• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. ANALISA DATA. Gambar 4.1 Gambaran Umum Proyek. 20 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "4. ANALISA DATA. Gambar 4.1 Gambaran Umum Proyek. 20 Universitas Kristen Petra"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

20

Universitas Kristen Petra 4. ANALISA DATA

4.1. Pendahuluan

4.1.1. Gambaran Umum Proyek

Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan sekolah 4 lantai yang berlokasi di Pakuwon City, Surabaya Timur.

Proyek sekolah tersebut berada di bawah suatu Yayasan (sebagai owner) dengan kontraktor utama untuk pekerjaan struktural dan finishing. Proyek tersebut memiliki luas lahan ± 5.300 m2, dengan luas bangunan ± 9.500 m2. Gambaran secara keseluruhan dari proyek yang akan diamati dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Dalam proyek ini juga melibatkan banyak konsultan meliputi konsultan architecture, structure, MEP (Mechanical, Electrical, Plumbing), yang berdampingan dengan konsultan pengawas selaku tangan kanan owner. Durasi pengerjaan proyek ini adalah 250 hari, dimulai pada tanggal 22 Agustus 2011 dan berakhir pada tanggal 30 April 2012.

Gambar 4.1 Gambaran Umum Proyek

(2)

21

Universitas Kristen Petra 4.1.2. Gambaran Umum Penelitian

Pelaksanaan pengamatan dan pengumpulan data pada proyek ini dilakukan selama 2 bulan, yaitu dari tanggal 19 September 2011 sampai dengan tanggal 19 November 2011. Pengambilan data dilakukan pada setiap jenis rework yang terjadi selama pelaksanaan pembangunan struktur mulai dari substruktur hingga lantai 2. Pekerjaan tersebut meliputi pekerjaan pile cap, sloof, janggutan, kolom, balok dan pelat lantai yang ditemui di lapangan proyek.

Berikut adalah gambar denah substruktur hingga lantai 2 yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 , Gambar 4.3 , dan Gambar 4.4.

Gambar 4.2 Denah Struktur Pondasi

(3)

22

Universitas Kristen Petra Gambar 4.3 Denah Struktur Lantai 1

Gambar 4.4 Denah Struktur Lantai 2

4.2. Analisa Deskriptif

4.2.1. Analisa Frekuensi Jenis-Jenis Rework yang terjadi di proyek

Berikut ini adalah pengkodean jenis-jenis rework yang terjadi selama pengamatan di proyek yang ditunjukkan oleh Tabel 4.1.

(4)

23

Universitas Kristen Petra Tabel 4.1 Pengkodean Jenis-Jenis Rework pada Sekolah “Y”

Jenis Rework Kode

Revisi jarak sengkang spiral tusuk konde R1

Rework lantai kerja pile cap R2

Rework bekisting batako pile cap R3

Rework tulangan pile cap R4

Revisi jarak tulangan pile cap R5 Rework bekisting batako pondasi tower crane R6

Rework galian tanah R7

Rework lantai kerja pelat R8

Revisi panjang sambungan (overlap) tulangan pelat R9 Rework penambahan tulangan pelat R10 Perbaikan beton keropos janggutan R11 Revisi panjang tulangan sloof R12 Rework bekisting batako sloof R13 Revisi panjang sambungan (overlap) tulangan sloof R14 Rework penambahan tulangan sloof R15

Pembongkaran beton sloof R16

Revisi jumlah sengkang kolom R17 Revisi penggantian tulangan kolom R18 Revisi panjang penjangkaran tulangan kolom R19 Revisi panjang kait sengkang kolom R20 Revisi panjang sambungan (overlap) tulangan kolom R21 Revisi arah penjangkaran tulangan kolom R22

Revisi jarak tulangan kolom R23

Rework bekisting kolom R24

Perbaikan beton keropos kolom R25 Revisi tulangan kolom yang miring R26

Pembongkaran beton balok R27

Revisi panjang penjangkaran tulangan balok R28

Revisi jarak sengkang kolom R29

Revisi panjang tulangan balok R30 Revisi posisi sambungan (overlap) tulangan balok R31 Revisi panjang sambungan (overlap) tulangan balok R32 Perbaikan beton keropos pelat R33

Rework beton kolom R34

(5)

24

Universitas Kristen Petra Dibawah ini merupakan contoh aktivitas rework yang terjadi pada proyek sekolah “Y”, antara lain :

 Revisi Jarak Sengkang Spiral Tusuk Konde (R1)

Satu tusuk konde terdiri dari 6 buah tulangan D19 dan diameter tulangan sengkang spiral tusuk konde yang awalnya 10 mm dengan jarak 10 cm dirubah menjadi diameter 8 mm tetapi tanpa diikuti perubahan jarak sengkang spiral tusuk konde, seharusnya untuk diameter 8 mm, jarak sengkang spiral tusuk konde menjadi 5 cm sehingga dilakukan revisi dengan cara ditambahi langsung tulangan sengkang spiral untuk memperkecil jaraknya menjadi 5 cm (Gambar 4.5).

Gambar 4.5 Revisi Jarak Sengkang Spiral Tusuk Konde

 Rework Bekisting Batako Pile Cap (R3)

Rework ini terjadi karena ukuran pile cap tidak sesuai dengan gambar/kurang lebar, harusnya ukuran PC2 1,2 x 2,4 meter (Gambar 4.6) dan ada juga rework karena bekisting batako pile cap ambrol karena tekanan beton dari dalam pile cap.

