• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gejala Depresi Postpartum

Dalam dokumen Buku Ajar. Aplikasi Periode Postpartum (Halaman 152-0)

BAB 6. MENGENAL MASA SUBUR DAN PENGGUNAAN ALAT

D. Gejala Depresi Postpartum

Depresi adalah gangguan psikopatologi yang paling sering sebagai penyebab dari bunuh diri, sehingga banyak yang berakhir dengan kematian. Kecemasan dan gejala depresi sering timbul secara bersamaan. Manifestasi dari kedua gejala tersebut yaitu: susah tidur, merasa bersalah, kelelahan, susah konsentrasi, dan rasa ingin bunuh diri. Gejala depresi postpartum tidak jauh beda dengan gejala depresi pada umumnya. Hal yang sangat dihindari yaitu perilaku ingin bunuh diri, ketakutan yang berlebihan dan ancaman keke-rasan terhadap bayinya. Namun depresi portpartum mem-punyai kareakteristik yang lebih spesifik daripada gangguan depresi umum yaitu sebagai berikut (Gill, 2007):

1. Mimpi buruk. Mimpi buruk sering terjadi pada siklus REM yang menyebabkan ibu sering terbangun karena mimpi yang menakutkan. Hal ini mengakibatkan ibu beresiko mengalami insomnia.

2. Insomnia. Kecemasan dan depresi adalah hal yang men-dasar terhadap gejala gangguan lain yang terjadi pada individu.

3. Fobia. Rasa takut irasional akan hal tertentu dan tidak mampu dihilangkan oleh ibu. Ibu yang melahirkan dengan operasi Caesar sering mengalami emosi yang bermacam-macam, mulai dari merasakan syok dan tidak percaya akan apa yang telah terjadi padanya. Perempuan yang melahir-kan dengan operasi Caesar amelahir-kan mengalaminya kembali di kehamilan yang berikutnya. Ini yang membuat ibu menjadi takut pada peralatan operasi dan jarum.

4. Kecemasan. Rasa ketegangan dan tidak aman serta kekha-watiran timbul disebabkan oleh ibu takut hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi, namun kebanyakan ibu tidak mengetahui penyebab rasa cemas yang dialami-nya.

5. Sensitivitas yang meningkat. Periode setelah persalinan membuat ibu memiliki banyak penyesuaian serta pem-biasaan diri. Ibu harus memulihkan diri dari persalian dan belajar cara merawat bayi serta merasa bahagia karna telah menjadi seorang ibu. Pengalaman ibu yang kurang menjadikan rasa percaya diri ibu menjadi kurang terhadap bayi yang baru lahir.

6. Perubahan suasana hati/mood. Depresi postpartum dapat timbul dengan gejala sebagai berikut: Nafsu makan menu-run, menjadi sedih dan murung, merasa tidak berharga, mudah menjadi marah, kelelahan, insomnia/ sulit untuk tidur, anoresia, terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri, anhedonia, sering menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak memiliki harapan masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Ibu juga merasa jengkel dan sulit mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan sering menangis. Ibu akan mulai memiliki perasaan bersalah pada bayi walaupun ibu tidak benar-benar membenci bayinya. Gangguan nafsu makan dan tidur serta harga diri rendah dan sulit untuk memperta-hankan konsentrasi.

E. Penatalksanaan Depresi Postpartum

Albin (2001), menyatakan bahwa kebanyakan perempuan yang mengalami depresi post partum tidak mau bercerita. Hal ini disebabkan mereka merasa malu dan takut serta ada perasaan bersalah apabila orang lain berpendapat bahwa

mereka tidak pantas menjadi seorang ibu karena merasakan depresi disaat disaat seharusnya mereka merasa bahagia.

Ketika seorang perempuan mengalami depresi pasca melahir-kan tidak berarti mereka menjadi tidak pantas menjadi seorang ibu. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi depresi postpartum, yaitu 1) sebisanya banyak istirahat, tidurlah selama bayi tidur; 2) berhenti untuk mem-bebani diri dengan melakukan segala sesuatu sendiri; 3) meminta bantuan dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, meminta bantuan suami untuk merawat bayi terutama saat menyusui bayi di malam hari agar ibu bisa memiliki istirahat yang cukup; 4) berbagi cerita dengan suami, keluarga, dan teman tentang hal yang sedang dirasakan; 5) menghindari kesendirian untuk jangka waktu yang lama, melakykan pergerakan dan berjalan di sekitar rumah agar suasana hati dapat berubah; 6) bertukar pengalaman dengan cara berbica-ra dengan ibu atau oberbica-rangtua; 7) mengikuti grup support untuk perempuan; 8) selama kehamilan jangan melakukan perubahan hidup yang terlalu drastis (Albin R, 2001).

