• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN SISTEM PELATIHAN UNTUK PENINGKATAN KINERJA SDM DI PT. XYZ DELI SERDANG TESIS OLEH ANGGIANIKA MARDHATILLAH /TI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RANCANGAN SISTEM PELATIHAN UNTUK PENINGKATAN KINERJA SDM DI PT. XYZ DELI SERDANG TESIS OLEH ANGGIANIKA MARDHATILLAH /TI"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN SISTEM PELATIHAN UNTUK PENINGKATAN KINERJA SDM DI PT. XYZ

DELI SERDANG

TESIS

OLEH

ANGGIANIKA MARDHATILLAH 107025008/TI

F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(2)

RANCANGAN SISTEM PELATIHAN UNTUK PENINGKATAN KINERJA SDM DI PT. XYZ

DELI SERDANG

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

dalam Program Studi Teknik Industri pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

ANGGIANIKA MARDHATILLAH 107025008/TI

F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(3)

Judul Tesis : RANCANGAN SISTEM PELATIHAN UNTUK PENINGKATAN KINERJA SDM DI PT. XYZ DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Anggianika Mardhatillah Nomor Pokok : 107025008

Program Studi : Teknik Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE) Ketua

(Dr. Ir. Nazaruddin, MT) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng)

Dekan

(Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

(4)

Tanggal lulus : 13 Februari 2013 Telah diuji pada

Tanggal : 13 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE Anggota : Dr. Ir. Nazaruddin, MT

Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Aulia Ishak, ST, MT

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

RANCANGAN SISTEM PELATIHAN UNTUK PENINGKATAN KINERJA SDM DI PT. XYZ DELI SERDANG,

adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Februari 2013 Yang Membuat Pernyataan,

Anggianika Mardhatillah NIM: 107025008/TI

(6)

ABSTRAK

Kinerja SDM dapat ditingkatkan melalui kegiatan pelatihan yaitu sebuah proses yang mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawab dengan baik sesuai standar kerja. Peningkatan kinerja SDM juga dirasakan penting oleh PT. XYZ yang memproduksi air mineral dan minuman ringan dalam kemasan untuk dipasarkan di wilayah Sumatera Bagian Utara. PT. XYZ memiliki permasalahan kinerja SDM yang cenderung mengalami penurunan sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja SDM.

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa variabel pengetahuan (r = 0,428), keterampilan (r = 0,760) dan sikap (r = 0,451) memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja SDM baik secara parsial maupun simultan. Hasil analisis deskriptif yang diperoleh digunakan sebagai input dalam penetapan kebutuhan pelatihan.

Berdasarkan hasil analisis korelasi dan deskriptif rancangan sistem pelatihan dapat digunakan dalam upaya peningkatan variabel pengetahuan, keterampilan dan sikap. Rancangan pelatihan maintenance, individual and team achieve goals, analitical and creative thinking for problem solving, coaching, leadership dan continous improvement diharapkan mampu mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kinerja SDM.

Kata Kunci: Kinerja SDM, Kompetensi, Korelasi, Rancangan Sistem Pelatihan.

(7)

ABSTRACT

Human resources performance can be increased through the activities of counseling; that is, a process which teaches knowledge, skills, and attitude in order that employees are increasingly skillful and able to take responsibility properly, according to the work standard. The increase of human resources performance is very important for PT XYZ which produces mineral water and soft drink in containers to be marketed in the North part of Sumatera. PT XYZ had some problems with human resources performance which tended to decrease so that this study was conducted in order to know the variables which influenced the human resources performance

The result of the correlation analysis showed that, simultaneously and partially, the variable of knowledge (r = 0.428), skills (r = 0.760), and attitude (r = 0.451) had significant correlation with human resources performance. The result of the descriptive analysis was used as the input in determining the need for training.

Based on the result of the correlation and descriptive analyses, it was found that the design of training system could be used to increase the variables of knowledge, skills, and attitude. The training designs of maintenance, individual and team achieve goals, analytical and creative thinking for problem solving, coaching, leadership, and continuous improvement were expected to be able to cope with the factors which influenced the decrease in the human resources performance.

Keywords: Human Resources Performance, Competence, Correlation, Design of Training System

(8)

RIWAYAT HIDUP

Anggianika Mardhatillah lahir di Medan pada tanggal 23 Januari 1986, merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Alm. H.

Abdul Kahar Nasution dan ibu Dr. Irawaty Kahar, M.Pd. Telah menikah dengan Fakhri Aulia, ST, MT pada Januari 2013.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1997 di SD- Tunas Kartika I Medan, menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama pada tahun 2000 di SLTP Negeri I Medan, dan menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas pada tahun 2003 di SMA Negeri I Medan.

Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Sumatera Utara, Medan pada Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik dan menyelesaikan pendidikan tersebut pada tahun 2009. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Sumatera Utara Departemen Teknik Industri.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Rancangan Sistem Pelatihan untuk Peningkatan Kinerja SDM di PT. XYZ Deli Serdang”.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan untuk perusahaan, dalam rangka pengelolaan sumber daya manusia yang lebih efektif guna meningkatkan kinerja SDM.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof.

Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Prof. Dr. Ir. Sukaria Sinulingga, M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan dukungan, arahan, dan petunjuk dalam penyelesaian tesis ini. Bapak Dr. Ir. Nazaruddin, MT sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu dalam memberikan arahan, dukungan, serta petunjuk dalam penyelesaian tesis ini.

Pimpinan, Manager PGA, Manager Produksi dan Maintenance yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di PT. XYZ Deli Serdang dan membantu penulis dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan selama penelitian. Seluruh karyawan PT. XYZ khususnya bagian produksi atas bantuan dan kerjasamanya hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan secara moril dan materil selama penulis menjalankan studi S2 dan dalam penyelesaian tesis ini. Staff di Magister Teknik Industri yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi mengenai perkuliahan dan pelaksanaan tesis. Teman-teman yang telah banyak membantu penulis khususnya angkatan 13 atas kerja samanya dalam menjalani perkuliahan dan penyelesaian tesis ini. Sahabat-sahabat penulis di Magister Teknik Industri USU Indah Rizkya Tarigan, Margie Subahagia, Mega Sari, dan

(10)

Windi Wiguna. Terima kasih atas kerjasamanya dan kerelaan waktu untuk berbagi kisah suka dan duka selama proses perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan pada laporan penelitian ini. Sesungguhnya kekhilafan ada di manusia dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Medan, Februari 2013

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Batasan Masalah ... 8

1.6 SistematikaPenulisan Laporan ... 8

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Aiatem Pelatihan SDM ... 10

2.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan ... 13

2.3 Langkah-langkah Merancang Sistem Pelatihan ... 14

2.3.1. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan ... 14

2.3.2. Penetapan Tujuan dan Sasaran Pelatihan ... 17

2.3.3. Menyusun Materi Program ... 27

2.3.4. Memilih Metode Pelatihan ... 30

2.4 Kinerja ... 35

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 18

(12)

