• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN BALOK - BALOK KAYU DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA (ANSYS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN BALOK - BALOK KAYU DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA (ANSYS)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA

SAMBUNGAN BALOK - BALOK KAYU DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA (ANSYS)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh : RUBEN SITUMORANG

14 0404 056 Disetujui Oleh :

Prof.Dr.-Ing.JOHANNES TARIGAN NIP.195611241981031002

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

ABSTRACT

Sambungan kayu merupakan titik kritis atau terlemah yang terdapat pada titik hubung atau elemen dari suatu bangunan struktural. Salah satu bentuk sambungan yang harus diperhitungkan dengan seksama adalah sambungan tarik.

Hal ini dikarenakan pada ukuran penampang yang besar kekuatan sambungan tarik biasanya rendah sehingga sulit untuk mengimbangi besarnya kekuatan batang utamanya.

Gaya yang diterima masing-masing baut dalam kelompok baut pada sambungan kayu yang menerima beban tidak sentris tidak sama hal ini terlihat dengan perbedaan deformasi yang terjadi pada masing-masing baut dan tegangan yang terjadi pada masing-masing baut juga berbeda-beda.

analisa kekuatan dilakukan dengan menngunakan rumusan-rumusan teoritis yang telah banyak tercantum pada buku-buku panduan mekanika struktur dan teknik. Untuk mengatasi hal tersebut dikembangkan berbagai macam metode analisa yang dapat mengatasi hal tersebut. Salah satu metode tersebut adalah metode elemen hingga. Metode elemen hingga (Ansys) adalah sebuah metode yang menggunakan pendekatan numerik untuk menganalisa sebuah struktur untuk mendapatkan solusi pendekatan dari suatu permasalahan

dari hasil analisis peneliti mendapatkan beban yang bekerja pada sambungan sebesar 97800 N. Hasil tegangan geser yang didapat dari hasil analisis manual didapat hasil sebesar 48,2772 MPa, dan tegangan geser maksimum yang didapat dari metode elemen hingga (ansys) adalah sebesar 68,938 MPa pada baut baris empat. Displacement maksimum yang terjadi sebesar 1,2936 mm pada baut baris 1.

Kata kunci : deformasi, Ansys, Displacement.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN BALOK BALOK KAYU DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA (ANSYS)

” ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Ing.Johannes Tarigan. selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing.Johannes Tarigan, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT, Ph.D, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Andi Putra Rambe, MBA, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT, selaku Koordinator bidang Struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ir. Besman Surbakti,MT.selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis.

(4)

7. Bapak Ir. Torang Sitorus, MT. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis.

8. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang memberikan bantuan selama ini kepada saya.

10. Kepada kedua orangtua ; Bapak Beredin Situmorang dan Ibu Erisa Sitinjak yang selalu memberikan doa, kasih sayang, nasihat, dukungan dan materi yang tiada hentinya sehingga penulis terus termotivasi untuk menyelesaikan Tugas Akhir.

11. Kepada saudara saya, Kakak Imelda P Situmorang S.Pd, abangda Antonius Situmorang S.T, Charles Situmorang S.Pd, John May Kenro Situmorang S.T, Handoko Situmorang S.Pd, yang telah memberikan saran, masukan, dukungan, serta bantuan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

12. Senior-senior angkatan 2011 yang telah memberikan saran, masukan, dan bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

13. Kepada teman-teman angkatan 2014 yang selalu membantu dan mendukung dalam penyelesaian Tugas Akhir ini diantaramya Tim Ansys (Satdes L sinaga, Ignatio Manalu, Handi Utama), Bandri S Hutabalian, Roimer simanullang, Sem Simanungkalit, Erik sitohang, Linus Y Gea, Tonny Sibarani, Yusuf Ullo, Billy Wijaya, Michael, Anita Manik, Maylisa,Rebeca M Ginting dan teman- teman lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

14. The spesial one Ewa Yoshepine Sigalingging yang telah memberikan saran, masukan, dan bantuan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

(5)

15. Junior angkatan 2017 yang membantu dan mendukung Tugas Akhir ini diantaranya Michael Tri, Trialdy Zendrato, Grace Gea, Elisabet dan semua junior yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

16. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Penulis berharap semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2018 Penulis

Ruben Situmorang 14 0404 056

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

1.7 Jadwal Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Umum ... 6

2.2 Kayu... . 7

2.2.1 Sifat Utama kayu ... 8

2.2.2 Sifat Fisis ... 8

2.2.3 Sifat Mekanis ... 12

(7)

2.2.4 Tegangan Bahan Kayu ... 15

2.2.5 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis ... 18

2.2.6 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual ... 22

2.3 Balok Tarik ... 24

2.4 Sambungan mekanis Umum ... 25

2.5 Jenis-jenis Sambungan ... 27

2.6 Alat Sambung Mekanik ... 27

2.6.1 Baut ... 27

2.6.1.1 Umun ... 27

2.6.1.2 Geometri Sambungan Baut ... 28

2.6.1.3 Faktor Koreksi Sambungan Baut ... 30

2.6.1.4 Tahanan Lateral Acuan ... 30

2.7 Ansys ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 Metode Penelitian ... 37

3.2 Urutan Proses Analisis ... 38

3.2.1 Studi Literatur ... 38

3.2.2 Pembuatan Data Awal ... 38

3.2.3 Metode Pengerjaan ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Metode Perhitungan Manual ... 44

4.2 Metode Perhitungan Dengan Ansys ... 48

(8)

4.2.1 Distribusi Tegangan Pada Setiap Baut ... 48

4.2.2 Displacement pada Baut ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan... 54

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... xii

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Nilai Kuat Acuan (MPa) berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis pada

Kadar Air 15% (Berdasarkan PKKI NI-5 2002) ... 18

Tabel 2.2 faktor waktu, 𝝀 ... 19

Tabel 2.3 Faktor reduksi, 𝞥 ... 20

Tabel 2.4 Faktor koreksi layan basah, CM ... 22

Tabel 2.5 Faktor koreksi temperatur, Ct... 22

Tabel 2.6 Nilai rasio tahanan ... 23

Tabel 2.7 Cacat maksimum untuk setiap mutu kayu... 24

Tabel 2.8 Jarak tepi, jarak ujung dan persyaratan spasi sambungan baut ... 29

Tabel 2.9 Tahanan lateral acuan satu baut (Z) pada sambungan dengan satu irisan yang menyambung dua komponen ... 31

Tabel 2.10 Tahanan lateral acuan satu baut (Z) pada sambungan dengan dua irisan yang menyambung dua komponen ... 32

Tabel 4.1 Spesific gravity, density and moisture content of densified agathis board compared with non-densified agathis board. ... 45

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 (a). Gambar dua dimensi sambungan kayu ... 3

(b). Gambar tiga simensi sambungan kayu ... 3

Gambar 2.1 Batang kayu menerima gaya tarik P ... 13

Gambar 2.2 Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut ... 13

Gambar 2.3 Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut ... 13

Gambar 2.4 Kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat ... 14

Gambar 2.5 Batang Kayu Menerima Beban Lengkung ... 15

Gambar 2.6 Hubungan beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan16 Gambar 3.1 konfigurasi sambungan ... 38

