• Tidak ada hasil yang ditemukan

Derajat Luka Perineum

Dalam dokumen Buku Ajar. Aplikasi Periode Postpartum (Halaman 82-0)

BAB 3. INFEKSI POSTPARTUM

C. Derajat Luka Perineum

Selanjutnya ada 4 derajat luka perineum, yaitu

1. Derajat 1 yaitu laserasi mengenai mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum (tidak dijahit).

2. Derajat 2 yaitu laserasi mengenai mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum (dijahit, diberi anesthesi pada lokal otot diafragma urogenitalis menghubungkan garis tengah dengan jahitan lalu di tutup jaringan-jaringan dibawahnya pada vagina dan kulit perineum).

3. Derajat 3 yaitu laserasi mengenai mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter ani(luar) (dijahit pada dinding depan rectum yang sobek lalu kemudian fasia per rektal ditutup dan spingter ani dijahit. Selanjutnya dilakukan penutupan robekan denggan mengikut sertakan jaringan).

4. Derajat 4 yaitu laserasi mengenai Mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter ani ekster (luar), dinding rectum anterior. (perlu ditindak lanjuti atau ditangani oleh dokter dengan per-hatian khusus guna mempertahankan kontinensia fekal).

(Sumber: id.theasianparent.com/robekan-jalan-lahir) Penanganan Luka episiotomi pada masing-masing derajat luka perineum. Berdasarkan derajatnya menurut Purwoastuti (2015), yaitu

1. Derajat I penjahitan tidak dibutuhkan jika tidak ada perdarahan dan jika luka teraposisi secara alamiah.

2. Derajat II pada robekan perineum derajat II setelah diberi anesthesi lokal otototot diafragma urogenitalis dihubung-kan dengan jahitan sesudah itu luka pada vagina dan kulit perineum ditutup bersama dengan mengikutseetakan ja-ringan-jaringan dibawahnya.

3. Derajat III menjahit robekan perineum derajat III dila-kukan dengan teliti, tindakan awal, dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia per rektal ditutup dan

muskulus sphingter ani eksternum yang dijahit. Selan-jutnya dikerjakan penutupan. Robekan perineum total me-merlukan terapi perawatan khusus.

4. Derajat IV perbaikan dilakukan dengan menggunakan be-nang yang bisa diserap. Robekan derajat ketiga dan ke-empat membutuhkan perhatian spesifik untuk mencegah kontinensia fekal.

D. Alat Ukur Peroses Penyembuhan Luka Perineum

Pemeriksaan perineum meliputi redness, edema, ecchymosis, drainage, dan wound approximation memakai proses skoring untuk mengevaluasi penyembuhan luka pada masa pasca-salin. REEDA tool, alat ini untuk membicarakan redness, edema, ecchymosis (purplish patch of blood flow), discharge, dan approximation (closeness of skin edge) yang terjalin dengan trauma perineum sesudah persalinan. REEDA menilai lima komponen proses penyembuhan dan trauma perineum setiap individu (Oktariana, 2017).

Pemeriksaan perineum meliputi REEDA (redness, edema, ecchymosis, drainage, dan wound approximation) se-bagai evaluasi pascamelahirkan dengan langkah dikaji di dalam 7-10 hari pascapersalinan memanfaatkan skor menjadi dari 0 hingga 3 penilaian. Skor (1-15) mengindikasikan tingkat trauma jaringan yang lebih besar dan indikasi (pe-nyembuhan buruk) dan skor 0 perlihatkan trauma penyem-buhan perineum penuh (penyempenyem-buhan baik) (Alvarenga et al., 2015).

(Sumber: Oktariana, 2017)

Persiapan Perawatan:

1. Memberi salam dan memperkenalkan diri.

2. Menjelaskan tujuan dan prsedur tindakan.

3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan.

4. Menjaga privasi dan mencuci tangan.

(Sumber: kompasiana.com/www.achirsamawa.com/

5e375cabd541df4aac31d482/kiat-komunikasi-terapeutik-bagi-perawat)

Alat dan Bahan:

1. Larutan NaCl 0,9%

2. Betadine

3. Handsoon bersih 4. Handscoon steril 5. Bola kapas 6. Kom kecil 2 buah 7. Kassa steril 8. Pinset anatomis

9. Selimut mandi/alat tenun 10. Korentang

11. Bengkok 12. Ember

13. Pembalut dan pakaian dalam bersih Fase Kerja:

1. Memakai handscone bersih.

2. Mengganti selimut pasien dengan selimut mandi.

3. Pasang perlak lalu atur pasien dengan posisi dorsal recumbent (telentang dengan menekuk lutut dan mele-barkan kedua kaki, kepala dibantal lalu kaki menpaak tempat tidur).

