BAB 3. INFEKSI POSTPARTUM
B. Penyebab Infeksi Postpartum
Trauma atau luka perineum dengan jahitan mengharuskan penyembuhan dan perawatan dan juga anjuran berasal dari penolong untuk sanggup mempercepat penyembukan luka (Boyle, 2008). Normalnya penyembuhan luka perineum di mulai pada hari ke enam dan hari ke tujuh postpartum, tapi ada yang mengalami keterlambatan dalam penyembuhannya (Edhi MM, Aslam HM, Naqvi Z, 2013). Keterlambatan penyembuhan luka perineum ini memicu infeksi pada ibu postpartum. Keterlambatan penyembuhan luka perineum dipengaruhi oleh lebih dari satu faktor, yaitu tidak cukup nutrisi, tidak cukup menjaga kebersihan diri atau perineum, tidak cukup istirahat, tidak cukup menggerakkan dan olah raga seperti senam nifas (kegel exercise) (Noorbaya, 2020).
Infeksi postpartum diakibatkan oleh bakteri. Jenis bakteri penyebab infeksi ini berbeda-beda berdasarkan lokasi infeksi. Akan tetapi, penyebab biasanya adalah bakteri flora normal, seperti Streptococcus atau Stahpylococcus. Lochea yang tergolong normal berwarna merah dalam lebih dari satu hari pertama, kemudian beralih jadi kekuningan hingga putih, supaya pada pada akhirnya berhenti. Dari hari ke hari, lochea akan menyusut juga tidak berbau menyengat. Jika lochea bertambah banyak, berwarna merah, dan disertai bau menye-ngat, langsung konsultasikan dengan dokter. Demam juga bukan merupakan kondisi yang normal, sebaiknya mengkon-sultasikan ke dokter jika timbul demam. Perhatikan juga situasi luka jahitan dan luka bekas operasi. Penyembuhan luka yang normal yakni tidak bengkak, nyeri akan jadi berkurang, dan tidak adanya pengeluaran cairan/nanah.
Infeksi postpartum ditangani dengan penyembuhan antibiotik. Jenis antibiotik ditentukan oleh type infeksi yang dialami dikarenakan setiap infeksi mempunyai bakteri
penye-bab yang berbeda. Jika infeksi tergolong ringan, pertolongan antibiotik oral sudah mencukupi, tetapi jika infeksi tergolong berat, akan dibutuhkan pertolongan antibiotik secara intra-vena. Tenaga medis perlu diinformasikan bahwa jika ibu tengah menyusui, antibiotik disesuaikan yang aman bagi ibu menyusui.
Kontrol fisik dan wawancara pada pasien merupakan rangkaian kegiatan dalam penegakan diagnosa infeksi postpartum. Sumber infeksi dapat ditemukan berdasarkan gejala yang dikeluhkan oleh pasien. Pemeriksaan penunjang yang mungkin akan diperlukan, antara lain:
1. Pemeriksaan dalam yang bertujuan untuk memeriksa secara langsung organ reproduksi.
2. Pemeriksaan payudara yang bertujuan untuk memeriksa jika kemungkinan infeksi berasal dari peradangan payu-dara.
3. USG yang bertujuan untuk memeriksa kondisi rahim, serviks, kandung kemih, dan ginjal jika diperlukan.
4. Pemeriksaan darah dan kultur yang bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya penanda infeksi, jenis bakteri penyebab, dan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri tersebut.
5. Pemeriksaan urine yang bertujuan untuk melihat ada tidaknya infeksi pada saluran kemih.
Gambar Bakteri Streptococcus Pyogenes
(Sumber: en.wikipedia.org/wiki/Streptococcus_pyogenes) C. Cara Mencegah Infeksi Postpartum
Menjaga kebersihan organ reproduksi dan luka bekas operasi merupakan cara pencegahan infeksi pospartum yang dapat dilakukan, adapun caranya yaitu sebagai berikut:
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah membasuh area genitalia (kelamin).
2. Membasuh area genitalia dari arah depan ke belakang untuk mencegah penyebaran bakteri dan kuman dari anus ke bagian genital.
