• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SD ISLAM TERPADU (SDIT) IKHTIAR MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK DI SD ISLAM TERPADU (SDIT) IKHTIAR MAKASSAR"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER PESERTA DIDIK

DI SD ISLAM TERPADU (SDIT) IKHTIAR MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Program Studi Pendidikan

Agama Islam Fakultas Agama Islam Unismuh Makassar

IRWANDI 105 190 1386 11

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015 M / 1436 H

(2)
(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan penuh kesadaran penulis yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penyusunan sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagat, dibuatkan atau dibantu orang lain secara keseluruhan atau sebahagian maka skripsi dan gelar yang diperoleh batal demi hukum.

Makassar, 18 Ramadhah 1436 H

5 Juli 2015 M

Penulis

(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan tanda-tandaNya disetiap mahluknya serta menganugerahkan rahmat, hidayah, dan taufikNya sehingga Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Karakter Peserta didik di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar” ini dapat terselesaikan.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi sebagai suru tauladan dalam menjalankan kehidupan sehari- hari.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis sangat terbantu dengan dukungan, motivasi, bimbingan, kritik, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Bapak Ya‟qub dg.lewa dan Ibu Juhriah yang telah mengasuh dan memberikan dukungan baik moril maupun materil sejak kecil sampai sekarang.

(7)

2. Bapak Dr. H. Irwan Akib, M.Pd. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan bantuan dalam pengembangan kemampuan dan keterampilan kepemimpinan kepada penulis.

3. Bapak Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I. Dekan Fakultas Agama Islam beserta seluruh staf yang telah mengembangkan fakultas.

4. Ibu Amirah Mawardi, S.Ag, M.Si, dan Ibu DR. Hj. Maryam, M.Th.I selaku Ketua dan sekertaris Prodi Pendidikan Agama Islam yang senantiasa membantu penulis dalam persoalan akademik.

5. Ibu Dra. Hj. Nurhaeni. DS, M.Pd. selaku pembimbing I dan Bapak Ferdinan, S.Pd.I, M.Pd.I selaku pembimbing II, yang telah banyak mencurahkan perhatian dan bimbingannya hingga terselesainya penulisan dan penyusunan skripsi ini.

6. Bapak/ibu para dosen Fakultas Agama Islam Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala bimbingan dan mentransfer ilmu pengetahuan kepada penulis selama dibangku perkuliahan.

7. Ibu Masita Dasa, S.Sos., M.Pd.I selaku Kepala sekolah di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar beserta seluruh jajarannya yang telah membimbing selama melakukan penelitian serta seluruh responden yang telah memberikan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

(8)

8. Teman-teman seperjuangan Prodi Pendidikan Agama Islam terkhusus kelas D angkatan 2011 yang telah bersama-sama menjalani perkuliahan dengan suka dan duka.

Akhirnya harapan dan doa penulis semoga sumbangsih baik dalam bentuk moril maupun materil dari semua pihak mendapat ridha dari Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua serta bernilai ibadah disisiNya Insya Allah Amin Ya Rabbal Alamin.

Makassar, 18 Ramadhan 1436 H 5 Juli 2015 M

Penulis

IRWANDI 105190138611

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Persetujuan Pembimbing ... ii

Pernyataan Keaslian Skripsi ... iii

Kata Pengantar ... iv

Abstrak ...vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Kompetensi Guru PAI ... 7

B. Karakter Peserta didik ... 30

1. Pengertian Karakter Peserta didik ... 30

2. Ragam Karakter Peserta didik ... 34

C. Pengaruh Kompetensi Guru PAI Terhadap Pembentukan Karakter Peserta didik ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Jenis Penelitian ... 41

B. Lokasi dan Objek Penelitian ... 41

C. Variabel Penelitian ... 41

D. Definisi Operasional Variabel ... 42

E. Populasi dan Sampel ... 43

1. Populasi... 43

2. Sampel ... 44

F. Instrumen Penelitian ... 45

G. Teknik Pengumpulan Data ... 46

(10)

H. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 48

A. Gambaran Umum SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar ... 48

B. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar ... 66

C. Karakter Peserta didik di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar ... 74

D. Pengaruh Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Karakter Siswa di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar ... 79

BAB V PENUTUP ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran-saran ... 81

Daftar Pustaka 82

Lampiran 83

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Keadaan Populasi ... 44 Tabel 2 : Keadaan Sampel ... 45

Tabel 3 : Keadaan Guru dan Pegawai SDIT Ikhtiar

Makassar 2014/2015 ... 51 Tabel 4 : Keadaan Peserta didik SDIT Ikhtiar Makassar ... 52 Tabel 5 : Keadaan Sarana dan prasarana ... 54 Tabel 6 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden tentang

guru

PAI dalam hal penguasaan materi pada saat mengajar ... 67 Tabel 7 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden tentang

pemahaman materi yang disampaikan oleh guru PAI ... 68 Tabel 8 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden dalam

hal pengaturan kondisi kelas oleh guru PAI sebelum

memulai pelajaran ... 69 Tabel 9 : Daftar Distribusi frekuensi tanggapan responden dalam

hal komunikasi guru PAI dalam proses pembelajaran ... 70 Tabel 10 : Distribusi frekuensi tanggapan responden tentang

kerapian

guru PAI pada saat mengajar ... 71 Tabel 11 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden dalam

hal

guru PAI memberi salam sebelum memulai pelajaran... 71

(12)

Tabel 12 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden tentang ketepatan waktu guru PAI dalam pelaksanaan

pembelajaran ... 72 Tabel 13 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden dalam

hal pemberian bimbingan dalam berdo‟a oleh guru PAI

sebelum memulai pelajaran ... 73 Tabel 14 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden tentang

kedisiplinan peserta didik datang ke sekolah setiap hari ... 74 Tabel 15 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden tentang

pelaksanaan ibadah peserta didik setiap hari ... 75 Tabel 16 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden tentang

kerapian peserta didik setiap hari di sekolah ... 76 Tabel 17 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden tentang

rasa percaya diri peserta didik pada proses pembelajaran ... 76 Tabel 18 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden tentang

rasa hormat peserta didik terhadap guru dalam

pelaksanaan pembelajaran ... 77 Tabel 19 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden tentang

penyelesaian tugas peserta didik yang diberikan oleh

guru ... 78 Tabel 20 : Daftar distribusi frekuensi tanggapan responden tentang

Pengaruh kompetensi guru PAI terhadap pembentukan karakter peserta didik di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar 79

BAB I

(13)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Oleh karena itu pendidikan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam peranannya di masa yang akan datang. Kewajiban dalam menempuh pendidikan telah Allah jelaskan dalam Q.S. Al-„alaq (96): 1-5 ;

ۡۡأَشۡقٱ

ِۡۡب

ٌِۡ ۡعٱ

ۡ َلِّب َس ۡ يِزَّىٱ

ۡ

ۡ َقَيَخ

ٔ

ۡ َقَيَخ

َِۡ ََٰغِّ ۡلۡٱ

ٍۡقَيَػۡ ٍِِۡ ۡ

ٕ

ۡۡأَشۡقٱ

ۡ

ۡ َلُّب َس َٗ

ًُۡ َش ۡمَ ۡلۡٱ

ۡ

ٖ يِزَّىٱ

ِۡبٌََّۡيَػ ۡ

ٌَِۡيَقۡىٱ

ۡ

ٌََّۡيَػ ٗ

َِۡ ََٰغِّ ۡلۡٱ ۡ

ۡ ٌَۡي ۡؼٌَۡ ٌَۡىۡاٍَ ۡ

٘

Terjemahnya :

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. ( Departemen Agama RI, 2005:

597).

