• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep diri pada anggota Mapasadha (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep diri pada anggota Mapasadha (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma)."

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

KONSEP DIRI PADA ANGGOTA MAPASADHA (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma)

Lasro Bonaventura Situmorang Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang konsep diri pada anggota Mapasadha. Menurut Fitts, konsep diri sebagai kesadaran Individu tentang citra dirinya. Konsep diri terdiri dari beberapa dimensi yang saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu : Identitas diri, kepuasan, tingkah laku, diri fisik, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial.

Subjek penelitian ini adalah anggota Mapasadha yang tinggal di Yogyakarta, berusia 20-30 tahun. Sampel yang digunakan yaitu dengan teknik purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 54 subjek.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan skala konsep diri yang disusun oleh peneliti sendiri yang telah diujicobakan terlebih dahulu sehingga validitas dan reliabilitas data dapat dipertanggungjawabkan. Daya diskriminasi dalam penelitian ini menggunakan rix > 0, 300 dan koefisien reliabilitas skala konsep diri sebesar 0,895. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan konsep diri pada anggota Mapasadha yaitu berupa statistik deskriptif persentase.

Pada aspek konsep diri, aspek konsep diri tentang identitas diri memiliki mean tertinggi (19.8), pada urutan ke dua yaitu aspek kepuasan (19) dan pada urutan ketiga yaitu aspek tingkah laku (18.9). Pada urutan ke empat adalah aspek diri sosial (18.7) dan diikuti aspek diri keluarga (18.42). Pada urutan ke enam dan ke tujuh, aspek diri fisik dan dan diri pribadi memiliki mean yang sama yaitu sebesar 18, 09.

(2)

ix

ABSTRACT

The Self Concept of Mapasadha Members

Lasro Bonaventura Situmorang Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta

This research aim to learn about self concept of Mapasadha members. According to Fitts, self concept is an individual awareness of their self image. Self concept is consist of several dimensions that related each other, those are: self identity, satisfaction, behavior, self physical, self personal, self family and self social.

The subject of this research is member of Mapasadha who live in Yogyakarta, with 20 to 30 years old range of age. The sampling technique being used is purposive sampling, and the total of the sample for this research are 54 people.

This research is mainly use self concept scale method which has been arrange and tested by the researcher so that the data result is reliable. The indicators for discrimination level in this research used rix > 0.300 and reliability coefficient of self concept scale is 0.895. Descriptive analysis technique is used to show the self concept of Mapasadha members in the form of descriptive statistic percentage

In the self concept, the self identity aspect reach the highest value of mean at 19,8. Second position is the satisfaction at 19. Then third position is the self behavior at 18,9. Forth position is the self social at 18,7, followed by the self family at 18,42. In the sixth and seventh position, the aspect of self physical and self personal have the same mean at the point of 18,09.

(3)

i

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Lasro Bonaventura Situmorang Nim : 019114166

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

There is a pleasure in the pathless woods

there is a rapture on the lonely shore;

There is society, where none intrudes,

By the deep blue sea and music in it's roar;

(7)

v

(Paulo Coelho, the Alchemist)

AKU TAHU SEMUA SUDAH TERLAMBAT. TETAPI INI

PERLU DILAKUKAN : SEKARANG SEBELUM AKU

BERANGKAT UNTUK MENYANYI ATAU UNTUK

MATI :

SEKARANG KU MULAI!!!

(8)

vi

(Alm) Mama Heddy Henrika Br. Simarmata.

I LOVE YOU MOM…

See you when I see you…

I wrote this novel just for mom…

for all the mommy things she’s done,

for all the time she showed me wrong,

for all the time she sang God’s song…

And I said :

Thank you mom…

Hello Mom…

Thank you Mom…

Hi Mom…

(Placebo)

Ayahanda T. Situmorang yang telah memberikan banyak pelajaran

berharga dalam hidup ini. Buat Bapa yang telah memberikan sebuah

kepercayaan dan mengajariku bagaimana menggunakan kepercayaan itu

dengan baik. Maaf atas keterlambatan ini Bapa.

Abang Marulak Situmorang dan Kak Dhani. Terimakasih atas segala

perhatian, motivasi, kasih sayang, pelajaran dan dukungan moral dan

materi yang telah abang dan kakak berikan, terimalah ini sebagai

permintaan maaf-ku. Maaf atas keterlambatan ini.

Kak Marni, Bang Ambit dan Kak Anita, Kak Murni dan Lae Siboro,

Kak Betty dan Lae Siahaan, Kak Darma, Kak Santi, dan My Little Bro

‘Andra’. Tak ada yang bisa saya ucapkan selain beribu-ribu terimakasih.

Suatu saat aku pasti akan membalasnya.

Buat Joshua, Endah, Jonathan, Grace, Siska, Elise dan Amanda.

(9)
(10)

viii ABSTRAK

KONSEP DIRI PADA ANGGOTA MAPASADHA (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma)

Lasro Bonaventura Situmorang Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang konsep diri pada anggota Mapasadha. Menurut Fitts, konsep diri sebagai kesadaran Individu tentang citra dirinya. Konsep diri terdiri dari beberapa dimensi yang saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu : Identitas diri, kepuasan, tingkah laku, diri fisik, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial.

Subjek penelitian ini adalah anggota Mapasadha yang tinggal di Yogyakarta, berusia 20-30 tahun. Sampel yang digunakan yaitu dengan teknik purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 54 subjek.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan skala konsep diri yang disusun oleh peneliti sendiri yang telah diujicobakan terlebih dahulu sehingga validitas dan reliabilitas data dapat dipertanggungjawabkan. Daya diskriminasi dalam penelitian ini menggunakan rix > 0, 300 dan koefisien reliabilitas skala konsep diri sebesar 0,895. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan konsep diri pada anggota Mapasadha yaitu berupa statistik deskriptif persentase.

Pada aspek konsep diri, aspek konsep diri tentang identitas diri memiliki mean tertinggi (19.8), pada urutan ke dua yaitu aspek kepuasan (19) dan pada urutan ketiga yaitu aspek tingkah laku (18.9). Pada urutan ke empat adalah aspek diri sosial (18.7) dan diikuti aspek diri keluarga (18.42). Pada urutan ke enam dan ke tujuh, aspek diri fisik dan dan diri pribadi memiliki mean yang sama yaitu sebesar 18, 09.

(11)

ix

ABSTRACT

The Self Concept of Mapasadha Members

Lasro Bonaventura Situmorang Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta

This research aim to learn about self concept of Mapasadha members. According to Fitts, self concept is an individual awareness of their self image. Self concept is consist of several dimensions that related each other, those are: self identity, satisfaction, behavior, self physical, self personal, self family and self social.

The subject of this research is member of Mapasadha who live in Yogyakarta, with 20 to 30 years old range of age. The sampling technique being used is purposive sampling, and the total of the sample for this research are 54 people.

This research is mainly use self concept scale method which has been arrange and tested by the researcher so that the data result is reliable. The indicators for discrimination level in this research used rix > 0.300 and reliability coefficient of self concept scale is 0.895. Descriptive analysis technique is used to show the self concept of Mapasadha members in the form of descriptive statistic percentage

In the self concept, the self identity aspect reach the highest value of mean at 19,8. Second position is the satisfaction at 19. Then third position is the self behavior at 18,9. Forth position is the self social at 18,7, followed by the self family at 18,42. In the sixth and seventh position, the aspect of self physical and self personal have the same mean at the point of 18,09.

(12)
(13)

xi

KATA PENGANTAR

Sebuah rasa syukur dan terimakasihyang tak terhingga saya haturkan kepada

Sang Keberadaan dan Kehidupan itu sendiri, atas segala anugerah dan

pemberian-Nya, atas semua ”pelajaran” tentang hidup ini. Atas semua pelajaran dan

bimbingan-Nya, akhirinya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “KONSEP DIRI PADA ANGGOTA MAPASADHA”, sebagai salah satu syarat dalam rangka

menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini tak akan bisa terwujud tanpa kehadiran dan dukungan orang-orang

yang telah membantu penulis meraihnya. Maka pada kesempatan ini, ijinkanlah

penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji. Terimakasih banyak untuk

motivasi dan masukan untuk revisinya.

2. Bu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari. S. Psi., M.Si. selaku Kaprodi

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji.

Terimakasih untuk semua motivasi dan dukungan yang Ibu berikan. Semoga

lekas sembuh ya Bu...