4. Lakukan vulva hygine (menganjurkan klien BAB/BAK, mengguyur vulva, membersihhkan kotoran lalu mem-buangnya ke tempat yang sudah disediakan, member-sihkan dari atas ke bawah penggunaan kapas dipake 1x, mengeringkan vulva dengan kassa kering.

5. Mengobservasi luka jahitan (REEDA).

6. Memakai celana dalam dan pembalut.

7. Mengangkat perlak serta pengalas.

8. Merapikan pasien, lalu menggnti selimut mandi dan me-makaikan kembali selimut paien. Lalu melepaskan sarung tangan.

(Sumber: idjurnal.com/2015/04/macam-macam-posisi-pasien.html)

Posisi dorsal recumbent adalah posisi klien menekuk lutut dan melebarkan kedua kaki. Kepala pasien disanggah dengan bantal, dan kedua telapak kaki ditekuk, dan menapak di atas tempat tidur, sedang kedua tangan klien di letakkan di samping tubuh (Yuliyanik, 2014), dengan cara:

a. Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka. Rasional: Pakaian dibuka untuk mempermudah proses pemeriksaan atau perawatan.

b. Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ketempat tidur dan renggangkan kedua kaki. Rasional:

Klien dengan gangguan nyeri merasa lebih nyaman dengan fleksi lutut.

1. Lakukan vulva hygine

a. Memasang pispot dan meminta klien untuk BAK/BAB.

Rasional: Sebagai wadah untuk klien BAK/BAB.

b. Mengguyur vulva dengan air bersih/matang. Rasional:

Membersihkan kotoran-kotoran yang ada di vulva.

c. Pispot diambil. Rasional: Membuang kotoran ditempat yang sudah disediakan.

d. Mendekatkan bengkok ke dekat klien. Rasional: Memu-dahkan perawat saat melakukan tindakan.

e. Mengambil kapas basah dan membuka vulva dengan ibu jari dan jari telunjuk kiri. Rasional: Membuka vulva dengan ibu jari dan jari telunjuk kiri memudahkan perawat membersihkan area vulva.

f. Membersihkan vulva mulai dari labia mayora kiri, labia mayora kanan, labia minora kiri, labia minora kanan, vestibulum, dan perineum. Lakukan dari arah atas ke bawah dengan kapas basah (1 kapas, 1 kali usap).

Rasional: Melakukan tindakan sesuai instruksi, pema-kaian 1 kali pakai berguna untuk menghindari trans-misi bakteri.

g. Mengeringkan vulva dengan menggunakan kassa ke-ring. Rasional: Mencegah agar vulva klien tidak lembab.

(Sumber: me.me/i/since-yall-niggas-know-everything-what-part-you-lick-clitoris-8646179)

2. Mengobservasi luka jahitan (REEDA). Rasional: Robekan dengan kategori berat dikaji dengan adanya tanda-tanda trauma berlebihan pada jaringan perineal dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi dan intervensi lebih lanjut.

3. Memakaikan celana dalam dan pembalut. Rasional: Agar klien merasa nyaman dan menerapkan etika kepera-watan.

4. Mengangkat perlak dan pengalas. Rasional: Membersihkan peralatan tindakan.

5. Merapikan klien, mengambil selimut mandi dan mema-kaikan selimut klien. Rasional: Agar klien merasa nyaman.

6. Melepaskan sarung tangan. Rasional: Menjaga kebersihan tangan dan mencegah transmisi mikroorganisme.

Fase Terminasi:

1. Membereskan alat alat. Rasional: Agar ruangan klien ber-sih kembali.

2. Menyampaikan evaluasi tindakan. Rasional: Agar klien dan keluarga mengetahui hasil perawatan.

3. Menyampaikan rencana tindak lanjut. Rasional: Agar klien dan keluarga mengetahui tindakan kedepannya yang akan dilakukan.

