Buku Ajar
Aplikasi Periode Postpartum
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan;
iii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan fonogram yang telah dilakukan pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Buku Ajar
Aplikasi Periode Postpartum
Bina Melvia Girsang, S.Kep., Ns., M.Kep.
Buku Ajar
Aplikasi Periode Postpartum Bina Melvia Girsang, S.Kep., Ns., M.Kep.
Isi di luar tanggung jawab penerbitan dan percetakan Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit.
Anggota IKAPI: 020/SBA/20 PENERBIT INSAN CENDEKIA MANDIRI (Grup Penerbitan CV INSAN CENDEKIA MANDIRI) Perumahan Gardena Maisa, Blok F03, Nagari Koto Baru,
Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok Provinsi Sumatra Barat – Indonesia 27361
HP/WA: 0813-7272-5118 Website: www.insancendekiamandiri.co.id
www.insancendekiamandiri.com E-mail: [email protected]
Editor:
Tiya Arika Marlin Desainer:
Mifta Ardila Sumber:
www.insancendekiamandiri.co.id Penata Letak:
Tiya Arika Marlin Proofreader:
Tim ICM Ukuran:
x, 159 hlm., 14,8x21 cm ISBN:
978-623-348-115-1 Cetakan Pertama:
Juni 2021
Hak Cipta 2021, Bina Melvia Girsang, S.Kep., Ns., M.Kep.
D aftar I si
Prakata ... ix
BAB 1. MASA NIFAS Tujuan Pembelajaran ... 1
A. Pendahuluan ... 1
B. Tujuan Perawatan Masa Nifas ... 2
C. Pengkajian Masa Nifas ... 2
D. Pengkajian Perubahan Psikologis ... 29
Soal Latihan ... 35
Daftar Pustaka... 37
BAB 2. PERDARAHAN POSTPARTUM Tujuan Pembelajaran ... 41
A. Pendahuluan ... 41
B. Metode Pengukuran Estimasi Darah ... 42
Soal Latihan ... 48
Daftar Pustaka... 50
BAB 3. INFEKSI POSTPARTUM Tujuan Pembelajaran ... 51
A. Pendahuluan ... 51
B. Penyebab Infeksi Postpartum ... 55
C. Cara Mencegah Infeksi Postpartum ... 57
D. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Ibu Pada Masa Postpartum ... 58
Soal Latihan ... 64
Daftar Pustaka... 66
BAB 4. PERAWATAN LUKA PERINEUM
Tujuan Pembelajaran ... 69
A. Pendahuluan ... 69
B. Luka Perineum ... 70
C. Derajat Luka Perineum ... 71
D. Alat Ukur Proses Penyembuhan Luka Perineum ... 73
E. Intervensi Perawatan Perineum ... 79
Soal Latihan ... 84
Daftar Pustaka ... 86
BAB 5. MANAJEMEN LAKTASI Tujuan Pembelajaran ... 89
A. Pendahuluan ... 89
B. Manajemen Laktasi ... 90
C. Periode Manajemen Laktasi ... 91
D. Menyusui Dengan Posisi Yang Benar ... 96
E. Kriteria Produksi ASI Yang Cukup ... 98
F. Kecukupan ASI Pada Bayi ... 98
G. Ciri-Ciri Bayi Yang Kurang Mendapatkan ASI ... 99
F. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi ASI ...100
Soal Latihan ...108
Daftar Pustaka ...111
BAB 6. MENGENAL MASA SUBUR DAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI Tujuan Pembelajaran ...113
A. Pendahuluan ...113
B. Mnaajemen Laktasi ...114
C. Periode Manajemen Laktasi ...119
Soal Latihan ...133
Daftar Pustaka ...135
BAB 7. MENGENAL MASA SUBUR DAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI
Tujuan Pembelajaran ... 137
A. Pendahuluan ... 137
B. Adaptasi Postpartum ... 138
C. Determinan Depresi Postpartum ... 139
D. Gejala Depresi Postpartum ... 141
E. Penatalaksanaan Depresi Postpartum ... 142
Soal Latihan ... 152
Daftar Pustaka... 154
Tentang Penulis ... 159
P rakata
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan kasih dan karunia-Nya, Saya masih diberikan kesehatan dan kesempat- an untuk berkarya lewat Buku Ajar: Aplikasi Periode Postpartum ini. Buku Ajar ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mencapai komptensi pembelajaran akade- mik pada mata kuliah Keperawatan Maternitas.
Buku ini terdiri atas 7 Bab yang merangkum materi aplikasi intervensi pada periode postpartum. Penulis berha- rap dapat menyempurnakan dengan saran dan kritik yang membangun pada materi dan komposisi isi buku ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang berkontribusi dalam membantu penyelesaian buku ini. Semo- ga buku ini dapat memberikan manfaat sebagai rujukan pem- belajaran mahasiswa.
Medan, April 2021 Penulis
Bab 1 M asa N ifas
Tujuan:
Setelah membaca Bab 1. Masa Nifas, peserta didik mampu:
1. Memahami tujuan perawatan masa nifas.
2. Mampu melakukan pengkajian masa nifas.
3. Mampu menjawab soal latihan.
A. Pendahuluan
Setelah persalinan dengan periode 6-8 minggu merupakan perio- de masa nifas atau yang dikenal dengan puerperiume (Saleha, 2009). Masa pulih sejak proses persalinan selesai, sampai dengan proses pemulihan kembali ke kondisi sebelum hamil dengan du- rasi waktu kira-kira 6 minggu, merupakan masa nifas (Padila, 2014). Masa tersebut juga dikenal dengan pemulihan keadaan organ-organ reproduksi kembali pada kondisi sebelum melahir- kan selama kurang lebih 6 minggu (Farrer. 2001). Pada masa ini ibu mengalami perubahan fisik dan psikologis (Fallis A, 2013).
Masa nifas dibagi dalam 3 masa puerperium, diantaranya masa dini, intermedial, dan remote puerperium (Mochtar, 2010).
Kondisi ibu pasca melahirkan dikenal dengan kondisi postpartum. Periode postpartum juga dikenal dengan kondisi setelah kelahiran plasenta beberapa jam sampai minggu ke-6 pasca melahirkan (Asih, Y., 2016). Sementara sumber lain juga menyatakan kondisi postpartum merupakan masa pemulihan kondisi organ reproduksi pada kondisi normal, ataupun pada
kondisi seperti sebelum hamil dalam kurun waktu kurang lebih enam minggu (Edhi MM, Aslam HM, Naqvi Z, 2013). Perubahan- perubahan fisik terjadi pada ibu postpartum diantaranya peru- bahan servik, pengerutan pada didnding rahim (involusio uteri), lokhea, perineum, vagina, pembatasan asupan nutrisi dan cairan yang dapat menimbulkan gangguan pemulihan fungsi pada tubuh (Bobak, M. D. & Jensen, 2010).
Pada periode paostpartum ibu beresiko mengalami infeksi pasca salin, yang dikenal dengan infeksi postpartum. Infeksi se- ring terjadi pada luka perineum, serviks, vagina, rahim, luka ope- rasi pada operasi caesar, saluran kemih juga rentan akan infeksi pada pemakaian kateter pada ibu dengan operasi caesar (Suryati, Y., Kusyati, E., & Hastuti, 2013).
B. Tujuan Perawatan Masa Nifas
Beberapa tujuan dalam perawatan masa nifas diantaranya:
1. Pencegahan perdarahan postpartum (Padila, 2014).
2. Asuhan perawatan pada kebutuhan eliminasi, hidrasi, nutrisi, dan kenyamanan (Padila, 2014).
3. Perencanaan pulang dengan memberikan informasi pada ibu selama di rumah mencakup perawatan bayi sehari-hari, jad- wal imunisasi bayi, manfaat dan cara menyusui, KB, nutrisi, dan perawatan diri (Mami, n.d.).
C. Pengkajian Masa Nifas 1. Persiapan klien:
a. Mengucapkan salam, menyapa ibu dengan ramah.
b. Memberikan penjelasan prosedur pengkajian dan tuju- an asuhan.
c. Mengatur posisi klien senyaman mungkin.
(Sumber: sehatq.com/artikel/proses-kemoterapi- juga-
memerlukan- persiapan- personal-dari-pasien) 2. Persiapan peralatan dan bahan (peralatan dan bahan di-
dekatkan dengan pasien agar mudah dijangkau) a. Bengkok.
b. Alat tulis.
c. Spignomanomater.
d. Termometer.
e. Jam detik.
f. Bak instrument berisi sarung tangan.
g. Stetoskop.
h. Baki dan alasnya.
i. Bengkok.