Gambar 3.2 input engineering data ... 39

Gambar 3.3 gambar 3d pada program autocad ... 40

Gambar 3.4 pemodelan sambungan pada aplikasi Ansys ... 40

Gambar 3.5 pendefinisian material ... 41

Gambar 3.6 koneksi sambungan pada aplikasi Ansys ... 42

Gambar 3.7 pembebanan pada sambungan ... 42

Gambar 3.8 Diagram kontur tegangan ... 43

Gambar 4.1 (a). tampak dua dimensi ... 44

(b). tampak tiga dimensi ... 44

Gambar 4.2 Distribusi tegangan pada baut baris 1(satu) ... 48

Gambar 4.3 Distribusi tegangan pada baut baris 2(dua) ... 49

(11)

Gambar 4.4 Distribusi tegangan pada baut baris 3(tiga) ... 49

Gambar 4.5 Distribusi tegangan pada baut baris 4(empat) ... 50

Gambar 4.6 grafik perbandingan distribusi tegangan baut ... 50

Gambar 4.7 displacement baut baris 1(satu) ... 51

Gambar 4.8 displacement baut baris 2(dua) ... 51

Gambar 4.9 displacement baut baris 3(tiga) ... 52

Gambar 3.7 displacement baut baris 4(satu) ... 52

Gambar 3.7 grafik displacement pada baut ... 53

(12)

DAFTAR GAMBAR

D = diameter

Θ = sudut

ts = tebal kayu sekunder tm = tebal kayu utama Fyb = tahanan lentur baut

τ = tegangan geser

𝛔 = tegangan

P = beban

A = luas penampang

Ɛ = regangan

∆l = pertambahan panjang

L = panjang mula-mula

Ew = modulus elastisitas lentur Fb = kuat lentur

Ft// = kuat tarik sejajar serat FC// = kuat tekan sejajar serat FV = kuat geser

Fv = kuat tekan sejajar serat Ew = modulus elaslitas

G = berat jenis

𝝀 = faktor waktu

(13)

𝞥c = faktor reduksi tekan 𝞥b = faktor reduksi lentur 𝞥s = faktor reduksi stabilitas 𝞥t = faktor reduksi tarik 𝞥v = faktor reduksi geser 𝞥z = faktor reduksi sambungan Π Ci = faktor koreksi masa layan Cm = faktor koreksi layan basah Ct = faktor koreksi temperatur Cpt = faktor koreksi pengawetan kayu Crt = faktor koreksi tahan api

Cr =faktor koreksi pembagi beban pada balok tersusun

Cf =faktor koreksi ukuran, untuk memperhitungkan pengaruh dimensi Cl =faktor koreksi stabilitas balok

CP = faktor koreksi stabilitas kolom Cb = faktor koreksi luas tumpu Cγ = faktor koreksi bentuk

M = kadar air

P = kerapatan kayu

Im = moda kelelehan Im Is = moda kelelehan Is

(14)

II = moda kelelehan II

IIIm = moda kelelehan IIIm IIIs = moda kelelehan III IV = moda kelelehan IV

ai = jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang ni = jumlah alat pengencang dengan spasi yang seragam γ = modulus bebab atau modulus gelincir

S = adalah spasi dalam baris alat pengencang jarak pusat kepusat n f = jumlah total alat pengencang

n r = jumlah baris alat pengencang dalam sambungan.

(𝐸𝐴)min = nilai yang terkecil antara(𝐸𝐴)m dan (𝐸𝐴)s (𝐸𝐴)max = nilai yang terbesar antara (𝐸𝐴)m dan (𝐸𝐴)s

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu sebagai bahan konstruksi struktural dan non struktural masih digunakan secara luas bagi masyarakat pedesaan pada khususnya dan masyarakat perkotaan umumnya. Hal ini disebabkan kayu memiliki banyak keuntungan sebagai bahan bangunan apabila dibandingkan dengan material lain, seperti baja, beton dan lain sebagainya. Pada sisi lain kayu yang tersedia dan dijual di pasaran masih sangat terbatas dimensinya baik ukuran panjang maupun dimensi penampangnya. Namun untuk keperluan konstruksi struktural selain harus memenuhi persyaratan keteguhan atau kekuatan memikul beban rencana, kekakuan dan kestabilan struktur, kayu juga harus memiliki bentangan yang cukup panjang. Oleh karena itu, perlu dilakukan desain dan teknik penyambungan dengan berbagai alat sambung untuk dapat mencapai suatu bentang struktur yang direncanakan.

Sambungan kayu merupakan titik kritis atau terlemah yang terdapat pada titik hubung atau elemen dari suatu bangunan struktural. Salah satu bentuk sambungan yang harus diperhitungkan dengan seksama adalah sambungan tarik.

Hal ini dikarenakan pada ukuran penampang yang besar kekuatan sambungan tarik biasanya rendah sehingga sulit untuk mengimbangi besarnya kekuatan batang utamanya. Komponen pembentuk sambungan sangat memengaruhi kekuatan dari sambungan kayu yang dihasilkan. Komponen tersebut adalah batang kayu yang akan disambung, alat sambung, dan bentuk sambungan yang dibuat. Penyambungan yang dilakukan memerlukan alat penyambung agar sambungan yang dihasilkan dapat berfungsi dengan baik. Oleh karena itu alat penyambung memegang peranan penting dalam konstruksi kayu. Alat penyambung yang dominan digunakan antara lain baut dan paku. Dalam tugas akhir ini membahas detail tentang alat sambung yang digunakan yaitu alat sambung baut.

Alat sambung baut umumnya difungsikan untuk mendukung beban tegak lurus sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan baut ditentukan oleh kuat tumpu

(16)

kayu, tegangan lentur baut, dan angka kelangsingan. Analisa sambungan baut pada kayu dihitung dengan mengikuti peraturan baru mengenai perencanaan konstruksi kayu di Indonesia yang disusun yaitu RSNI T-02-2003 dan disempurnakan dalam SNI 7973:2013.

Pada PKKI 1961 NI-5 dan SNI 7973:2013, sambungan dengan baut dibagi menjadi sambungan dengan baut bertampang satu dan bertampang dua serta diperhitungkan untuk menahan beban yang sejajar serat, tegak lurus, dan membentuk sudut terhadap serat kayu. Penulis akan meneliti sambungan kayu dengan baut bertampang dua.

Analisa kekuatan sebuah struktur telah menjadi bagian penting dalam alur kerja pengembangan desain. Pada awalnya analisa kekuatan dilakukan dengan menngunakan rumusan-rumusan teoritis yang telah banyak tercantum pada buku- buku panduan mekanika struktur dan teknik. Tetapi hal tersebut memiliki banyak kekurangan, salah satunyan adalah harunyan dilakukan penyederhanaan- penyederhanaan serta pengidealisasian kondisi-kondisi yang akan dianalisa agar dapat dimasukkan kedalam rumusan teoritis tersebut. Hal dapat menyebabkan berkurangnya akurasi dan ketepatan hasil analisa yang dihasilkan serta akan sangat sulit diaplikasikan pada bentuk struktur yang kompleks.