2.6 Review Hasil Penelitian ... 39

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 40

3.1 Visi dan Misi Perusahaan ... 40

3.2 Struktur Organisasi ... 41

3.3 Jam Kerja Dan Jumlah Tenaga kerja PT. XYZ ... 42

3.4 Tugas dan Wewenang Jabatan ... 42

3.4.1. Manager Produksi dan Maintenance ... 43

3.4.2. Supervisor Produksi dan Maintenance ... 45

3.4.3. Operator Produksi ... 48

3.5 Sistem Pengupahan PT. XYZ ... 49

3.6 Sistem Pengembangan (Pelatihan) Karyawan ... 50

3.7 Proses Produksi ... 51

3.6.1 Proses Produksi Produk A ... 51

3.6.2 Proses Produksi Produk B dan C ... 59

3.6.3 Proses Produksi Produk D ... 60

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 62

4.1 Tipe Penelitian ... 62

4.2 Lokasi Penelitian ... 62

4.3 Metode Penelitian ... 62

4.3.1 Populasi ... 62

4.3.2 Sample ... 63

4.3.3 Tahap Penelitian ... 64

4.3.4 Kerangka Konseptual dan Definisi Operasional ... 66

4.3.5 Hipotesis ... 72

4.3.6 Pengujian Instrumen Penelitian ... 73

4.3.7 Pengumpulan Data ... 75

4.3.8 Analisis Data ... 77

4.3.9 Tahap Perancangan Pelatihan ... 81

BAB 5 ANALISIS DATA DAN PERANCANGAN ... 82

5.1 Pengujian Instrumen ... 82

5.1.1 Uji Validitas ... 82

5.1.2 Pengujian Reabilitas ... 83

5.1.3 Uji Normalitas ... 83

5.2 Analisa Data ... 84

(13)

5.2.1 Pengujian Korelasi ... 84

5.2.2 Pengujian Hipotesis ... 84

5.2.3 Analisa Deskriptif ... 88

5.2.4 Analisis Faktor Penurunan Produktivitas Tenaga Kerja ... 92

5.3 Perancangan Sistem Pelatihan ... 93

5.3.1 Penilaian Kebutuhan Pelatihan ... 94

5.3.2 Penetapan Tujuan Pelatihan ... 96

5.3.3 Materi Pelatihan ... 97

5.3.4 Prinsip Pembelajaran/ Metode Pelatihan ... 98

5.3.5 Program Aktual ... 99

5.3.6 Evaluasi ... 104

5.3.7 Monitor Kegiatan Pasca Pelatihan ... 104

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

6.1. Kesimpulan ... 105

6.2. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108

LAMPIRAN ... 110

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. 1. Konsep Pelatihan dengan Pendekatan Sistem ... 12

2. 1. Review Penelitian ... 39

3. 1. Data Jumlah Karyawan per Maret 2012 ... 42

4. 1. Penentuan Sampel Penelitian ... 64

4. 2. Indikator Masing-masing Dimensi ... 71

4. 3. Skala Penelitian ... 76

4. 4. Pedoman Penilaian Koefisien Korelasi r ... 78

5. 1. Uji Validitas Butir Pertanyaan ... 82

5. 2. Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis Parsial ... 87

5. 3. Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis Simultan ... 88

5. 4. Klasifikasi Nilai Responden ... 92

5. 5. Indikator yang Lemah Dari Variabel Signifikan ... 93

5. 6. Struktur Pelatihan Untuk Karyawan Departemen Produksi ... 101

5. 7. Struktur Pelatihan Untuk Supervisor Departemen Produksi ... 102

5. 8. Struktur Pelatihan Untuk Manager Departemen Produksi ... 103

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1. 1. Grafik Produktivitas Tenaga Kerja Lini Produksi II ... 5

2. 1. Konsep Pelatihan dengan Pendekatan Sistem ... 12

3. 1. Struktur Organisasi PT. XYZ ... 41

4. 1. Flowchart Metodologi Penelitian ... 65

4. 2. Kerangka Konseptual Penelitian ... 70

4. 3. Flowchart Tahap Perancangan Pelatihan ... 81

5. 1. Nilai Korelasi Hubungan Antar Variabel ... 84

5. 2. Skema Sistem Pelatihan ... 83

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

1. Kuesioner Uji Coba Instrumen ... 110

2. Kuesioner Penelitian ... 116

3. Output Validitas dan Reliabilitas ... 121

4. Rekapitulasi Hasil Kuesioner ... 124

5. Uji Normalitas ... 126

6. Output Korelasi dan Statistik Deskriptif ... 127

7. Rekapitulasi Analisis Deskriptif ... 130

8. Struktur Pelatihan ... 132

9. Form Evaluasi Akhir Program Pelatihan ... 135

10.Tabel Statistik ... 137

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset penting untuk menunjang keberhasilan suatu organisasi. SDM adalah pelaksana seluruh kebijakan organisasi sehingga perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai. Pentingnya sumber daya manusia ini perlu disadari oleh semua tingkatan manajemen di perusahaan.

Bagaimanapun majunya teknologi saat ini, namun faktor manusia tetap memegang peranan penting bagi keberhasilan suatu organisasi.

Banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja SDM, diantaranya melalui kegiatan pelatihan. Kegiatan pelatihan merupakan proses memberikan atau meningkatkan kemampuan dan keterampilan serta menanamkan sikap kepada karyawan dimana proses tersebut akan sangat membantu karyawan dalam mengkoreksi kekurangan-kekurangan kerjanya di masa silam sehingga karyawan tersebut dapat meningkatkan kinerjanya dalam bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Roza, (2009) mengenai peranan pelatihan terhadap peningkatan kinerja karyawan membuktikan bahwa pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan sehingga lebih efektif dalam pencapaian sasaran-sasaran program kerja ataupun tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Di samping itu pelaksanaan pelatihan memerlukan biaya yang

(18)

tidak sedikit maka diperlukan suatu perencanaan yang matang, sistematis dan terarah dengan baik agar dana yang dikeluarkan tidak sia-sia melainkan dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi yang positif bagi kemajuan perusahaan.

Kegiatan pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawab dengan baik, sesuai dengan standar kerja. Kegiatan pelatihan juga dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan antara sumber daya yang dimiliki perusahaan dengan sumber daya manusia yang diharapkan perusahaan agar perusahaan dapat mencapai tujuan, visi dan misi.

Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Khan, (2009) yang dimuat dalam Global Journal of Management and Business Research menyatakan bahwa pelatihan dan pengembangan berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Selain itu metode on job training yang diterapkan di perusahaan terbukti efektif dalam hal waktu dan penghematan biaya pelatihan.

Di sisi lain, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hetami, (2011) mengenai pengaruh pelatihan dan penerapan SOP terhadap produktivitas teknisi menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produktivitas teknisi maka terlebih dahulu perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi teknisi dalam bekerja.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas teknisi adalah pelatihan dan penerapan SOP. Pelatihan merupakan suatu keharusan dari suatu organisasi karena semakin terdidik dan terlatihnya teknisi maka semakin tinggi pula produktivitas kerja.

(19)

Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas teknisi. Pada umumnya setiap perusahaan memberikan berbagai macam pelatihan untuk karyawannya termasuk PT. XYZ. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi, motivasi, pendidikan dan pelatihan terhadap produktivitas tenaga kerja (Subroto, 2005).

PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memproduksi air mineral dan minuman ringan dalam kemasan. Perusahaan memiliki sumber daya manusia di berbagai bidang. Banyak upaya yang telah dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan, seperti mengirim karyawan melanjutkan pendidikan, program magang baik di dalam maupun luar negri, seminar- seminar dan program pelatihan.

