EVALUASI DRPs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PASIEN DEMAM TIFOID
KELOMPOK PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN
YOGYAKARTA PERIODE 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Valentina Olivia Astari
NIM : 138114028
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
EVALUASI DRPs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PASIEN DEMAM TIFOID
KELOMPOK PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN
YOGYAKARTA PERIODE 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Valentina Olivia Astari
NIM : 138114028
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN
Bersukacita senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap
syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang
dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu
(Tesalonika 5:16-18)
Karya ini aku persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus
sumber kehidupan dan pengharapan sejati yang telah
menyertai perjalanan hidup ini, serta Bunda Maria sang
penolong dan pengantara yang sejati, yang setia mendoakan
saya kepada Yesus Sang Putra Terkasih.
Kupersembahkan untuk keluarga besar PA. St. Vincentius tercinta,
Sr. M. Ruth FSGM dan Sr. M. Klementin FSGM (alm) tercinta
Kedua orang tua dan adik-adik tersayang
Sahabat dan teman-teman tercinta
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bimbingan, rahmat,
dan karunia-
Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”
Evaluasi
Drps Penggunaan Antibiotik Pasien Demam Tifoid Kelompok Pediatrik Di
Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta Periode 2016
”
sebagai syarat
untuk memperoleh gelar gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini tidak lepas dari dukungan tenaga, pikiran, waktu dan kasih sayang berbagai
pihak dan penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt selaku Dosen Pembimbing Akademik
dan Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2.
Pembimbing utama Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt dan pembimbing
pendamping Putu Dyana Christasani, M.Sc., Apt yang telah memberikan
waktu, tenaga, kritik dan saran dalam penelitian ini.
3.
Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt dan dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen
penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan dalam
penyelesaian penelitian ini.
4.
BAPPEDA Sleman dan Rumah Sakit Umum Daerah Sleman yang telah
memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
5.
Petugas Instalasi Rekam Medis RSUD Sleman yang membantu kelancaran
dalam pengambilan data.
6.
Petugas
Ethical Clearence Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta
Wacana.
DAFTAR ISI
Halaman Cover...
i
Halaman Judul ...
ii
Halaman Persetujuan Pembimbing ...
iii
Halaman Pengesahan ...
iv
Pernyataan Keaslian Karya ...
v
Lembar Persetujuan Publikasi ...
vi
Halaman Persembahan ...
vii
Prakata ...
viii
Daftar isi ...
x
Daftar Tabel ...
xi
Daftar Gambar ...
xii
Daftar Lampiran ...
xiii
ABSTRAK ...
xiv
ABSTRACT ...
xv
PENDAHULUAN ...
1
METODE PENELITIAN ...
2
HASIL DAN PEMBAHASAN ...
5
Karakterisrik Pasien ...
6
Profil Penggunaan Antibiotik ...
6
Identifikasi Drug Related Problems...
8
KESIMPULAN ...
12
SARAN ...
12
DAFTAR PUSTAKA ...
13
LAMPIRAN ...
15
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Karakteristik Pasien ... 6
Tabel II.
Profil Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis, Golongan dan Rute
Pemberian ... 7
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Ethical Clearance ...
16
Lampiran 2.
Surat Perizinan Bappeda Sleman ...
17
Lampiran 3.
Surat Perizinan Penelitian di RSUD Sleman ...
18
Lampiran 4.
Pedoman Wawancara Mendalam Dengan Dokter Penulis
Resep Di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman ...
19
Lampiran 5.
Persetujuan hasil Wawancara ...
20
Lampiran 6.
Definisi Operasional Penelitian ...
21
Lampiran 7.
Klasifikasi Drug Related Problems menurut Cipolle, 2012 .
22
Lampiran 8.
Guideline Dosis Antibiotik Untuk Terapi Demam Tifoid ....
23
Lampiran 9.
Lembar Form DRPs ...
24
Lampiran 10.
Hasil Wawancara ...
57
ABSTRAK
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif
S.typhi. Penyakit endemik ini memiliki angka kejadian yang tinggi di negara
berkembang dan masih menduduki peringkat ketiga dari 10 besar penyakit terbanyak
pada pasien rawat inap. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat memicu
resistensi dan efek samping dari antibiotik tersebut. Tingginya kasus demam tifoid
akan memperbesar kemungkinan terjadinya
drug related problem
(DRPs). Tujuan
dari penelitian ini adalah memberi gambaran profil pasien, profil penggunaan
antibiotik dan mengevaluasi kejadian DRPs terkait penggunaan antibiotik yang
diterima pasien selama terapi di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta
periode 2016. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan design studi
deskriptif. Data yang diambil merupakan rekam medis pasien pediatrik dengan
rentang usia 0-14 tahun. Hasil DRPs dianalisis dengan metode SOAP (subjective,
objective, assessment, plan). Hasil penelitian dari 30 pasien demam tifoid kelompok
pediatrik menunjukkan profil penggunaan antibiotik yang paling banyak digunakan
adalah
chloramphenicol
(30%),
ceftriaxone (23%),
ampicillin
(3%) dan
cefixime
(3%). Kejadian DRPs yang muncul yaitu dosis terlalu rendah (53%), dosis terlalu
tinggi (7%) dan efek samping (3%).
ABSTRACT
Typhoid fever is a kind of infection which is cause by S.typhi negative gram bacteria.
This endemic disease occurs with a high number of case in develop country and it is
the third from ten number of diseases that has big number of patiens that need care
instalation in the hospital. The use of antibiotics which is not appropriate will cause
resistant and side effect. The high case of typhoid fever will increase a possibility of
drug related problem (DRPs). The purpose of this study are giving a picture of
patients profil, the profils of using antibiotics, and evaluating the case of DRPs
related to the use of antibiotics which is received by the patients during their therapy
in Inpatient Care Instalation in RSUD Sleman Yogyakarta period 2016. This study is
observational study with descriptive study design. The data which was taken are the
medical record of pediatric patients with a range of age between 0 until 14 years old.
The result of DRPs was analyzed with SOAP method (subjective, objective,
assesment, plan). The results of the study of 30 patients with typhoid fever shows the
profil of the most antibiotics which are used are chloramphenicol (30%), ceftriaxone
(23%), ampicillin (3%) and cefixime (3,33%). The cases of DRPs which occur are
53% of dosage too low, 7% of dosage too high , and 3% of the adverse drug reaction.
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh bakteri gram negatif
Salmonella typhi,Salmonella Paratyphi A, Salmonella
Paratyphi B (Schotmulleri),
Salmonella Paratyphi C
(Hishfeldii). Penyakit endemik
ini bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan dapat ditemukan
sepanjang tahun di negara berkembang seperti Indonesia. Infeksi sistemik disebabkan
oleh konsumsi makanan ataupun minuman yang terkontaminasi bakteri
Samonella
typhi (Kemenkes RI, 2013).
Di Indonesia rata-rata kasus demam tifoid sebanyak 900.000 per tahun dengan
angka kematian mencapai 20.000 jiwa dan sebagian besar terjadi pada usia 3-19
tahun (WHO, 2003). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2006 jumlah
kasus demam tifoid sebanyak 72,804 kasus dan jumlah kasus demam tifoid pada
tahun 2009 sebanyak 80,850 kasus (Depkes RI, 2008 dan Kemenkes RI, 2010). Kasus
demam tifoid di Indonesia menempati urutan ketiga dari 10 penyakit terbanyak pasien
rawat inap di rumah dan mengalami peningkatan sebesar 8,046% dari tahun 2006 -
2009.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi dan efek
samping dari antibiotik tersebut (CDC, 2015). Resistensi antimikroba dapat
menyebabkan gejala penyakit menjadi berat dan terjadi komplikasi (Hadinegoro, dkk,
2012). Peresepan antibiotik juga berkontribusi dalam kejadian resistensi antibiotik,
yaitu sebesar 30-50% kasus resistensi antibiotik terjadi karena ketidaktepatan
indikasi, pemilihan antibiotik, atau durasi terapi, sehingga memicu terjadinya
resistensi antibiotik (Ventola, 2015).
Drug Related Problems
(DRPs) merupakan peristiwa yang tidak diinginkan yang
dapat mengganggu pencapaian tujuan terapi suatu obat yang dijalani pasien. Kategori
DRPs tersebut meliputi terapi tanpa indikasi (unnescessary), indikasi tanpa obat
(need additional drug therapy), obat kurang efektif (ineffective drug), dosis kurang
(dosage too low), dosis berlebih (dosage too high), efek samping obat (adverse drug
reaction) dan kepatuhan (adherence) (Cipolle et al, 2012).
