• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKEMA KOGNITIF SISWA SMA DAN PERUBAHANNYA MELALUI ASIMILASI DAN AKOMODASI TENTANG GERAK LURUS: SEBUAH STUDI KASUS SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKEMA KOGNITIF SISWA SMA DAN PERUBAHANNYA MELALUI ASIMILASI DAN AKOMODASI TENTANG GERAK LURUS: SEBUAH STUDI KASUS SKRIPSI"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKEMA KOGNITIF SISWA SMA DAN PERUBAHANNYA MELALUI ASIMILASI DAN AKOMODASI TENTANG

GERAK LURUS: SEBUAH STUDI KASUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh:

Beatrix Elvi Dasilva NIM: 121424001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN

If you can’t explain it simply, you don’t understand it well enough -Albert Einstein-

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”

(Filipi 4:13)

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus dan Sta. Perawan Maria

Ayah, Ibu dan adik-adik yang sangat ku sayang Bpk Yohanes Karut

Ibu Kristina Mbit

Agnes Kurniati Karut, Maria Simforiani Ulus, Gradiana Elsari Magu

Semua sahabat dan teman-teman Serta Almameter Tercinta

Sanata Dharma

♡Terima kasih untuk doa dan dukungan kalian... ♡

(5)
(6)
(7)

vii ABSTRAK

SKEMA KOGNITIF SISWA SMA DAN PERUBAHANNYA MELALUI ASIMILASI DAN AKOMODASI PADA MATERI GERAK LURUS:

SEBUAH STUDI KASUS

Beatrix Elvi Dasilva. 2016 “ Skema Kognitif Siswa SMA dan Perubahannya melalui Asimilasi dan Akomodasi tentang Gerak Lurus: Sebuah Studi Kasus”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pemahaman siswa dan melihat perubahannya secara asimilasi dan akomodasi pada materi gerak lurus.

Subyek penelitian ini adalah 5 orang siswa SMA di Yogyakarta, yang terdiri dari 2 orang kelas X dan 3 orang kelas XI. Peneliti melakukan penelitian tanpa memberikan materi terlebih dahulu. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-April 2016 di luar jam sekolah. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah wawancara klinis. Pengambilan data awal didapatkan melalui pretest. Hasil pretest ini digunakan sebagai pedoman saat wawancara.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skema kognitif awal siswa kurang lengkap bahkan terjadi miskonsepsi. Pemahaman siswa berubah secara asimilasi dan akomodasi terjadi saat siswa diberikan stimulus berupa pertanyaan pengecoh, ilustrasi dan contoh-contoh yang berlawanan dengan pemahaman awal siswa.

Kata Kunci: skema kognitif, asimilasi, akomodasi, wawancara klinis

(8)

viii ABSTRACT

SENIOR HIGH SCHOOL STUDENT’S COGNITIVE SCHEME AND THE CHANGES THROUGH ASSIMILATION AND ACCOMMODATION

ABOUT STRAIGHT MOTION: A CASE STUDY

Beatrix Elvi Dasilva. 2016 “ Senior High School Student’s Cognitif Schemes and The Changes through Assimilation and Accommodation about Straight Motion : A Case Study”. Thesis. Physics Education Study Program.

Department of Mathematics and Science Education. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata Dharma University Yogyakarta.

This research aims to uncover the student’s understanding and seeing the changes in the assimilation and Accommodation of straight motion material.

The subject of this research is 5 senior high scool students in Yogyakarta, consisting of 2 person from grade X and 3 person from grade XI. Researchers do the research without giving the material before. This research was on February- April in outside school hours. The method used in taking the data is a clinical interview. First data retrieval is obtained through a pretest. The results of a pretest is used as guideline while interviews.

The results of this study shows the student’s understanding about straight motion was incomplete and had misconception. The student’s understanding changes through the events of assimilation and accommodation, occurs when students are given a stimulus in the form of trick questions, illustrations and examples that are contrary to the students’ earlier understanding.

Keywords: Cognitive scheme, assimilation, accommodation, clinical interview

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Skema Kognitif dan Perubahannya melalui Asimilasi dan Akomodasi tentang Gerak Lurus: Sebuah Studi Kasus” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini adalah penelitian bersama yang melibatkan 4 orang peneliti yaitu Yovita Klaudia, Anastasia Susi Murwaningsih, Lisa Ratna Sary beserta penulis dalam sebuah tim dengan topik yang sama dan materi yang berbeda-beda.

Cara kerja tim adalah dengan mempelajari teori bersama-sama tetapi landasan teori dirumuskan sendiri-sendiri. Metode penelitian dikembangkan bersama-sama namun, proses pengambilan data dilakukan sendiri-sendiri dengan partisipan yang berbeda-beda. Selanjutnya, metode analisis data di didiskusikan bersama dan hasil analisis data adalah respon dari masing-masing partisipan. Kebersamaan penelitian ini adalah pengembangan teori dan metode, tetapi hasilnya sendiri – sendiri. Dalam penyusunan skipsi, kami tidak saling menggunakan kalimat, dalam arti tidak ada penjiplakan kalimat. Kalimat-kalimat yang ditulis dalam skripsi ini adalah kalimat yang penulis tulis sendiri. Jika kebetulan ada kalimat yang sama, itu adalah hasil diskusi kelompok dan bukan penjiplakan antara satu dengan yang lain.

(10)

x

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, saran dan dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph.D. selaku Dosen pembimbing skripsi atas waktunya dalam membimbing dengan penuh perhatian, serta yang telah banyak meluangkan waktu dan masukkan selama penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika, Bpk Severinus Domi, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik, dan segenap dosen program Studi Pendidikan Fisika yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan dan pengalaman yang luar biasa kepada penulis selama penulis belajar di Universitas Sanata Dharma.

3. Segenap staf sekretariat JPMIPA, Mbak Tari, Mas Arif dan Pak Sugeng yang telah membantu segala sesuatu tentang administrasi selama penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma.

4. Siswa-siswi yang sudah bersedia membantu menjadi partisipan dalam penelitian ini.

5. Keluarga besar, Ayah, Ibu, Neti, Ipong dan Enu yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis dengan penuh cinta.

6. Sahabat-sahabatku tersayang, Hermana, Penni, Edo, Entong yang selalu siap membantu dan selalu setia mendengar curhatan selama 4 tahun ini.

7. Teman seperjuangan selama proses skripsi: Yovita, Lisa dan Uci. Terima kasih untuk suka dan duka yang kita jalani selama ini.

(11)

xi

8. Teman-teman Pendidikan Fisika angkatan 2012 yang sudah berbagi pengalaman indah, cerita, suka, duka dan pengetahuan yang sangat berharga selama empat tahun kita berdinamika bersama.

9. Teman-teman PPL SMA N 1 Banguntapan serta Keluarga KKN 48 yang sudah berbagi pengalaman indah.

10. Teman-teman kos putri majus yang sudah memberikan semangat selama proses kuliah

11. Serta semua pihak dan teman-teman yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan dan semangat yang telah diberikan sehingga sangat membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan dalam bidang ilmu pengetahuan umumnya.

Yogyakarta, Juni 2015

Penulis

(12)

xi DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

HALAMAN PENGESAHAN ...

HALAMAN PERSEMBAHAN ...

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPANTINGAN AKADEMIS ... ...

ABSTRAK ...

ABSTRACT ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

i ii iii iv v

vi vii viii ix xi xiii xiv xv BAB I PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ...

B. Rumusan Masalah ...

C. Batasan Masalah ...

D. Tujuan Penelitian ...

E. Manfaat Penelitian ...

1 1 3 3 3 3 BAB II LANDASAN TEORI ...

A. Konstruktivisme ...

B. Skema Kognitif...

C. Perubahan Skema Kognitif………...

D. Deskripsi Materi Gerak Lurus………...

5 5 6 7 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

A. Jenis Penelitian…...

B. Partisipan Penelitian...

16 16 16

(13)

xii

C. Desain Penelitian...

D. Waktu Penelitian………...

E. Metode Pengumpulan Data………...

F. Instrumen Pengumpulan Data………...

G. Metode Analisis Data………

17 17 18 19 19 BAB IV DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN ...