Untuk mengatasi hal tersebut dikembangkan berbagai macam metode analisa yang dapat mengatasi hal tersebut. Salah satu metode tersebut adalah metode elemen hingga. Metode elemen hingga adalah sebuah metode yang menggunakan pendekatan numerik untuk menganalisa sebuah struktur untuk mendapatkan solusi pendekatan dari suatu permasalahan.

ANSYS merupakan program komputer berbasis elemen hingga yang akan digunakan dalam menyelesaikan perhitungan dengan metode elemen hingga.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas,maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana distribusi tegangan baut dengan metode analitis secara manual dan membandingkannya dengan menggunakan program ANSYS.

(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui perbandingan distribusi tegangan yang terjadi pada baut dengan metode analitis dan menggunakan program ANSYS

2. Displacement yang terjadi pada baut akibat gaya tarik yang bekerja

1.4 Batasan Masalah

1. Menghitung tegangan hanya sejajar serat

2. Beban yang bekerja tidak melampaui batas ultimit 3. Pemodelan tidak menggunakan tumpuan

4. Detail konfigurasi sambungan yang dianalisa adalahsambungan baut dua irisan

Gambar 4. gambar sambungan kayu Data-data :

Data sambungan:

Mutu baut A325

Diameter baut (D) = 12,7 mm

Sudut sambungan (θ) = 0 (sambungan perpanjangan) Tebal kayu sekunder (ts)= 40 mm

Tebal kayu utama (tm)= 80 mm Tahanan lentur baut Fyb = 320 N/mm2 Berat jenis kayu = 0,8

(18)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah hasil dari penelitian distribusi tegangan baut pada sambungan kayu dapat menjadi pertimbangan dalam mendesain sambungan kayu kedepannya

1.6 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literature yaitu dengan mengumpulkan data-data dari literature serta sumber lain dan masukan-masukan dari dosen pembimbing. Hasil dari perhitungan yang dihasilkan akan dicantumkan dan diolah menggunakan cara manual dan aplikasi metode elemen hingga sehingga menghasilkan kesimpulan

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan ini akan dibuat dalam 5 (lima) bab uraian sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN, Pada bab ini berisikan latar belakang penelitian, rumusan masalah,tujuan penelitian, pembatasan masalah, metodelogi penelitian, sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA,

Pada bab ini berisi tentang penjelasan umum dan teori-teori yang mendukung dalam penyusunan tugas akhir.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN,

Pada bab ini berisi uraian tentang persiapan penelitian mencakup studi literature ,perencanaan hinnga pelaksanaan penelitian..

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ,

(19)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN,

Bab ini berisikan kesimpulan yang diambil dari seluruh kegiatan tugas akhir ini.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan masih menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini mengingat lebih banyak keuntungan menggunakan kayu sebagai bahan bangunan dibandingkan dengan bahan lain, diantaranya kayu mudah dipotong, mudah disambung, mudah dikerjakan dengan alat sederhana, cukup kuat dengan berat relatif ringan, cukup awet dan memiliki estetika yang tinggi. Kekuatan suatu bangunan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kayu yang digunakan, jenis atau macam rancang bangun dan faktor alam yang mempengaruhi (Sadiyo dan Agustina, 2004).

Keuntungan dan kerugian kayu sebagai bahan bangunan 1. Keuntungan

a. Banyak didapat di Indonesia dan bisa didaur ulang lagi ketersediaannya dengan menanam kembali (reboisasi)

b. Kekuatan kayu cukup tinggi dan ringan

c. Dahan tahan terhadap bahan kimia yang cukuo tinggi

d. Pada jenis kayu tertentu mempunyai tekstur yang indah, sehingga memiliki nilai dekoratif yamg tinggi/baik

e. Kedap suara

2. Sifatnya kurang homogen

a. Mudah dipengaruhi oleh iklim dan cuaca

b. Lendutan dapat terjadi pada keadaan kelembaban tinggi c. Mudah terserang serangga

d. Adanya cacat-cacat bawaan seperti maatakayu dan pecah-pecah e. Agak mudah terbakar.

Sambungan kayu adalah sambungan yang mengikat dua atau lebih papan kayu secara bersamaan dengan menggunakan alat sambung mekanik seperti paku, baut, konektor atau menggunakan alat sambung berupa perekat struktural. Tipe

(21)

sambungan dengan alat sambung mekanik tersebut dikenal sebagai mechanical joint dan tipe sambungan dengan alat sambung perekat disebut glued joint.

Sambungan baut berperan penting dalam konstruksi kayu, seperti bangunan gedung, rumah, menara ataupun jembatan. Hal ini dikarenakan struktur kayu terbuat dari komponen yang harus disambungkan secara bersama – sama untuk memindahkan beban yang diterima oleh komponen kayu tersebut ( Pun, 1987 ).

Tular dan Idris ( 1981 ) menyatakan bahwa pada konstruksi bangunan kayu akan timbul gaya – gaya yang bekerja padanya. Sambungan merupakan titik terlemah dari suatu batang tarik, maka dalam membuat sambungan harus diperhitungkan cara menyambung dan menghubungkan kayu sehingga sambungan dapat diterima dan menyalurkan gaya yang bekerja padanya.

Material Kayu merupakan jenis material yang tidak homogen diseluruh bagiannya sehingga kekuatan kayu beragam disetiap bagiannya. Oleh karena itu, desain struktur, termasuk desain sambungan, dalam konstruksi kayu akan menggunakan banyak faktor koreksi untuk menghadapi berbagai macam kondisi yang akan muncul akibat sifat kayu yang tidak homogen.

2.2 Kayu

Kayu merupakan suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan dalam alam. Kayu adalah bagian keras tanaman yang digolongkan kepada pohon.

Penggunaan kayu sebagai konstruksi bangunan sudah di kenal dan banyak dipakai sebelum orang mengenal beton dan baja.

Kayu mempunyai kuat tarik dan kuat tekan relatif tinggi, berat yang relatif rendah, mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dapat dengan mudah untuk dikerjakan, relatif murah, dapat mudah diganti dan bisa didapat dalam waktu singkat. (Felix, 1965).

Kayu yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah kayu damar yang telah dipadatkan. Peningkatan kualitas kayu damar perlu dilakukan termasuk memperbaiki sifat-sifat mekanisnya; salah satunya dengan penerapan teknologi pemadatan. Di Amerika Serikat, kayu terpadatkan yang dikenal dengan nama staypak telah digunakan sebagai pelat buhul (Anonymous, 1999).

(22)

2.2.1 Sifat Utama Kayu

Kayu merupakan bahan produk alam, hutan. Kayu merupakan bahan bangunan yang banyak disukai orang atas pertimbangan tampilan maupun kekuatan. Dari aspek kekuatan, kayu cukup kuat dan kaku walaupun bahan kayu tidak sepadat bahan baja atau beton. Kayu mudah dikerjakan- disambung dengan alat relatif sederhana. Bahan kayu merupakan bahan yang dapat didaur ulang. Karena dari bahan alami, kayu merupakan bahan bangunan ramah lingkungan.