3. Persiapan lingkungan
a. Menggunakan sampiran, dan menjaga privasi pasien senyaman mungkin.
b. Pencahayaan dan sirkulasi udara yang cukup.
4. Anamnesa
Prosedur tanya jawab secara langsung ke pasien (autoanamnesis) atau tidak langsung kepada keluarga (alloanamnesis) dalam mengumpulkan data pasien dikata- kan sebagai anamnesis.
Rasional: Pada saat melakukan anamnesis penting
dengan pasien, sehingga perawat mendapatkan data yang lengkap tentang pasien. Anamnesis bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang lengkap tentang pasien, sehingga dapat menegakkan diagnosa sementara, penetap- an diagnosa ban-ding, ataupun perencanaan penetalaksa- naan selanjutnya (Dewi, N. S., & Muttaqin, 2018).
(Sumber: kumparan.com/kumparannews/panduan-ke- rumah-sakit-di-masa-pandemi- corona-1tC8265WQLI) a. Menanyakan keluhan saat ini: Nyeri, gangguan eliminasi
uri, pusing, , afterpain, dll.
b. Menanyakan persalinan dan riwayat kehamilan saat ini:
Berat badan sebelum dan selama kehamilan, keluhan/
komplikasi selama kehamilan, lama persalinan, peno- long persalinan, jenis persalinan: Forseps ekstrasi, sectio caesarea, spontan.
c. Menanyakan riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu: Persalinan dan nifas, jumlah dan keadaan anak, umur kehamilan, tahun lahir, komplikasi saat kehamilan, jenis persalinan, penolong/tempat persa- linan.
d. Menanyakan metoda kontrasepsi: Rencana kontrasepsi yang akan digunakan nanti, metoda apa yang dipakai sebelum hamil, lama penggunaan, alasan berhenti, ke- luhan selama menggunakan metoda tersebut.
e. Menanyakan kebiasaan sosial budaya yang diyakini klien dan keluarga erat kaitannya dengan postpartum:
kebiasaan diri, pantangan.
5. Pemeriksaan Fisik
Rasional: Pemeriksaan fisik dilakukan dengan tuju- an melengkapi data dasar. Perawat membuat catatan ten- tang perubahan-perubahan dan kemampuan adaptasi pa- sien, melakukan pemeriksaan head to toe (Annisa, F., Diana, M., & Putra, 2016).
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Rasional: Sebelum menentukan diagnosa pada proses keperawatan pengkajian fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda-tanda vital yang akan menjadi data dasar dalam melakukan proses keperawatan selanjut- nya. Pemeriksaan tanda-tanda vital secara akurat dapat menunjukkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada saat ini dan membandingkannya dengan riwayat sebelumnya, hal ini dapat dijadikan sebagai indikator perkembangan pasien. Pemeriksaan tanda vital terdiri atas pemeriksaan nadi, pernafasan, tekanan darah dan suhu. Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dalam menilai fisiologis dari sistem tubuh secara ke- seluruhan (Masa, 2009).
1) Pemeriksaan tekanan darah
Rasional: Peralatan yang dibutuhkan dalam peme- riksaan tekanan darah sphygmomanometer dengan hasil pengukuran nilai sistolik dan diastolik, stetos- kop untuk mendengar denyut nadi. Interpretasi hasil pengukuran tekanan darah pada usia ≥ 18 tahun (Masa, 2009).
(Sumber: legaleraindonesia.com/kenali-tekanan- darah-anda-dan-cara- mengukur-tekanan-darah-
secara-mandiri/)
Berdasarkan Joint National Committee VII (Health, 2003), adalah sebagai berikut:
Klasifikasi TD TD sistolik
mmHg TD diastolic mmHg
Normal 120 80
Pre Hipertesi 120-139 80-89
Hipertensi Stage 1 140-159 90-99 Hipertensi Stage 2 >160 >100
2) Pengukuran suhu tubuh
Rasional: Suhu tubuh normal adalah 36°C - 37,5°C. Kondisi hipotermi jiak suhu dibawah 36°C, sedangkan kondisi hipertemi jika suhu diatas 37,5°C.
Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan meng- gunakan alat thermometer yang mendeteksi panas tubuh sebagai hasil dari mekanisme pembakaran dalam tubuh dan pengeluaran panas tubuh melalui sisa pembuangan (ekskresi), keringat, dan perna- fasan.
Beberapa metode pengukuran suhu tubuh:
a) Oral: Pengukuran suhu secara oral dilakukan dengan menempatkan thermometer di bawah lidah 3-5 menit, pemeriksaaan ini tidak dianjur- kan dilakukan pada bayi.
(Sumber: ramliyana-
fisika.blogspot.com/2015/02/mengukur-suhu- tubuh-lewat-mulut- ketiak.html)
b) Axilla: Pengukuran suhu di axilla yang lebih ren- dah 0.6° C (1°F) dari pada oral, merupakan pengukuran yang sering dilakukan menggunakan thermometer air raksa. Prosedur ini dilakukan 5-
10 menit.
c) Rectal: Pengukuran suhu pada rektum menggu- nakan thermometer air raksa taupun digital, di mana suhu 0.4°C (0.7°F) lebih tinggi dari suhu oral (Masa, 2009).
(Sumber: docplayer.info/97315140-Buku-manual- keterampilan-klinik-topik- basic-physical- examination-pemeriksaan-tanda-vital.html) 3) Pemeriksaan pernapasan
Rasional: Pemeriksaan pernafasan meliputi pemeriksaan sistem pertukaran oksigen dan karbon- dioksida dalam paru-paru. Hasil pemeriksaan ini dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui fungsi sistem pernapasan.
Interpretasi:
a) Takhipnea: Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit.
b) Bradipnea: Bila kurang dari 10 x/menit disebut.
c) Apnea: Bila tidak bernapas (Arwani, A., &
Sunarno, 2005).
4) Pemeriksaan Nadi
Rasional: Denyut nadi merupakan getaran/
debaran darah dalam pembuluh darah arteri aki-bat kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi biasa- nya dapat dihitung dengan melakukan palpasi (pe- nekanan) pada pembuluh darah arteri. Denyut nadi setiap orang akan berbeda-beda tergantung faktor- faktor yang mempengaruhinya. Frekunsi denyut nadi berbeda-beda setiap manusia. Denyut nadi nor- mal orang dewasa pada umumnya adalah 60-100 kali per menit. Denyut normal yang tidak normal bisa menjadi tanda gangguan irama jantung, seperti Bradikardi yang denyut jantungnya kurang dari 60 kali per menit dan Trakikardi yang lebih dari 200 kali per menit.
Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada beberapa titik didalam tubuh, seperti:
a) Arteri Radialis. Terletak sepanjang tulang ra- dialis tepatnya di pergelangan tangan berde- katan dengan jempol. Nadi ini relatif mudah ditemukan dan sering dipakai secara rutin untuk pemeriksaan denyut nadi.
Normal: 60-100 x/mnt Bradikardi: < 60x/mnt Takhikardi: > 100x/mnt
(Sumber:www.google.com/imgres?imgurl=x-raw- image%3A%2F%2F%2Fc965ab8e- 0418f160d1baf0fcaa7fa4903817f935ad11 d87) b) Arteri Brachialis. Terlertak di dalam otot biceps
dari lipatan siku pada sisi berlawanan dari arteri Radialis. Digunakan untuk mengukur tekanan udara.
(Sumber: dodiabuabdillah.wordpress.com/
2014/02/15/mendeteksi-penyakit- dengan- meraba-nadi/)
c) Arteri Karotis. Terletak di leher di bawah lobus telinga sisi samping leher, di mana terdapat arteri karotid berjalan di antara trakea dan otot sternokleidomastoideus.
(https://med.unhas.ac.id/fisioterapi/wp- content/uploads/2016/11/PEMERIKSAAN- VITAL-SIGN.pdf, 2020).
b. Pemeriksaan Head to Toe
Rasional: Pemeriksaan fisik head to toe adalah pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dari ujung kepala sampai ujung kaki secara benar. Hasilnya nanti- nya akan digunakan perawat sebagai dasar asuhan keperawatan yang nantinya akan menentukan status kesehatan pasien secara keseluruhan.
