• Tidak ada hasil yang ditemukan

No. : 125/Ketua/VIII/2021 Hal : Penugasan Dosen STFT Jakarta dalam Program Kursus Teologi Dasar Seri 4 Semester Ganjil TA SURAT TUGAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "No. : 125/Ketua/VIII/2021 Hal : Penugasan Dosen STFT Jakarta dalam Program Kursus Teologi Dasar Seri 4 Semester Ganjil TA SURAT TUGAS"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

No. : 125/Ketua/VIII/2021

Hal : Penugasan Dosen STFT Jakarta dalam Program “Kursus Teologi Dasar Seri 4”

Semester Ganjil TA 2021-2022

SURAT TUGAS

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Jakarta melalui surat ini menugaskan 4 (empat) orang dosen STFT Jakarta untuk menjadi pembicara dalam program Kursus Teologi Dasar (KTD) Seri 4 dengan tema “Liturgika dan Musik Gereja”. Program ini dilaksanakan secara daring pada semester ganjil TA 2021-2022. Tujuan penyelenggaraan program ini adalah menyediakan tempat bagi masyarakat yang berminat belajar teologi dasar sekaligus mempopulerkan ilmu teologi kepada masyarakat. Narasumber untuk program ini yang merupakan dosen STFT Jakarta adalah sebagai berikut.

Tanggal Topik Narasumber

2 September 2021 Liturgika: Pengertian, Sejarah, dan

Praktiknya Rasid Rachman, D.Th.

23 September

2021 Musik Gereja: Makna Nyanyian Jemaat,

Jenis dan Bentuk Nyanyian Ibadah Rahel S. H. Daulay, Th.M.

7 Oktober 2021 Nyanyian Jemaat Kontekstual:

Perbendaharaan dan Tema Teologis Nyanyian Jemaat Masa Kini

Dina Elisye Siahaan, M.A.

14 Oktober 2021 Unsur-unsur Liturgi, Bagian Ordo, dan

Maknanya Ester Pudjo Widiasih, Ph.D.

4 November 2021 Liturgi Ekumenis-Kontekstual Ester Pudjo Widiasih, Ph.D.

Demikian surat tugas ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya Jakarta, 3 Agustus 2021

Septemmy Eucharistia Lakawa, Th.D.

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

(2)
(3)
(4)
(5)

SEKOLAH TINGGII FILSAFAT THEOLOGI JAKARTA KURSUS DASAR TEOLOGI

INISIASI KRISTEN:

Belajar dari Tahapan Inisiasi yang Dilakukan oleh Gereja Perdana

14 Oktober 2021 Ester Pudjo Widiasih

Inisiasi

Di kalangan gereja-gereja Protestan di Indonesia, istilah inisiasi mungkin jarang dipergunakan. Inisiasi menunjuk pada suatu proses yang memungkinkan seseorang diterima menjadi anggota sebuah komunitas atau organisasi atau

kelompok tertentu. Hampir semua orang dalam hidupnya mengalami inisiasi, entah karena ia masuk ke sebuah komunitas baru atau karena seseorang mendapat status baru dalam komunitasnya. Misalnya, seorang yang baru masuk sekolah baru harus menjalani masa orientasi untuk mengenal sistem sekolah dan berkenalan dengan warga sekolahnya. Sebuah komunitas biasanya mengharuskan seorang lajang menjalani ritual pernikahan sebagai proses inisiasi guna mendapatkan status

“menikah” sebagai identitas barunya. Inisiasi juga terjadi ketika seseorang mencapai usia tertentu, misalnya ulang tahun ke-17 dirayakan dengan lebih meriah karena seseorang dianggap dewasa ketika menginjak usia yang ke-18. Dengan kata lain, setiap orang pasti pernah mengalami inisiasi, karena manusia mengalami tahapan- tahapan penting yang memberinya identitas baru dan pengalaman baru dalam kehidupan, mulai saat ia dilahirkan hingga ajal menjemput. Kematian pun merupakan peristiwa inisiasi: yang tadinya hidup di dunia masuk ke dalam alam keabadian tanpa raga. Yang telah wafat masuk ke dalam persekutuan nenek moyang atau, dalam ajaran Kristen, ke dalam persekutuan orang-orang kudus (gereja yang telah menang).