Seluruh karyawan di perusahaan tersebut mendapatkan training dasar yang merupakan program dari kantor pusat berisi materi umum yang berkaitan dengan disiplin, etika, dan budaya kerja serta prinsip-prinsip 5S, CILAR, GKM. Pada umumnya untuk tingkatan operator kegiatan pelatihan bersifat on job training, dimana perusahaan mendatangkan trainer untuk memberikan pelatihan di perusahaan. Operator yang bekerja dengan menggunakan mesin atau peralatan diberikan pelatihan cara pengoperasian, pembersihan, inspeksi, dan lubrikasi pada mesin sehingga setiap operator dapat melaksanakan program CILAR (autonomous &

planned maintenance). Selain itu dalam melaksanakan program pelatihan perusahaan mempunyai anggaran yang dikeluarkan setiap tahunnya, dimana besar anggaran yang

(20)

dikeluarkan perusahaan tidak sama dari tahun ke tahun karena disesuaikan dengan kebutuhan pelatihan karyawan. Fakta di atas menunjukkan bahwa perusahaan mendukung penuh upaya peningkatan kinerja SDM-nya.

Namun di sisi lain ukuran kinerja yang digunakan PT. XYZ selama ini adalah jumlah output yang dihasilkan tenaga kerja, dan perusahaan belum melakukan pengukuran terhadap kinerja mereka. Ukuran kinerja dengan jumlah output saja tidak mampu menunjukkan peran setiap satuan tenaga kerja yang digunakan terhadap hasil kerjanya (output). Tingginya output yang dihasilkan belum tentu menunjukkan kinerja SDM yang lebih baik. Ketika wawancara dilakukan didapat beberapa fakta bahwa masih terdapat kekurangan pada operator ketika melaksanakan pekerjaannya, dimana hal ini akan berdampak pada penurunan kinerja SDM perusahaan.

Berdasarkan informasi dari manajer personalia dan hasil observasi yang dilakukan pada lini produksi diketahui beberapa kekurangan operator dalam menjalankan tugasnya seperti operator hanya mampu mengoperasikan satu jenis mesin saja dan belum memiliki kemampuan untuk mengoperasikan jenis mesin yang lainnya. Namun di sisi lain, perusahaan mengharapkan operator mampu bekerja pada setiap lini produksi karena hal tersebut memudahkan perusahaan ketika melakukan proses rotasi pada karyawan atau dapat menggantikan tugas operator lain ketika sedang berhalangan hadir. Gambar 1.1 menunjukkan produktivitas tenaga kerja lini produksi 2 memiliki fluktuasi yang cukup besar dan cenderung mengalami penurunan. Faktor yang menyebabkan menurunnya kinerja tenaga kerja disebabkan

(21)

kerusakan mesin dan meningkatnya produk yang tidak memenuhi standar perusahaan sehingga target serta sasaran mutu perusahaan tidak tercapai.

Gambar 1.2 Grafik Produktivitas Tenaga Kerja Lini produksi 2 (Sumber: PT. XYZ)

Manager Produksi mengungkapkan kelalaian tenaga kerja dan kurangnya keterampilan mereka dalam melaksanakan prosedur kerja sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) yang ditetapkan perusahaan merupakan penyebab utama kerusakan mesin dan meningkatnya produk yang tidak memenuhi standar. Hal ini sejalan dengan evaluasi sasaran mutu yang dilakukan perusahaan pada tahun 2011-2012, menunjukkan faktor yang menyebabkan tidak tercapainya sasaran mutu pada lini produksi 2 teh kemasan botol dikarenakan tenaga kerja sebesar 39,02%, peralatan 24,03%, metode kerja 21,95%, material 14,63%, dan lainnya sebesar 0,90%

dapat dilihat pada Gambar 1.2. Faktor tenaga kerja memiliki persentase yang paling besar yaitu 39,02% artinya adalah tenaga kerja memiliki pengaruh yang paling besar untuk mencapai sasaran mutu perusahaan.

!"!!#

$"!!#

%!"!!#

%$"!!#

&!"!!#

&$"!!#

'!"!!#

'$"!!#

(!"!!#

)*+,-#./-01234,5*+##

.6/,-06#

(22)

Selain itu kemampuan pekerja masih sebatas mampu mengoperasikan mesin namun belum dapat melakukan perbaikan (trouble shooter). Hal tersebut terlihat jelas pada saat mesin mengalami kerusakan, operator belum mampu melakukan perbaikan terhadap mesin tersebut sehingga perusahaan menggunakan teknisi untuk memperbaiknya sehingga kegiatan produksi terganggu yang akhirnya bermuara kepada menurunnya kinerja SDM.

Berdasarkan fakta-fakta di atas akan dilakukan analisis terhadap variabel yang berpengaruh kepada kinerja SDM di PT. XYZ yang berkaitan dengan kompetensi karyawan. Hasil analisis variabel tersebut akan digunakan sebagai input dalam merancang sistem pelatihan yang lebih baik, karena melalui kegiatan pelatihan ini diharapkan dapat menjembatani gap yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas pada PT. XYZ terlihat bahwa kinerja SDM cendrung mengalami penurunan. Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa sistem pelatihan tenaga kerja yang diberikan perusahaan masih kurang optimal, akibatnya kompetensi yang dibutuhkan dengan kemampuan tenaga kerja masih belum sesuai sehingga perlu dirancang sistem pelatihan agar kompetensi tenaga kerja sesuai dengan tuntutan pekerja masa kini.

(23)

1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan rancangan sistem pelatihan guna meningkatkan kinerja karyawan PT. XYZ. Sasaran yang perlu dicapai untuk mendapatkan hasil rancangan sistem pelatihan adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penurunan kinerja SDM pada departemen produksi PT. XYZ Pabrik Deli Serdang.

2. Menentukan sistem pelatihan yang dapat diimplementasikan PT. XYZ dalam upaya meningkatkan kinerja SDM.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis dengan uraian sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis.

a. Sebagai sumbangan penting dan memperluas wawasan bagi kajian ilmu manajemen dalam mengelola sumber daya manusia sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pengembangan penelitian sumber daya manusia yang akan datang.

b. Memberikan kontribusi untuk memperluas kajian ilmu manajemen yang menyangkut sistem pelatihan SDM.

c. Menambah konsep baru yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ilmu manajemen.

(24)

2. Manfaat Praktis.

a. Sebagai bahan masukan bagi departemen HRD PT. XYZ untuk menetapkan kebijakan pelatihan di perusahaan.

b. Sebagai tolak ukur kinerja pada karyawan bagian produksi PT. XYZ.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini dilaksanakan pada departemen produksi PT. XYZ Pabrik Deli Serdang. Batasan masalah yang digunakan agar tujuan penelitian tercapai, yaitu:

1. Penelitian dilakukan pada departemen produksi karena kinerja SDM bagian produksi cenderung mengalami penurunan.

2. Faktor yang dipertimbangkan untuk kinerja SDM adalah kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan.

3. Rancangan yang diusulkan adalah rancangan konseptual tanpa melakukan implementasi.

1.6 Sistematika Penulisan Laporan

Hasil penelitian mengenai rancangan sistem pelatihan untuk peningkatan kinerja SDM departemen produksi PT. XYZ akan diuraikan dalam 6 bab. Bab pertama menjelaskan hal-hal yang mendasari dilakukannya penelitian serta identifikasi masalah penelitian. Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan. Pada sub bab latar belakang menggambarkan fenomena (gejala) yang

(25)

ditemukan di perusahaan sebagai alasan mengapa penelitian perlu dilakukan. Sub bab tujuan penelitian meliputi tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini.