(14)

Pendidikan merupakan proses interaksi antara guru (pendidik) dengan peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang ditentukan. Pendidik, peserta didik dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk suatu triangle, yang jika hilang salah satunya, maka hilang pulalah hakikat pendidikan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (1997: 191) mendidik adalah pekerjaan profesional, karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan merupakan pendidik profesional.

Peranan guru sebagai pendidik profesional akhir-akhir ini mulai dipertanyakan eksistensinya secara fungsional. Hal ini antara lain disebabkan oleh munculnya serangkaian fenomena pada lulusan pendidikan yang secara moral cenderung merosot dan secara intelektual akademis juga kurang siap dalam memasuki lapangan kerja. Jika fenomena tersebut benar adanya, maka baik langsung maupun tidak langsung akan terkait dengan peranan guru sebagai pendidik yang

(15)

memiliki kompetensi sesuai yang diatur oleh undang-undang.

Dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan tidak bergantung kepada satu komponen saja misalnya guru, melainkan sebagai sebuah sistem kepada beberapa komponen antara lain berupa program kegiatan pembelajaran, murid, sarana dan prasarana pembelajaran, dana, lingkungan masyarakat, dan kepemimpinan kepala sekolah.

Namun semua komponen yang teridentifikasi di atas tidak akan berguna secara maksimal bagi peserta didik jika tidak didukung oleh keberadaan guru yang memiliki kompetensi. Sebuah ungkapan mengatakan bahwa “kualitas murid dapat dilihat dari kualitas guru yang mengajarkan”. Oleh karena itu guru merupakan komponen terpenting dalam peningkatan mutu pendidikan.

Sebagai seorang pendidik, guru bertugas mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan sikap yang baik kepada siswanya. Untuk melaksanakan tugasnya tersebut diperlukan berbagai kemampuan serta kepribadian. Sebab, guru juga dianggap

(16)

sebagai contoh oleh siswa sehingga ia harus memiliki kepribadian yang baik sebagai seorang guru.

Keberadaan guru, apalagi guru Pendidikan Agama Islam tidak bisa digantikan oleh sumber- sumber belajar yang lain. Hal ini karena guru Pendidikan Agama Islam tidak semata-mata berperan dalam kegiatan transfer of knowledge saja, tetapi juga berperan dalam kegiatan transfer of value. Dengan kata lain guru Pendidikan Agama

Islam dituntut untuk dapat menanamkan peranan bukan hanya sekedar melaksanakan proses transformasi ilmu, tetapi juga harus dapat melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, artinya guru juga harus dapat membentuk sikap dan perilaku peserta didiknya sebagai cerminan dari sikap dan perilaku yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Dengan keilmuan yang dimilikinya, guru membimbing anak didik dalam mengembangkan potensinya.

Dalam hal mewujudkan kepribadian peserta didik yang islami, guru harus memiliki kompetensi dari segi spiritual atau pengetahuan keagamaan.

(17)

Selain itu, guru harus mampu memberikan contoh terhadap pengamalan ajaran-ajaran agama Islam yang benar. Oleh karena itu tugas sebagai pendidik dalam Pendidikan Agama Islam sangatlah berat, tetapi sangatlah mulia. Dikatakan berat karena jabatan pendidik menuntut pengorbanan yang besar serta dediksi yang tinggi. Di samping itu, pendidik jugalah yang membimbing orang untuk mengetahui sesuatu yang tidak diketahui sebelumnya, membimbing orang bodoh menjadi pintar, orang yang semula dalam kegelapan menjadi terang menderang, dan seterusnya. Guru atau pendidik dalam Islam mengemban amanat bersama orangtua dalam melestarikan risalah Allah Swt. Guru adalah penerus misi kerasulan dan ahli waris para nabi.

Dalam proses pendidikan, kedudukan anak sangat penting. Dalam situasi pendidikan yang dialaminya, ia merupakan komponen yang hakiki. Peserta didik sebagai manusia yang belum dewasa merasa tergantung kepada pendidiknya, peserta didik merasa bahwa ia memiliki kekurangan-kekurangan tertentu, ia menyadari bahwa kemampuannya

(18)

masih sangat terbatas dibandingkan dengan kemampuan pendidiknya. Kekurangan ini membawanya untuk mengadakan interaksi antara pendidiknya dalam situasi pendidikan. Karakter yang perlu dibentuk adalah sikap kedisiplinan, rasa tanggungjwawab, toleransi dan sikap kejujuran.

Guru Pendidikan Agama Islam adalah guru yang bertanggungjawab mengajarkan nilai-nilai ajaran agama Islam kepada peserta didiknya yang meliputi bagaimana cara beribadah kepada Allah dengan benar, memahamkan nilai-nilai tauhid dan berakhlak dengan baik kepada orang tua dan sesama manusia. Pemahaman seperti ini sangat dibutuhkan peserta didik dalam kehidupannya.

Kompetensi yang paling penting dimiliki oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam adalah pemahaman yang baik dan benar terhadap ajaran agama Islam. Selain itu, Ia harus mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu keberhasilan pendidik dalam memberikan pendidikan dan pengajaran adalah ketika ia mampu memberikan contoh/ keteladanan yang baik bagi peserta didiknya.

(19)

Adapun gambaran umum kompetensi guru Pendidikan Agama Islam di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar adalah kemampuan dalam hal manejemen pembelajaran. Selain itu, memiliki pengetahuan yang baik dan benar tentang ajaran agama Islam dan hubungan sosial yang baik terhadap peserta didik, sesama guru dan lingkungan masyarakat.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti kemampuan atau kompetensi guru Pendidikan Agama Islam secara keseluruhan dan pengaruhnya terhadap pembentukan karakter peserta didik di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah : 1. Bagaimana Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam di SD Islam

Terpadu Ikhtiar Makassar ?

2. Bagaimana Karakter Peserta didik di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar ?

3. Apakah Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Berpengaruh Terhadap Pembentukan Karakter Peserta didik di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar ?

