• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN ZAT WARNA KULIT KAYU JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) DALAM FORMULASI SEDIAAN

PEWARNA RAMBUT SKRIPSI

OLEH:

ARGA ABDI RAFIUD DARAJAT LUBIS NIM 091501097

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

FORMULASI SABUN PADAT DENGAN KOMBINASI PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

OLEH:

YULITA ARMIYA

NIM 151524082

(2)

PENGGUNAAN ZAT WARNA KULIT KAYU JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) DALAM FORMULASI SEDIAAN

PEWARNA RAMBUT SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ARGA ABDI RAFIUD DARAJAT LUBIS NIM 091501097

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA OLEH:

YULITA ARMIYA

NIM 151524082

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah, penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Penggunaan Zat Warna Kulit Kayu Jambu Mete (Anacardium occidentale L.) Dalam Formulasi Sediaan Pewarna Rambut” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Kulit kayu jambu mete mengandung cairan berwarna coklat. Apabila terkena udara, cairan tersebut berubah menjadi hitam. Cairan ini dapat digunakan untuk bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan pewarna. Kulit kayu jambu mete juga mengandung tanin yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa zat warna kulit kayu jambu mete dengan bahan tambahan pembangkit warna pirogalol dan tembaga (II) sulfat dapat diformulasikan sebagai sediaan pewarna rambut. Hasil yang diperoleh yaitu zat warna kulit kayu jambu mete dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut dengan memberikan warna coklat dan hitam pada rambut. Harapan penulis terhadap penelitian ini adalah zat warna kulit kayu jambu mete dapat dijadikan bahan pewarna rambut alami dalam produk kosmetik.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada Ibu Dra. Djendakita Purba, M. Si., Apt., dan Bapak Drs.

Suryanto, M. Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, bimbingan dan nasehat selama penilitian hingga selesainya penyusunan

(5)

Universitas Sumatera Utara. Ibu Dr. Sumaiyah, M. Si., Apt., dan Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, arahan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak Emil Salim, S.Farm., M. Sc., Apt selaku dosen penasehat akademik. Bapak dan ibu staff pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama di masa perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Suhaili Ismail (alm.) dan Ibunda Ulfahaini. dan saudari-saudari ku Qamarul Laily, S. Pd., (Kakak), Emalyn Senorita, S. Pd., (Kakak), dan Mona Maya Mita, S.Pd., (Kakak) yang memberikan cinta, kasih sayang, doa, dukungan, dorongan, penghiburan, motivasi dan dana kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan rasa terimakasih kepada sahabat-sahabat tersayang bidadari syurga, sahabat-sahabat pengajian halaqoh kita, dan sahabat- sahabat sejawat Ekstensi Farmasi 2015 yang selama ini memberikan semangat, kebersamaan, doa dan dorongan yang tulus kepada penulis selama penyusunan skripsi.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2017 Penulis

Yulita Armiya NIM 151524082

(6)
(7)

PENGGUNAAN ZAT WARNA KULIT KAYU JAMBU METE (Anacardium occidentale L.) DALAM FORMULASI SEDIAAN PEWARNA RAMBUT

ABSTRAK

Latar Belakang: Kulit kayu jambu mete mengandung cairan berwarna coklat.

Apabila terkena udara, cairan tersebut berubah menjadi hitam. Cairan ini dapat digunakan untuk bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan pewarna. Kulit kayu jambu mete juga mengandung tanin yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami.

Tujuan: Untuk mengetahui bahwa zat warna kulit kayu jambu mete (Anacardium occidentale L.) dengan bahan tambahan pembangkit warna pirogalol dan tembaga (II) sulfat dapat diformulasikan sebagai sediaan pewarna rambut.

Metode Penelitian: Ekstraksi zat warna dari kulit kayu jambu mete dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%, kemudian dipekatkan sehingga diperoleh zat warna kulit kayu jambu mete. Sediaan pewarna rambut dibuat dengan formula yang terdiri dari zat warna kulit kayu jambu mete (Anacardium occidentale L.) dengan berbagai konsentrasi, yaitu formula A 2,5%;

formula B 5%; formula C 7,5%; formula D 10%; dengan bahan tambahan pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5%. Sebagai pelarut digunakan air. Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam rambut uban dalam sediaan pewarna rambut selama 1-4 jam dan diamati perubahan warna secara visual setiap jam. Selanjutnya dilakukan uji evaluasi stabilitas warna terhadap pencucian, pemaparan sinar matahari dan uji iritasi pada kulit dari formula yang terpilih.

Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa formula yang dibuat dengan zat warna kulit kayu jambu mete dapat memberikan warna coklat atau hitam pada rambut.

Semakin lama perendaman rambut uban dalam sediaan pewarna rambut, maka warna rambut yang dihasilkan semakin hitam. Pewarnaan terbaik diperoleh dari formula B yang terdiri dari zat warna kulit kayu jambu mete 5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5% yang menghasilkan warna hitam gelap, stabil terhadap pencucian, pemaparan sinar matahari dan tidak menyebabkan iritasi pada kulit.

Kesimpulan: Zat warna kulit kayu jambu mete (Anacardium occidentale L.) dengan bahan tambahan pembangkit warna pirogalol dan tembaga (II) sulfat dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut.

Kata kunci: kulit kayu jambu mete (Anacardium occidentale L.), pirogalol, tembaga (II) sulfat, xanthan gum, pewarna rambut, rambut uban.

(8)

UTILIZATION OF COLOR SUBSTANCES FROM CASHEW TREE BARK (Anacardium occidentale L.) IN HAIR DYES FORMULATION

ABSTRACT

Background: Cashew tree bark contains brown fluid. If it exposed air, the fluid can be changed be black. This fluid could be used to ink materials, dyestuffs, or dye materials. The cashew tree bark too contains tannins that using as natural dyes ingredients.

Purpose: To determined cashew tree bark (Anacardium occidentale L.) coloring substance can be formulated as hair dye preparation with additional material color agent pyrogallol and copper (II) sulphate.

Method: The extraction of cashew tree bark was done by maceration method using 96% ethanol solvent, and then concentrated to obtain the coloring substance of cashew tree bark. The formulation of hair coloring consist of coloring substance of cashew tree bark (Anacardium occidentale L.) with various concentrations, of A 2.5%; B 5%; C 7.5%; D 10%, by additives 1% pyrogallol, 1% copper (II) sulphate and 0.5% xanthan gum. The water was used as solvent.

Coloring was done by immersion gray hair in the hair dye preparations for 1-4 hours and then evaluation of color stability to washing, sun exposure and irritation test in skin of selected formula.

Result: This research showed that the hair dyes was made by coloring substance of cashew tree bark give brown or black color to the hair. As long as soaking gray hair in the hair dye preparations, the hair color result more black. The formula B consist of 5% cashew tree bark, 1% pyrogallol, 1% copper (II) sulphate and 0.5%

xanthan gum resulted the best colouring with black dark color, stable to washing, sun exposure and does not caused irritation to the skin.

Conclusion: A cashew tree bark (Anacardium occidentale L.) coloring substance with additives color agent pyrogallol and copper (II) sulphate can be formulated in to hair dye preparation.

