viii ABSTRAK
KONSEP DIRI PADA ANGGOTA MAPASADHA (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma)
Lasro Bonaventura Situmorang Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang konsep diri pada anggota Mapasadha. Menurut Fitts, konsep diri sebagai kesadaran Individu tentang citra dirinya. Konsep diri terdiri dari beberapa dimensi yang saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu : Identitas diri, kepuasan, tingkah laku, diri fisik, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial.
Subjek penelitian ini adalah anggota Mapasadha yang tinggal di Yogyakarta, berusia 20-30 tahun. Sampel yang digunakan yaitu dengan teknik purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 54 subjek.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan skala konsep diri yang disusun oleh peneliti sendiri yang telah diujicobakan terlebih dahulu sehingga validitas dan reliabilitas data dapat dipertanggungjawabkan. Daya diskriminasi dalam penelitian ini menggunakan rix > 0, 300 dan koefisien reliabilitas skala konsep diri sebesar 0,895. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan konsep diri pada anggota Mapasadha yaitu berupa statistik deskriptif persentase.
Pada aspek konsep diri, aspek konsep diri tentang identitas diri memiliki mean tertinggi (19.8), pada urutan ke dua yaitu aspek kepuasan (19) dan pada urutan ketiga yaitu aspek tingkah laku (18.9). Pada urutan ke empat adalah aspek diri sosial (18.7) dan diikuti aspek diri keluarga (18.42). Pada urutan ke enam dan ke tujuh, aspek diri fisik dan dan diri pribadi memiliki mean yang sama yaitu sebesar 18, 09.
ix
ABSTRACT
The Self Concept of Mapasadha Members
Lasro Bonaventura Situmorang Faculty of Psychology Sanata Dharma University
Yogyakarta
This research aim to learn about self concept of Mapasadha members. According to Fitts, self concept is an individual awareness of their self image. Self concept is consist of several dimensions that related each other, those are: self identity, satisfaction, behavior, self physical, self personal, self family and self social.
The subject of this research is member of Mapasadha who live in Yogyakarta, with 20 to 30 years old range of age. The sampling technique being used is purposive sampling, and the total of the sample for this research are 54 people.
This research is mainly use self concept scale method which has been arrange and tested by the researcher so that the data result is reliable. The indicators for discrimination level in this research used rix > 0.300 and reliability coefficient of self concept scale is 0.895. Descriptive analysis technique is used to show the self concept of Mapasadha members in the form of descriptive statistic percentage
In the self concept, the self identity aspect reach the highest value of mean at 19,8. Second position is the satisfaction at 19. Then third position is the self behavior at 18,9. Forth position is the self social at 18,7, followed by the self family at 18,42. In the sixth and seventh position, the aspect of self physical and self personal have the same mean at the point of 18,09.
i
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Lasro Bonaventura Situmorang Nim : 019114166
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
There is a pleasure in the pathless woods
there is a rapture on the lonely shore;
There is society, where none intrudes,
By the deep blue sea and music in it's roar;
v
(Paulo Coelho, the Alchemist)
AKU TAHU SEMUA SUDAH TERLAMBAT. TETAPI INI
PERLU DILAKUKAN : SEKARANG SEBELUM AKU
BERANGKAT UNTUK MENYANYI ATAU UNTUK
MATI :
SEKARANG KU MULAI!!!
vi
(Alm) Mama Heddy Henrika Br. Simarmata.
I LOVE YOU MOM…
See you when I see you…
I wrote this novel just for mom…
for all the mommy things she’s done,
for all the time she showed me wrong,
for all the time she sang God’s song…
And I said :
Thank you mom…
Hello Mom…
Thank you Mom…
Hi Mom…
(Placebo)
Ayahanda T. Situmorang yang telah memberikan banyak pelajaran
berharga dalam hidup ini. Buat Bapa yang telah memberikan sebuah
kepercayaan dan mengajariku bagaimana menggunakan kepercayaan itu
dengan baik. Maaf atas keterlambatan ini Bapa.
Abang Marulak Situmorang dan Kak Dhani. Terimakasih atas segala
perhatian, motivasi, kasih sayang, pelajaran dan dukungan moral dan
materi yang telah abang dan kakak berikan, terimalah ini sebagai
permintaan maaf-ku. Maaf atas keterlambatan ini.