(20)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah ;

1. Untuk mengetahui kompetensi guru Pendidikan Agama Islam di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar.

2. Untuk mengetahui karakter peserta didik di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar.

3. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi guru Pendidikan Agama Islam terhadap pembentukan karakter peserta didik di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi orang tua dan masyarakat supaya dapat dijadikan sebagai bahan masukan tentang bagaimana pengaruh kompetensi guru Pendidikan Agama Islam dalam pembentukan karakter anak di tengah-tengah masyarakat.

2. Sebagai bahan kebijakan dan evaluasi bagi kepala sekolah dalam peningkatan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam di SD Islam Terpadu Ikhtiar Makassar.

(21)

BAB II Tinjauan Pustaka

A. Kompetensi Guru PAI

Secara harfiah, kompetensi berasal dari kata competence yang artinya kecakapan, kemampuan, dan wewenang. Adapun secara etimologi menurut Sutrisno, (2009:202) kompetensi diartikan sebagai dimensi perilaku keahlian atau keunggulan seorang pemimpin atau staf mempunyai keterampilan, pengetahuan, dan perilaku yang baik.

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal.

Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan.

Kompetensi bagi beberapa profesi menjadi persyaratan penting dalam menjalankan kerangka dan tujuan organisasi. Masalah kompetensi itu menjadi penting, karena kompetensi menawarkan suatu kerangka kerja organisasi yang efektif dan efisien dalam mendayagunakan sumber-sumber

(22)

daya yang terbatas. Adanya kompetensi dalam profesi termasuk tugas seorang pendidik sangat penting dalam hal mencapai tujuan pendidikan.

Menurut Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Bab I Pasal I ayat 10 ;

“Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.

Dalam undang-undang ini telah dijelaskan bahwa guru harus mampu memiliki, menghayati dan menguasai beberapa komponen untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik baik dari segi kognitif (pengetahuan), afektif (memiliki kepribadian), dan psikomotorik (memiliki keterampilan).

Kompetensi menurut Abdul Majid (2005: 44);

“adalah seperangkat tindakan inteligen penuh tanggungjawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan terentu”.

Oleh karena itu, guru yang memiliki kompetensi adalah guru yang memiliki kecerdasan emosional dan mampu bertanggungjawab dalam hal mengembangkan kemampuan dan bakat peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.

Spencer dalam Agung, (2007:123) mendefinisikan Kompetensi sebagai;

(23)

“karakteristik seseorang yang terkait dengan kinerja terbaik dalam sebuah pekerjaan tertentu. Karakteristik ini terdiri dari atas lima hal, antara lain motif, sifat bawahan, konsep diri, pengetahuan, dan keahlian”.

Menurut Boulter dan Hill dalam Sutrisno, (2009:203) mengatakan bahwa kompetensi adalah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu.

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah sebuah karakteristik yang dimiliki oleh seseorang untuk menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien.

Selanjutnya, Boyatzis dalam Hutapean (2008:4) berpendapat bahwa;

“pengertian kompetensi sebagai kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat orang tersebut mampu memenuhi apa yang disyaratkan oleh pekerjaan dalam suatu organisasi sehingga organisasi tersebut mampu mencapai hasil yang diharapkan”.

Darsono (2011:123) juga mengemukakan definisi kompetensi ialah perpaduan keterampilan, pengetahuan, kreativitas, dan sikap positif terhadap pekerjaan tertentu yang diwujudkan dalam kinerja. Oleh karena itu, kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan,

(24)

keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Selanjutnya, R. M. Guion dalam Uno ( 2011:78);

“ mendefinisikan kemampuan atau kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan cara-cara berperilaku atau berpikir, dalam segala situasi dan berlangsung terus dalam periode waktu yang lama”.

Dalam Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 10 ayat I menyatakan bahwa;

“kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.

a. Kompetensi Pedagogik

Dalam penjelasan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 10 ayat I bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan kemampuannya dan harus mampu melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran.

Menurut Asrorun Ni‟am (2006: 162 ) yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Hal ini sesuai dengan pengertian yang telah dijelaskan undang-undang. Kompetensi

(25)

ini meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Sedangkan menurut Mulyasa ( 2009: 75) kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang- kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Pemahaman wawasan / landasan kependidikan 2. Pemahaman terhadap peserta didik

3. Pengembangan kurikulum / silabus 4. Perancangan pembelajaran

5. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis 6. Pemanfaatan tekhnologi pembelajaran

7. Evaluasi Hasil Belajar (EHB)

8. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

b. Kompetensi Kepribadian

Dalam penjelasan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 10 ayat I bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa serta

(26)

menjadi teladan peserta didik. Oleh karena itu, guru dituntut harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/ tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru.

Menurut Mulyasa (2009: 117) kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada

umumnya.

c. Kompetensi Sosial

Dalam penjelasan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 10 ayat I bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/ wali peserta didik,

(27)

dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu dalam hal mengajar dan mendidik guru harus memahami dan menerapkan prinsip belajar humanistik yang beranggapan bahwa keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan yang ada pada diri peserta didik tersebut. Instruktur hanya bertugas melayani mereka sesuai kebutuhan mereka masing-masing. Kompetensi sosial yang dimiliki seorang guru adalah menyangkut kemampuan berkomunikasi degan peserta didik dan lingkungan yang menyangkut kemampuan berkomunikasi dengan peserta didik dan lingkungan mereka (seperti orang tua, tetangga, dan sesama teman).

Menurut Mulyasa (2009: 173) kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk :

1. Berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat

2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional

3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik; dan

4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Oleh karena itu, guru di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan dan merupakan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru harus memiliki kemampuan

(28)

sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para guru tidak akan mendapat kesulitan.

d. Kompetensi Profesional

Dalam penjelasan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 10 ayat I bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.

Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan tugasnya dengan baik harus mempunyai perencanaan dan pelaksanaan dalam proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.

(29)

Menurut Asrorun Ni‟am (2009: 199) kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi, pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar

nasional pendidikan. Adapun ruang lingkup kompetensi profesional sebagai berikut :

1. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya

2. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik

3. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya

4. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi

5. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan

6. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran

7. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik.

Oleh karena itu, keaktifan peserta didik harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana

(30)

yang dapat mendorong peserta didik untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil bekerja, belajar sambil mendengar, dan belajar sambil bermain, sesuai kontek materinya. Guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan. Misalnya, bagaimana menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, dan prinsip-prinsip lainnya.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tugas seorang guru sangatlah penting untuk membimbing peserta didik menjadi kader bangsa dan mencapai tujuan pendidikan. Hal sesuai dengan Firman Allah dalam Q.S. At-Taubah (9) : 122 :

ۡ َُاَمۡ اٍَ َٗ۞

َُُْۡ٘ ٍِ ۡؤَُۡىٱ

ۡ ٞتَفِئٓاَطۡ ٌٍُِّْٖۡۡۡ ٖتَق ۡشِفۡ ِّوُمۡ ٍِِۡ َشَفَّۡ َلَ َۡ٘يَفۡ ٗۚ تَّفٓاَمْۡاُٗشِفٍَِْى ۡ

ًِۡفْۡاَُّٖ٘قَفَخٍَِّى

ٌِِِّۡذىٱ

ۡ ٌَُّٖۡيَؼَىۡ ٌٍَِٖۡۡىِإْۡا ُٓ٘ؼَج َسۡاَرِإۡ ٌٍَُٖۡ َۡ٘قْۡاٗ ُسِزٍُِْى َٗ ۡ

ۡ َُٗ ُسَز ۡحٌَ

ٕٕٔ

Terjemahnya :

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. ( Depag. RI. 2005: 206).