Keywords: cashew tree bark (Anacardium occidentale L.), pyrogallol, copper (II) sulphate, xanthan gum, hair dyes, hair gray.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB.I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Morfologi tumbuhan ... 6

2.1.2 Habitat dan daerah tumbuh ... 7

2.1.3 Sistematika tumbuhan ... 7

(10)

2.1.4 Penggunaan tumbuhan ... 8

2.1.5 Kandungan kimia tumbuhan ... 9

2.2 Pirogalol ... 9

2.3 Tembaga (II) sulfat ... 10

2.4 Xanthan gum ... 10

2.5 Ekstraksi ... 11

2.6 Rambut ... 13

2.6.1 Anatomi rambut... 14

2.6.2 Struktur rambut ... 16

2.6.3 Jenis-jenis rambut ... 17

2.6.4 Fisiologi rambut ... 19

2.6.4.1 Pertumbuhan rambut ... 19

2.7 Rambut Uban ... 19

2.8 Pewarnaan Rambut ... 20

2.8.1 Pewarnaan berdasarkan daya lekat zat warna ... 21

2.8.1.1 Pewarna rambut temporer ... 21

2.8.1.2 Pewarna rambut semipermanen ... 21

2.8.1.3 Pewarna rambut permanen ... 22

2.8.2 Pewarnaan berdasarkan proses sistem pewarnaan ... 23

2.8.2.1 Pewarnaan rambut langsung ... 24

2.8.2..2 Pewarnaan rambut tidak langsung ... 24

2.9 Uji Iritasi ... 24

BAB III METODE PENELITIAN... 26

(11)

3.2 Bahan ... 26

3.3 Prosedur Kerja ... 26

3.3.1 Pengumpulan sampel... 26

3.3.2 Identifikasi sampel ... 27

3.3.3 Pengolahan sampel ... 27

3.3.4 Pembuatan ekstrak kulit kayu jambu mete ... 27

3.4 Pembuatan Formula ... 28

3.4.1 Orientasi perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban ... 28

3.4.2 Orientasi pengamatan perubahan warna rambut uban dengan berbagai perlakuan ... 28

3.4.3 Formula Pewarna Rambut ... 30

3.4.3.1 Prosedur pembuatan pewarna rambut ... 31

3.4.3.2 Pewarnaan terhadap rambut uban ... 31

3.5 Evaluasi ... 31

3.5.1 Pengamatan warna rambut secara visual ... 31

3.5.2 Pengamatan stabilitas warna ... 32

3.5.2.1 Stabilitas warna terhadap pencucian ... 32

3.5.2.2 Stabilitas warna terhadap sinar matahari ... 32

3.5.3 Uji biologis (uji iritasi) ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Identifikasi sampel ... 34

4.2 Hasil orientasi perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban ... 34

(12)

4.3 Hasil orientasi pengamatan perubahan warna rambut

uban dengan berbagai perlakuan ... 35

4.4 Pengaruh perbedaan konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete dan waktu perendaman terhadap perubahan warna rambut uban ... 38

4.4.1 Pengaruh perbedaan konsentrasi kulit kayu jambu mete terhadap hasil pewarnaan rambut uban ... 38

4.4.2 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban ... 39

4.5 Hasil Evaluasi ... 42

4.5.1 Stabilitas warna terhadap pencucian ... 42

4.5.2 Stabilitas warna terhadap sinar matahari ... 42

4.5.3 Hasil uji biologis (uji iritasi) ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN ... 48

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Formula standar ... 28 3,2 Formula orientasi ... 28 3.3 Formula pewarna rambut ... 30 4.1 Data hasil pengamatan visual kulit kayu jambu mete terhadap

perubahan warna rambut uban ... 38 4.2 Data hasil pengamatan visual pengaruh lama perendaman pada

perubahan warna rambut uban ... 40 4.3 Data pengamatan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan... 44

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur dasar tanin ... 9

2.2 Struktur kimia pirogalol ... 9

2.3 Struktur kimia xanthan gum ... 11

2.4 Anatomi rambut ... 14

2.5 Anatomi batang rambut ... 14

2.6 Deposit zat warna pada proses pewarnaan rambut ... 23

3.1 Natural colour levels ... 32

4.1 Hasil orientasi perbedaan konsentrasi pirogalol pada perubahan warna rambut uban ... 34

4.2 Orientasi penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban ... 37

4.3 Pengaruh konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete terhadap Perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman ... 39

4.4 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban ... 40

4.5 Stabilitas warna terhadap pencucian ... 42

4.6 Stabilitas warna terhadap sinar matahari ... 43

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Bagan alir pembuatan ekstrak kulit kayu jambu mete ... 48

2 Hasil determinasi tumbuhan ... 49

3 Gambar tumbuhan jambu mete ... 50

4 Gambar kulit kayu jambu mete ... 51

5 Gambar serbuk kulit kayu jambu mete ... 52

6 Gambar ekstrak kulit kayu jambu mete ... 53

7 Gambar pirogalol yang digunakan ... 54

8 Gambar tembaga (II) sulfat yang digunakan ... 55

9 Gambar xanthan gum yang digunakan ... 56

10 Gambar sediaan pewarna rambut ... 57

11 Gambar hasil pewarnaan rambut uban ... 58

10 Format surat pernyataan uji iritasi... 60

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetik berasal dari kata kosmetikos (yunani) yang berarti keterampilan, menghias, dan mengatur. Kosmetik adalah campuran bahan yang diaplikasikan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi, dan sebagainya dengan tujuan untuk menambah daya tarik, melindungi, memperbaiki, sehingga penampilannya lebih cantik dari semula (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Tujuan awal penggunaan kosmetik adalah mempercantik diri yaitu usaha untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat) yang ada (Wasiaatmadja, 1997).

Rambut adalah bagian tubuh yang sangat unik. Rambut adalah sel yang sudah mati. Oleh karena itu, saat rambut dipotong maka tidak terasa sakit. Rambut tumbuh di lapisan kulit dermis, tapi akar rambut berada jauh di bawah dermis.

Selain menjadi simbol kecantikan, sesungguhnya fungsi utama rambut adalah melindungi kulit kepala (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Peranan rambut sangat penting untuk diperhatikan, karena rambut bukan hanya sebagai pelindung kepala dari berbagai hal seperti bahaya benturan/pukulan benda keras, sengatan sinar matahari, dan sebagainya, tetapi ia juga merupakan

(17)

berkilau, sehat dan mudah diatur memberikan daya pesona tersendiri bagi pemiliknya (Rostamailis, dkk., 2008).

Warna rambut ditentukan oleh pigmen melanin yang ada pada korteks rambut, baik jumlah maupun besarnya melanosit. Pigmen yang mempengaruhi warna rambut adalah eumelanin yang menyebabkan warna hitam atau cokelat pada rambut dan pyomelanin yang menyebabkan warna merah atau pirang. Di samping itu, jumlah dan ukuran granula pigmen dan ada tidaknya gelembung udara dalam korteks juga menentukan warna rambut seseorang (Putro, 1998).

Bila sudah mencapai usia lanjut, warna rambut berubah menjadi putih yang sering kurang disukai keberadaannya (Wasitaatmadja, 1997). Warna rambut dapat diubah-ubah secara buatan dengan menggunakan cat rambut, di Indonesia disebut juga dengan semir rambut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Rambut beruban sering dianggap sebagai momok menakutkan bagi wanita karena hadirnya uban akan membuat penampilan wanita terlihat lebih tua. Rambut merupakan aset bagi wanita agar bisa tampil cantik dan menawan. Oleh karena itu, wanita akan melakukan banyak cara agar rambut mereka tetap terlihat indah dan sehat. Faktor umur tidak melulu menjadi penyebab utama munculnya uban, faktor stress dan genetik juga bisa menjadi pemicu. Penyebab lainnya karena rambut kekurangan vitamin dan nutrisi kemudian penggunaan shampo yang tidak cocok. Akibatnya, rambut tampak tidak berkilau dan rasa percaya diri wanita menjadi hilang (Vulanda, 2012).

Sediaan pewarna rambut adalah kosmetik yang digunakan dalam tata rias rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan warna rambut asli atau mengubah warna rambut asli menjadi warna baru. Keinginan untuk

(18)

mewarnai rambut memang sudah berkembang sejak dahulu. Bahkan ramuan yang dijadikan zat warna pada waktu itu diperoleh dari sumber alam, pada umumnya berasal dari tumbuhan dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan (Ditjen POM, 1985).

Kulit kayu jambu mete mengandung cairan berwarna coklat. Apabila terkena udara, cairan tersebut berubah menjadi hitam. Cairan ini dapat digunakan untuk bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan pewarna. Selain itu, kulit batang tanaman jambu mete berkhasiat sebagai obat kumur atau obat sariawan. (Ferry, dkk., 2001).