Hasil penelitian Wijaya tahun 2016 memberikan gambaran mengenai kejadian
DRPs penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik penderita demam tifoid pada tahun
2015, sebanyak 49 kasus dengan rentang umur 0-14 tahun, yaitu data kejadian efek
samping 4,08%, masalah pemilihan obat 8,16%, masalah dosis 100%, masalah
penggunaan obat 10,20% dan interaksi 6,12%. DRPs penggunaan antibiotik yang
paling dominan terjadi adalah masalah dosis obat sebanyak 100% (Wijaya, 2016).
Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Sleman. RSUD Sleman termasuk rumah sakit non-pendidikan milik
pemerintah Kabupaten Sleman dengan kategori B yang berlokasi di Jalan Bayangkara
No.48, Triharjo, Sleman, Triharjo, Sleman. Angka kejadian demam tifoid di RSUD
Sleman termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap tahun 2010 sebanyak 429
kasus dan sebanyak 267 kasus pasien demam tifoid pada kelompok anak dengan
rentang usia 0-14 tahun (Dinkes Sleman, 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran profil pasien demam
tifoid kelompok pediatrik, profil penggunaan antibiotik selama menjalani terapi
demam tifoid dan evaluasi kejadian DRPs terkait penggunaan antibiotik yang
diterima pasien selama terapi di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta
periode 2016.
METODE PENELITIAN
melakukan pengamatan pada subjek tanpa melakukan intervensi (Notoatmodjo,
2010). Rancangan deskriptif bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskriptif
yang realistis dan obyektif dari suatu kondisi tertentu yang sedang terjadi dalam satu
kelompok masyarakat, terutama pada pelayanan kesehatan, kemudian melakukan
penilaian terhadap gambaran tersebut (Imron, 2014).
Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran pengobatan yang diterima
pasien dengan diagnosis demam tifoid di RSUD Sleman Yogyakarta pada periode
2016 dan Drug Related Problems (DRPs) yang muncul dari pola pengobatan tersebut.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April - Mei 2017 di RSUD Sleman. Sampel
penelitian yang digunakan adalah rekam medis pasien pediatrik penderita demam
tifoid periode Januari
–
Desember 2016, yang berasal dari 2 bangsal yaitu bangsal
Cendana dan Cempaka. Pengambilan data dilakukan dengan form DRPs yang berisi
data subjektif, objektif dan terapi yang diterima pasien.
Subjek penelitian ini adalah pasien laki-laki dan perempuan dengan rentang
umur 0-14 tahun, klasifikasi umur menggunakan acuan milik RSUD Sleman (Dinkes
Sleman, 2011) dan positif terdiagnosa demam tifoid serta memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien dengan kode
diagnosa utama No ICD 10: A01.0
Typhoid fever
dan ICD 10: A01.4
Paratyphoid
fever
yang diambil dari Permenkes RI tahun 2014, memiliki catatan rekam medis
yang lengkap dengan hasil pemeriksaan laboratorium dan menerima antibiotik untuk
terapi demam tifoid, serta menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUD
SlemanYogyakarta periode 2016. Kriteria eksklusi subjek penelitian ini adalah pasien
pediatrik yang terdiagnosa demam tifoid dengan penyakit penyerta infeksi lain dan
pasien yang meninggal sebelum diberikan terapi. Jumlah subjek penelitian minimal
sebesar 30 (Sugiyono, 2012).
kelompok umur dan jenis kelamin dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali
100%.
Gambar 1.Bagan Perolehan Pasien Demam Tifoid Kelompok Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta Periode Januari – Desember 2016.
Profil penggunaan antibiotik yang diterima pasien demam tifoid kelompok
pediatrik terdiri dari jenis, golongan dan rute pemberian antibiotik, yang kemudian
akan disajikan dalam bentuk persentase. Analisis profil penggunaan antibiotik
dilakukan dengan menghitung jumlah kasus pada tiap kategori dibagi dengan jumlah
seluruh kasus kemudian dikali 100%.
Evalusi Drug Related Problems (DRPs) meliputi 6 kategori yaitu terapi tanpa
indikasi (unnecessary drug therapy), indikasi tanpa obat (need additional drug
therapy), obat kurang efektif (ineffective drug), dosis terlalu rendah (dosage too low),
dosis terlalu tinggi (dosage too high), interaksi dan efek samping obat (adverse drug
reaction) (Cipolle
et al, 2012). Hasil evalusi
Drug Related Problems
(DRPs)
selanjutnya akan dianalisis menggunakan metode SOAP (Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik, 2009). Identifikasi kejadian DRPs terkait pemberian antibiotik
dikaji dengan Pedoman Terapi RSUD Sleman yang menggunakan Standar Pelayanan
Medis IDAI (IDAI, 2009), Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam
Tifoid (Kemenkes, 2013), dan
Drug Information Handbook 24
thed (APA, 2015).
94 RM pasien demam tifoid kelompok pediatrik periode Januari – Desember 2016
Inklusi
48 RM pasien
Subyek penelitian
30 RM pasien
Eksklusi:
Evaluasi kategori interaksi dan efek samping obat menggunakan
Drug Interaction
Checker.
Hasil atau data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk
form SOAP dan
dilakukan analisis secara evaluatif terhadap DRPs penggunaan antibiotik berdasarkan
acuan guideline yang digunakan. Hasil evaluasi kemudian dikelompokkan ke dalam 6
kategori DRPs lalu dihitung persentase pada masing-masing kategori dengan rumus:
Pada penelitian ini identitas subyek pada sampel penelitian dirahasiakan
dengan tidak mencantumkan alamat dan mengganti nama dengan inisial. Data subyek
yang digunakan sebagai sampel penelitian sepenuhnya hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari komisi etik
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana dengan nomor surat
371/C.16/FK/2017.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terdapat 94 data RM pasien demam tifoid kelompok pediatrik di Instalasi Rawat Inap
RSUD Sleman. Data rekam medis yang masuk dalam kriteria penelitian sebesar 30
(31,9%) dan digunakan sebagai sampel dalam penelitian.
Karakteristik Pasien
Tabel I. Karakteristik Pasien
Karakteristik Jumlah n = 30
Persentase %
Umur (tahun)
< 1 th 0 0
1 – 4 th 7 23
5 – 14 th 23 77
Total 30 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 13 43
Perempuan 17 57
Total 30 100
Berat Badan (kg)
0-10 kg 2 7
11-20 kg 12 40
21-30 kg 9 30
31-40 kg 3 10
41-50 kg 2 7
51-60 kg 1 3
61-70 kg 1 3
Total 30 100
Jumlah pasien demam tifoid paling banyak terjadi pada rentang 5-14 tahun
dengan total 23 pasien (77%), hal ini serupa dengan hasil penelitian tahun Wijaya
(2016) dimana 40% respondennya memiliki rentang berat badan 11-20 kg.
Kebanyakan kasus demam tifoid terjadi pada masa anak usia sekolah yang sudah
mengenal jajanan yang belum tentu terjamin kebersihannya dan sudah bisa jajan
sendiri merupakan yang paling rentan terinfeksi demam tifoid. Sementara anak <1th
belum mengenal jajan dan makanannya pun masih dari ASI ibu (Hadinegoro, 2011).
Profil Penggunaan Antibiotik
“Penggantian antibiotik biasanya dilakukan bila respon pa
sien tidak membaik, dan
keadaan
trombositopenia serta ketersediaan antibiotik yang ada di RSUD Sleman”
(Lampiran 10).
Dalam kasus demam tifoid ini, pihak RSUD Sleman menggunakan Standar
Pelayanan Medis (SPM) IDAI untuk penanganan kasus demam tifoid pada pediatrik.
Pemilihan antibiotik yang digunakan dalam penanganan kasus demam tifoid pada
pediatrik sudah tepat berdasarkan kemampuan untuk membunuh bakteri
S.typhi,
sesuai dengan literatur yaitu penggunaan
chloramphenicol
yang masih menjadi
pilihan terapi utama untuk kasus demam tifoid, namun perlu di perhatikan untuk
penggunaan
chloramphenicol
yang memiliki efek samping yaitu depresi sumsum
tulang belakang dan anemia aplastik sehingga diperlukan monitoring dan
pertimbangan dalam penggunaannya untuk kasus demam tifoid pada pediatrik (IDAI,
2009).