3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M. si. yang telah meluangkan waktu dan pikiran dan

(14)

xii

4. Segenap dosen di Fakultas Psikologi yang sudah mau berbagi pengetahuan.

Terimakasih juga untuk Pak Gie, Mas Gandung dan Mbak Nanik, Mas Muji

dan Mas Doni.

5. Thanks for nothing… hehehe…Tris, Dimas, Ahok, Roy, leo ‘Shadu’… Dia

adalah sahabatku, bahkan lebih…Sekarang kita setara!!!

6. Kaeksi Yuliatriastuti dan keluarga besar. Mathur nuwun sanget… Thanks buat

Eksi, terimakasih atas dukungannya di saat aku jatuh, thanks untuk

masa-masa yang indah... (...in good & bad times...)

7. Bapatua dan Mak Tua Si ringo-ringo… Mauliate Godang Pak Tua, Mauliate

Godang Mak Tua… Seandainya bisa membalas. Semoga!!!

8. Punguan Pomparan Situmorang Si Pitu Ama Djogjakarta & Naposo

Situmorang.

9. Bapatua dan Tante Tarutung dan keluarga besar, Keluarga besar Ibu pondok

kelapa, Bu Le Teti dan keluarga besar, Bu Le Bedingin dan keluarga besar,

Bu Le Nanik dan Dona.

10.Keluarga Incest : Ijo, Oi, Uyi, Aco sendiri dan Bibi Nopi… Keluarga kere,

jorok, tapi musisi lho 

11.teman-teman psikologi angkatan ’01 : Nino, Awan, Yofi, Mbut (kapan aku

nduwe keponakan? he), Tiwi (thanks buat masukannya) dan teman-teman

yang masih dalam perjuangan : Angga, Dion, Silva, Jelly, Rini Tante, Aan,

(15)

xiii

12.Vembry, Rani, Tista, dan Rika ‘01… thanks atas persahabatannya di awal

semester…

13.Maria Retno Dwi Jayanti. Don’t come and go like you do… Yeah I need to

know all about you…

14.Lim… yang udah ngajarin SPSS. Thanks a lot bro…

15.Aprilia ArianiThanks buat Abstract-nya, sharing, masukan, dll… kill ‘em

all and njuk rabi… kwkwkwk…

16.INDONESIA JAYA!!!

17.DJOGJAKARTA!!! “Aku mencintaimu Djogjakarta, sebagaimana aku

mencintai perjuangan hidup”

18.MAPASADHA… Dan selamanya jaya!!!

19.Bapak Anand Krishna dan teman-teman di Anand Khrisna Center (AKC)

Jogjakarta… Be joyful and share your joy with others…

20.Ibu Joan, Mba Petra dan semua teman-teman di Sanggar Anak Cakrawala…

Thanks buat kesempatannya… buat Feni (Lempung), thanks buat singgungan

dan ejekannya yang membuat semangat penulis terpacu kembali.

21.Carissa Sudjono… 5 days such a fairytale… yesterday was yesterday, Isn’t it

right??? Hahaha … Let’s moving forward!!!

22.Gita Rimba Angelina Nico Kelip. Inget Ta... udah UP (Usia Panik) hehehe...

Semoga cepat lulus 

23.Bejer & Menusz... Wes tobat po jer?

(16)

xiv

25.Anak-anak Budhaya… Robby (Thanks a lot bro…), Martin, Yo, Dedi Tamara.

26.Cah-cah Pondok… Thanks a lot buat semuanya, sebuah persahabatan dan

kekeluargaan sejati!!!

27.Mbah Wungkal. Nuwun yo mbah atas ajakannya bertualang…

28.Mas Blorok (Saru tenan koe mas…), Sober (Si Bos), Pak Ndut (Saiki dadi pak

kuru), hehehe… makasih pak atas segala kesempatan yang diberikan. Kapan

OUT BOND meneh? He.

29.Gamet “smile or death” dan Galih “work hard… drink hard…” dumb and

dumber… (Galih dan Rama) kwkwkwk…

30.Ngebi dan Congor… bali jauh dab… tapi koe wes nang bali… kwkwkwk,

ngko tak susul… tenan po? Btw kapan nikah??? kwkwkwkw

31.Komboe & Vina… Mari berkarya Mboe…

32.Tomblok & Tessa. Urik tenan koe Mblok… Thanks a lot bro!!!

33.Plethot & Olive. Wani ora? Hehehe…

34.Benjoe & Adish… kapan nikah??? Sabar njoe, Hongkong jauh dab,

kkwkwkwkwkw

35. ‘GA’ Gending Angkrem… kwkwkwkw

36.Pak Min ‘Menthok’, Pak Lencung, Mas Ledheng dan kos paingan atas…

37.(Alm) Ucup ‘Tilik’… I Hardly know ya!!! Selamat jalan kawan…

38.Tholo (kapan nyusul bro?), Sikil, Eno, Gembes… dan kos BBTnya

39.Pak Uwi Sianturi dan Kakak Lung, padahal satu nama… kwkwkwkw

(17)

xv

41.Mas Markus, Mas Eka, Mas Soel, Mas lakang, Mas Domble & Mbak Sruput,

Pak koci, Mas Njendel, Mas Cawu, Bribil, Ngomple, Pecek, Belek, Sengkleh,

Bange, Tubruk, Tumbung, Sempal, Trondol, Mbelek, Taji, Kuthuk, Tisil,

Jember, Cucuk, Kepek, Mlanjer & Mrenges, Bribil, Ableh, Kabau,

Kumprung, Jenggot, Ucrit, Dawung, Polo, Palkon, Su’uk, Cah-cah Tikus…

Tempus (Autis), Cangus, Moci, Tiset, Muntu…Kobo ‘My Man’ & Bondes,

Vembry, Tejo & Cethul, Danang, Domex, Sapi & Mbek… dan seluruh

Mapasadha di seluruh dunia… Ada Seribu Matahari Bersinar…

42.Semua puncak-puncak keabadian-Nya, wounded knees, Sunset & Sunrise,

semua hutan dan lembah, edelweis-edelweis, embun, hujan, badai dan batu

cadasnya!!! (The freedom and simply beauty is just too good to pass up…)

43.Dropkick Murphys, Ramones, NOFX, Elvis Costello, Joan Baez , Tori Amos,

etc (…and I like my music like I like my life…)

44.Semua pihak dan hal-hal yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

telah banyak membantu penulis. Thanks for all…

Kiranya Sang Keberadaan dan Kehidupan itu sendiri bermurah hati dan akan

membalas berlipat ganda atas kehadiran dan setiap dukungan kepada penulis. Mari

berkarya dengan ketulusan dan kesungguhan. Untuk INDONESIA JAYA!!!

Yogyakarta, Agustus 2009

(18)

xvi

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI... xvi

DAFTAR TABEL ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang penelitian... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Diri... 10

1. Pengertian Konsep Diri... 10

2. Peran Konsep Diri pada Pembentukan Perilaku ... 12

3. Sumber-sumber Konsep Diri ... 13

4. Isi dan Aspek Konsep Diri... 15

5. Kriteria Konsep Diri Positif dan Kriteria Konsep Diri Negatif .. 18

B. Mapasadha ... 19

1. Mapala ... 19

2. Sejarah Berdirinya Mapasadha... 20

(19)

xvii BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 32

C. Definisi Operasional... 32

D. Subjek Penelitian ... 33

E. Metode Pengumpulan Data ... 35

F. Uji Validitas, Seleksi Item dan Reliabilitas... 37

1. Uji Validitas ... 37

2. Seleksi Item... 38

3. Uji Reliabilitas... 40

G. Metode Analisis Data ... 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah... 44

B. Pelaksanaan Penelitian ... 44

C. Hasil Penelitian ... 45

1. Uji Normalitas... 45

2. Deskriptif Data Penelitian... 46

3. Kategorisasi Konsep Diri pada Anggota Mapasadha... 48

4. Data pada Setiap Aspek Konsep Diri ... 48

D. Pembahasan ... 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 54

B. Saran... 54

C. Keterbatasan Penelitian ... 55

DAFTAR PUSTAKA... 56

(20)

xviii

Tabel 1. Nilai / Skor Berdasarkan Kategori Jawaban... 36

Tabel 2. Blue Print Skala Konsep Diri ... 37

Tabel 3. Blue Print Skala Konsep Diri Setelah Try-Out... 39

Tabel 4. Norma kategori jenjang... 41

Tabel 5. Kategori Skala ... 43

Tabel 6. Deskripsi Keanggotaan Subjek ... 44

Tabel 7. Uji Normalitas ... 46

Tabel 8. Deskripsi Data Penelitian ... 47

Tabel 9. Kategori Skor Total Subjek ... 48

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang

beranggotakan para mahasiswa yang mempunyai kesamaan minat, kepedulian dan

kecintaan dengan alam sekitar dan lingkungan hidup (www.id.wikipedia.org).