4. Berpamitan. Rasional: Menerapkan etika keperawatan.

5. Mencuci tangan. Rasional: Mencegah transmisi mikroor-ganisme.

6. Dokumentasi tindakan. Rasional: Sebagai bukti telah dila-kukan tindakan perawatan.

E. Intervensi Perawatan Perineum

1. Cold Therapy (Nazir, M. S., Wahjoedi, B. A., Yussof, A. W., Abdullah, M. A., Singh, A. & S., … Access, 2018)

Cold Therapy (pemberian kompres dingin pada Luka atau area perineum), bertujuan: Mengurangi rasa sakit di suatu daerah setempat, menurunkan suhu tubuh, men-cegah peradangan meluas, mengurangi perdarahan setem-pat.

Cara:

Dilakukan setiap 2 jam sekali selama 24 jam per-tama sesudah melahirkan. Rasional: Pemberian kompres dingin mampu menurunkan prostaglandin yang memper-kuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain terha-dap perineum bersama dengan menahan proses inflamasi.

Tujuan:

a. Mengurangi rasa sakit disuatu daerah setempat.

b. Menurunkan suhu tubuh.

c. Mencegah peradangan meluas.

d. Mengurangi perdarahan setempat.

(Sumber: m.made-in-china.com/product/Cold-Compress-Reusable-Cold-Pack-Ice-Bag-873883375.html)

2. Hydroterapi Sitz Bath (Murashko, 2017)

Hydroterapi Sitz Bath (rendam duduk dengan air hangat atau dingin), bertujuan: Menurunkan intensitas nyeri perineum pada ibu post partum.

Cara:

Siapkan air hangat pada baskom ±2L, Ukur suhu air dengan thermometer (suhu: 41º-43º) dilakukan selama 20 menit.

Rasional terapi hangat: Memberikan pengaruh pada saraf yang menimbulkan blok rasa nyeri oleh sensasi suhu yang diterima sehingga dapat mengatasi pengaruh pene-kanan atau pengurangan rasa nyeri.

Tujuan: Menurunkan intensitas nyeri perineum pada ibu post partum.

(Sumber: google.com/search?q=Cascade+Health+

Resolutions&oq=Cascade+Health+Resolutions&aqs=chr ome..69i57&sourceid=chrome&ie=UTF-8) 3. Ice pack (Setiani, 2017)

Ice pack (Menggunakan kain pelindung es atau dengan handuk sekali pakai).

Cara:

Menempelkan kain atau handuk yang membungkus es dengan suhu 15º pada area perineum, selama 20 menit,

kemudian dilepaskan 10 menit sebelum digunakan lagi, tindakan dilakukan sebanyak 2 kali sehari.

Rasional: Ice pack mengurangi prostaglandin yang memperkuat reseptor nyeri, mencegah proses inflamasi, merangsang pelepasan endorphin sehingga menurunkan transmisi nyeri.

(Sumber:

obgin-ugm.com/wp- content/uploads/2019/03/Perawatan-Pasca-Penjahitan-Robekan-Perineum.pdf)

4. Lampu hangat perineal/sinar lampu infra merah (Girsang, B. M., & Elfira, 2021; Girsang, …, & 2019, n.d.)

Sinar lampu infra merah (inframerah 1.000 watt dengan panjang gelombang yang dihasilkan berkisar antara 350-4000 nm. Bertujuan untuk memiliki tujuan mengimbuhkan rasa nyaman, mempercepat pengeringan luka dan proses penyembuhan.

Cara:

Tempatkan 20 inci dari perineum, lakukan selama 20 menit.

Rasional: Sinar infra red meningkatkan suplai darah bersama dengan adanya kenaikan temperature dan meng-akibatkan vasodilatasi yang akan meningkatkan supalai darah ke jaringan sekitar perineum yang akan bermanfaat untuk memperbaiki proses perbaikan luka dan mencegah

Tujuan:

a. Dapat memberikan rasa nyaman.

b. Mempercepat pengeringan luka dan proses penyem-buhan.