Bab kedua memaparkan teori dan pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam menganalisis dan mencari solusi pemecahan masalah. Landasan teori digunakan untuk menguatkan metode yang digunakan dalam memecahkan permasalahan penelitian. Bab ketiga memaparkan gambaran perusahaan yang berhubungan dengan penelitian. Bab keempat menjelaskan mengenai jenis penelitian dan uraian tahapan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini. Bab keempat menggambarkan konsep penelitian yang dilaksanakan dengan memperlihatkan struktur dan sifat hubungan logis antar variabel penelitian.

Variabel yang digunakan dalam penelitian dijelaskan definisinya untuk menghindari perbedaan pemahaman.

Bab kelima memaparkan data penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan langsung, dan dokumen perusahaan sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan untuk memecahkan permasalahan penelitian. Bab kelima menjelaskan hasil rancangan penelitian yang efektif yang dapat diimplementasikan di perusahaan guna menyelesaikan permasalahan penelitian.

Bab keenam memaparkan kesimpulan hasil penelitian. Bab keenam berisi saran yang bermanfaat bagi perusahaan dan penelitian berikutnya.

(26)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Pelatihan SDM

Sinulingga, (2008: 16) mendefenisikan sistem ialah seperangkat elemen yang saling bergantung atau berinteraksi satu dengan lain menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi di atas menjelaskan karakteristik sebuah sistem sebagai seperangkat elemen yang membentuk satu kesatuan (unity), semua elemen mempunyai hubungan fungsional (functional relationship) dan kesatuan tujuan. Sekelompok benda yang terletak secara acak dalam sebuah ruangan telah memenuhi syarat sebagai seperangkat elemen tetapi tidak dapat disebut sebagai sistem karena antar benda tersebut tidak terjadi interaksi atau tidak mempunyai hubungan fungsional dan tidak memiliki kesatuan tujuan.

Pelatihan sumber daya manusia menurut pendapat Dessler, (2003: 187)

“Training is the process of teaching new employees the basic skills they need to perform their jobs. Training refers to a planned effort to facilitate employees the learning of job-related competencies.”

Kaswan, (2011: 2) mendefenisikan pelatihan adalah proses meningkatkan pengetahuan, dan keterampilan karyawan. Pelatihan meliputi pengubahan sikap sehingga karyawan dapat melakukan pekerjaannya lebih efektif. Pelatihan menurut Sikula, (1981: 227) yang dikutip Mangkunegara, (2003: 50) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan

(27)

terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas.

Pelatihan merupakan kegiatan dari perusahan/instansi yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari pegawainya, sesuai dengan keinginan dari perusahaan/instansi yang bersangkutan. Selain itu pelatihan juga bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu, terinci, dan rutin.

Pelatihan berisi desain program perencanaan untuk memperbaiki prestasi kerja dari tingkat individu, kelompok, dan organisasi. Perbaikan prestasi kerja, dalam perputaran dinyatakan secara tidak langsung pada perubahan yang diukur pada pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan perilaku sosial.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dikatakan bahwa pelatihan merupakan suatu proses pembelajaran pegawai secara terencana sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaannya, dan didesain untuk meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan berisi desain program perencanaan untuk memperbaiki prestasi kerja dari tingkat individu, kelompok, dan organisasi. Perbaikan prestasi kerja, dalam perputaran dinyatakan secara tidak langsung pada perubahan yang diukur pada pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan perilaku sosial.

Menurut Rivai, (2011: 214) pelatihan dengan pendekatan sistem melibatkan beberapa sub sistem. Sub sistem ini meliputi identifikasi kebutuhan pelatihan, penetapan sasaran, merancang program, pelaksanaan program, dan evaluasi program.

Secara skematis model ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

(28)

Gambar 2.1 Konsep Pelatihan dengan Pendekatan Sistem

Menurut Bernardin (2008:251) “ a needs assessment is a systematic, objective determination of training needs that involves conducting three primary types of analysis. The three analysis consist of an organizational analysis, a job analysis, and a person analysis”. Ada beberapa gejala yang dapat diartikan sebagai sebuah kebutuhan akan pelatihan, Nasution, (2005: 88) yaitu menurunnya produktivitas dan kinerja karyawan, jumlah produk yang cacat cendrung meningkat, motivasi dan loyalitas karyawan semakin menurun serta job target tidak dapat dicapai.

2.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Tujuan pelatihan ditinjau dari sisi individu karyawan, yaitu perubahan dalam peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dan pengembangan karir. Sedangkan tujuan pelatihan untuk perusahaan adalah tercapainya kinerja yang maksimum

1.

Identifikasi Kebutuhan Pelatihan

2.

Penetapan Sasaran

3.

Merancang Program 4.

Pelaksanaan Program 5.

Evaluasi Pelatihan

(29)

sebagai buah dari hasil pelatihan yang terjadi pada karyawan. Dalam hal ini, harus ada keterkaitan antara input, output, outcome, dan impact dari pelatihan yaitu:

1. Faktor input terdiri dari karyawan peserta pelatih, bentuk dan materi pelatihan, pelatih atau instruktur, tim pengelola, waktu dan tempat dan fasilitas lain. Materi program disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan. Kebutuhan disini mungkin dalam bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha untuk mempengaruhi sikap.

2. Faktor output terdiri dari jumlah kehadiran karyawan atau peserta pelatihan, intensitas interaksi pelatihan, jumlah kehadiran pelatih, kepuasan karyawan dan pelatih serta pengelola.

3. Faktor outcome meliputi peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan karyawan.

4. Faktor impact terdiri dari peningkatan kinerja karyawan, pengembangan karir karyawan, dan peningkatan kinerja perusahaan.

Adapun tujuan pelatihan menurut Mangkunegara, (2003: 52) adalah:

1. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi.

2. Meningkatkan produktivitas kerja.

3. Meningkatkan kualitas kerja.

4. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.

5. Meningkatkan moral dan semangat kerja.

(30)

6. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.

7. Menghindarkan keusangan (obsolescence).

8. Meningkatkan perkembangan pribadi pegawai.

2.3 Langkah-langkah Merancang Sistem Pelatihan 2.3.1 Identifikasi Kebutuhan Pelatihan

Tahap pertama dalam melakukan pelatihan adalah menentukan adanya kebutuhan pelatihan yang aktual. Suatu perusahaan akan melakukan pelatihan apabila hal tersebut diharapkan dapat mendukung tujuan perusahaan. Keputusan pelaksanaan pelatihan harus berdasarkan analisis kebutuhan, yang dilakukan dengan menganalisis data yang tersedia di perusahaan. Menurut Bernardin dalam Veithzal (2008: 234) analisis kebutuhan pelatihan adalah proses mengidentifikasi gejala dan informasi yang diharapkan dapat menunjukkan adanya kekurangan atau kesenjangan pengetahuan, keterampilan , dan sikap kerja karyawan yang menempati posisi jabatan tertentu dalam suatu perusahaan. Analisis kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang- bidang atau faktor-faktor apa saja yang ada di dalam perusahaan yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan menjadi meningkat (Sulianti, 2005:18). Sejalan dengan pendapat Veitsal, menurut Milkovich & Boudreau dalam Suyatna, (1995: 9) analisis kebutuhan pelatihan adalah

(31)

proses mengidentifikasi gap atau kesenjangan yang menjadi tujuan dan merupakan suatu cara untuk menetapkan tujuan dan standar evaluasi.

Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis kebutuhan pelatihan adalah proses mengidentifikasi kesenjangan antara tujuan yang ditetapkan dengan hasil kerja karyawan, sehinggga perlu diperbaiki untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai dan perusahaan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pelatihan. Mengingat bahwa pelatihan pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kinerja yang ada saat ini dengan kinerja standar atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh pegawai, maka dalam hal ini analisis kebutuhan pelatihan merupakan proses untuk mengidentifikasi kesenjangan yang ada tersebut, dan melakukan analisis apakah kesenjangan tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan melalui suatu pelatihan. Selain itu dengan analisis kebutuhan pelatihan maka pihak penyelenggara pelatihan (HRD atau Divisi Training) dapat memperkirakan manfaat- manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari suatu pelatihan, baik bagi partisipan sebagai individu maupun bagi perusahaan. Kesenjangan antara yang diharapkan dengan kenyataan, tingkat kinerja karyawan, prestasi unit kerja, dan karakteristik dari karyawan dapat menjadi tujuan diadakannya pelatihan. Faktor kesenjangan tersebut harus diidentifikasi sebagai faktor penting, yang harus mendapat perhatian perusahaan dan dapat dipecahkan melalui pelatihan.

(32)

Selain itu pelatihan akan berhasil jika proses mengisi kebutuhan pelatihan yang benar. Pada dasarnya kebutuhan itu adalah untuk memenuhi kekurangan pengetahuan, meningkatkan keterampilan atau sikap dengan masing-masing kadar yang bervariasi. Kebutuhan dapat digolongkan menjadi:

1. Kebutuhan memenuhi tuntutan sekarang.

Kebutuhan ini biasanya dapat dikenali dari prestasi karyawannya yang tidak sesuai dengan standar hasil kerja yang dituntut pada jabatan itu.

Meskipun tidak selalu penyimpangan ini dapat dipecahkan dengan pelatihan.

2. Memenuhi kebutuhan tuntutan jabatan lainnya.

Pada tingkat hirarki manapun dalam perusahaan sering dilakukan rotasi jabatan. Alasannya bermacam-macam, ada yang mengatakan untuk mengatasi kejenuhan dan ada juga yang menyebutkan untuk membentuk generalisasi.

3. Untuk memenuhi tuntutan perubahan.

Perubahan-perubahan baik intern (perubahan sistem, struktur organisasi) maupun ekstern (perubahan teknologi, perubahan orientasi bisnis perusahaan) sering memerlukan adanya tambahan pengetahuan baru.

Meskipun pada saat ini tidak ada persoalan antara kemampuan orangnya dengan tuntutan jabatannya, tetapi dalam rangka menghadapi perubahan di atas dapat diantisipasi dengan adalanya pelatihan yang bersifat potensial.

(33)

2.3.2 Penetapan Tujuan dan Sasaran Pelatihan

Tujuan adalah pernyataan formal yang jelas dari suatu hasil akhir yang diharapkan, dan dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan yang terperinci dalam suatu program. Dalam menetapkan tujuan terdapat beberapa hal yang harus menjadi acuan agar tujuan yang ditetapkan jelas dan terukur. Acuan dalam menetapkan tujuan tersebut adalah apa yang harus diketahui atau yang dapat dikerjakan oleh para peserta pada akhir pelatihan, bagaimana peserta memperagakan hasil dari pelatihan, berbagai standart yang diperlukan untuk mencapai tingkat kompetensi baru, hambatan yang akan mengganggu upaya mewujudkan sasaran.

Pada dasarnya sasaran dan tujuan pelatihan dapat dibedakan dalam tiga jenis kategori pokok yaitu:

1. Pengetahuan (cognitive), yaitu sasaran pelatihan yang berkaitan dengan aspek pengetahuan.

2. Keterampilan (psychomotor), yaitu sasaran pelatihan yang berkaitan dengan aspek keterampilan.

3. Sikap (affective), yaitu sasaran pelatihan yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku.

2.3.2.1 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan

(34)

indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.

Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan memprediksi sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Jika informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan (www.wikipedia.com).

Menurut Widayana, (2005:13) pengetahuan adalah informasi yang dilengkapi dengan pemahaman pola hubungan dari informasi disertai pengalaman, baik individu maupun kelompok dalam organisasi. Terdapat dua tipe pengetahuan yaitu pengetahuan implisit dan pengetahuan ekspisit.

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang sebagian besar berada dalam organisasi. Pengetahuan ini merupakan sesuatu yang diketahui dengan alami, namun sulit untuk diungkapkan secara jelas dan lengkap. Pengetahuan implisit sangat sulit untuk dipindahkan kepada orang lain, karena pengetahuan tersebut tersimpan pada masing-masing pikiran (otak) indvidu dalam organisasi sesuai dengan kompetensinya.

Dalam buku knowledge management yang dituliskan oleh widayana, pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang

“bagaimana untuk”, yang diuraikan secara lugas dan sistematis. Contoh konkretnya

(35)

adalah sebuah buku petunjuk pengoperasian sebuah mesin atau penjelasan yang diberikan oleh seorang instruktur dalam sebuah program latihan.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Menurut Nonaka dalam Munir (2008: 26) pengetahuan ekspisit dan pengetahuan implisit dapat diekspresikan dengan rumus sebagai berikut:

Pengetahuan = Pengetahuan Eksplisit + Pengetahuan Implisit…..….(2.1) Pengetahuan eksplisit selanjutnya disebut sebagai pengetahuan yang dapat diekspresikan dengan kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk formula ilmiah, spesifikasi, prosedur operasi standar, bagan, manual-manual dan sebagainya. Pengetahuan jenis ini dapat segera diteruskan dari satu individu ke individu lainnya secara formal dan sistematis. Di pihak lain pengetahuan implisit merupakan pengetahuan yang terletak pada benak manusia, bersifat sangat personal dan sulit dirumuskan, sehingga membuatnya sulit untuk dikomunikasikan atau disampaikan pada orang lain. Perasaan pribadi, intuisi, bahasa tubuh, pengalaman fisik, petunjuk praktis termasuk jenis pengetahuan ini.

Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman cendrung bersifat terbatinkan, fisik dan subjektif. Dilain pihak, pengetahuan yang diperoleh melalui proses rasional cendrung eksplisit, metafisik dan objektif.

(36)

Notoadmodjo (1993), berpendapat pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni:

a. Tahu (Know).

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

b. Memahami (Comprehension).

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis).

Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan analisis atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan) membedakan memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.

(37)

e. Sintesis (Synthesis).

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation).

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

2.3.2.2 Keterampilan (Skill)

Menurut Gordon (1994: 55) keterampilan merupakan kemampuan untuk mengoprasikan pekerjaan secara mudah dan cermat. Pengertian ini biasanya cenderung pada aktivitas psikomotor. Iverson (2001:133) menambahkan bahwa selain training yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan, keterampilan juga membutuhkan kemampuan dasar (basic ability). Di sisi lain Robbins (2000:494) menyatakan bahwa keterampilan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu:

1. Kemampuan Dasar (Basic literacy skill).

Keahlian dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis, dan mendegar.