Karena berasal dari alam kita tak dapat mengontrol kualitas bahan kayu.

Sering kita jumpai cacat produk kayu gergajian baik yang disebabkan proses tumbuh maupun kesalahan akibat olah dari produk kayu. Dibanding dengan bahan beton dan baja, kayu memiliki kekurangan terkait dengan ketahanan-keawetan.

Kayu dapat membusuk karena jamur dan kandungan air yang berlebihan, lapuk karena serangan hama dan kayu lebih mudah terbakar jika tersulut api.

Sifat Utama Kayu:

Renewable resources. Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis-habisnya, apabila di kelola dengan cara yang baik. Kayu dikatakan juga sebagai renewable resources (sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui lagi).

Bahan mentah yang mudah dijadikan barang lain. Barang-

barang seperti kertas,bahan sintetik, teksil, bahkan sampai daging tiruan.

Mempunyai sifat-sifat spesifik (elastis, ulet tahan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan serat atau sejajar seratnya). Sifat-sifat seperti ini tidak dipunyai oleh bahan-bahan lain yang bisa dibuat oleh manusia.

2.2.2 Sifat Fisis

Sifat fisis kayu adalah sifat yang dapat diketahui secara jelas melalui panca indera tanpa menggunakan alat bantu

a. Berat Jenis Kayu

Berat jenis kayu biasanya berbanding lurus dengan kekuatan daripada kayu atau sifat-sifat mekanisnya. Makin tinggi berat jenis suatu kayu maka makin tinggi pula kekuatannya.

(23)

Berat jenis didefinisikan sebagai angka berat dari satuan volume suatu material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat kepada volume benda tersebut. Berat diperoleh dengan cara menimbang suatu benda pada timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan atau biasanya digunakan timbangan dengan ketelitian 20%, yaitu sebesar 20 gr/kg. Sedangkan untuk menentukan volume biasanya dilakukan dengan mengukur panjang, lebar dan tebal suatu benda dan mengalikannya.

Kayu terbentuk dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe yang memungkinkan terjadinya suatu penyimpangan tertentu. Maka pada perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering udara yang berarti sekering-keringnya tanpa pengeringan buatan.

b. Kadar Air Kayu

Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kayu sebagai bahan bangunan dapat mengikat air dan juga dapat melepaskan air yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada kelembaban suhu udara disekeliling kayu itu berada. Kayu mempunyai sifat peka terhadap kelembaban karena pengaruh kadar air yang menyebabkan mengembang dan menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifat-sifat fisis dan mekanis kayu.

Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar arah serat dan juga tegak lurus arah serat kayu. Sel-sel kayu mengandung air yang sebagian bebas mengisi dinding sel. Kayu mengering pada saat air bebas keluar dan apabila air bebas itu habis keadaannya disebut titik jenuh serat (Fibre Saturation Point). Kadar air pada saat itu kira-kira 25% - 30%.

Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat.

Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air antara 12% - 18%, atau rata-ratanya adalah 15%.

(24)

Tetapi apabila berat dari benda uji tersebut menunjukkan angka yang terus-menerus menurun, maka kayu belum dapat dianggap kering udara.

c. Keawatan

Keawetan kayu alami adalah suatu ketahanan kayu terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang sesuai bagi organisme yang bersangkutan. Keawetan alami kayu diperoleh melalui ujicoba sehingga diperoleh pembagian kelas awet kayu. Dalam dunia perkayuan dikenal ada 5 (lima) pembagian kelas awet kayu :

1. Kelas awet kayu I memiliki jenis seperti kayu jati, ulin, sawo kecik, merbau, tanjung, sonokeling, johar, bangkirai, behan, resak, dan ipil serta mencapai 25 tahun.

2. Kelas awet kayu II memiliki jenis seperti kayu weru, kapur, bungur, cemara gunung, rengas, rasamala, merawan, lesi, walikukun, dan sonokembang serta umur pemakaiannya mencapai 15-25 tahun.

3. Kelas awet kayu III memiliki jenis kayu ampupu, bakau, kempas, keruing, mahoni, matoa, merbatu, meranti merah, meranti putih, pinang, dan pulai serta mencapai umur 10-25 tahun.

4. Kelas awet kayu IV meliki jenis kayu yang kurang awet seperti agatis, baayur, durian, sengon, kemenyan, kenari, ketapang, perupuk, ramin, surian, dan benuang laki serta memiliki ketahanan 5-10 tahun.

5. Kelas awet kayu V tergolong kayu yang kurang kuat seperti jabon, jelutung, kapuk hutan, kemiri, kenanga, mangga hutan, dan marabung serta memiliki ketahanan 5 tahun.

d. Arah Serat

Arah serat adalah arah umum sel-sel kayu terhadap sumbu batang pohon. Arah serat dapat dibedakan menjadi serat lurus, serat berpadu, serat berombak, serta terpilin dan serat diagonal (serat miring).

1. Serat berpadu; bila batang kayu terdiri dari lapisan-lapisan yang berselang-seling, menyimpang ke kiri kemudian ke kanan terhadap sumbu batang, contoh kayu: kulim, renghas, kapur.

(25)

2. Serat berombak; serat-serat kayu yang membentuk gamabaran berombak, contoh kayu: renghas, merbau dan lain-lain

3. Serat terpilin; serat-serat kayu yang membuat gambaran terpilin

(puntiran), seolah-olah batang kayu dipilin mengelilingi sumbu, contoh kayu: bintangur, kapur, dammar dan lain-lain

4. Serat diagonal; yaitu serat yang terdapat pada potongan kayu atau papan, yang digergaji sedemikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar arah sumbu, tetapi membentuk sudut dengan sumbu.

e. Kekerasan

Pada umumnya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dan berat kayu. Kayu-kayu yang keras juga temasuk kayu-kayu yang berat. Sebaliknya kayu ringan adalah juga kayu yang lunak. Berdasarkan kekerasannya, jenis-jenis kayu digolongkan sebagai berikut:

1. Kayu sangat keras, contoh: balau, giam, dan lain-lain.

2. Kayu keras, contoh: kulim, pilang, dan lain-lain.

3. Kayu sedang kekerasannya, contoh: mahoni, meranti, dan lain-lain.

4. Kayu lunak, contoh: pinus, balsa, dan lain-lain.

Cara menetapkan kekerasan kayu ialah dengan memotong kayu tersebut arah melintang dan mencatat atau menilai kesan perlawanan oleh kayu itu pada saat pemotongan dan kilapnya bidang potongan yang dihasilkan. Kayu yang sangat keras akan sulit dipotong melintang dengan pisau. Pisau tersebut akan meleset dan hasil potongannyaakan member tanda kilauan pada kayu. Kayu yang lunak akan mudah rusak, dan hasil potongan melintangnya akan memberikan hasil yang kasar dan suram.

f. Sifat-sifat lain

Sifat lain antaranya sifat pembakaran. Semua jenis kayu dapat terbakar,tergolong dalam tingkatan menjadi arang dan sampai menjadi abu. Sifat mudah terbakar ini pada satu pihak memberi keuntungan, misalnya kalau kayu itu akan dipergunakan sebagai bahan pembakar. Di lain pihak ada sifat yang merugikan, misalnya kalau kayu itu dipakai sebagai bahan perabot atau bangunan. Walaupun demikian kayu tidak

(26)

dapat ditinggalkan, karena kayu memiliki sifat-sifat menguntungkan yang lebih besar bila dibandingkan dengan sifat-sifat logam. Proses pembakaran sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, kimia dan anatomi kayu.