A. Data. ...

B. Analisis Data dan Pembahasan...

1. Skema/pemahaman awal tentang gaya gesek……….

2. Perubahan pemahaman secara asimilasi……….

3. Perubahan pemahaman secara akomodasi………..

21 21 21 21 29 40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

71 71 72 DAFTAR PUSTAKA... 73

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Proses perubahan pemahaman Partisipan C secara asimilasi.... 29 Tabel 2 : Proses perubahan pemahaman Partisipan E secara asimilasi…. 32 Tabel 3 : Proses perubahan pemahaman Partisipan F secara asimilasi... 35 Tabel 4 : Proses perubahan pemahaman Partisipan B secara akomodasi

tentang konsep jarak dan perpindahan... 40 Tabel 5 : Proses perubahan pemahaman Partisipan D secara akomodasi

tentang konsep jarak dan dan perpindahan... 43 Tabel 6 : Proses perubahan pemahaman Partisipan C secara akomodasi

tentang konsep kelajuan dan kecepatan... 49 Tabel 7: Proses perubahan pemahaman Partisipan D secara akomodasi

tentang konsep kelajuan dan kecepatan...

53

Tabel 8: Proses perubahan pemahaman Partisipan F secara akomodasi tentang konsep kelajuan dan kecepatan...

62

Tabel 9: Proses perubahan pemahaman Partisipan E secara akomodasi tentang konsep percepatan...

67

(15)

xiv DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Diagram proses perubahan skema kognitif…... 9

Gambar 2 : Tanda panah yang menunjukkan perpindahan... 12

Gambar 3 : Skema kogn itif siswa C tentang gerak lurus... 22

Gambar 4 : Skema kognitif siswa E tentang gerak lurus... 24

Gambar 5 : Skema kognitif siswa F tentang gerak lurus... 26

Gambar 6 : Skema perubahan pemahamaman secara akomodasi pada siswa C setelah diberikan analogi, ilustrasi serta pertanyaan tentang konsep kelajuan dan kecepatan... 52

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Soal tes konseptual dan jawaban ... 75

Lampiran 2 : Analisa hasil tes konseptual... 85

Lampiran 3 : Transkrip wawancara Partisipan B…... 87

Lampiran 4 : Transkrip wawancara Partisipan C…... 99

Lampiran 5 : Transkrip wawancara Partisipan D…... 117

Lampiran 6 : Transkrip wawancara Partisipan E... 136

Lampiran 7 : Transkrip wawancara Partisipan F…... 155

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan salah satu cabang ilmu sains yang mempelajari fenomena alam yang sistematis (Gedgrave, 2009: 1). Menurut Woodbum

& Obourn seperti yang dikutip dalam Gedgrave (2009: 1) sains dalam hal ini Fisika sebagai upaya yang dilakukan manusia untuk mendeskripsikan apa peristiwa atau keadaan dengan tepat. Oleh karena itu, untuk mempelajari Fisika, siswa perlu melibatkan indera untuk pengamatan dan melakukan proses kognisi untuk dapat membangun pengetahuan. Namun, berdasarkan pengamatan saat melaksanakan Program Pengalaman Lapangan pada bulan Juli sampai Oktober 2016 di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul, salah satu persoalan besar dalam proses pembelajaran Fisika adalah siswa sulit membangun pemahaman tentang fenomena fisika. Hal ini terjadi karena pembelajaran fisika melibatkan banyak konsep, teori, hukum, dan persamaan-persamaan matematis.

Berbagai metode telah dikembangkan dalam rangka untuk mengubah pemahaman siswa. Akpinar dan Tan menggunakan metode Conceptual Change Test (CCT) dimana siswa mereorganisasi miskonsepsi mereka hanya dengan membaca buku untuk materi relativitas (2011: 139- 144). Hasil penelitian ini sangat dipengaruhi oleh keterampilan membaca

(18)

2

tiap anak yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode CCT ini belum bisa menghilangkan konsepsi namun metode ini lebih efektif dari metode Traditional Text (TT). Pada penelitian ini pemahaman siswa juga diungkapkan melalui metode wawancara.

Penelitian lain dilakukan oleh Jacquelyn yakni tentang penggunaan metode wawancara klinis dalam proses pembelajaran kemudian dibandingkan dengan kelas tradiosional melalui hasil post-test (2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari metode wawancara jauh lebih baik dari pada metode tradisional di kelas. Kedua penelitian penelitian diatas hanya melihat perubahan konsep dengan metode tertentu tanpa memperhatikan bagaimana pemahaman siswa berubah.

Teori kognitif Piaget menjelaskan bahwa pemahaman seseorang tersusun dalam skema yang berkembang dari skema yang sederhana ke skema yang lebih rumit melalui proses asimilasi, proses akomodasi hingga pada tahap ekuilibrasi (Gallagher and Reid, 1981: 48). Penelitian ini membantu memfasilitasi pemahaman siswa dalam mengungkapkan skema kognitif dan perubahannya melalui asimilasi dan akomodasi pada materi gerak lurus.

(19)

3 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan kasus diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana skema kognitif siswa pada materi gerak lurus?

2. Bagaimana perubahan skema kognitif siswa secara asimilasi, akomodasi pada materi gerak lurus?

C. Batasan Masalah

Dari latar belakang ini terdapat beberapa masalah yang terkait dengan skema kognitif siswa untuk materi Gerak Lurus. Pada penelitian ini masalah dibatasi pada:

1. Penelitian akan dilakukan pada 5 orang siswa kelas X atau kelas XI 2. Materi pembelajaran fisika tentang Gerak Lurus.

D. Tujuan Peneliti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui skema kognitif siswa dan untuk mengetahui terjadinya perubahan skema kognitif siswa secara asimilasi dan akomodasi pada gerak lurus.

E. Manfaat penelitian

1. Untuk pendidikan di Indonesia :

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dengan meningkatnya keefektifan pembelajaran Fisika

(20)

4 2. Untuk para guru :

Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam memilih strategi pembelajaran Fisika di kelas

3. Bagi peneliti :

Sebagai seorang calon guru, peneliti dapat mengasah kemampuan memahami cara berpikir siswa sehingga kelak dapat menjadi pendidik yang berkualitas.

(21)

5 BAB II

LANDASAN TEORI A. Konstruktivisme Piaget

Konstruktivisme merupakan salah satu teori belajar yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi siswa sendiri melalui komunikasi dan interaksi dengan sumber serta pengalaman belajar (Osborne and Dillon, 2010: 74 & Loughran, 2010: 34). Proses penyusunan pengetahuan tersebut dilakukan melalui kemampuan siswa dalam berpikir dan menghadapi tantangan, menyelesaikan, dan membangun sebuah konsep pengetahuan yang utuh dari keseluruhan pengalaman nyata yang pernah dialaminya (Ormrod, 2009: 41)

Menurut Piaget perkembangan seorang anak sebagian besar bergantung pada interaksinya dengan lingkungan (Slavin, 2011: 42). Teori perkembangan kognitif Piaget menyatakan bahwa kecerdasan seorang berakar pada dua aktivitas biologis yakni aktivitas untuk beradaptasi terhadap lingkungan fisik dan mengorganisasikan lingkungan atau disebut adaptasi dan organisasi (Simatwa, 2010: 367). Dalam upaya memahami proses kognitif dalam beradaptasi dan mengorganisasikan lingkungan ada empat konsep dasar yang menjadi acuan proses terjadinya perkembangan mental yakni skema, asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi (Surna &

Panderoit, 2014: 56)

(22)

6 1. Skema Kognitif

Scheme as a pattern of behaviour or as an action which displays coherence and order (Ginsburg & Opper, 1979: 20). Scheme refers to the basic structure underlying the child’s overt actions (Ginsburg & Opper, 1975: 22). Skema merupakan pola perilaku dan struktur dasar yang mendasari tindakan seorang. Menurut Woolfolk (2009: 51), skema adalah sistem tindakan atau pikiran yang terorganisasi, yang memungkinkan seseorang untuk mempresentasikan secara mental atau ―memikirkan tentang‖ berbagai objek dan kejadian didunia.

Menurut Asri Budiningsih dalam Irham (2013: 179) skemata berfungsi untuk menggambarkan atau mempresentasikan organisasi pengetahuan dan berfungsi sebagai kerangka atau tempat mengaitkan pengetahuan baru dan pengetahuan lama yang dimiliki seseorang. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif sesorang (Suparno, 2001: 21). Proses yang menggerakkan perubahannya adalah asimilasi dan akomodasi.

Skema kognitif siswa dapat dipresentasikan dengan banyak cara.