Chloramphenicol memiliki risiko kekambuhan sebesar 5-7% dengan waktu
terapi yang lebih lama serta risiko karier S.typhi (WHO, 2003).
Tabel II. Profil Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis, Golongan dan Rute Pemberian
Golongan Jenis Jumlah n=30 Persentase (%) Terapi tunggal
Chloramphenicol Chloramphenicol** 9 30
Cephalosporin 3rd generation Cefixime
**
1 3
Ceftriaxone* 7 23
Penicillin Ampicillin** 1 3
Penggantian antibiotik
Cefotaxime*-Ceftriaxone*
-Cefixime** 2 7
Cefotaxime*-Cefixime*** 7 23
Ceftriaxone*- Cefixime** 1 3
Ampicillin*-Ceftriaxone* 1 3
Chloramphenicol*
-Ceftriaxone* 1 3
Total 30 100
*
: rute pemberian yang tersedia secara parenteral (injeksi)
**
Chloramphenicol merupakan agen antimikrobial yang memiliki spektrum luas
dan merupakan antimikroba pertama yang ditemukan efektif untuk standar
pengobatan demam enterik selama bertahun-tahun.
Chloramphenicol mampu
menurunkan gejala dalam waktu 4 - 6 hari (Parry
et al, 2015). Berdasarkan hasil
wawancara kepada salah satu dokter penulis resep mengatakan bahwa
“
chloramphenicol
merupakan
drug of choice yang biasa digunakan unntuk
menangani kasus demam tifoid”.
Cephalosporin
3
rdgeneration
merupakan antibiotik
spektrum luas dan digunakan untuk menangani kasus infeksi serius terhadap bakteri
gram negatif dan dapat digunakan untuk menangani kasus multi drug resistant S.typhi
(CDC, 2013).
Rute pemberian antibiotik pada pasien rawat inap terbagi menjadi 2 kelompok
yaitu secara oral dan parenteral. Pemilihan rute penggunaan obat tergantung pada
tujuan terapi, sifat obat yang digunakan dan kondisi pasien, sehingga perlu
memperhatikan tujuan terapi (lokal atau sistemik), kerja obat (cepat atau lambat),
stabilitas obat (dalam lambung atau usus) dan kemampuan pasien menelan obat
melalui mulut (Syamsuni, 2006). Rute pemberian obat secara parenteral dilakukan
agar obat cepat memberikan efek dan menghindari
first past effect
serta mencegah
terjadinya degradasi obat oleh asam lambung (Cunha, 2007).
Drug Related Problems
Drug Related Problem
(DRPs) merupakan suatu kondisi yang tidak
diinginkan oleh setiap pasien yang melibatkan terapi pengobatan, dan baik secara
aktual atau potensial dapat menghalangi tercapainya suatu tujuan terapi. DRPs terbagi
dalam 7 kategori yaitu terapi tanpa indikasi (unnescessary), indikasi tanpa obat (need
additional drug therapy), obat kurang efektif (ineffective drug), dosis kurang (dosage
too low), dosis berlebih (dosage too high), efek samping obat (adverse drug reaction)
terjadi meliputi dosis obat terlalu rendah (57%), dosis terlalu tinggi (7%) dan
kejadian efek samping (3%).
Tabel III. Identifikasi DRPs Penggunaan Antibiotik pada Pasien Demam Tifoid Kelompok Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Tahun 2016
Kategori
DRPs Obat No Kasus
Jumlah
DRPs n (%)
RANGE DOSIS (DIH, 2015; Kemenkes RI, 2013;IDAI, 2009) Keterangan Dosis Kurang
Ceftriaxone 12,16,17,21,
22,29 6
16 (53)
75-80
mg/kgBB/hari -Dosis kurang
Cefotaxime 3,4,9,10,14,20
, 24,25,28 9
150-200 mgkgBB/hari
-Dosis kurang
-Frekuensi kurang
Ampicillin 1 1 150-200
mg/kgBB/hari -Dosis kurang
Dosis
Berlebih Ceftriaxone 5,21 1 2(7)
75-80 mg/kgBB/hari -peningkatan dosis 16-20% dari dosis maximum Efek
samping Cefotaxime 10 1 1(3)
150-200 mg/kgBB/hari
-Reaksi alergi berupa gatal-gatal dan ruam kulit kemerahan
1.
Terapi tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)
Dalam penelitian ini tidak ditemukan DRPs kategori ini.
2.
Indikasi tanpa obat (need additional drug therapy)
Dalam penelitian ini tidak ditemukan DRPs kategori ini.
3.
Obat kurang efektif (ineffective drug)
Dalam penelitian ini tidak ditemukan DRPs kategori ini.
4.
Dosis Kurang (Dosage Too Low)
Dalam penelitian ini ditemukan terdapat 3 macam obat yang pemberian
dosisnya tidak sesuai yaitu:
ceftriaxone
(6 kasus),
cefotaxime
(9 kasus) dan
ampicillin (1 kasus). Penggunaan cefotaxime mengalami DRPs kategori dosis kurang
dibandingkan rekomendasi
guideline
yang digunakan. Penggunaan
ceftriaxone,
ampicillin, dan cefixime mengalami DRPs kategori dosis kurang pada beberapa kasus
yang mana dosis yang diberikan kurang dari dosis minimal.
Berdasarkan DIH (2015) dosis minimal
cefotaxime
yaitu 150-200 mg/kg
3-4x1, dengan dalam penelitian ini diterdapat 9 pasien yang mendapat dosis kurang
yaitu <150mg/kg 2x1. Berdasarkan Kemenkes RI (2013) dosis minimal
ceftriaxone
yaitu 75
–
80 mg/kgBB/hari 1-2 x 1, dalam penelitian ini terdapat 6 pasien yang
mendapat dosis kurang yaitu <75mg/kg 1-2 x 1. Berdasarkan Kemenkes RI (2013)
dosis minimal
ampicillin
yaitu 150-200 mg/kgBB/hari 3x1, dalam penelitian ini
terdapat 1 pasien yang mendapat dosis kurang yaitu <150mg/kgBB/hari.
Beberapa kasus yang mendapat dosis lebih rendah dari dari dosis minimal,
kemungkinan terkait pertimbangan dokter dalam pelaksanaan terapi pada pasien.
Pada penelitian ini, peresepan dosis yang kurang pada ketiga obat tersebut dibeberapa
kasus tidak dapat dijelaskan adakah pengaruhnya terhadap luaran klinis yang
diperoleh pasien, sehingga hal ini merupakan keterbatasan penelitian.
5.
Dosis Terlalu Tinggi (Dosage Too High)
Dalam penelitian ini ditemukan terdapat 1 macam obat yang pemberian
dosisnya tidak sesuai yaitu: ceftriaxone (2 kasus). Penggunaan ceftriaxone mengalami
DRPs kategori dosis berlebih pada beberapa kasus yang mana dosis yang diberikan
lebih dari dosis maksimal.
Berdasarkan Kemenkes RI (2013) dosis maksimal
ceftriaxone yaitu
75-80mg/kgBB/hari 1-2x1, dalam penelitian ini terdapat 1 pasien (kasus no.5) yang
mendapat dosis lebih yaitu 2 x 1gram, dosis meningkat 16 % dari dosis maksimal
1575-1600 mg/hari, sementara pada kasus no.21 mendapat dosis 2x700mg, dosis
meningkat 20% dari dosis maksimal 1050-1120 mg/hari.
Pada penelitian ini, peresepan dosis berlebih pada obat tersebut dibeberapa kasus
tidak dapat dijelaskan adakah pengaruhnya terhadap luaran klinis yang diperoleh
pasien, sehingga hal ini merupakan keterbatasan penelitian.
6.
Efek Samping Obat
Berdasarkan kategori DRPs menurut cipolle tahun 2012 kejadian efek
samping adalah pasien mengalami reaksi yang tidak dikehendaki, bisa berupa efek
alergi atau non-alergi atau efek toksik. Dalam penelitian ditemukan adanya DRPs
kategori efek samping obat berupa efek alergi (gatal-gatal dengan rasa panas dan
ruam kulit kemerahan) terhadap
cefotaxime
yaitu pada kasus 10, untuk mengatasi
reaksi alergi pasien diberikan
cetirizine.