Umunya jenis-jenis kayu dengan pembuluh-pembuluh besar lebih mudah terbakar daripada jenis-jenis kayu yang berat. Selanjutnya kandungan dammar yang banyak mempercepat pula pembakaran. Dengan adanya sifat-sifat ini, maka jenis kayu yang dapat digolongkan ke dalam kelas daya tahan bakar misalnya kayu: merbau, ulin, jati dan lain sebagainya.

Daya tahan bakar yang kecil, misalnya kayu: balsa, sengon, pinus dan lain sebagainya. Daya tahan bakar kayu dapat ditingkatkan dengan membuat kayu itu menjadi anti api (fire proof) antara lain:

1. Menutup kayu itu dengan bahan lapisan yang tidak mudah terbakar, yang berfungsi melindungi lapisan kayu di bawahnya terhadap api.

(Asbes, pelat logam dan lain sebagainya).

2. Menutup kayu itu dengan bahan-bahan kimia yang bersifat mencegah terbakarnya kayu, misalnya: jenis cat tahan api, persenyawaan garam antara lain amoniun dan boor zuur

3. Dengan mengimpregnir kayu itu dengan macam-macam bahan kimia yang bersifat mengurangi terbakarnya kayu. Ada juga bahan-bahan lain yang menghasilkan gas yang dapat mencegah api tersebut.

2.2.3 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu meliputi keteguhan kayu, yaitu perlawanan yang diberikan oleh suatu jenis kayu terhadap perubahan-perubahan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya luar

a. Keteguhan Tarik ( Tension Strength )

Keteguhan tarik adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua buah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan gaya ini bersifat tarik (Gambar 2.1). Gaya tarik ini berusaha melepas ikatan antara serat-serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbulah di dalam kayu tegangan-tegangan tarik yang harus berjumlah sama dengan gaya-gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat-serat kayu

(27)

terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan.

Tegangan tarik masih diizinkan bila tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu. Tegangan ini disebut dengan tegangan tarik yang

diizinkan dengan notasi Ft (MPa). Misalnya, untuk kayu dengan kode mutu E26 tegangan tarik yang diizinkan dalam arah sejajar serat adalah 60 MPa.

Gambar 2.1 Batang Kayu Menerima Gaya Tarik P b. Keteguhan Tekan (Compression Strength)

Keteguhan tekan adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya- gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu. Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut (Gambar 2.2). Sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan menimbulkan retak pada kayu (Gambar 2.3). Batang-batang yang panjang dan tipis seperti papan, mengalami bahaya kerusakan lebih besar ketika menerima gaya tekan sejajar serat jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tegangan tekan terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan.

Gambar 2.3 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat

(28)

c. Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua gaya – gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan gaya – gaya yang menyebabkan bagian kayu tersebut bergeser atau

tergelincir dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini, maka akan timbul tegangan geser pada kayu. Dalam hal ini dibedakan 3 macam keteguhan geser, yaitu keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus serat dan keteguhan geser miring. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan , dengan notasi τ ( kg / cm2 ) .

Gambar 2.4 Kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat d. Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength)

Keteguhan lentur adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu. Pada balok sederhana yang dikenai beban maka bagian bawah akan mengalami bagian tarik dan bagian atas mengalami tegangan tekan maksimal (Gambar 2.5). Dari pengujian keteguhan lentur diperoleh nilai keteguhan kayu pada batas proporsi dan keteguhan kayu maksimum. Dibawah batas proporsi terdapat hubungan garis lurus antara besarnya tegangan dan regangan, dimana nilai perbandingan antara tegangan dan regangan ini disebut modulus elastisitas (MOE). Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya

(29)

Gambar 2.5 Batang Kayu Menerima Beban Lengkung 2.2.4 Tegangan Bahan Kayu

Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan bahan untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah bentuk dan ukuran bahan tersebut. Akibat beban luar yang bekerja ini menyebabkan timbulnya gaya-gaya dalam pada bahan yang berusaha menahan perubahan ukuran dan bentuk bahan. Gaya dalam ini disebut dengan tegangan yang dinyatakan dalam Pound/ft2. Dibeberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem Internasional ( SI ) yaitu N/mm2. Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal sebagai deformasi atau regangan. Jika tegangan yang bekerja kecil maka regangan atau deformasi yang terjadi juga kecil dan jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar. Jika kemudian tegangan dihilangkan maka bahan akan kembali kebentuk semula. Kemampuan bahan untuk kembali kebentuk semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya.

Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat-serat akan putus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan. Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik. Titik ini adalah Limit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan.

(30)

Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hubungan beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan Kayu memiliki beberapa tegangan, pada satu jenis tegangan nilainya besar dan untuk jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Sebagai contoh tegangan tekan cenderung memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik akan memperpanjang kayu. Biasanya kayu akan menderita kombinasi dari beberapa tegangan yang terjadi secara bersamaan meski salah satu jenis tegangan lebih mendominasi.

Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali ke bentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya perubahan bentuk disebut dengan kekakuan.

Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku. Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan.

Kedua, dengan penelitian. Karena pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya yang besar maka pengujian dengan penelitian merupakan alternatif

pemilihan.

Pada penelitian ada dua jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural.

Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi bahwa sifat-sifat kekuatan setiap jenis-jenis kayu berbeda.

Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain sehingga

(31)

hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor yang harus digunakan untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman.

Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah-pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil.

Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian.

Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dan angka- angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang dapat membuat variasi sifat kekuatan. Pengujian dengan sampel kecil dari jenis-jenis kayu yang berbeda-beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka-angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandarkan. Angka-angka ini sendiri dapat dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan.

Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm², atau:

Tegangan (𝜎) = 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 = 𝑃

𝐴 (2.1)

Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu:

Regangan (Ɛ) = 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎 = Δl

𝑙 (2.2)

Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya, demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah

(32)

berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak terlalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama.

2.2.5 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku.

Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda dengan tabel 2.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.