1) Pemeriksaan Fisik Kepala
Inspeksi bentuk kepala (berada ditengah- tengah badan atau tidak), kebersihan, kerontokan rambut, dan perhatikan apakah ada lesi atau tidak.
Rasional: Tujuan pengkajian kepala adalah mengetahui bentuk dan fungsi kepala. Pengkajian diawalai dengan inspeksi kemudian palpasi untuk mengetahui apakah ada massa di kepala atau tidak.
2) Mata
Bagian yang perlu diinspeksi pada bagian mata adalah: Perhatikan gerakan bola mata (simet- ris/tidak), Lihat apakah ada kelainan bentuk/ peng- lihatan, dan visus. Amati kelopak mata apakah dapat menutup dengan baik atau tidak dan perhatikan bentuk, serta kelianan lainnya pada kelopak mata.
Amati kongjungtiva dan sklera. Konjungtiva yang normal yang berawarna merah muda, dan yang tidak normal akan berawarna pucat. Sklera yang normal akan berawarna putih.
Rasional: Kelengkapan serta keluasan peng- kajian mata tergantung pada data yang dibutuhkan.
Secara universal tujuan pengkajian mata bertujuan untuk mengenali fungsi dan bentuk mata (NS.
Kasiati, 2016).
(Sumber: teorimedis.blogspot.com/2019/04/
pemeriksaan-fisik-umum-kepala- leher.html) 3) Telinga
Yang perlu diperhatikan dalam inspeksi te- linga adalah: Mengamati kesimetrisan telinga Meli- hat kondisi canalis (dalam telinga) apakah bersih atau tidak (apakah ada titinius/ cairan putih dari telinga). Kaji kondisi pendengaran pada telinga. Alat
yang perlu disiapkan dalam pengkajian antara lain otoskop, garpu tala dan arloji.
Rasional: Tujuan pengkajian pada telinga adalah untuk memeriksa telinga luar, membran tim- pani atau gendang telinga, saluran pada telinga, dan pendengaran.
(Sumber: hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/tes- rinne-weber-gangguan-pendengaran)
4) Wajah
Mengamati apakah ada odema pada wajah.
Rasional: Untuk mengetahui kondisi wajah pucat atau tidak.
5) Leher
Palpasi pembesaran getah bening, JVP, kelen- jar tiroid. Rasional: Untuk mendeteksi dan melihat apakah terjadi bengkak pada leher yang merupakan indikasi pembesaran getah bening.
(Sumber: ibmm.fkg.ugm.ac.id/2018/05/23/
pemeriksaan-ekstraoral-pemeriksaan- kelenjar- tiroid/)
6) Dada
Inspeksi irama napas, dengarkan bunyi napas dan bunyi jantung, hitung frekuensi napas.
(Sumber: www.slideshare.net/haleluya123/
pemeriksaan-fisik-thorax)
Rasional: Mengetahui apakah ada nyeri dada, pengembangan dada saat berpas serta mendengar-
kan bunyi jantung dan apakah ada suara napas tam- bahan (Badan PPSDM Kesehatan, 2013).
7) Payudara
Pada saat pemeriksaan payudara harus dila- kukan tindakan sebagai berikut: Inspeksi keadaan puting apakah menonjol, datar, tertarik kedalam atau apakah ada luka sekitar puting. Inspeksi Areola dan seluruh mammae, lihat ukuran nya, apakah ada pembengkakan pada areola. Kaji produksi ASI dan kaji pengeluaran Kolostrum dengan cara palpasi yaitu letakkan jari telunjuk dan ibu jari pada areola, lalu tekan secara perlahan serta pijat ke arah pangkal puting susu dan l;ihat cairan yang keluar (Evi Rosita, 2017).
Rasional: Untuk mengetahui kondisi payudara pasca melahirkan dan mengetahui bagaimana pe- ngeluaran ASI pada ibu.
(Sumber: putriwordpresscomsite.wordpress.com/
2016/04/23/anatomi-payudara-dan-fisiologi- laktasi/)
8) Abdomen
Inpeksi apakah ada striae, luka/insisi, linea.
Kemudian dengarkan bising usus pasien dengan cara meletakkan stetoskop pada setiap kuadran abdomen selama 1 menit penuh.
Rasional: Pemeriksaan fisik abdomen dilaku- kan untuk mendapatkan gambaran klinis organ- or- gan dan ruang intraabdomen. Secara anatomis, cavum abdomen dibagi menjadi, kuadran kanan atas dan bawah serta kuadran kiri atas dan bawah (Ismiatun, L., & Alfitri, 2019).
(Sumber: google.com/search?q=gambar+kuadran+
abdomen&tbm=isch&ved=2ahUKEwjXo KvPnsHtAhXeMrcAHSFQ) 9) Involusia Uteri
Involusia uteri dapat dikaji dengan melakukan hal berikut ini:
a) Kedua tangan diletakkan di abdomen dan pada supra pubis.
b) Bagian telapak tangan di atas supra pubis melakukan perabaan pada area vesika urinaria, dan tangan pada abdomen mempalpasi TFU (tinggi fundus uteri).
c) Telapak tangan tetap diposisi vesika urinaria/
kandung kencing, sebaliknya telapak tangan di abdomen sedikit terbuka, menghadap kearah umbilikus, setelah itu turun ke abdomen mene- mukan TFU, setelah itu, melakukan pengkajian pada posisi/letak uteri, intensiatas, serta kekuat- an kontraksi uterus.
d) Kedua telapak tangan kemudian dilepaskan dari abdomen secara perlahan.
e) Memberikan penjelasan tentang hasil kajian ting- gi fundus uteri dan involusio uteri.
Rasional: Pada ibu nifas/post partum, involusi uterus adalah suatu proses dimana uterus kembali kepada kondisi sebelum ibu hamil. Pada saat ini, ibu memerlukan perawatan yang khusus, bantuan dan pengawasan demi pulihnya kesehatan seperti sebe- lum hamil. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses involusi adalah tinggi fundus uteri. Sekitar 12 jam setelah melahirkan TFU akan turun 1 cm di bawah pusar dan selanjutnya akan turun 1 cm atau 1 jari perhari menuju simpisis pubis. Apabila fundus uteri berada di atas batas normal maka hal ini menunjukkan terjadi sesuatu didalam rahim. Seperti perdarahan di dalam rahim. Hal ini sangat ber- bahaya bagi ibu, karena jika terjadi pengeluaran darah yang banyak maka ibu akan kehilangan banyak darah sehingga dapat terjadi shock sampai terjadi kematian (Gunawan, I., & Astuti, 2015), dengan deras maka ibu kehilangan banyak darah sehingga dapat terjadi shock sampai terjadi kema- tian (Gunawan, I., & Astuti, 2015).
Involusi
Uteri Bobot Uterus Diameter
Uterus TFU Palpasi
Servik Plasenta lahir 1000 gram 12,5 cm Setinggi pusat Lembek/
lunak 1 minggu 500 gram 7,5 cm Pertengahan
antara pusat simpisis
2 cm
2 minggu 350 gram 3-4 cm Tidak teraba 1 cm 6 minggu 50-60 grram 1-2 cm Normal Menyempit Sumber: (Baston, H., & Hall, 2017)
10) Diastesis recti abdomiminus (lakukan jika tidak ada luka SC)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara: Meraba bagian abdomen Ibu dengan posisi dua atau tiga jari perawat menekan dengan garis ventrikal di bawah umbilikus ibu. Kemudian anjur- kan pasien untuk mengangkat bahu dan kepala tan- pa bantuan. Raba dan rasakan berapa jari yang terjepit oleh abdomen pada saat pasien sedang mengangkat bahu dan kepala. Kemudian hitung
sebarapa besar jeda yang ada untuk menyimpulkan keadaan recti abdominis.
Rasional: Diastasis Rekti Abdominis merupa- kan kondisi otot rectus abdominis berpisah lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilikus sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat peregangan mekanis dinding abdomen. Pada ibu nifas/post partum dinding abdomen mengalami distensi dalam waktu yang cukup lama dan hal ini disebabkan oleh pengembangan abdomen saat keha- milan, dinding abdomen masih lunak dan kendur.
Kembalinya kondisi pasien ke keadaan sebelum melahirkan memerlukan waktu beberapa minggu, Jika otot-ototnya tetap atonik, dinding abdomen akan tetap kendur. Terdapat pemisahan atau diasta- sis muskulus rektus yang jelas. Pada keadaan ini, dinding abdomen di sekitar garis tengah hanya dibentuk oleh peritoneum, fasia tipis, lemak subkutan dan kulit (Estiani, M., & Aisyah, 2018).