(31)

Dalam ayat ini telah dijelaskan kewajiban seseorang untuk memperdalam ilmu pengetahuan yang dimiliki kemudian mengajarkannya kepada orang lain. Sama halnya bagi seorang guru harus memiliki banyak pengetahuan (menguasai materi pelajaran kemudian mengajarkannya kepada peserta didik.

Dalam hal mendidik, pendidik harus mampu memiliki kompetensi yang dapat menunjang keberhasilan dalam pembelajaran. Ketika guru memiliki kemampuan hanya 50 % maka maksimalnya juga siswa yang dihasilkan memiliki kemampuan tidak lebih dari itu.

Dalam Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Bab I Pasal I ayat I menjelaskan bahwa;

“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Oleh karena itu, tugas seorang guru tidak hanya sebatas mentransfer knowledge ( memberikan ilmu pengetahuan) kepada peserta didik, akan tetapi juga mampu mendidik, membimbing kearah yang lebih baik dan telah

(32)

disebutkan dalam undang-undang diatas seorang guru adalah tugas multifungsional (7 tugas utama).

Sedangkan guru menurut Muhaimin & Abdul Mujib, (1993: 44) adalah;

“orang dewasa yang bertanggungjawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu berdiri sendiri untuk memenuhi tugasnya sebagai hamba dan Khalifah Allah SWT dan mampu sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk hidup yang mandiri”.

Ahmad D. Marimba dalam Hasbullah (2009:

17) menyatakan bahwa pendidik ialah orang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik.

Sedangkan Dwi Nughroho Hidayanto, menginventarisasi bahwa pendidik itu meliputi orang dewasa, orang tua, guru, pemimpin masyarakat, dan pemimpin agama.

Dari kedua pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa tanggungjawab seorang pendidik cukup berat, maka predikatnya hanya dapat dipegang oleh orang dewasa. Untuk menjadi pendidik diperlukan berbagai persiapan seperti pendidikan calon pendidik di sekolah, pendidikan pemimpin dan sebagainya. Selain itu diharapkan dengan status kodrat dan sosialnya sanggup

(33)

mendidik orang lain, maksudnya memiliki kemampuan (kompetensi) untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik.

Menurut Pupuh Faturrohman (2011: 24);

“performance guru dalam mengajar dipengaruhi berbagai faktor, seperti tipe kepribadian, latar belakang pendidikan, pengalaman dan yang tak kalah penting adalah pandangan filosofis guru kepada murid”.

Dalam hal ini latar belakang pendidikan dan pengalaman belajar akan akan mempengaruhi potensi guru dalam mengajar. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru dapat terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Artinya guru bukan saja pintar, tetapi juga harus pandai mentransfer ilmunya kepada peserta didik.

Sebagai seorang pendidik, guru bertugas mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada siswanya. Untuk melaksanakan tugasnya tersebut diperlukan berbagai kemampuan serta kepribadian.

Sebab, guru juga dianggap sebagai contoh oleh siswa sehingga ia harus memiliki kepribadian yang baik sebagai seorang guru.

Menurut Tohirin (2011: 18);

(34)

“proses pembelajaran pada hakikatnya merupakan pelayanan khusus diperuntukkan bagi siswa (peserta didik). Proses pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam, sebenarnya menggunakan prinsip-prinsip umum proses pembelajaran yang dikemas secara islami”.

Komponen-komponen yang terlibat pun umumnya sama, yaitu mencakup tujuan, bahan, metode, alat, evaluasi, termasuk siswa dan gurunya. Karakteristik Pendidikan Agama Islam terletak pada tujuan, bahan, alat dan metode.

Karena dalam Pendidikan Agama Islam, komponen-komponen tersebut harus dilandasi oleh ajaran Islam.

Adapun pengertian Pendidikan Agama Islam menurut Abdurrahman an-Nahlawi dalam Tohirin (1989: 9); adalah penataan individual dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk taat pada Islam dan menerpakannya secara sempurna di dalam kehidupan individu dan masyarakat.

Sedangkan menurut Imam Bawani juga dalam Tohirin (1987: 9) bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani-rohani bedasarkan hukum-hukum Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

(35)

Oleh karena itu, dari beberapa pengertian yang berkaitan dengan kompetensi, guru dan Pendidikan Agama Islam dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru Pendidikan Agama Islam adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggungjawab dan layak yang mengajarkan peserta didik tentang nilai-nilai ajaran agama Islam. Dalam sebuah hadits disebutkan :

َۡثَّذَحٍۡهاٍَُِِْْْٖۡبُۡجاَّجَحۡاََْثَّذَح

ٍۡذَث ْشٍَُِْۡبُۡتَََقْيَػًِّۡ َشَبْخَأَۡهاَقُۡتَبْؼُشۡاَْ

ًَۡ ِض َسَُۡاََْثُػۡ َِْػًََِِّۡيُّغىاََِِْۡح َّشىاِۡذْبَػًِۡبَأَۡةَذٍَْبُػَِْۡبَۡذْؼَعُۡجْؼََِع

َْْۡػُۡ َّللَّا

ٔ

ٌََّۡيَؼَحۡ ٌٍَُِْْۡم ُشٍَْخَۡهاَقٌََّْۡۡيَع ٍََِْٗۡٔيَػُۡ َّللَّاۡىَّيَصًِِّۡبَّْىاۡ َِْػ ۡ

َُۡآ ْشُقْىا

ۡ َُاََْثُػِۡة َشٍِْإًِۡفََِِْۡح َّشىاِۡذْبَػُۡ٘بَأَۡأ َشْقَأ ََٗۡهاَقَََُّۡٔيَػ َٗ ۡ

ۡىَّخَح

َۡهاَقُۡجاَّجَحْىاَُۡاَم اَزَٕۡيِذَؼْقًٍََِّۡذَؼْقَأۡيِزَّىاۡ َكاَر َٗ ۡ

Terjemahnya :

“Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal Telah menceritakan kepada kami Syu'bah ia berkata, Telah mengabarkan kepadaku 'Alqamah bin Martsad Aku mendengar Sa'd bin Ubaidah dari Abu Abdurrahman As Sulami dari Utsman radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya." Abu Abdirrahman membacakan (Al Qur`an) pada masa Utsman hingga Hajjaj pun berkata, "Dan hal itulah yang menjadikanku duduk di tempat dudukku ini." (H.R.Bukhari )

(36)

Dalam hadits Rasulullah menjelaskan bahwasanya sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur‟an dan yang mengajarkannya.