Hampir setiap perguruan tinggi / universitas di Indonesia memiliki Mapala.

Universitas Sanata Dharma (USD) sebagai salah satu universitas yang berada di

Yogyakarta memiliki sebuah Mapala. Mapala Universitas Sanata Dharma

bernama Mapasadha. Mapasadha (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata

Dharma) adalah organisasi dalam bidang kepecintaalaman yang ada di

Universitas Sanata Dharma. Sebagai organisasi, Mapasadha termasuk dalam

UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang ada di USD. UKM sendiri adalah wadah

aktivitas kemahasiswaan untuk mengembangkan minat, bakat dan keahlian

tertentu. Minat yang yang dikembangkan di Mapasadha adalah seperti

pengembangan kemampuan berorganisasi, kemampuan dalam membaca peta dan

navigasi darat di hutan dan gunung, pemahaman mengenai panjat tebing dan

penelusuran gua. Beberapa UKM lain yang ada di USD antara lain UKM KSR

(Korps Suka Rela), UKM Kerohanian, UKM Natas, UKM PSM (Paduan Suara

(22)

Menurut Stan Kossen (dalam Udai Pareek, 1985) organisasi merupakan

suatu kelompok individu yang terbentuk oleh kegiatan-kegiatan spesialisasi dan

tingkat wewenang guna mencapai secara efektif tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran

khusus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa organisasi adalah sekumpulan

orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Anggota Mapasadha adalah mahasiswa yang berasal dari berbagai jurusan

dan berbagai macam daerah yang ada di Indonesia, mulai dari daerah yang berasal

dari Sumatera, Jawa, bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Latar belakangnya

pun berbeda-beda mulai dari latar belakang budaya, keluarga, pengalaman hidup

dan lingkungan tempat tinggal. Dalam berorganisasi setiap anggota memiliki

kebutuhan masing-masing dan kebutuhan ini yang menjadikan alasan dan

motivasi mereka menjadi anggota Mapasadha. Kebutuhan seperti aktualisasi diri

dapat diperoleh melalui kegiatan-kegiatan dalam organisasi, naik gunung, panjat

tebing dan pelusuran gua. Kebutuhan akan rasa aman dan cinta kasih dapat

dipenuhi setelah anggota tersebut menjadi anggota dengan adanya keakraban

yang terjalin. Melalui peran atau jabatannya individu dapat memenuhi

kebutuhannya tersebut dalam organisasi. Setiap anggota dan organisasi akan

bersatu padu dalam mencapai kebutuhan anggotanya dan tujuan-tujuan organisasi.

Atas dasar berbagai macam kebutuhan dan minat, Mapasadha sebagai

organisasi kepecintaalaman memiliki kegiatan-kegiatan berupa pendakian gunung

(mountaineering), pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), arung jeram

(23)

berupa kegiatan-kegian sosial berupa bakti sosial, donor darah, workshop, bersih

gunung, penanaman bibit pohon, kegiatan seni dan budaya.

Akhir-akhir ini di mana degradasi lingkungan dirasa semakin parah, maka

peran mapala sangat penting untuk membantu melestarikan lingkungan

(www.id.wikipedia.org). Mapasadha sebagai organisasi kepecintaalaman sudah

seharusnya lebih peka terhadap isu-isu lingkungan hidup yang berkembang

belakangan ini seperti perubahan iklim dan pemanasan global dan lebih

menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat mencintai alam.

Langkah-langkah konkrit pun telah direncanakan dan dilaksanakan seperti pengadaan

workshop pengolahan sampah dan penanaman bibit pohon.

Interaksi sosial di Mapasadha hampir sama dengan interaksi dalam

masyarakat pada umumnya. Kegiatan sehari-hari dalam kehidupan berorganisasi

seperti rapat anggota, pelaksanaan kegiatan, evaluasi setelah kegiatan,

keberhasilan studi, menyelesaikan suatu tugas-tugas maupun berkegitan di alam

bebas seperti pendakian gunung, panjat tebing, penelusuran gua, tentu ada

dinamika yang terjadi seperti keakraban, konflik, konformitas, kebutuhan akan

cinta kasih. Dalam interaksi sosial tersebut, setiap anggota berinteraksi dengan

konsep diri masing-masing maksudnya adalah perilaku masing-masing individu

merupakan perwujudan dari konsep dirinya. Setiap individu tentu berbeda antara

(24)

Menurut Burns (1993) ada beberapa sumber yang memiliki fungsi penting

dalam pembentukan konsep diri individu, yaitu : citra diri, bahasa, umpan balik

dari orang lain dan identifikasi diri.

Citra diri memiliki fungsi penting dalam pembentukan konsep diri

individu, citra diri dapat diartikan bagaimana seseorang mempersepsikan dan

mengevaluasikan tubuh dan bagian-bagiannya. Bagaimana setiap anggota

memandang dan mengevaluasi diri sendiri dan dari evaluasi tersebut anggota

dapat mengetahui gambaran lengkap terhadap dirinya.

Bahasa merupakan alat komunikasi verbal maupun non verbal yang

membentuk individu untuk mendefinisikan dirinya dan mencerminkan tentang

apa yang dipikirkan individu pada orang lain. Bahasa juga hal yang penting dalam

penyampaian pendapat dan berinteraksi dengan orang lain.

Umpan balik yang diberikan orang lain (masyarakat, keluarga atau teman

dekat) memiliki peranan penting dalam pembentukan konsep diri. Clooney (

dalam Burns, 1993) menguraikan sebuah teori looking glass self yang intinya

individu mempersepsikan dirinya sesuai dengan apa yang dipersepsikan orang

lain terhadap dirinya. Hasil penilaian orang lain terhadap individu memiliki

pengaruh baik secara positif maupun negatif bagi terbentuknya konsep diri,

misalnya beberapa opini yang berkembang dalam masyarakat tentang mapala ada

yang terkesan negatif. Timbulnya kesan negatif ini karena penampilan mapala itu

berpakaian lusuh, kuliah lama, suka mabuk-mabukan , berambut gondrong, dekil,

(25)

demikian). Kuliah lama bisa disebabkan karena banyaknya waktu yang

dihabiskan di alam bebas, konsep diri akan mempengaruhi individu tersebut

dalam membagi waktu secara efisien antara kehidupan di alam bebas, organisasi

dan kuliah. Kegiatannya pun seperti naik gunung, dan kegiatan lain di alam bebas

sering dianggap sebagai kegiatan yang mubazir, buang-buang waktu, uang,

tenaga, dan dianggap menantang maut. Ada pula anggapan bahwa "pecinta alam

seringkali tidak benar-benar mencintai alam", apakah pecinta alam itu termasuk

orang yang suka naik gunung? penelusur gua? arung jeram? bagi saya tukang

sapu jalanan juga pecinta alam, juga siapapun yang mencintai lingkungan

sekitarnya, keluarganya, dirinya adalah pecinta alam (www.astacala.org).

Sedangkan penilaian yang positif seperti adanya kegiatan mapala dalam

penanaman bibit pohon, penelitian, konservasi alam, kegiatan sosial, seni dan

budaya, pengadaan workshop tentang lingkungan dan pengolahan sampah serta

adanya kegiatan SAR akan menambah hal positif dalam setiap diri anggota

sehingga mampu membuat kegiatan-kegiatan yang lebih berguna bagi

masyarakat. Menurut Burns (1993) evaluasi yang diberikan orang lain memiliki

peranan penting dalam pembentukan konsep diri, umpan balik dari masyarakat

akan mempengaruhi konsep diri pada individu.

Satu lagi yang mempunyai fungsi penting dalam pembentukan konsep diri

adalah Identifikasi diri, identifikasi diri dibentuk mulai dari masa kanak-kanak,

(26)

individu. Sikap penerimaan dari anggota lain akan membentuk perasaan positif

pada diri anggota sedangkan penolakan akan membentuk perasaan negatif.

Menurut Kamus Lengkap Psikologi konsep diri adalah evaluasi individu

mengenai diri sendiri ; penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh

individu bersangkutan (Kamus Lengkap Psikologi, J.P Chaplin). Sedangkan

menurut Gunarsa dan Gunarsa (dalam Apollo, 2007), konsep diri adalah sikap

atau pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri.

Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa cara individu memandang dirinya

akan mempengaruhi afeksi, emosi dan kognisi. Perasaan individu bahwa ia

memiliki kemampuan atau tidak akan berakibat baik atau tidak pula hasil yang

diperolehnya karena keberhasilan tergantung dari cara individu memandang

kualitas kemampuan yang dimilikinya.

Pentingnya konsep diri dalam berinteraksi dan berorganisasi di

Mapasadha akan menentukan pula kualitas interaksi dan tujuan-tujuan yang akan

dicapai oleh organisasi. Individu yang mempunyai konsep diri positif akan

terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap

segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan

dipandang sebagai keputus-asaan, namun lebih menjadikannya sebagai pelajaran

berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan

mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan

(27)

Sebaliknya individu yang memiliki konsep diri negatif akan meyakini dan

memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa,

tidak kompeten, gagal, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik

terhadap hidup. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih

sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah dan

cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan organisasi beserta

tujuan-tujuannya.

Konsep diri menurut Fitts (Burns, 1993) adalah sebagai kesadaran

Individu tentang citra dirinya. Dan dimensi-dimensi di dalamnya yang saling

berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, meliputi : identitas diri,

tingkah laku, kepuasan, diri pribadi, diri fisik, diri keluarga dan diri sosial.

Identitas diri sebagai anggota Mapasadha tentu berbeda dengan identitas

diri UKM lainnya, anggota Mapasadha orang-orang yang berkegiatan di alam

bebas dan mengemban nama sebagai seorang pecinta alam, apakah mereka

orang-orang yang benar-benar mencintai alam atau orang-orang-orang-orang yang suka naik gunung.

Penampilan pun apa adanya, lusuh, berambut gondrong dan kuliah lama. Dari hal

tersebut pandangan dan evaluasi yang diberikan oleh masyarakat tentu pula

berbeda-beda. Ada yang beranggapan anggota-anggota Mapasadha itu adalah

orang yang suka berkegiatan di alam bebas seperti naik gunung dan kuliah lama,

dan ada juga yang beranggapan bahwa kegitan-kegiatan Mapasadha itu bersifat

mencintai lingkungan seperti adanya pengadaan workshop mengenai pengolahan

(28)

Beranjak dari hal tersebut di atas, pemaparan tentang kehidupan

berorganisasi khususnya Mapasadha, peneliti ingin mengetahui ada masalah apa

dengan konsep diri yang dimiliki oleh anggota Mapasadha. Kancah penelitian ini

dilakukan di Mapasadha karena di Mapasadha inilah peneliti dapat mengalami

dan mengamati secara langsung kehidupan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa

masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana konsep diri yang dimiliki pada

anggota Mapasadha.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep diri seperti apa

yang dimiliki oleh anggota Mapasadha.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ada dua yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan

dalam bidang ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi sosial mengenai

konsep diri dalam organisasi tertentu. dan menambah khasanah penelitian

(29)

2. Manfaat Praktis

a. Menambah wawasan anggota Mapasadha mengenai konsep diri anggota

Mapasadha sehingga dapat mengembangkan konsep diri para anggota

dalam berinteraksi antara sesama anggota maupun anggota dengan

organisasi dan mengembangkan organisasi secara umumnya.

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

penelitian sejenis di masa yang akan datang.

c. Bagi peneliti sebagai tambahan ilmu dimana peneliti dapat melihat

(30)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Menurut Kamus Lengkap Psikologi (J.P Chaplin), konsep diri adalah

evaluasi individu mengenai diri sendiri ; penilaian atau penaksiran mengenai diri

sendiri oleh individu bersangkutan.

Marsh (1998) menyatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi diri

individu mengenai berbagai hal di dalam dirinya seperti mengenai kondisi fisik,

mental, sosial, emosional, pekerjaan dan akademis. Persepsi diri dapat

membentuk perilaku individu sehingga berdasar pengertian konsep diri dapat

diprediksi perilaku dari individu. Menurut Fitts (dalam Burns, 1993) yang

mendefinisikan konsep diri sebagai kesadaran Individu tentang citra dirinya.

Sedangkan menurut Gunarsa dan Gunarsa (dalam Apollo, 2007), konsep diri

adalah sikap atau pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri.

Allport menyatakan konsep diri merupakan semua wilayah yang ada pada

kehidupan individu yang sifatnya erat dan esensial (dalam Burns, 1993) yang

terdiri dari tujuh aspek :

a. Indera badan sensasi.

(31)

c. Peningkatan diri – penonjolan cinta diri.

d. Perluasan diri – mengidentifikasikan dengan orang lain dan dengan hal

lain di dalam diri.

e. Rasionalis, perencanaan, penguasaan.

f. Citra diri.

g. Upaya yang terpusat pada keberadaan diri, tingkah laku yang

dimotivasi untuk meningkatkan citra diri.

Menurut Rogers (1980), konsep diri merupakan suatu konfigurasi

persepsi mengenai karakteristik dan kemampuan seseorang, hal-hal yang

diamati dan konsep mengenai diri di dalam hubungannya dengan orang lain

dan dengan lingkungannya. Kualitas nilai yang dipersepsikan sebagaimana

dihubungkan dengan pengalaman dan objek.

Marsh (1998), dalam penelitiannya menyimpulkan definisi mengenai

konsep diri, antara lain :

a. Konsep diri suatu cerminan multidimensional, dengan dimensi tertentu

yang mencerminkan system self-referent yang menunjukkan kriteria

individu maupun kriteria kelompok.

b. Konsep diri adalah suatu hirarkis, yang merupakan persepsi mengenai

sikap dan perilaku individu di dalam situasi khusus yang bersifat

hirarki pada diri sendiri (misalnya pada lingkungan sosial, pekerjaan,

(32)

c. Konsep diri secara global adalah suatu kondisi diri yang stabil dan

terus meningkat dari situasi yang spesifik.

Berdasarkan uraian diatas, maka di dalam penelitian ini pengertian

konsep diri dapat diartikan sebagai persepsi individu mengenai dirinya secara

utuh dan menyeluruh baik mengenai citra diri, kesehatan, emosional,

hubungan sosial, pekerjaan, dan bidang akademik yang digelutinya.

2. Peran konsep diri pada pembentukan perilaku

Konsep diri selalu mengorganisasikan persepsi di dalam suatu sistem

kerja otak kemudian diaplikasikan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku

individu dipengaruhi oleh persepsi dari konsep diri yang dimilikinya. Persepsi

mempengaruhi konsep diri yang berperan penting terhadap terbentuknya

perilaku individu dalam membentuk suatu pengertian terhadap sesuatu yang

dihadapi. Dengan menggunakan logika, individu mempertahankan

integritasnya sebagai pribadi yang dia persepsikan sehingga perilaku yang

muncul adalah hasil dr konsep diri yang dimilikinya. Clooney (dalam Burns,

1993) dengan teori looking glass self menyatakan konsep diri mempengaruhi

perilaku yang merupakan hasil dari penilaian atau evaluasi terhadap diri

sendiri dan pendapat orang lain.

Konsep diri yang positif menghasilkan bentuk perilaku yang mandiri,

menghargai diri sendiri dan orang lain, serta percaya diri yang tinggi, artinya

konsep diri positif mempengaruhi perilaku yang konstruktif. Sebaliknya

(33)

berharga, rendah diri, merasa selalu gagal dan tidak memiliki rasa percaya diri

(Burns, 1993). Konsep diri terbentuk dari pengalaman pada masa lalu yang

akan mempengaruhi pengalaman baru sesuai dengan pola yang telah

terbentuk, sehingga memunculkan tingkah laku sebagai bentuk

mempertahankan konsistensi dari konsep diri yang dimiliki. Konsistensi

konsep diri adalah penting bagi pemeliharaan integritas diri. Konsistensi

konsep diri ini merupakan indikator penting yang mempengaruhi kesuksesan

dan kesehatan mental individu (Funder, 1995).

Pembentukan konsep diri merupakan hasil proses pembelajaran dari

pengalaman-pengalaman individu terutama pengalaman menganai diri sendiri,

serta penilaian orang lain terhadap dirinya. Konsepsi-konsepsi individu

terhadap diri mempengaruhi pilihan tingkah laku dan pengharapannya dalam

hidup. Tingkah laku itu mengekpresikan upaya untuk mempertahankan

integritas diri ndividu berdasarkan konsep tentang dirinya.