(Sumber: newjourneypt.com/blog/2019/9/18/what- is-rectus-diastasis-and-how-do-you- close-the-gap)
Lakukan pengkajian vulva vagina, pengkajian vulva dapat dilakukan dengan cara: Bantu klien membuka celana dalam dan atur klien pada posisi dorsal recumbent (kedua kaki menekuk dengan telapak kaki tetap menapak diatas tempat tidur) a) Pasang sarung tangan.
b) Lihat keadaan dan kebersihan vulva serta perineum.
c) Lihat jumlah darah (lochea) yang terpapar pada pembalut, perhatikan jumlahnya, warna nya, dan baunya.
Rasional: Lochea adalah darah yang keluar dari rahim setelah ibu melahirkan (nifas). Lochea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada se- tiap wanita.
Berdasarkan waktu dan warnanya, ada bebe- rapa bentuk peruhan lochea yaitu sebagai berikut:
a) Lochea rubra/merah (Kruenta)
Muncul pada hari pertama sampai ketiga masa post partum. Mengandung darah dari pero- bekan/luka pada plasenta dan serabut dari desidua dan chorion. Lochea ini berawarna me- rah yang terdiri atas sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa meconium, dan sisa darah.
Sangat sedikit: noda darah berukuran 2,5 •5 cm = 10 ml
Sedikit: noda darah berukuran ≤ 10 cm = 1025 ml
Sedang: noda darah < 15 cm = 25•25 ml Banyak : Pembalut penuh = 50•80 ml b) Lochea sanguilenta
Lochea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir yang keluar pada hari ke 4 sampai hari ke 7 pasca persalinan.
c) Lochea serosa
Lochea ini muncul pada hari ke 5-9 pasca persalinan. Loche ini berwarna kekuningan atau kecoklatan. Terdiri atas lebih sedikt darah dan lebih banyak serum juga terdiri atas leukosit dan robekan laserasi pelasenta.
d) Lochea alba
Lochea ini dimulai pada >14 hari yang kemudian makin lama makin sedikit yang mengandung leukosit, sel desidua dan sel epitel, selaput lender serviks, dan serabut jaringan mati (Podungge, 2020).
Perineum
Pengkajian perineum fokus pada luka episiotomi dapat dilakukan dengan cara:
1) Mengatur klien pada posisi sim ke kiri.
2) Tarik pangkal paha kearah atas oleh tangan kiri dan tarik bagian bawah oleh tangan kanan.
3) Kaji keadaan luka episiotomi, seperti jenis episio- tomi, jumlah jahitan, keadaan luka REEDA (Redness/
kemerahan, Edema/pembengkakan, Ecchymosisi, Discharge, dan Approximation).
4) Kaji keadaan anus, lihat keadaan haemoroid (infla- masi pembuluh darah vena di daerah anus).
5) Simpulkan keadaan luka dan haemorid, atur kembali klien pada posisi yang nyaman.
Rasional: Episiotomi adalah pengguntingan irisan bedah pada daerah perineum. Tujuan dari episiotomy dilakukan adalah untuk memperlebar vagina dengan maksud membantu proses kelahiran bayi (Sulistianingsih, A., & Wijayanti, 2019).
Jenis Episiotomi
1) Episiotomi median merupakan episiotomi yang paling mudah dilakukan dan diperbaiki. Keuntung- an dari metode ini adalah perdarahan yang keluar mengeluarkan darah yang relatif sedikit dan setelah melahirkan lebih terasa tidak sakit ketimbang jenis lainnya. Lakukan insisi median perineum hampir mencapai sfingter ani dan perpanjang insisi ini paling sedikit 2-3 cm diatas septum rektovagina.
Namun ada juga kerugian dari tindakan ini yaitu terjadinya robekan derajat 3 bahkan sampai 4.
(Sumber: pelajarankuuu.blogspot.com/2013/
06/episiotomi-tujuan-indikasi-cara.html) 2) Episiotomi mediolateral digunakan secara luas pada
obstetri opertif karena dinilai aman. Melakukan insisi ke bawah dan ke luar, ke arah batas lateral sfingter ani dan paling sedikit separuh jarak ke dalam vagina. Insisi ini dapat menimbulkan banyak perdarahan dan dapat tetap akan terasa nyeri meskipun setelah nifas (Prahayu, 2017).
Hasil (Luka penyembuhan) diukur pada Skala REEDA (Redness, Edema, Ecchymosis, Discharge,
Approximation) merupakan skala untuk menilai tingkat keparahan trauma perineum dengan episio- tomi atau laserasi yang terkait dengan persalinan.
Penilaian menggunakan skala REEDA adalah dapat dilakukan dalam waktu 7-10 hari pascapersalinan (Sulistianingsih, A., & Wijayanti, 2019).
Hemoroid
Pembuluh darah vena pada area anus (pleksus hemoroidalis) yang mengalami pelebaran dan infla- masi. Berdasarkan lokasinya hemoroid dibagi menjadi dua yaitu, hemoroid eksterna dan interna. Vena subkutan yang melebar di bawah atau di luar linea dentata merupakan hemorroid eksterna, sedangkan hemoroid interna berupa pelebaran vena submukosa di atas linea dentatae Hemoroid eksterna merupakan terbentuknya varises pada pleksus hemorodialis inferior di dasar linea dentate serta tertutup oleh kulit.
Hemoroid ini diklasifikasikan sebagai kondisi yang kronik. Wujud kronis berbentuk pembengkakan bundar kebiruan pada tepi anus serta sesungguhnya adalah hematoma. Meskipun disebut sebagai hemoroid trombosis eksterna kronis, jenis ini sangat perih serta gatal sebab ujung- ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor terhadap rasa nyeri. Hemoroid eksterna kronik berbentuk satu ataupun lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan serta sedikit pembuluh darah.
Hemoroid interna merupakan pembengkakan vena pada pleksus hemoroidalis superior, di atas linea dentate serta tertutup oleh mukosa.
Hemoroid interna dibagi atas 4 derajat, diantaranya:
1) Derajat I, kondisi ini ditandai dengan perdarahan dengan pemeriksaan signiodoskopi, terdapat vari- ses, namun tidak ditemukan benjolan saat defekasi.
2) Derajat II, kondisi ini ditandai dengan perdarahan, dan keluhan prolaps bagian jaringan ke luar anus ketika mengejan sewaktu defekasi, namun dapat kembali dengan sendirinya.
3) Derajat III, kondisinya memiliki kemiripan dengan derajat 2, perbedaannya jaringan yang prolaps ke luar anus didorong secara manual ke dalam anus dengan jari tangan.
4) Derajat IV, pada kondisi ini benjolan sudah tidah dapat dimasukkan kembali secara manual, dan terjepit di luar anus. Kondisi ini dapat menyebabkan jaringan mengalami infeksi, inflamasi, iritasi, edema dan ulserasi (Sudarsono, 2015).
Vagina
Robekan perineum dibagi menjadi 4 derajat robekan, di mana kedalaman dan lebar luka robekan menentukan tingkat respon nyeri luka.
1) Robekan perineum derajat 1: pada kondisi ini robekan perineum mengenai area kulit perineum dan mukosa. Pada umumnya kondisi ini dapat pulih dengan cepat, tidak memerlukan hecting (penja- hitan), dan penyatuan luka dapat sembuh dengan baik.
2) Robekan perineum derajat 2: pada kondisi ini robekan mengenai bagian otot, kulit, serta mukosa pada vagina. Robekan derajat 2 memerlukan tin- dakan hecting (penjahitan), untuk menyatukan jaringan otot diafragma urogenitalis, dan menutup luka robekan vagina dengan perbaikan jaringan kulit bagian bawah.
3) Robekan perineum derajat 3: kondisi robekan perineum mengenai otot-otot perineum, spingterani bagian eksternal, kulit perineum, mukosa vagina.
Kondisi ini memerlukan penjahitan robekan pada otot-otot perineum.
4) Robekan perineum derajat 4: Robekan pada derajat 4 sama dengan derajat 3, namun robekan lebih me- luas sampai ke area anus.
Ekstremitas
1) Ekstremitas bagian Atas
Melakukan inpeksi edema pada jari-jari tangan ataupun kelainan lainnya. Melakukan peng- kajian kekuatan otot tangan dengan cara menjabat tangan dengan erat. Rasional: Untuk mengetahui kekuatan otot ekstremitas klien.