Dalam studi ritual, disebutkan ada tiga tahapan inisiasi yang biasanya ditandai dengan sebuah ritus:1

1. tahap pemisahan: orang(- orang) yang diinisiasi dipisahkan dari kelompok di mana ia berada;

1Lihat karya Arnold Van Gennep, The Rites of Passage, terj. Monika B. Vizedom dan Gabrielle L. Caffee (Chicago: University of Chicago Press, 1960), dan Victor Turner, The Ritual Process: Structure and Anti-

Structure (Chicago: Aldine Publishing Co., 1969).

(6)

2

2. tahap liminal, yaitu saat orang yang diinisiasi berada di masa antara atau peralihan dari identitas yang lama kepada identitas baru. Masa liminal ini biasanya berlangsung lama dan diisi dengan pengajaran, misalnya dengan menerima nasihat atau bermacam-macam informasi dan ketrampilan.

Seseorang yang diinisiasi perlu mempelajari seluk-beluk tentang komunitas atau identitasnya yang baru, sehingga ia dapat menjalani dengan baik

kehidupan barunya. Dalam budaya suku-suku tertentu, tahap liminal ini bisa sangat membahayakan, misalnya sekelompok anak laki-laki yang dianggap akil baliq harus tinggal di padang atau hutan untuk membuktikan

kemampuannya berburu dan melawan binatang buas supaya bisa memasuki tahapan menjadi lelaki dewasa yang bertanggung jawab;

3. tahap inkorporasi: orang yang diinisiasi dianggap telah dapat diterima masuk ke dalam komunitas dengan statusnya yang baru. Biasanya, penerimaan ini dirayakan dengan sebuah perjamuan sukacita.

Tahapan inisiasi tersebut dapat dialami oleh seseorang yang telah berada dalam sebuah komunitas tanpa ia keluar dari komunitas tersebut. Biasanya, dalam situasi seperti ini, inisiasi diperlukan bila seseorang berganti status, misalnya dari status sebagai anak-anak berganti ke status remaja atau dewasa. Selain itu, ketiga tahapan dapat pula dilewati oleh seseorang yang meninggalkan komunitasnya yang lama dan memasuki komunitas yang baru. Contoh yang paling sering kita temukan adalah apabila seseorang beralih agama. Seringkali, peralihan status juga melibatkan peralihan komunitas: seorang yang sudah dianggap dewasa akan bergabung bersama dengan komunitas orang dewasa dan meninggalkan komunitas anak-anak. Demikian pula beralih ke sebuah komunitas baru membuat seseorang memiliki status atau identitas baru. Inisiasi Kristen pun menerapkan dua jenis inisiasi ini: peralihan komunitas dan peralihan status.

Inisiasi Kristen

Sebagai sebuah komunitas, gereja juga menerapkan inisiasi. Sebagai seorang Kristen, warga sebuah gereja, tentunya kita tidak asing dengan istilah sakramen baptis (kudus) atau sakramen permandian. Namun, inisiasi Kristen lebih luas dari sakramen permandian. Apabila inisiasi dipahami sebagai sebuah proses, maka inisiasi Kristen merupakan sebuah proses yang harus dijalani oleh seseorang untuk masuk ke dalam komunitas Kristen (dhi. gereja). Oleh karena umat Kristen percaya

(7)

3

bahwa Allah-lah yang mengundang seseorang untuk menjadi para murid Kristus, maka inisiasi Kristen, menurut James F. White, menunjukkan bagaimana Allah menginisiasikan (memasukkan) umat-Nya ke dalam ke sebuah komunitas orang beriman.2Jadi, penekanannya adalah Allah berkarya dan manusia merespons

undangan Allah dengan memakai bahasa manusia, termasuk bahasa ritual (liturgis).

Melalui tahapan inisiasi, kasih Allah dinyatakan dengan melibatkan jemaat sebagai sebuah persekutuan yang merangkul dan mengasihi. Tahapan inisiasi ini biasanya ditandai dengan aksi ritual yang juga melibatkan materi tertentu di tengah

perkumpulan jemaat.

Inisiasi Kristen terdiri dari beberapa tahapan dengan aksi-aksi penanda (sign- acts), yang kali ini akan saya sampaikan sesuai dengan tahapan inisiasi menurut studi ritual.

1. Tahap pemisahan: seseorang menyatakan keinginan untuk bergabung dengan komunitas gereja atau orang tua menyatakan keinginan anaknya dibaptiskan.