Erikania (1999), menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan ketika seseorang memiliki perasaan negatif dan kacau setelah melakukan persalinan, yaitu 1) menanamkan pikiran-pikiran positif dari gejala-gejala yang dirasakan setelah melahirkan; 2) mencari waktu istirahat sebanyak mungkin dan usahakan tidak memaksakan diri melakukan segala sesuatu sendiri sehingga dapat tidur dengan nyenyak serta perhatikan asupan makanan; 3) tidak menghabiskan waktu sendirian, meluangkan waktu bersama suami. Menceritakan perasaan tertekan kepada suami, saha-bat, keluarga, akan membantu dari depresi; 4) apabila menangis tanpa alasan tidak perlu mencari penyebabnya (Erikania. J, 1999).

Instrument skirining penegakan diagnosis Depresi Postpartum (Gjerdingen, D. K., & Yawn, 2007):

1. Schedule of Afective Disorders and Schizophrenia (SADS)

Instrument ini menilai 11 tanda dan gejala depresi diantaranya gangguan tidur, gangguan makan, perasaan bersalah, gangguan konsentrasi, kelelahan, rasa ingin bunuh diri, kurangnya semangat, gangguan motorik.

Instrument SADS betisi pertanyaan terbuka terkait dengan gejala dan komponen. Pada setiap gejala diberikan skor 1-6 oleh pemeriksa dengan skor minimal 3 (ringan). Minimal gejala tersebut harus dialami selama 2 minggu.

2. Structure Clinical Interview for DSM-IV-R (SCID)

SCID adalah wawancara berbasis klinis dengan menggabungkan kriteria diagnosis DSM-IV. Terdapat versi yang berbeda untuk pasien rawat inap, rawat jalan, hingga yang tidak populasi klinis. Ada enam modul dalam intru-men ini sehingga untuk intru-mengisinya memerlukan waktu selama 45-60 menit.

3. Standart Psychiatric Interview (SPI)

SPI adalah wawancara yang ditujukan untuk komu-nitas bukan individu dan terdiri dari 10 gejala psikiatrik.

4. Present State Examination (PSE)

PSE adalah instrument yang biasanya digunakan untuk penelitian yang terkait dengan depresi post partum.

PSE digunakan untuk mencari gejala selama 4 minggu sebelum wawancara dilakukan.

5. Hamilton Rating Scale for Depression (HSRD)

Bagi pasien yang telah terdiagnosa maka instrument HSRD digunakan untuk menilai tingkat keparahan depresi pasien. Instrument ini terdiri dari 17 gejala depresi dan sering digunakan pada beberapa literature depresi postpartum.

6. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EDPS)

EDPS merupakan instrument dalam bentuk angket/

kuesioner yang berisi 10 item dan merupakan alat skri-ning yang cukup efektif serta spesifik untuk menskriskri-ning depresi postpartum secara internasional. Dari 10 pernya-taan tersebut masing-masing memiliki skor 1-3, dengan skor maksimal 30 poin. Apabila ada responden yang mendapatkan nilai 10 poin ataupun lebih serta mem-punyai pikiran untuk membahayakan diri sendiri dan juga bayinya, maka sangat perlu dilakukan wawancara dengan psikiater dalam melihat gejala dan menentukan diagnosis.

Wanita dengan hasil EDPS antara 5-9 dengan gejala depresi tetapi tanpa rasa ingin bunuh diri harus kembali di evaluasi selama 2-4 minguu setelah dilakukan EDPS (Gondo, 2012).

Intervensi Pada Depresi Postpartum

No Intervensi Rasional Gambar

1 Terapi supportif dan psikologis.

Dilakukan pasca melahirkan.

Meskipun belum ada terbukti bahwa nutrisi yang sehat, olahraga teratur, serta istirahat tidut yang tercukupi mampu mengurangi resiko depresi setelah persalinan namun faktor-faktor diatas sangat dianjurkan bagi ibu pasca melahirkan.