Kulit kayu mengandung tanin yang cukup banyak zat samak, asam galat, dan gingol katekin. Kulit kayu berbau lemah, rasanya kelat dan lama-kelamaan menimbulkan rasa tebal di lidah (Dalimartha, 2000). Tanin biasanya terdapat pada bagian tanaman yang spesifik seperti daun, buah, kulit dahan dan batang. Tanin merupakan senyawa polifenol yang mempunyai rasa yang sepat, mengendapkan protein dan dapat digunakan untuk penyamak kulit (Mukhlis, 2011).

Secara umum pewarna rambut alami berasal dari tumbuhan yang berbeda- beda kandungan zat didalamnya, dan ditandai dengan warna yang dihasilkan.

Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000). Tanin menghasilkan warna kuning, coklat sampai keemasan (Rizeki dan Sri, 2015).

Berdasarkan hal di atas, peneliti tertarik untuk mengolah dan memanfaatkan kulit kayu jambu mete sebagai pewarna rambut.

(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah zat warna kulit kayu jambu mete dapat diformulasi sebagai sediaan pewarna rambut dengan penambahan bahan pembangkit warna pirogalol dan tembaga (II) sulfat?

b. Apakah pada konsentrasi tertentu zat warna kulit kayu jambu mete dapat menghasilkan warna terbaik?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Zat warna kulit kayu jambu mete dapat diformulasi sebagai sediaan pewarna rambut dengan penambahan bahan pembangkit warna pirogalol dan tembaga (II) sulfat

b. Zat warna kulit kayu jambu mete dapat menghasilkan warna terbaik pada konsentrasi tertentu.

(20)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bahwa zat warna kulit kayu jambu mete dapat diformulasi sebagai sediaan pewarna rambut dengan penambahan bahan pembangkit warna pirogalol dan tembaga (II) sulfat.

b. Untuk mengetahui bahwa zat warna kulit kayu jambu mete pada konsentrasi tertentu dapat memberikan warna terbaik.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya dan hasil guna dari kulit kayu jambu mete. Selain itu juga dapat memberikan informasi bahwa kulit kayu jambu mete dapat digunakan sebagai pewarna rambut yang relatif aman.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi, morfologi tumbuhan, habitat dan daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, nama asing, penggunaan tumbuhan serta kandungan senyawa kimia.

2.1.1 Morfologi tumbuhan

Pohon tinggi 8-12 m, memiliki cabang dan ranting yang banyak. Batang melengkung, berkayu, bergetah, percabangan mulai dari bagian pangkalnya (Dalimartha, 2000) batang berwarna putih kotor (Sherley, 2008). Daun tunggal, bertangkai, panjang 4-22,5 cm, lebar 2,5-15 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur sungsang, tepi rata, pangkal runcing, ujung membulat dengan lekukan kecil di bagian tengah, pertulangan menyirip, berwarna hijau (Dalimartha, 2000).

Bunga majemuk, bentuk malai, terletak di ketiak daun dan di ujung cabang, mempunyai daun pelindung berbentuk bulat telur dengan panjang 4-55 mm dan berwarna hijau muda. Mahkota bunga berbentuk runcing, saat masih muda berwarna putih setelah tua berwarna merah (Sherley, 2008). Bunga berumah satu memiliki bunga betina dan bunga jantan (Dalimartha, 2000). Setiap malai rata-rata menghasilkan 5-6 buah yang terdiri dari dua bagian, yaitu buah semu yang merupakan tangkai bunga yang membesar (Mahedalswara, 1994).

Buahnya buah batu, keras, melengkung. Tangkai buahnya lama kelamaan akan menggelembung menjadi buah semu yang lunak, seperti buah peer, berwarna kuning, kadang-kadang bernoda merah, rasanya manis agak sepat, banyak

(22)

mengandung air, dan berserat. Biji bulat panjang, melengkung, pipih, warnanya cokelat tua (Dalimartha, 2000). Akarnya berupa akar tunggang dan berwarna cokelat (Sherley, 2008).

2.1.2 Habitat dan daerah tumbuh

Jambu mete atau jambu monyet berasal dari Brazil, tersebar di daerah tropik dan ditemukan pada ketinggian antara 1-1.200 m di atas permukaan laut.

Jambu mete akan berbuah lebih baik di daerah beriklim kering dengan curah hujan kurang dari 500 mm per tahun. Tanaman ini dapat tumbuh di segala macam tanah, asalkan jangan di tanah lempung yang pekat dan tergenang air. Tanaman tumbuhan jambu mete banyak tumbuh di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta (Dalimartha, 2000).

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan jambu mete:

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Sapindales

Suku : Anacardiaceae

Marga : Anacardium

Jenis : Anacardium occidentale L.

Di luar negeri orang menyebutnya Cashew (Inggris), cajou, anacardier (Perancis), kasoy (Tagalog), mamuang, himmaphan, yaruang (Thailand), dao lon hot, cay dieu (Vietnam), hijli-badam, kaju (India dan Pakistan) (Dalimartha,

(23)

Penyebaran jambu mete di Indonesia sangat luas sehingga tumbuhan ini mempunyai banyak nama daerah misalnya: jambu erang, jambu monyet (Sumatera), jambu mede, jambu mete, jambu siki (Jawa), buwah monyet, jambu jipang, jambu dwipa, nyambu monyet, jambu parang, jampu sempal (Kalimantan), jambu dare, jambu sereng (Sulawesi), kanoke, masapana, buwa yakis, buwa jaki (Maluku) (Dalimartha, 2000).

2.1.4 Penggunaan tumbuhan

Tanaman asal Brazil ini, memiliki buah yang tergolong unik. Buah Jambu Monyet merupakan tangkai buah yang mengalami penggelembungan dan menjadi buah semu yang lunak. Biji bulat panjang, melengkung pipih dan berwarna coklat tua. Biji inilah yang sering disebut kacang mete. Kulit kayu berbau lemah, rasanya kelat dan lama-kelamaan menimbulkan rasa tebal di lidah (Dalimartha, 2000).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli di lingkungan Departemen Pertanian diketahui bahwa bagian tanaman jambu mete dapat dimanfaatkan. Kulit batangnya bisa digunakan sebagai bahan penyamak kulit atau obat penyembuh sariawan. Daun mudanya bisa dimakan sebagai lalapan karena mengandung hormon dan vitamin C. Daging buahnya bisa dibuat manisan, selai atau dirujak dan airnya untuk bahan baku pembuatan cider (anggur), cuka atau jelly karena mengandung 88% air; 0,2% protein; 0,1% lemak dan 11,5%

karbohidrat serta vitamin C (Mahedalswara, 1994).

Daging buahnya bisa dimakan karena mengandung 5% air; 20% protein;

45% lemak (minyak); 26% tepung karbohidrat; 1,5% serat kasar dan 1,5%

mineral. Melalui proses pemerasan, daging buah mete bisa menghasilkan minyak nabati yang tidak banyak mengandung asam lemak jenuh (Mahedalswara, 1994).

(24)

2.1.5 Kandungan kimia tumbuhan

Kulit kayu mengandung tanin yang cukup banyak zat samak, asam galat, dan ginkol katekin. Buah mengandung protein, lemak, vitamin (A, B dan C), kalsium, fosfor, besi dan belerang (Dalimartha, 2000). Daun jambu mete mengandung senyawa flavonoid, terpenoid/steroid, tanin dan glikosida (Jayalakshmi, 2011).

Gambar 2.1 Struktur dasar tanin (Robinson, 1995).

2.2 Pirogalol

Pirogalol mempunyai struktur kimia seperti pada Gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.2 Struktur kimia pirogalol (Sweetman, 2009).

Pemerian : Padatan hablur putih atau hablur tidak berwarna dengan berat molekul 126,1

Suhu lebur : 133oC Rumus Molekul : C6H3(OH)3

Nama Kimia : 1,2,3- Trihidroksibenzena (Ditjen POM, 1995).