Tabel 2.1 Nilai Kuat Acuan (MPa) berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis pada Kadar Air 15% (Berdasarkan PKKI NI-5 2002)

Kode Mutu Ew Fb Ft// Fc// Fv Fc ┴

E26 25000 66 60 46 6,6 24

E25 24000 62 58 45 6,5 23

E24 23000 59 56 45 6,4 22

E23 22000 56 53 43 6,2 21

E22 21000 54 50 41 6,1 20

E21 20000 50 47 40 5,9 19

E20 19000 47 44 39 5,8 18

E19 18000 44 42 37 5,6 17

E18 17000 42 39 35 5,4 16

E17 16000 38 36 34 5,4 15

E16 15000 35 33 33 5,2 14

E15 14000 32 31 31 5,1 13

E14 13000 30 28 30 4,9 12

E13 12000 27 25 28 4,8 11

E12 11000 23 22 27 4,6 11

E11 10000 20 19 25 4,5 10

E10 9000 18 17 24 4,3 9

Sumber: PKKNI-5.2002.

Dimana :

Ew : modulus elastisitas lentur Fb : kuat lentur

(33)

Ft// : kuat tarik sejajar serat FC// : kuat tekan sejajar serat FV : kuat geser

Fv : kuat tekan sejajar serat

Nilai modulus elastisitas lentur (Ew) dalam satuan Mpa dapat diperkirakan dengan persamaan (2.3) dimana G adalah berat jenis kayu pada kadar air standar (15%).

Ew = 16500 G0,7 (2.3)

Faktor-faktor koreksi digunakan untuk menghitung nilai tahanan terkoreksi. Nilai faktor koreksi yang digunakan dalam menghitung nilai tahanan terkoreksi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 faktor waktu, 𝝀

Kombinasi pembebanan Faktor waktu (𝝀)

1,4 D

1,2D + 1,6L + (La atau H)

1,2 D + 1,6 (La atau H)+(a0,5 atau 0,8 W) 1,2 D + 1,3 W +0,5 L + 0,5(La atau H) 1,2 D + 1,0 E + 0,5 L

0,9 D + (1,3W atau 1,0E)

0,6

0,7 Jika L dari gudang 0,8 L jika L dari ruangan Umum

1,25 Jika L dari kejut 0,8

1,0 1,0 1,0 Sumber: PKKNI-5.2002.

D : beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, dan peralatan layan tetap

L : beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk pengaruh kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin,huajn,dan lain-lain

(34)

La : beban hidup yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak

H : beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air.

W : beban angin dengan memperhitungkan bentuk aerodinamika bangunan dan peninjauan terhadap pengaruh angin

E : beban gempa

Tabel 2.3 Faktor reduksi, 𝞥

Jenis Simbol Nilai

Tekan Lentur Stabilitas

Tarik Geeser/Puntir

Sambungan

𝞥c

𝞥b

𝞥s 𝞥t 𝞥v 𝞥z

0,90 0,85 0,85 0,80 0,75 0,65 Sumber: PKKNI-5.2002.

Faktor koreksi masa layan merupakan hasil perkalian dari beberapa faktor koreksi

Fu ≤ 𝝀 𝞥 Π Ci F (2.4)

Persamaan kekuatan secara umum dapat dituliskan seperti pada (2.4), dimana Fu adalah gaya maksimum yang diakibatkan oleh serangkaian sistem pembebanan dan disebut pula sebagai gaya terfaktor, 𝝀 adalah faktor waktu sesuai jenis kombinasi pembebanan, 𝞥 adalah faktor reduksi tahanan, Π Ci adalah faktor koreksi masa layan, dan F adalah kuat/tahanan acuan.

Π Ci = Cm Ct Cpt ... (2.5)

Masing-masing faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut :

(35)

Cm: faktor koreksi layan basah, untuk memperhitungkan kadar air masa layan yang lebih tinggi daripada 19% pada kayu masif.

Ct: faktor koreksi temperatur, untuk memperhitungkan temperatur layan lebih tinggi daripada 38% secara berkelanjutan.

Cpt: faktor koreksi pengawetan kayu, untuk memperhitungkan pengaruh pengawetan terhadap produk-produk kayu dan sambungan

Crt: faktor koreksi tahan api, untuk memperhitungkan pengaruh perlakuan tahan api terhadap produk-produk dayu dan sambungan

Cr: faktor koreksi pembagi beban pada balok tersusun atau komponen struktur lantai kayu, dinding kayu, dan plafon kayu, untuk memperhitungkan peningkatan tahanan lentur penampang.

Cf: faktor koreksi ukuran, untuk memperhitungkan pengaruh dimensi komponen struktur sesusai dengan tata cara yang berlaku; untuk kayu yang mutunya ditetapkan secara masinal, Cf = 1,0

Cl: faktor koreksi stabilitas balok, untuk memperhitungkan pengaruh pengekang lateral parsial

CP: faktor koreksi stabilitas kolom, untuk memperhitungkan pengaruh pengekang lateral parsial

Cb: faktor koreksi luas tumpu, untuk memperhitungkan peningkatan luas efektif bidang tumpu balok

Cγ: faktor koreksi bentuk, untuk memperhitungkan pengaruh penampang tak persegi panjang pada perhitungan tahanan lentur

Cfu: faktor koreksi penggunaan datar, untuk memperhitungkan peningkatan tahanan lentur dari komponen struktur kayu yang digunakan secara datar.

(36)

Tabel 2.4 Faktor koreksi layan basah, CM

Fb Ft// Fv Fc┴ Fc// Ew Balok kayu 0,85* 1,00 0,97 0,67 0,80* 0,90 Balok kayu besar

(125 mm x 125 mm atau lebih besar)

1,00 1,00 1,00 0,67 0,91 1,00

Lantai papan kayu 0,85* - - 0,67 - 0,90

*Untuk (Fb/Cf) 8 MPa, CM = 1,00

*Untuk (F/CF) 5 MPa, CM = 1,00 Tabel 2.5 Faktor koreksi temperatur, Ct

Kondisi acuan

Kadar air pada masa layan

Ct

T ≤ 38ºC 38ºC<T≤52º C

52ºC<T≤65º C ft, E Basah kering

Atau kering 1,00 0,90 0,90

fb, fc, fv Kering 1,00 0,80 0,70

Basah 1,00 0,70 0,50

Sumber: PKKNI-5.2002.

2.2.6 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual

Apabila nilai G yang diketahui bukan pada kadar air standar tetapi pada kadar air m% (m sebaiknya lebih kecil dari pada 30), maka prosedur berikut ini dapat dilakukan untuk menentukan berat jenis kayu pada kadar air 15% (SNI- 5,2020; ASTM D2395-02).

1. Menghitung kadar air (m%) m = (𝑊𝑔−𝑊𝑑)

𝑊𝑑 = x 100% (2.6)

Wd dan Wg berturut-turut adalah berat kayu kering-oven dan berat kayu basah.

2. Menghitung kerapatan kayu (p) dalam satuan kg/m3

(37)

P = 𝑊𝑔

𝑉𝑔 (2.7)

Vg adalah vokume kayu basah.