(Sumber: tokopedia.com/elektronika88/lampu-sinar-infra-merah-terapi-panas-u-nyeri-pegal-otot-promo) 5. Sumplemen Zink (Mahromi & Gustina, 2019)

Suplemen Zink (sintesis degradasi kolagen untuk mempercepat jaringan kulit baru, zink berkontribusi pada vasokontriksi pembuluh darah). Pemenuhan kebutuhan zink bertujuan sebagai perbaikan integritas kulit, mence-gah dermatitis perineum, melindungi barrier epidermal yang sehat, merawat kulit dari mikroorganisme, melin-dungi area luka dari pengaruh tekanan.

Makanan yang mengandung zink, daging, hati, kerang, telur, sereal dan kacang kacangan.

Rasional: Zink diangkut oleh albumin, dan albumin sangat dibutuhkan untuk proses penyembuhan luka.

(Sumber: honestdocs.id/manfaat-zinc) 6. Aromaterapi Lavender (Widayani, 2017)

Aromaterapi Lavender (mengrilekskan atau mene-nangkan) dengan cara menghirup uap minyak lavender dengan konsentrasi 100% memberikan 4-5 tetes dan dilarutkan dalam 200 ml air dan beri secara inhalasi lewat vaporizer atau alat listrik. Cawan tungku aromaterapi yang sudah diberikan air ditunggu sampai hangat baru dite-teskan essens aromaterapi. Memberi jarak pada tungku dan klien kurang lebih 30 cm, meminta klien relaks dan menghirup wangi aromaterapi selama 10 menit.

Rasional: Zat aktif yang terdapat di dalamnya akan merangsang hypothalamus untuk mengeluarkan endorphin. Endorphin adalah zat yang menimbulkan rasa tenang, relaks dan bahagia dan juga zat aktif berupa linaool dan linalyl acetat sebagai anlgetik.

(Sumber:

alodokter.com/cara-menggunakan-aromaterapi-S oal L atihan

1. Pada Unit perawatan postpartum seorang perempuan primipara Ny N (20 tahun), 2 jam postpartum dengan perawatan observasi mengeluh merasakan kelelahan, nyeri pada area luka jahitan. Hasil pemeriksaan perawat didapatkan data TD: 110/80 mmHg, HR: 85x/menit, RR:

27x/menit, terdapat laserasi jalan lahir pada mukosa dan kulit perineum. Pada derajat berapakah laserasi yang terjadi pada kasus di atas?

a. Derajat I b. Derajat II c. Derajat III d. Derajat IV e. Derajat V

Jawaban: b. Derajat II

2. Pada unit perawatan postpartum seorang perempuan primipara Ny S (20 tahun), 2 jam postpartum dengan perawatan observasi mengeluh merasakan kelelahan, nyeri pada area luka jahitan. Hasil pemeriksaan perawat didapatkan data TD: 110/80 mmHg, HR: 85x/menit, RR:

27x/menit, terdapat laserasi jalan lahir pada mukosa dan kulit perineum. Intervensi apakah yang tepat diberikan oleh perawat pada Ny S?

a. Memberikan bantuan dalam pemenuhan kebutuhan dasar

b. Membantu klien toilet training c. Mengajarkan klien kegel exercise d. Memantu klien untuk mobilisasi dini

e. Melakukan vulva hiegiene dan perawatan pada luka perineum

Jawaban: e. Melakukan vulva hiegiene dan perawatan pada luka perineum

3. Pada unit perawatan postpartum seorang perempuan primipara Ny N (20 tahun), 2 jam postpartum dengan persalinan normal, dan terdapat robekan atau laserasi jalan lahir yang mengakibatkan perdarahan dan diharus-kan untuk dilakudiharus-kan penjahitan. Tindadiharus-kan materi konse-ling yang tepat pada Ny G adalah:

a. Teknik menyusui b. Nutrisi menyusui c. Mobilisasi dini

d. Perawatan luka perineum e. Manajemen Laktasi

Jawaban: d. Perawatan luka perineum

D aftar P ustaka

Alvarenga, M. B., Francisco, A. A., De Oliveira, S. M. J. V., Da Silva, F. M. B., Shimoda, G. T., & Damiani, L. P. (2015).

Episiotomy healing assessment: Redness, oedema, ecchymosis, discharge, approximation (REEDA) scale reliability. Revista Latino-Americana de Enfermagem, 23 (1), 162–168. https://doi.org/10.1590/0104-1169.

3633.2538

Girsang, B. M., & Elfira, E. (2021). How A Cold Sitz Bath Versus Infrared Therapy Can Remove the Pain of Postpartum Perineal Wounds. Jurnal Keperawatan Soedirman, 16 (1).