Salah satunya adalah dengan menggunakan peta konsep. Peta konsep adalah suatu gambaran skematis untuk mempresentasikan suatu rangkaian konsep dan kaitan-kaitan antar konsep-konsep. Menurut Novak dan Gowin dalam Suparno (2005: 121), peta konsep adalah suatu gambaran skematis untuk mempresentasikan suatu rangkaian konsep dan kaitan-kaitan antar

(23)

7

konsep-konsep. Peta ini mengungkapkan hubungan-hubungan yang berarti antar konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok.

2. Perubahan Skema Kognitif

Skema yang dimiliki seorang sebagai hasil dari pengalaman dapat diubah dan membentuk skema baru. Perubahan skema kognitif ini merupakan hasil adaptasi dengan lingkungan. Adapun perubahan skema melalui tiga proses yakni penambahan, penyesuaian dan restrukturisasi yang dijabarkan sebagai berikut (Khodijah, 2014 :77):

a. Asimilasi

Untuk dapat mempelajari sesuatu seorang anak harus memiliki kemampuan untuk merespon pengalaman atau konsep baru; harus memiliki kemampuan mengasimilasi (Gallagher & Reid, 1981: 5).

Asimilasi adalah proses memahami objek atau peristiwa baru berdasar skema yang telah ada sehingga pengertian orang itu berkembang (Slavin, 2011: 43). Dengan kata lain, asimilasi adalah proses kognitif dimana terjadinya penyatuan informasi baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya (Suparno, 2001: 22). Assimilation can never be pure because by incorporating new elements into its earlier schemata the intelligence constantly modifies the latter in order to adjust them to new elements (Piaget, 1956: 6). Menurut Wadswoorth dalam Suparno (1997:31) asimilasi tidak menyebabkan perubahan atau pergantian skema, melainkan mengembangkan skema.

(24)

8 b. Akomodasi

Akomodasi terjadi ketika seseorang harus mengubah skema-skema yang sudah ada ataupun menciptakan skema baru untuk merespon situasai baru (Woolfolk, 2009: 51). Seseorang memodifikasi pengetahuan (mengakomodasi) ketika apa yang mereka ketahui tidak sesuai dengan kenyataan (Gallagher & Reid, 1981: 6). Proses ini dapat terjadi saat seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang dimiliki. Asimilasi dan akomodasi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Farooq, 2011:

1261). But if, in reflex adaptation, allowances must be made for accommodation, accommodation cannot be dissociated from progressive assimilation, inherent in very use of the reflex (Piaget, 1956: 32)

c. Ekuilibrasi

Asimilasi dan akomodasi selalu berlangsung secara paralel agar terjadi keseimbangan atau ekuilibrium. Disekuilibrium adalah ketidakseimbangan antara asimilasi dan akomodasi yang mengawali terjadinya perubahan skema kognitif (Ormrod, 2009: 42). Ekuilibrasi adalah proses bergerak dari keadaan disekuilibrium ke ekuilibrium (Suparno, 2001: 23). Ekuilibrasi adalah proses memulihkan keseimbangan antara pemahaman sekarang dan pengalaman- pengalaman baru (Slavin, 2011: 43). Ekuilibrasi membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skema).

(25)

9

Bila terjadi ketidakseimbangan, maka seseorang terpacu untuk mencari keseimbangan dengan jalan asimilasi atau akomodasi.

Mekanisme asimilasi dan akomodasi, dan kekuatan penggerak ekuilibrasi, akan menghasilkan pertumbuhan intelektual yang pelan tapi pasti (Hergenhann and Olson, 2010: 316). Proses ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram proses perubahan skema kognitif Lingkungan Fisik

Struktur Kognitif

B e l a j a r Akomodasi

Asimilasi

Persepsi

(26)

10 B. Deskripsi Materi

1. Pengertian Gerak

Sebuah obyek bergerak terhadap yang lain bila posisinya diukur relatif terhadap benda kedua berubah dengan waktu (Alonso and Finn, 1990:

58). Relatif artinya obyek yang bergerak tergantung pada keadaan obyek terhadap obyek lain yang berfungsi sebagai acuan (Giancoli, 2001: 23 & Alonso and Finn, 1990: 58). Jika seseorang yang sedang mengendarai motor dari rumah menuju bengkel dikatakan bergerak relatif terhadap rumah, tetapi teknisi yang berada dibengkel bisa berkata orang tersebut bergerak relatif terhadap bengkel. Oleh karena itu, untuk melukiskan gerakan, pengamat harus mendefinisikan suatu kerangka acuan.

2. Posisi, Jarak dan Perpindahan

Letak sebuah partikel dalam suatu kerangka acuan tertentu dinyatakan dengan sebuah vektor posisi yang digambarkan dari titik asal kerangka ke partikel tersebut (Halliday and Resnick, 1985: 45).

Posisi suatu benda pada cartesian dapat terletak di kiri atau di kanan kerangka acuan, sehingga untuk membedakannya digunakan tanda negatif dan positif. Selain tanda positif dan negatif, posisi sebuah benda juga ditentukan oleh jaraknya terhadap titik acuan (Alonso and Finn, 1990: 59).

Jarak didefinisikan sebagai panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu benda dalam selang waktu tertentu (Giancoli, 2001: 23). Jarak

(27)

11

juga bergantung pada kerangka acuan. Pernyataan seperti ―Kampus III Paingan berjarak 100 m‖ tidak ada artinya, kecuali jika diperjelas 100 m dari mana.

Perpindahan adalah perubahan posisi suatu benda karena adanya perubahan waktu (Tipler, 1991: 24). Perpindahan adalah seberapa jauh jarak benda tersebut dari titik awalnya (Giancoli, 2001: 24). Untuk melihat perbedaan antara jarak total dan perpindahan, dimisalkan seorang anak berjalan sejauh 3 m ke arah utara dan kemudian berbelok ke arah sejauh 4 m. Jarak total yang ditempuh anak tersebut adalah 7 m, tetapi perpindahannya hanya 5 m karena anak tersebut hanya berjarak 5 m dari titik awalnya.

Perpindahan merupakan besaran vektor yang ditunjukkan oleh segmen garis berarah yang berarah dari posisi awal menuju posisi akhir (Giancoli, 2001: 24). Untuk perpindahan satu dimensi sepanjang sumbu X, arah perpindahan dinyatakan oleh tanda positif atau negatif.

Tanda positif menyatakan perpindahan berarah ke kanan dan tanda negatif menyatakan perpindahan berarah ke kiri (Tipler, 1991: 23).

Misalkan pada waktu awal t1 benda berada pada sumbu x di titik x1

pada sistem koordinat seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.

Beberapa saat kemudian, pada waktu t2, benda tersebut berada di titik x2. Perpindahan benda ini adalah x2-x1 dan ditunjukkan oleh panah yang menunjuk ke kanan pada gambar 1.

(28)

12

Gambar 2. Tanda panah menunjukkan perpindahan x2-x1. Jarak dinyatakan dalam meter.

Untuk mudahnya dapat dituliskan:

𝜟x = x2 – x1 (1)

Dimana simbol 𝜟 berarti ―perubahan pada‖. Dengan demikian 𝜟x berarti ―perubahan pada x‖ yang merupakan perpindahan.

3. Kelajuan dan Kecepatan

Kelajuan menyatakan seberapa jauh sebuah benda berjalan dalam suatu selang waktu tertentu. Kelajuan rata-rata partikel didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh sepanjang lintasannya dibagi waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut (Giancoli, 2001: 25).

Kelajuan rata-rata = .

Kelajuan adalah besaran skalar dan diperoleh dengan membagi skalar jarak dan skalar waktu. Satuan SI kelajuan rata-rata adalah meter per

x2

x1

O Jar ak

Jarak (m) Jarak X

Y

B A

(29)

13

sekon atau m/s, ini merupakan kecepatan benda yang bergerak sejauh satu meter dalam satu detik dengan kecepatan konstan (Alonso and Finn, 1990: 60)

Konsep kecepatan serupa dengan konsep kelajuan tetapi berbeda karena kecepatan mencakup arah gerak ( Tipler, 1991: 23). Kecepatan partikel adalah laju perubahan posisi terhadap waktu (Halliday and Resnick, 1985: 45). Misalkan pada saat t1 sebuah partikel ada di titik A dalam gambar 2. Posisinya dinyatakan dalam bidang x dinyatakan dengan vektor posisi x1. Pada saat t2 berikutnya misalnya partikel berada di titik dan ditunjukkan oleh vektor posisi x2. Vektor perpindahan yang menyatakan perubahan posisi partikel ketika berpindah dari A ke B adalah 𝜟x (x2-x1) dan selang waktu untuk gerak diantara kedua 𝜟t titik ini adalah ( t2-t1). Kecepatan rata-rata partikel dalam selang waktu didefinisikan sebagai:

vrata-rata = 𝜟x/ 𝜟t =

Kecepatan adalah besaran vektor dan diperoleh dengan membagi vektor 𝜟x oleh skalar 𝜟t (Alonso and Finn, 1990: 59). Arahnya sama dengan arah 𝜟x dan besarnya |𝜟x/ 𝜟t|. Besarnya ini dinyatakan dalam satuan SI jarak dibagi waktu yaitu meter per sekon atau m/s (Halliday and Resnick, 1985: 46).