Kak Marni, Bang Ambit dan Kak Anita, Kak Murni dan Lae Siboro,
Kak Betty dan Lae Siahaan, Kak Darma, Kak Santi, dan My Little Bro
‘Andra’. Tak ada yang bisa saya ucapkan selain beribu-ribu terimakasih.
Suatu saat aku pasti akan membalasnya.
Buat Joshua, Endah, Jonathan, Grace, Siska, Elise dan Amanda.
viii ABSTRAK
KONSEP DIRI PADA ANGGOTA MAPASADHA (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma)
Lasro Bonaventura Situmorang Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang konsep diri pada anggota Mapasadha. Menurut Fitts, konsep diri sebagai kesadaran Individu tentang citra dirinya. Konsep diri terdiri dari beberapa dimensi yang saling berhubungan satu sama lainnya, yaitu : Identitas diri, kepuasan, tingkah laku, diri fisik, diri pribadi, diri keluarga dan diri sosial.
Subjek penelitian ini adalah anggota Mapasadha yang tinggal di Yogyakarta, berusia 20-30 tahun. Sampel yang digunakan yaitu dengan teknik purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 54 subjek.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan skala konsep diri yang disusun oleh peneliti sendiri yang telah diujicobakan terlebih dahulu sehingga validitas dan reliabilitas data dapat dipertanggungjawabkan. Daya diskriminasi dalam penelitian ini menggunakan rix > 0, 300 dan koefisien reliabilitas skala konsep diri sebesar 0,895. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan konsep diri pada anggota Mapasadha yaitu berupa statistik deskriptif persentase.
Pada aspek konsep diri, aspek konsep diri tentang identitas diri memiliki mean tertinggi (19.8), pada urutan ke dua yaitu aspek kepuasan (19) dan pada urutan ketiga yaitu aspek tingkah laku (18.9). Pada urutan ke empat adalah aspek diri sosial (18.7) dan diikuti aspek diri keluarga (18.42). Pada urutan ke enam dan ke tujuh, aspek diri fisik dan dan diri pribadi memiliki mean yang sama yaitu sebesar 18, 09.
ix
ABSTRACT
The Self Concept of Mapasadha Members
Lasro Bonaventura Situmorang Faculty of Psychology Sanata Dharma University
Yogyakarta
This research aim to learn about self concept of Mapasadha members. According to Fitts, self concept is an individual awareness of their self image. Self concept is consist of several dimensions that related each other, those are: self identity, satisfaction, behavior, self physical, self personal, self family and self social.
The subject of this research is member of Mapasadha who live in Yogyakarta, with 20 to 30 years old range of age. The sampling technique being used is purposive sampling, and the total of the sample for this research are 54 people.
This research is mainly use self concept scale method which has been arrange and tested by the researcher so that the data result is reliable. The indicators for discrimination level in this research used rix > 0.300 and reliability coefficient of self concept scale is 0.895. Descriptive analysis technique is used to show the self concept of Mapasadha members in the form of descriptive statistic percentage
In the self concept, the self identity aspect reach the highest value of mean at 19,8. Second position is the satisfaction at 19. Then third position is the self behavior at 18,9. Forth position is the self social at 18,7, followed by the self family at 18,42. In the sixth and seventh position, the aspect of self physical and self personal have the same mean at the point of 18,09.
xi
KATA PENGANTAR
Sebuah rasa syukur dan terimakasihyang tak terhingga saya haturkan kepada
Sang Keberadaan dan Kehidupan itu sendiri, atas segala anugerah dan
pemberian-Nya, atas semua ”pelajaran” tentang hidup ini. Atas semua pelajaran dan
bimbingan-Nya, akhirinya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “KONSEP DIRI PADA ANGGOTA MAPASADHA”, sebagai salah satu syarat dalam rangka
menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini tak akan bisa terwujud tanpa kehadiran dan dukungan orang-orang
yang telah membantu penulis meraihnya. Maka pada kesempatan ini, ijinkanlah
penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji. Terimakasih banyak untuk
motivasi dan masukan untuk revisinya.