Untuk menentukan suatu alergi terhadap
antibiotik dapat dilakukan dengan tes tusukan kulit (diameter >2mm dianggap
positif). Tes tusukan kulit dilakukan secara intradermal selama 20 menit, kenaikan
diameter >3mm dianggap positif alergi terhadap antibiotik tersebut (Antunez
et al,
2006). Penggunaan
cefotaxime dari golongan
cephalosporin generasi ketiga sering
menyebabkan reaksi alergi dengan manifestasi alergi berupa rash, pruritus, vomiting
dan trombositopenia (Medscape, 2017). Oleh karena itu, rekomendasi yang dapat
diberikan yaitu dengan dengan menghentikan penggunaan antibiotik cefotaxime dan
menggantinya dengan antibiotik lainnya seperti ceftriaxone.
KESIMPULAN
1.
Gambaran pasien demam tifoid berdasarkan usia, jenis kelamin dan berat badan
yaitu yang paling banyak dengan rentang usia 5-14 tahun (76,67%) pada jenis
kelamin perempuan (56,67%) dengan rentang berat badan 11-29 kg (40%).
2.
Profil antibiotik yang digunakan selama terapi demam tifoid adalah
chloramphenicol
(30%) dan
ceftriaxone
(23%) yang diberikan sebagai terapi
tunggal. Penggantian antibiotik terbanyak terjadi pada penggantian
cefotaxime
yang dilanjutkan dengan cefixime (23%).
3.
Evaluasi kejadian DRPs pada pasien demam tifoid kelompok pediatrik di
Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta Periode 2016 ditemukan bahwa
dari 30 kasus yang terpilih, diperoleh 3 kategori DRPs, yaitu: dosis kurang
(53%), dosis berlebih (7%) dan kejadian efek samping (3%).
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Antunez, C., Natalia, B.L., Maria, J.T., Cristobalina, M., Ezequiel, P.I., Maria, I.,
Tahia, F., and Miguel, B., 2006, Immediate allergic reactions to
cephalosporin evaluation of cross-reactivity with a panel of penicillins and
cephalosporins, J. Allergy Clin Immunol. 117 (2), 404-409.
American Pharmacist Association, 2015.
Drug Information Handbook, 24
th, Lexi
Comp, United States, 139 - 929.
Benin, A.L., and Dowel, S.F., 2001,
Antibiotic Resistance and Implications for The
Appropriate Use of Antimicrobial Agents, Human Press Inc., New Jersey, 3 -
25.
CDC, 2015. Community Pharmacists.
https://www.cdc.gov/getsmart/community/for-hcp/community-pharmacists.html
diakses pada tanggal 29 Mei 2017.
Cella, M., Knibbe, C., Danhof., and Pasqua, O.D., 2010, What is the right dose for
children?. Br J Clin Phamacol., 70(4), 597 - 603.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley., 2012,
Pharmaceutical Care
Practice:Patient-Centered Approach to Medication ManagementService,
TheMcGraw-Hill Companies, Inc., U.S.A., 5 - 20.
Cunha,
B.A.,
2007,
Drugs;
Administrations
an
Kinetic
of
Drug,
http://www.merckmanuals.com/home/sec02/ch011/ch011b.html
,
diakses
pada tanggal 29 Mei 2017.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008,
Profil Kesehatan Indonesia 2007,
Departemen Kesehatan R.I., Jakarta, 1 - 28.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2011,
Profil Kesehatan Sleman Tahun 2010,
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Sleman, 68 - 76.
Direktorat Bina Komunitas dan Klinik, 2009,
Pedoman Pemantauan Terapi Obat,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 9 - 27.
Hadinegoro, S.R.S., 2011. Medicastore.
http://medicastore.com/artikel/238/Demam_
Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_Perlu_Diketahui.html
diakses pada tanggal
29 Mei 2017.
Hadinegoro, S.R.,Muzal, K., Yoga, D., Nikmah, S.I., dan Cahyani, G.A., 2012,
Update Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu Kesehatan
Anak, Jakarta, 1 - 9.
Hammad, O.M., Tamer, H., Dalia, O., Magda, A.E.E., and Nabil, I.G.,
2011,
Ceftriaxone versus Chloramphenicol for Treatment of Acute Typhoid Fever,
Live Science Journal, 8 (2), 100
–
103.
Harris, J.B., and Brooks, W.A., 2012. Typhoid and Paratyphoid (Enteric) Fever. In:
Hunter’s Tropical Medicine and Emerging Infectious Disease: Ninth
Edition. Elsevier Inc., 568 - 576.
Imron, M., 2014, Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Edisi ke-2, Agung Seto,
Jakarta, 155.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011,
Pedoman Pelayanan Kefarmasian
Untuk Terapi Antibiotik, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,
27-33.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2009, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 34.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2013,
Sistematika Pedoman
Pengendalian Penyakit Demam Tifoid, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta, 20-30.
Medscape,
2017.
Drug
Adverse
Effect.
Medscape
(Online),
http://reference.medscape.com/drug-edverseeffect
, diakses 12 Juli 2017.
Notoatmojo, S., 2010,
Metodologi Penelitian Kesehatan,
Rineka Cipta, Jakarta, 27 -
37.
Parry, C.M., John, A.C., Maria, A.C., and Melita, A.G., 2015, Epidemiology, Clinical
Presentation, Laboratory Diagnosis Antimicrobial Resistance, and
Antimicrobial Management of Invasive Salmonella Infections,
Clinical
Microbiology Reviews, 28 (4), 913 - 916.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 5 Tahun 2014, tentang
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 93 - 96.
Roespandi, H., dan Nurhamzah, W., 2007, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 167 - 169.
Syamsuni, H, 2006,
Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, EGC, Jakarta, 31
–
36.
Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Kombinasi, Alfabeta, Bandung, 133.
Ventola, C.L., 2015., The antibiotic resistance crisis: part 1: causes and threats. P & T
: A peer-reviewed journal for formulary management, 40 (4), 278 - 280.
WHO, 2003. Background Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention of
Typhoid Fever. World Health Organization, (May), 4
–
24.
WHO, 2011. Guidelines for the Management of Typhoid Fever.
World Health
Organization, (July), 6
–
17.
Lampiran 4.
Pedoman Wawancara Mendalam Dengan Dokter Penulis Resep Di
Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman
Pengantar
a.
Memberi salam dan ucapan terima kasih atas kesempatan dan kesediaan
responden dalam wawancara ini
b.
Memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama, latar belakang pendidikan,
asal instansi
c.
Menjelaskan tentang lama wawancara ini kurang dari 30 menit
d.
Menjelaskan secara singkat tentang tujuan wawancara ini yaitu pengumpulan
informasi tentang penggunaan obat antibiotik pada pasien demam tifoid pada
kelompok pediatrik di Instalasi rawat Inap RSUD Sleman periode 2016
Tujuan
a.
Memperoleh informasi atau keterangan yang diperoleh secara lisan terkait
penggunaan obat antibiotik pada pasien demam tifoid kelompok pediatrik di
Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman periode 2016
Prosedur
a.
Meminta responden untuk memberikan pendapatnya yang positif maupun
yang negatif
Lampiran 6.
Definisi Operasional Penelitian
a.
Demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh S. typhi,
yang ditandai dengan hasil positif tes widal, tes tubex, dan gejala khas demam
tifoid lainnya.
b.
Profil penggunaan antibiotik yang diterima pasien demam tifoid kelompok
pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman periode 2016 meliputi jenis,
golongan antibiotik dan rute pemberian.
c.
Pediatrik adalah pasien dengan rentang usia 0-14 tahun. Profil karakteristik
pasien dilihat berdasarkan usia, berat badan, dan jenis kelamin.
d.
Drug Related Problem
(DRPs) dalam penelitian ini adalah DRPs menurut
Cipolle (2012) yang dialami oleh pasien demam tifoid kelompok pediatrik
meliputi terapi tanpa indikasi, indikasi tanpa obat, obat tidak efektif, dosis
terlalu rendah, efek obat merugikan, dan dosis terlalu tinggi. DRPs kepatuhan
tidak dikaji dikarenakan metode penelitian yang digunakan yaitu retrospektif
sehingga tidak dapat melihat kelanjutan pengobatan pasien untuk menentukan
kategori kepatuhan pasien.
Lampiran 7.
Klasifikasi Drug Related Problems menurut Cipolle 2012.