Girsang, B., … N. D.-J. K., & 2019, undefined. (n.d.). Gambaran karakteristik luka perineum pada ibu post partum dengan hidroterapi sitz bath. Nursingjurnal.Respati.Ac.

Id. Retrieved from http://nursingjurnal.respati.ac.id/

index.php/JKRY/article/view/388

Mahromi, W. G., & Gustina, E. (2019). Hubungan tingkat kon-sumsi suplemen zink dengan penyembuhan luka peri-neum pada postpartum di RSKIA PKU muhammadiyah Kotagede Yogyakata. 1–8.

Murashko, M. (2017). Innovative approaches to quality assurance in healthcare. Roszdravnadzor Bulletin, 6, 5–

9.

Mustika, D. N., Nurjanah, S., Noor, Y., Ulvie, S., Kesehatan, F. I., Universitas, K., & Semarang, M. (2019). PERBEDAAN KEASAMAN AIR SUSU IBU PERAH (ASIP) BERDA-SARKAN LAMA PENYIMPANAN DIFFERENCE OF DAIRY MILK WATER (ASIP) BASED ON THE STORAGE. Jurnal Kebidanan, 8 (1), 68–73. https://doi.org/10.26714/

jk.8.1.2019.68-73

Nazir, M. S., Wahjoedi, B. A., Yussof, A. W., Abdullah, M. A., Singh, A., da C., & S.,… Access, O. (2018). Spectrochimica Acta-Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy, 192(4), 121–130. Jurnal Tematik Kurikulum, 192 (4), 121–130.

Nugroho, T. (2014). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas (Askeb 3). Yogyakarta: Nuha Medika.

Oktariana, R. I. A. (2017). Hubungan pengetahuan perawatan luka perineum dengan penyembuhan luka perineum pada ibu post partum di wilayah kerja puskesmas pagelaran tahun 2017. i-xvii 1-64.

Setiani, D. (2017). Pengaruh Terapi Ice Pack Terhadap Penu-runan Skala Nyeri Post Episiotomy di Ruang RS PKU Muhammadiyah Gombong. STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG.

Widayani, W. (2017). Aromaterapi Lavender dapat Menurun-kan Intensitas Nyeri Perineum pada Ibu Post Partum.

Jurnal Ners Dan Kebidanan Indonesia, 4 (3), 123–128.

Yuliyanik. (2014). PENGARUH POSISI LITHOTOMI DAN POSISI DORSAL RECUMBENT TERHADAP DERAJAD ROBEKAN PERINEUM PADA IBU BERSALIN PRIMI GRAVIDA DI BPM MYASTOETI KABUPATEN MALANG.

In Jurnal Fasilkom.

Bab 5 M anajemen L aktasi

Tujuan: Setelah membaca Bab 5. Manajemen Laktasi, peserta didik mampu:

1. Menjelaskan pengertian manajemen laktasi 2. Menjelaskan periode manajemen laktasi 3. Menjelaskan penilaian dalam proses laktasi A. Pendahuluan

Air Susu Ibu (ASI) menjadi salah satu program World Health Organization (WHO) dan Pemerintah RI yang gencar dikemu-kakan di sektor kesehatan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas anak. ASI adalah sumber nutrisi yang primer bagi anak sejak dilahirkan sampai ia mampu mencernakan asupan lain setelah usia enam bulan. Lemak, protein, karbohidrat, vitamin, mineral, enzim, dan hormon yang terdapat dalam ASI tidak dapat digantikan oleh susu buatan industri. ASI mengandung zat-zat kekebalan yang melindungi anak dari infeksi dan penyakit kronis, serta mengurangi kemungkinan menderita gangguan kesehatan di kemudian hari seperti obesitas, diabetes, dan asthma (World Health Organization, 2014).

World Health Organization (WHO) dan United Nation Childrens Fund (UNICEF) (World Health Organization, 2009), menyarankan sebaiknya bayi diberi air susu ibu (ASI) secara

eksklusif selama paling sedikit enam bulan pertama di dalam kehidupan seorang bayi dan dilanjutkan bersama makanan pendamping yang pas hingga usia 2 tahun, dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak. Jenis ASI terbagi jadi 3 yakni kolostrum, ASI masa peralihan dan ASI mature. Kolostrum adalah susu yang dengan tekstur kental, berwarna kuning bersama mengandung protein tinggi dan sedikit lemak (Walyani, 2015).