(30)

14 Contoh soal :

Sebuah mobil bergerak ke utara sejauh 4 m setelah itu membelok ke timur sejauh 3 m. Waktu yang diperlukan mobil adalah 2 s.

Tentukan :

a. kelajuan rata-rata mobil tersebut b. kecepatan rata-rata mobil

Jawab :

a. Kelajuan rata-rata

ṽ = = = 3,5 m/s b. Kecepatan rata-rata

Menentukan perpindahan benda :

Perpindahannya:

|𝜟x| = = 5 m

Besar : Vrata-rata = |𝜟x/ 𝜟t| = = 2,5 m/s Arah: mengikuti arah tanda panah

S

T B

U

4 m

3 m

𝜟x

(31)

15 4. Percepatan

Percepatan sebuah partikel adalah laju perubahan kecepatan terhadap waktu (Halliday and Resnick, 1985: 50). Percepatan rata-rata a untuk suatu selang waktu tertentu 𝜟t = t2– t1adalah :

arata-rata = 𝜟v/𝜟t =

Percepatan adalah termasuk besaran vektor, karena diperoleh dari pembagian sebuah vektor 𝜟v dengan skalar 𝜟t. Arahnya sama dengan arah 𝜟v dan besarnya |𝜟v/𝜟t| (Halliday and Resnick, 1985: 50).

Dimensi percepatan adalah panjang dibagi (waktu)2. Satuan SI yang digunakan adalah meter per sekon per sekon, ditulis lebih ringkas meter per sekon kuadrat atau m/s2 (Tipler, 1991: 31).

Contoh Soal :

Mobil yang pada mulanya diam, 5 sekon kemudian bergerak ke timur dengan kecepatan sebesar 10 m/s. Tentukan besar percepatan rata-rata.

Jawab:

arata-rata = |𝜟v/𝜟t| = = 2 m/s2

Arah percepatan adalah ke timur

(32)

16 BAB III METODOLOGI

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Menurut Suparno (2014: 7) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian ini dikatakan penelitian kualitatif karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan skema kognitif awal siswa dan perubahannya.

B. Partisipan Penelitian

Partisipan penelitian ini adalah 3 orang siswa kelas XI dan 2 orang siswa kelas X. Dari 5 siswa 2 diantaranya adalah siswa laki-laki sedangkan sisanya siswa perempuan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience sampling. Convenience sampling adalah suatu kelompok individual yang sesuai dan siap untuk diteliti (Suparno, 2014:

45). Partisipan yang dipilih terdiri dari murid peneliti saat melaksanakan Program Pengalaman Lapangan dan murid les privat. Peneliti menggunakan teknik convenience sampling dengan alasan bahwa penelitian ini membutuhkan keterbukaan partisipan sehingga akan lebih baik jika partisipan adalah murid yang sudah dikenal dengan baik oleh peneliti.

(33)

17

Lima orang siswa dalam penelitian ini ikut berpartisipasi secara sukarela atas permintaan peneliti. Peneliti menghubungi partisipan secara pribadi tanpa melalui sekolah. Sebagai feedback untuk siswa, peneliti menyediakan waktu untuk belajar kelompok bersama partisipan secara gratis. Sebelum mulai penelitian, partisipan dan peneliti menandatangani surat pernyataan. Surat pernyataan dari pihak partisipan berisi tentang kesanggupan partisipan mengikuti penelitian sampai selesai sedangkan dari pihak peneliti menyatakan kesanggupan untuk memberikan les privat gratis kepada siswa sesuai dengan kesepakatan. Surat pernyataan ini ditandatangani oleh kedua belah pihak.

C. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah suatu penelitian yang mendetail dari suatu subyek, keadaan atau kejadian khusus (Suparno, 2014: 136).

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - April 2016. Tempat penelitian tidak selalu sama tergantung kesepakatan peneliti dan partisipan.

(34)

18 E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah pretest dan wawancara. Pretest dalam penelitian ini berupa soal—soal konseptual dalam bentuk pilihan ganda. Pretest ini digunakan untuk melihat skema awal partisipan dan digunakan sebagai pedoman untuk wawancara. Setelah melaksanakan pretest, setiap siswa diwawancara. Metode wawancara dalam penelitian ini bersifat bebas dan klinis. Wawancara klinis dilakukan dengan mewawancarai siswa tentang pemikiran mereka terkait gerak lurus di ruang yang tenang tanpa penonton, dan waktu yang tepat. Wawancara klinis ini bertujuan untuk mendiagnosa miskonsepsi pada siswa sekaligus melakukan remediasi. Dalam proses wawancara peneliti mengembangkan pertanyaan yang berpedoman dari pemikiran siswa tanpa diberikan treatment terlebih dahulu. Partisipan diberikan kebebasan untuk menjawab tanpa ada pengaruh dari peneliti. Kegiatan wawancara antara peneliti dan partisipan, direkam menggunakan recorder agar data yang diperlukan tidak hilang atau lupa.

Sebelum melakukan wawancara peneliti melakukan beberapa persiapan. Adapun persiapan yang dilakukan berupa menyiapkan kisi-kisi untuk wawancara. Kisi-kisi ini berupa indikator-indikator yang hendak dicapai. Selain itu, peneliti juga mengadakan latihan wawancara dengan mahasiswa semester satu jurusan Bio Teknologi Universitas Atma Jaya serta dengan siswa kelas XI. Data yang diperoleh dari latihan wawancara ini tidak digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

(35)

19 F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah soal konseptual yang digunakan untuk mengetahui skema awal siswa. Soal-soal ini merupakan penjabaran dari indikator-indikator yang dibuat peneliti. Soal test ini sudah di validasi oleh dosen pembimbing. Selain soal test, instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti itu sendiri dengan metode wawancara yang bersifat bebas dan klinis. Panduan yang digunakan peneliti saat wawancara adalah hasil test skema awal siswa. Selain itu, peneliti juga menggunakan kisi-kisi yang sudah dibuat.

G. Metode Analisis Data

Berdasarkan hasil tes konseptual sebelum wawancara, peneliti membuat analisis jawaban dari kelima siswa yang akan diwawancara.

Hasil analisis ini digunakan untuk mengetahui bagian mana saja yang belum dipahami partisipan. Bagian-bagian yang belum dipahami, akan digunakan sebagai pedoman peneliti dalam melakukan wawancara.

Data hasil wawancara yang direkam menggunakan recorder, selanjutnya dianalisis untuk mengungkapkan perubahan skema kognitif partisipan tentang gerak lurus dengan tahapan sebagai berikut :

1. Transkrip hasil wawancara

Hasil rekaman wawancara ditulis menjadi bentuk dialog tertulis untuk mempermudah identifikasi pemahaman siswa. Transkrip ini dilengkapi dengan catatan siswa saat wawancara berlangsung.

(36)

20

2. Mengidentifikasi pemahaman awal siswa

Peneliti membuat skema awal partisipan dalam bentuk peta konsep.

Peta konsep ini dibuat berdasarkan hasil pretest yang sudah dikonfirmasi saat wawancara

3. Mengidentifikasi proses perubahan skema

Dari transkrip wawancara, dicermati dan dikutip dialog yang menunjukkan terjadinya perubahan pemahaman secara asimilasi dan akomodasi

(37)

21 BAB IV

DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Data

Data disajikan dalam bentuk tabel hasil pretest dan transkrip wawancara terlampir

B. Analisis Data dan Pembahasan

Berdasarkan pretest dan wawancara yang sudah dilakukan peneliti berhasil mengungkapkan skema kognitif siswa tentang konsep-konsep dalam gerak lurus.