2 Terapi perilaku kognitif dan interpersonal

Fokus terapi perilaku adalah perubahan pola pikir yang maladaptive dan perilaku terapi suasana hati yang berfokus pada peningkatan hubungan untuk membantu perubahan peran seorang wanita menjadi orangtua baru. (Stewart, D. E., & Vigod, 2016).

3 Memberikan antidepresan, sertaline (50 Mg setiap hari selama 1 minggu)

Terapi ini diberikan pada penderita post partum. Jika penderita post partum lebih menyukai obat-obatan dibandingkan dengan terapi perilaku. Antri depresi yang diperkirakan bisa bekerja dengan baik pada ibu menyusui wajib di resepkan oleh psikiater (Stewart, D. E.,

& Vigod, 2016).

Tetapi untuk ibu yang mengalami depresi post partum yang lumayan parah, lebih baik melakukan kunjungan ke dokter supaya diberikan terapi farmakologis anti depressant golongan tricyclc (TCAs). Terapi ini berguna untuk meringankan gejala-gejala dari depresi post partum sehingga ibu bisa menjalankan aktivitas sehar-hari dengan normal. (Guille, C., Newman, R., Fryml, L. D., Lifton, C. K., & Epperson, 2013).

4 Menggunakan Program MOMMOODBOOSTER (MMB)

merupakan program yang bisa diakses secara gratis yang dirancang untuk fleksibel, efektif dan efisien.

Selain itu, ibu tidak perlu datang ke fasilitas kesehatan untuk berkonsultasi dengan

Lewinsohn, 2013). (Sumber:

images.app.goo.gl/R8FB7U xum5Dj19GE8)

memiliki akses lokal untuk mendapatkan perawatan (Immawanti, 2020).

5

5 Memberikan dukungan sosial dari suami

Suami adalah orang terdekat dan memiliki tanggung jawab untuk memberikan rasa nyaman dan aman, rasa dihormati dan berharga, dibutuhkan, kuat serta semangat yang diperlukan untuk menyelesaikan persalinan dengan baik serta penuh kebahagiaan. (Fairus,

6 Terapi Pendidikan Terstruktur wanita. Terapi ini juga digunakan untuk mengurangi skor depresi pasca persalinan dengan melakukan kunjungan rumah efektif karena ada tindak lanjut pembelajaran (Top, E. D., & Karaçam, 2016).

7 Terapi Thought Stopping Terapi yang digunakan untuk penghentian berpikir dan terapi suportif mampu mengurangi rasa sakit pasca persalinan dan kegelisahan orang tua dari bayi premature yang menyebabkan depresi post partum (Laela, S., &

Terapi Thought

Keliat, 2018). Penelitian lain juga

8 Terapi Managing Our Mood (MOM)

Metode intervensi MOM berpengaruh dalam peningkatan kepuasan ibu sehingga menurunkan tingkat kecemasan ibu. Terapi ini dilakukan dengan dikirim paket berisi buku pegangan dan video yang sesuai dan brosur informasi pasangan / pendamping tentang depresi postpartum. video tersebut menampilkan segmen tiga ibu (aktor amatir) yang

menceritakan kisah mereka masing-masing tentang depresi postpartum yang berkaitan dengan setiap sesi buku pegangan. Peralatan pemutar video dipinjamkan kepada peserta tanpa biaya sesuai kebutuhan. Untuk

buku pegangan ini setiap minggu (ada fleksibilitas untuk memperhitungkan peristiwa hidup), menonton sesi video dan menyelesaikan serangkaian latihan. Peserta menerima panggilan telepon mingguan dari pelatih pribadi pada waktu yang nyaman (mis. Hari, malam, malam).

Jika perlu, pembinaan panggilan dibagi menjadi dua bagian untuk mengakomodasi kebutuhan orang tua. Isi panggilan pelatihan dipatuhi skrip manual dengan tujuan yang pasti untuk meninjau kemajuan, pemecahan masalah, mendorong perolehan keterampilan dan memperkenalkan tema di sesi mendatang. (Wozney, L., Olthuis, J., Lingley-Pottie, P., McGrath, P. J., Chaplin, W., Elgar, F., ... & Kennedy, 2017).