Kandungan ASI yang lain yakni sel darah putih, zat kekebalan, enzim pencernaan, hormon dan protein yang sesuai untuk mencukupi keperluan hingga bayi berumur 6 bulan. ASI mengandung karbohidrat, protein, lemak, multi-vitamin, air, kartinin dan mineral secara lengkap yang sesuai dan diserap secara optimal oleh usus bayi, dan tidak meng-ganggu ginjal bayi yang sedang didalam masa pertumbuhan.

Komposisi ASI dipengaruhi oleh stadium laktasi, ras, kondisi nutrisi, dan konsumsi makanan oleh ibu (Soetjiningsih, 2012).

B. Manajemen Laktasi

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui, mulai dari ASI di produksi sampai bayi manghisap dan menelan (Prasetyono, 2012). Manajemen laktasi merupakan suatu usaha yang dikerjakan oleh ibu, ayah dan keluarga untuk menopang kesuksesan menyusui. Manajemen laktasi diawali dari perawatan payudara hingga manajemen ASI perah (ASIP). Keberhasilan dalam menyusui tidak terlepas dari segi internal dan eksternal. Faktor internal berasal berasal dari ibu dan bayi sedang secara eksternal adalah berasal dari lingkungan dan keluarga. Faktor internal amat memengaruhi kesuksesan manajemen laktasi. Hal ini selaras dengan pene-litian (Pertiwi, 2012), yang menyatakan bahwa kesuksesan proses laktasi dipengaruhi oleh keadaan dan perawatan

payudara, tehnik menyusui, posisi menyusui, frekuensi dan durasi menyusui.

Manajemen laktasi merupakan upaya yang dikerjakan untuk menolong ibu dalam keberhasilan menyusui bayinya.

Upaya ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu pada masa kehamil-an (kehamil-antenatal), sewaktu ibu dalam persalinkehamil-an sampai mela-hirkan (perinatal), dan terhadap masa menyusui sampai anak berumur 2 tahun (postnatal) (Perinasia, 2004). Peningkatan capaian ASI eksklusif yang sukses merupakan tujuan mana-jemen laktasi, yang meliputi serangkaian tindakan, diantara-nya perawatan payudara, implementasi cara menyusui dengan benar, dan pengenalan terhadap kasus seputar laktasi (Mansjoer, Arif, 2007).

Pada perlindungan ASI memerlukan suatu upaya mana-jemen laktasi yang diwujudkan oleh ibu untuk mencapai ke-berhasilan menyusui, dikarenakan pada hakikatnya manaje-men laktasi diawali dari masa kehamilan, sesudah persalinan, dan pada masa menyusui bayi (Siregar, 2004).

C. Periode Manajemen Laktasi 1. Masa kehamilan (Antenatal)

Pada masa antenatal, hal yang perlu diperhatikan dalam menejemen laktasi adalah:

a. Ibu mencari informasi mengenai kelebihan ASI, khasiat menyusui untuk ibu dan bayi, dan juga akibat negative pemberian susu formula.

b. Ibu memeriksakan kesehatan tubuh pada saat kehamil-an kondisi puting payudara, dkehamil-an memkehamil-antau kenaikkehamil-an berat badan saat hamil.

c. Semenjak kehamilan berusia 6 bulan sampai ibu siap buat menyusui, ibu melakukan perawatan payudara.

Hal ini bermaksud supaya ibu sanggup memproduksi

serta memberikan ASI yang memadai bagi kebutuhan bayi.

d. Sejak kehamilan trimester ke-2, ibu tetap mencari informasi tentang gizi serta makanan tambahan.

2. Masa Persalinan (Perinatal)

Pada masa kelahiran hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen laktasi saat adalah:

a. Masa yang sangat berarti dalam kehidupan bayi beri-kutnya adalah masa persaliinan. Oleh karena itu bayi harus menyusu dengan baik dan posisi yang benar maupun cara melekatkan bayi pada payudara ibu.

b. Ibu dibantu untuk melakukan kontak langsung dengan bayi selama 24 jam supaya menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.

c. Setelah melahirkan maka ibu nifas diberi kapsul vit. A dengan dosis tinggi (200.000 IU) dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan.