Seorang guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki kompetensi dalam hal pemahaman terhadap ajaran agama yang bersumber dari Al- Qur‟an dan As-Sunnah, sehingga ia mampu mentransfer ilmu agama yang dimiliki termasuk memberikan contoh yang baik kepada peserta didiknya.

Dalam konteks Pendidikan Agama Islam terminologi kompetensi dasar bisa saja kita adopsi untuk memberikan nuansa lain dalam Pendidikan Agama Islam yang selama ini lepas dari tuntutan pasar dan terlalu ideal sehingga sulit untuk dicapai.

Karena Pendidikan Agama Islam tidak hanya berorientasi kepada khalk (vertikal) sebagai sumber dari segala ilmu pengetahuan, juga berorientasi kearah kehidupan sosial manusia yang semakin kompleks perkembangannya, serta orientasi ke arah alam sekitar yang diciptakan Allah untuk kepentingan manusia. Guru Pendidikan Agama Islam sangat berperan penting dalam hal

(37)

pencapaian tujuan pendidikan yaitu untuk membantu pembentukan akhlak mulia, persiapan untuk kehidupan dunia akhirat dan menumbuhkan ruh ilmiah ( scientific spirit) pada pelajaran dan memuaskan hati untuk mengetahui dan memungkinkan ilmu pendidikan islam mengkaji ilmu sebagai ilmu, serta menyiapkan peserta didik dari segi profesional, teknis dan kemampuan tertentu.

Menurut Uzer Usman dalam Abuddin Nata (2008: 156);

“mengemukakan bahwa pada umumnya tugas guru sebagai tenaga profesional, yaitu pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain”.

Dalam setiap pekerjaan maupun profesi, khususnya di bidang pendidikan pada lingkup sekolah, tenaga pendidikan utamanya guru tentu harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang dan tanggung jawabnya. Seorang guru yang memiliki kompetensi dalam profesinya akan dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik serta efisien, efektif, tepat waktu, dan sesuai dengan sasaran.

(38)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa;

“Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.

Menurut Arifin (2011: 38), guru yang dinilai kompeten, apabila:

1. Guru mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik- baiknya.

2. Guru mampu melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil 3. Guru mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan

sekolah

4. Guru mampu melaksanakan peranannya dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru.

Guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk menyongsong

(39)

pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya. Sehingga tidak salah jika kita menempatkan guru sebagai salah satu kunci pembangunan bangsa menjadi bangsa yang maju dimasa yang akan datang. Dapat dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya, bangsa dan negara ini akan tertinggal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian waktu tidak terbendung lagi perkembangannya. Seorang guru yang mendidik banyak siswa dan siswi di sekolah harus memiliki kompetensi.

Sebagai unsur yang pokok dalam lembaga pendidikan, guru sebagai pengajar diharapkan memiliki kompetensi sesuai dengan bidang ajarnya. Hal ini setidaknya berimplikasi pada kemudahan dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik yang berindikasi pada adanya kesenangan dan “sikap penasaran” dalam belajar.

Dengan demikian, secara internal motivasi siswa

(40)

akan timbul kegemaran untuk belajar dan senantiasa melatih dirinya untuk bersikap problem solving pada masalah-masalah yang dihadapi.

Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melakukan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional.

Abuddin Nata (2008: 156) menjelaskan bahwa;

“dalam diskusi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan yang diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung tahun 1990, dirumuskan 10 ciri suatu profesi, yaitu : (1) memiliki fungsi dan signifikan sosial; (2) memilki kehlian/

keterampilan tertentu; (3) keahlian/ keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah; (4) didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas; (5) diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama; (6) aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional; (7) memiliki kode etik;

(8) kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkungan kerjanya; (9) memikul tanggungjawab profesional dan otonomi; dan (10) ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya”.

Dalam Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Bab I Pasal I ayat 4 telah dijelaskan bahwa;

“profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”.

(41)

Dalam Undang-undang di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri profesionalisme seorang guru ada tiga:

Pertama, seorang guru yang profesional

harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Ia benar-benar seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkannya.

Selanjutnya karena bidang pengetahuan apa pun selalu mengalami perkembangan, maka seorang guru profesional juga harus terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang diajarkannya, sehingga tidak ketinggalan zaman.

Kedua, seorang guru yang profesional harus

memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya (transfer of kowladge) kepada murid-muridnya secara efektif

dan efisien.

Ketiga, seorang guru yang profesional harus berpegang teguh

kepada kode etik profesional. Kode etik di sini lebih dikhususkan lagi tekanannya pada perlunya memiliki akhlak yang mulia. Dengan akhlak yang demikian itu, maka seorang guru akan dijadikan seorang panutan, contoh, dan teladan.

(42)

Menurut Muhaimin dalam Mahmud (2011: 132) pendidik dalam Islam harus memiliki tiga kompetensi dasar, yaitu :

1. Kompetensi personal religius; kemampuan dasar menyangkut kepribadian agamis, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta didiknya. Misalnya kejujuran, keadilan, dan sebagainya. Nilai tersebut harus dimiliki oleh seorang pendidik untuk memudahkan mentransinternalisasikan ( pemindahan dan penghayatan nilai-nilai) terhadap anak didik.

2. Kompetensi sosial religius; kemampuan menyangkut kepedulian terhadap masala sosial sealaras dengan ajaran Islam, seperti tolong-menolong, gotong-royong, dan sebagainya.

3. Kompetensi profesional religius; kemampuan dasar menyangkut kemampuan menjalankan tugasnya secara professional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.

Sedangkan menurut Munir dalam Hasbullah (2011: 24) syarat-syarat yang harus dimiliki seorang guru diantaranya :

1. Dewasa;

2. Sehat jasmani dan rohani;

(43)

3. Menguasai bidang yang diajarkan dan menguasai ilmu mendidik;

4. Berkepribadian muslim;

Menurut Muhibbin syah dalam Pupuh (2004:

45), adalah 10 kompetensi dasar yang harus dimiliki guru dalam upaya peningkatan keberhasilan belajar-mengajar, yaitu:

1. Menguasai bahan,

2. Mengelola program belajar mengajar 3. Mengelola kelas

4. Menggunakan media atau sumber belajar 5. Menguasai landasan-landasan kependidikan 6. Mengelola interaksi belajar-mengajar

7. Menilai prestasi siswa untuk pendididikan dan pengajaran

8. Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.

9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.

10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil pendidikan guna keperluan pengajaran.