3. Sumber-sumber konsep diri

Untuk memiliki konsep diri yang kuat, individu harus memandang

dirinya sebagai objek dan mampu melihat dirinya dari objek-objek lain,

sehingga menimbulkan kesadaran individu akan perspektif-perspektif baru

terhadap evaluasi-evaluasi orang lain terhadapnya. Ada beberapa sumber yang

memiliki fungsi penting dalam pembentukan konsep diri individu (Burns,

(34)

a. Citra diri

Skema tubuh merupakan hal yang sangat fundamental terhadap

perkembangan citra diri. Seseorang mempersepsikan dan

mengevaluasikan tubuh dan bagian-bagiannya dengan cara yang sama

seperti dia mempersepsikan dan mengevaluasikan setiap objek

lainnya. Kesadaran tubuh dan citra tubuh melalui proses indrawi

adalah inti dari proses pembentukan identitas diri.

b. Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi verbal maupun non verbal

body language” yang membentuk individu untuk mendefiisikan

dirinya dan mencerminkan tentang apa yang dipikirkan individu pada

orang lain.

c. Umpan balik pada orang lain

Evaluasi yang diberikan orang lain (keluarga atau teman dekat)

memiliki peranan penting dalam pembentukan konsep diri. Clooney

(dalam Burns, 1993) menguraikan sebuah teori looking glass self

yang intinya individu mempersepsikan dirinya sesuai dengan apa yang

dipersepsikan orang lain terhadap dirinya. Hasil penilaian orang lain

terhadap individu memiliki pengaruh baik secara positif maupun

negatif bagi terbentuknya konsep diri, misalnya penilaian yang

diberikan dapat mengurangi rasa tidak aman, dapat memperkuatnya,

(35)

mengembangkan atau mengurangi pemahaman terhadap harga diri

individu.

d. Identifikasi diri;

Identifikasi diri dibentuk mulai dari masa kanak-kanak, hal ini

berkaitan erat dengan umpan balik yang diberikan orang lain terhadap

diri individu. Sikap penerimaan yang diberikan orang tua akan

membentuk perasaan positif pada diri individu sebaliknya penolakan

orang tua akan membentuk perasaan negatif pada individu.

4. Isi dan Aspek Konsep Diri

Konsep diri berkembang seiring perkembangan individu dan

mencapai puncaknya ketika masa dewasa. Proses pembentukan konsep diri ini

berlangsung secara terus menerus dengan aktif dari kelahiran sampai kematian

sejalan dengan menggali potensi-potensi yang ada. Sejalan perkembangan

individu, konsep diri pun mengalami perkembangan meluas melalui proses

identifikasi diri. Konsep diri berkembang sesuai dengan proses kedewasaan

fisik dan psikologis. Isi konsep diri (Burns,1993) antara lain :

a. Karakteristik-karakteristik fisik (penampilan fisik, bentuk, dan ukuran

tubuh). Pada masa kanak-kanak, individu lebih menekankan

kriteria-kriteria fisiknya, namun pada masa dewasa, individu lebih

menjelaskan posisi mereka di dalam hubungan dengan orang lain

(36)

b. Penampilan yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu

mencerminkan kematangan kepribadian individu.

c. Kesehatan dan kondisi fisik akan mengalami perubahan berarti seiring

perjalanan usia.

d. Memiliki ketertarikan terhadap benda-benda yang disenangi (hobi).

e. Bagaimana sikap dan perlakuan individu terhadap binatang peliharaan

mereka.

f. Hubungan keluarga (perkawinan) dan persahabatan merupakan bagian

hidup.

g. Memiliki kesenangan terhadap olah raga.

h. Konsentrasi pekerjaan dan bagaimana sikap individu terhadap

pekerjaannya.

i. Status intelektual / kecerdasan.

j. Bakat, kemampuan, dan minat khusus akan berkembang sesuai dengan

dukungan internal maupun eksternal.

k. Ciri kepribadian (temperamen, disposisi, ciri karakter, tendensi

emosional) akan berkembang berdasarkan pengalaman hidup.

l. Sikap dan hubungan sosial, minat religius, keyakinan dan praktek

religius semakin intens seiring bertambahnya pengalaman hidup.

Individu dengan konsep diri tinggi merasa bahwa lingkungan sosial

(37)

bahwa lingkungan sosial merupakan ancaman yang membahayakan

dirinya.

m. Kemampuan dalam menentukan sikap kemandirian.

Gordon (dalam Suwandi, 2004) menyebutkan bahwa isi konsep diri

merupakan hasil proses kognitif seperti persepsi, berpikir, merencanakan,

evaluasi dan memilih. Hasil ini diperoleh dari refleksi individu secara sadar

atas stimulus yang berasal dari lingkungannya, baik keluarga, masyarakat,

maupun teman sebaya.

Konsep diri terdiri dari beberapa aspek yang saling berhubungan satu

sama lainnya. Menurut Fitts (dalam Burns, 1993) Aspek-aspek konsep diri

meliputi :

a. Identitas diri : bagaimana individu mempersepsikan identitas dirinya

berdasarkan pengalaman yang dialami dan penilaian orang lain

terhadap dirinya.

b. Kepuasan : bagaimana individu merasakan tentang diri yang

dipersepsikan.

c. Tingkah laku : bagaimana individu mempersepsikan tingkah lakunya.

d. Diri fisik : bagaimana individu memandang kesehatan, penampilan,

daya tahan tubuh, citra tubuhnya.

e. Diri pribadi : bagaimana individu menilai diri pribadinya dan

(38)

f. Diri keluarga : bagaimana individu mempersepsikan dirinya dengan

mengacu pada orang-orang yang dekat atau akrab dengannya. Artinya

bagaimana individu memposisikan dirinya di dalam keluarga.

g. Diri sosial : bagaimana individu mempersepsikan dan memposisikan

dirinya di dalam hubungan sosialnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep

diri merupakan bentuk penilaian individu terhadap diri sendiri sesuai dengan

apa yang dirasakannya, yang akan mengalami perubahan seiring pertambahan

usia dan pengalaman hidupnya. Penilaian yang dilakukan individu terhadap

dirinya ditinjau berdasarkan segi fisik, moral, keluarga dan sosialnya.

5. Kriteria konsep diri positif dan kriteria konsep diri negatif

William (dalam Rakhmat, 1992) menyebutkan orang yang mempunyai

konsep diri positif memiliki ciri, yaitu : yakin akan mampu mengatasi

masalah; merasa setara dengan orang lain; menerima pujian tanpa merasa

malu; menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,

keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat; mampu

memperbaiki dirinya, karena ia sanggup menggunakan aspek-aspek

kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha untuk mengubahnya.

Konsep diri positif berkaitan dengan penerimaan diri. Hal ini berarti

bahwa seseorang yang memiliki konsep diri yang positif menerima dirinya

apa adanya dan terus-menerus berusaha memperbaiki dirinya kearah yang

(39)

Selanjutnya William (dalam Rakhmat, 1992) mengemukakan bahwa

orang yang mempunyai konsep diri negatif ditandai berbagai ciri sebagai

berikut : peka terhadap kritik, sehingga orang ini sangat tidak tahan terhadap

kritik yang diterimanya; responsif terhadap pujian; cenderung tidak disukai

orang lain; selalu mencela, mengeluh atau meremehkan apapun dan siapapun;

bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganan

untuk bersaing dengan orang lain dalam merebut prestasi.

B. Mapasadha 1. Mapala

Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang

beranggotakan para mahasiswa yang mempunyai kesamaan minat, kepedulian

dan kecintaan dengan alam sekitar dan lingkungan hidup

(http://id.wikipedia.org). Salah satu mapala yang dikenal sebagai pionir

berdirinya Mapala di Indonesia adalah Mapala UI (Universitas Indonesia) dan

salah satu pendirinya adalah Soe Hok Gie. Mapala didirikan dimaksudkan

untuk mewadahi para mahasiswa yang sudah muak dengan organisasi

mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai

iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar organisasi

(http://katastropi.blog.friendster.com). Dalam tulisannya, Soe Hok Gie

(40)

“Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik” (Maxwell, John, 2001)

Dalam perkembangannya, hampir seluruh perguruan tinggi di

Indonesia memiliki Mapala baik di tingkat universitas maupun fakultas

hingga jurusan. Salah satunya adalah Mapasadha (Mahasiswa Pecinta Alam

Universitas Sanata Dharma).