Adapun konsep-konsep tersebut yakni jarak, perpindahan, kecepatan, kelajuan dan percepatan. Selain mengungkap skema awal, peneliti juga berhasil mengembangkan pemahaman siswa melalui pertanyaan-pertanyaan, analogi, ilustrasi dan contoh-contoh. Skema awal dan perubahan skema pada materi gerak lurus selama wawancara klinis adalah sebagai berikut:

1. Skema Awal Siswa

Pada penelitian ini, peneliti mempresentasikan skema kognitif menggunakan peta konsep. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat melihat keutuhan dari bangunan pengetahuan yang dimiliki siswa. Selain itu peneliti juga mengetahui keluasan dan kedalaman pemahaman. Peneliti hanya mengambil tiga orang siswa yang skemanya paling jelas. Skema dibuat berdasarkan hasil pre-test yang sudah dikonfirmasikan saat wawancara.

Berikut adalah skema kognitif tiga orang siswa yakni siswa C, E dan siswa F.

(38)

22 1.1. Skema Kognitif Awal Siswa C

Gambar 3. Skema kognitif siswa C pada materi gerak lurus

(39)

23

Peta konsep yang dibuat peneliti seperti ditunjukkan pada gambar 3 mempresentasikan skema kognitif siswa C. Skema diatas menunjukkan bahwa siswa memiliki pemahaman yang kurang lengkap bahkan terjadi miskonsepsi terkait konsep-konsep dalam gerak lurus. Menurut siswa C, sebuah benda dikatakan bergerak jika benda mengalami perpindahan. Hal ini menunjukan bahwa siswa C tidak memiliki pemahaman yang mendalam. Siswa juga tidak menjelaskan bahwa ada titik yang dijadikan titik acuan.

Selain itu, siswa C tidak dapat membedakan jarak dan perpindahan. Siswa C bahkan memiliki konsep yang salah tentang konsep kecepatan dan tidak dapat mendefinisikan kelajuan. Menurut siswa C, kecepatan merupakan jarak per waktu.

siswa bahkan menyebutkan bahwa angka yang ditunjuk jarum pada spidometer merupakan contoh kecepatan. Pernyataan siswa ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kecepatan partikel adalah laju perubahan posisi terhadap waktu (Halliday and Resnick, 1985: 45).

Namun demikian, konsep yang dimiliki siswa tentang percepatan sudah cukup lengkap. Siswa menyatakan bahwa percepatan merupakan perubahan kecepatan tiap satuan waktu. Pernyataan ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa, percepatan sebuah partikel adalah laju perubahan kecepatan terhadap waktu (Halliday dan Resnick, 1985).

(40)

24 1.2. Skema Kognitif Awal Siswa E

Gambar 4. Skema kognitif siswa E pada materi gerak lurus

(41)

25

Peta konsep yang dibuat peneliti seperti ditunjukkan gambar 4 menunjukkan skema kognitif siswa pada materi gerak lurus. Menurut siswa E, sebuah benda yang bergerak ditandai dengan adanya perpindahan. Pemahaman siswa ini kurang lengkap. Siswa tidak menyebutkan adanya titik acuan. Menurut Alonso dan Finn, benda bergerak terhadap benda lain sebagai acuan dan acuan ini tidak harus titik yang ditinggalkan atau titik awal (1990: 58).

Berbeda dengan siswa C, siswa E dapat membedakan jarak dan perpindahan dengan cukup baik. Menurut siswa, perpindahan merupakan perubahan posisi sedangkan jarak adalah lintasan total yang ditempuh benda.

Namun, siswa belum menyebutkan adanya variabel waktu. Giancoli menyatakan bahwa panjang lintasan dan perubahan posisi ada karena benda bergerak terhadap waktu (2001).

Terkait konsep kecepatan, siswa E menyatakan bahwa jarak yang ditempuh tiap satuan waktu merupakan kecepatan. Kecepatan termasuk dalam kelompok besaran skalar. Contohnya adalah angka yang ditunjuk jarum pada spidometer. Pernyataan siswa menunjukkan bahwa siswa E memiliki konsep yang salah terkait kecepatan. Konsep yang dimiliki siswa E tentang kecepatan merupakan konsep kelajuan. Halliday dan Resnick menyatakan bahwa kecepatan merupakan laju perubahan posisi terhadap waktu (1985). Selain miskonsepsi pada konsep percepatan, siswa juga mengalami miskonsepsi pada konsep percepatan.

Menurut siswa E, percepatan merupakan kecepatan rata-rata. Pemahaman siswa ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa percepatan merupakan laju perubahan kecepatan terhadap waktu (Halliday and Resnick, 1985).

(42)

26 1.3. Skema kognitif awal siswa F

Gambar 5. Skema Kognitif siswa F pada materi gerak lurus

(43)

27

Peta konsep yang dibuat peneliti seperti ditunjukkan pada gambar 5 menunjukkan skema konitif siswa F. Secara umum, siswa memiliki konsep yang tidak lengkap bahkan terdapat salah konsep. Saat siswa diminta untuk mendefinisikan gerak, siswa menyatakan bahwa gerak merupakan proses perubahan posisi sebuah benda. Siswa belum menyatakan adanya titik acuan.

Namun, siswa F dapat mendefinisikan jarak dan perpindahan lebih baik dari siswa C dan E hanya saja siswa tidak bisa membahasakannya dengan baik. Namun demikian, siswa dapat menjawab pertanyaan pretest dengan baik (lampiran 2). Hal ini juga ditunjukkan pada transkrip wawancara (lampiran 7). Siswa F tidak dapat membahasakan definisi jarak dan perpindahan dengan baik. Namun, siswa menyatakan bahwa jarak termasuk besaran skalar sedangkan perpindahan termasuk besaran vektor.

Sama dengan siswa C dan E, siswa F juga memiliki konsep yang salah tentang kecepatan dan juga tidak dapat mendefinisikan kelajuan. Menurut siswa F, kecepatan adalah jarak yang ditempuh tiap satuan waktu. Contohnya adalah angka yang ditunjuk jarum pada spidometer. Namun, siswa dapat mendefinisikan konsep percepatan dengan baik. Siswa menyatakan bahwa percepatan merupakan perubahan percepatan tiap waktu. Siswa juga dapat merumuskan persamaan percepatan

Lima orang siswa yang diwawancara memiliki skema awal yang berbeda- beda. Siswa F memiliki skema yang paling lengkap dan siswa C memiliki skema yang kurang. Semua siswa tidak dapat mendefinisikan definisi gerak dengan baik dan tidak dapat mendefinisikan kelajuan sama sekali. Bahkan, kelima siswa

(44)

28

memiliki konsep yang salah tentang kecepatan dan menyatakan bahwa kecepatan merupakan jarak tiap satuan waktu.

Kelima siswa ini memiliki persoalan yang yang hampir sama padahal berasal dari sekolah yang berbeda-beda. Persoalan ini patut di pertanyakan. Ada masalah dengan proses pembelajaran Fisika di sekolah. Siswa tidak memahami konsep, melainkan ―hanya menghafal‖ rumus saja sehingga siswa cenderung lupa dengan apa yang sudah diajarkan. Dari data dan analisis ditunjukkan bahwa siswa bahkan tidak dapat menjelaskan konsep-konsep dasar dengan baik.

(45)

29

2. Perubahan Pemahaman Siswa secara Asimilasi

2.1. Perubahan Pemahaman siswa C secara Asimilasi pada Definisi Gerak

Tabel 1. Perubahan pemahaman siswa pada definisi gerak E: Peneliti, M: Siswa C

Pemahaman Siswa Pertanyaan, Ilustasi dan Analogi yang Diberikan

Pemahaman awal: gerak ditandai dengan perpindahan

E: kamu tau gerak itu apa?

M: eh apa ya... benda yang berpindah posisi (lampiran 4 hal. 99)

Pemahaman ini sudah betul. Peneliti memberikan pertanyaan konfirmasi E: berarti kalau nggak berpindah posisi bukan gerak? (lampiran 4 hal.

99) Siswa mengubah pemahamannya dan

menyatakan bahwa benda yang kembali ke titik semula juga termasuk gerak M: e... eh gerak juga mbak. Kalau bendanya berpindah terus kembali ke titik awal juga. (lampiran 4 hal. 99)

Peneliti mencoba memberikan ilustrasi terkait contoh gerak.

E: nah misalnya kamu naik motor dari rumah ke sekolah. Kamu kan berpindah dari rumah ke sekolah. Terus kalau saya buat pernyataan “ faris berjalan dari rumah ke sekolah dengan

menggunakan sepeda motor. Faris dikatakan bergerak terhadap rumah”.