(6)

25

Universitas Kristen Petra Gambar 4.6 Rework Bekisting Batako Pile Cap akibat salah ukuran

 Rework Tulangan Pile Cap (R4)

Rework tulangan pile cap ini terjadi karena pembersihan pile cap yang akan dicor dan ada juga rework yang terjadi karena kesalahan elevasi sehingga tulangan pile cap bagian atas dibongkar yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Rework Tulangan Pile Cap akibat Kesalahan Elevasi

 Rework Bekisting Batako Pondasi Tower Crane (R6)

Rework ini dikarenakan tanah disamping bekisting yang berfungsi sebagai penahan ini digali sehingga bekisting batako pondasi tower crane yang harusnya sudah jadi ambrol (Gambar 4.8).

(7)

26

Universitas Kristen Petra Gambar 4.8 Rework Bekisting Batako Pondasi Tower Crane

 Rework Galian Tanah dan Lantai Kerja Pelat (R7 dan R8)

Tanah yang telah di urug dan lantai kerja yang telah dibuat, terpaksa digali dan dibongkar kembali untuk pemasangan pipa yang ditunjukkan pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9 Rework Galian Tanah dan Lantai kerja pelat

 Rework Penambahan Tulangan Pelat (R10), dan Penambahan Tulangan Sloof (R15)

Rework ini terjadi karena adanya perubahan elevasi (Gambar 4.10 dan Gambar 4.11). Penambahan tulangan ini dengan metode chemical boring yang menggunakan produk ramset. Pengeboran untuk tulangan D16 kedalamannya 20 cm sedangkan D10 kedalamannya 13 cm.

(8)

27

Universitas Kristen Petra Gambar 4.10 Rework Penambahan Tulangan Pelat

Gambar 4.11 Rework Penambahan Tulangan Sloof

 Perbaikan Beton Keropos Janggutan (R11), Kolom (R25), dan Pelat (R33) Terdapat keropos pada beton yang telah di cor sehingga dilakukan perbaikan. Jika keropos sampai kelihatan tulangannya maka perbaikannya dengan menggunakan conbextra, tetapi kalau hanya keropos kecil cukup memakai semen mortar utama. Perbaikan beton keropos ditunjukkan pada Gambar 4.12, Gambar 4.13, dan Gambar 4.14.

(9)

28

Universitas Kristen Petra Gambar 4.12 Perbaikan Beton Keropos Janggutan

Gambar 4.13 Perbaikan Beton Keropos Kolom

Gambar 4.14 Perbaikan Beton Keropos Pelat

(10)

29

Universitas Kristen Petra

 Rework Bekisting Batako Sloof (R13)

Rework ini terjadi karena bekisting batako sloof yang terdapat pada tepi- tepi lokasi ambrol akibat tidak ada penahan (Gambar 4.15), ada juga yang terjadi karena letaknya tidak sesuai dengan gambar, dan perubahan gambar (Gambar 4.16) sehingga perlu di lakukan pembuatan bekisting batako sloof kembali.

Gambar 4.15 Rework Bekisting Batako Sloof karena Ambrol

Gambar 4.16 Rework Bekisting Batako Sloof karena Perubahan Gambar

(11)

30

Universitas Kristen Petra

 Revisi Panjang Sambungan (Overlap) Tulangan Sloof (R14) dan Kolom (R21)

Revisi ini terjadi karena panjang sambungan (overlap) tulangan sloof dan kolom yang dipasang tidak sesuai dengan syarat-syarat panjang sambungan lewatan yang ada di SNI. Panjang sambungan lewatan tergantung dari diameter dan mutu beton, misalnya untuk D19 dengan mutu beton K300 membutuhkan panjang sambungan 940 mm (Gambar 4.17 dan Gambar 4.18).

Gambar 4.17 Revisi Panjang Sambungan (Overlap) Tulangan Sloof

Gambar 4.18 Revisi Panjang Sambungan (Overlap) Tulangan Kolom

(12)

31

Universitas Kristen Petra

 Pembongkaran Beton Sloof (R16)

Rework ini terjadi karena adanya perubahan elevasi (Gambar 4.19).

Ukuran balok yang dibongkar 300 x 600 mm dengan mutu beton K300.

Gambar 4.19 Pembongkaran Beton Sloof

 Revisi Jumlah Sengkang Kolom (R17)

Revisi ini terjadi karena jumlah sengkang kolom yang seharusnya 3 kaki, dipasang 4 kaki pada 15 buah kolom (Gambar 4.20).

Gambar 4.20 Revisi Jumlah Sengkang Kolom

 Revisi Penggantian Tulangan Kolom (R18)

Revisi ini dikarenakan diameter tulangan kolom tidak sesuai dengan di gambar kerja/salah ukuran, misalnya yang seharusnya D19 tetapi dipasang

(13)

32

Universitas Kristen Petra D16 (Gambar 4.21) dan ada juga revisi penggantian tulangan kolom karena retak (Gambar 4.22).