(38)

2. Kemampuan Teknikal (Technical skill).

Keahlian teknik merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat, dan mengoprasikan komputer.

3. Kemampuan Beriteraksi (Interpersonal skill).

Keahlian interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim.

4. Kemampuan Memecahkan Masalah (Problem solving).

Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk menajamkan logika, berargumentasi dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian yang baik.

Sedangkan keterampilan kerja yang dimiliki seseorang menurut Kost dan Rosenweig (1998: 77) dapat dibagi sebagai berikut:

1. Technical Skill, terampil dan pakar dalam pekerjaan tertentu, berupa metoda- metoda, proses-proses dan prosedur-prosedur atau teknik-teknik pelaksanaan kerja.

2. Human Skill, yaitu kemampuan untuk kekerja sama secara efektif sebagai anggota kelompok.

3. Conseptual Skill, yaitu kepekaan karyawan terhadap organisasi.

(39)

Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu (Whiterington, 1991 : 22). Keterampilan dari kata dasar terampil yang artinya cakap menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan sedangkan keterampilan artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999).

Menurut Graeff, dkk (1996: 102), pelatihan keterampilan merupakan aktivitas utama selama fase implementasi suatu program kesehatan. Selama implementasi pelatihan bertujuan untuk membangun dan memelihara perilaku-perilaku yang sangat penting dalam kelangsungan program, maka pelatihan tersebut akan mengarah kepada perolehan keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas/pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang tersedia. Ada 3 jenis kemampuan dasar bersifat manusia (human skill), kemampuan teknik (technicall skill), dan kemampuan membuat konsep (conceptual skill).

Keterampilan teknik adalah kemampuan untuk menggunakan alat, prosedur, dan teknik yang berhubungan dengan bidangnya. Keterampilan manusia adalah kemampuan untuk dapat bekerja, mengerti, dan mengadakan motivasi kepada orang lain. Keterampilan konsep adalah kemampuan untuk melakukan kerja sama dalam pekerjaan dan pekerjaan itu dapat memberikan keterampilan.

Dalam proses pendidikan atau pelatihan, Notoatmodjo, (1993: 53) menyebutkan bahwa suatu sikap belum tentu terwujud dalam praktek atau tindakan.

(40)

Masih diperlukan kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya perubahan sikap menjadi praktek. Kondisi tersebut antara lain tersedianya fasilitas untuk belajar yaitu:

1. Peserta diberi kesempatan untuk melihat dan mendengar orang lain melakukan keterampilan tersebut dan diberi kesempatan melakukan sendiri.

2. Peserta diberi kesempatan untuk menguasai sub-sub komponen keterampilan sebelum menguasai keterampilan secara keseluruhan.

3. Peserta harus melakukan sendiri keterampilan baru.

4. Pelatih mengevaluasi hasil keterampilan baru dan memberi umpan balik.

Menurut Green (1991), ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku atau sikap seseorang, yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yang meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan dan persepsi individu.

b. Faktor-faktor penguat (enabling factors), meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan dan orang lain disekitarnya.

c. Faktor-faktor pemungkin (reinforcing factors), seperti kebijakan teknis kesehatan seperti adanya revitalisasi, ketersediaan sumberdaya kesehatan yang ada.

Sedangkan pengetahuan seseorang sangat dipengaruhi oleh adanya pengalaman dan juga informasi dari orang lain, buku dan media massa WHO (1992).

Menurut Notoatmodjo, (1995), pendidikan kader sangat berpengaruh terhadap pengetahuannya, sehingga kader perlu tambahan pengetahuan melalui kursus ulang

(41)

kader, bimbingan dan penyuluhan di lapangan. Ada 5 (lima) faktor yang dapat diidentifikasi berpengaruh terhadap perilaku positif atau tindakan seseorang dalam bentuk keterampilan seperti:

1. Faktor interpersonal atau individual, yaitu karakteristik seseorang yang meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan dan ciri-ciri kepribadian.

2. Faktor interpersonal yaitu proses hubungan antar manusia dan kelompok- kelompok utama yang berpengaruh seperti keluarga, teman yang memberikan informasi.

3. Faktor institusional, yaitu undang-undang, peraturan dan kebijakan.

4. Faktor kelompok masyarakat, yaitu norma, standar formal maupun informal dan organisasi masyarakat.

5. Faktor kebijakan publik, yaitu adanya kebijakan yang berhubungan dengan tenaga kerja dan dikeluarkan oleh pemerintah berupa undang-undang yang mendukung program tenaga kerja.

2.3.2.3 Sikap

Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis Azwar, (2005: 4). La Pierre mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo secara

(42)

lengkap mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu (Azwar, 2005: 5).

Menurut Fishben & Ajzen, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu.

Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan ciri khas perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.

Sikap memiliki 3 komponen (Fisbein dan Ajzen, 1975) dalam (Azwar, (2005: 8) yaitu:

a. Komponen Kognitif.

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

b. Komponen Afektif.

Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

(43)

c. Komponen Konatif (Perilaku).

Komponen konatif atau komponen prilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

2.3.3 Menyusun Materi Program

Materi program disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan.

Kebutuhan dalam hal ini merupakan bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha untuk mempengaruhi sikap. Apapun materinya, program harus dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan. Jika tujuan perusahaan tidak tercapai maka sumber daya menjadi sia-sia.

Peserta pelatihan harus melihat bahwa materi harus dapat menganalisis bahwa materi pelatihan relevan dengan kebutuhan mereka atau motivasi mereka mungkin rendah.

Materi pokok yang akan disajikan dalam suatu pelatihan sangat bergantung pada hasil analisis kebutuhan pelatihan. Proses pembelajaran pada umumnya, seperti halnya dalam pelatihan yang mengajarkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan, tidak bisa terlepas dari proses kognitif. Dalam pendekatan pemrosesan informasi, pengetahuan, sikap dan keterampilan, ketiganya merupakan wujud atau representasi dari informasi yang dimasukkan, disimpan dan diolah dalam sistem kognitif manusia.

Anderson (dalam Matlin, 1998) melalui teori Adaptive Control of Thought (ACT), membedakan pengetahuan manusia yang tersimpan dalam memori menjadi dua, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif adalah

(44)

pengetahuan tentang fakta-fakta, hukum-hukum, pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana cara melakukan suatu tindakan. Cara mengajarkan kedua jenis pengetahuan tersebut dalam pelatihan berbeda, termasuk cara dalam memberikan feedbacknya. Jika tujuan pelatihan untuk mengajarkan fakta-fakta dan hukum-hukum (pengetahuan deklaratif), maka eksternal feedback lebih tepat dan seharusnya diberikan secara bebas. Akan tetapi, apabila tujuan pelatihan untuk mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu (pengetahuan prosedural), maka feedback intrinsik relatif lebih penting.

Dalam merancang materi suatu pelatihan, perlu memperhatikan prinsip- prinsip kerja sistem kognitif. Matlin (1998) menggambarkan adanya lima prinsip bagaimana sistem kognitif bekerja, yaitu: 1) proses kognitif adalah aktif, bukan pasif;

2) proses kognitif dapat ditandai secara efisien dan akurat; 3) proses kognitif menangani informasi yang positif dengan lebih baik dibanding informasi yang negatif; 4) proses kognitif saling berhubungan antara satu dengan yang lain, tidak bekerja sendiri-sendiri; dan 5) kebanyakan proses kognitif berlangsung secara top- down dan bottom-up sekaligus. Dengan mendasarkan pada bagaimana proses-proses kognitif berlangsung, maka dalam merancang materi suatu pelatihan seharusnya: 1) antara materi satu dengan yang lainnya harus dapat dihubungkan secara logis; 2) materi-materi yang disajikan dalam bentuk positif (menggunakan kalimat-kalimat positif, afirmatif), tidak menegasikan fakta-fakta; 3) penjelasan-penjelasan menggunakan penalaran induktif dan deduktif sekaligus.