Muhammad Ali dalam Mahmud (2011: 46), mengemukakan tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang memiliki jabatan guru. Ada tiga macam kompetensi guru, yaitu :

1. Kompetensi Pribadi

(44)

2. Kompetensi mata pelajaran, yakni mempunyai pengetahuan yang memadai tentang mata pelajaran yang dipegangnya

3. Kompetensi profesional

Namun, jika pengertian kompetensi guru tersebut dikaitkan dengan Pendidikan Agama Islam yakni pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama dalam mencapai ketentraman batin dan kesehatan mental pada umumnya. Agama Islam merupakan bimbingan hidup yang paling baik, pencegah perbuatan salah dan munkar yang paling ampuh, pengendali moral yang tiada taranya. Maka kompetensi guru Pendidikan Agama Islam adalah kewenangan untuk menentukan Pendidikan Agama Islam yang akan diajarkan pada jenjang tertentu di sekolah tempat guru itu mengajar.

Guru Pendidikan Agama Islam berbeda dengan guru-guru bidang studi lainnya. Guru Pendidikan Agama Islam di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu menyampaikan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pengajaran dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan

(45)

kepribadian, pembinaan akhlak serta menumbuh kembangkan keimanan dan ketaqwaan para peserta didik. Kemampuan guru khususnya guru Pendidikan Agama Islam tidak hanya memiliki keunggulan pribadi yang dijiwai oleh keutamaan hidup dan nilai-nilai luhur yang dihayati serta diamalkan. Namun seorang guru Pendidikan Agama Islam hendaknya memiliki kemampuan pedagogik atau hal-hal mengenai tugas-tugas kependidikan seorang guru agama tersebut.

Muhammad Athiyah dalam Mahmud, (2011: 133) menjelaskan kode etik seorang pendidik dalam Islam. Kode etik pendidik yang dikembangkan dalam Pendidikan Islam berkisar pada penekanan pentingnya peran pendididik dalam membantu mengembangkan kemampuan anak didik. Guru Pendidikan Agama Islam harus memiliki karakter, yaitu:

1. Mempunyai watak kebapakan sehingga ia dapat menyayangi anak didiknya seperti anaknya sendiri;

2. Mempunyai keahlian dalam menyelenggarakan komunikasi aktif dengan anak didiknya;

3. Memperhatikan kemampuan dan kondisi anak didik;

(46)

4. Memperlakukan semua anak didik dengan cara yang sama;

5. Mempunyai kompetensi keadilan, kesucian, dan kesempurnaan;

6. Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya, tidak banyak menuntut hal di luar kewajibannya;

7. Dalam mengajar selalu menggunakan pola interagted curriculum atau keterpaduan antara satu materi dengan materi lainnya;

8. Memberi bekal materi/ ilmu yang bersifat furuistik kepada anak didiknya dalam mengarungi masa depannya;

9. Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat, tanggungjawab, dan mampu mengatasi problema anak didik serta mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Sedangkan menurut Nashih ulwan juga dalam Mahmud (1992: 134), guru Pendidikan Agama Islam hendaknya memiliki sifat-sifat, yaitu:

1. Ikhlas;

2. Takwa;

3. Berilmu;

4. Penyantun dan pemaaf 5. Merasa bertanggung jawab.

Oleh karena itu, tanggungjawab menjadi seorang guru dalam mengajarkan nilai-nilai agama Islam sangat berat, akan tetapi sangat mulia. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Fussilat (41): 33 :

(47)

ٍَِۡۡ َٗ

ۡىَىِإۡٓاَػَدٍََِِّّۡۡ لَ َۡ٘قَُِۡغ ۡحَأ ۡ

َِّۡللَّٱ

ًٍََِِِِّّْۡۡإَۡهاَق َٗۡا حِي ََٰصَۡوََِػ َٗ ۡ

ٍََِِِۡي ۡغَُۡىٱ

ۡ

ٖٖ

Terjemahnya :

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:

Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”.

(Depag. RI. 2005: 480).

Oleh karena itu, guru Pendidikan Agama Islam kedudukannya sangat dihargai dan sangat tinggi karena ilmu pengetahuannya. Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berpikir dan menganalisa masalah-masalah yang berkaitan dengan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik.

Untuk melaksanakan tugas sebagai guru Pendidikan Agama Islam hendaklah bertolak pada kaidah amar ma‟ruf wa nahyu anil munkar, yakni menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat kegiatan dalam mengajar.

Kekuatan yang dikembangkan oleh pendidik sendiri adalah individualitas, sosial, dan moral (nilai-nilai agama dan moral).

Dengan demikian, maka tanggungjawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd. al-Rahman al-Nahlawi dalam Pupuh (2011: 122);

“adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari‟atnya, mendidik diri untuk beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, dan saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan, beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran”.

Firman Allah dalam Q.S An-Nahl (16): 125 ;

(48)

ُۡعۡدٱ

ِۡبۡ َلِّب َسۡ ِوٍِبَعۡ َٰىَىِإ ۡ

ِۡتََ ۡن ِحۡىٱ

َۡٗ ۡ

ِۡتَظِػ ََۡ٘ۡىٱ

ۡ ِتََْغَحۡىٱ ۡ

ِۡبٌُٖۡۡىِذ ََٰج َٗ ۡ

ًِخَّىٱ

َُِّۡإۡ َُِٗۚغ ۡحَأۡ ًَِٕ ۡ

ِِۡٔيٍِبَعَِۡػَّۡوَضََِِۡبٌَُۡي ۡػَأۡ َُٕ٘ۡ َلَّب َس ۦ

ِۡبٌَُۡي ۡػَأۡ َُٕ٘ َٗ ۡ

ٌَِِۡذَخ َُٖۡۡىٱ

ۡ

ٕٔ٘

Terjemahnya :

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Depag. RI, 2005; 145).

Dalam ayat ini dijelaskan karaktek seorang guru dalam hal menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik yaitu dengan menyampaikan secara baik dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai sehingga mudah untuk dipahami.

B. Karakter Peserta Didik 1. Pengertian Karakter Peserta Didik

Menurut Ryan dan Bohlin dalam Abdul Majid (2012: 11), karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan ( knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Dalam pendidikan karakter seringkali dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik. Dengan demikian, pendidikan karakter adalah sebuah upaya untuk membimbing perilaku manusia menuju standar- standar baku.

(49)

Dalam kamus Poerwadarminta juga dalam Abdul majid ( 2012: 11) menyatakan bahwa karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sedangkan menurut Hornby dan Parnwell dalam Ahmad (2011: 5), karakter adalah kualitas mental atau moral, nama, atau reputasi. Oleh karena itu, karakter baik dimanifestasikan dalam kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari, pikiran baik, hati baik, dan tingkah laku baik.

Menurut Abdul Majid dan Dian Handayani (2012:

12), karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal yang memang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang. Hal-hal yang sangat abstrak yang ada pada diri seseorang.