2. Bu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari. S. Psi., M.Si. selaku Kaprodi
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji.
Terimakasih untuk semua motivasi dan dukungan yang Ibu berikan. Semoga
lekas sembuh ya Bu...
3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M. si. yang telah meluangkan waktu dan pikiran dan
xii
4. Segenap dosen di Fakultas Psikologi yang sudah mau berbagi pengetahuan.
Terimakasih juga untuk Pak Gie, Mas Gandung dan Mbak Nanik, Mas Muji
dan Mas Doni.
5. Thanks for nothing… hehehe…Tris, Dimas, Ahok, Roy, leo ‘Shadu’… Dia
adalah sahabatku, bahkan lebih…Sekarang kita setara!!!
6. Kaeksi Yuliatriastuti dan keluarga besar. Mathur nuwun sanget… Thanks buat
Eksi, terimakasih atas dukungannya di saat aku jatuh, thanks untuk
masa-masa yang indah... (...in good & bad times...)
7. Bapatua dan Mak Tua Si ringo-ringo… Mauliate Godang Pak Tua, Mauliate
Godang Mak Tua… Seandainya bisa membalas. Semoga!!!
8. Punguan Pomparan Situmorang Si Pitu Ama Djogjakarta & Naposo
Situmorang.
9. Bapatua dan Tante Tarutung dan keluarga besar, Keluarga besar Ibu pondok
kelapa, Bu Le Teti dan keluarga besar, Bu Le Bedingin dan keluarga besar,
Bu Le Nanik dan Dona.
10.Keluarga Incest : Ijo, Oi, Uyi, Aco sendiri dan Bibi Nopi… Keluarga kere,
jorok, tapi musisi lho
11.teman-teman psikologi angkatan ’01 : Nino, Awan, Yofi, Mbut (kapan aku
nduwe keponakan? he), Tiwi (thanks buat masukannya) dan teman-teman
yang masih dalam perjuangan : Angga, Dion, Silva, Jelly, Rini Tante, Aan,
xiii
12.Vembry, Rani, Tista, dan Rika ‘01… thanks atas persahabatannya di awal
semester…
13.Maria Retno Dwi Jayanti. Don’t come and go like you do… Yeah I need to
know all about you…
14.Lim… yang udah ngajarin SPSS. Thanks a lot bro…
15.Aprilia Ariani… Thanks buat Abstract-nya, sharing, masukan, dll… kill ‘em
all and njuk rabi… kwkwkwk…
16.INDONESIA JAYA!!!
17.DJOGJAKARTA!!! “Aku mencintaimu Djogjakarta, sebagaimana aku
mencintai perjuangan hidup”
18.MAPASADHA… Dan selamanya jaya!!!
19.Bapak Anand Krishna dan teman-teman di Anand Khrisna Center (AKC)
Jogjakarta… Be joyful and share your joy with others…
20.Ibu Joan, Mba Petra dan semua teman-teman di Sanggar Anak Cakrawala…
Thanks buat kesempatannya… buat Feni (Lempung), thanks buat singgungan
dan ejekannya yang membuat semangat penulis terpacu kembali.
21.Carissa Sudjono… 5 days such a fairytale… yesterday was yesterday, Isn’t it
right??? Hahaha … Let’s moving forward!!!
22.Gita Rimba Angelina Nico Kelip. Inget Ta... udah UP (Usia Panik) hehehe...
Semoga cepat lulus
23.Bejer & Menusz... Wes tobat po jer?
xiv
25.Anak-anak Budhaya… Robby (Thanks a lot bro…), Martin, Yo, Dedi Tamara.
26.Cah-cah Pondok… Thanks a lot buat semuanya, sebuah persahabatan dan
kekeluargaan sejati!!!
27.Mbah Wungkal. Nuwun yo mbah atas ajakannya bertualang…
28.Mas Blorok (Saru tenan koe mas…), Sober (Si Bos), Pak Ndut (Saiki dadi pak
kuru), hehehe… makasih pak atas segala kesempatan yang diberikan. Kapan
OUT BOND meneh? He.