3. Masa Menyusui (Postnatal)

Pada Periode postnatal hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen laktasi adalah:

a. Pada minggu pertama kelahiran setelah bayi mendapat-kan ASI, Ibu wajib menyusui bayi secara eksklusif se-lama 4 bulan awal setelah kelahiran bayi tanpa diberi makanan tambahan.

b. Agar bayi tumbuh dengan sehat maka ibu mencari in-formasi mengenai gizi makanan ketika masa menyusui.

c. Ibu wajib untuk menjaga kesehatannya dengan istira-hat yang cukup serta menenangkan pikiran dan men-jauhkan diri dari keletihan yang berlebihan supaya pro-duksi ASI tidak terhambat.

d. Apabila terdapat masalah saat proses menyusui, ibu senantiasa mengikuti petunjuk petugas kesehatan (merujuk posyandu atau puskesmas).

e. Gizi/makanan anak wajib tetap diperhatikan oleh ibu terutama pada bayi berusia 4 bulan (Prasetyono, 2012).

Pemberian ASI eksklusif tidak hanya berguna untuk bayi namun berguna juga untuk ibu. Kegunaan ASI eksklusif untuk ibu antara lain sebagai kontrasepsi yang alami ketika ibu menyusui serta saat sebelum ibu men-struasi, melindungi kesehatan ibu dengan menurunkan risiko terserang kanker payudara serta menolong ibu buat membangun hubungan batin pada anak. Pemberian ASI juga bisa menolong pengeluaran keluarga karena tidak perlu membeli susu formula yang biayanya mahal (Walyani, 2015).

Terkadang informasi yang diperoleh ibu mengenai khasiat ASI eksklusif, tentang cara menyusui yang benar, serta hal yang wajib ibu lakukan apabila terdapat masalah ketika menyusui. Hambatan bisa saja terjadi saat proses pemberian ASI yang disebabkan ASI yang diproduksi berhenti (Febriyanti, R., & Dwi, 2014). Hambatan yang dapat terjadi ketika pemberian ASI Eksklusif antara lain ASI keluar sedikit, ibu khawatir payudara menjadi turun, serta ibu yang bekerja. Sebagian aspek yang mempenga-ruhi pemakaian ASI Eksklusif antara lain aspek pengeta-huan, aspek social budaya, aspek psikologi, aspek kondisi fisik ibu, aspek perilaku, serta aspek tenaga kesehatan (Soetjiningsih, 2012).

4. Prinsip Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif a. Persiapan dalam menyusui

Pada usia kehamilan memasuki 7-8 bulan, ibu sudah melakukan persiapan dengan melakukan pera-watan pada payudara sebagai langkah persiapan dalam menyusui. Hal ini cukup penting sebagai tinndakan awal keberhasilan menyusui karena produksi ASI akan lebih lancar pada payudara yang sudah dipersiapkan dan dirawat, sehingga dapat mencukupi kebutuhan bayi. Payudara yang tidak terawat dapat menyebabkan payudara mengalami pembengkakan, dan lecet pada area puting saat bayi menyusu. Masalah bendungan ASI juga dapat dicegah dengan melakukan perawatan pada payudara, diantaranya dengan melakukan pijat payu-dara, sesering mungkin memberikan ASI pada bayi, atau dengan memompa dan memerahnya (Maryunani, 2012).

b. Tahapan Menyusui yang Benar

1) Pada tahap awal menyusui, cairan ASI yang dike-luarkan dioleskan pada area puting dan areola agar puting tetap lembab dan mencegah lecet.

2) Mengambil posisi yang ergonomis, berbaring atau duduk di kursi dengan posisi yang nyaman dengan posisi bayi menghadap ke perut Ibu, dan ditopang pada bagian bahu belakang. Kepala bayi disanggah oleh bagian lengkung siku, menghadap kearah payu-dara. Telinga bayi diletakkan pada garis lurus sisi lengan, serta sepanjang menyusu ibu menatap bayi sebagai interaksi ibu dan bayi.

3) Menopang payudara dari bawah dan bagian atas

3) Menopang payudara dari bawah dan bagian atas

Dalam dokumen Buku Ajar. Aplikasi Periode Postpartum (Halaman 82-0)

Dokumen terkait