9

9 Terapi Relaksasi Musik Teknik relaksasi yoga dengan bantuan audio terhadap stres, kecemasan, dan produksi ASI dari ibu postpartum (Dabas, S., Joshi, P., Agarwal, R., Yadav,

10 Intervensi Pemberian Suplemen Zat Besi Kadar feritin yang rendah setelah persalinan secara bermakna dikaitkan dengan depresi post partum dan, pada akhirnya, besi memainkan peran penting dalam patofisiologi depresi postpartum (Sheikh, M., Hantoushzadeh, S., Shariat, M., Farahani, Z., & Ebrahiminasab, 2017).

S oal L atihan

1. Ny A adalah ibu postpartum berusia 20 tahun, datang dengan keluhan belum dapat merawat dan mengatakan merasa tidak mampu merawat bayinya, ke pusat layanan kesehatan dengan, berdasarkan teori adaptasi Rubin Ny A berada pada fase:

Pada fase masa nifas apakah ibu tersebut?

a. Taking in b. Letting go c. Letting in d. Taking hold e. Letting hold

Jawaban: a. Taking in

2. Berdasarkan teori adaptasi psikologis pada masa nifas, saat yang tepat untuk memberikan edukasi tentang pera-watan diri dan bayinya pada ibu postpartum

a. Taking in b. Letting go c. Letting in d. Taking hold e. Letting hold

Jawaban: d.Taking hold

3. Ibu postpartum yang sudah mampu mandiri dalam mera-wat diri daan bayinya merupakan pencapaian ibu dalam melaksanakan perannya. Hal ini menggambarkan ibu memasuki masa adaptasi fase:

a. Taking in b. Letting go c. Letting in d. Taking hold e. Letting hold

Jawaban: b. Letting go

D aftar P ustaka

Agustarika, B. (2009). Pengaruh terapi thought stopping terhadap ansietas klien dengan gangguan fisik di RSUD Kabupaten Sorong.

Albin R. (2001). Bagaimana Mengenal dan Mengarahkan Gangguan Mental. Yogyakarta: Kanisius.

Ardiyanti, D., & Dinni, S. M. (2018). Aplikasi Model Rasch dalam Pengembangan Instrumen Deteksi Dini Postpar-tum Depression. Jurnal Psikologi, 45 (2), 81–97.

Bowes. (1998). Detecting and Preventing Postnatal Dep-ression. Journal Community Nurse, 19 (20).

Chan, M. F., Chan, E. A., Mok, E., & Kwan Tse, F. Y. (2009).

Effect of music on depression levels and physiological responses in community­based older adults. Interna-tional Journal of Mental Health Nursing, 18 (4), 285–

294.

Cockburn J. and Pawson, M. (2007). Psychological Challenges in Obstetrics and Gynecology The Clinical Management.

Springer-Verlag. London.

Dabas, S., Joshi, P., Agarwal, R., Yadav, R. K., & Kachhawa, G.

(2019). Impact of audio assisted relaxation technique on stress, anxiety and milk output among postpartum mothers of hospitalized neonates: A randomized controlled trial. Journal of Neonatal Nursing, 25 (4), 200–204.

Danaher, B. G., Milgrom, J., Seeley, J. R., Stuart, S., Schembri, C., Tyler, M. S., ... & Lewinsohn, P. (2013). Mom Mood Booster web-based intervention for postpartum depression: feasibility trial results. Journal of Medical Internet Research, 15 (11), e242.

Elvira, S. D., Ismail, R. I., & Moegni, F. (2013). Deteksi, Pencegahan dan Tata Laksana Depresi pada Ibu Hamil dan Pascapersalinan.

Erikania. J. (1999). Mengenal Post Partum Blues. Jakarta:PT Kinasih Satya Sejati.

Fairus, M., & Widiyanti, S. (2017). Hubungan Dukungan Suami Dengan Kejadian Depresi Post Partum pada Ibu Nifas.

Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, 7 (1), 11–18.

Gill, D. H. (2007). Outline of Modern Psychiatry (5th ed.). John Wiley and Sons, Ltd. England.

Gjerdingen, D. K., & Yawn, B. P. (2007). Postpartum depression screening: importance, methods, barriers, and recommendations for practice. The Journal of the American Board of Family Medicine, 20 (3), 280–288.