(25)

Pirogalol bersifat sebagai reduktor (mudah teroksidasi). Dalam bentuk larutan akan menjadi warna gelap jika terkena udara. Jika pemakaiannya dicampur dengan zat warna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, pirogalol berfungsi sebagai zat pembangkit warna dan dikombinasikan dengan pewarna logam lain.

Ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan agar zat warna dapat menempel lebih kuat lagi pada rambut dibandingkan pada saat sebelum dicampur. Pirogalol diizinkan digunakan sebagai zat pembangkit warna dengan batas kadar 5% (Ditjen POM, 1985).

2.3 Tembaga (II) Sulfat

Tembaga (II) sulfat merupakan senyawa logam yang dapat digunakan sebagai pewarna pada rambut.

Pemerian : Berbentuk serbuk atau granul berwarna biru, transparan dengan berat molekul 249,68 (Ditjen POM,1995).

Kelarutan : 1 g larut dalam 3 ml air; dalam 0,5 ml air panas; 1 g dalam 500 ml alkohol; 1 g dalam 3 ml gliserol (Sweetman, 2009).

Tembaga (II) sulfat termasuk ke dalam zat warna senyawa logam. Daya lekat zat warna senyawa logam umumnya tidak sekuat zat warna nabati, karena itu jika digunakan langsung harus dilakukan tiap hari hingga terbangkit corak warna yang dikehendaki (Ditjen POM, 1985).

2.4 Xanthan Gum

Xanthan gum adalah gom hasil fermentasi karbohidrat oleh Xanthomonas campestris yang dimurnikan. Merupakan garam natrium, kalium, atau kalsium dari suatu polisakarida dengan bobot molekul besar yang mengandung D-glukosa,

(26)

manosa, dan asam glukoronat. Berupa serbuk putih atau putih kekuningan, larut dalam air dan memberikan viskositas yang tinggi dalam larutan (Sweetman, 2009). Struktur kimia xanthan gum dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Struktur kimia xanthan gum (Rowe, dkk., 2009).

Xanthan gum banyak digunakan dalam formulasi sediaan oral dan topikal, kosmetik, dan makanan sebagai bahan pensuspensi serta bahan pengemulsi. Gom ini tidak toksik, dapat tercampurkan, dan memiliki stabilitas serta viskositas yang baik pada rentang pH dan temperatur yang luas (Rowe, dkk., 2009).

2.5 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan.

Simplisia yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah bahan alamiah

(27)

berupa bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000). Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah salah satu metode ekstraksi yang dilakukan dengan cara merendam sampel di dalam pelarut cair. Pembuatan maserasi kecuali dinyatakan lain, dilakukan sebagai berikut. Dimasukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil diaduk, diserkai, diperas, dicuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Dienap tuangkan atau disaring (Ditjen POM, 1979).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai penyarian sempurna, umumnya dilakukan di temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pelembaban bahan, tahap pendiaman antara, dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan esktrak), yang terus menerus sampai ekstrak yang diinginkan habis tersari (Ditjen POM, 2000).

B. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

(28)

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Kelebihan metode ini adalah sampel terekstraksi dengan sempurna, proses ekstraksi lebih cepat dan pelarut yang digunakan sedikit. Kelemahan dari metode ini adalah sampel yang digunakan harus tahan panas.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

4. Infundasi

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 90°C selama waktu tertentu (15 menit).

5. Dekok

Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperatur terukur 90°C selama waktu tertentu (30 menit) (Ditjen POM, 2000).

2.6 Rambut

Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang, juga sebagai lambang kecantikan bagi wanita dan kejantanan/keperkasaan bagi pria. Walaupun begitu rambut pada manusia tidak hanya tumbuh di kepala saja, tetapi juga di seluruh tubuh manusia kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki (Putro, 1998).

(29)

2.6.1 Anatomi Rambut

Rambut dapat dibedakan menjadi bagian-bagian rambut seperti yang terlihat pada Gambar 2.4 berikut :

Gambar 2.4 Anatomi rambut (Putro, 1998).

Menurut Bariqina dan Ideawati (2001), rambut dapat dibedakan menjadi bagian-bagian rambut yang terdiri dari tiga bagian sebagai berikut:

a. Ujung rambut

Pada rambut yang baru tumbuh serta sama sekali belum/tidak pernah dipotong mempunyai ujung rambut yang runcing.

b. Batang rambut

Batang rambut adalah bagian rambut yang terdapat di atas permukaan kulit berupa benang-benang halus yang terdiri dari zat tanduk atau keratin.

Gambar 2.5 Anatomi batang rambut ( Putro, 1998).

(30)

Pada potongan melintang batang rambut, dapat dibedakan menjadi tiga lapisan yang tersusun dari :

1. Kutikula

Kutikula merupakan lapisan yang mendasari fisis rambut dan merupakan lapisan paling luar yang terdiri atas sel-sel keratin tipis yang saling bertautan. Kutikula berfungsi sebagai pelindung rambut dari kekeringan dan pemasukan benda asing dari luar. Kutikula dapat rusak akibat adanya pengaruh luar baik berupa rangsangan mekanis maupun kimiawi (Putro, 1998).

2. Korteks

Korteks merupakan lapisan yang merupakan rambut sejati dan banyak mengandung serabut-serabut polipeptida yang berdekatan dan banyak mengandung pigmen rambut dan rongga udara. Struktur korteks inilah yang sebenarnya menentukan jenis rambut apakah lurus, ikal atau keriting (Putro, 1998).

3. Sumsum rambut (Medula)

Sumsum rambut terletak pada lapisan paling dalam dari batang rambut yang dibentuk oleh zat tanduk/keratin yang tersusun sangat renggang dan membentuk semacam jala/anyaman sehingga terdapat rongga-rongga yang berisi udara (Bariqina dan Ideawati, 2001).

c. Akar Rambut

Akar rambut adalah bagian rambut yang tertanam di dalam kulit. Bagian- bagian dari akar rambut adalah sebagai berikut:

(31)

1. Kantong rambut (Folikel)

Kantong rambut merupakan suatu saluran yang menyerupai tabung, dan berfungsi untuk melindung akar rambut, mulai dari permukaan kulit sampai di bagian terbawah umbi rambut.

2. Papil rambut

Papil rambut adalah bulatan kecil yang bentuknya melengkung, terletak dibagian terbawah dari folikel rambut dan menjorok masuk ke dalam umbi rambut. Papil rambut bertugas membuat atau memproduksi bermacam-macam zat yang diperlukan untuk pertumbuhan rambut. Misalnya zat melanosit yang membentuk melanin (zat pigmen/zat warna rambut) (Bariqina dan Ideawati, 2001).

3. Umbi rambut (Matriks)

Matriks adalah ujung akar rambut terbawah yang melebar. Struktur bagian akar rambut ini berbeda dengan struktur batang dan akar rambut diatasnya. Pada umbi rambut melekat otot penegak rambut yang menyebabkan rambut halus berdiri bila ada suatu rangsangan dari luar tubuh (Bariqina dan Ideawati, 2001).

2.6.2 Struktur rambut

Rambut dapat berwujud tebal atau kasar, halus atau tipis, dan normal atau sedang. Keadaan atau wujud rambut yang dapat dilihat, misalnya rambut tersebut lurus, berombak, atau keriting. Rambut lurus akan kelihatan lurus, tidak bergelombang, dan tidak keriting. Rambut berombak memperlihatkan gelombang yang besar pada rambut karena dikeriting dengan gelombang yang besar atau rambut bergelombang asli. Rambut keriting adalah rambut yang berbentuk

(32)

keriting kecil atau sedang karena hasil pengeritingan atau keriting asli (Bariqina dan Ideawati, 2001).

2.6.3 Jenis-jenis rambut

a. Jenis rambut menurut morfologinya, yaitu:

1. Rambut velus

Rambut velus adalah rambut yang sangat halus dengan pigmen sedikit.