Gambar 4.21 Revisi Penggantian Tulangan Kolom karena Salah Ukuran

Gambar 4.22 Revisi Penggantian Tulangan Kolom yang Retak

 Revisi Panjang Penjangkaran Tulangan Kolom (R19)

Revisi ini terjadi karena panjang penjangkaran tulangan kolom tidak sesuai dengan syarat panjang penjangkaran minimum tulangan biasa tanpa kait yang ada di SNI. Panjang penjangkaran tulangan kolom tergantung diameter dan mutu beton, misalnya untuk D25 dengan mutu beton K400 dibutuhkan panjang penjangkaran 1030 mm (Gambar 4.23).

(14)

33

Universitas Kristen Petra Gambar 4.23 Revisi Panjang Penjangkaran Tulangan Kolom

 Revisi Panjang Kait Sengkang Kolom (R20)

Revisi ini terjadi karena panjang kait sengkang kolom tidak memenuhi syarat kait standart untuk sengkang yang ada di SNI. Untuk diameter 8-16 mm dengan kait 135˚, panjang kaitnya diambil terbesar antara 6ds atau 75 mm (Gambar 4.24).

Gambar 4.24 Revisi Panjang Kait Sengkang Kolom

 Revisi Arah Penjangkaran Tulangan Kolom (R22)

Arah penjangkaran tulangan kolom yang dipasang tidak sesuai dengan gambar kerja, harusnya arah penjangkaran tulangan kolom bagian kanan masuk ke kolom karena disebelah kanannya tidak ada balok dan pelat (Gambar 4.25).

(15)

34

Universitas Kristen Petra Gambar 4.25 Revisi Arah Penjangkaran Tulangan Kolom

 Revisi Jarak Tulangan Kolom (R23)

Revisi ini terjadi karena jarak tulangan kolom yang dipasang tidak sesuai dengan syarat jarak minimal tulangan yang ada di SNI, syarat minimal SNI yaitu 2,5 cm (Gambar 4.26).

Gambar 4.26 Revisi Jarak Tulangan Kolom

 Revisi Tulangan Kolom yang Miring (R26)

Revisi ini terjadi karena tulangan kolom yang berada di bawahnya miring pada saat ngecor mengakibatkan tulangan kolom diatasna miring sehingga selimut betonnya tidak sampai 40 mm dan perlu dilakukan perbaikan pada tulangan kolom tersebut (Gambar 4.27).

(16)

35

Universitas Kristen Petra Gambar 4.27 Revisi Tulangan Kolom yang Miring

 Pembongkaran Beton Balok (R27)

Pembongkaran ini terjadi karena kesalahan elevasi sehingga beton balok yang telah jadi dibongkar (Gambar 4.28). Ukuran balok yang dibongkar 300 x 600 mm dengan mutu beton K300.

Gambar 4.28 Pembongkaran Beton Balok

 Revisi Jarak Sengkang Kolom (R29)

Revisi ini terjadi karena jarak sengkang kolom yang di pasang lebih dari 10 cm, padahal jarak sengkang kolom di gambar kerja 10 cm sehingga perlu dilakukan revisi yang ditunjukkan pada Gambar 4.29.

(17)

36

Universitas Kristen Petra Gambar 4.29 Revisi Jarak Sengkang Kolom

 Revisi Panjang Tulangan Balok (R30)

Revisi ini terjadi karena panjang tulangan balok tidak sesuai dengan gambar kerja. Pada Gambar 4.30, panjang empat buah tulangan tumpuan balok bagian atas tersebut kurang panjang 20 cm sehingga dilakukan penambahan satu buah tulangan dengan panjang sesuai dengan gambar kerja.

Gambar 4.30 Revisi Panjang Tulangan Balok

 Rework Beton Kolom (R34) dan Perbaikan Beton Keropos Kolom (R25) Rework ini terjadi karena kolom yang dicor dengan beton ready mix yang telah mengeras sehingga pengecoran tidak sempurna dan ada yang keropos. Ukuran kolom yang di cor 600 x 600 mm dengan mutu beton

(18)

37

Universitas Kristen Petra K400. Pada kolom keropos dilakukan perbaikan grouting dengan menggunakan conbextra, sedangkan pada kolom yang hanya ke cor bagian atasnya saja dilakukan pembongkaran, pemotongan tulangan, pemasangan tulangan sampai pengecoran ulang (Gambar 4.31 dan Gambar 4.32).

Gambar 4.31 Rework Beton Kolom

Gambar 4.32 Perbaikan Beton Keropos Kolom

Berikut ini adalah frekuensi jenis-jenis rework pada masing-masing lantai yang didapatkan dari lampiran 1 sampai lampiran 3 dan ditunjukan pada Tabel 4.2, serta frekuensi total jenis-jenis rework dari keseluruhan lantai yang ditunjukkan pada Gambar 4.33.