3. Menggunakan pembalut khusus ibu pospartum (yang berukuran panjang), mengganti pembalut secara teratur jika sudah penuh.
4. Menggunakan pakaian dalam yang dapat menyerap ke-ringat secara efektif dan segera mengganti pakaian dalam jika sudah terasa lembab.
5. Menjaga waktu istirahat dan memastikan waktu istirahat yang cukup, meskipun sulit bagi ibu yang baru saja mela-hirkan dikarenakan harus memperhatikan bayi, namun ibu harus tetap mencoba istirahat sebisa mungkin setiap ada waktu. Pada masa seperti ini, peran keluarga sangat
diharapkan dalam membantu ibu untuk merawat bayi agar ibu tetap dapat beristirahat yang cukup.
6. Menjaga pola makan dengan diet yang seimbang dan meminum air yang cukup agar tubuh tetap terhidrasi.
D. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Ibu pada Masa Postpartum 1. Menjaga Personal Hygiene
Rasional: Menjaga kebersihan diri pada masa postpartum merupakan hal yang sangat penting. Kondisi ibu saat pasca melahirkan sangat rentan terhadap infeksi, oleh sebab itu kebersihan diri sangat penting untuk diper-hatikan dengan tujuan untuk mencegah dan menghindari terjadinya infeksi yang tidak diharapkan. Menjaga keber-sihan tidak hanya sebatas membersihkan area tubuh, namun wajib juga untuk memperhatikan kebersihan pakaian, termpat tidur, serta lingkungan (Masa, 2009).
2. Menjaga Istirahat
Rasional: Istirahat yang berkualitas sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh ibu pasca melahirkan. Peran keluarga sangat diperlukan untuk memberikan kesempat-an beristirahat ykesempat-ang cukup bagi ibu sebagai persiapkesempat-an untuk merawat bayi salah satunya pada perawatan tali pusat nanti.
3. Senam Nifas
Rasional: Senam nifas dapat dilakukan sejak hari pertama ibu melahirkan setiap hari sampai hari kesepuluh.
Senam ini terdiri dari sekumpulan gerakan tubuh yang dapat dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat pemulihan kembali keadaan ibu. Senam nifas dapat mem-bantu memperbaiki dan melancarkan sirkulasi darah,
memperbaiki punggung juga sikap tubuh pasca melahir-kan, memperkuat otot panggul, serta dapat membantu ibu agar lebih rileks, nyaman, dan segar setelah melahirkan.
Proses inflamasi serta penyembuhan jaringan pada perineum yang trauma dapat dilakukan melalui mengevaluasi lima item penyembuhan yaitu, kemerahan (hipermi), edema, ekimosis, debit, dan perkiraan luka. Setiap item yang dinilai diberikan penilaian dengan skor mulai 0 sampai 3 tergantung dengan keadaan luka pada saat dilakukan pemeriksaan (Devendra, B. N., Seema, K. B., & Kammappa, 2015).
Skoring REEDA (Redness/kemerahan, Edema/bengkak, Ecchymosis/ekimosis, Discharge/keluaran, Approximate/
perlekatan) merupakan singkatan dari sistem penilaian yang sering digunakan dalam menilai kondisi episiotomi atau laserasi perineum yang dilakukaan saat proses melahirkan.
Kemerahan dianggap normal pada luka episiotomi, namun jika ada rasa sakit yang terus meningkat secara signifikan maka perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut. Edema yang berlebihan dapat menghambat penyembuhan luka sehingga luka akan semakin lama untuk sembuh. Penggunaan kompres es (icepacks) pada masa pasca persalinan umumnya disaran-kan (Samadi, S., Khadivzadeh, T., Emami, A., Moosavi, N. S., Tafaghodi, M., & Behnam, 2010).
Skala REEDA (Redness, Edema, Ecchymosis, Discharge, Approximation) merupakan instruman penilaian terkait penyembuhan luka edema yang terdiri atas lima faktor.