Rambut ini terdapat di seluruh tubuh kecuali pada bibir, telapak tangan dan kaki.

2. Rambut terminal

Rambut terminal adalah rambut yang kasar dan tebal serta berpigmen banyak. Terdapat pada bagian tubuh tertentu, seperti kepala, alis, bulu mata, dan ketiak (Putro, 1998).

b. Jenis rambut menurut sifatnya, yaitu:

1. Rambut berminyak

Jenis rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang bekerja secara berlebihan sehingga rambut selalu berminyak. Rambut berminyak kelihatan mengkilap, tebal, dan lengket.

2. Rambut normal

Rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang memproduksi minyak secara cukup. Rambut normal lebih mudah pemeliharaannya serta tidak terlalu kaku sehingga mudah dibentuk menjadi berbagai jenis model rambut.

3. Rambut kering

Jenis rambut ini tampak kering, mengembang, dan mudah rapuh. Hal ini karena kandungan minyak pada kelenjar lemaknya sedikit sekali akibat kurang

(33)

c. Jenis rambut berdasarkan teksturnya, yaitu:

Tekstur rambut adalah sifat-sifat rambut yang dapat ditentukan dengan penglihatan, perabaan atau pegangan. Pengertian ini meliputi sifat-sifat rambut sebagai berikut:

1. Kelebatan rambut

Secara praktis kelebatan rambut dapat ditentukan dengan melihat banyaknya batang rambut yang tumbuh dikulit kepala.

2. Tebal halusnya rambut

Tebal halusnya rambut ditentukan oleh banyaknya zat tanduk dalam kulit rambut. Pada umumnya, rambut yang berwarna hitam dan coklat lebih tebal daripada rambut merah atau pirang.

3. Kasar licinnya permukaan rambut

Kasar licinnya permukaan rambut ditentukan melalui perabaan.

Permukaan rambut dikatakan lebih kasar jika sisik-sisik selaput rambut tidak teratur rapat satu dengan yang lainnya.

4. Kekuatan rambut

Sifat ini tergantung pada banyaknya dan kualitas zat tanduk dalam rambut.

Kekuatan rambut dapat diketahui dengan cara meregangkan rambut sampai putus dibandingkan dengan daya yang diperlukan untuk memutuskan rambut.

5. Daya serap rambut

Selaput rambut yang sisik-sisiknya terbuka dan zat tanduk yang keadaannya kurang baik akan meningkatkan daya serap rambut. Rambut di puncak memiliki daya serap terbaik (Bariqina dan Ideawati, 2001).

(34)

2.6.4 Fisiologi rambut

2.6.4.1 Pertumbuhan rambut

Rambut dapat tumbuh dan bertambah panjang. Hal ini disebabkan karena sel-sel daerah matrix/umbi rambut secara terus menerus membelah. Rambut mengalami proses pertumbuhan menjadi dewasa dan bertambah panjang lalu rontok dan kemudian terjadi pergantian rambut baru. Inilah yang dinamakan siklus pertumbuhan rambut (Rostamailis, dkk., 2008).

Pertumbuhan rambut mengalami pergantian melalui 3 fase, yaitu:

1. Fase anagen (fase pertumbuhan)

Fase anagen adalah fase pertumbuhan rambut ketika papil rambut terus membentuk sel rambut secara mitosis. Fase anagen berlangsung 2-5 tahun.

2. Fase katagen (fase istirahat)

Fase ini berlangsung hanya beberapa minggu. Selama fase istirahat, rambut berhenti tumbuh, umbi rambut mengkerut dan menjauhkan diri dari papil rambut, membentuk bonggol rambut, tetapi rambut belum rontok.

3. Fase telogen (fase kerontokan)

Fase ini berlangsung lebih kurang 100 hari. Ketika rambut baru sudah cukup panjang dan akan keluar dari kulit, rambut lama akan terdesak dan rontok.

Pada akhir fase ini, folikel rambut beralih ke fase anagen secara spontan (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.7 Rambut Uban

Rambut uban tidak tumbuh dengan sendirinya. Batang rambut menerima

(35)

oksigen mengakibatkan susunan rambut menjadi tidak baik dan mempengaruhi pembentukan melanin rambut sehingga terbentuk rambut uban. Munculnya uban dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Yang termasuk faktor eksternal ialah antara lain gaya hidup. Perokok aktif cenderung lebih banyak mengalami perubahan warna rambut atau beruban lebih cepat dibandingkan yang tidak merokok. Faktor lainnya yang dapat menyebabkan uban dini ialah penggunaan minyak dan cat rambut yang tidak hanya mengenai rambut, tetapi juga meresap ke dalam pori-pori kulit kepala. Zat-zat kimia yang terkandung dalam minyak dan cat rambut memengaruhi kesehatan rambut dan produksi pigmen melanin sehingga mempercepat terjadinya uban. Sebagai faktor internal yaitu faktor genetik yang merupakan penyebab yang paling umum munculnya uban pada usia muda.

Terjadinya uban dini diatur secara genetik; jika orang tua mengalami uban dini, kemungkinan besar hal ini akan menurun pada anak-anaknya (Sinaga, dkk., 2012).

2.8 Pewarnaan Rambut

Warna rambut manusia bermacam-macam, tergantung pada jenis pigmen yang terdapat di dalam korteks rambut. Ketika usia semakin lanjut maka warna rambut semakin memutih, karena mulai kehilangan pigmen yang disebabkan oleh menurunnya fungsi melanosit dan menurunnya aktivitas tirosin (Putro, 1998).

Menurut Ditjen POM (1985), Pewarnaan rambut dapat dilakukan dengan berbagai cara, menggunakan berbagai jenis zat warna baik zat warna alam maupun sintetik.

(36)

Pewarnaan rambut dapat dibedakan menjadi:

1. Pewarnaan berdasarkan daya lekat zat warna.

2. Pewarnaan berdasarkan proses sistem pewarnaan (Ditjen POM, 1985).

2.8.1 Pewarnaan berdasarkan daya lekat zat warna 2.8.1.1 Pewarna rambut temporer

Pewarna rambut temporer bertahan pada rambut untuk waktu yang singkat, hanya sampai pada pencucian berikutnya. Pewarna ini melapisi kutikula rambut tetapi tidak berpenetrasi ke dalam korteks rambut karena molekul- molekulnya terlalu besar (Dalton, 1985).

Jenis sediaan pewarna rambut yang digunakan untuk pewarnaan rambut temporer meliputi bilasan warna, sampo warna termasuk juga kombinasinya dengan bilasan warna, krayon rambut, dan semprot pewarnaan rambut (Ditjen POM, 1985).

2.8.1.2 Pewarna rambut semipermanen

Pewarna rambut semipermanen adalah pewarna rambut yang memiliki daya lekat tidak terlalu lama, daya lekatnya ada yang 4-6 minggu, ada juga 6-8 minggu. Pewarnaan rambut ini masih dapat tahan terhadap keramas, tetapi jika berulang dikeramas, zat warnanya akan luntur juga (Ditjen POM, 1985).

Tujuan pemberian pewarna semipermanen selain untuk menyegarkan warna rambut yang kusam, dapat pula digunakan saat pewarnaan permanen untuk mempertahankan kemilau rambut. Oleh sebab itu, rambut putih yang dicat hitam dengan jenis zat yang bersifat semipermanen ini secara perlahan-lahan, setelah 4-6 minggu, akan menguning kecoklatan dan akhirnya rambut akan kembali menjadi

(37)

2.8.1.3 Pewarna rambut permanen

Pewarna rambut permanen berpenetrasi ke dalam kutikula dan terdeposit pada korteks rambut. Pewarna rambut jenis ini memiliki daya lekat yang jauh lebih lama sehingga tidak luntur karena keramas dengan sampo dan dapat bertahan 3-4 bulan (Ditjen POM, 1985).