Adapun makna berkarakter menurut Ulil Amri (2012: 7) adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Jadi, dapat dikatakan bahwa individu yang berkarakter adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Allah Swt.

(50)

Menurut Bower juga dalam Ahmad (2011:

24);

“karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati- hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/ gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis, sportif, tabah, terbuka, tertib.

Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakter adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (Pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya)”.

Mengenai kondisi karakter anak didik dari segi unsur psikis dapat dipahami melalui informasi yang bersumber dari keterangan agama wahyu.

Agama wahyu menginformasikan bahwa yang mencetak manusia adalah Allah, Tuhan Pencipta langit dan bumi beserta yang ada di dalamnya, termasuk manusia. Allah menciptakan manusia dengan memiliki fitrah. Allah berfirman dalam Q.S.

Ar-rum (30): 30:

(51)

ٌِۡۡقَأَف

ۡ َث َش ۡطِفۡ ٗۚا فٍَِْحۡ ٌِِِّذيِىۡ َلَٖ ۡج َٗ ۡ

َِّۡللَّٱ

ًِخَّىٱ ۡ

ۡ َشَطَف ۡ

َۡطاَّْىٱ

ۡ ِقۡيَخِىۡ َوٌِذۡبَحۡ َلَۡ ٗۚاٍََٖۡيَػ ۡ

َِّۡٗۚللَّٱ

َۡلِىََٰر ۡ

ٌُِِّۡذىٱ

ٌٍَُِّۡقۡىٱ ۡ

ۡ َشَث ۡمَأَِِّۡنََٰى َٗ ۡ

ۡ ِطاَّْىٱ

ۡ َََُُ٘يۡؼٌَۡ َلَ ۡ

ٖٓ

Terjemahnya :

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.

Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;

tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Depag. RI. 2005:

407)”.

Dalil tersebut menjelaskan berkaitan dengan sifat dasar atau karakter seorang anak yang lahir sesuai fitrahnya, maka diperkuat dengan hadits Rasulullah Saw :

َۡأۡ َِْػٍِِۡٔبَأۡ َِْػِۡء َلََؼْىاۡ َِْػَّۡيِد ْس َٗا َسَّذىاًِْْۡؼٌَۡ ِضٌ ِضَؼْىاُۡذْبَػۡاََْثَّذَحٍۡذٍِؼَعُِْۡبُۡتَبٍَْخُقۡاََْثَّذَح

ًِۡب

ٍُُُّۡٔأُُۡٓذِيَحۡ ٍُاَغِّْإُّۡوُمَۡهاَقٌََّۡيَع ٍََِْٗۡٔيَػُۡ َّللَّاۡىَّيَصِۡ َّللَّاَۡهُ٘ع َسََُّۡأَۡة َشٌْ َشُٕ

ۡىَيَػ

ۡاَّاَمۡ ُِْئَفِِّۡٔاَغ ِّجٌََُ َِِّٗۡٔا َش ِّصٌَُْ َِِّٗۡٔاَدٌَُُِّٖ٘ۡذْؼَبُۡٓا ََ٘بَأ َِٗۡة َشْطِفْىا

ۡ َّلَِإٍَِْْْۡٔض ِحًِۡفُُۡاَطٍَّْشىاُۡٓ ُضُنْيٌٍَُُُّۡٔأُُۡٓذِيَحٍُۡاَغِّْإُّۡوُمٌٌِۡيْغََُفٍََِِِْۡيْغٍُ

اََْْٖبا ٌٌَََٗۡ ْشٍَ

Terjemahnya :

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz Ad Darawadri dari Al 'Ala dari bapaknya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai seorang yahudi, nasrani dan majusi (penyembah api). Apabila kedua orang tuanya muslim, maka anaknya pun akan menjadi muslim. Setiap

(52)

bayi yang dilahirkan dipukul oleh syetan pada kedua pinggangnya, kecuali Maryam dan anaknya (Isa)” (H.R. Muslim ).

Dalam penjelasan hadits tersebut, seorang anak ketika lahir mempunyai karakter atau sifat dasar dalam berTuhan dan beriman kepada Allah Swt, anak lahir dalam keadaan suci (fitrah) sebagaimana juga disebutkan dalam konsep teori “tabularasa” bahwa anak dilahirkan seperti kertas putih yang belum ada coretan tinta di dalamnya, maka beberapa penyebab karakter atau sifat dasar seorang anak berubah misalnya yang paling berpengaruh adalah lingkungan keluarga (orangtua), lingkungan masyarakat maupun dilingkungan formal (sekolah).

Penjelasan Al-Qur‟an juga mengungkapkan bahwa manusia terlahir membawa sifat dasar (karakter) dan potensi ketakwaan atau ketaatan, serta potensi kefasikan atau nafsu keburukan. Firman Allah dalam Q.S Asy-Syams (91): 7-10

ۡاََٰٖى ََّ٘عۡاٍَ َٗۡ ٖظۡفَّ َٗ

اََََٖٖۡىَأَف ٧

ۡاََٰٖى َ٘ۡقَح َٗۡإَ َسُ٘جُف ۡ ٨

ۡاََٰٖىَّم َصٍََِۡۡحَيۡفَأۡۡذَق ٩

ۡۡذَق َٗ

ۡاََٰٖىَّعَدٍَِۡۡ َباَخ ۡ

ٔٓ

Terjemahnya:

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (Depag. RI, 2005: 426).

(53)

Oleh karena itu, setiap elemen baik dari pihak keluarga (orangtua) maupun dari pihak sekolah (terutama guru) bertanggungjawab untuk menjaga fitrah dan membimbing peserta didik dalam menjaga nilai-nilai ketuhanan didalam dirinya termasuk dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari agar tidak melenceng dari ajaran syari‟at Islam.

2. Ragam Karakter Peserta Didik

a. Karakter Positif ( akhlaq al-karimah atau mahmudah).

Menurut Ulil Amri (2012: 75) karakter tersebut merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syariah Islam yang tercermin dalam berbagai amal, baik amal batin berupa dzikir, berdo‟a, maupun amalan lahir seperti kepatuhan pelaksanaan ibadah dan sikap tata karma berinteraksi dengan orang lain.

Berkaitan dengan akhlak mulia, maka Allah memuji Rasulullah dalam Q.S Al-Qolam (68): 4;

َۡؼَىۡ َلَِّّإ َٗ

ۡ ٌٍِٖظَػٍۡقُيُخۡ َٰىَي

ٗ

Terjemahnya:

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. ( Depag.

RI, 2005: 654).

(54)

Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan diutusnya Nabi Saw yaitu untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Rasulullah dinyatakan berakhlak mulia karena sikap dan ketaatannya pada ajaran yang terkandung dalam Al-Qur‟an.

Ketaatan beliau untuk menjadi bagian yang tak terpisahkan pada setiap suasana kehidupannya, sehingga jawaban Aisyah Ra. tentang akhlak beliau menjadi batasan ideal tentang pemaknaan seorang itu sempurna tidaknya akhlaq al- karimah-nya.