Tahap ini biasanya ditandai dengan pengisian formulir kesediaan. Perlu dipikirkan: apakah ada gestur ritual yang dapat menyatakan tahap awal inisiasi ini?

2. Tahap liminal: biasanya diwujudkan dengan adanya katekisasi atau bentuk pengajaran lainnya, juga ada retreat atau pengalaman melayani. Dalam tahap ini yang dipentingkan adalah bagaimana katekisan belajar dan mengalami hidup sebagai murid Kristus. Peran anggota jemaat sangat diharapkan dalam mendampingi mereka yang berada dalam tahap liminal ini, supaya mereka merasakan dan mengalami persekutan jemaat. Perlu dipikirkan: aktivitas yang menolong katekisan untuk belajar bukan hanya secara kognitif, tetapi juga mengalami secara langsung bagaimana menjadi seorang Kristen. Perlu juga dipikirkan peran anggota jemaat dalam mendampingi yang

bersangkutan.

3. Tahap penerimaan: biasanya diwujudkan dengan aksi ritual dalam ibadah komunal: sakramen baptisan, pengakuan percaya (sidi), dan sakramen perjamuan kudus pertama. Di gereja-gereja tertentu, setelah baptisan dan sebelum perjamuan kudus yang pertama, ada satu sakramen yang disebut sakramen konfirmasi atau sakramen krisma, yang di gereja-gereja Protestan

2James F. White, Introduction to Christian Worship (Third Edition, Revised and Extended), (Nashville:

Abingdon Press, 2000), 203.

(8)

4

menjadi pengakuan percaya di depan jemaat (disebut juga sidi). Di gereja perdana, tahap penerimaan ini dilanjutkan dengan masa pengajaran yang disebut mystagogi (penyingkapan misteri sakramen). Perlu dipikirkan:

bagaimana gereja kita melakukan ketiga ritual – baptisan, sidi, dan perjamuan kudus pertama – sebagai satu kesatuan proses inisiasi dan bagaimana gereja melanjutkan pendampingan dan pembinaan bagi orang- orang yang baru saja mengalami inisiasi?

Inisiasi Kristen dalam sejarah

Gereja Kristen mengklaim bahwa sakramen permandian, sebagai bagian dari inisiasi Kristen, merupakan perintah Tuhan Yesus berdasarkan beberapa bagian Alkitab berikut ini:

1. Markus 16:15-16: “Akhirnya Ia menampakkan diri kepada kesebelas orang itu ketika mereka sedang makan, dan Ia mencela ketidakpercayaan dan kedegilan hati mereka, oleh karena mereka tidak percaya kepada orang-orang yang telah melihat Dia sesudah kebangkitan-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka:

"Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.”

2. Matius 28:19-20: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan

kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

Kedua bagian Alkitab tersebut mendasarkan pelaksanaan pembaptisan pada

perintah Tuhan Yesus sendiri dan merupakan ritual yang sudah menjadi bagian dari jemaat Markus dan jemaat Matius pada waktu itu. Bagi jemaat Markus, baptisan bahkan menjadi syarat memperoleh penyelamatan Allah. Sedangkan formula baptisan menurut jemaat Matius, yaitu dibaptis dalam nama “Bapa dan Anak dan Roh Kudus” tetap diikuti oleh sebagian besar gereja hingga saat ini, meskipun ada juga bagian Alkitab lainnya yang menyebut baptisan dalam nama Yesus Kristus.

Matius 28:19-20 mengandaikan ada pengajaran dan upaya pemuridan yang

menyertai perintah untuk membaptis. Kitab-kitab Injil juga mencatat bahwa Tuhan Yesus juga memberikan diri-Nya dibaptis oleh Yohanes pembaptis sebagai inisiasi ke

(9)

5

dalam karya pelayanan-Nya sebagai Mesias, seorang yang diurapi Allah untuk memberitakan dan mewujudkan Kerajaan Allah.

Pemandian (pembaptisan) dan pembersihan diri tidak asing lagi bagi masyarakat Yahudi pada waktu Kekristenan muncul, bahkan ketika Yesus masih hidup di dunia. Sejarah mencatat komunitas Essene di Qumran mempraktikkan ritual pembasuhan seluruh tubuh yang dilakukan setiap hari oleh diri sendiri sebagai aksi pembersihan diri. Komunitas Yahudi pada akhir abad pertama dan awal abad kedua juga mempraktikkan ritual pembaptisan sebagai tanda inisiasi seorang non- Yahudi (gentile) yang ingin masuk ke dalam komunitas Yahudi dan memeluk agama Yahudi. Pembaptisan ini dilakukan sekali seumur hidup dan dilayankan oleh orang lain (bukan oleh diri sendiri sebagaimana dilakukan oleh komunitas Qumran).