Pewarnaan rambut permanen ini mempunyai daya lekat jauh lebih lama dan akan tetap melekat pada rambut hingga pertumbuhan rambut selanjutnya dan rambut yang kena cat dipotong, dilunturkan dengan proses pemucatan rambut atau dilunturkan menggunakan penghilang cat rambut (BPOM, 2008).

Pewarna permanen terdapat dalam berbagai bentuk dan macam, seperti krim, jeli, dan cairan. Bahan pewarna ini meliputi campuran zat warna nabati dengan zat warna senyawa logam, zat warna derivat fenol seperti pirogalol, dan zat warna amino seperti orto atau para diaminobenzen, aminohidroksibenzen, dan meta disubstitusi fenilendiamin. Pewarna ini berguna untuk menutupi warna rambut putih, rambut beruban, serta rambut dengan warna asli untuk mendapatkan warna-warna yang mendekati warna asli menurut selera atau zaman (Bariqina dan Ideawati, 2001).

Susunan rambut atau berbagai macam tebal rambut akan mempengaruhi daya penyerapan cat. Pada umumnya, rambut halus lebih cepat dan lebih mudah menyerap cat dibanding rambut kasar dan tebal. Keadaan rambut yang kurang sehat, misalnya kutikula terbuka, akan cepat menyerap cat warna dalam jumlah yang lebih besar sehingga mengakibatkan warna tidak merata. Jenis rambut dengan kutikula yang sangat padat atau rapat dapat menolak peresapan pewarna

(38)

secara cepat sehingga memerlukan waktu olah yang lebih lama (Bariqina dan Ideawati, 2001).

Di dalam proses pewarnaan rambut, yang perlu diperhatikan adalah jangan langsung mengeramasi rambut yang baru saja diberi warna karena dapat mengakibatkan berkurangnya kemilau rambut dan bahkan dapat menghilangkan warna rambut tersebut. Penggunaan sampo dan conditioner jenis tertentu sangat baik untuk rambut yang telah diwarnai (Bariqina dan Ideawati, 2001).

Mekanisme penempatan zat warna dari ketiga jenis pewarna rambut di atas yang diilustrasikan pada sehelai rambut dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut:

a b c

Gambar 2.6 Deposit zat warna pada proses pewarnaan rambut (Mitsui, 1997).

Keterangan:

a = pewarna rambut temporer b = pewarna rambut semipermanen c = pewarna rambut permanen

2.8.2 Pewarnaan berdasarkan proses sistem pewarnaan

Berdasarkan proses sistem pewarnaan, pewarna rambut dibagi 2 golongan, yaitu pewarna rambut langsung dan pewarna rambut tidak langsung (Ditjen POM, 1985).

(39)

2.8.2.1 Pewarna rambut langsung

Sediaan pewarna rambut langsung telah menggunakan zat warna, sehingga dapat langsung digunakan dalam pewarnaan rambut tanpa terlebih dahulu harus dibangkitkan dengan pembangkit warna, pewarna rambut langsung terdiri dari:

1. Pewarna rambut langsung dengan zat warna alam 2. Pewarna rambut langsung dengan zat warna sintetik

Zat warna alam meliputi bahan warna nabati, ekstrak, sari komponen warna bahan nabati. Sedangkan zat warna sintetik berdasarkan pola warna komponen warna bahan nabati (Ditjen POM, 1985).

2.8.2.2 Pewarna rambut tidak langsung

Pewarna rambut tidak langsung disajikan dalam dua komponen yaitu masing-masing berisi komponen zat warna dan komponen pembangkit warna.

Pewarna rambut tidak langsung terdiri dari:

1. Pewarna rambut tidak langsung dengan zat warna senyawa logam 2. Pewarna rambut tidak langsung dengan zat warna oksidatif.

Dalam hal ini peranan pewarna rambut ditentukan oleh jenis senyawa logam dan jenis pembangkit warnanya. Jenis senyawa logam yang digunakan misalnya tembaga (II) sulfat, zat pembangkitnya misalnya pirogalol (Ditjen POM, 1985).

2.9 Uji Iritasi

Sebagian besar zat yang terkandung dalam pewarna rambut merupakan iritan kulit. Uji keamanan produk kosmetika dilakukan pada panel manusia untuk

(40)

menetapkan apakah produk kosmetika itu memberikan efek toksik atau tidak (Ditjen POM, 1985).

Untuk mencegah terjadinya reaksi iritasi terhadap produk pewarna rambut, perlu dilakukan uji iritasi terhadap sukarelawan. Uji iritasi ini dapat dilakukan dengan mengoleskan sediaan pewarna rambut pada lengan bawah bagian dalam atau bagian belakang telinga dan dibiarkan selama 24 jam untuk kemudian diamati apakah terjadi reaksi iritasi (Scott, dkk., 1976).

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Farmasetika Dasar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, meliputi pengumpulan sampel, identifikasi sampel, pengolahan sampel, pembuatan ekstrak, pembuatan formula, dan evaluasi sediaan.

3.1 Alat- alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca listrik, blender, spatula, batang pengaduk, cotton buds, kertas perkamen, gunting, tisu gulung, rotary evaporator, lemari pengering, waterbath, dan alat – alat gelas yang diperlukan.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kayu jambu mete, pirogalol, tembaga (II) sulfat, xanthan gum, air, shampoo dan rambut uban.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah kulit kayu jambu mete (Anacardium occidentale L.) yang diambil dari Desa Hamparan Perak, Kelurahan Dusun IV, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

(42)

3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanese (MEDA) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3.3.3 Pengolahan sampel

Sebanyak 2,5 kg kulit kayu jambu mete (Anacardium occidentale L.) disortasi, dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan di lemari pengering hingga kering dan rapuh. Ditimbang berat keringnya yaitu 950 gram, lalu kulit kayu diserbukkan sampai halus dengan menggunakan blender dan disimpan dalam wadah tertutup rapat.

3.3.4 Pembuatan ekstrak kulit kayu jambu mete

Ekstraksi kulit kayu jambu mete (Anacardium occidentale L.) dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol 96%.

Cara kerja:

Sebanyak 500 gram serbuk simplisia kulit kayu jambu mete dimasukkan ke dalam bejana kemudian ditambah dengan etanol 96% sebanyak 3,75 L , ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sesekali diaduk.

Setelah 5 hari campuran tersebut diserkai, diperas, kemudian ampasnya dicuci dengan etanol 96% sebanyak 1,25 L, filtrat dimasukkan dalam bejana dan disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, kemudian dienap tuangkan (Ditjen POM, 1979). Seluruh maserat digabung dan dipekatkan dengan

(43)

bantuan alat rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari 40°C dan sisa pelarut ekstrak dikentalkan dengan waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental.

3.4 Pembuatan Formula

3.4.1 Orientasi perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban

Formula yang dipilih berdasarkan formula standar yang terdapat pada Formularium Kosmetika Indonesia (1985) seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Formula standard

Komposisi Coklat muda Coklat tua Hitam

Serbuk inai 30 83 73

Pirogalol 5 10 15

Tembaga (II) Sufat 5 7 12

Dari tabel formula standar diatas, maka dibuat formula orientasi untuk menentukan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat yang akan digunakan dalam formula sediaan pewarna rambut yang dibuat, dengan catatan bahwa konsentrasi pirogalol tidak lebih dari 5% (Ditjen POM, 1985) seperti pada Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Formula orientasi

Komposisi I II

Zat warna kulit kayu jambu mete 5 5

Pirogalol 1 2

Tembaga (II) Sulfat 1 2

Air (ml) 100 100

(44)

Prosedur orientasi :

Dua ikat rambut uban masing-masing direndam di dalam pewarna rambut dengan variasi konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat selama 4 jam kemudian di cuci lalu diamati warna yang dihasilkan.

Orientasi diatas menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan pada formula I (konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 5%, pirogalol 1% dan tembaga (II) sulfat 1%) sudah memberikan warna hitam, sehingga dipilih formula I untuk diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut dengan penambahan xanthan gum 0,5 % sebagai pengental.