2) Ekstremitas bagian Bawah
Pengkajian ekstremitas bagian bawah dan homans’ sign dilakukan dengan cara berikut ini : a) Meletakkan telapak tangan kiri di atas lutut
sambil melakukan penekanan, dan tangan kanan mengangkat kaki dengan posisi dorsofleksi.
b) Mengkaji adanya perubahan warna kemerahan pada area paha sampai ke area betis, ataupun dari betis ke paha.
c) Menanyakan respon nyeri dan rasa panas yang terjadi akibat perubahan warna kemerahan.
d) Meyimpulkan hasil pemeriksaan.
Rasional: Homans’ sign adalah adanya nyeri betis pada saat dorsofleksi kaki dengan lutut lurus.
Homans sign positif, apabila ada rasa nyeri pada saat kaki di dorsifleksi, kemerahan, hangat pada kaki. Hal ini penting untuk mengkaji apakah terdapat nyeri pada ibu.
D. Pengkajian Perubahan Psikologis 1. Fase taking in, dengan cara:
a. Pada fase taking ini, ibu berpusat padi dirinya sendiri.
Penting untuk mengkaji bagaimana tingkat ketergan- tungan ibu terhadap perawatan diri dan bayinya.
b. Ibu seharusnya sudahbisa mulai beradaptasi mulai hari kedua, dan perawat perlu mendengar dan mendoku- mentasikan respon, pertanyaan, serta keluhan ibu pada masa adaptasi ini.
Rasional: Fase ini merupakan periode ketergantung- an, dan ibu menghendaki pemenuhan kebutuhan dirinya sanggup dipenuhi oleh orang lain di dalam perihal ini suami, keluarga atau tenaga kesehatan di dalam layaknya bidan yang menolongnya. Kondisi ini terjadi sepanjang 1-2 hari postpartum, dan ibu lebih fokus pada dirinya sendiri.
Beberapa hari sehabis melahirkan, ia akan menangguhkan keterlibatannya pada tanggung jawabnya.
Fase taking in atau disebut juga fase menerima di dalam 1-2 hari pertama postpartum ini mesti diperhatikan agar ibu yang baru melahirkan mendapat dukungan dan perawatan yang baik, demikianlah juga kasih sayang.
Disebutkan juga fase dependen di dalam 1-2 hari pertama persalinan dikarenakan pada pas ini ibu menunjukan kebahagiaan atau keceriaan yang terlampau di dalam menceritakan pengalaman melahirkannya. Ibu akan lebih sensitive dan condong pasif pada lingkungannya dikare- nakan kelelahan. Kondisi ini mesti dimengerti dengan langkah menjaga komunikasi yang baik. Pemenuhan nutrisi yang baik mesti diperhatikan pada fase ini dika- renakan ibu akan mengalami nafsu makan yang mening- kat.
2. Fase taking hold, dengan cara:
a. Melakukan pengkajian terhadap keterlibatan ibu yang berpusat pada dirinya sendiri.
b. Melakukan pengkajian saat yeng tepat untuk mem- berikan pendidikan kesehatan dengan menanyakan ke- sediaan dan kesiapan ibu.
c. Mengkaji tanda-tanda seperti kegelisahan, sulit tidur, menangis secara tiba-tiba, marah yang tidak beralasan, cemas berat, yang merupakan tanda depresi ataupun baby blues.
Rasional: Pada fase ini terkandung keperluan secara bergantian untuk mendapat perhatian di dalam wujud pe- rawatan serta penerimaan dari orang lain, dan menger- jakan segala sesuatu secara mandiri. Fase ini berjalan selama 3-10 hari. Ibu mulai menunjukan kepuasan yang terfokus kepada bayinya, tertarik melakukan perawatan pada bayinya, terbuka menerima perawatan dan pen- didikan kesehatan bagi dirinya serta bayinya, juga mudah didorong untuk melakukan perawatan pada bayinya. Ibu memberi respon bagaimana menstimulasi dan merawat bayinya secara mandiri. Fase ini merupakan waktu yang tepat untuk pendidikan kesehatan bagi ibu dalam merawat
bayi serta dirinya, terutama pada ibu yang seringkali kesu- sahan dalam melakukan perawatan diri seperti primipara, wanita karier, ibu yang tidak mempunyai keluarga untuk berbagi, ibu remaja, dan orang tua single.
3. Fase letting go, dengan cara:
a. Melakukan pengkajian bagaimana ibu siap merawat diri dan bayinya.
b. Melakukan pengkajian lingkungan sekitar dan bagai- mana interaksi dalam keluarga.
c. Mengkaji keinginan ibu untuk segera pulang dan me- rawat bayinya di rumah.
d. Menarik kesimpulan pada kondisi adaptasi psikologis ibu.
Rasional: Fase ini merupakan fase di mana ibu me- nerima tanggung jawab sebagai orang tua, biasanya di- awali terhadap hari kesepuluh postpartum. Ibu sudah dapat beradaptasi terhadap ketergantungan bayinya, mampu melindungi bayi dan dirinya dengan baik, serta adaptasi interaksi keluarga dalam mengobservasi bayi- nya. Hubungan keluarga dan pasangan juga membutuhkan
adaptasi terhadap kehadiran bayi sebagai anggota keluar- ga yang baru (Podungge, 2020).
a. Salam terminasi.
b. Cuci tangan.
c. Identifikasi data hasil pemeriksaan laboratorium: HB, Haematokrit dan kadar elektrolit.
d. Lakukan pengelompokan data yang selaras dan men- dukung terhadap munculnya masalah nifas serta dam- pak yang ditimbulkan terhadap kebutuhan dasar.
Ada 2 tipe data yang diperoleh perawat selama pengkajian, yaitu
a. Data subjektif merupakan informasi yang diperoleh berdasarkan persepsi klien tentang masalah kesehatan mereka. Pada klien anak atau bayi, data subjektif di- dapat dari orang tua atau sumber lainnya.
b. Data objektif merupakan informasi yang diperoleh melalui pengamatan, observasi, dan pengukuran atau pemeriksaan fisik dengan beberapa metode (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi) (Bawaulu, 2019).
Rasional: Pengumpulan data adalah kegiatan pera- wat dalam mengumpulkan informasi yang aktual tentang klien. Pengumpulan data ini dilakukan untuk mengiden- tifikasi dan mendapatkan data yang penting dan akurat tentang klien.
e. Identifikasi kemungkinan penyebab masalah pada ibu nifas.
f. Tetapkan masalah keperawatan yang muncul pada klein sesuai dengan data subyektif dan obyektif yang didapat pad ibu nifas.
g. Rumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan data yang didapatkan.
Rasional: Diagnosa keperawatan merupakan suatu bagian integral dari proses keperawatan. Hal ini adalah suatu komponen dari langkah-langkah analisa, dimana menurut Panjaitan, 2019, bahwa perawat mengidentifikasi respon-respon individu terhadap masalah-masalah kese- hatan yang aktual maupun potensial (SKA Panjaitan, 2019).
h. Dokumentasikan hasil pengkajian pada lembar kerja/
status klien
Rasional: Dokumentasi asuhan keperawatan adalah suatu catatan yang berisi semua data yang diperlukan untuk menentukan diagnosis keperawatan, rencana kepe- rawatan, tindakan keperawatan, dan penilaian keperawat- an yang disusun secara sistematis, valid, dan mampu di- pertanggungjawabkan secara moral dan hukum.
(Sumber: catatanperawatberkacamata.blogspot.
com/2017/04/dokumentasi-keperawatan-di- unit- gawat.html)
Tujuan utama dari dokumentasi keperawatan adalah (Marrelli, 2008):
a. Mengkonfirmasikan data pada semua anggota tim ke- sehatan.
b. Memberikan bukti untuk tujuan evaluasi asuhan kepe- rawatan.
c. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat.
d. Sebagai metode pengembangan ilmu keperawatan.
S oal L atihan
Kasus:
Ny S (30Tahun), dalam fase observasi pasca melahirkan anak pertamanya 5 jam sebelumnya dengan berat lahir 3200 gram.
Ny S mengeluh perutnya mules dan lelah paska melahirkan, dan belum buang air kecil (BAK). Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh perawat didapatkan data Tekanan Darah (TD): 110 mmHg, denyut nadi (HR): 85x/menit, Suhu tubuh:
36,50C, frekuensi pernafasan (RR): 25x/menit.