Alkitab mencatat bahwa seorang yang bernama Yohanes juga melakukan

pembaptisan sebagai tanda pertobatan dan pengharapan akan kedatangan Mesias.

Pembaptisan oleh Yohanes Pembaptis dilayankan oleh orang lain (bukan diri

sendiri) dengan cara masuk ke dalam sungai dan sekali seumur hidup. Baptisan yang diterima oleh Yesus lebih merupakan penegasan bahwa Yesus dari Nazaret dipilih (diurapi) Allah sebagai Mesias, yang ditandai dengan turunnya Roh Kudus dalam rupa merpati. Yesus, Yang Diurapi, mengidentifikasikan baptisan yang dilayankan oleh Yohanes Pembaptis sebagai aksi-penanda dari kesengsaraan dan kematian yang diderita-Nya.

Perjanjian Baru mengisahkan peristiwa-peristiwa inisiasi lainnya selain peristiwa baptisan. Tuhan Yesus diceritakan sering makan bersama dengan berbagai orang, baik pemuka agama atau pun orang berdosa. Menurut Maxwell Johnson, makan bersama Yesus menjadi ritus penggabungan seseorang ke dalam Kristus dan menjadi inisiasi memasuki komunitas di bawah pemerintah Allah. Perjamuan bersama Yesus menjadi pemicu pertobatan dari beberapa tokoh yang dicap

“berdosa.” Perjamuan tersebut menjadi aksi-penanda dari kasih Allah yang

diberikan bagi siapa pun dan undangan untuk masuk ke dalam komunitas di bawah pemerintah Allah (Kerajaan Allah). Selanjutnya, menurut Maxwell, kisah Yesus membasuh kaki para murid juga menunjukkan kemungkinan ritus pencucian kaki sebagai salah satu bentuk inisiasi gereja mula-mula. Selain itu, sebagai proses dari inisiasi, menurut Kisah 8:26-40, seorang sida-sida dari Etiopia menerima

pengajaran terlebih dahulu baru kemudian dibaptiskan berdasarkan pengakuan kepercayaannya pada Yesus Kristus yang adalah Anak Allah. Dalam kitab Para Rasul

(10)

6

ada tercatat narasi tentang turunnya Roh Kudus ke atas orang-orang yang telah dibaptis dalam nama Yesus (misalnya Kis 2:38) dan yang ke atas kepala mereka para rasul menumpangkan tangan (Kis 8:14-17). Penanda dari inisiasi lainnya yang

dicatat dalam Alkitab adalah perminyakan (anointing), yang dilayankan sebelum atau sesudah baptisan, sebagai aksi-penanda dari pengurapan dan pemeteraian (pemberian) Roh Kudus kepada seseorang oleh Allah (2 Kor 1:22). Dapat

disimpulkan, dalam Alkitab, inisiasi sebagai proses masuknya seseorang ke dalam komunitas Yesus Kristus atau komunitas yang berada di bawah pemerintahan Allah dilakukan dengan berbagai macam cara dengan menggunakan aksi-penanda yang beragam pula.

Dalam perjalan gereja selanjutnya, proses inisiasi masuk ke dalam komunitas Kristen menjadi semakin mengkristal, tetapi keberagaman aksi ritual juga tetap ada.

Pada abad ketiga, menurut Tradisi Apostolik, inisiasi Kristen pada umumnya mengandung unsur dan memenuhi tahapan sebagai berikut:

1. Tahapan katekisasi yang panjang (hingga tiga tahun). Para katekisan

menghadiri ibadah sabda, tetapi mereka tidak dapat mengikuti doa syafaat, salam damai dan tidak boleh mengikuti perjamuan kudus. Para katekisan didampingi oleh seorang wali untuk membimbingnya dan mengevaluasi kehidupannya sehari-hari apakah sesuai dengan ajaran Kristen.

2. Tahapan persiapan baptisan secara intens. Setelah dinyatakan layak untuk dibaptis, seorang katekisan akan menjalani pemeriksaan dan pengawasan (scrutiny) yang ketat selama masa Prapaskah. Mereka mengikuti eksorsime setiap hari, berpuasa, dan mengikuti pengajaran oleh uskup. Tahapan masa Prapaskah ini merupakan tahapan liminal yang menentukan apakah

seseorang dapat dibaptis atau tidak dan tahapan untuk “membersihkan” diri dari segala dosa dan kuasa kegelapan.