(45)

Selain hal tersebut, perlu diperhatikan pula bagaimana agar materi (dalam bentuk pengetahuan, informasi) dapat tersimpan dengan lebih baik dalam memori sehingga konsekuensinya juga akan lebih mudah dipanggil kembali ketika diperlukan (untuk diaplikasikan). Materi harus disampaikan dengan cara sedemikian rupa agar menimbulkan recency effect, primacy effect, self-reference effect dan generation effect.

Recency effect dan primacy effect berhubungan dengan urutan masuknya informasi ke dalam sistem memori. Informasi yang disajikan di bagian awal sehingga masuk terlebih dahulu ke dalam sistem memori, akan lebih mudah dipanggil kembali.

Ini yang disebut dengan primacy effect. Sebaliknya, informasi yang paling akhir masuk merupakan informasi yang paling segar dalam ingatan sehingga juga lebih mudah untuk dipanggil kembali, ini yang disebut dengan recency effect Matlin (1998). Tata urutan penyajian materi atau informasi yang diberikan dalam suatu pelatihan harus diatur sedemikian rupa agar dapat diperoleh kedua efek tersebut.

Pengaturan urutan tersebut dapat secara keseluruhan dalam suatu program pelatihan maupun dalam potongan-potongan kecil yaitu bagian-bagian atau sesi pelatihan.

Self-reference effect dan generation effect berhubungan dengan isi materi dan cara penyampaiannya. Informasi-informasi yang dihubungkan dengan diri sendiri (peserta) akan lebih mudah untuk diingat kembali (self-reference effect) dan informasi yang dibuat, dihasilkan dan disusun sendiri juga akan lebih mudah untuk dingat (generation effect) (Matlin, 1998). Metode pembelajaran pengalaman (experiential learning) sangat mendukung untuk dapat diperolehnya kedua efek

(46)

memori tersebut. Dalam experiential learning, materi pelatihan diberikan dalam bentuk pengalaman-pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung, nyata maupun simbolik, sehingga mereka mengalami sendiri akan sesuatu yang dipelajari.

Mereka kemudian merefleksikan pengalaman-pengalaman mereka sendiri dan dari padanya mereka membuat sendiri suatu konsep abstrak dari apa yang dipelajarinya.

Dengan demikian para peserta akan mendapatkan sekaligus self-reference effect dan generation effect.

Materi yang satu dengan yang lainnya dalam suatu pelatihan, selain mempertimbangkan efek-efek memori tersebut, dalam penyajiannya juga harus diorganisasikan agar dapat saling dihubungkan dan mengikuti urutan yang logis.

Urutan tersebut dapat mengikuti pola-pola yang ada, bergantung pada isi materi dan tujuan diberikannya materi tersebut. Pola-pola urutan (sequencing) yang dapat digunakan misalnya time-sequencing (yaitu suatu pola penyajian materi berdasarkan urutan waktu secara kronologis); spatial-sequencing (yaitu suatu pola yang menunjukkan bagaimana sesuatu berhubungan dengan sesuatu yang lain dalam ruang, posisi dan orientasi visual); atau cause-effect sequence (yaitu suatu pola yang menjelaskan terlebih dahulu alasan-alasan suatu kejadian, masalah atau isu, kemudian mendiskusikan konsekuensi-konsekuensi, hasil-hasil dan akibat-akibatnya).

2.3.4 Memilih Metode Pelatihan

Idealnya pelatihan akan lebih efektif jika metode pelatihan disesuaikan dengan sikap pembelajaran peserta dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan organisasi.

(47)

Metode yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan jenis pelatihan yang akan dilaksanakan dan dapat dikembangkan oleh suatu perusahaan. Bahkan beberapa pendekatan yang mengguakan sedikit prinsip belajar, seperti ceramah, adalah alat berharga karena dapat memenuhi keperluan untuk tukar menukar keahlian atau pengalaman. Misalnya ceramah menjadi cara terbaik untuk menyampaikan konten akademik secara efektif, terutama bila kelas amat besar dan ruangan tidak memungkinkan dengan pendekatan lain. Walaupun cara ini dapat mempengaruhi metode yang dipakai, pengembangan SDM perlu mengenal seluruh teknik dan prinsip belajar sebagai berikut:

1. Metode di dalam pekerjaan (on the job Training).

Metode ini menempatkan para trainee ke dalam situasi nyata, dimana karyawan yang berpengalaman memperlihatkan atau membimbing para karyawan baru yang diharapkan memberikan contoh-contoh pekerjaan yang baik dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang jelas dan konkrit. Meliputi latihan orientasi, magang, pelatihan pada pekerjaan, penugasan penelitian dan penilaian kinerja. Walaupun metode ini tampak sederhana, apabila tidak ditangani dengan tepat, beberapa permasalan mungkin timbul, seperti kerusakan mesin produksi, ketidakpuasan konsumen, kesalahan melakukan filing dokumen dan lain-lain. Untuk mencegah masalah ini instruktur harus dipilih secara selektif. Salah satu pendekatan on job training yang sistematis adalah Job Instruction Training (JIT). Melalui sistem ini, instruktur pertama kali memberikan

(48)

pelatihan kepada supervisor, dan selanjutnya supervisor memberikan pelatihan kepada pekerja. Kemudian pelatih menunjukkan pekerjaan untuk memberi contoh pada peserta. Karena peserta diberi petunjuk pekerjaan, pelatihan ditransfer kepada pekerja. Keuntungan dari metode pelatihan on the job training yaitu:

a. Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya bukan tugas yang disimulasikan.

b. Karyawan mendapatkan instruksi-instruksi dari karyawan senior yang berpengalaman yang telah melakukan tugas dengan baik.

c. Program ini sangat relevan dengan pekerjaan, membutuhkan biaya yang relatif rendah dan memotivasi kinerja yang kuat.

2. Rotasi.

Untuk pelatihan silang (cross-train) bagi karyawan agar mendapatkan variasi kerja, para pengajar memindahkan para peserta pelatihan dari tempat kerja yang satu ke tempat kerja lainnya. Setiap perpindahan umumnya didahului dengan pelatihan dan pemberian instruksi kerja. Di samping memberikan variasi kerja bagi karyawan, pelatihan silang turut membantu perusahaan ketika ada karyawan yang cuti, tidak hadir, perampingan atau terjadi pengunduran diri. Partisipasi para peserta dan tingkat transfer pekerjaan yang tinggi ada beberapa manfaat belajar untuk menghadapi rotasi kerja. Masing-masing program memberikan kesempatan kepada para pekerja untuk mengalami berbagai penugasan.

(49)

3. Magang.

Magang melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih berpengalaman, dan dapat ditambah dengan teknik off job training. Banyak pekerja keterampilan tangan seperti tukang pipa dan kayu, dilatih melalui program magang resmi. Asistensi dan kerja sambilan disamakan dengan magang karena manggunakan partisipasi tingkat tinggi dari peserta dan memiliki tingkat transfer tinggi kepada pekerjaan.