(19)

38

Universitas Kristen Petra Tabel 4.2 Frekuensi Jenis Rework pada masing-masing lantai

Jenis Rework

Frekuensi Sub

Struktur lantai 1 Lantai 2 Total

R1 53 - - 53

R2 1 - - 1

R3 3 - - 3

R4 9 - - 9

R5 1 - - 1

R6 1 - - 1

R7 - 7 - 7

R8 - 7 7

R9 - 2 - 2

R10 - 2 - 2

R11 - 4 - 4

R12 - 6 - 6

R13 - 6 - 6

R14 - 6 - 6

R15 - 4 - 4

R16 - 1 - 1

R17 - 15 - 15

R18 - 4 2 6

R19 - 1 - 1

R20 - 27 16 43

R21 - 9 7 16

R22 - 1 - 1

R23 - 2 - 2

R24 - 1 - 1

R25 - 5 2 7

R26 - 1 - 1

R27 - - 1 1

R28 - - 1 1

R29 - - 12 12

R30 - - 14 14

R31 - - 1 1

R32 - - 2 2

R33 - - 1 1

R34 - - 1 1

(20)

39

Universitas Kristen Petra Gambar 4.33 Diagram Frekuensi Total masing-masing Jenis Rework

Berdasarkan Tabel 4.2 diatas terdapat dua jenis rework pada substruktur yang paling sering muncul, yaitu R1 (revisi jarak sengkang spiral tusuk konde) yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan R4 (rework tulangan pile cap) yang ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Pada lantai 1, terdapat dua jenis rework yang paling sering muncul, yaitu R20 (revisi panjang kait sengkang kolom) yang ditunjukkan pada Gambar 4.24, dan R17 (revisi jumlah sengkang kolom) yang ditunjukkan pada Gambar 4.20.

Sedangkan pada lantai 2, terdapat tiga jenis rework yang paling sering muncul, yaitu R20 (revisi panjang kait sengkang kolom), R30 (revisi panjang tulangan balok) yang ditunjukkan pada Gambar 4.30 dan R29 (revisi jarak sengkang kolom) yang ditunjukkan pada Gambar 4.29.

Berdasarkan Gambar 4.33 secara keseluruhan lantai, terdapat dua jenis rework yang paling sering muncul yaitu R1 (revisi jarak sengkang spiral tusuk konde) dan R20 (revisi panjang kait sengkang kolom).

53

1 3 9

1 1 7 7

2 2 4 6 6 6 4 1

15 6

1 43

16

1 2 1 7

1 1 1 1214

1 2 1 1 0

10 20 30 40 50 60

R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 R31 R32 R33 R34

Frekuensi

Jenis Rework

Frekuensi Total masing-masing Jenis

Rework

(21)

40

Universitas Kristen Petra 4.2.2. Analisa Frekuensi Penyebab Rework yang terjadi di proyek

Berikut ini adalah pengkodean penyebab rework yang terjadi selama pengamatan di proyek (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Pengkodean Penyebab Rework pada Sekolah “Y”

Penyebab Rework Kode

Pengerjaan yang terburu-buru/ceroboh P1 Ketidak tepatan metode konstruksi P2 Mandor kurang teliti dalam membaca gambar P3 Skill dan pengetahuan pekerja rendah P4 Revisi dan distribusi gambar kerja terlambat P5 Proses tender untuk kontraktor MEP terlambat P6 Perubahan desain pada pekerjaan yang telah dikerjakan P7 Pengambilan keputusan yang salah di lapangan P8

Dibawah ini merupakan penjelasan mengenai penyebab rework yang terjadi diproyek :

 Pengerjaan yang terburu-buru/ceroboh (P1)  

Penyebab ini terjadi akibat jadwal yang terlalu padat atau tekanan oleh waktu, kelalaian pekerja, ketidaknyamanan pekerja saat melakukan pekerjaannya, ini semua merupakan faktor perilaku pekerja sehingga tidak dapat dihindari dan menyebabkan terjadinya kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya rework.  

 Ketidaktepatan metode konstruksi (P2)

Penyebab ini terjadi karena metode yang digunakan tidak di evaluasi terlebih dahulu untuk menyesuaikan dengan kondisi lapangan sebenarnya.

 Mandor kurang teliti dalam membaca gambar (P3)  

Penyebab ini terjadi karena kecerobohan mandor dalam membaca gambar kerja yang seharusnya sudah jelas sehingga memberikan intruksi yang salah kepada pekerjanya sehingga memberikan dampak pada pekerjaan yang dihasilkan.

(22)

41

Universitas Kristen Petra

 Skill dan pengetahuan pekerja rendah (P4)

Penyebab ini terjadi karena pekerja konstruksi biasanya berasal dari latar belakang lulusan SD-SMP yang dating dari desa ke kota untuk bekerja sementara waktu sehingga ketika para pekerja melakukan pekerjaan konstruksi khususnya pekerjaan pembesian tulangan, para pekerja ini tidak memiliki pengetahuan yang benar tentang syarat-syarat pembesian yang baik sehingga pekerjaan pembesian dikerjakan dengan tidak sempurna dan menyebabkan terjadinya perbaikan pekerjaan.

 Revisi dan distribusi gambar kerja terlambat (P5)

Penyebab ini terjadi karena adanya perubahan perubahan gambar yang tidak diikuti dengan pendistribusian gambar yang baik sehingga mandor menggunakan gambar kerja yang lama tanpa mengetahui jika adanya perubahan gambar kerja sehingga pekerjaan yang dilakukan menjadi sia- sia karena pada nantinya akan menjadi rework.

 Proses tender untuk kontraktor MEP terlambat (P6)

Penyebab ini terjadi karena owner seharusnya melakukan tender untuk kontraktor MEP terlebih dahulu sebelum proyek berjalan sehingga tidak mengakibatkan terjadinya rework.