29.Gamet “smile or death” dan Galih “work hard… drink hard…” dumb and
dumber… (Galih dan Rama) kwkwkwk…
30.Ngebi dan Congor… bali jauh dab… tapi koe wes nang bali… kwkwkwk,
ngko tak susul… tenan po? Btw kapan nikah??? kwkwkwkw
31.Komboe & Vina… Mari berkarya Mboe…
32.Tomblok & Tessa. Urik tenan koe Mblok… Thanks a lot bro!!!
33.Plethot & Olive. Wani ora? Hehehe…
34.Benjoe & Adish… kapan nikah??? Sabar njoe, Hongkong jauh dab,
kkwkwkwkwkw
35. ‘GA’ Gending Angkrem… kwkwkwkw
36.Pak Min ‘Menthok’, Pak Lencung, Mas Ledheng dan kos paingan atas…
37.(Alm) Ucup ‘Tilik’… I Hardly know ya!!! Selamat jalan kawan…
38.Tholo (kapan nyusul bro?), Sikil, Eno, Gembes… dan kos BBTnya
39.Pak Uwi Sianturi dan Kakak Lung, padahal satu nama… kwkwkwkw
xv
41.Mas Markus, Mas Eka, Mas Soel, Mas lakang, Mas Domble & Mbak Sruput,
Pak koci, Mas Njendel, Mas Cawu, Bribil, Ngomple, Pecek, Belek, Sengkleh,
Bange, Tubruk, Tumbung, Sempal, Trondol, Mbelek, Taji, Kuthuk, Tisil,
Jember, Cucuk, Kepek, Mlanjer & Mrenges, Bribil, Ableh, Kabau,
Kumprung, Jenggot, Ucrit, Dawung, Polo, Palkon, Su’uk, Cah-cah Tikus…
Tempus (Autis), Cangus, Moci, Tiset, Muntu…Kobo ‘My Man’ & Bondes,
Vembry, Tejo & Cethul, Danang, Domex, Sapi & Mbek… dan seluruh
Mapasadha di seluruh dunia… Ada Seribu Matahari Bersinar…
42.Semua puncak-puncak keabadian-Nya, wounded knees, Sunset & Sunrise,
semua hutan dan lembah, edelweis-edelweis, embun, hujan, badai dan batu
cadasnya!!! (The freedom and simply beauty is just too good to pass up…)
43.Dropkick Murphys, Ramones, NOFX, Elvis Costello, Joan Baez , Tori Amos,
etc (…and I like my music like I like my life…)
44.Semua pihak dan hal-hal yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah banyak membantu penulis. Thanks for all…
Kiranya Sang Keberadaan dan Kehidupan itu sendiri bermurah hati dan akan
membalas berlipat ganda atas kehadiran dan setiap dukungan kepada penulis. Mari
berkarya dengan ketulusan dan kesungguhan. Untuk INDONESIA JAYA!!!
Yogyakarta, Agustus 2009
xvi
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI... xvi
DAFTAR TABEL ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang penelitian... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Diri... 10
1. Pengertian Konsep Diri... 10
2. Peran Konsep Diri pada Pembentukan Perilaku ... 12
3. Sumber-sumber Konsep Diri ... 13
4. Isi dan Aspek Konsep Diri... 15
5. Kriteria Konsep Diri Positif dan Kriteria Konsep Diri Negatif .. 18
B. Mapasadha ... 19
1. Mapala ... 19
2. Sejarah Berdirinya Mapasadha... 20
xvii BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ... 32
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 32
C. Definisi Operasional... 32
D. Subjek Penelitian ... 33
E. Metode Pengumpulan Data ... 35
F. Uji Validitas, Seleksi Item dan Reliabilitas... 37
1. Uji Validitas ... 37
2. Seleksi Item... 38
3. Uji Reliabilitas... 40
G. Metode Analisis Data ... 41
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah... 44
B. Pelaksanaan Penelitian ... 44
C. Hasil Penelitian ... 45
1. Uji Normalitas... 45
2. Deskriptif Data Penelitian... 46
3. Kategorisasi Konsep Diri pada Anggota Mapasadha... 48
4. Data pada Setiap Aspek Konsep Diri ... 48
D. Pembahasan ... 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 54
B. Saran... 54
C. Keterbatasan Penelitian ... 55
DAFTAR PUSTAKA... 56
xviii
Tabel 1. Nilai / Skor Berdasarkan Kategori Jawaban... 36
Tabel 2. Blue Print Skala Konsep Diri ... 37
Tabel 3. Blue Print Skala Konsep Diri Setelah Try-Out... 39
Tabel 4. Norma kategori jenjang... 41
Tabel 5. Kategori Skala ... 43
Tabel 6. Deskripsi Keanggotaan Subjek ... 44
Tabel 7. Uji Normalitas ... 46
Tabel 8. Deskripsi Data Penelitian ... 47
Tabel 9. Kategori Skor Total Subjek ... 48
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang
beranggotakan para mahasiswa yang mempunyai kesamaan minat, kepedulian dan
kecintaan dengan alam sekitar dan lingkungan hidup (www.id.wikipedia.org).