3.4.2 Orientasi pengamatan perubahan warna rambut uban dengan berbagai perlakuan

Setelah didapatkan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat yang akan digunakan, selanjutnya dilakukan lagi orientasi terhadap rambut uban dengan penambahan masing-masing bahan dalam sediaan pewarna rambut sebagai berikut:

a. Rambut uban

b. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5%

c. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1%

d. Rambut uban direndam dalam tembaga (II) sulfat 1%

e. Rambut uban direndam dalam xanthan gum 0,5%

f. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%

g. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + xanthan gum 0,5%

h. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% +

(45)

i. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + xanthan gum 0,5%

j. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + tembaga (II) sulfat 1%

k. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 0,5%

l. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 0,5%

m. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1% + xanthan gum 0,5%

n. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%

o. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1 % + xanthan gum 0,5%

3.4.3 Formula pewarna rambut dengan berbagai konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete

Dari hasil orientasi yang dilakukan, kemudian dibuat formula pewarna rambut dengan variasi konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Formula pewarna rambut

Komposisi Formula (%)

A B C D

Zat warna kulit kayu

jambu mete (gram) 2,5 5 7,5 10

Pirogalol 1 1 1 1

Tembaga (II) sulfat 1 1 1 1

Xanthan gum 0,5 0,5 0,5 0,5

Air ad (ml) 100 100 100 100

Keterangan:

Formula A = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 2,5%, pirogalol 1%,

(46)

Formula B = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5%.

Formula C = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 7,5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5%.

Formula D = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 0,5%.

3.4.3.1 Prosedur pembuatan pewarna rambut

Pirogalol dicampurkan dengan tembaga (II) sulfat, zat warna kulit kayu jambu mete dan xanthan gum ke dalam lumpang, digerus homogen, ditambahkan air sedikit demi sedikit hingga 100 ml, kemudian dipindahkan massa ke dalam gelas beker.

3.4.3.2 Pewarnaan terhadap rambut uban

Empat ikat rambut uban dipotong dan dicuci dengan shampoo, dimasukkan ke dalam campuran bahan pewarna rambut, dilakukan perendaman selama 1-4 jam, satu ikat rambut diambil setiap jamnya untuk kemudian dicuci, dikeringkan, dan dipisahkan serta diamati warna yang terbentuk setiap 1 jam selama 4 jam.

3.5 Evaluasi

3.5.1 Pengamatan warna rambut secara visual

Pengamatan ini dilakukan terhadap masing-masing formula untuk tiap kali perendaman. Dari hasil percobaan yang dilakukan, ditentukan waktu perendaman yang optimal, yaitu dengan membandingkan hasil pewarnaan setelah 1 sampai 4

(47)

pewarnaannya dan warna tersebut diklasifikasikan menurut Natural Color Levels seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Natural Colours Levels (Dalton, 1985).

Keterangan:

Blonde = Pirang; Brown = Coklat; Black = Hitam; Light = Terang; Medium = Sedang; Dark = Gelap

3.5.2 Pengamatan stabilitas warna

Setelah dilakukan perendaman rambut uban didalam sediaan, dilakukan uji pengamatan stabilitas warna terhadap pencucian dan pemaparan sinar matahari.

3.5.2.1 Stabilitas warna terhadap pencucian

Uban yang telah diberi pewarna dengan perendaman selama 4 jam pada konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 5%, dicuci dengan menggunakan shampoo dan dikeringkan. Pencucian ini dilakukan sebanyak 15 kali pencucian, kemudian diamati apakah terjadi perubahan warna rambut setelah pencucian.

3.5.2.2 Stabilitas warna terhadap sinar matahari

Uban yang telah diberi pewarna dengan perendaman selama 4 jam pada konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 5%, dicuci bersih dibiarkan terkena sinar matahari langsung selama 5 jam mulai dari pukul 10.00-15.00 WIB, setelah itu diamati perubahan warnanya.

(48)

3.5.3 Uji biologis (uji iritasi)

Sukarelawan yang dijadikan sebagai panel dalam uji iritasi pada formula pewarnaan rambut adalah orang terdekat dan sering berada di sekitar pengujian sehingga lebih mudah diawasi dan diamati bila ada reaksi yang terjadi pada kulit yang sedang diuji dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM, 1985):

1. Wanita berbadan sehat, 2. Usia antara 20-30 tahun,

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan 4. Bersedia menjadi relawan

Prosedur kerja:

Kulit sukarelawan yang akan diuji dibersihkan dan dilingkari dengan spidol (diameter 3 cm) pada bagian belakang telinganya, kemudian pewarna rambut yang telah disiapkan dioleskan dengan menggunakan cotton buds pada tempat yang akan diuji dengan diameter 2 cm, lalu dibiarkan selama 24 jam dengan diamati setiap 4 jam sekali apakah terjadi eritema, papula, vesikula, dan edema. Bila terjadi eritema diberi tanda +, terjadi eritema dan papula diberi tanda ++, terjadi eritema, papula dan vesikula diberi tanda +++, terjadi edema dan vesikula diberi tanda ++++, dan bila tidak terjadi reaksi diberi tanda 0 (Scott, dkk., 1976; Ditjen POM, 1985).

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium Herbarium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara. Dapat dilihat di Lampiran 2 halaman 49.

4.2 Hasil orientasi perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban

Konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat ditentukan berdasarkan hasil orientasi seperti Gambar 3.1 berikut:

a b

Gambar 4.1 Hasil orientasi perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban

Keterangan:

a = Zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%

b = Zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 2% + tembaga (II) sulfat 2%

Gambar 4.1a menunjukkan bahwa rambut uban dalam formula yang mengandung zat warna kulit kayu jambu mete 5%, pirogalol 1%, dan tembaga (II) sulfat 1% dapat mengubah warna rambut dari warna putih menjadi hitam, rambut uban dalam formula yang mengandung zat warna kulit kayu jambu mete 5%,

(50)

pirogalol 2% dan tembaga (II) sulfat 2% juga mengubah rambut uban berwarna putih menjadi hitam, seperti pada gambar 4.1b. Konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat yang akan digunakan dalam formula pewarna rambut adalah 1% karena pada konsentrasi tersebut sudah memberikan warna hitam.

4.3. Hasil orientasi pengamatan perubahan warna rambut uban dengan berbagai perlakuan

Rambut uban yang digunakan berwarna putih (Gambar 4.2a). Hasil perendaman rambut uban dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% terjadi perubahan warna yaitu dari putih menjadi pirang sedang (Gambar 4.2b), dalam pirogalol 1% berwarna pirang sedang (Gambar 4.2c), dalam tembaga (II) sulfat 1% berwarna biru muda (Gambar 4.2d), dalam xanthan gum 0,5% rambut uban tetap putih (Gambar 4.2e), dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% berwarna hitam sedang (Gambar 4.2f), dalam pirogalol 1% + xanthan gum 0,5% berwarna pirang sedang (Gambar 4.2g), dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1% berwarna pirang terang (Gambar 4.2h), dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + xanthan gum 0,5% berwarna pirang sedang (Gambar 4.2i), dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + tembaga (II) sulfat 1% bewarna pirang gelap (Gambar 4.2j), dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 0,5% berwarna pirang gelap (Gambar 4.2k), dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% +xanthan gum 0,5% berwarna hitam sedang (Gambar 4.2l), dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1% + xanthan gum 0,5% berwarna pirang terang (Gambar 4.2m), dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%

(51)

pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 0,5% berwarna hitam (Gambar 4.2o).

Diperoleh hasil pewarnaan rambut uban dengan berbagai perlakuan menunjukkan bahwa perendaman rambut uban dalam zat warna kulit kayu jambu mete menghasilkan warna pirang sedang seperti pada Gambar 4.2b. Penambahan zat warna logam dan pembangkit warna (tembaga (II) sulfat dan pirogalol) dapat menghasilkan warna hitam terang yang dapat dilihat pada Gambar 4.2o.