Berdasarkan kasus di atas jawablah pertanyaan di bawah ini:
1. Keluhan ‘mules’ pada Ny S disebabkan oleh:
a. Kontraksi abdomen b. Kontraksi Isthms c. Kontraksi Servik d. Kontraksi Uterus e. Kontraksi Salping
Jawaban: d. Kontraksi Uterus
2. “Mules” yang dialami olehNy S disebut juga dengan:
a. Involusi b. Lochea c. After Pains d. Kontraksi e. Pasca Pains
Jawaban: c. After Pains
3. Pemeriksaan penting yang harus dilakukan untuk memas- tikan kontraksi uterus Ny S dalam keadaan normal adalah:
a. Melakukan pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri (TFU) b. Melakukan pemeriksaan kontraksi endometrium c. Melakukan pemeriksaan kontraksi salping d. Melakukan pemeriksaan kontraksi servik e. Melakukan pemeriksaan kontraksi abdomen
Jawaban: a. Melakukan pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri (TFU)
4. Ny S mengatakan belum BAK (buang air kecil), intervensi mandiri yang perlu dilakukan oleh perawat pada Ny S 5 jam PP adalah:
a. Mengajarkan perawatan bayi baru lahir b. Mengajarkan mobilisasi dini
c. Mengajarkan manajemen diet d. Mengajarkan manajemen laktasi e. Mengajarkan kegel exercise
Jawaban: b. Mengajarkan mobilisasi dini
5. Intervensi mandiri perawat terhadap rasa tidak nyaman
‘mulus’ pada Ny S adalah:
a. Mengajarkan teknik distraksi nyeri b. Mengajarkan toilet training
c. Mengajarkan kegel execise d. Mengajarkan manajemen diet e. Mengajarkan cara menyusui bayi
Jawaban: a. Mengajarkan teknik distraksi nyeri
D aftar P ustaka
Annisa, F., Diana, M., & Putra, K. W. R. (2016). Pemeriksaan Fisik Head to Toe. Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo.
Arwani, A., & Sunarno, S. (2005). Analisis Perbedaan Hasil Pengukuran Tekanan Darah Antara Lengan Kanan Dengan Lengan Kiri Pada Penderita Hipertensi Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Nurse Media Journal of Nursing, 1(2).
Asih, Y., & R. (2016). Buku ajar: asuhan kebidanan nifas dan menyusui. Trans Info Medi (TIM).
Badan PPSDM Kesehatan, K. R. (2013). Modul Praktikum 1:
Petunjuk Praktikum Nifas. Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI.
Baston, H., & Hall, J. (2017). Midwifery Essentials: Postnatal E- Book (4th ed.). Elsevier Health Sciences.
Bawaulu, T. (2019). Data-Data Dan Teknik Yang Digunakan Pada Pengkajian Dalam Proses Keperawatan. Retrieved from https://doi.org/10.31227/osf.io/2k63f
Bobak, M. D., & Jensen, M. D. (2010). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Dewi, N. S., & Muttaqin, A. (2018). Pengetahuan dan Sikap Ibu Memberikan Kontribusi Terhadap Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Besi (Fe). JUKMAS: Jurnal Untuk Masyarakat Sehat, 2(1), 89–102.
Edhi MM, Aslam HM, Naqvi Z, H. H. (2013). Post Partum Hemorrhage: Causes and Management. BMC Research Notes, 6 (236), 1–6.
Estiani, M., & Aisyah, A. (2018). Faktor-Faktor yang Ber- hubungan dengan Kejadian Diastasis Rekti Abdominis Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Uptd Puskes- mas Sukaraya Baturaja. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 5 (2), 24–31.
Evi Rosita. (2017). Hubungan Perawatan Payudara Pada Ibu Nifas Dengan Bendungan ASI. Midwifery Journal Of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang, 13 (1–7).
Fallis A. (2013). Resiko Kehamilan Usia Muda terhadap Kesehatan Ibu dan Anak. J Chem Inf Model, 53 (9), 1689–99.
Gunawan, I., & Astuti, T. (2015). Tinggi fundus uteri pada ibu post partum yang melaksanakan senam nifas. Jurnal Keperawatan, 11 (2), 183–188.
Health, N. I. of. (2003). Reference card from the seventh report of the joint national committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC7).
https://med.unhas.ac.id/fisioterapi/wp-
content/uploads/2016/11/PEMERIKSAAN-VITAL- SIGN.pdf. (2020). Pemeriksaan Vital Sign.
Ismiatun, L., & Alfitri, R. (2019). Pengaruh Senam Nifas Terhadap Tinggi Fundus Uteri Pada Ibu Post Partum Hari Ke 1–5 di Pmb Masturoh Tajinan Kabupaten Malang.
Mami. (n.d.). Asuhan Kebidanan Patologi. In 2011.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Marrelli, T. M. (2008). Buku Saku Dokumentasi Keperawatan.
Egc.
Masa, S. S. A. K. P. (2009). Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Mochtar, R. (2010). Obstetri Fisiologi–Obstetri Patologi (Jilid I). Jakarta: EGC.
NS. Kasiati, N. W. D. R. (2016). Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia I. Retrieved from http://bppsdmk.kemkes.go.
id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/
Praktikum-KDM-1-Komprehensif.pdf
Padila. (2014). Keperawatan Maternitas. Nuha Medika.
Yogyakarta.
Podungge, Y. (2020). Asuhan Kebidanan Komprehensif.
Jambura Health and Sport Journal, 2 (2), 68–77.
Prahayu, T. (2017). Manajemen Asuhan Kebidanan Ibu Nifas pada Ny “M” dengan Luka Episiotomi di RSUD Syech Yusuf Gowa Tahun 2017. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Saleha, S. (2009). Asuhan kebidanan pada masa nifas.
SKA Panjaitan. (2019). Perumusan Diagnosa Keperawatan.
Retrievedfrom https://osf.io/preprints/inarxiv/q2yrb/
Sudarsono, D. F. (2015). Diagnosis dan Penanganan Hemoroid. J Majority, 4, 31–34.
Sulistianingsih, A., & Wijayanti, Y. (2019). Faktor yang Berpengaruh terhadap Perineum pada Ibu Postpartum Penyembuhan Luka. Journal for Quality in Women’ s Health, 2 (1), 11–18.
Suryati, Y., Kusyati, E., & Hastuti, W. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Luka Perineum Dan Status Gizi Dengan Proses Penyem- buhan Luka. Jurnal Manajemen Keperawatan, 1 (1).
Bab 2 P erdarahan P ostpartum
Tujuan: Setelah membaca Bab 2 Perdarahan Postpartum, peserta didik mampu:
1. Menjelaskan pengertian perdarahan postpartum.
2. Mampu menjelaskan pengkajian pengukuran peradarahan pada kasus perdarahan post partum.
A. Pendahuluan
Pendarahan post-partum/pasca melahirkan adalah keadaan kehilangan darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam yang dialami seseorang sehabis melahirkan. Ada sebagian yang menyatakan bahwa kehilangan darah lebih dari 500 ml merupakan kuantitas darah persalinan normal, tetapi kalau pendarahan lebih dari 1000 ml merupakan kuantitas darah persalinan seksiocaesarean. Ada terhitung definisi yang menyatakan bahwa penurunan 10% hemoglobin maupun hematokrit, tetapi definisi ini sering tidak merefleksikan keadaan hemodinamik pasien (Darmin Dina, 2013).
Definisi lain menyebutkan bahwa setiap pendarahan terhitung di dalam kategori perdarahan postpartum bisa mengganggu homeostasis tubuh atau memicu tanda hypovolemia. Perdarahan pasca persalinan ini bisa terjadi se- habis janin lahir, sepanjang melahirkan plasenta, atau sehabis plasenta dilahirkan. Perdarahan yang terjadi disebut per-
darahan pas III dan pas IV. Perdarahan pas III disebut kala perdarahan terjadi sebelum akan dan sepanjang plasenta lahir, tetapi perdarahan pas IV disebut kala perdarahan terjadi sehabis plasenta lahir, perdarahan pas IV ini sering disebut sebagai immediate postpartum bledding. Perdarahan yang terjadi didalam 24 jam pertama sehabis plasenta lahir ini dikenal dengan perdarahan dini (early postpartum bleeding) (Simanjuntak, 2020)
B. Metode Pengukuran Estimasi Kehilangan Darah
(Fitriaturohmah, A., Anwar, R., Wijayanegara, H., Rasyad, A. S.,
& Sastramihardja, 2019; Mathai, M., Gülmezoglu, A. M., & Hill, 2007; Risanto Siswosudarmo, 2009):
Penilaian kehilangan darah/pendarahan sehabis per- salinan diakui memadai sulit. Ada sebagian metode yang sering digunakan untuk menghitung perkiraan kuantitas kehilangan darah pasca persalinan diantaranya:
1. Estimasi Visual
Estimasi visual ini adalah metode yang paling sering digunakan dalam praktik sehari-hari, estimasi yang dilaku- kan dapat berupa:
a. Pembalut
Pembalut standar yang berukuran 20 cm mampu menyerap 100 ml darah.