Adapun faktor tersebut meliputi kemerahan, edema, ekimosis, pengeluaran cairan, dan pendekatan (aproksimasi) dari dua tepi luka. Setiap faktor memiliki skor antara 0 sampai 3 yang menyatakan tida adanya tanda-tanda hingga adanya tanda pada tingkat tertinggi. Dengan demikian,
jumlah skor skala berkisar 15, jika skor semakin tinggi maka hal tersebut menunjukkan penyembuhan luka yang buruk (Alvarenga et al., 2015).
Penilaian dari sistem REEDA meliputi:
1. R: Redness Inspeksi kemerahan pada daerah luka bekas jahitan
2. E: Edema Pengkajian adanya cairan dalam jumlah besar (banyak) yang abnormal pada jaringan intraseluler tubuh.
Hal ini menunjukkan jumlah yang nyata dalam jaringan subcutis, edema disebabkan oleh obstruksi vena atau saluran limfatik atau oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
3. E: Ecchymosis merupakan bercak perdarahan kecil namun lebih besar dari petekie (bintik merah keunguan kecil dan bulat sempurna serta menonjol), pada kulit perineum membentuk bercak kebiruan atau ungu yang merata, bulat, juga tidak beraturan.
4. D: Discharge merupakan penilaian debit cairan
5. A: Approximation Penilaian terkait kondisi kerapatan luka, apakah luka tersebut sudah tertutup atau tidak.
Alat ukur yang digukan pada penilaian infeksi adalah formulir observasi. Menurut (Noorbaya, 2020), observasi merupakan suatu cara atau metode mengumpulkan data melalui pengamatan terhadap suatu kegiatan yang sedang berlangsung. Tujuan dari dilakukannya observasi yaitu untuk dapat meninjau serta mengabadikan kejadian yang timbul dalam lembar observasi (Suyanto, 2011). Checklist yang digu-nakan dalam penilaian ini terdiri dari 6 item observasi yang dinilai tentang ciri-ciri serta karakteristik luka. Penilaian dalam checklist berdasarkan kategori tanda-tanda infeksi.
1. Eksudat adalah material yang keluar dari luka, baik cairan luka, drainase luka, dan kelebihan cairan normal tubuh.
Eksudat yang dianggap minimal yaitu tidak tersedia eksudat atau tersedia eksudat tetapi tidak purulen, dan juga banyaknya tidak lebih dari seperempat kasa balutan.
Eksudat dalam kategori sedang jikalau berwarna keku-ningan dengan jumlah maksimalnya 1/2 dari kasa balutan.
Eksudat dikategorikan banyak jika eksudat purulen dan banyaknya lebih dari 1/2 kasa pembalut. Eritema adalah kemerahan yang ditemukan pada kulit. Hal ini disebabkan oleh pelebaran pembuluh kapiler yang reversible.
2. Eritema kategori minimal jika tidak ada eritema, dikatakan terdapat eritema walaupun tidak tampak jelas. Kategori eritema sedang apabila daera sekitar terdapat eritema dan tidak lebih dari 0,5 cm dari luka. Kategori eritema berat apabila eritema meluas lebih dari 0,5 cm dari luka (Puspitasari, H. A., & Sumarsih, 2011).
3. Edema (pembengkakan) adalah pembengkakan yang ter-jadi karena adanya penumpukan cairan pada perineum maupun pada organ dalam tubuh. Edema ringan yaitu jika tidak ada edema atau ada edema tetapi tidak terlalu tampak. Edema sedang yaitu jika tampak ada pembeng-kakan tetapi tidak disertai kemerahan. Edema berat yaitu jika tampak sekali ada edema yang menonjol dan disertai kemerahan.
4. Letak nyeri dinilai ringan jika hanya terasa pada daerah luka perineum. Letak nyeri sedang jika hanya terasa nyeri di daerah luka, dan dinilai berat jika nyeri menyebar ke daerah sekitar luka perineum.
5. Intensitas nyeri dikatakan ringan jika tidak ada nyeri atau hanya pada saat penggantian pembalut. Nyeri dikatakan sedang jika nyeri yang dirasakan kadang-kadang muncul.
Dan nyeri dikatakan berat jika rasa nyeri dirasakan oleh pasien secara terus-menerus.