Gondo, H. K. (2012). Skrining Edinburgh postnatal depression scale (epds) pada post partum blues. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 1 (2), 17–29.

Guille, C., Newman, R., Fryml, L. D., Lifton, C. K., & Epperson, C.

N. (2013). Management of Postpartum Depression.

Journal of Midwifery & Women’s Health, 58 (6), 643–

653.

Hendrick, V. (2006). Psychiatric Disorders in Pregnancy and the Postpartum Principles and treatment. Humana Press. Totowa. New Jersey.

Immawanti, I. (2020). Penggunaan Mommoodbooster (MMB) Sebagai Intervensi Pada Ibu Dengan Depresi Depresi Postpartum. Jurnal Kesehatan Marendeng, 4 (1), 10–16.

Kusuma, P. D. (2010). Karakteristik Penyebab Terjadinya Depresi Postpartum Pada Primipara Dan Multipara.

Jurnal Keperawatan Notokusumo, 5 (1), 36–45.

Laela, S., & Keliat, B. A. (2018). Thought stopping and supportive therapy can reduce postpartum blues and anxiety parents of premature babies. Enfermeria Clinica, 28, 126–129.

Motzfeldt, I., Andreasen, S., Lynge Pedersen, A., & Lynge Pedersen, M. (2013). Prevalence of postpartum depression in Nuuk, Greenland–A cross-Sectional Study Using Edinburgh Postnatal Depression Scale. Interna-tional Journal of Circumpolar Health, 72 (1), 21114.

Naikare, V. R., Kale, P., Kanade, A. B., Mankar, S., Pund, S., &

Khatake, S. (2015). Thought stopping activity as inno-vative trend to deal with stresses. Journal of Psychiatric Nursing, 4 (2), 63.

Pearlstein, T., Howard, M., Salisbury, A., & Zlotnick, C. (2009).

Postpartum Depression. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 200 (4), 357–364.

Pradnyana, E., Westa, W., Ratep, N., & Sanglah, R. S. U. P.

(2010). Diagnosis Dan Tata Laksana Depresi Postpar-tum Pada Primipara.

Prayoga, I. K., Dira, A., Ayu, A., & Wahyuni, S. (2016).

Prevalensi dan Faktor Risiko Depresi Postpartum Di Kota Denpasar Menggunakan EPDS. E-Jurnal Medika, 5 (7), 5–9.

Rubin. (1999). Maternal Infacide Associated With Mental Illness.

Sheikh, M., Hantoushzadeh, S., Shariat, M., Farahani, Z., &

Ebrahiminasab, O. (2017). The efficacy of early iron supplementation on postpartum depression, a randomized double-blind placebo-controlled trial.

European Journal of Nutrition, 56(2), 901–908.

Stewart, D. E., & Vigod, S. (2016). Postpartum Depression.

New England Journal of Medicine, 375 (22), 2177–2186.

Top, E. D., & Karaçam, Z. (2016). Effectiveness of structured education in reduction of postpartum depression scores: a quasi-experimental study. Archives of Psychiatric Nursing, 30 (3), 356–362.

Wozney, L., Olthuis, J., Lingley-Pottie, P., McGrath, P. J., Chaplin, W., Elgar, F., ... & Kennedy, J. (2017). Strongest FamiliesTM Managing Our Mood (MOM): a randomized controlled trial of a distance intervention for women with postpartum depression. Archives of Women’s Mental Health, 20 (4), 525–537.

T entang P enulis

Bina Melvia Girsang, S.Kep., Ns., M.Kep. adalah staf pengajar Keperawatan Maternitas di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penulis menyelesaikan pendi-dikan S1 Ilmu Keperawatan di Universitas Indonesia dan pada tahun 2007 melanjutkan pendidikan Magister Kepe-rawatan Peminatan KepeKepe-rawatan Maternitas di universitas yang sama. Selain buku ini, penulis juga pernah menerbitkan buku-buku keperawatan dan juga khusus pada bidang keperawatan maternitas. Penulis juga aktif dalam mengikuti seminar/konfrensi internasional dan menulis artikel di media massa dan berbagai jurnal nasional.

Dalam dokumen Buku Ajar. Aplikasi Periode Postpartum (Halaman 152-0)

Dokumen terkait