3. Tahapan pembaptisan. Sakramen permandian dilaksanakan pada Paskah subuh yang kemungkinan didahulu dengan membaca Alkitab dan pengajaran semalam suntuk. Uskup berdoa atas air yang akan dipergunakan dalam pembaptisan, calon baptis melepaskan pakaian, dan uskup juga menyiapkan (mendoakan) minyak yang digunakan sebagai media eksorsisme dan

pengucapan syukur. Para calon baptis kemudian diminta untuk menolak setan dan bersedia untuk melepaskan diri dari perbuatan dosa. Setelah itu, calon baptis diminyaki dengan minyak eksorsisme seluruh tubuhnya.

(11)

7

Biasanya peminyakan ini dilakukan oleh diaken (perempuan bagi calon baptis perempuan dan diaken laki-laki untuk calon baptis laki-laki). Selanjutnya, para calon masuk ke dalam kolam (atau sungai) berisi air. Uskup menguji iman mereka dengan mempergunakan pertanyaan berdasarkan Pengakuan Iman Rasuli (“Apakah engkau percaya pada Allah Pencipta langit dan bumi”).

Setiap kali calon menjawab pertanyaan tersebut dengan pernyataan

Pengakuan Iman Rasuli, uskup membaptiskannya, bisa dengan menyelamkan calon atau mengucurkan air ke atas kepala orang tersebut. Setelah ketiga pernyataan didengar dan calon diselamkan/dikucuri air untuk ketiga kalinya, ia kemudian keluar dari air dan diminyaki dengan minyak ucapan syukur

“dalam nama Yesus Kristus.” Kemudian, setelah mengenakan pakaian putih, orang yang baru dibaptis tersebut dipersilakan masuk ke ruang ibadah untuk berkumpul bersama anggota jemaat. Uskup pun meminyaki kepala mereka dan menumpangkan tangan ke setiap kepala orang yang baru dibaptis sambil berdoa memohon pengurapan Roh Kudus dan membuat tanda salib dengan formula Trinitarian (dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus) di dahi orang yang baru dibaptis tersebut sambil memberikan ciuman kudus. Orang- orang yang baru dibaptis selanjutnya dipersilakan untuk makan dan minum perjamuan kudus untuk pertama kali.

Perminyakan setelah baptisan dan aksi penumpangan tangan oleh uskup dengan doa memohon urapan Roh Kudus merupakan aksi konfirmasi yang dalam sejarah Geraja Barat (Roma) selanjuta disebut sakramen krisma, yang dipisahkan dari peristiwa pembaptisan. Oleh karena hanya uskup yang dapat melayankan sakramen krisma, banyak orang yang sudah dibaptis mengalami penundaan untuk menjalani tahapan perminyakan dan penumpangan tangan setelah pembaptisan.

Ketika pembaptisan bayi menjadi semakin marak dilakukan, perminyakan krisma menjadi semakin terpisah dari peristiwa pembaptisan. Supaya seorang anak dapat ikut serta dalam perjamuan kudus secepatnya, diadakanlah ritus komuni (perjamuan kudus) yang pertama, sehingga, meskipun anak ini belum menerima sakramen krisma, ia dapat turut serta dalam perjamuan kudus.

Pemisahan antara sakramen baptis dan sakramen konfirmasi (krisma) serta sakramen perjamuan kudus pertama di Gereja Barat (Roma), yang tadinya menjadi satu kesatuan proses inisiasi Kristen, berpengaruh dalam penentuan bentuk inisiasi di gereja-gereja Protestan. Para reformator tetap mengakui baptisan sebagai

(12)

8

sakramen yang menginisiasikan seseorang ke dalam persekutuan jemaat (gereja).