6. Bau dinilai ringan jika luka tidak ditemukan mengeluarkan bau. Bau dinilai sedang jika adanya bau yang tidak menu-suk saat pembalut dibuka. Sedangkan bau dinilai berat jika terdapat bau yang menusuk, baik saat pembalut belum dibuka maupun setelah dibuka (Puspitasari, H. A., &
Sumarsih, 2011).
Instrumen Penilaian Tanda-Tanda Infeksi (Puspitasari, H. A., & Sumarsih, 2011)
S oal L atihan
1. Ny. I umur 20 tahun datang ke RB diantar keluarga baru melahirkan anak pertama 4 hari yang lalu. Ditolong oleh dukun, anak meninggal setelah lahir, lama persalinan 2 hari di mana ketuban telah pecah, mengeluh sejak 3 hari yang lalu megalami demam, menggigil luka perineum tampak kemerahan, bengkak, dan mengeluarkan pus. Dari hasil pemeriksaan di dapati TD 100/60 mmHg, suhu 39 derajat celcius, nadi 90 kali permenit, pernafasan 20 kali permenit, TFU 2 jari dibawah pusat. Infeksi pada perineum Ny. I disebabkan oleh:
a. Clostridium tetani b. Toksoplasma godii c. E.colli
d. Streptokokus haemolyticus e. Microbacterium
Jawaban: d. Streptokokus haemolyticus
2. Ny. Ita P1A0 melahirkan 1 minggu yang lalu ditolong oleh dukun, proses persalinan berlangsung lama tetapi akhir-nya dapat dirumah. Keadaan umum sekarang lemah, TD 90/60 mmHg, suhu 390 c, RR 18 x/m, demam, mengigil, perut bagian bawah terasa nyeri, pengeluaran berupa nanah, berbau, dan uterus nyeri tekan.
Diagnose yang tepat pada kasus Ny. Ita adalah...
a. Infeksi nifas b. Infeksi pelvis c. Infeksi peritoneum d. Infeksi kandung kencing e. Infeksi laserasi jalan lahir Jawaban: a. Infeksi nifas
3. Ny J berusia 23 tahun, postpartum 7 hari, mengeluh merasa tidak nyaman, perut bagian bawah dengan penge-luaran cairan kental dan bau amis dari vagina, kepala pu-sing. Hasil pemeriksaan TD: 110/80 mmHg, HR: 90x/
menit, RR: 28x/menit, Suhu: 38,50C,TFU 1 jari bawah pusat. Pemmeriksaan lanjutan yang tepat di bawah ini yang perlu dilakukan pada Ny J adalah:
a. Golongan darah b. Haemoglobin c. Hematokrit d. Trombosit e. Leukosit
Jawaban: e. Leukosit
D aftar P ustaka
Alvarenga, M. B., Francisco, A. A., De Oliveira, S. M. J. V., Da Silva, F. M. B., Shimoda, G. T., & Damiani, L. P. (2015).
Episiotomy healing assessment: Redness, oedema, ecchymosis, discharge, approximation (REEDA) scale reliability. Revista Latino-Americana de Enfermagem, 23 (1), 162–168. https://doi.org/10.1590/0104-1169.
3633.2538
Ambarwati, E. (2010). Asuhan Kebidanan Postpartum. Nuha Medika, Yogyakarta.
Boyle. (2008). Pemulihan Luka. Jakarta. EGC.
Devendra, B. N., Seema, K. B., & Kammappa, K. A. (2015).
Episiotomy wound haematoma: Recognition, manage-ment and healing assessmanage-ment by REEDA scale in postpartum period. Journal of Dental and Medical Sciences (IOSRJDMS), 14 (9), 8–11.
Edhi MM, Aslam HM, Naqvi Z, H. H. (2013). Post Partum Hemorrhage: Causes and Management. BMC Research Notes, 6 (236), 1–6.
Masa, S. S. A. K. P. (2009). Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Mitayani. (2013). Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika. Jakarta.
