan dan kesimpulan tentang penerimaan orang tua.

Penerimaan orang tua adalah sikap orang tua atau pengasuh kepada anak yang

menunjukkan kehangatan, rasa kasih sayang, penghargaan dan dukungan,

kepercayaan, adanya komunikasi dan ketertarikan bersama dengan anak.

Penerimaan orang tua dilihat dari lima aspek, yaitu aspek komunikasi, aspek

perhatian dan kasih sayang, aspek keterlibatan orang tua, aspek kepercayaan

pada anak, aspek kehangatan. Semakin tinggi skor total yang diperoleh dalam

skala penerimaan orang tua menunjukkan semakin tinggi penerimaan orang

tua yang dimililiki subjek penelitian. Semakin rendah skor total dalam skala

penerimaan orang tua, maka semakin rendah pula penerimaan orang tua yang

dimiliki oleh subjek penelitian.

2. Asertivitas

Asertivitas adalah kemampuan untuk mengungkapkan dan

mengekspresikan pikiran, perasaan dan keinginannya kepada orang lain secara

terbuka dan jujur, berani untuk menolak dan mempertahankan diri tanpa rasa

cemas, namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak orang lain. Menurut

(59)

kesetaraan dalam hubungan dengan orang lain, bertindak sesuai dengan

minatnya sendiri, mampu mempertahankan diri sendiri, mampu

mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, tidak menyangkal

hak-hak orang lain. Semakin tinggi skor total yang diperoleh dalam skala

asertivitas menunjukkan semakin tinggi asertivitas yang dimililiki subjek

penelitian. Semakin rendah skor total dalam skala asertivitas, maka semakin

rendah pula asertivitas yang dimiliki oleh subjek penelitian.

D. Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun di Yogyakarta. Sampelnya adalah 125 remaja akhir yang berusia 16 – 18 tahun di Yogyakarta Subjek penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 16

tahun hingga 18 tahun. Alasan pemilihan subjek dengan usia tersebut adalah

karena permasalahan yang menunjukkan remaja tidak asertif terjadi pada usia

remaja akhir (16-18 tahun). Teknik pemilihan subjek yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu simple random sampling. Teknik simple random sampling

adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa

(60)

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan

skala yang diberikan kepada subjek penelitian. Terdapat dua skala yang

digunakan dalam penelitian ini sebagai alat pengumpulan data, yaitu skala

asertivitas dan skala persepsi terhadap penerimaan orang tua. Jenis skala yang

digunakan dalam penyusunan skala ini adalah skala Likert. Skala Likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2013).

Pada setiap pernyataan dalam skala ini, subjek diminta menyatakan

kesetujuan-ketidaksetujuannya dalam sebuah kontinum yang terdiri atas empat

respon: “Sangat Sesuai (SS)”, “Sesuai (S)”, “Tidak Sesuai (TS)”, dan “Sangat Tidak Sesuai (STS)”. Alasan peneliti memilih skala Likert dengan empat respon adalah untuk menghilangkan jawaban ragu-ragu karena jawaban tersebut dapat

memberikan makna yang ganda dan tidak menjelaskan jawaban responden yang

sebenarnya secara pasti. Selain itu, penggunaan jumlah pilihan jawaban yang

genap memaksa subjek memilih jawaban favorable dan unfavorable sehingga

tidak memberi kesempatan kepada subjek untuk memilih jawaban netral

(Anderson dalam Supratiknya, 2014). Dalam skala Likert, isi pernyataan

(61)

1. Aitem-aitem pernyataan favorable, dengan pilihan jawaban dan skor yaitu :

(a) Sangat Sesuai (SS) : skor 4

(b) Sesuai (S) : skor 3

(c) Tidak Sesuai (TS) : skor 2

(d) Sangat Tidak Sesuai (STS) : skor 1

2. Aitem-aitem pernyataan unfavorable, dengan pilihan jawaban dan skor yaitu :

(a) Sangat Sesuai (SS) : skor 1

(b) Sesuai (S) : skor 2

(c) Tidak Sesuai (TS) : skor 3

(d) Sangat Tidak Sesuai (STS) : skor 4

[image:61.612.103.526.127.705.2]

1. Skala Asertivitas

Tabel 3.1

Blue Print Skala Asertivitas Sebelum Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Mempromosikan

kesetaraan dalam hubungan dengan orang lain

6 item 6 item 12 item

2. Bertindak sesuai dengan minatnya sendiri

6 item 6 item 12 item

3. Mampu mempertahankan diri sendiri

6 item 6 item 12 item

4. Mampu mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman

(62)

5. Tidak menyangkal hak-hak orang lain

6 item 6 item 12 item

[image:62.612.99.526.113.708.2]

TOTAL 32 item 32 item 64 item

Tabel 3.2

Distribusi Item Skala Asertivitas Sebelum Uji Coba

Asp

Gambar

Gambar 1.  Skema  ..............................................................................................
Gambar 2.1 Skema
Tabel 3.1
Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri pada remaja dengan orang tua poligami ditunjukkan oleh adanya perasaan tidak puas pada informan

Hipotesis yang diajukan ada hubungan positif antara persepsi pola asuh demokratis orang tua dengan prestasi belajar. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas X

Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini yaitu : ada hubungan positif yang sangat signifikan dengan resiliensi remaja pada keluarga orang tua

Hipotesis yang diajukan peneliti adalah ada hubungan positif antara persepsi terhadap kualitas komunikasi ayah dalam keluarga dengan konsep diri pada remaja. Semakin positif

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara penerimaan teman sebaya dengan kebahagiaan pada remaja.. Semakin tinggi penerimaan teman sebaya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua (F=2.951, p&lt;0.05), subjek dengan pola

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat hubungan antara persepsi dukungan sosial orang tua terhadap psychological well-being pada remaja akhir yang hamil di luar

Pada penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi pola asuh orang tua dengan perilaku konsumtif pada remaja di Jakarta.. Hal ini mungkin