3. Menentukan berat jenis pada kadar air m% (Gm) Gm = 𝑝

[1000(1+100𝑚)] , (2.8)

4. Menentukan berat jenis dasar (Gb ) Gb = 𝐺𝑚

(1+0,265𝑎𝐺𝑚) , dengan a = 30−𝑚

30 (2.9)

5. Menentukan berat jenis pada kadar air 15% (G) G = 𝐺𝑏

(1−0,133𝐺𝑏) (3,0)

Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan/atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastis lentur acuan pada point f harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-3527-1994 UDC (Universal Decimal Classification) 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan“ yaitu dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastis lentur acuan tersebut dengan nilai rasio tahanan bergantung pada kelas mutu kayu .

Tabel 2.6 Nilai rasio tahanan

Kelas mutu Nilai rasio tahanan

A B C

0,80 0,63 0,50 Sumber: PKKNI-5.2002.

Keberadaan cacat kayu seperti retak, mata kayu, kemiringan serat dapat menurunkan kekuatan/tahanan kayu. Pada kayu yang memiliki cacat, tahanan acuan harus dikalikan dengan nilai rasio tahanan sebesar 0,8, 0,63, dan 0,5 berturut-turut untuk kelas kayu mutu A,B, dan C. Cacat maksimum kayu mutu A,B dan C dapat dilihat pada tabel 2,6.

(38)

Tabel 2.7 Cacat maksimum untuk setiap mutu kayu

Macam cacat Kelas mutu A Kelas mutu B Kelas mutu C

Mata kayu : I. Pada arah lebar II. Pada arah sempit

Retak Pinggul

Arah serat Saluran damar

1/6 lebar kayu 1/8 lebar kayu

1/5 tebal kayu 1/10 tebal atau lebar kayu

1 : 13

1/5 tebal kayu

1/4 lebar kayu 1/6 lebar kayu

1/6 tebal kayu

1/6 tebal atau lebar kayu

1 : 19

2/5 tebal kayu

1/2 lebar kayu 1/4 lebar kayu

1/2 tebal kayu 1/4 tebal atau lebar kayu

1 : 6

1/2 tebal kayu

Macam cacat Kelas mutu A Kelas mutu B Kelas mutu C

Gubal Lubang serangga

Cacat lain (lapuk, hati

rapuh, retak

melintang

Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda- tanda seranggan hidup

Tidak

diperkenankan

Diperkankan

Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda-tanda seranggan hidup

Tidak diperkenankan

Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasi dan tidak ada tanda-tanda seranggan hidup

Tidak diperkenankan

Sumber: PKKNI-5.2002.

2.3 Balok Tarik

Perilaku yang teIjadi pada batang yang mengalami gaya tarik axial tidak sekompleks pada batang tekan, karena balok yang mengalami gaya ini akan teIjadi tegangan yang besarnya dipengaruhi oleh gaya yang bekeIja dan luas penampangnya.

Rumus untuk mencari tegangan tarik searah serat diberikan pada persamaan ( 3.1 ) (Daryanto, 1996)

𝜎tr = 𝑃

𝐴𝑛 ≤ 𝜎tr// ( 3.1 )

Dimana :

(39)

𝜎tr : tegangan tarik (kg/cm2)

𝜎tr// : tegangan ijin tarik sejajar serat (kg/cm2) P : gaya tarik (kg)

An : luas penampang netto

Adapun luas penampangnya akan terkoreksi jika ada lubang akibat sambungan (digunakan luas netto) karena teIjadi pengurangan luas penampang dan terjadi konsentrasi tegangan pada daerah sekitar lubang.

2.4 Sambungan Mekanis Umum

Karena alasan geometrik, pada kayu sering diperlukan sambungan untuk memperpanjang kayu atau menggabungkan beberapa batang kayu. Sambungan merupakan bagian terlemah dari kayu. Kegagalan konstruksi kayu lebih sering disebabkan karena kegagalan sambungan kayu bukan karena material kayu itu sendiri. Kegagalan dapat berupa pecah kayu diantara dua sambungan, alat sambung yang membengkok atau lendutan yang melampaui lendutan izin.

Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan kayu menurut Awaluddin ( Konstruksi kayu, 2000 ) adalah :

1. Pengurangan luas tampang

Pemasangan alat sambung sepertu baut, pasak dan gigi menyebabkan luas efektif tampang berkurang sehingga kekuatannya juga menjadi rendah jika dibanding dengan kayu yang penampang utuh.

2. Penyimpangan arah serat

Pada buhul sering terdapat gaya yang sejajar serat pada satu batang tetapi tidak dengan batang kayu yang lain. Karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil maka kekuatan sambungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang terkecil atau tidak sejajar serat.

3. Terbatasnya luas sambungan

Jika alat sambung ditempatkan saling berdekatan pada kayu memikul geser sejajar serat maka kemungkinan pecah kayu sangat besar karena kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil. Oleh karena itu

(40)

penempatan alat sambung harus mengikuti aturan jarak minimal antar alat sambung agar terhindar dari pecahnya kayu. Dengan adanya ketentuan jarak tersebut maka luas efektif sambungan ( luas yang dapat digunakan untuk penempatan alat sambung ) akan berkurang pula.

Dengan kata lain, sambungan yang baik adalah sambungan dengan ciri–ciri sebagai berikut :

1. Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk penempatan alat sambung relatif kecil bahkan nol

2. Memiliki nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang disambung tinggi

3. Menenjukkan perilaku pelelehan sebelum mencapai keruntuhan 4. Memiliki angka penyebaran panas yang rendah

5. Murah dan mudah dalam pemasangannya.

Selain itu beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan sambungan berkaitan dengan rendahnya kekuatan sambungan yaitu : 1. Eksentrisitas sambungan yang menggunakan beberapa alat sambung,

maka titk berat kelompok alat sambung harus ditempatkan pada garis kerja gaya agar tidak timbul momen yang dapat menurunkan kekuatan sambungan .

2. Sesaran / Slip

Sesaran yang terjadi pada sambungan kayu terbagi menjadi dua.

Sesaran yang pertama adalah sesaran awal yang terjadi akibat adanya lubang kelonggaran yang dipergunakan untuk mempermudah penempatan alat sambung. Selama sesaran awal, alat sambung belum memberikan perlawanan terhadap gaya sambungan yang bekerja. Pada sambungan dengan beberapa alat sambung, kehadiran sesaran awal yang tidak sama diantara alat sambung dapat menurunkan kekuatan sambungan secara keseluruhan. Setelah sesaran awal terlampaui,

(41)

maka sesaran berikutnya akan disertai oleh gaya perlawanan (tahanan lateral) dari alat sambung.

4. Mata kayu

Adanya mata kayu dapat mengurangi luas tampang kayu sehingga mempengaruhi kekuatan kayu terutama kuat tarik dan kuat tekan sejajar serat.

2.5 Jenis-jenis Sambungan

Jenis – jenis sambungan dibedakan menjadi 3 sambungan satu irisan (menyambungkan dua batang kayu), dua irisan ( menyambungkan tiga irisan ) dan seterusnya. Selain itu juga ada dikenal jenis sambungan takik. Menurut sifat gaya yang bekerja pada sambungan, sambungan dibedakan atas sambungan desak, sambungan tarik dan sambungan momen.