Bener nggak pernyataan itu? (lampiran 4 hal. 99)

Siswa mengaku tidak mengetahui apakah pernyataan tersebut benar atau salah.

Peneliti mencoba memberikan pertanyaan lain terkait arti kata

―bergerak terhadap‖

E: ―bergerak terhadap‖ rumah itu maksudnya apa sih?

(lampiran 4 hal. 99) Menurut siswa, kata “bergerak

terhadap” menyatakan bahwa ada satu benda yang diam.

M: yang satu diam kayaknya.

(lampiran 4 hal. 99)

Peneliti mencoba mengarahkan siswa dan menanyakan benda yang diam itu disebut sebagai apa.

Siswa tidak dapat menjawab pertanyaan peneliti.

Peneliti mencoba menanyakan kembali tentang ciri gerak.

E: atau begini tadi di awal kamu bilang kalau gerak itu kalau kembali ke titik semula. Nah kalau mobil jeep bergerak terhadap rumah kan

(46)

30

berarti jeepnya bergerak. Posisinya berpindah nggak?

M: apanya? Jeepnya?

E: ia jeepnya. Tadi kan kamu bilang kalau itu contoh gerak. Jadi gerak itu apa?

(lampiran 4 hal. 101) Siswa mengubah pemahaman awal dan

menyimpulkan bahwa sebuah benda dikatakan gerak jika benda mengalami perpindahan.

M:eh berarti yang bener ini mbak

“posisinya berubah”

(lampiran 4 hal. 101)

Peneliti mencoba menanyakan kembali tentang arti kata ―bergerak terhadap‖

melalui dua buah ilustrasi yang sudah diberikan saat pre test

Sebuah mobil sedan digandeng mobil jeep sedang melaju menuju bengkel.

Pernyataan yang benar menurut siswa

―mobil jeep bergerak terhadap rumah‖.

Ilustrasi lain :

E: misalnya kamu berjalan dari rumah ke sekolah. Kamu dikatakan

bergerak terhadap rumah. (lampiran 4 hal. 102)

Siswa menyebutkan bahwa dalam gerak ada titik berfungsi sebagai tolak ukur.

M: ya nek menurut aku berarti ada tolak ukur mbak

E: oh tolak ukur.

M: ia mbak. Ada titik yang dijadikan tolak ukur. Bisa nggak mbak?

E: hahaha.... jadi gerak tadi apa ris?

Selain posisi berubah.

M: ada titik yang jadi tolak ukur mbak. (lampiran 4 hal. 102)

Siswa C menyatakan bahwa benda dikatakan bergerak jika benda mengalami perpindahan. Namun, saat peneliti memberikan pertanyaan konfirmasi ―berarti kalau nggak berpindah posisi bukan gerak?” siswa mengubah pernyataannya dan menyatakan bahwa benda yang kembali ke titik semula juga dikataka bergerak. Peneliti mencoba memberikan sebuah ilustrasi

“ faris berjalan dari rumah ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor.

Faris dikatakan bergerak terhadap rumah. ”. Siswa diberi pertanyaan arti kata

(47)

31

―bergerak terhadap‖. Siswa menyatakan ―yang satu diam kayaknya”.

Pernyataan siswa ini sudah menunjukkan bahwa ada titik yang dijadikan titik acuan. Siswa dapat menyebutkan ada titik acuan atau tolak ukur ―ya nek menurut aku berarti ada tolak ukur mbak”.

Peneliti mencoba mengubah pernyataan siswa terkait ciri gerak dengan memberikan sebuah ilustrasi dan kembali meminta siswa menyimpulkan apa yang dimaksud dengan gerak. Berikut kutipan wawancaranya:

E: atau begini tadi di awal kamu bilang kalau gerak itu kalau kembali ke titik semula. Nah kalau mobil jeep bergerak terhadap rumah kan berarti jeepnya bergerak. Posisinya berpindah nggak?

M: apanya? Jeepnya?

E: ia jeepnya. Tadi kan kamu bilang kalau itu contoh gerak. Jadi gerak itu apa?

M:eh berarti yang bener ini mbak ―posisinya berubah‖

Dari kutipan wawancara diatas menunjukkan bahwa siswa mengubah (akomodasi) pemahaman sebelumnya yang menyatakan bahwa benda yang kembali ke titik semula juga termasuk gerak. Hal ini menunjukkan bahwa asimilasi dan akomodasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain seperti yang dinyatakan oleh Piaget (1956) dan Farooq (2011).

Proses diatas menunjukkan bagaimana perubahan pemahaman siswa secara asimilasi. Dalam situasi ini peneliti hanya melihat pemahaman awal dan

(48)

32

pemahaman akhir saja. Siswa mengembangkan pemahaman awalnya dan menyatakan bahwa selain ditandai dengan perpindahan ternyata ada benda diam yang dijadikan acuan. Pemahaman mulai berkembang saat siswa diberikan pertanyaan konfirmasi dan ilustrasi konkret, dan makna kata tertentu.

Dari proses diatas juga menunjukkan bahwa dalam belajar Fisika kemampuan bahasa siswa mempengaruhi pemahamannya.

2.2 Perubahan Pemahaman siswa E secara Asimilasi pada Definisi Gerak Tabel 2. Perubahan pemahaman siswa E pada konsep gerak

E: Peneliti, W: siswa E

Pemahaman Siswa Pertanyaan dan Ilustrasi Pemahaman awal : gerak ditandai

dengan perpindahan.

W: Gerak itu kalau bendanya berpindah tempa t

E: gimana kalau misalnya kamu dari rumah ke Indomaret trus kembali ke rumah lagi. Termasuk gerak?

W: termasuk.

E: berarti gerak itu bukan hanya jika posisinya berubah?

W: setaukuku sih berpindah tempat mbak (lampiran 6 hal. 136)

Pemahaman siswa kurang lengkap.

Siswa belum menyebutkan adanya titik acuan. Peneliti memberikan ilustrasi berikut : wina yang naik motor kesekolah. Wina dikatakan bergerak terhadap rumah. Siswa diberi pertanyaan apakah pernyataan tersebut benar atau salah?

Pernyataan (wina dikatakan bergerak terhadap) itu benar

(1)

Siswa diberikan pertanyaan lanjutan tentang apakah wina

dikatakan bergerak terhadap sekolah?

Wina tidak bergerak terhadap sekolah.

S: Nggak mbak kan dari rumah ke sekolah. (lampiran 6 hal. 136)

2) Diberi pertanyaan apa arti dari kata

―bergerak terhadap‖?

(49)

33 Bergerak terhadap itu maksudnya dalam gerak titik awal sebagai acuan W: Bergerak terhadap itu berarti dia meninggalkan, misalnya

bergerak terhadap rumah berarti dia menjauhi rumah. (lampiran 6 hal.

137)

3) Diberikan ilustrasi

E:misalnya gini posisi kamu sekarang di titik A. Terus kamu berpindah ke titik B. Misalnya lagi nih, ada yang nunggu kamu di titik B, menurut orang yang di titik B kamu berpindah posisi nggak?

Siswa menjawab ditinjau orang yang di titik B : Wina berpindah

E: jadi patokannya boleh pake titik akhir juga? (lampiran 6 hal. 138)

W: Boleh. Siswa mengubah pernyataan

sebelumnya (akomodasi).

Peneliti meminta siswa menyimpulkan apa itu gerak Gerak ditandai dengan perpindahan

dan memiliki titik patokan. Patokan ini tidak harus titik awal.

W: gerak itu ada perubahan posisi dan punya titik patokan (lampiran 6 hal. 138)

Siswa mengembangkan pemahaman awalnya (asimilasi)

Pemahaman awal siswa E tentang gerak adalah bahwa sebuah benda dikatakan bergerak jika ada perpindahan “Gerak itu kalau bendanya berpindah tempat”. Namun, saat peneliti memberikan pertanyaan pengecoh siswa

menjawab bahwa benda yang kembali ke titik semula juga termasuk gerak yang ditunjukkan pada kutipan wawancara berikut:

E: gimana kalau misalnya kamu dari rumah ke Indomaret trus kembali ke rumah lagi. Termasuk gerak?

W: termasuk.

Hal diatas menunjukkan bahwa pemahaman kurang mendalam dengan kata lain hanya berupa hasil hafalan saja. Selain hanya hafalan, pemahaman ini juga kurang lengkap. Siswa E belum bisa menyebutkan bahwa di dalam gerak

(50)

34

harus ada titik yang dijadikan titik acuan. Siswa juga tidak dapat menjelaskan bahwa benda yang bergerak, berpindah posisi terhadap waktu.