Hampir setiap perguruan tinggi / universitas di Indonesia memiliki Mapala.
Universitas Sanata Dharma (USD) sebagai salah satu universitas yang berada di
Yogyakarta memiliki sebuah Mapala. Mapala Universitas Sanata Dharma
bernama Mapasadha. Mapasadha (Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata
Dharma) adalah organisasi dalam bidang kepecintaalaman yang ada di
Universitas Sanata Dharma. Sebagai organisasi, Mapasadha termasuk dalam
UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang ada di USD. UKM sendiri adalah wadah
aktivitas kemahasiswaan untuk mengembangkan minat, bakat dan keahlian
tertentu. Minat yang yang dikembangkan di Mapasadha adalah seperti
pengembangan kemampuan berorganisasi, kemampuan dalam membaca peta dan
navigasi darat di hutan dan gunung, pemahaman mengenai panjat tebing dan
penelusuran gua. Beberapa UKM lain yang ada di USD antara lain UKM KSR
(Korps Suka Rela), UKM Kerohanian, UKM Natas, UKM PSM (Paduan Suara
Menurut Stan Kossen (dalam Udai Pareek, 1985) organisasi merupakan
suatu kelompok individu yang terbentuk oleh kegiatan-kegiatan spesialisasi dan
tingkat wewenang guna mencapai secara efektif tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran
khusus. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa organisasi adalah sekumpulan
orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Anggota Mapasadha adalah mahasiswa yang berasal dari berbagai jurusan
dan berbagai macam daerah yang ada di Indonesia, mulai dari daerah yang berasal
dari Sumatera, Jawa, bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Latar belakangnya
pun berbeda-beda mulai dari latar belakang budaya, keluarga, pengalaman hidup
dan lingkungan tempat tinggal. Dalam berorganisasi setiap anggota memiliki
kebutuhan masing-masing dan kebutuhan ini yang menjadikan alasan dan
motivasi mereka menjadi anggota Mapasadha. Kebutuhan seperti aktualisasi diri
dapat diperoleh melalui kegiatan-kegiatan dalam organisasi, naik gunung, panjat
tebing dan pelusuran gua. Kebutuhan akan rasa aman dan cinta kasih dapat
dipenuhi setelah anggota tersebut menjadi anggota dengan adanya keakraban
yang terjalin. Melalui peran atau jabatannya individu dapat memenuhi
kebutuhannya tersebut dalam organisasi. Setiap anggota dan organisasi akan
bersatu padu dalam mencapai kebutuhan anggotanya dan tujuan-tujuan organisasi.
Atas dasar berbagai macam kebutuhan dan minat, Mapasadha sebagai
organisasi kepecintaalaman memiliki kegiatan-kegiatan berupa pendakian gunung
(mountaineering), pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), arung jeram
berupa kegiatan-kegian sosial berupa bakti sosial, donor darah, workshop, bersih
gunung, penanaman bibit pohon, kegiatan seni dan budaya.
Akhir-akhir ini di mana degradasi lingkungan dirasa semakin parah, maka
peran mapala sangat penting untuk membantu melestarikan lingkungan
(www.id.wikipedia.org). Mapasadha sebagai organisasi kepecintaalaman sudah
seharusnya lebih peka terhadap isu-isu lingkungan hidup yang berkembang
belakangan ini seperti perubahan iklim dan pemanasan global dan lebih
menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan yang bersifat mencintai alam.