2. Sejarah Berdirinya Mapasadha

Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma (Mapasadha)

merupakan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang mengkhususkan diri pada

pembinaan dan pengembangan minat, bakat, dan kreativitas mahasiswa dalam

kecintaan dan kepedulian akan kelestarian lingkungan beserta tantangannya.

(http://www.usd.ac.id) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Mapasadha

merupakan wadah penyaluran sekaligus pengembangan minat dan bakat

mahasiswa USD dalam bidang kepecintaalaman.

Mapasadha lahir pada tanggal 10 Oktober 1981 di puncak Gunung

Lawu. Kelahiran Mapasadha diprakarsai oleh sembilan mahasiswa IKIP

Sanata Dharma (sekarang USD) dari berbagai jurusan yang ada pada waktu

(41)

akhirnya mereka bersepakat untuk mendirikan sebauh organisasi

kepecintaaalaman di IKIP Sanata Dharma. Mereka adalah Widhi, Lukas,

Agung, Markus, Sapto, Bambang, Widodo, Ida dan Brashartianto. Dan

gunung Lawu menjadi saksi atas berdirinya Mapasadha, sehingga pada

tanggal 10 Oktober setiap tahunnya Mapasadha mengadakan kegiatan kirab

Lawu untuk memperingati hari jadi Mapasadha.

3. Perkembangan Mapasadha hingga tahun terakhir

Pada tahun-tahun awal adalah masa perintisan, dimana penyesuaian

dan pemantapan terus-menerus dilakukan. Sampai tahun 1988 Mapasadha

masih menjadi salah satu bagian / sub dari Biro Olah Raga. Kegiatan

Mapasadha pada waktu itu masih terbatas hanya pada pendakian gunung saja.

Beberapa gunung yang telah disinggahi adalah Gunung Lawu, Merapi,

Merbabu, Sumbing, Sindoro, Slamet, Semeru, Rinjani, Salak, Gede,

Pangrango, Ceremai, Argopuro, Raung, Arjuna, Welirang, Agung dan

Kerinci.

Pada tahun awal ini kegiatan yang adapun masih bersifat internal,

baik dalam lingkup organisasi ataupun dalam lingkup kampus. Peningkatan

status dan kedudukan seperti yang ada sekarang ini tentunya bukan tanpa

dasar dan pertimbangan yang kuat. Jumlah anggota yang semakin banyak dan

jenis kegiatan yang semakin banyak dan berkembang merupakan sebagian

(42)

Pengembangan dan pembenahan terus dilakukan, pada tahun 1985,

Mapasadha mengadakan Lomba Lintas Alam antar SMTA se – DIY. Sejak

saat itu Mapasadha mulai mendapat nama dan tempat di kalangan Pecinta

Alam yang ada di Jogjakarta.

Pada tahun 1986 dalam Lustrum I Mapasadha, loncatan kegiatan

dimulai. Waktu itu Mapasadha mengadakan berbagai kegiatan kampus yang

melibatkan masyarakat luas di lingkungan kampus, yaitu : bersih kampus,

susur sungai, bazar, pameran dan pemutaran film kepecintaalaman, sarasehan,

penerbitan bulletin dan pendakian umum ke Gunung Lawu untuk mengenang

berdirinya Mapasadha. Kegiatan Mapasadha semakin semarak dengan

suksesnya pementasan Antologi Puisi yang bekerjasama dengan Lembaga

Kebudayaan Indonesia – Belanda yaitu Karta Pustaka pada tahun 1989.

Seiring dengan berkembangnya kegiatan, Mapasadha juga terus

berupaya membenahi perangkat organisasinya. Sejak berdirinya hingga tahun

1994 Mapasadha belum memiliki AD / ART organisasi (Anggaran Dasar /

Anggaran Rumah Tangga). Yang ada hanyalah pedoman singkat mengenai

sejarah, lambang organisasi, kegiatan dan orientasi kegiatan. Baru pada bulan

Mei 1995, dalam musyawarah anggota ke – VII, hal itu dapat terealisasi

dengan terbentuknya Pedoman Umum Mapasadha, yang fungsi dan

kedudukannya setara dengan AD / ART. Penyusunan pedoman Umum

(43)

divisi litbang. Dengan adanya Pedoman Umum ini, Mapasadha makin mantap

untuk melangsungkan aktivitasnya sebagai layaknya organisasi.

Bidang organisasi mengalami perkembangan yang pesat pada tahun

1986. Sebelumnya kepengurusan masih terbatas pada ketua suku, sekretaris

dan bendahara dan sejak berdiri sebagai UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa),

kepengurusan dikembangkan dengan danya divisi-divisi, yaitu divisi

organisasi, divisi seni dan budaya, divisi operasional, divisi sosial dana dan

divisi penelitian dan pengembangan. Pembagian kegiatan dalam divisi ini

dapat lebih terarah dan profesional sesuai minat yang dimiliki oleh setiap

anggotanya.

Bersamaan dengan terbentuknya Pedoman Umum Mapasadha, demi

efektivitas kerja, divisi yang ada disederhanakan menjadi empat divisi, yaitu :

divisi operasional, divisi seni dan budaya, divisi litbang dan sosial dana. Pada

pertengahan 1995, Mapasadha dalam koordinasi divisi penelitian dan

pengembangan melaksanakan bakti sosial di Desa Dakan (Lereng Gunung

Merbabu), salah satu desa di jalur pendakian gunung merbabu.

Hingga saat ini, Mapasadha masih dan akan terus mengupayakan

pengembangan dan variasi kegiatan-kegiatannya, dimana eksistensinya pada

Pecinta Alam yang akan lebih mengarah kepada kegiatan-kegiatan pada

kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup maupun kepedulian sosial

(44)

C. Peran Konsep Diri pada Pembentukan Perilaku Anggota Mapasadha

Dalam perkembangannya pembentukan konsep diri pada anggota

Mapasadha mengenai identitas diri sebagai seorang Mapala dimulai semenjak

calon anggota tersebut mulai mendaftar menjadi anggota Mapasadha dan ikut

berproses dalam Pra dan Orientasi Mapasadha, menjadi anggota muda hingga

menjadi anggota penuh. Erikson (dalam Burns, 1993) menyatakan bahwa

identitas timbul dari suatu integrasi yang bertahap dari semua proses identifikasi.

Dalam proses Pra dan orientasi tersebut, calon anggota (lonta) diberi materi

mengenai pengenalan organisasi Mapasadha dan sejarah berdirinya beserta

kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya seperti pendakian gunung

(mountaineering), pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), arung jeram

(rafting), SAR (Search and Rescue) dan Kepecintaalaman. Selain itu proses

pembentukan mental sebagai seorang Mapala juga dibentuk dalam proses Pra dan

Orientasi tersebut. Pembentukan mental seperti bagaimana bertahan ketika

tersesat di gunung (survival), baik mengenai teori maupun praktek langsung di

lapangan, bagaimana solidaritas antar anggota yang merupakan sebagai satu

keluarga dan pemahaman mengenai peranan Mapala dalam terhadap lingkungan

hidup, akan diberikan melalui proses Pra dan Orientasi tersebut.

Menurut Fitts (dalam Burns, 1993) Identitas diri dapat diartikan

bagaimana individu mempersepsikan identitas dirinya berdasarkan pengalaman

yang dialami dan penilai orang lain terhadap dirinya. Identitas diri merupakan

(45)

dan simbol yang dikenakan pada diri untuk menjelaskan dan membentuk dirinya.

Pemahaman mengenai identitas diri sebagai anggota Mapasadha tentu

berbeda-beda antara anggota yang satu dengan yang lainnya. Bagi beberapa anggota,

pemahaman sebagai anggota mapasadha adalah orang yang suka naik gunung dan

berkegiatan di alam bebas dan bagi anggota lainnya menjadi seorang Mapala

adalah orang yang mencintai lingkungan dan terjun langsung dalam kegiatan yang

berhubungan dengan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Identitas diri

berkaitan erat dengan umpan balik yang diberikan orang lain terhadap diri

individu. Sikap penerimaan yang diberikan oleh anggota lain akan membentuk

perasaan positif pada diri individu sehingga mampu mengembangkan potensi

yang ada dalam dirinya, sebaliknya penolakan oleh anggota lain akan membentuk

perasaan negatif pada individu.

Konsep diri terdiri dari beberapa dimensi yang saling berhubungan satu

sama lainnya. Menurut Fitts (dalam Burns, 1993) Selain identitas diri,

dimensi-dimensi konsep diri meliputi : diri pribadi, diri fisik, diri keluarga, diri sosial,

tingkah laku dan kepuasan. Dimensi-dimensi tersebut berhubungan antara satu

dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi.