No Drug Related Problem(DRPs) Deskripsi1 Terapi obat tidak diperlukan Terapi obat tidak diperlukan karena tidak ada indikasi
2 Membutuhkan terapi tambahan Tambahan terapi obat wajib untuk mengobati atau mencegah kondisi medis
3 Obat tidak efektif Produk obat tidak efektif untuk menghasilkan respon yang diinginkan dari pasien.
4 Dosis obat terlalu rendah Dosis terlalu rendah untuk mencapai hasil respon yang diinginkan pasien
5 Efek obat merugikan Obat menimbulkan reaksi efek yang merugikan 6 Dosis obat terlalu tinggi Dosis tinggi menghasilkan efek yang tidak
diinginkan
Lampiran 8.
Guideline Dosis Antibiotik Untuk Terapi Demam Tifoid
Antibiotik
Dosis DIH (2015)
Seftriakson
75-80 mg/kgBB/hari i.v, sehari sekali selama 5-14 hari
Sefotaksim
150-200 mg/kgBB/hari i.v, dosis terbagi 3-4, maksimal
12 gram/hari
Durasi: 10-14 hari (Harris and Brooks, 2012)
Sefiksim
15-20 mg/kgBB/hari, dosis terbagi 2 selama 7-14
Ampisilin
25-200 mg/kgBB/hari, dosis terbagi 3-4, maksimal 12
gram/hari
Antibiotik
Dosis IDAI (2009)
Kloramfenikol
50-100 mg/kgBB/hari p.o atau i.v, dibagi dalam 4 dosis
selama 10-14 hari
Antibiotik
Pedoman Terapi Kemenkes (2013)
Kloramfenikol
100 mg/kgBB/hari, p.o atau i.v setiap 5 jam, selama 14
hari
Ampisilin
150-200 mg/kgBB/hari, i.v, setiap 8 jam, selama 14 hari
Amoksisilin
150-200 mg/kgBB/hari, p.o, setiap 8 jam, selama 14
hari
TMX-SMX
8/40 mg/kgBB/hari, p.o, setiap 12jam, selama 14 hari
Sefiksim
10-20 mg/kgBB/hari, p.o, selama 7 hari
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 7 th/L/16 kg Masuk Rumah Sakit: 30-1-2016 s/d 4-2-2016 Diagnosa Masuk: Dengue Fever
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: Epilepsi (tahun ke-5) Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 13,1 Leukosit : 7,39 Eritrosit : 4,15 Eusinofil : 0
Basofil: 0,1 Neutrofil: 70,4 Limfosit: 22,7 Monosit: 6,8
Immunoserologi
S. typhi H : (-)
S. typhi O : (-) S.paratyphii A(O); (H) : (-) S.paratyphii B(O); (H) : (-)
S.paratyphii C(O); (H) : (+) 1/80/ (-) Tubex/Typhidot :
Tanggal 30-1-2016 31-1-2016 1-2-2016 2-2-2016 3-2-2016 4-2-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - -
Suhu Tubuh (0C) 37,7 37,6 36 35,6 35,7
Denyut Nadi (x/menit) 112 112 104 110 72
Respiratori (x/menit) 20 24 27 30 28
Keluhan Pasien Demam, sakit Kepala
Demam Gejalam Membaik Gejala Membaik Gejala Membaik Gejala Membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M Infus RL
Parasetamol syr S.prn 3.dd.11/2 cth x x x x
Ampcillin injeksi 3.dd.500 mg x x x x x x x x x x x
Phenitoin 2.dd.50 mg x x x
Ikalep 2.dd.11/2 cth x x x
Ampicillin syr 3x500mg OBAT DI BAWA PULANG
Assessment
Dosis terlalu rendah : Dosis penggunaan ampicillin kurang.. Dosis ampisilin yang tepat adalah 150-200mg/kg setiap 3-4 xsehari (Kemenkes RI, 2013), maksimal 12 gram/hari (DIH, 2015) dan durasi penggunaan antibiotik yang kurang.
No. Kasus : 2
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 7 th/L/23kg Masuk Rumah Sakit: 3-12-2016 s/d 8-12-2016 Diagnosa Masuk: Febris H-7
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 12,9 Leukosit : 10 Eritrosit : 5,04 Eusinofil : 98
Basofil: 0,1 Neutrofil: 66,1 Limfosit: 27,3 Monosit: 11,5
Immunoserologi
S. typhi H :
S. typhi O : S.paratyphii A(O); (H) : S.paratyphii B(O); (H) : S.paratyphii C(O); (H) : Tubex/Typhidot : + (4)
Tanggal 3-12-2016 4-12-2016 5-12-2016 6-12-2016 7-12-2016 8-12-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - -
Suhu Tubuh (0C) 37,6 37,9 37,5 36,9 36,7 36,4
Denyut Nadi (x/menit) 80 110 112 88 68 78
Respiratori (x/menit) 20 32 20 24 20 24
Keluhan Pasien Demam, sakit
kepala, mual, muntah Demam, sakit kepala, mual, batuk Demam, batuk, Pilek
Batuk Batuk Batuk
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M Infus RL
Pamol syr S.prn 3-4.dd 2 cth x
Salbutamol 3.dd.500 mg x x x x x x x x x x
Ondansetron i.v 2.dd ½ Ampul x x x x x x x x x x
Ceftriaxone i.v 2.dd.900 mg x x x x x x x x x
Assessment
Terapi yang diberikan sudah tepat.
Rekomendasi
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 3 th/L/13kg Masuk Rumah Sakit: 16-2-2016 s/d 19-2-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 10,4 Leukosit : 7,92 Eritrosit : 4,01 Eusinofil : 60
Basofil: 0,4 Neutrofil: 24,4 Limfosit: 56,8 Monosit: 18,4
Immunoserologi
S. typhi H : (+)1/160
S. typhi O : (-)
S.paratyphii A(O); (H) : (+)1/160 / (-) S.paratyphii B(O); (H) : (+)1/160 / (+)1/160 S.paratyphii C(O); (H) : (-)
Tubex/Typhidot :
Tanggal 16-2-2016 17-2-2016 18-2-2016 19-2-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - -
Suhu Tubuh (0C) 37,6 37,9 37,5 36,9
Denyut Nadi (x/menit) 80 110 112 88
Respiratori (x/menit) 20 32 20 24
Keluhan Pasien Demam,
konstipasi
Demam, konstipasi
Demam Gejala Membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Infus RL
Pamol syr S.prn 3-4.dd 1cth x x x x x x x x x x x x x
Cefotaxime i.v 2.dd.600 mg x x x x x x x
Microlax supp. x
Cefixime 2x1/2cth
(sediaan sirup 100mg/5ml)
OBAT DIBAWA PULANG
Assessment
Dosis kurang : Dosis cefotaxime yang diberikan kurang yaitu 2x600mg. Dosis cefotaxime yang tepat yaitu 150-200 mg/kgBB/hari, dengan frekuensi pemakaian 3-4 kali/hari, maksimal 12 gram/hari (DIH, 2015) selama 10-14 hari (Harris and Brooks, 2012).
Durasi penggunaan antibiotik terlalu singkat dapat menyebabkan bakteri infeksi belum sepenuhnya terbunuh dan beresiko menginfeksi kembali, sedangkan frekuensi pemberian antibiotik yang tidak tepat menyebabkan konsentrasi obat didalam cairan plasma tidak mencapai konsentrasi terapeutik minimal untuk menghasilkan efek yang diharapkan (Benin and Dowel, 2001).
Rekomendasi
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 2 th/P/11 kg Masuk Rumah Sakit: 25-7-2016 s/d 29-7-2016 Diagnosa Masuk: Febris H-10
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 11,4 Leukosit : 12,2 Eritrosit : 4,8 Eusinofil : 0
Basofil: - Neutrofil: 69 Limfosit: 23 Monosit: 8
Immunoserologi
S. typhi H :
S. typhi O : S.paratyphii A(O); (H) : S.paratyphii B(O); (H) : S.paratyphii C(O); (H) : Tubex/Typhidot : + (10)
Tanggal 25-7-2016 26-7-2016 27-7-2016 28-7-2016 29-7-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - - -
Suhu Tubuh (0C) 38 36,4 36,7 36,5 36,9
Denyut Nadi (x/menit) 96 102 90 105 110
Respiratori (x/menit) 24 34 30 32 28
Keluhan Pasien Demam, diare,
batuk, pilek
Batuk Gejala Membaik Gejala Membaik Gejala membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Infus RL
Pamol syr S.prn 3.dd.1cth x x
Cefotaxime i.v 2.dd.500 mg x x x x x x x x
Salbutamol syr 3.dd.2cth x x x x x x x x x x x
Cefixime 2x ½ cth (sediaan sirup 100mg/5ml)
Obat Dibawa Pulang
Assessment
Dosis kurang: Dosis cefotaxime yang diberikankurang yaitu 600mg setiap 12-24 jam/hari. Dosis cefotaxime yang tepat yaitu 150-200 mg/kg/BB/hari, dengan frekuensi pemakaian 3-4 kali/hari, maksimal 12 gram/hari (DIH, 2015), selama 10-14 hari (Harris and Brooks, 2012). Frekuensi pemberian antibiotik yang tidak tepat menyebabkan konsentrasi obat didalam cairan plasma tidak mencapai konsentrasi terapeutik minimal untuk menghasilkan efek yang diharapkan (Benin and Dowel, 2001).