 Perubahan desain pada pekerjaan yang telah dikerjakan (P7)

Penyebab ini terjadi karena permintaan owner dimana hal tersebut merubah desain pada pekerjaan yang telah dikerjakan.

 Pengambilan keputusan yang salah di lapangan (P8)

Penyebab ini terjadi karena adanya kontraktor yang bertindak sebagai quality control mengambil keputusan menyalahi prosedur yang ada.

Berikut ini adalah frekuensi penyebab rework pada masing-masing lantai yang didapatkan dari lampiran 1 sampai lampiran 3 dan akan ditunjukkan pada Tabel 4.4, serta frekuensi total penyebab rework dari keseluruhan lantai yang ditunjukkan pada Gambar 4.34.

(23)

42

Universitas Kristen Petra Tabel 4.4 Frekuensi Penyebab Rework pada masing-masing Lantai

Penyebab Rework

Frekuensi Sub

Struktur lantai 1 Lantai 2 Total

P1 3 62 55 120

P2 10 3 - 13

P3 2 22 3 27

P4 - 2 - 2

P5 53 2 - 55

P6 - 13 - 13

P7 - 7 - 7

P8 - - 2 2

Gambar 4.34 Diagram Frekuensi Total masing-masing Penyebab Rework

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab rework pada substruktur yang paling sering muncul adalah P5 (revisi dan distribusi gambar kerja terlambat). Sedangkan pada lantai 1 dan lantai 2, penyebab rework yang paling sering muncul adalah P1 (pengerjaan yang terburu-buru/ceroboh).

Berdasarkan Gambar 4.34, dua penyebab rework yang paling sering muncul dari keseluruhan lantai adalah P1 (pengerjaan yang terburu-buru/ceroboh) dan P5 (revisi dan distribusi gambar kerja terlambat).

120

13 27

2

55

13 7 2

0 20 40 60 80 100 120 140

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Frekuensi

Penyebab Rework

Frekuensi Total masing-masing

Penyebab Rework

(24)

43

Universitas Kristen Petra 4.2.3. Analisa Hubungan Frekuensi Jenis Rework dan Penyebabnya yang

terjadi di proyek

Berikut ini adalah hubungan frekuensi antara jenis rework dan penyebabnya yang terjadi selama pengamatan di proyek ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hubungan Frekuensi Jenis Rework dan Penyebabnya

Jenis Rework Penyebab Rework

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

R1 - - - - 53 - - -

R2 1 - - -

R3 1 2 - - -

R4 - 7 2 - - -

R5 1 - - -

R6 - 1 - - -

R7 - - - 7 - -

R8 - 1 - - - 6 - -

R9 2 - - -

R10 - - - 2 -

R11 4 - - -

R12 6 - - -

R13 - 2 2 - 2 - - -

R14 6 - - -

R15 - - - 4 -

R16 - - - 1 -

R17 - - 15 - - -

R18 - - 5 1 - - - -

R19 - - - 1 - - - -

R20 43 - - -

R21 16 - - -

R22 - - 1 - - -

R23 1 - 1 - - -

R24 1 - - -

R25 6 - - - 1

R26 1 - - -

R27 - - 1 - - -

R28 1 - - -

R29 12 - - -

R30 14 - - -

R31 1 - - -

R32 2 - - -

R33 1 - - -

R34 - - - 1

(25)

44

Universitas Kristen Petra Berdasarkan Tabel 4.5 diatas, akan dibahas jenis rework dari diagram Gambar 4.33 dengan penyebabnya yang memiliki frekuensi tertinggi dari keseluruhan lantai serta hubungan menarik antara aktivitas rework dengan penyebabnya yang terjadi di proyek tersebut.

Dari Tabel 4.5, dua jenis rework dengan frekuensi tertinggi dari keseluruhan lantai adalah R1 dan R20. R1 (revisi jarak sengkang spiral tusuk konde) merupakan jenis rework yang mempunyai frekuensi tertinggi dari keseluruhan lantai, yang seluruhnya disebabkan P5 (revisi dan distribusi gambar kerja terlambat). Tusuk konde berguna untuk kerekatan antara pile cap dengan tiang pancang. R1P5 terjadi karena adanya perubahan diameter tulangan sengkang spiral menjadi lebih kecil tanpa adanya revisi dan distribusi gambar kerja yang terbaru, sehingga untuk jarak sengkang spiralnya tidak ada perubahan karena mengikuti gambar kerja yang lama (Gambar 4.35).

Gambar 4.35 Tusuk Konde yang harus direvisi

R20 (revisi panjang kait sengkang kolom) merupakan jenis rework dengan frekuensi tertinggi kedua, yang seluruhnya disebabkan P1 (pengerjaan yang terburu-buru/ceroboh). R20P1 ini terjadi akibat jadwal yang terlalu padat, sehingga kebutuhan material tulangan semakin banyak dan akhirnya mengakibatkan para pekerja terburu-buru pada saat pengerjaan di fabrikasi tulangan. Hal ini dapat dilihat pada saat pengerjaan pembengkokan tulangan, tulangan sebanyak 5 buah yang akan dibengkokan secara bersamaan terkadang tidak sama rata panjang ujung-ujungnya (Gambar 4.36). Setelah dilakukan

(26)

45

Universitas Kristen Petra pembengkokan, panjang kait tulangan sengkang kolom akhirnya tidak sama panjang dan hal tersebut menyebabkan beberapa tulangan sengkang kolom tidak memenuhi standar panjang kait yang diperbolehkan.