1) More then quarter soaked, ukurannya mencapai 20 mls.
2) Half soaked, ukurannya mencapai 50 mls.
3) Fully soaked, ukurannya mencapai 100 mls.
(Sumber: fdokumen.com/document/rekomendasi- pe-dan-hpp-penakib)
b. Tumpahan darah di lantai
Tumpahan darah dengan diameter 50 cm (kehi- langan darah sebanyak 500 ml), 75 cm (kehilangan darah sebanyak 1000 ml), 100 cm (kehilangan darah sebanyak 15000 ml)
1) Quarter filled, ukurannya mencapai 500 mls 2) Half filled, ukurannya dapat mencapai 100 mls 3) Almost fully soaked, ukurannya dapat mencapai
1500 mls
(Sumber: fdokumen.com/document/rekomendasi-pe- dan-hpp-penakib)
c. Kidney dish/Nierbeken
Kidney dish/nierbeken mampu menampung 500 ml darah.
1) Quarter filled, menampung 100 mls.
2) Half filled, menampung 250 mls.
3) Completely full, menampung 500 mls.
(Sumber: fdokumen.com/document/rekomendasi-pe- dan-hpp-penakib)
d. Stained incontinence pad/underpad
Underpad dengan ukuran 90 cm x 60 cm mampu menampung hingga 500 ml darah.
( Sumber:dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan- perdarahan-post-partum-atau-pendarahan-
pascasalin/15614/2)
(Sumber: youtu.be/qyLAeV3eNWw) e. Kasa
Kasa standar berukuran 10 cm x 10 cm dapat menyerap 60 ml darah, sedang kasa berukuran dengan ukuran 45 cm x 45 cm dapat menyerap darah hingga 350 ml.
( Sumber: dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan- perdarahan-post-partum-atau-pendarahan-
pascasalin/15614/2) 2. Pengukuran Langsung
Pengukuran langsung merupakan salah satu metode yang akurat untuk mengukur jumlah kehilangan darah.
secara langsung yaitu kantung penampung darah, alat ini terbuat dari plastik mika mencakup semua ukuran, yang bertujuan untuk mempermudah penampungan darah saat proses persalinan hal ini juga merupakan solusi dari tidak adanya alat penampung darah saat proses persalinan.
Kantung penampung darah ini dapat digunakan pada kala II, kala IV hingga pendarahan postpartum berhenti.
(Sumber: jurnal.unpad.ac.id/jsk_ikm/article/download/
25659/12343)
3. Metode Gravimetri
Metode ini dikerjakan dengan mengukur berat material yang digunakan, seumpamanya spons. Spons selanjutnya diukur beratnya selanjutnya dikurangi dengan berat spons sebelum akan digunakan. Metode ini paling uatama digunakan untuk menilai kuantitas kehilangan darah pada pasien yang menjalankan operasi. Metode ini dapat mengkalkulasi kuantitas kehilangan darah dalam jumlah besar atau bahkan yang sangat kecil.
S oal L atihan
1. Seorang perawat melakukan penilaian pada klien Ny R, 4 jam PP. Perawat mencatat data bahwa kulit klien dingin, berkeringat, gelisah dan sangat haus. Hal penting yang dipersiapkan perawat adalah:
a. Mengkaji adanya hipovolemia
b. Melakukan pemeriksaan secara berkala
c. Memijat fundus dan memberikan oksigen dengan masker
d. Meninggikan kepala tempat tidur dan menilai tanda- tanda vital
e. Memberikan minum air hangat
Jawaban: a. Mengkaji adanya hipovolemia
2. Penetapan masalah perdarahan postpartum pada persalin- an normal bila:
a. Kondisi kehilangan darah pasca salin > 550 ml/24 jam b. Kondisi kehilangan darah pasca salin > 700 ml/24 jam c. Kondisi kehilangan darah pasca salin > 1500 ml/24 jam d. Kondisi kehilangan darah pasca salin > 500 ml/24 jam e. Kondisi kehilangan darah pasca salin > 750 ml/24 jam Jawaban: d. Kondisi kehilangan darah pasca salin >
500 ml/24 jam
3. Metode pengukuran perdarahan menggunakan Nierbekken, dengan kategori half filled, maka perkiraan jumlah perdarahan:
a. 1500 ml b. 250 ml c. 500 ml d. 1000 ml e. 60 ml
Jawaban: b. 250 ml
D aftar P ustaka
Darmin Dina. (2013). Faktor Determinan Kejadian Penda- rahan Postpartum di RSUD Majene Kabupaten Majene.
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR.
Fitriaturohmah, A., Anwar, R., Wijayanegara, H., Rasyad, A. S.,
& Sastramihardja, H. (2019). Efektivitas Kantung Penampung Darah Dibandingkan dengan Alat Penam- pung Darah Konvensional dalam Upaya Penampungan Darah Pada Persalinan. Jurnal Sistem Kesehatan, 5 (2).
Mathai, M., Gülmezoglu, A. M., & Hill, S. (2007). Saving women’s lives: evidence-based recommendations for the prevention of postpartum haemorrhage.
Risanto Siswosudarmo. (2009). Penanganan Perdarahan Pas- casalin Terkini dalam Upaya Menurunkan Angka Ke- matian Ibu.
Simanjuntak, L. (2020). Perdarahan Postpartum (Perdarahan Paskasalin). Jurnal Visi Eksakta, 1 (1), 1–10.
Bab 3 I nfeksi P ostpartum
Tujuan: Setelah membaca Bab 3. Infeksi Postpartum, peserta didik mampu:
1. Mampu menjelaskan pengertian infeksi postpartum.
2. Mampu menjelaskan faktor penyebab infeksi postpartum.
3. Mampu menjelaskan metode penilaian infeksi postpartum.
A. Pendahuluan
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia terhitung masih tinggi. Di tahun 2012 terdapat sebanyak 359/100.000 kela- hiran hidup kasusAKI, dan pada tahun 2014 terdapat 124,5/100.000 kelahiran hidup di Provinsi Riau. Infeksi merupakan spesies asing yang berkolonisasi pada organisme inang, dan bersifat membahayakan dan juga merugikan inang.
Organisme yang mampu menginfeksi ataupun berwujud pathogen memanfaatkan akses yang dimiliki inang untuk memperbanyak diri dan pada akhirnya akan merugikan inang. Selain mengganggu fungsi normal inang, pathogen juga mampu memicu luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, bahkan mampu menimbulkan dampak kematian. Pera- dangan adalah respon inang terhadap infeksi tersebut. Secara umum,patogen dikategorikan sebagai organisme mikroskopik berukuran sangat kecil dan hanya dapat diamati menggu- nakan mikroskop, namun sebenarnya definisinya bias lebih luas, yaitu termasuk bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan
viroid. Infeksi bisa terjadi kalau mikroorganisme layaknya jamur, bakteri, atau model lainnya tumbuh dalam kuantitas berlebihan pada vagina. Sebagian dari mikroorganisme ini pada dasarnya sesungguhnya hidup di saluran jalan lahir dalam kuantitas yang seimbang dan tidak menambahkan dampak tidak baik pada vagina kalau anggota tersebut selamanya dijaga kebersihan dan kesehatannya. Infeksi ter- masuk bisa terjadi karena kebersihan yang tidak baik dan kurang terjaga. jadi benar-benar mutlak perlu untuk diperhatikan serta tidak berasumsi remeh gangguan dan kelainan pada organ genital ataupun jalan lahir, karena efek- nya bukan hanya hanyalah penghambat proses persalinan, tapi bisa berakibat jauh lebih fatal.