2.6 Alat sambung mekanik

Berdasarkan interaksi gaya – gaya yang terjadi pada sambungan, alat sambung mekanik di bagi atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang kekuatan sambungan berasal dari interaksi antar kuat lentur alat sambung dengan kuat desak atau kuat geser kayu.. Kelompok kedua adalah kelompok alat sambung yang kekuatan sambungannya ditentukan oleh luas bidang dukung kayu yang disambungnya. Yang tergolong kelompok pertama adalah paku dan baut. Sedangkan kelompok kedua adalah pasak kayu Koubler, cincin belah ( split ring ), pelat geser, spike grid, single atau double sided toothed plate dan toothed ring.

Pada tugas akhir ini yang digunakan adalah alat sambung jenis baut. Berikut akan diuraikan dengan jelas dari alat sambung tersebut.

2.6.1 Baut 2.6.1.1 Umum

Alat sambung baut umumnya terbuat dari baja lunak ( mild steel ) dengan kepala berbentuk hexagonal, square, dome atau flat. Diameter baut dipasaran antara 1/4" – 1,25". Pemasangan baut dilakukan dengan cara diputar dengan bantuan sekrup. Untuk kemudahan sebelum pemasangan, terlebih dahulu

(42)

dibuat lubang penuntun. Lubang penuntuntidak boleh lebih besar dari D+0,8 mm bila D<12,7mm dan D+16 mm bila D≥12,7 mm. Alat sambung baut digunakan pada sambungan dua irisan dengan tebal minimum kayu samping adalah 30 mm dan kayu tengah adalah 40 mm dan dilengkapi cincin penutup.

Alat sambung baut difungsikan untuk menahan beban tegak lurus sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan baut bergantung pada kuat tumpu kayu, tegangan lentur baut dan angka kelangsingan. Ketika kelangsingan kecil, baut menjadi sangat kaku dan distribusi tegangan terjadi secara merata.

2.6.1.2 Geometri sambungan baut

Jarak antar alat sambung baut harus direncanakan agar masing-masing alat sambung dapat mencapai tahanan lateral ultimitnya sebelum kayu pecah. Jarak antar alat sambung pada gambar (2.6) dapt dilihat pada tabel 2.8. Apabila jarak antar alat sambung kurang dari yang disyaratkanpada tabel 2.8 maka tahanan lateral alat sambung harus direduksi.

Untuk baut jarak tepi, jarak ujung dan spasi alat pengencang yang diperlukan dalam perhitungan tahanan acuan dapat dilihat pada tabel berikut :

Gambar 2.6 geometrik sambungan baut : (A) Sambungan horizontal,dan (B) sambungan vertikal.

(43)

Tabel 2.8 Jarak tepi, jarak ujung dan persyaratan spasi sambungan baut Beban sejajar arah serat Ketentuan dimensi umum

1. Jarak tepi (bopt) Lm/D < 6 Lm/D > 6

2. Jarak ujung (aopt) Komponen tarik Komponen tekan 3. Spasi (Sopt)

Spasi dalam baris alat Pengencang

4. Jarak antar baris pengencang

1,5 D

Yang terbesar dari 1,5D atau ½ jarak antar baris alat pengencang tegak lurus 7D

4D 4D

1,5D < 127 mm

Beban tegak lurus arah serat Ketentuan dimensi umum 1. Jarak tepi (bopt)

tepi yang dibebani tepi yang tidak dibebani 2. Jarak ujung (aopt) 3. Spasi (sopt)

4. Jarak antar baris alat Penencang:

Lm/D > 2 2 < Lm/D < 6 Lm/D > 6

4D 1,5D 4D

2,5 D

(5lm + 10D)/8 5D

Sumber: PKKNI-5.2002.

Catatan:

1. Lm adalah panjang baut pada komponen utama pada suatu sambungan atau panjang total baut pada komponen sekunder ( 2 ls ) pada suatu sambungan.

2. Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan ring.

3. Spasi tegak lurus arah serat antar alat – alat pengencang terluar pada suatu sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali bila digunakan alat

(44)

penyambung khusus atau biala ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu.

2.6.1.3 Faktor koreksi sambungan baut

1. Faktor aksi kelompok. Bila suatu sambungan terdiri dari satu baris alat pengencang atau lebih dengan alat pengencang baut,ada kecenderungan masing-masing baut mendukung beban lateral yang tidak sama yang disebabkan oleh :

a. Jarak antar alat sambung baut yang kurang panjang sehingga menyebabkankuat tumpu kayu tidak terjasdi secara maksimal

b. Terjadinya distribusi gaya yang tidak merata (non-uniform load distribution) antar alat sambung baut. Baut yang paling ujung dalam satu kelompok baut akan mendukung gaya yang lebih besar dari pada baut yang letaknya ditengah. Baut paling ujung akan mencapai plastic deformation lebih dulu. Sehingga ada kemungkinan baut yang paling ujung akan gagal lebih dulu sebelum baut yang tengah mencapai plastic deformation.

2. Faktor koreksi geometri. Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor geometri (C), dimana C adalah nilai terkecil dari faktor-faktor geometri yang dipersyaratkan untuk jarak ujung atau spasi dalam baris alat pengencang.

2.6.1.4 Tahanan lateral acuan a. Tahanan lateral acuan satu irisan

Berdasarkan PKKI NI-5 2002 tahanan acuan dari suatu sambungan yang menggunakan alat pengencang baut satu irisan atau menyambung dua komponen diambil sebagai nilai terkecil dari nilai-nilai yang dihitung menggunakan semua persamaan di bawah ini:

Gambar

Gambar 4. gambar sambungan kayu  Data-data :
Gambar 2.1 Batang Kayu Menerima Gaya Tarik P  b.  Keteguhan Tekan (Compression Strength)
Gambar 2.4 Kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat  d.  Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength)
Gambar 2.5 Batang Kayu Menerima Beban Lengkung                2.2.4 Tegangan Bahan Kayu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini keluaran (output) yang diharapkan adalah gambaran kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah Kramat Jati menjadi Health Promoting Hospital tahun 2017 berdasarkan

Penekanan yang kuat pada nilai sosial menjelaskan bahwa interaksi dengan hewan peliharaan juga membuat pemilik memiliki nilai sosial yang tinggi, karena mereka

CATATAN: Jika Anda tidak dapat mengatur resolusi yang disarankan, hubungi produsen komputer atau pertimbangkan untuk membeli adapter grafis yang akan mendukung resolusi

Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls

In order to investigate chemical aspects of the Cyperaceae plant family in Lampung Province, Indonesia, this study is aimed to find out chemical composition of

Untuk menghindari konflik, setiap umat beragama haruslah bersikap terbuka, apalagi di tengah kehidupan beragama yang plural seperti di desa Sidomulyo khususnya yang

kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu meningkatkan metoda penyaluran dana denga cara peningkatan nilai pinjaman dengan mengukur nilai kebutuhan/ volume usaha dalam

Skripsi dengan judul : Faktor–Faktor yang Berpengaruh terhadap Derajat Klinis Pasien Demam Berdarah Dengue Anak di RSUD Dr.. Rustam Siregar,