Gambar 4.36 Proses Pembengkokan Tulangan Sengkang difabrikasi

Hubungan menarik yang terjadi di proyek adalah R7 (rework galian tanah) dan R8 (rework lantai kerja pelat) yang disebabkan P6 (Proses tender untuk kontraktor MEP terlambat). Hal ini terjadi karena owner terlambat melakukan proses tender untuk pemilihan kontraktor MEP, padahal pekerjaan struktur yang berhubungan dengan MEP untuk lantai 1 telah selesai dikerjakan dan akhirnya menyebabkan rework lantai kerja dan galian tanah untuk pemasangan pipa yang ditunjukkan pada Gambar 4.37.

Gambar 4.37 Rework Lantai Kerja Pelat dan Galian Tanah

(27)

46

Universitas Kristen Petra Hubungan menarik yang terjadi di proyek adalah R34 (rework beton kolom) yang disebabkan P8 (pengambilan keputusan yang salah di lapangan) terjadi karena kesalahan penilaian kontraktor yang bertugas sebagai quality control terhadap beton ready mix. Pada saat proses pengecoran beton ready mix telah mengeras didalam truck mixer, tetapi menurut penilaian dari kontraktor yang bertugas sebagai quality control beton ready mix tersebut masih dapat digunakan sehingga tetap dipaksakan untuk melanjutkan pengecoran dan hasilnya pun kolom yang dicor ternyata tidak merata yang ditunjukkan pada Gambar 4.38.

Gambar 4.38 Pengecoran Kolom yang Tidak Merata

4.3. Analisa FMEA

FMEA dibuat untuk menganalisa jenis rework dan penyebabnya yang terjadi pada proyek sekolah “Y”. Melalui FMEA didapatkan hasil penilaian RPN yang digunakan untuk mengetahui jenis rework dengan penyebab paling kritis dari proyek tersebut.

4.3.1. Perhitungan Nilai Severity (SEV)

Severity merupakan penilaian seberapa buruk atau serius dampak dari jenis rework beserta penyebabnya yang terjadi di proyek tersebut. Perhitungan severity ditentukan dari durasi total rata-rata setiap jenis rework beserta penyebabnya yang ditunjukkan oleh Tabel 4.6 kolom 4, yang kemudian dibuat range untuk menentukan ranking severity yang ditunjukkan oleh Tabel 4.7.

(28)

47

Universitas Kristen Petra Tabel 4.6 Rekapitulasi Jenis Rework dan Penyebabnya

Jenis Rework dan Penyebabnya

(1)

Frekuensi (2)

Durasi total (OM)

(3)

Durasi total rata-rata

(OM) (4) = (3) / (2)

R1P5 53 2116 40

R2P1 1 120 120

R3P1 1 420 420

R3P2 2 98 49

R4P2 7 336 48

R4P3 2 800 400

R5P1 1 10 10

R6P2 1 482 482

R7P6 7 6919 988

R8P2 1 47 47

R8P6 6 690 115

R9P1 2 56 28

R10P7 2 506 253

R11P1 4 281 70

R12P1 6 113 19

R13P2 2 570 285

R13P3 2 346 173

R13P5 2 646 323

R14P1 6 154 26

R15P7 4 84 21

R16P7 1 210 210

R17P3 15 450 30

R18P3 5 988 198

R18P4 1 46 46

R19P4 1 24 24

R20P1 43 256 6

R21P1 16 266 17

R22P3 1 8 8

R23P1 1 36 36

R23P3 1 160 160

R24P1 1 124 124

R25P1 6 68 11

R25P8 1 155 155

R26P1 1 110 110

R27P3 1 45 45

R28P1 1 46 46

(29)

48

Universitas Kristen Petra Tabel 4.6 Rekapitulasi Jenis Rework dan Penyebabnya (Sambungan)

Jenis Rework dan Penyebabnya

(1)

Frekuensi (2)

Durasi total (OM)

(3)

Durasi total rata-rata

(OM) (4) = (3) / (2)

R29P1 12 50 4

R30P1 14 210 15

R31P1 1 24 24

R32P1 2 32 16

R33P1 1 28 28

R34P8 1 2463 2463

Dari Tabel 4.6 diatas, diketahui bahwa durasi total rata-rata yang paling tinggi adalah R34P8 (rework beton kolom yang disebabkan pengambilan keputusan yang salah di lapangan). R34P8 menjadi jenis rework dengan durasi total rata-rata yang paling tinggi karena jenis rework tersebut mengulang pekerjaan beton kolom mulai dari membongkar beton kolom, pemasangan tulangan kolom, pemasangan sengkang kolom, pemasangan bekisting sampai pengecoran ulang sehingga membutuhkan durasi yang sangat lama. Sedangkan R7P6 (rework galian tanah yang disebabkan proses tender untuk kontraktor MEP terlambat) menjadi jenis rework dengan durasi total rata-rata tertinggi kedua dikarenakan jenis rework tersebut, melakukan galian tanah ulang secara manual (tenaga manusia) untuk pemasangan pipa dan mengurug kembali sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama.