Diri pribadi adalah bagaimana seseorang menggambarkan identitas

dirinya, menilai kemampuan dirinya dan hubungannya dengan orang lain. Dalam

penggambaran identitas diri ini, Anggota Mapasadha mengemban nama sebagai

seorang pecinta alam. Sebagai seorang pecinta alam, apakah mereka orang-orang

(46)

berkegiatan di alam bebas seperti pendakian gunung, penelusuran gua maupun

panjat tebing, karena asumsi masyarakat yang berkembang saat ini adalah

kebanyakan Mapala itu adalah orang-orang yang suka naik gunung

(www.astacala.org). Namun, dalam diri pribadi anggota Mapasadha itu sendiri,

sebagian orang ada yang benar-benar peduli dengan lingkungan dan melakukan

kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan.

Kegiatan-kegiatan seperti pengadaan workshop tentang pengolahan sampah, penanaman

bibit pohon, pemutaran film yang berhubungan dengan pemanasan global dan

lingkungan hidup untuk civitas kampus, merupakan bukti nyata bahwa di

Mapasadha itu sendiri, ada orang-orang yang peduli dengan lingkungan hidup

yang sekarang ini semakin merosot.

Berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di alam bebas

seperti pendakian gunung, menghabiskan waktu yang cukup lama di gunung, bisa

berkisar antara tiga hari sampai satu minggu, maka diri fisik pun akan terkena

imbas dengan kegiatan tersebut.

Diri fisik dapat diartikan bagaimana individu melihat dirinya dari segi

fisik, memandang kesehatan, penampilan, daya tahan tubuh, citra tubuhnya.

Gambaran umum mengenai penampilan Mapala adalah orang-orang yang

berpakaian lusuh, dekil, berambut gondrong, dan anti kemapanan, namun tidak

semua pecinta alam berpenampilan demikian (www.astacala.org). Pada

perkembangannya, hingga tahun dua ribu, di Mapasadha masih banyak

(47)

perkembangan zaman dan adanya regenerasi yang terus menuerus berganti

penampilan seperti itu sudah mulai ditinggalkan.

Diri keluarga dapat diartikan bagaimana individu mempersepsikan

dirinya dengan mengacu pada orang-orang yang dekat atau akrab dengannya.

Artinya bagaimana perasaan dan penilaian seseorang sebagai anggota keluarga

serta harga dirinya sebagai anggota keluarga. Bagi para anggotanya, Mapasadha

adalah sebuah keluarga besar. Di dalam keluarga ini terdapat para alumni-alumni,

Anggota penuh, anggota muda dan para simpatisan.

Sebagai satu keluarga besar, dinamika kehidupan di Mapasadha hampir

sama dengan interaksi kehidupan sehari-hari pada umumnya, di dalamnya

terdapat interaksi-interaksi berupa keakraban, solidaritas, pemenuhan kebutuhan,

perbedaan pendapat, perselisihan, problem solving dan ditekankan pula

bagaimana bisa bertahan atau survive di pondok. Survive di sini dimaksudkan

sebagai eksistensi anggota mapasadha itu sendiri, bagaimana anggota itu bertahan

di pondok, tidak sekedar bertahan namun ikut berproses dalam kegiatan

organisasi dan menyumbangkan ide-ide bagi perkembangan dan kelangsungan

Mapasadha. Pondok adalah nama lain dari sekretariat Mapasadha, pondok inilah

rumah bagi para anggota Mapasadha. Pondok ini terletak di gedung UC

(university center) Sanata Dharma lantai II. Di pondok inilah tempat di mana

terjadinya interaksi tersebut, mulai dari rapat anggota, perencanaan dan

pengadaan kegiatan, evaluasi setelah kegiatan, pendaftaran dan penerimaaan

(48)

Kunjungan/silaturahmi dan kegiatan-kegiatan bersama yang diadakan

angkatan-angkatan tua atau alumni Mapasadha terhadap anggota-angota muda di pondok

adalah salah satu bukti dari adanya keakraban dan solidaritas antar anggota

Mapasadha.

Dari diri keluarga, beranjak ke diri sosial. Diri sosial dapat diartikan

bagaimana individu mempersepsikan dan memposisikan dirinya di dalam

hubungan sosialnya. Selain berhubungan dengan lingkungan internal Mapasadha

sendiri, para anggota juga berhubungan dengan lingkungan ekternal. Lingkungan

eksternal ini adalah mereka-mereka yang ada di luar anggota Mapasadha itu

sendiri seperti mahasiswa, UKM lainnya, pihak kampus dan masyarakat sekitar.

Kampus, sebagai tempat Mapasadha itu berorganisasi dan berkegiatan

memiliki pandangan dan evaluasi tersendiri terhadap Mapasadha, begitu juga

dengan masyarakat sekitar. Evaluasi yang diberikan orang lain memiliki peranan

penting dalam pembentukan konsep diri. Clooney (dalam Burns, 1993)

menguraikan sebuah teori looking glass self yang intinya individu

mempersepsikan dirinya sesuai dengan apa yang dipersepsikan orang lain

terhadap dirinya.

Hasil penilaian orang lain terhadap individu memiliki pengaruh baik

secara positif maupun negatif bagi terbentuknya konsep diri, misalnya penilaian

positif yang diberikan oleh mahasiswa lain, pihak kampus dan masyarakat pada

kegiatan-kegiatan Mapasadha seperti pengadaan workshop bagaimana

(49)

korban yang hilang baik di gunung maupun daerah pantai akan memperkuat

konsep diri anggota Mapasadha dan perlu meningkatkan kegiatan-kegiatan yang

berguna bagi masyarakat. Sedangkan penilaian negatif yang diberikan oleh

mahasiswa lain, pihak kampus, masyarakat bahwa anggota Mapasadha adalah

orang-orang yang sibuk naik gunung, berpakaian lusuh, gondrong, suka

mabuk-mabukan dan kuliah lama (walaupun tidak semua anggota demikian) dapat

mengurangi dan menurunkan konsep diri anggota-anggotanya. Konsep diri yang

positif akan mampu mencerna dan mengolah pandangan dan evaluasi dari

masyarakat baik itu penilaian positif maupun negatif sehingga lebih mampu

meningkatkan konsep diri yang dimilikinya sehingga lebih mampu berorganisasi

dengan baik dan berkarya bagi kelestarian lingkungan hidup dan kepedulian

sosial terhadap masyarakat.

Dari pembawaan diri sebagai diri sosial, diri keluarga, diri pribadi, diri

fisik, dan dari identitas diri masing-masing anggotanya, dapat dilihat tingkah

lakunya. Tingkah laku dapat diartikan bagaimana individu mempersepsikan

tingkah lakunya (Burns, 1993). Konsep diri memiliki peran pada pembentukan

perilaku. Konsep diri mengorganisasikan persepsi di dalam suatu sistem kerja

otak kemudian diaplikasikan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku individu

dipengaruhi oleh persepsi dari konsep diri yang dimilikinya. Clooney (dalam

Burns, 1993) dengan teori looking glass self menyatakan konsep diri

mempengaruhi perilaku yang merupakan hasil dari penilaian atau evaluasi

(50)

pengalaman pada masa lalu yang akan mempengaruhi pengalaman baru sesuai

dengan pola yang telah terbentuk, sehingga memunculkan tingkah laku sebagai

bentuk dari konsep diri yang dimiliki.

Sebagai seorang pecinta alam, dari pengalaman yang diperoleh sebagai

seorang mapala dan adanya pembelajaran mengenai degradasi lingkungan yang

semakin parah belakangan ini, tingkah laku yang terbentuk bagi beberapa anggota

seperti adanya kepedulian yang lebih terhadap lingkungan hidup, tingkah laku ini

dimulai dari hal-hal kecil yang dimulai dari diri sendiri dengan menanamkan

sikap 3R (Reduce, Reuse, Recycle). 3R adalah mengurangi, menggunakan

kembali dan daur ulang kembali, contoh nyatanya adalah ketika para anggota

berkegiatan di alam bebas seperti pendakian gunung dan penelusuran gua,

sampah-sampah seperti sampah plastik, puntung rokok, kaleng bekas, botol, batu

baterai dan sampah-sampah yang tidak bisa diuraikan oleh alam tidak ditinggal

begitu saja atau dibuang sembarangan melainkan dibawa kembali pulang dan di

buang di tempat sampah (walaupun tidak semua anggota bersikap demikian),

karena gunung bukanlah tempat sampah. Dalam beberapa kasus tertentu, tingkah

laku seperti ini menjadi kebiasaan bagi sebagian anggota dan diterapkan dalam

kehidupan di kota, seperti ketika merokok atau makan permen, puntung dan

bungkus permen tidak dibuang disembarang tempat melainkan sampah tersebut

dikantongi terlebih dahulu sebelum menemukan tempat sampah lalu dibuang.