Namun, para reformator, khususnya Yohanes Calvin dan Ulrich Zwingli,

menghapuskan semua ritus yang mengelilingi pembaptisan tersebut. Sakramen konfirmasi (krisma) tidak diakui. Para reformator menggantinya dengan proses katekisasi yang diakhiri dengan ujian di hadapan pendeta/majelis dan doa dengan penumpangan tangan. Di kalangan gereja-gereja Reformasi di Indonesia, ritual yang mengakhiri proses katekisasi ini disebut sidi (pengakuan percaya di hadapan jemaat) dan menandai inisiasi seseorang ke dalam komunitas orang Kristen dewasa dan memperbolehkannya mengikuti sakramen perjamuan kudus. Dengan demikian, di kebanyakan gereja-gereja Reformasi di Indonesia, kateksiasi merupakan tahapan liminal yang mempersiapkan seseorang untuk menjadi anggota jemaat sidi (dewasa).

Sidi (pengakuan percaya) merupakan ritus tahapan penerimaan seseorang menjadi anggota jemaat yang mendapat hak sebagaimana orang dewasa dalam masyarakat, misalnya boleh menikah, dapat dipilih menjadi pemimpin gereja, dapat melayani secara penuh, dsb. Keterlibatan seseorang dalam makan dan minum pertama kali dalam perjamuan kudus juga menjadi aksi-penanda seseorang diterima secara dewasa dalam kehidupan komunitas gereja.

Makna teologis inisiasi Kristen

Penjelasan di atas menolong kita melihat bagaimana gereja melaksanakan inisiasi dalam pengertian sebagai kegiatan ritual. Dari kegiatan ritual tersebut, kita juga dapat menarik makna teologis dari aksi-penanda inisiasi tersebut.

1. Bersatu bersama Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya.

2. Penolakan atas dosa dan ada Pengampunan dosa 3. Kelahiran Baru – pemberian baju putih

4. Masuk dalam komunitas Kristen/Gereja - penyambutan jemaat

5. Menerima Roh Kudus – ritus: perminyakan/pengurapan, penumpangan tangan, penyalaan lilin. Ada gambar merpati turun.

6. Hidup dalam perjanjian (covenant) dengan Allah yang digambarkan dengan perjamuan bersama.

(13)

Laporan Kegiatan sebagai Pembicara pada

“Kursus Teologi Dasar”

1. “Kursus Teologi Dasar” diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta bagi anggota gereja yang ingin belajar mengenai ilmu teologi dan praktik bergereja. Kursus Teologi Dasar pada Semester Gasal TA 2021-2022 difokuskan pada kajian “liturgika dan musik gereja,” yang merupakan bidang kajian saya.

2. Saya membawakan materi yang berjudul “Inisiasi Kristen: Belajar dari Tahapan Inisiasi yang Dilakukan oleh Gereja Perdana,” pada tanggal 14 Oktober 2021, pkl. 18:00-20:00 WIB.

3. “Kursus Teologi Dasar” dilaksanakan secara daring dengan mediasi Zoom.

4. Sesi yang saya bawakan diikuti oleh sekitar 50 orang. Peserta, yang sebagian besar adalah anggota jemaat awam, berasal dari berbagai gereja yang tinggal di berbagai propinsi di Indonesia.

5. Terlampir adalah makalah dan sertifikat dari STFT Jakarta.

Jakarta, 7 Januari 2022

Ester Pudjo Widiasih, Ph. D.

Referensi

Dokumen terkait

Apa yang dituliskan oleh Bevans juga berlaku bagi peribadahan di gereja kita. Ibadah atau liturgi gereja selalu bersifat kontekstual karena diadakan oleh orang-orang tertentu

Dalam rangka persiapan ujian saringan Calon Kader GKI yang akan menempuh studi di sekolah- sekolah teologi: Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Jakarta (STFT

Mereka yang namanya tersebut dalam lampiran Surat Keputusan ini diberikan tugas sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Semester Genap Tahun Akademik 2020/2021 Program Studi

13 Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hamba- Mu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diri-Mu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat

Chorus (Nyanyian pendek); karakteristik dari nyanyian ini adalah: Kalimatnya pendek; Tidak selalu berbentuk bait; Dapat dinyanyikan berulang-ulang; Mengandung sebuah tema tapi

Menetapkan : Keputusan Dekan tentang Penugasan Dosen Biasa Program Studi S1 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta Semester Ganjil Tahun

Chorus (Nyanyian pendek); karakteristik dari nyanyian ini adalah: Kalimatnya pendek; Tidak selalu berbentuk bait; Dapat dinyanyikan berulang-ulang; Mengandung sebuah tema tapi

Sstem yang didesain untuk mendapatkan tegangan rendah tetapi memiliki arus besar dengan menggunakan teknik chopper delapan fasa, dilakukan dengan menggunakan gelombang