Peneliti mencoba mengubah pemahaman siswa dengan memberikan ilustrasi tentang Wina naik motor ke sekolah dan Wina dikatakan bergerak terhadap sekolah. Peneliti kemudian bertanya kepada siswa apakah pernyataan tersebut benar atau salah. Menurut siswa D pernyataan itu sudah benar. Setelah itu peneliti bertanya bagaimana jika Wina dikatakan bergerak terhadap sekolah.

Siswa menjawab Wina tidak bergerak terhadap sekolah karena menurut siswa titik acuan merupakan titik yang ditinggalkan benda. Hal ini ditunjukan saat peneliti menanyakan arti kata ―bergerak terhadap‖. Siswa mengatakan

―Bergerak terhadap itu berarti dia meninggalkan, misalnya bergerak terhadap rumah berarti dia menjauhi rumah”. Pernyataan ini tidak sesuai dengan

definisi gerak yang sesungguhnya dimana suatu benda dikatakan bergerak jika kedudukan benda senantiasa berubah terhadap suatu acuan tertentu. Acuan dalam konteks ini tidak harus titik yang ditinggalkan benda (Alonso and Finn:

1990).

Peneliti memberi ilustrasi lain yang serupa dimisalkan Wina bergerak dari titik A ke titik B. Di titik B ada orang yang menunggu Wina. Peneliti kemudian bertanya kepada siswa, apakah menurut orang yang ada di titik B, Wina mengalami perpindahan atau tidak. Siswa menjawab bahwa menurut orang yang ada di titik B Wina berpindah. Peneliti memberikan pertanyaan lanjutan apakah titik akhir bisa dijadikan titik acuan juga. Menurut siswa titik yang dituju bisa dijadikan titik acuan. Dalam hal ini siswa mengubah pernyataan sebelumnya

(51)

35

dan mengalami akomodasi. Dibagian akhir, peneliti meminta siswa memberikan kesimpulan terkait definisi gerak. Siswa mengatakan bahwa gerak ditandai dengan perpindahan dan memiliki titik patokan. Patokan ini tidak harus titik awal. Siswa mengembangkan pemahaman awalnya dan menyatakan bahwa ternyata selain ditandai dengan perpindahan, didalam gerak ada titik yang dijadikan titik acuan. Peristiwa ini tergolong asimilasi karena peneliti hanya mempertimbangkan skema awal dan skema akhir saja walaupun selama proses terdapat peristiwa akomodasi.

2.3 Perubahan Pemahaman siswa F secara Asimilasi pada Definisi Gerak Tabel 3. Perubahan pemahaman siswa F pada konsep gerak

E: Peneliti, G: siswa F

Pemahaman Siswa Pertanyaan dan ilustrasi Pemahaman awal (lampiran 7 hal. 154):

Gerak adalah proses perpindahan suatu benda.

E: menurut kamu gerak itu apa?

G: gerak itu proses perpindahan suatu benda

E: berarti gerak itu perpindahan?

G: ia mbak

E: berarti kalau gak berpindah bukan gerak?

G: bukan

Pernyataan siswa sudah betul hanya saja siswa tidak menyebutkan adanya variabel waktu. Untuk

mengkonfirmasi jawaban siswa peneliti memberikan sebuah contoh.

E: coba pakai contoh. Misalnya motor dari titik A menuju titik B kemudian kembali ke titik A lagi.

termasuk gerak nggak?

(lampiran 7 hal. 154) Siswa mengatakan bahwa benda yang

kembali ke titik semula juga gerak.

Pernyataan siswa ini salah. Peneliti menanyakan apakah motor

mengalami perpindahan atau tidak.

Motor tidak mengalami perpindahan.

Siswa mengubah definisi gerak dan menyatakan bahwa gerak merupakan perpindahan suatu benda terhadap benda disekitarnya.

G: sebenarnya salah tadi pengertiannya.

Pernyataan siswa sudah cukup betul tapi kurang lengkap. Untuk

membantu siswa, peneliti

menanyakan kembali soal pretest.

E: coba kita lihat soal yang tadi ya.

Sebuah mobil sedan digandeng mobil jeep sedang melaju menuju

(52)

36 E: salahnya kenapa?

G: gerak itu perpindahan benda terhadap benda yang disekitarnya.

E: maksudnya gimana?

G: benda itu dinyatakan bergerak jika benda-benda yang disekitarnya tidak bergerak. Aduh.. nyusun kata-

katanya susah e (lampiran 7 hal. 154).

bengkel (soal pretest nomor 2).

Pernyataan yag benar kamu pilih yang A (jeep bergerak terhadap rumah). Kenapa pilih yang A?

(lampiran 7 hal. 154)

Siswa menyatakan mobil dikatakan bergerak terhadap rumah karena sebuah benda dikatakan bergerak jika benda tersebut berpindah terhadap benda sekitarnya.

Jawaban siswa ini belum lengkap.

Peneliti mencoba memberikan sebuah pertanyaan lanjutan apakah mobil bisa dikatakan bergerak terhadap bengkel.

Siswa menyatakan bahwa mobil bergerak terhadap bengkel. Benda bergerak terhadap benda disekitarnya dalam artian benda yang ditinggalkan saja.

E: bendanya bergerak terhadap titik yang ditinggalkan atau terhadap titik yang dituju?

G: bergerak terhadap titik yang ditinggalkan (asimilasi 1) (lampiran 7 hal. 156).

Pernyataan siswa ini masih salah karena titik acuan dalam gerak tidak harus titik yang ditinggalkan.

Peneliti memberikan sebuah ilustrasi.

E: gini aja, misalnya kamu ada didalam mobil terus dibengkel ada yang nunggu kamu. Menurut orang ini kamu bergerak nggak?

(lampiran 7 hal. 156)

Siswa menyatakan bahwa menurut orang yang menunggu di bengkel mobil tersebut mengalami perpindahan. Siswa menyimpulkan bahwa mobil juga bisa dikatakan bergerak terhadap bengkel.

G: ia kalau menurut orang ini (orang di bengkel) mbak

E: berarti bisa nggak dilihat dari titik ini juga?

G: oh bisa bisa

E: berarti bergerak terhadap rumah bisa terhadap bengkel juga bisa?

G: bisa mbak (akomodasi) (lampiran 8 hal. 156)

Siswa mengubah pernyataan

sebelumnya yang menyatakan bahwa titik acuan hanya titik yang

ditinggalkan benda. Siswa mengalami akomodasi.

Karena jawaban siswa sudah lebih baik, peneliti mencoba meminta siswa apa yang dimaksud dengan gerak.

E: bisa simpulkan apa dari situ?

Mobil kan bergerak terhadap rumah dan mobil juga bisa dikatakan bergerak terhadap bengkel. Arti dari kata “bergerak terhadap” itu apa sih?

(lampiran 7 hal. 156) Bergerak terhadap adalah sudut

pandang.

G: sudut pandang mbak. Haha...

Siswa dapat menjawab dengan baik bahwa dalam gerak ada titik yang dijadikan titik acuan hanya saja

(53)

37

(lampiran 7 hal. 156) siswa menggunakan kata ―sudut pandang‖

Tabel 3 menunjukkan proses perubahan pemahaman siswa E pada konsep gerak. Siswa memiliki pemahaman awal yang cukup baik tentang definisi gerak.

Siswa mengatakan “gerak itu proses perpindahan suatu benda”. Hanya saja siswa tidak dapat menjelaskan secara lengkap bahwa benda yang bergerak mengalami perpindahan untuk selang waktu tertentu. Untuk mengecoh siswa, peneliti memberikan pertanyaan ilustrasi pengecoh ―misalnya motor dari titik A menuju titik B kemudian kembali ke titik A lagi. termasuk gerak nggak?”. Ilustrasi ini membuat siswa memikirkan kembali jawabannya dan mengubahnya. Siswa mengatakan “gerak itu perpindahan benda terhadap benda yang disekitarnya”.

Jawaban siswa ini menunjukkan bahwa ada titik yang dijadikan titik acuan. Untuk mengkonfirmasi jawaban siswa peneliti memberikan sebuah ilustrasi lagi tentang mobil sedan yang digandeng mobil jeep sedang melaju menuju bengkel (soal pretest nomor 2 lampiran 1 hal 106). Dari hasil pretest pernyataan yang benar menurut siswa adalah jeep bergerak terhadap rumah. Siswa memberikan pertanyaan lanjutan apakah mobil juga bergerak terhadap bengkel. Siswa menyatakan bahwa mobil tidak bisa dikatakan bergerak terhadap bengkel.