Rekomendasi
istirahat yang cukup. No. Kasus : 5
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 6 th/P/21 kg Masuk Rumah Sakit: 29-7-2016 s/d 2-8-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Perjalanan Penyakit: Membaik Alergi obat: - Status keluar: Diijinkan pulang
Riwayat Penyakit: Generalized Epilepsi Febrile Seizure (demam, kejang 2 minggu lalu)
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 12,4 Leukosit : 9,3 Eritrosit : 4,8 Eusinofil : 2,2
Basofil: 0,1 Neutrofil: 74,6 Limfosit: 14,6 Monosit: 8,5
Immunoserologi
S. typhi H : (+) 1/160
S. typhi O : (-)
S.paratyphii A(O); (H) : (-) / (+) 1/160 S.paratyphii B(O); (H) : (-) / (+) 1/320 S.paratyphii C(O); (H) : (-)
Tubex/Typhidot :
Tanggal 29-7-2016 30-7-2016 31-7-2016 1-8-2016 2-8-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - - -
Suhu Tubuh (0C) 38,5 36,7 37 36,6 36,4
Denyut Nadi (x/menit) 100 100 100 100 100
Respiratori (x/menit) 28 24 24 26 24
Keluhan Pasien Demam, sakit
kepala, batuk
Batuk Gejala Membaik Gejala Membaik Gejala membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Infus RL
Pamol syr S.prn 4.dd.2cth x x x x
Ceftriaxone i.v 2.dd.1gram x x x x x x x x x
Diazepam 3.dd.3 mg x x x x
Assessment
Dosis kurang : yaitu 1 gram setiap 12-24 jam/hari. Dosis ceftriaxone yang tepat yaitu 75-80 mg/kg/hari (DIH, 2015). Durasi ceftriaxone sudah tepat yaitu 5-14 hari (DIH, 2015). Frekuensi pemakaian sudah tepat yaitu setiap 12-24 jam/hari.
Rekomendasi
Masuk Rumah Sakit: 9-5-2016 s/d 12-5-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 13,5 Leukosit : 3,0 Eritrosit : 5,1 Eusinofil : 0,3
Basofil: 0 Neutrofil: 30,1 Limfosit: 49 Monosit: 20,4 Trombosit : 624
Immunoserologi
S. typhi H : (-)
S. typhi O : (+)1/320 S.paratyphii A(O); (H) : (-)
S.paratyphii B(O); (H) : (-)/(+)1/640 S.paratyphii C(O); (H) : (-)
Tubex/Typhidot :
Tanggal 9-5-2016 10-5-2016 11-5-2016 12-5-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) 100/60 - - -
Suhu Tubuh (0C) 36 36 36,3 36,2
Denyut Nadi (x/menit) 92 70 68 68
Respiratori (x/menit) 31 33 30 29
Keluhan Pasien Demam,
batuk, pilek
Batuk Gejala Membaik Gejala Membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Infus RL
Chloramphenicol i.v 4.dd.400 mg x x x x x x x x x x x
Chloramphenicol p.o 3x500mg (sediaan sirup 125mg/5ml)=3x4cth
Obat Dibawa Pulang
Assessment Terapi sudah tepat
Rekomendasi
Terapi dilanjutkan.. Pasien juga disarankan untuk menjaga kebersihan makan dan minuman, pola makan teratur, memperbanyak asupan bergizi, mengurangi dan menghindari kebiasaan makan jajanan yang tidak bersih dan tidak sehat, serta istirahat yang cukup.
No. Kasus : 7
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 7 th/L/18 kg Masuk Rumah Sakit: 13-5-2016 s/d 18-5-2016 Diagnosa Masuk: Febris H-7, dd tifoid
Hematologi Hemoglobin : 14,1 Leukosit : 5,1 Eritrosit : 5,16 Eusinofil : 0
Neutrofil: 68,8 Limfosit: 23,1 Monosit: 8,1
S. typhi H :
S. typhi O : S.paratyphii A(O); (H) : S.paratyphii B(O); (H) : S.paratyphii C(O); (H) : Tubex/Typhidot : + (10)
Tanggal 13-5-2016 14-5-2016 15-5-2016 16-5-2016 17-5-2016 18-5-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - -
Suhu Tubuh (0C) 38 37 37 36,9 37,2 35,5
Denyut Nadi (x/menit) 106 101 85 77 75 70
Respiratori (x/menit) 28 32 32 30 40 30
Keluhan Pasien Demam,
batuk, pilek, nyeri perut
Demam, batuk, pilek
Demam, batuk, pilek
Batuk, pilek Batuk Batuk
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M Infus RL
Parasetamol syr S.prn. 3.dd.1,5cth x x x
chlorampenicol i.v 4.dd.500 mg x x x x x x x x x x x x x x x x
Salbutamol 3.dd.1,5 mg x x x x x x x x x x x
Chloramphenicol p.o 3x500mg (sediaan sirup 125mg/5ml)=3x4cth
Obat Dibawa Pulang
Assessment Terapi sudah tepat
Rekomendasi
Terapi dilanjutkan. Pasien juga disarankan untuk menjaga kebersihan makan dan minuman, pola makan teratur, memperbanyak asupan bergizi, mengurangi dan menghindari kebiasaan makan jajanan yang tidak bersih dan tidak sehat, serta istirahat yang cukup.
No. Kasus : 8
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 5 th/L/21 kg Masuk Rumah Sakit: 1-4-2016 s/d 5-4-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Leukosit : 6,1 Eritrosit : 4,85 Eusinofil : 0
Monosit: 14,8 Trombosit : 261 Hematokrit : 34
S.paratyphii A(O); (H) : (-)
S.paratyphii B(O); (H) : (-) / (+)1/320 S.paratyphii C(O); (H) : (+)1/320 / (-) Tubex/Typhidot : (-)
Tanggal 1-4-2016 2-4-2016 3-4-2016 4-4-2016 5-4-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - - -
Suhu Tubuh (0C) 37,8 39,5 36 35,6 36,6
Denyut Nadi (x/menit) 106 106 109 80 80
Respiratori (x/menit) 35 36 28 30 29
Keluhan Pasien Demam,
batuk, pilek
Batuk Gejala
Membaik
Gejala Membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Infus RL
Ceftriaxone i.v 2.dd.800 mg x x x x x x x x
Pamol syr S.prn. 3.dd.1cth x x
Assessment Terapi sudah tepat
Rekomendasi
Terapi dilanjutkan. Pasien juga disarankan untuk menjaga kebersihan makan dan minuman, pola makan teratur, memperbanyak asupan bergizi, mengurangi dan menghindari kebiasaan makan jajanan yang tidak bersih dan tidak sehat, serta istirahat yang cukup.