Langkah-langkah konkrit pun telah direncanakan dan dilaksanakan seperti pengadaan
workshop pengolahan sampah dan penanaman bibit pohon.
Interaksi sosial di Mapasadha hampir sama dengan interaksi dalam
masyarakat pada umumnya. Kegiatan sehari-hari dalam kehidupan berorganisasi
seperti rapat anggota, pelaksanaan kegiatan, evaluasi setelah kegiatan,
keberhasilan studi, menyelesaikan suatu tugas-tugas maupun berkegitan di alam
bebas seperti pendakian gunung, panjat tebing, penelusuran gua, tentu ada
dinamika yang terjadi seperti keakraban, konflik, konformitas, kebutuhan akan
cinta kasih. Dalam interaksi sosial tersebut, setiap anggota berinteraksi dengan
konsep diri masing-masing maksudnya adalah perilaku masing-masing individu
merupakan perwujudan dari konsep dirinya. Setiap individu tentu berbeda antara
Menurut Burns (1993) ada beberapa sumber yang memiliki fungsi penting
dalam pembentukan konsep diri individu, yaitu : citra diri, bahasa, umpan balik
dari orang lain dan identifikasi diri.
Citra diri memiliki fungsi penting dalam pembentukan konsep diri
individu, citra diri dapat diartikan bagaimana seseorang mempersepsikan dan
mengevaluasikan tubuh dan bagian-bagiannya. Bagaimana setiap anggota
memandang dan mengevaluasi diri sendiri dan dari evaluasi tersebut anggota
dapat mengetahui gambaran lengkap terhadap dirinya.
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal maupun non verbal yang
membentuk individu untuk mendefinisikan dirinya dan mencerminkan tentang
apa yang dipikirkan individu pada orang lain. Bahasa juga hal yang penting dalam
penyampaian pendapat dan berinteraksi dengan orang lain.
Umpan balik yang diberikan orang lain (masyarakat, keluarga atau teman
dekat) memiliki peranan penting dalam pembentukan konsep diri. Clooney (
dalam Burns, 1993) menguraikan sebuah teori looking glass self yang intinya
individu mempersepsikan dirinya sesuai dengan apa yang dipersepsikan orang
lain terhadap dirinya. Hasil penilaian orang lain terhadap individu memiliki
pengaruh baik secara positif maupun negatif bagi terbentuknya konsep diri,
misalnya beberapa opini yang berkembang dalam masyarakat tentang mapala ada
yang terkesan negatif. Timbulnya kesan negatif ini karena penampilan mapala itu
berpakaian lusuh, kuliah lama, suka mabuk-mabukan , berambut gondrong, dekil,
demikian). Kuliah lama bisa disebabkan karena banyaknya waktu yang
dihabiskan di alam bebas, konsep diri akan mempengaruhi individu tersebut
dalam membagi waktu secara efisien antara kehidupan di alam bebas, organisasi
dan kuliah. Kegiatannya pun seperti naik gunung, dan kegiatan lain di alam bebas
sering dianggap sebagai kegiatan yang mubazir, buang-buang waktu, uang,
tenaga, dan dianggap menantang maut. Ada pula anggapan bahwa "pecinta alam
seringkali tidak benar-benar mencintai alam", apakah pecinta alam itu termasuk
orang yang suka naik gunung? penelusur gua? arung jeram? bagi saya tukang
sapu jalanan juga pecinta alam, juga siapapun yang mencintai lingkungan
sekitarnya, keluarganya, dirinya adalah pecinta alam (www.astacala.org).
Sedangkan penilaian yang positif seperti adanya kegiatan mapala dalam
penanaman bibit pohon, penelitian, konservasi alam, kegiatan sosial, seni dan
budaya, pengadaan workshop tentang lingkungan dan pengolahan sampah serta
adanya kegiatan SAR akan menambah hal positif dalam setiap diri anggota
sehingga mampu membuat kegiatan-kegiatan yang lebih berguna bagi
masyarakat. Menurut Burns (1993) evaluasi yang diberikan orang lain memiliki
peranan penting dalam pembentukan konsep diri, umpan balik dari masyarakat
akan mempengaruhi konsep diri pada individu.