Setelah didapatkan durasi total rata-rata dari setiap jenis rework dan penyebabnya maka dilakukan pembuatan ranking severity berdasarkan range dari durasi total rata-rata (Tabel 4.6 kolom 4). Penilaian ranking 1-9 untuk severity diambil dari durasi total rata-rata tertinggi kedua yaitu R7P6 (rework galian tanah yang disebabkan proses tender untuk kontraktor MEP terlambat) yang dibagi rata menjadi 9 ranking, dikarenakan jarak antara dua durasi total rata-rata tertinggi terlalu jauh, Selanjutnya untuk penilaian ranking 10 diambil lebih besar dari batas atas ranking 9. Berikut ini adalah tingkat penilaian ranking severity yang ditunjukkan Tabel 4.7.

(30)

49

Universitas Kristen Petra Tabel 4.7 Tingkat Penilaian Ranking Severity

Range durasi total

rata-rata (OM)

RANK SEV

1-110 1 111-220 2 221-329 3 330-439 4 440-549 5 550-659 6 660-769 7 770-879 8 880-989 9

>989 10

4.3.2. Perhitungan Nilai Occurence (OCC)

Occurence merupakan frekuensi kemunculan setiap jenis rework dengan masing-masing penyebabnya yang terjadi di proyek tersebut. Frekuensi kemunculan setiap jenis rework dengan masing-masing penyebabnya dapat dilihat pada Tabel 4.6 kolom 2, yang kemudian dibuat range untuk menentukan ranking occurrence. Penilaian ranking occurrence 1-9 diambil dari frekuensi tertinggi ketiga yaitu R21P1 (Revisi panjang sambungan (overlap) tulangan kolom yang disebabkan pengerjaan yang terburu-buru/ceroboh), hasilnya dibagi rata dan dibulatkan menjadi 9 ranking. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan frekuensi yang cukup jauh antara dua frekuensi tertinggi dengan frekuensi tertinggi ketiga.

Sedangkan ranking 10 diambil ≥19, yang ditunjukkan oleh Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Tingkat Penilaian Ranking Occurence

Range Frekuensi

RANK OCC

1-2 1 3-4 2 5-6 3 7-8 4

(31)

50

Universitas Kristen Petra Tabel 4.8 Tingkat Penilaian Ranking Occurrence (Sambungan)

Range Frekuensi

RANK OCC

9-10 5 11-12 6 13-14 7 15-16 8 17-18 9

≥19 10

4.3.3. Penilaian Detection (DET)

Detection merupakan pengukuran terhadap kemampuan mendeteksi penyebab rework yang terjadi pada proyek tersebut. Penilaian detection didapatkan dari hasil wawancara dan pengamatan, yang ditunjukkan oleh Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Tingkat Penilaian Ranking Detection Jenis

Penyebab Rework

RANK DET

P1 7

P2 4

P3 6

P4 7

P5 2

P6 1

P7 1

P8 3

Dari Tabel 4.9 diatas, P1 (Pengerjaan yang terburu-buru/ceroboh) dan P4 (skill dan pengetahuan pekerja rendah) merupakan penyebab rework dengan ranking detection yang paling tinggi yang terjadi di proyek. Hal ini dikarenakan penyebab P1 dan P4 merupakan faktor perilaku pekerja, dimana setiap pekerja memiliki perilaku yang berbeda-beda dan beragam yang membuat susah dideteksi. Sedangkan untuk P6 (proses tender untuk kontraktor MEP terlambat) dan P7 (perubahan desain pada pekerjaan yang telah dikerjakan) merupakan penyebab yang mudah dideteksi karena adanya informasi dan prosedur yang jelas.

(32)

51

Universitas Kristen Petra 4.3.4. Perhitungan Risk Priority Number (RPN)

Risk priority Number digunakan untuk mengetahui jenis rework dengan penyebabnya yang terkritis yang terjadi pada proyek tersebut. Perhitungan nilai RPN ditunjukkan pada Tabel 4.10. RPN didapatkan dari hasil perkalian Severity (kolom 2), Occurrence (kolom 3), dan Detection (kolom 4). Setelah didapatkan nilai RPN, dibuatkan ranking untuk masing-masing jenis rework dengan penyebabnya.

Tabel 4.10 Perhitungan Nilai RPN Jenis Rework dan

Penyebabnya (1)

RANK SEV

(2)

RANK OCC

(3)

RANK DET

(4)

RPN (5) = (2) x (3) x (4)

RANK RPN

(6)

R1P5 1 10 2 20 11

R2P1 2 1 7 14 13

R3P1 4 1 7 28 8

R3P2 1 1 4 4 17

R4P2 1 4 4 16 12

R4P3 4 1 6 24 9

R5P1 1 1 7 7 15

R6P2 5 1 4 20 11

R7P6 9 4 1 36 6

R8P2 1 1 4 4 17

R8P6 2 3 1 6 16

R9P1 1 1 7 7 15

R10P7 3 1 1 3 18

R11P1 1 2 7 14 13

R12P1 1 3 7 21 10

R13P2 3 1 4 12 14

R13P3 2 1 6 12 14

R13P5 3 1 2 6 16

R14P1 1 3 7 21 10

R15P7 1 2 1 2 19

R16P7 2 1 1 2 19

R17P3 1 8 6 48 4

R18P3 2 3 6 36 6

R18P4 1 1 7 7 15

R19P4 1 1 7 7 15

R20P1 1 10 7 70 1

R21P1 1 8 7 56 2

R22P3 1 1 6 6 16

(33)