Noorbaya, S. (2020). Efektivitas Metode Pembelajaran Conti-nuity Of Care Terhadap Peningkatan Kompetensi Pem-berian Asuhan Kebidanan. Indonesian Journal of Mid-wifery (IJM), 3 (2), 101–108.
Puspitasari, H. A., & Sumarsih, T. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesarea (SC). Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 7 (1).
Samadi, S., Khadivzadeh, T., Emami, A., Moosavi, N. S., Tafaghodi, M., & Behnam, H. R. (2010). The effect of Hypericum perforatum on the wound healing and scar of cesarean. The Journal of Alternative and Complemen-tary Medicine, 16 (1), 113–117.
Bab 4 P erawatan L uka P erineum
Setelah membaca Bab 4. Perawatan Luka Perineum, Tujuan:
peserta didik mampu:
1. Menjelaskan tentang defenisi perawatan luka perineum.
2. Menjelaskan metode perawatan luka perineum.
3. Mejelaskan alat ukur proses penyembuhan luka perineum.
A. Pendahuluan
Perawatan perineum merupakan suatu bentuk pemenuhan kebutuhan yang dapat menyehatkan daerah tertentu paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil, di mana pera-watan perineum bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan (Nugroho, 2014).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam untuk meningkatkan kebersihan vagina.
1. Lochea, adalah keluarnya darah dari vagina selama nifas.
2. Saluran pembuangan air keci dan buang air besar ber-dekatan yang mengandung banyak microorganisme pathogen.
3. Terdapat luka/trauma pada proses persalinan yang meng-akibatkan terinfeksi bila terkena kotoran.
4. Mikroorganisme akan masuk ke organ terbuka yaitu va-gina dan dapat menjalar ke rahim.
B. Luka Perineum
Luka perineum terjadi karena terjadi robekan jalan lahir baik karena ruptur maupun karena episiotomi pada waktu me-lahirkan janin pada area antara vagina dan dubur. Ada macam macam bentuk luka perineum, yaitu
1. Epiostomi, tindakan insianis irisan bedah pada perineum yang dilakukan untuk memperlebar vagina untuk mem-permudah dan membantu dalam proses kelahiran bayi dengan memotong selaput lender vagina, cincin hymen, jaringan septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum, serta kulit sebelah depan perineum
2. Ruptur, terjadi secara ilmiah yang disebabkan karena de-sakan kepala atau bahu janin saat proses persalinan yang berakibat rusaknya jaringan. Robekan ini umum terjadi pada garis tengah dan meluas jika kepala janin lahir ter-lalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil, kepala janin yang terlalu besar melewati panggul (Mustika et al., 2019).
Gambar Ruptur Perineum
(Sumber: google.com/url.Ruptur-Perineum-Fk-2012&psig=AOv)
C. Derajat Luka Perineum
Selanjutnya ada 4 derajat luka perineum, yaitu
1. Derajat 1 yaitu laserasi mengenai mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum (tidak dijahit).
2. Derajat 2 yaitu laserasi mengenai mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum (dijahit, diberi anesthesi pada lokal otot diafragma urogenitalis menghubungkan garis tengah dengan jahitan lalu di tutup jaringan-jaringan dibawahnya pada vagina dan kulit perineum).
3. Derajat 3 yaitu laserasi mengenai mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter ani(luar) (dijahit pada dinding depan rectum yang sobek lalu kemudian fasia per rektal ditutup dan spingter ani dijahit. Selanjutnya dilakukan penutupan robekan denggan mengikut sertakan jaringan).
4. Derajat 4 yaitu laserasi mengenai Mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter ani ekster (luar), dinding rectum anterior. (perlu ditindak lanjuti atau ditangani oleh dokter dengan per-hatian khusus guna mempertahankan kontinensia fekal).
(Sumber: id.theasianparent.com/robekan-jalan-lahir) Penanganan Luka episiotomi pada masing-masing derajat luka perineum. Berdasarkan derajatnya menurut Purwoastuti (2015), yaitu
1. Derajat I penjahitan tidak dibutuhkan jika tidak ada perdarahan dan jika luka teraposisi secara alamiah.
2. Derajat II pada robekan perineum derajat II setelah diberi anesthesi lokal otototot diafragma urogenitalis dihubung-kan dengan jahitan sesudah itu luka pada vagina dan kulit perineum ditutup bersama dengan mengikutseetakan ja-ringan-jaringan dibawahnya.