Infeksi masa pospartum (puerperalis) adalah infeksi yang terjadi pada genitalia sehabis proses persalinan. Hal ini ditandai kenaikan suhu hingga menggapai 38ºC atau lebih sepanjang 2 hari dalam 10 hari pertama sehabis persalinan tanpa menghitung 24 jam pertama. Infeksi pospartum mencakup seluruh peradangan yang diakibatkan karena masuknya kuman-kuman atau bakteri ke dalam saluran genitalia pada kala persalinan dan pospartum (Mitayani, 2013). Infeksi pospartum bisa disebabkan karena terdapat- nya alat yang tidak steril yang digunakan, luka robekan jalan lahir, perdarahan, preeklamsia, dan kebersihat perineum yang tidak terjaga. Faktor pemungkin lain yang bisa meng- akibatkan infeksi pospartum yaitu kurangnya pengetahuan, gizi, pendidikan, dan usia.
1. Pengetahuan
Ilmu merupakan segala yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh manusia (Ambarwati, 2010). Pengalaman tersebut berasal dari pengalaman sen- diri maupun dari orang lain.
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan rendah yang dimiliki oleh se- orang ibu dapat merubah pemahaman ibu menganai infek- si pospartum. Berikut merupakan lebih dari satu keadaan yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi pospartum:
a. Obesitas.
b. Anemia.
c. Pemeriksaan jalan lahir yang terlalu sering, terutama setelah ketuban pecah.
d. Bakterial vaginosis.
e. Persalinan lama.
f. Jarak antara pecahnya ketuban dengan persalinan yang terlalu lama.
g. Kolonisasi bakteri Streptococcus grup B pada jalan lahir ibu.
h. Adanya retensi plasenta atau plasenta yang tersisa dalam Rahim.
i. Usia ibu yang terlalu muda.
Sementara itu, beberapa jenis infeksi yang berpoten- si terjadi pasca persalinan, antara lain:
a. Infeksi saluran kemih.
b. Infeksi pada luka jahitan.
c. Endometritis.
d. Mastitis.
Gambar Infeksi Pada Masa Postpartum (Sumber: google.com/url?sa= Gambar-Infeksi-Masa-
NifasEBI)
Gambar Perineum Normal
(Sumber: google.com/pencegahan-dan-penatalaksanaan- cedera-perineum-dalam-persalinan)
B. Penyebab Infeksi Post Partum
Trauma atau luka perineum dengan jahitan mengharuskan penyembuhan dan perawatan dan juga anjuran berasal dari penolong untuk sanggup mempercepat penyembukan luka (Boyle, 2008). Normalnya penyembuhan luka perineum di mulai pada hari ke enam dan hari ke tujuh postpartum, tapi ada yang mengalami keterlambatan dalam penyembuhannya (Edhi MM, Aslam HM, Naqvi Z, 2013). Keterlambatan penyembuhan luka perineum ini memicu infeksi pada ibu postpartum. Keterlambatan penyembuhan luka perineum dipengaruhi oleh lebih dari satu faktor, yaitu tidak cukup nutrisi, tidak cukup menjaga kebersihan diri atau perineum, tidak cukup istirahat, tidak cukup menggerakkan dan olah raga seperti senam nifas (kegel exercise) (Noorbaya, 2020).
Infeksi postpartum diakibatkan oleh bakteri. Jenis bakteri penyebab infeksi ini berbeda-beda berdasarkan lokasi infeksi. Akan tetapi, penyebab biasanya adalah bakteri flora normal, seperti Streptococcus atau Stahpylococcus. Lochea yang tergolong normal berwarna merah dalam lebih dari satu hari pertama, kemudian beralih jadi kekuningan hingga putih, supaya pada pada akhirnya berhenti. Dari hari ke hari, lochea akan menyusut juga tidak berbau menyengat. Jika lochea bertambah banyak, berwarna merah, dan disertai bau menye- ngat, langsung konsultasikan dengan dokter. Demam juga bukan merupakan kondisi yang normal, sebaiknya mengkon- sultasikan ke dokter jika timbul demam. Perhatikan juga situasi luka jahitan dan luka bekas operasi. Penyembuhan luka yang normal yakni tidak bengkak, nyeri akan jadi berkurang, dan tidak adanya pengeluaran cairan/nanah.
Infeksi postpartum ditangani dengan penyembuhan antibiotik. Jenis antibiotik ditentukan oleh type infeksi yang dialami dikarenakan setiap infeksi mempunyai bakteri penye-
bab yang berbeda. Jika infeksi tergolong ringan, pertolongan antibiotik oral sudah mencukupi, tetapi jika infeksi tergolong berat, akan dibutuhkan pertolongan antibiotik secara intra- vena. Tenaga medis perlu diinformasikan bahwa jika ibu tengah menyusui, antibiotik disesuaikan yang aman bagi ibu menyusui.
Kontrol fisik dan wawancara pada pasien merupakan rangkaian kegiatan dalam penegakan diagnosa infeksi postpartum. Sumber infeksi dapat ditemukan berdasarkan gejala yang dikeluhkan oleh pasien. Pemeriksaan penunjang yang mungkin akan diperlukan, antara lain:
1. Pemeriksaan dalam yang bertujuan untuk memeriksa secara langsung organ reproduksi.
2. Pemeriksaan payudara yang bertujuan untuk memeriksa jika kemungkinan infeksi berasal dari peradangan payu- dara.
3. USG yang bertujuan untuk memeriksa kondisi rahim, serviks, kandung kemih, dan ginjal jika diperlukan.
4. Pemeriksaan darah dan kultur yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya penanda infeksi, jenis bakteri penyebab, dan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri tersebut.
5. Pemeriksaan urine yang bertujuan untuk melihat ada tidaknya infeksi pada saluran kemih.
Gambar Bakteri Streptococcus Pyogenes
(Sumber: en.wikipedia.org/wiki/Streptococcus_pyogenes) C. Cara Mencegah Infeksi Postpartum
Menjaga kebersihan organ reproduksi dan luka bekas operasi merupakan cara pencegahan infeksi pospartum yang dapat dilakukan, adapun caranya yaitu sebagai berikut:
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah membasuh area genitalia (kelamin).
2. Membasuh area genitalia dari arah depan ke belakang untuk mencegah penyebaran bakteri dan kuman dari anus ke bagian genital.
3. Menggunakan pembalut khusus ibu pospartum (yang berukuran panjang), mengganti pembalut secara teratur jika sudah penuh.
4. Menggunakan pakaian dalam yang dapat menyerap ke- ringat secara efektif dan segera mengganti pakaian dalam jika sudah terasa lembab.
5. Menjaga waktu istirahat dan memastikan waktu istirahat yang cukup, meskipun sulit bagi ibu yang baru saja mela- hirkan dikarenakan harus memperhatikan bayi, namun ibu harus tetap mencoba istirahat sebisa mungkin setiap ada waktu. Pada masa seperti ini, peran keluarga sangat
diharapkan dalam membantu ibu untuk merawat bayi agar ibu tetap dapat beristirahat yang cukup.
6. Menjaga pola makan dengan diet yang seimbang dan meminum air yang cukup agar tubuh tetap terhidrasi.
D. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Ibu pada Masa Postpartum 1. Menjaga Personal Hygiene
Rasional: Menjaga kebersihan diri pada masa postpartum merupakan hal yang sangat penting. Kondisi ibu saat pasca melahirkan sangat rentan terhadap infeksi, oleh sebab itu kebersihan diri sangat penting untuk diper- hatikan dengan tujuan untuk mencegah dan menghindari terjadinya infeksi yang tidak diharapkan. Menjaga keber- sihan tidak hanya sebatas membersihkan area tubuh, namun wajib juga untuk memperhatikan kebersihan pakaian, termpat tidur, serta lingkungan (Masa, 2009).
2. Menjaga Istirahat
Rasional: Istirahat yang berkualitas sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh ibu pasca melahirkan. Peran keluarga sangat diperlukan untuk memberikan kesempat- an beristirahat yang cukup bagi ibu sebagai persiapan untuk merawat bayi salah satunya pada perawatan tali pusat nanti.
3. Senam Nifas
Rasional: Senam nifas dapat dilakukan sejak hari pertama ibu melahirkan setiap hari sampai hari kesepuluh.
Senam ini terdiri dari sekumpulan gerakan tubuh yang dapat dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat pemulihan kembali keadaan ibu. Senam nifas dapat mem- bantu memperbaiki dan melancarkan sirkulasi darah,