No. Kasus : 9
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 4 th/L/15 kg Masuk Rumah Sakit: 15-3-2016 s/d 21-3-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Hemoglobin : 12,2 Leukosit : 3,6 Eritrosit : 4,38 Eusinofil : 0
Limfosit: 62,8 Monosit: 6,1
S. typhi O : S.paratyphii A(O); (H) : S.paratyphii B(O); (H) : S.paratyphii C(O); (H) : Tubex/Typhidot : + (6)
Tanggal 15-3-2016 16-3-2016 17-3-2016 18-3-2016 19-3-2016 20-3-2016 21-3-2016
Tanda Vital
Tekanan Darah (mmHg)
- - - -
Suhu Tubuh (0C) 36,8 38 36,7 38,1 36,8 36,6 36,6
Denyut Nadi (x/menit) 88 104 104 98 94 94 68
Respiratori (x/menit) 24 24 24 24 24 24 24
Keluhan Pasien Demam,
batuk, muntah
Demam, batuk, mual, muntah
Demam, batuk, mual, muntah
Gejala Membaik Gejala Membaik Gejala Membaik
Gejala Membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M Infus RL
Pamol syr S.prn. 3-4.dd.1,5cth x x x x x x x x x x x x x x
Cefotaxim i.v 2.dd.750 mg x x x x x x x x x x
Ondansetron 3.dd.2mg x
Zink syr 1.dd.1cth x x x x x
Dexanta syr 3.dd.1cth x x x x x x x x x x x x
OBH syr 3.dd.1/4cth x x x x x
Cefixime p.o 2x1cth (sediaan sirup 100mg/5ml)
Obat Dibawa Pulang
Assessment
Dosis terlalu rendah : Dosis cefotaxime yang diberikan kurang yaitu 750 mg 3-4 x1. Dosis cefotaxime yang tepat yaitu 150-200 mg/kg/BB/hari, dengan frekuensi pemakaian 3-4 kali/hari, maksimal 12 gram/hari (DIH, 2015), selama 10-14 hari (Harris and Brooks, 2012). Penggunaan antibiotik terlalu singkat dapat menyebabkan bakteri infeksi belum sepenuhnya terbunuh dan beresiko menginfeksi kembali, sedangkan frekuensi pemberian antibiotik yang tidak tepat menyebabkan konsentrasi obat didalam cairan plasma tidak mencapai konsentrasi terapeutik minimal untuk menghasilkan efek yang diharapkan (Benin and Dowel, 2001).
Rekomendasi
Meningkatkan dosis cefotaxime hingga 2250-3000mg 3-4x1 dan terapi dapat dilanjutkan dirumah dengan pemberian cefixime syr 2x1,5cth sampai habis untuk
Masuk Rumah Sakit: 12-03-2016 s/d 17-3-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: cefotaxim
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 13,0 Leukosit : 16,2 Eritrosit : 4,8 Eusinofil : -
Basofil: - Neutrofil: 52 Limfosit: 40 Monosit: 8
Immunoserologi
S. typhi H : (-)
S. typhi O : (-) S.paratyphii A(O); (H) : (-)
S.paratyphii B(O); (H) : (-) / (+) 160 S.paratyphii C(O); (H) : (-)
Tubex/Typhidot :
Tanggal 12-3-2016 13-3-2016 14-3-2016 15-3-2016 16-3-2016 17-3-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - -
Suhu Tubuh (0C) 38 37,6 36,3 36,5 36,3 36,2
Denyut Nadi (x/menit) - 97 97 96 110 78
Respiratori (x/menit) - 19 20 20 24 25
Keluhan Pasien Demam,
Gatal-gatal dan ruam kulit (alergi obat)
Lidah kotor Gejala membaik Gatal-gatal Gejala membaik Gejala membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M Infus RL
Parasetamol tablet S.prn. 3.dd.250mg x x x x Cefotaxim injeksi 2.dd.800 mg x
Ceftriaxone injeksi 2.dd1gram x x x x x x x x x
Cetirizine tablet 1.dd.5mg x x x x x x x
Dexsametasone ampul 3.dd.5mg x x
Cefixime p.o 2x1cth (sediaan sirup 100mg/5ml)
Obat Dibawa Pulang
Assessment
Rekomendasi
Cefotaxime dihentikan karena adanya alergi obat dan diganti dengan ceftriaxone dari golongan obat yang sama kemudian terapi dapat dilanjutkan dirumah karena gejala sudah membaik dengan pemberian cefixime 2x100mg sampai habis untuk memaksimalkan efek terapi. Pasien juga disarankan untuk menjaga kebersihan makan dan minuman, pola makan teratur, memperbanyak asupan bergizi, mengurangi dan menghindari kebiasaan makan jajanan yang tidak bersih dan tidak sehat, serta istirahat yang cukup.
No. Kasus : 11
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 8 th/L/18kg Masuk Rumah Sakit: 9-02-2016 s/d 15-2-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 12,8 Leukosit : 4,94 Eritrosit : 4,70 Eusinofil : 0,2
Basofil: 0,2 Neutrofil: 60,8 Limfosit: 27,3 Monosit: 11,5
Immunoserologi
S. typhi H : (-)
S. typhi O : (+)1/180 S.paratyphii A(O); (H) : (-)
S.paratyphii B(O); (H) : (-) / (+)1/160 S.paratyphii C(O); (H) : (-)
Tubex/Typhidot :
Tanggal 9-2-2016 10-2-2016 11-2-2016 12-2-2016 13-2-2016 14-2-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - -
Suhu Tubuh (0C) 38 36,7 36,7 37,4 36,4 36,3
Denyut Nadi (x/menit) 108 114 113 112 86 110
Respiratori (x/menit) 24 32 24 22 22 24
Keluhan Pasien Demam,
muntah
Gejala membaik Batuk Batuk pilek Batuk pilek Gejala membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M Infus RL
Parasetamol syr S.prn. 3.dd.1,5cth x x x x x x
Salbuvent ekp 3.dd.1/2cth x x x x x x x x
Chloramphenicol i.v 4.dd.250mg x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
Cetirizine tablet 1.dd.5mg x x
Terapi dilanjutkan dengan pemberian chloramphenicol 4x250mg sampai habis untuk memaksimalkan efek terapi. Pasien juga disarankan untuk menjaga kebersihan makan dan minuman, pola makan teratur, memperbanyak asupan bergizi, mengurangi dan menghindari kebiasaan makan jajanan yang tidak bersih dan tidak sehat, serta istirahat yang cukup.
No. Kasus : 12
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 4th/P/14,5 kg Masuk Rumah Sakit: 24-5-2016 s/d 27-5-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 12,7 Leukosit : 3 Eritrosit : 4,97 Eusinofil : 0
Basofil: 0,3 Neutrofil: 50,5 Limfosit: 35,4 Monosit: 13,8
Immunoserologi
S. typhi H : (+)1/160
S. typhi O : (+)1/160 S.paratyphii A(O); (H) : (-)/(+)1/180 S.paratyphii B(O); (H) : (-)/(+)1/160 S.paratyphii C(O); (H) : (-)
Tubex/Typhidot : (-)
Tanggal 24-5-2016 25-5-2016 26-5-2016 27-5-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - -
Suhu Tubuh (0C) 36,8 37,7 36,8 36,5
Denyut Nadi (x/menit) 110 107 100 105
Respiratori (x/menit) 24 28 26 26
Keluhan Pasien Demam, batuk, pilek Batuk Gejala Membaik Gejala Membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Infus RL
Salbutamol 3.dd.1,5cth x x x x x x x x
NaCl 0,9% + Nebu v 3.dd.0,5mg x x x x x x x x
Ceftriaxone i.v 1.dd.1gram x x
Cefixime 2x1cth
(sediaan sirup 100mg/5ml)
Obat Dibawa Pulang
Assessment
Dosis kurag: Dosis ceftriaxone yang diberikan kurang yaitu 1gram sekali sehari. Dosis ceftriaxone yang tepat yaitu 75-80 mg/kg/hari (DIH, 2015).