3. Derajat III menjahit robekan perineum derajat III dila-kukan dengan teliti, tindakan awal, dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia per rektal ditutup dan
muskulus sphingter ani eksternum yang dijahit. Selan-jutnya dikerjakan penutupan. Robekan perineum total me-merlukan terapi perawatan khusus.
4. Derajat IV perbaikan dilakukan dengan menggunakan be-nang yang bisa diserap. Robekan derajat ketiga dan ke-empat membutuhkan perhatian spesifik untuk mencegah kontinensia fekal.
D. Alat Ukur Peroses Penyembuhan Luka Perineum
Pemeriksaan perineum meliputi redness, edema, ecchymosis, drainage, dan wound approximation memakai proses skoring untuk mengevaluasi penyembuhan luka pada masa pasca-salin. REEDA tool, alat ini untuk membicarakan redness, edema, ecchymosis (purplish patch of blood flow), discharge, dan approximation (closeness of skin edge) yang terjalin dengan trauma perineum sesudah persalinan. REEDA menilai lima komponen proses penyembuhan dan trauma perineum setiap individu (Oktariana, 2017).
Pemeriksaan perineum meliputi REEDA (redness, edema, ecchymosis, drainage, dan wound approximation) se-bagai evaluasi pascamelahirkan dengan langkah dikaji di dalam 7-10 hari pascapersalinan memanfaatkan skor menjadi dari 0 hingga 3 penilaian. Skor (1-15) mengindikasikan tingkat trauma jaringan yang lebih besar dan indikasi (pe-nyembuhan buruk) dan skor 0 perlihatkan trauma penyem-buhan perineum penuh (penyempenyem-buhan baik) (Alvarenga et al., 2015).
(Sumber: Oktariana, 2017)
Persiapan Perawatan:
1. Memberi salam dan memperkenalkan diri.
2. Menjelaskan tujuan dan prsedur tindakan.
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan.
4. Menjaga privasi dan mencuci tangan.
(Sumber: kompasiana.com/www.achirsamawa.com/
5e375cabd541df4aac31d482/kiat-komunikasi-terapeutik-bagi-perawat)
Alat dan Bahan:
1. Larutan NaCl 0,9%
2. Betadine
3. Handsoon bersih 4. Handscoon steril 5. Bola kapas 6. Kom kecil 2 buah 7. Kassa steril 8. Pinset anatomis
9. Selimut mandi/alat tenun 10. Korentang
11. Bengkok 12. Ember
13. Pembalut dan pakaian dalam bersih Fase Kerja:
1. Memakai handscone bersih.
2. Mengganti selimut pasien dengan selimut mandi.
3. Pasang perlak lalu atur pasien dengan posisi dorsal recumbent (telentang dengan menekuk lutut dan mele-barkan kedua kaki, kepala dibantal lalu kaki menpaak tempat tidur).
4. Lakukan vulva hygine (menganjurkan klien BAB/BAK, mengguyur vulva, membersihhkan kotoran lalu mem-buangnya ke tempat yang sudah disediakan, member-sihkan dari atas ke bawah penggunaan kapas dipake 1x, mengeringkan vulva dengan kassa kering.
5. Mengobservasi luka jahitan (REEDA).
6. Memakai celana dalam dan pembalut.
7. Mengangkat perlak serta pengalas.
8. Merapikan pasien, lalu menggnti selimut mandi dan me-makaikan kembali selimut paien. Lalu melepaskan sarung tangan.
(Sumber: idjurnal.com/2015/04/macam-macam-posisi-pasien.html)
Posisi dorsal recumbent adalah posisi klien menekuk lutut dan melebarkan kedua kaki. Kepala pasien disanggah dengan bantal, dan kedua telapak kaki ditekuk, dan menapak di atas tempat tidur, sedang kedua tangan klien di letakkan di samping tubuh (Yuliyanik, 2014), dengan cara:
a. Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka. Rasional: Pakaian dibuka untuk mempermudah proses pemeriksaan atau perawatan.
b. Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ketempat tidur dan renggangkan kedua kaki. Rasional:
Klien dengan gangguan nyeri merasa lebih nyaman dengan fleksi lutut.