Latihan sama dengan magang karena latihan berusaha memberikan contoh bagi peserta. Banyak perusahaan memakai modal latihan karena kurang resmi dibanding magang. Latihan ditangani oleh supervisor atau manajer, bukan departemen SDM. Kadang-kadang manajer atau profesional lain berminat dan berperan sebagai mentor, memberikan keterampilan dan nasehat dalam karier sekaligus.

4. Ceramah Kelas dan Presentasi Video.

Ceramah dan teknik lain dalam off job training lebih mengandalkan komunikasi daripada memberikan model. Ceramah adalah pendekatan terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material organisasi, tetapi partisipasi, umpan balik, transfer dan repetisi sangat rendah. Umpan balik dan partisipasi dapat meningkat dengan adanya diskusi selama ceramah.

Televisi, film, slide dan film pendek sama dengan ceramah. Material organisasi yang bermakna menjadi kekuatannya, bersamaan dengan minat

(50)

audiens. Pertumbuhan video didukung oleh penggunaan satelit bidang rekayasa dan teknik lainnya.

5. Pelatihan Vestibule.

Agar pembelajaran tidak mengganggu operasional rutin, beberapa perusahaan menggunakan pelatihan vestibule. Wilayah atau vestibule terpisah dibuat dengan peralatan yang sama dengan yang digunakan dalam pekerjaan. Cara ini memungkinkan adanya transfer, repetisi, dan partisipasi secara material perusahaan bermakna dan umpan balik.

6. Case Study.

Metode kasus adalah metode pelatihan yang menggunakan deskripsi tertulis dari suatu permasalahan nyata yang dihadapi oleh perusahaan atau perusahaan lain. Manajemen diminta mempelajari kasus untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah, mengajukan solusi, memilih solusi terbaik dan mengimplementasikan solusi tersebut. Peranan instruktur adalah sebagai katalis dan fasilitator. Seorang instruktur yang baik adalah instruktur yang dapat melibatkan setiap orang untuk mengambil bagian dalam pengambilan keputusan.

7. Simulasi.

Permainan simulasi dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, simulasi yang melibatkan simulator yang bersifat mekanik atau mesin yang mengandalkan aspek-aspek utama dalam suatu situasi kerja. Simulasi mengemudi yang digunakan dalam kursus mengemudi adalah satu contoh.

(51)

Metode pelatihan ini hampir sama dengan vestibule training, hanya saja simulator tersebut lebih sering menyediakan umpan balik yang bersifat instan dalam suatu kinerja. Kedua adalah simulasi komputer untuk tujuan pelatihan dan pengembangan, metode ini sering berupa games atau permainan. Para pemain membuat keputusan dan komputer menentukan hasil yang terjadi sesuai dengan kondisi yang telah diprogramkan dalam komputer.

2.4 Kinerja

Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance dengan kata lain prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang. Definisi kinerja karyawan sering diungkapkan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Definisi kinerja karyawan menurut Mangkunegara, (2000: 67) bahwa kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Simamora, dalam Mangkunegara, (2009: 9) mengemukakan bahwa kinerja adalah proses dimana melalui mengevaluasi dan menilai kinerja karyawan.

Sejalan dengan itu Suryadi dalam Veithzal berpendapat kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya dalam mencapai tujuan.

(52)

Selanjutnya Gibson dan Donnelly dalam Veithzal mengatakan kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan kemampuan yang dihasilkan oleh seseorang atau kelompok yang telah memberikan kontribusi bagi perusahaan dan kemudian perusahaan memberikan penghargaan terhadap tugas yang diberikan kepada karyawan.

Menurut Veithzal, (2004: 309) bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan dengan upaya untuk mencapai tujuannya.

Sulistiyani dan Rosidah (2003: 224) mengemukakan kinerja adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi karyawan tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode tertentu.

Menurut John Whitmore dalam bukunya yang berjudul Coaching for performance (1997: 104) mengatakan kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu perencanaan umum dan keterampilan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dinyatakan bahwa kinerja adalah atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu tertentu dalam melaksanakan tugas kerjanya dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya yang diakibatkan oleh kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk terus

(53)

meningkatkan prestasinya, yang akan dinilai atasan, sehingga karyawan akan terus berusaha untuk meningkatkan kinerja atau prestasinya, dan karyawan akan mendapatkan imbalan yang sesuai dengan pekerjaan yang dikerjakannya. Dengan adanya peningkatan kinerja karyawan akan dapat memantau perusahaan mencapai tujuan dan memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat secara efektif dan efisien.

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Perusahaan dalam hal ini akan berbeda-beda dalam memandang faktor-faktor kinerja karyawan, tapi pada dasarnya mereka sama bersandarkan pada teori-teori atau pendapat para ahli, walaupun dari teori ini ada yang menggunakannya atau sebaliknya.

Faktor yang menjadi sandaran dalam kinerja adalah yang dikemukakan oleh Mangkunegara, (2000: 67) yaitu:

1. Kualitas kerja, yaitu menunjukkan hasil kerja yang dicapai dari segi ketepatan, ketelitian dan kerapihan.

2. Kuantitas kerja, yaitu menunjukkan hasil kerja yang dicapai dari segi keluaran atau hasil tugas-tugas rutinitas dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas tersebut.

3. Kerjasama, yaitu menyatakan kemampuan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas.

Gambar

Gambar 1.2 Grafik Produktivitas Tenaga Kerja Lini produksi 2    (Sumber: PT. XYZ)
Gambar 2.1 Konsep Pelatihan dengan Pendekatan Sistem
Tabel 2. 2 Review Penelitian
Gambar 3.2 Struktur Organisasi PT. XYZ   (Sumber: PT. XYZ)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai wahana advokasi lingkungan hidup, WALHI merupakan alat untuk memperjuangkan pemenuhan keadilan, pemerataan, pengawasan rakyat atas kebijakan pengelolaan sumber daya

Untuk mengatasi kendala pembelajaran Biologi pada materi sistem regulasi berdasarkan wawancara tersebut diperlukan penyediaan alat-alat praktikum serta peralatan lain yang

Inilah yang dikritik oleh aliran pembelajaran kritisisme (Mazhab Frankfurt, Gramsci, Freire), sebagai pendidikan yang melahirkan culture of positivism, yang

Bahasa Jawa Kuno (BJK) memiliki partikel yang menempati posisi kedua dalam urutan konstituen kalimat, yaitu pwa dan ta.. Posisi kedua dalam urutan konstituen kalimat

Tujuan penelitian melihat pola sebaran karang lunak pada kedalaman yang berbeda serta mengetahui genus karang lunak yang terdapat pada perairan Batu Putih Pantai Turun

Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas lebih jauh bagaimana fungsi dan peran bahasa dalam berinteraksi dengan masyarakat sehingga bahasa bukan saja sebagai alat

Koloni berbentuk pohon atau semak, lunak dan dinding koloni berbentuk kanal-kanal yang tersusun memanjang, tipis dan gampang sobek, bertangkai dengan kapitulum

Claim asuransi marine cargo, berarti adanya tuntutan pihak tertanggung pada penanggung ( perusahaan asuransi ), untuk membayar ganti rugi apabila bahaya-bahaya