kebiasaan makan jajanan yang tidak bersih dan tidak sehat, serta istirahat yang cukup. No. Kasus : 13
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 10th/P/26kg Masuk Rumah Sakit: 13-5-2016 s/d 19-5-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 12,3 Leukosit : 11,7 Eritrosit : 4,5 Eusinofil : 0,1
Basofil: 0,2 Neutrofil: 61,9 Limfosit: 18,3 Monosit: 19,5
Immunoserologi
S. typhi H :
S. typhi O : S.paratyphii A(O); (H) : S.paratyphii B(O); (H) : S.paratyphii C(O); (H) : Tubex/Typhidot : + (4)
Tanggal 13-5-2016 14-5-2016 15-5-2016 16-5-2016 17-5-2016 18-5-2016 19-5-2016
Tanda Vital
Tekanan Darah (mmHg) 100/80 - - - - -
Suhu Tubuh (0C) 36,8 36,5 37 37,7 36 36 36,6
Denyut Nadi (x/menit) 120 115 91 94 86 61 24
Respiratori (x/menit) 32 32 24 30 24 22 64
Keluhan Pasien Demam,mual, muntah, nyeri perut, nyeri kepala Gejala Membaik Gejala Membaik Gejala Membaik Gejala Membaik Gejala Membaik Gejala Membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M Infus RL
Parasetamol tab. S.prn. 3.dd.250mg x x x x x
Chloramphenicol i.v 4.dd.500mg x x x x x x x x x x x x
Chlorampenicol p.o 4x3cth (sediaan sirup 125 mg/5ml)
Obat dibawa pulang
tidak bersih dan tidak sehat, serta istirahat yang cukup. No. Kasus : 14
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 7 th/L/23 kg Masuk Rumah Sakit: 10-3-2016 s/d 14-3-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Perjalanan Penyakit: Membaik Alergi obat: -
Status keluar: Diijinkan pulang Riwayat Penyakit: Gejala Tifus (6 bulan lalu)
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 12,8 Leukosit : 6,3 Eritrosit : 4,60 Eusinofil : -
Basofil: 0,2 Neutrofil: 52,7 Limfosit: 40,1 Monosit: 6,5
Immunoserologi
S. typhi H : (-)
S. typhi O : (+) 1/320 S.paratyphii A(O); (H) : (-) / (-) S.paratyphii B(O); (H) : (-) / (-) S.paratyphii C(O); (H) : (-) Tubex/Typhidot :
Tanggal 10-3-2016 11-3-2016 12-3-2016 13-3-2016 14-3-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - - -
Suhu Tubuh (0C) 38 37 37 36 36
Denyut Nadi (x/menit) 96 96 92 90 90
Respiratori (x/menit) 20 22 22 22 22
Keluhan Pasien Demam, mual,
muntah
Demam Gejala Membaik Gejala Membaik Gejala membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M
Infus RL
Pamol syr S.prn 3.dd.2cth x x
Cefotaxim i.v 2.dd.1gram x x x x x x x x
Cefixime syr 2x1,5 cth (sediaan sirup 100mg/5ml)
Obat Dibawa Pulang
Assessment
Dosis kurang : Dosis cefotaxime yang diberikan terlalu tinggi yaitu 1gram setiap 12-24 jam/hari. Dosis cefotaxime yang tepat yaitu 150-200 mg/kg/BB/hari, dengan frekuensi pemakaian 3-4 kali/hari, maksimal 12 gram/hari (DIH, 2015).
Rekomendasi
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 4th/P/20,1kg Masuk Rumah Sakit: 14-12-2016 s/d 28-12-2016 Diagnosa Masuk: Low intake, vomitus profuse
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 14,3 Leukosit : 7,8 Eritrosit : 5,25 Eusinofil : 1,3
Basofil: 0,4 Neutrofil: 43,3 Limfosit: 48,9 Monosit: 6,1
Immunoserologi
S. typhi H :
S. typhi O : S.paratyphii A(O); (H) : S.paratyphii B(O); (H) : S.paratyphii C(O); (H) : Tubex/Typhidot : + (6)
Tanggal 13-5-2016 14-5-2016 15-5-2016 16-5-2016 17-5-2016 18-5-2016 19-5-2016
Tanda Vital
Tekanan Darah (mmHg) 100/80 - - - - -
Suhu Tubuh (0C) 36,8 36,5 37 37,7 36 36 36,6
Denyut Nadi (x/menit) 120 115 91 94 86 61 24
Respiratori (x/menit) 32 32 24 30 24 22 64
Keluhan Pasien Demam,mual, muntah, nyeri perut
Demam, mual, muntah
Mual, muntah Mual, muntah Mual, muntah Mual, muntah Mual
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M Infus RL
Parasetamol syr. S.prn. 3.dd.1,5cth x x x x x x x
Zink p.o 1.dd.20mg x x x x x x x
Ondansetron i.v 4.dd.250mg x Assessment
Penggantian antibiotik chloramphenicol ke ceftriaxone berdasarkan hasil wawancara kepada salah satu dokter penulis resep yaitu karena kondisi pasien yang belum membaik dan pertimbangan kondisi trombositopenia. Berdasarkan literatur pemilihan obat untuk demam tifoid sudah tepat karena ceftriaxone merupakan alternatif demam tifoid tanpa komplikasi, selain itu ceftriaxone merupakan golongan Cephalosporin generasi ketiga yang memiliki spektrum luas dan digunakan untuk menangani kasus infeksi serius terhadap bakteri gram negatif dan dapat digunakan untuk menangani kasus multi drug resistant S.typhi (CDC, 2013).
Lanjutan No. Kasus : 15
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 4th/P/20,1kg Masuk Rumah Sakit: 14-12-2016 s/d 28-12-2016 Diagnosa Masuk: Low intake, vomitus profuse
Perjalanan Penyakit: Membaik Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 14,3 Leukosit : 7,8 Eritrosit : 5,25 Eusinofil : 1,3
Basofil: 0,4 Neutrofil: 43,3 Limfosit: 48,9 Monosit: 6,1
Immunoserologi
S. typhi H :
S. typhi O : S.paratyphii A(O); (H) : S.paratyphii B(O); (H) : S.paratyphii C(O); (H) : Tubex/Typhidot : + (6)
Tanggal 20-5-2016 21-5-2016 22-5-2016 23-5-2016 24-5-2016 25-5-2016 26-5-2016
Tanda Vital
Tekanan Darah (mmHg) - - - -
Suhu Tubuh (0C) 36,8 36,8 37,4 37,6 37,2 37,2 36,6
Denyut Nadi (x/menit) 87 88 88 98 110 95 24
Respiratori (x/menit) 30 32 26 28 32 26 64
Keluhan Pasien Demam,mual, muntah
Demam, mual Demam, mual, muntah Demam, mual, muntah Gejala Membaik Gejala Membaik Gejala Membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M Infus RL
Parasetamol syr. S.prn. 3.dd.1,5cth x x x x x x x x x x x x x x x x x
Chloramphenicol i.v 4.dd.250mg x x x x
Zink p.o 1.dd.20mg x x x x x x x
Dexametasone syr. 3.dd.1,5cth x x x x x
Ceftriaxone i.v 2.dd.800mg x x x x x x x x x
Assessment
Terapi dilanutkan. Pasien juga disarankan untuk menjaga kebersihan makan dan minuman, pola makan teratur, memperbanyak asupan bergizi, mengurangi dan menghindari kebiasaan makan jajanan yang tidak bersih dan tidak sehat, serta istirahat yang cukup.
No. Kasus : 16
Subjektif
Usia/Jenis Kelamin/Berat Badan: 14 th/P/45kg Masuk Rumah Sakit: 25-08-2016 s/d 30-08-2016 Diagnosa Masuk: Febris thypoid dd Parotitis
Perjalanan Penyakit: Sembuh Riwayat Penyakit: - Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 14,2 Leukosit : 10,8 Eritrosit : 4,89 Eusinofil : 0,1
Basofil: 0,1 Neutrofil: 72,2 Limfosit: 17,0 Monosit: 10,6
Immunoserologi
S. typhi H : (-)
S. typhi O : () S.paratyphii A(O); (H) : (-)
S.paratyphii B(O); (H) : (-) / (+)1/320 S.paratyphii C(O); (H) : (-)
Tubex/Typhidot :
Tanggal 25-8-2016 26-8-2016 27-8-2016 28-8-2016 29-8-2016 30-8-2016
Tanda Vital Tekanan Darah (mmHg) - - - -
Suhu Tubuh (0C) 39 38,3 36,7 37,4 36,4 36,3
Denyut Nadi (x/menit) 100 90 113 112 86 110
Respiratori (x/menit) 20 28 24 22 22 24
Keluhan Pasien Demam,
Nyeri perut Demam, pusing, Nyeri telan Demam, pusing, Nyeri telan Demam, nyeri perut, pusing
Gejala membaik Gejala membaik
Penatalaksanaan Obat P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M P Si So M Infus RL
Parasetamol S.prn. 3.dd.1tab x x x x x x x
Ceftriaxone injeksi 1.dd.1,5gram x x x x x x x x x x
Assessment
Dosis kurang : Dosis ceftriaxone yang diberikan kurang yaitu 1,5 mg sekali sehari,. Dosis ceftriaxone yang tepat yaitu 75-80 mg/kg/hari (DIH, 2015).
Rekomendasi
Masuk Rumah Sakit: 25-12-2016 s/d 31-12-2016 Diagnosa Masuk: Demam Tifoid
Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: chloramphenicol
Objektif
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Hemoglobin : 12,1 Leukosit : 8,0 Eritrosit : 4,50 Eusinofil : 0
Basofil: 0,2 Neutrofil: 64,2 Limfosit: 27,2 Monosit: 8,4
Immunoserologi
S. typhi H : (-)1/80
S. typhi O : (-) S.paratyphii A(O); (H