Ulil Amri (2012: 3) meyebutkan contoh-contoh karakter positif yang harus dimiliki peserta didik yaitu;

1. Religius yaitu sikap atau perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur yaitu perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.

3. Disiplin yaitu tindakan yang menunjukkan tertib dan patuh kepada berbagai ketentuan dan peraturan.

4. Peduli sosial yaitu sikap atau tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

(55)

5. Kerja keras yaitu perilaku yang menunjukkan upaya sungguh- sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung kepada orang lan dalam menyelesaikan tugas-tugas.

7. Bersahabat dan komunikatif yaitu tindakan yang memperlihatkan senang berbicara, bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.

b. Karakter Negatif (akhlaq al-madzmumah)

Menurut Ulil Amri (2012: 75) karakter ini merupakan sikap yang melekat pada diri berupa kebiasaan pelanggaran- pelanggaran kepada ketentuan dan aturan syari‟ah baik secara amalan batin seperti dengki, hasad, maupun amalan lahir seperti berzina, menyakiti orang lain, dan seterusnya.

Beberpa contoh karakter negatif antara lain : 1. Sifat malas

2. Suka berbohong

3. Tidak tepat waktu dalam mengerjakan berbagai hal, seperti terlambat datang ke sekolah

4. Melanggar tata tertib sekolah

5. Kurangnya sikap peduli terhadap sesama teman.

Dalam hal ini, untuk menjauhkan diri dari sikap dan perilaku negatif dengan tidak mengikuti langkah-langkah setan, Allah Swt berfirman dalam Q.S An-Nur (24): 21;

(56)

ۡاٌََُّٖأٌََٰٓ

ٌَِِۡزَّىٱ

ۡ ِث ََُٰ٘طُخْۡاُ٘ؼِبَّخَحۡ َلَْۡاٍَُْ٘اَء ۡ

ِِۡٗۚ ََٰطٍَّۡشىٱ

ۡ ِث ََُٰ٘طُخۡ ۡغِبَّخٌٍََِۡ َٗ ۡ

ِِۡ ََٰطٍَّۡشىٱ

َُِّّۡٔئَف ۡ

ِۡبۡ ُشٍُۡأٌَ ۥۡ

ِۡءٓاَش ۡحَفۡىٱ

ۡ

َۡٗ

ِۡٗۚشَنَُْۡىٱ

ۡ

Terjemahnya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang munkar”. ( Depag.

RI, 2005: 54).

C. Pengaruh Kompetensi Guru PAI Terhadap Pembentukan Karakter Peserta didik

Menurut Ahmad Juntika (2011: 12) pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan pendidikan, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Pendidik membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku pendidik, cara pendidik berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana pendidik bertoleransi, dan berbangsa hal terkait lainnya.

Karaktek yang perlu dibentuk oleh guru Pendidikan Agama Islam menurut Character Counts dalam Ulil Amri (2012: 43) ada 10 pilar yaitu:

(57)

1. Dapat dipercaya (trustworthiness);

2. Rasa hormat dan perhatian (respect);

3. Tanggungjawab (responsibility);

4. Jujur (fairness);

5. Peduli (caring);

6. Kewarganegaraan (citizenship);

7. Ketulusan (honesty);

8. Berani (courage);

9. Tekun (diligence);

10. Integritas.

Sedangkan menurut Ari Ginanjar dalam Ulil Amri (2012: 43) ada 7 karakter dasar yang perlu dibentuk yaitu:

1. Jujur;

2. Tanggungjawab;

3. Disiplin;

4. Visioner;

5. Adil;

6. Peduli;

7. Kerjasama.

Guru Pendidikan Agama Islam mempunyai kewajiban dalam hal menanamkan beberapa karakter kepada peserta didik. Adapun metode guru Pendidikan Agama Islam dalam hal pembentukan karakter siswa menurut Abdul Majid dan Dian Handayani ( 2012: 116) adalah konsep TADZKIRAH mempunyai makna :

T: Tunjukkan teladan;

A: rahkan ( berikan bimbingan);

D: dorongan ( berikan motivasi/

reinforcement);

Z: zakiyah ( murni/ bersih, tanamkan niat yang tulus);

(58)

K: kontinuitas ( sebuah proses pembiasaan untuk belajar, bersikap dan berbuat);

I : ingatkan;

R: repetisi (pengulangan);

A (O): organisasikan;

H: heart- hati (sentuhlah hatinya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Thahaa (20): 2- 3:

ۡ َل ٍَۡيَػۡاَْۡى َضَّأۡٓاٍَ

َُۡاَء ۡشُقۡىٱ

ۡ َٰٓىَق ۡشَخِى ۡ

ٕ

ۡ َٰىَش ۡخٌَََِِّۡىۡ ة َشِمۡزَحۡ َّلَِإ

ٖ

Terjemahnya:

“Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah.

Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)”. ( Depag. RI, 2005: 354).

Menurut Ahmad Tafsir (1992: 25) metode yang dapat digunakan guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk karaktek anak adalah:

1. Metode melalui teladan

Menurut Pupuh Faturrohman (2012: 63) metode suri teladan diartikan sebagai “ keteladanan yang baik”. Dengan adanya teladan yang baik, maka akan menumbuhkan hasrat orang lain untuk meniru atau mengikutinya, karena memang pada dasarnya dengan adanya contoh ucapan, perbuatan, dan contoh tingkah laku yang baik dalam hal apapun maka hal itu merupakan suatu amaliah yang

Referensi

Dokumen terkait

Hasil menunjukan berdasarkan Jendela Johari, Kuadran Terbuka dalam penyingkapan diri pelajar SMP dalam membuat status hubungan seperti berpacaran di Facebook dengan

Menurut wilkinson, selain terapi keluarga dan terapi kelompok, meningkatnya tingkat depresi pada lansia di panti wredha atau penampungan-penampungan yang bersifat

Naskah siap cetak dari 165 buku yang disediakan tahun 2016 telah diserahkan ke Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk selanjutnya diharapkan bisa dicetak

Kemudian dilakukan uji dengan Fisher Exact Test dan diperoleh Exact Test sebesar 0,668 yang berarti >0,05 sehingga tidak terdapat hubungan antara ADL dengan depresi pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara: 1) motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa, 2) disiplin belajar

Karya menumental lainnya yang terkait dengan konteks “temporer” adalah ketika Presiden sukarno sedang mendengungkan jargon politiknya yang disebut Genta Suara Revolusi

Latar Belakang: Harga diri tidak terbentuk dari lahir, tetapi dipelajari dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan

H UMUR 21 TAHUN G2P0A1 DARI KEHAMILAN DENGAN SUSPECT LETAK LINTANG, PERSALINAN DENGAN SUSPECT CPD, MASA NIFAS, BAYI BARU LAHIR, DAN KELUARGA BERENCANA DI