1. Lakukan vulva hygine
a. Memasang pispot dan meminta klien untuk BAK/BAB.
Rasional: Sebagai wadah untuk klien BAK/BAB.
b. Mengguyur vulva dengan air bersih/matang. Rasional:
Membersihkan kotoran-kotoran yang ada di vulva.
c. Pispot diambil. Rasional: Membuang kotoran ditempat yang sudah disediakan.
d. Mendekatkan bengkok ke dekat klien. Rasional: Memu-dahkan perawat saat melakukan tindakan.
e. Mengambil kapas basah dan membuka vulva dengan ibu jari dan jari telunjuk kiri. Rasional: Membuka vulva dengan ibu jari dan jari telunjuk kiri memudahkan perawat membersihkan area vulva.
f. Membersihkan vulva mulai dari labia mayora kiri, labia mayora kanan, labia minora kiri, labia minora kanan, vestibulum, dan perineum. Lakukan dari arah atas ke bawah dengan kapas basah (1 kapas, 1 kali usap).
Rasional: Melakukan tindakan sesuai instruksi, pema-kaian 1 kali pakai berguna untuk menghindari trans-misi bakteri.
g. Mengeringkan vulva dengan menggunakan kassa ke-ring. Rasional: Mencegah agar vulva klien tidak lembab.
(Sumber: me.me/i/since-yall-niggas-know-everything-what-part-you-lick-clitoris-8646179)
2. Mengobservasi luka jahitan (REEDA). Rasional: Robekan dengan kategori berat dikaji dengan adanya tanda-tanda trauma berlebihan pada jaringan perineal dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi dan intervensi lebih lanjut.
3. Memakaikan celana dalam dan pembalut. Rasional: Agar klien merasa nyaman dan menerapkan etika kepera-watan.
4. Mengangkat perlak dan pengalas. Rasional: Membersihkan peralatan tindakan.
5. Merapikan klien, mengambil selimut mandi dan mema-kaikan selimut klien. Rasional: Agar klien merasa nyaman.
6. Melepaskan sarung tangan. Rasional: Menjaga kebersihan tangan dan mencegah transmisi mikroorganisme.
Fase Terminasi:
1. Membereskan alat alat. Rasional: Agar ruangan klien ber-sih kembali.
2. Menyampaikan evaluasi tindakan. Rasional: Agar klien dan keluarga mengetahui hasil perawatan.
3. Menyampaikan rencana tindak lanjut. Rasional: Agar klien dan keluarga mengetahui tindakan kedepannya yang akan dilakukan.
4. Berpamitan. Rasional: Menerapkan etika keperawatan.
5. Mencuci tangan. Rasional: Mencegah transmisi mikroor-ganisme.
6. Dokumentasi tindakan. Rasional: Sebagai bukti telah dila-kukan tindakan perawatan.
E. Intervensi Perawatan Perineum
1. Cold Therapy (Nazir, M. S., Wahjoedi, B. A., Yussof, A. W., Abdullah, M. A., Singh, A. & S., … Access, 2018)
Cold Therapy (pemberian kompres dingin pada Luka atau area perineum), bertujuan: Mengurangi rasa sakit di suatu daerah setempat, menurunkan suhu tubuh, men-cegah peradangan meluas, mengurangi perdarahan setem-pat.
Cara:
Dilakukan setiap 2 jam sekali selama 24 jam per-tama sesudah melahirkan. Rasional: Pemberian kompres dingin mampu menurunkan prostaglandin yang memper-kuat sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain terha-dap perineum bersama dengan menahan proses inflamasi.
Tujuan:
a. Mengurangi rasa sakit disuatu daerah setempat.
b. Menurunkan suhu tubuh.
b. Menurunkan suhu tubuh.