Ternyata titik acuan (benda disekitar) yang dimaksud siswa adalah benda yang ditinggalkan mobil. Proses ini termasuk ke dalam peristiwa asimilasi, siswa mengembangkan pemahaman awalnya.

Pemahaman siswa ini masih salah karena menurut teori benda dikatakan bergerak jika benda itu berpindah kedudukan terhadap benda lainnya baik

(54)

38

perubahan kedudukan yang menjauhi maupun yang mendekati (Alonso and Finn, 1990: 58). Untuk mengubah pemahaman siswa peneliti memberikan ilustrasi tambahan. Dimisalkan ada orang yang menunggu di bengkel apakah menurut orang tersebut mobil bergerak. Ilustrasi ini membuat siswa memikirkan kembali jawabannya. Siswa kemudian mengubah pernyataanya dan menyatakan bahwa mobil juga bisa dikatakan bergerak terhadap bengkel. Siswa mengalami peristiwa akomodasi. Siswa akhirnya menyimpulkan didalam gerak ada titik acuan yang ditunjukkkan pada kutipan berikut :

E: bisa simpulkan apa dari situ? Mobil kan bergerak terhadap rumah dan mobil juga bisa dikatakan bergerak terhadap bengkel. Arti dari kata “bergerak terhadap” itu apa sih?

G: sudut pandang mbak

Proses ini merupakan proses perubahan secara asimilasi. Siswa mengembangkan skema awalnya sebagai respon terhadap pertanyaan- pertanyaan dan ilustrasi yang diberikan peneliti. Siswa membentuk skema baru dan menyatakan bahwa selain ditandai dengan perpindahan, didalam gerak ada titik acuan tertentu.

Asimilasi dan akomodasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain, hal ini ditunjukkan pada proses di atas. Namun dalam hal ini peneliti hanya mempertimbangkan asimilasi saja sehingga proses diatas digolongkan sebagai asimilasi. Peneliti hanya mempertimbangkan pemahaman awal dan pemahaman akhir saja walaupun selama proses terdapat peristiwa akomodasi.

(55)

39

Ketiga proses diatas menunjukkan peritiwa asimilasi pada definisi gerak.

Pada siswa C, E dan F terjadi perkembangan skema. Proses ini sesuai dengan pengertian asimilasi menurut Slavin dimana, asmilasi adalah proses memahami objek atau peristiwa baru berdasar skema yang telah ada sehingga pengertian orang itu berkembang (2011: 43). Namun, selama proses terdapat juga peristiwa akomodasi. Hal ini menunjukkan bahwa asimilasi tidak dapat dipisahkan dengan akomodasi seperti yang dikatakan Farooq (2011: 1261)

(56)

40

3. Perubahan Pemahaman secara Akomodasi

3.1 Perubahan pemahaman secara Akomodasi siswa B pada konsep jarak dan perpindahan

Tabel 4. Perubahan Pemahaman siswa B pada konsep jarak dan perpindahan

E: Peneliti, L: Siswa B

Pemahaman Siswa Pertanyaan, Ilustasi dan Analogi yang Diberikan Pemahaman awal: siswa tidak dapat

mendefinisikan dan membedakan jarak dan perpidahan

E: tau nggak bedanya jarak dengan perpindahan?

L: nggak. Lupa mbak. Haha....

Siswa B tidak dapat mendefinisisikan jarak dan perpindahan. Peneliti mencoba memberikan sebuah soal.

E: misalnya kamu naik motor dari titik A ke titik B lalu ke C kemudian kembali ke titik B terus ke A lagi. Dari A ke B 2 meter dan dari B ke C 2 meter.

Jaraknya berapa?

Perpindahannya berapa?

Siswa dapat menentukan jarak namun tidak dapat menentukan perpindahan L: jaraknya 8 m. Perpindahannya nggak

tau

Jawaban siswa terkait jarak sudah betul namun belum dapat

mendefinisikan perpindahan.

Peneliti mencoba menanyakan apakah motor tersebut berpindah tempat.

Benda yang kembali ke titik semula tidak mengalami perpindahan.

E: coba kita tinjau dari kata perpindahan. Motormu berpindah nggak?

L: nggak mbak

E: jadi perpindahannya?

L: nol mbak

Jawaban siswa sudah tepat.

Peneliti mencoba meminta siswa menyimpulkan definisi jarak dan perpindahan.

(57)

41 E: sekarang tau nggak bedanya jarak

dan perpindahan?

L: tau mbak E: apa?

L: jarak itu yang kita tempuh.

Perpindahan itu ke titik yang terakhir.

Kalau misalnya mobil balik lagi ke posisi semula berarti nggak ada perpindahan

Jarak adalah lintasan total sedangkan perpindahan adalah perubahan posisi benda.

E:oh begitu toh. Berarti dalam perpindahan itu apanya yang berubah?

L: jarak mbak. Eh bingung mbak.

E: tadi kan udah sebut perpindahan itu ke titik yang terakhir. Jadi apanya yang berubah?

L: perubahan posisi mbak E: kalau jarak tadi apa?

L: yang kita tempuh.

Pemahaman siswa cukup lengkap walaupun siswa belum dapat menjelaskan adanya variabel waktu.

Siswa mengalami akomodasi dari pemahaman awal. siswa sudah dapat mendefinisikan jarak dan perpindahan.

Tabel 4 menunjukan proses perubahan pemahaman siswa B melalui akomodasi tentang konsep jarak dan perpindahan. awalnya siswa tidak dapat mendefinisikan jarak dan perpindahan. Untuk mengubah pemahaman siswa, peneliti mencoba memberikan sebuah soal “misalnya kamu naik motor dari titik A ke titik B lalu ke C kemudian kembali ke titik B terus ke A lagi. Dari A ke B 2 meter dan dari B ke C 2 meter. Jaraknya berapa? Perpindahannya berapa”. Dari soal ini siswa sudah dapat menentukan jarak yang, namun belum bisa menentukan perpindahan yang dialami. Peneliti mencoba menggunakan pertanyaan lain terkait apakah motor tersebut berpindah tempat atau tidak. Pertanyaan ini membuat dapat menyimpulkan bahwa jarak adalah lintasan total sedangkan perpindahan adalah

(58)

42

perubahan posisi benda. Pernyataan siswa ini sudah cukup tepat dan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jarak adalah panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu benda dalam selang waktu tertentu (Giancoli, 2001: 23) sedangkan perpindahan adalah perubahan posisi suatu benda karena adanya perubahan waktu (Tipler, 1991: 24).

Proses diatas menunjukkan bagaimana pemahaman siswa berubah. Proses inilah yang disebut akomodasi. Pada konteks ini siswa menciptakan skema baru dimana awalnya siswa tidak dapat mendefinisikan jarak dan perpindahan sama sekali. Setelah diberikan soal, ilustrasi dan beberapa pertanyaan siswa dapat mendefinisikan jarak dan perpidahan dengan baik. Hal ini sesuai dengan definisi akomodasi menurut Woolfolk dimana akomodasi terjadi ketika seseorang harus mengubah skema ataupun menciptakan skema baru untuk merespon situasai baru (Woolfolk, 2009: 51).

Referensi

Dokumen terkait

Hujan rencana merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam periode ulang tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis hidrologi yang biasa disebut analisis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan rerata ketrampilan sebelum dan sesudah pelaksanaan pelatihan menunjukkan hasil yang paling tinggi selisihnya yaitu pada

Kelimpahan dan jumlah jenis ikan pada Stasiun bervegetasi lamun (Wawatoe dan P. Wowonii) menunjukkan rata-rata yang relatif lebih tinggi dibandingkan Stasiun tanpa

• Selaku Ketua Deputi Pemberdayaan Wanita DPW PKS Provinsi Sumatera Utara Masa Bakti 2006-2010. Universitas

adalah lebih mulia baginya untuk menanggung sedikit kerugian dengan membayarnya lebih daripada harga sepatutnya. c) Dalam melunaskan hutang, seseorang mesti bermurah hati

Apabila kredit yang disalurkan lancar maka pengembalian pokok pinjaman akan lancar yang diikuti dengan kenaikan pendapatan bunga lebih besar dari biaya bunga,

Dengan citra ( bitmap ) yang ditangkap webcam saat barang yang masuk terdeteksi sensor proximity , program flowstone dalam komputer akan mendeteksi warnanya dengan