Penggunaan zat warna senyawa logam dan pembangkit warna akan menghasilkan warna yang lebih kuat (Ditjen POM RI, 1985).

a b c d

e f g h

(52)

i j k l

m n o

Gambar 4.2 Orientasi penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban

Keterangan:

a. Rambut uban

b. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5%

c. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1%

d. Rambut uban direndam dalam tembaga (II) sulfat 1%

e. Rambut uban direndam dalam xanthan gum 0,5%

f. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%

g. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + xanthan gum 0,5%

h. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1%

i. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + xanthan gum 0,5%

j. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5%+

tembaga (II) sulfat 1%

k. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + tembaga (II) sulfat 1% +xanthan gum 0,5%

(53)

m. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1% + xanthan gum 0,5%

n. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%

o. Rambut uban direndam dalam zat warna kulit kayu jambu mete 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 0,5%

4.4 Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Zat Warna Kulit Kayu Jambu Mete dan Waktu Perendaman Terhadap Perubahan Warna Rambut Uban 4.4.1 Pengaruh perbedaan konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete

terhadap perubahan warna rambut uban

Hasil perendaman rambut uban yang dilakukan selama 4 jam dalam pewarna rambut dari masing-masing formula yang dibuat memberikan perubahan warna pada rambut uban seperti pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Data hasil pengamatan secara visual pengaruh konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete terhadap perubahan warna rambut uban

Variasi konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete dapat memberikan perbedaan warna rambut uban yang dihasilkan dari proses perendaman dalam waktu yang sama. Perendaman rambut uban dalam sediaan pewarna rambut dengan beberapa variasi konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete. Pewarnaan dengan formula A (konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 2,5 %) memberikan warna coklat sedang. Pewarnaan dengan formula B (konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 5%) memberikan warna hitam gelap. Pewarnaan dengan formula C (konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 7,5%) memberikan warna hitam terang. Pewarnaan dengan formula D (konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 10%) memberikan warna hitam terang.

No. Konsentrasi (%) Warna

1 2,5 Coklat sedang

2 5 Hitam gelap

3 7,5 Hitam terang

4 10 Hitam terang

(54)

A B C D

Gambar 4.3 Pengaruh konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam Keterangan:

A = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 2,5%

B = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 5%

C = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 7,5%

D = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 10%

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa perbedaan konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete mempengaruhi warna yang dihasilkan, dan warna yang dihasilkan sudah hitam pada konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 5%.

4.4.2 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap percobaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa lamanya waktu perendaman mempengaruhi hasil pewarnaan rambut uban seperti terlihat pada Gambar 4.4 dibawah ini yang di ambil dari formula B dengan konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 5%.

Perendaman rambut uban dalam sediaan pewarna rambut dilakukan selama 1-4 jam. Penentuan waktu perendaman ini berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa pewarnaan rambut uban terjadi secara bertahap hingga mencapai pewarnaan maksimal pada perendaman selama 4 jam yang dapat mengubah

(55)

Perendaman selama 1 jam mengubah warna putih menjadi warna hitam sedang, Perendaman selama 2 jam mengubah warna putih menjadi warna hitam sedang, dan pada perendaman 3-4 jam mengubah warna putih menjadi warna hitam gelap.

i ii iii iv

Gambar 4.4 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban Keterangan :

i : Perendaman selama 1 jam ii : Perendaman selama 2 jam iii : Perendaman selama 3 jam iv : Perendaman selama 4 jam

Tabel 4.2 Data hasil pengamatan secara visual pengaruh lama perendaman terhadap perubahan warna rambut uban

No. Formula Hasil pewarnaan pada lama perendaman (jam)

I II III IV

1 A Coklat terang Coklat terang Coklat sedang Coklat sedang 2 B Hitam sedang Hitam sedang Hitam gelap Hitam gelap 3 C Coklat sedang Coklat sedang Coklat gelap Hitam terang 4 D Coklat sedang Coklat sedang Hitam terang Hitam terang Keterangan :

A = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 2,5%

B = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 5%

C = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 7,5%

D = Konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete 10%

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa warna yang terbentuk dari tiap-tiap formula dimana dengan semakin lama waktu perendaman maka hasilnya semakin gelap, yakni terlihat pada formula A menghasilkan warna coklat terang pada perendaman

(56)

1-2 jam, dan coklat sedang pada perendaman 3-4 jam. Pada formula B menghasilkan warna hitam sedang pada perendaman 1-2 jam dan warna hitam gelap pada perendaman 3-4 jam. Pada formula C menghasilkan warna coklat sedang pada perendaman 1-2 jam, coklat gelap pada perendaman 3 jam dan hitam terang pada perendaman 4 jam. Pada formula D menghasilkan warna coklat sedang pada perendaman 1-2 jam, dan hitam terang pada perendaman 3-4 jam.

Dapat dilihat dari lama perendaman bahwa konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete terbaik untuk memperoleh warna hitam adalah pada konsentrasi 5%

hingga 7,5% . Semakin tinggi konsentrasi zat warna kulit kayu jambu mete maka warna yang dihasilkan akan semakin gelap hal ini disebabkan karna jumlah zat warna kulit kayu jambu mete lebih dominan memberikan warna.

Pencampuran zat warna kulit kayu jambu mete, pirogalol dan tembaga (II) sulfat dapat memperbaiki daya lekat warna pada rambut. Zat warna dapat menempel lebih kuat pada tangkai rambut, hal ini disebabkan karena molekul- molekul tersebut menembus kutikula dan masuk kedalam korteks rambut sehingga terjadi perubahan warna rambut (Ditjen POM RI, 1985).

Hasil pengamatan secara visual terhadap perendaman rambut uban diperoleh formula yang menghasilkan warna terbaik, yaitu formula B yang terdiri dari zat warna kulit kayu jambu mete 5%, pirogalol 1% , tembaga (II) sulfat 1%

dan xanthan gum 0,5%. Kemudian formula ini dilakukan untuk uji evaluasi stabilitas terhadap pencucian, pemaparan sinar matahari dan uji iritasi.

Gambar

Gambar 2.1 Struktur dasar tanin (Robinson, 1995).
Gambar 2.3 Struktur kimia xanthan gum (Rowe, dkk., 2009).
Gambar 2.4 Anatomi rambut (Putro, 1998).
Gambar 2.6  Deposit zat warna pada proses pewarnaan rambut (Mitsui, 1997).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam red B terhadap kualitas hasil pewarnaan pada batik kulit kayu Jomok menggunakan zat warna

„‟ Pengaruh Berat dan Waktu Kontak untuk Adsorpsi Timbal(II) oleh Adsorben dari Kulit Batang Jambu Biji (Psidium Guajava L.) Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan FMIPA

Konsentrasi asam sulfat (H 2 SO 4 ) yang berbeda selama proses hidrolisa pada limbah tongkol jagung memberikan hasil nilai densitias sambung silang yang berbeda pula, nilai

Berdasarkan hasil pengamatan pewarnaan kayu dan pengujian daya tahan warna menunjukkan bahwa semua tingkatan konsentrasi pewarna ekstrak limbah kulit kayu bakau mampu

Nilai kandungan zat ekstraktif kulit beberapa jenis kayu di kampus untuk air dingin yang terendah pada jati super (12,50%).. Hal ini wajar karena jenis ini merupakan jenis yang

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ ANALISIS KANDUNGAN ZAT PEMANIS, ZAT PEWARNA DAN ZAT PENGAWET PADA SELAI BUAH YANG TIDAK BERMEREK YANG DIJUAL DI

Beras analog adalah produk pangan menyerupai beras dengan kandungan gizi yang dapat melebihi komposisi zat gizi pada beras dengan berbahan tepung komposit dari tepung

Dari hasil pengujian fitokimia ekstrak kulit buah manggis dengan menggunakan pelarut metanol, etil asetat dan n-heksana memperlihatkan bahwa secara keseluruhan