Dari tingkah laku di atas dan dimensi-dimensi lainnya seperti diri sosial,

(51)

kepuasan masing-masing anggota. Menurut Fitts (dalam Burns, 1993) Kepuasan

dapat diartikan bagaimana individu merasakan tentang diri yang dipersepsikan.

Bagaimana perasaan anggota-anggota tersebut dengan adanya identitas diri

sebagai seorang pecinta alam, bagaimana diri pribadi sebagai seorang pecinta

alam, diri fisik, diri keluarga dan diri sosial serta tingkah laku sebagai seorang

pecinta alam.

Dapat disimpulkan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam

pembentukan perilaku pada anggota Mapasadha. Konsep diri selalu

mengorganisasikan persepsi di dalam suatu sistem kerja otak kemudian

diaplikasikan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku anggota Mapasadha

dipengaruhi oleh persepsi dari konsep diri yang dimilikinya. Persepsi

mempengaruhi konsep diri yang berperan penting terhadap terbentuknya perilaku

individu dalam membentuk suatu pengertian terhadap sesuatu yang dihadapi.

Dengan menggunakan logika, anggota Mapasadha mempertahankan integritasnya

sebagai seorang pecinta alam, sehingga perilaku yang muncul adalah hasil dari

konsep diri yang dimilikinya.

Beranjak dari hal tersebut di atas, pemaparan tentang kehidupan

berorganisasi khususnya Mapasadha, kegiatan-kegiatan yang dilakukan baik di

alam bebas, kegiatan organisasi maupun kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi

kelestarian lingkungan hidup, dan segala bentuk permasalahan di dalamnya,

peneliti ingin mengetahui bagaimana konsep diri yang dimiliki oleh anggota

(52)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan

kuantitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel

dan fenomena-fenomena yang terjadi saat sekarang dan menyajikan apa adanya.

Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta

dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu (Azwar,

2001).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini hanya menggunakan satu variabel saja. Variabel utama

dalam penelitian ini adalah konsep diri.

C. Definisi Operasional

Konsep diri adalah gambaran atau pandangan secara menyeluruh

mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan, dari konsep diri ini akan

menentukan bagaimana individu tersebut berperilaku, merasakan dan merespon

lingkungannya. Dimensi-dimensi konsep diri meliputi :

1. Identitas diri : bagaimana individu menggambarkan identitas dirinya.

(53)

2. Kepuasan : bagaimana individu menggambarkan perasaan yang

dimilikinya.

3. Tingkah laku : bagaimana individu menggambarkan tingkah lakunya,

tingkah laku berdasarkan identitas dirinya.

4. Diri fisik : bagaimana individu memandang dirinya sendiri dari segi

fisik, penampilan dan kesehatannya.

5. Diri pribadi : bagaimana individu menggambarkan diri pribadinya,

gambaran diri ini berdasarkan pengalaman individu sendiri dan

pandangan orang lain.

6. Diri keluarga : bagaimana perasaan, penilaian dan harga diri sebagai

anggota keluarga Mapasadha.

7. Diri sosial : bagaimana individu memposisikan diri sebagai anggota

masyarakat, bagaimana perannya dan kemampuannya berinteraksi

dalam masyarakat.

D. Subjek Penelitian

Teknik penggambilan subjek dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sample dengan

pertimbangan tertentu (Sugiono, 1999). Pertimbangan-pertimbangannya yaitu

subjek penelitian yang diambil meliputi anggota Mapasadha. Kriteria anggota

(54)

1. Anggota penuh :

Anggota penuh adalah anggota muda yang sudah mengikuti suatu

proses dengan ketentuan tertentu selama kurun waktu tertentu yang

telah diatur oleh tim khusus. Anggota muda tersebut adalah calon

anggota yang telah mengikuti dan lulus seleksi dalam pra dan orientasi

yang kemudian diangkat dan dilantik. Setelah dilantik menjadi

anggota muda, kemudian anggota tersebut mengikuti pendidikan lanjut

Mapasadha sehingga pada tahun berikutnya anggota tersebut sudah

menjadi anggota penuh. Yang terkait dengan keanggotaan dua jenis :

a. Anggota biasa :

Keanggotaan terbuka yang bias diperoleh oleh seluruh

mahasiswa Sanata Dharma.

b. Anggota istimewa :

Anggota istimewa adalah anggota yang diangkat oleh Pengurus

Harian Mapasadha dalam suatu sidang berdasarkan pertimbangan

anggota. Syarat menjadi anggota istimewa adalah pertama, karena

jasa diberikan demi kemajuan dan pengembangan serta

perkembangan Mapasadha, kedua karena potensi tertentu yang

dimilikinya dan dibutuhkan oleh Mapasadha. Keanggotaan ini

dapat diisi oleh mahasiswa, dosen, dan karyawan USD maupun

(55)

2. Alumni Mapasadha :

Alumni Mapasadha adalah anggota penuh Mapasadha yang

telah lulus dari Universitas Sanata Dharma dan masih menjadi anggota

Mapasadha karena keanggotaan dalam Mapasadha bersifat seumur

hidup.

3. Subjek berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berusia antara

20–30 tahun.

4. Subjek berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan

skala kepada responden secara langsung yaitu pada anggota Mapasadha. Skala

konsep diri ini dibuat dengan skala Likert untuk pengumpulan data dengan

metode rating yang dijumlahkan (Summated Ratings Method). Respon yang

digunakan dalam skala ini terdiri dari empat kategori pilihan jawaban yaitu : SS

(sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju).

Menurut Hadi (2004) modifikasi terhadap skala Likert perlu

dilakukan untuk menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh skala lima

tingkat, yaitu adanya arti ganda pada kategori jawaban yang terletak di tengah,

dapat diartikan ragu-ragu atau netral. Menurut Hadi (2004), subjek memiliki

kecenderungan untuk memilih jawaban yang ada di tengah atau disebut juga

(56)

peneliti tidak memberikan jawaban tengah dan hanya memberi empat pilihan

jawaban, yaitu : SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan STS

(sangat tidak setuju).

Penskoran jawaban dalam penelitian ini tergantung dari dua jenis

pernyataan yaitu favorable dan unfavorable seperti yang tertulis dalam tabel 1

berikut ini :

Tabel 1

Nilai / Skor Berdasarkan Kategori Jawaban Skor Jawaban

Favorabel Unfavorabel Sangat setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak setuju 2 3

Sa

Gambar

Tabel 1 Nilai / Skor Berdasarkan Kategori Jawaban
Blue Print Skala Konsep DiriTabel 2
Blue Print Skala Konsep Diri Setelah Try-OutTabel 3
tabel 4 dapat dilihat norma kategori :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan kuesioner (angket). Terlebih dahulu angket diujicobakan dan diuji validitas serta reliabilitasnya untuk

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan kuesioner (angket). Terlebih dahulu angket diujicobakan dan diuji validitas serta reliabilitasnya untuk

Menurut Kingsley (2011), Konsep diri adalah aspek kognitif diri/citra diri dan umumnya mengacu pada gambaran mental individu, membangun tentang diri mereka

Menurut William (dalam Rakhmat, 2000) orang yang memiliki konsep diri positif adalah orang yang yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah, merasa setara dengan orang

Dari wawancara yang telah dilakukan terbukti bahwa keempat informan memiliki konsep diri positif dengan menyikapi model hanya sebatas ingin mengikuti gaya make up mereka,

Skala penyesuaian diri disusun berdasarkan konsep teori Runyon dan Haber (1984) yang terdiri dari aspek: persepsi terhadap realitas, kemampuan menghadapi stres dan

Konsep diri merupakan hasil dari pengeksplorasian dan pengalaman dengan tubuh individu yang dilakukan untuk menilai dan menggambarkan diri sendiri. Konsep diri sebagai hasil dari

Lampiran 1: Skala Kecerdasan Emosional Lampiran 2 : Skala Konsep Diri Lampiran 3 : Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosional Lampiran 4 : Uji Validitas dan