52

Universitas Kristen Petra Tabel 4.10 Perhitungan Nilai RPN (Sambungan)

Jenis Rework dan Penyebabnya

(1)

RANK SEV

(2)

RANK OCC

(3)

RANK DET

(4)

RPN (5) = (2) x (3) x (4)

RANK RPN

(6)

R23P1 1 1 7 7 15

R23P3 2 1 6 12 14

R24P1 2 1 7 14 13

R25P1 1 3 7 21 10

R25P8 2 1 3 6 16

R26P1 1 1 7 7 15

R27P3 1 1 6 6 16

R28P1 1 1 7 7 15

R29P1 1 6 7 42 5

R30P1 1 7 7 49 3

R31P1 1 1 7 7 15

R32P1 1 1 7 7 15

R33P1 1 1 7 7 15

R34P8 10 1 3 30 7

Dibawah ini adalah lima ranking RPN tertinggi yang terjadi di proyek (Gambar 4.39). Kelima ranking RPN tertinggi jenis rework dan penyebabnya ini, menjadi fokus utama yang perlu mendapatkan prioritas penanganan.

Gambar 4.39 Ranking RPN Tertinggi

Dari Gambar 4.39 diatas, R20P1 (revisi panjang kait sengkang kolom yang disebabkan pengerjaan yang terburu-buru/ceroboh), R21P1 (revisi panjang

70

56 49 48

42

0 20 40 60 80

R20P1 R21P1 R30P1 R17P3 R29P1

RPN

Jenis Rework dan Penyebabnya

Rangking RPN Tertinggi

(34)

53

Universitas Kristen Petra sambungan (overlap) tulangan kolom yang disebabkan pengerjaan yang terburu- buru/ceroboh), R30P1 (revisi panjang tulangan balok yang disebabkan pengerjaan yang terburu-buru/ceroboh), R17P3 (revisi jumlah sengkang kolom yang disebabkan mandor kurang teliti dalam membaca gambar), serta R29P1 (revisi jarak sengkang kolom yang disebabkan pengerjaan yang terburu-buru/ceroboh) merupakan jenis rework dengan penyebab yang termasuk lima ranking RPN tertinggi. Kelima jenis rework dengan penyebabnya ini meskipun durasi total rata- ratanya sangat rendah tetapi memiliki frekuensi yang tinggi dan sulit untuk dideteksi penyebabnya karena terjadi akibat kesalahan dari pekerja dan mandor yang merupakan perilaku pekerja sehingga tidak dapat dihindari. Kelima jenis rework dengan penyebabnya ini merupakan jenis rework dan penyebabnya yang paling kritis sehingga perlu mendapatkan prioritas penanganan, terutama dalam hal kontrol pengerjaan dilapangan, mengadakan pelatihan serta pendidikan kepada para pekerja pada awal-awal proyek, dan juga perlu ditingkatkan komunikasi antara atasan (mandor) kepada bawahan (pekerja) didalam memberikan instruksi pada saat proyek berlangsung agar frekuensinya bisa dikurangi.

(35)

54

Universitas Kristen Petra

Gambar

Gambar 4.1 Gambaran Umum Proyek
Gambar 4.2 Denah Struktur Pondasi
Gambar 4.4 Denah Struktur Lantai 2
Gambar 4.11 Rework Penambahan Tulangan Sloof
+7

Referensi

Dokumen terkait

Payback Period adalah suatu metode berapa lama investasi akan kembali atau periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment)

Jadi dapat disimpulkan bahwa comfort zone atau zona nyaman adalah keadaan di mana seseorang merasa nyaman, terkendali, dan mengalami tingkat kecemasan yang rendah

Bagi pelanggan sendiri, ketika perusahaan sudah mampu memproduksi produknya secara konsisten, maka perusahaan sudah dianggap memiliki prinsip kerja yang baik dan

Produk merupakan elemen yang paling mendasar dalam perusahaan karena dengan produk inilah perusahaan pertama-tama berusaha untuk memenuhi needs (kebutuhan) dan wants

23 2139 Muhammad Nawaf Alhan SD Darussalam, Tegalsari L DITERIMA 24 219 Canda Karina Zahara SD Muhammadiyah 5 Muncar P DITERIMA 25 2311 Rival Adriansyah Ainurrohim SDN

Nilai koefisien korelasi berganda (R) sebesar 0.598, menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara variabel bebas, yaitu pertumbuhan broker (X 1 ) dan Produktifitas agen (X 2 )

Merk Garralube yang baru mulai masuk di Indonesia pada tahun 2010 secara varian produk memang hanya memiliki pelumas food grade hidrolik, namun PT Gapura Raya

Pemilihan jenis dan sistem pemasangan lampu yang kurang sesuai serta pengarahan teknik pencahayaan yang kurang tepat pada lukisan yang menjadi objek pencahayaan dapat menjadi