Satu lagi yang mempunyai fungsi penting dalam pembentukan konsep diri
adalah Identifikasi diri, identifikasi diri dibentuk mulai dari masa kanak-kanak,
individu. Sikap penerimaan dari anggota lain akan membentuk perasaan positif
pada diri anggota sedangkan penolakan akan membentuk perasaan negatif.
Menurut Kamus Lengkap Psikologi konsep diri adalah evaluasi individu
mengenai diri sendiri ; penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh
individu bersangkutan (Kamus Lengkap Psikologi, J.P Chaplin). Sedangkan
menurut Gunarsa dan Gunarsa (dalam Apollo, 2007), konsep diri adalah sikap
atau pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri.
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa cara individu memandang dirinya
akan mempengaruhi afeksi, emosi dan kognisi. Perasaan individu bahwa ia
memiliki kemampuan atau tidak akan berakibat baik atau tidak pula hasil yang
diperolehnya karena keberhasilan tergantung dari cara individu memandang
kualitas kemampuan yang dimilikinya.
Pentingnya konsep diri dalam berinteraksi dan berorganisasi di
Mapasadha akan menentukan pula kualitas interaksi dan tujuan-tujuan yang akan
dicapai oleh organisasi. Individu yang mempunyai konsep diri positif akan
terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap
segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan
dipandang sebagai keputus-asaan, namun lebih menjadikannya sebagai pelajaran
berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan
mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan
Sebaliknya individu yang memiliki konsep diri negatif akan meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa,
tidak kompeten, gagal, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik
terhadap hidup. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih
sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif, akan mudah menyerah dan
cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan organisasi beserta
tujuan-tujuannya.
Konsep diri menurut Fitts (Burns, 1993) adalah sebagai kesadaran
Individu tentang citra dirinya. Dan dimensi-dimensi di dalamnya yang saling
berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, meliputi : identitas diri,
tingkah laku, kepuasan, diri pribadi, diri fisik, diri keluarga dan diri sosial.
Identitas diri sebagai anggota Mapasadha tentu berbeda dengan identitas
diri UKM lainnya, anggota Mapasadha orang-orang yang berkegiatan di alam
bebas dan mengemban nama sebagai seorang pecinta alam, apakah mereka
orang-orang yang benar-benar mencintai alam atau orang-orang-orang-orang yang suka naik gunung.
Penampilan pun apa adanya, lusuh, berambut gondrong dan kuliah lama. Dari hal
tersebut pandangan dan evaluasi yang diberikan oleh masyarakat tentu pula
berbeda-beda. Ada yang beranggapan anggota-anggota Mapasadha itu adalah
orang yang suka berkegiatan di alam bebas seperti naik gunung dan kuliah lama,
dan ada juga yang beranggapan bahwa kegitan-kegiatan Mapasadha itu bersifat
mencintai lingkungan seperti adanya pengadaan workshop mengenai pengolahan
Beranjak dari hal tersebut di atas, pemaparan tentang kehidupan
berorganisasi khususnya Mapasadha, peneliti ingin mengetahui ada masalah apa
dengan konsep diri yang dimiliki oleh anggota Mapasadha. Kancah penelitian ini
dilakukan di Mapasadha karena di Mapasadha inilah peneliti dapat mengalami
dan mengamati secara langsung kehidupan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa
masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana konsep diri yang dimiliki pada
anggota Mapasadha.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep diri seperti apa
yang dimiliki oleh anggota Mapasadha.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ada dua yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan
dalam bidang ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi sosial mengenai
konsep diri dalam organisasi tertentu. dan menambah khasanah penelitian
2. Manfaat Praktis
a. Menambah wawasan anggota Mapasadha mengenai konsep diri anggota
Mapasadha sehingga dapat mengembangkan konsep diri para anggota
dalam berinteraksi antara sesama anggota maupun anggota dengan
organisasi dan mengembangkan organisasi secara umumnya.
b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
penelitian sejenis di masa yang akan datang.
c. Bagi peneliti sebagai tambahan ilmu dimana peneliti dapat melihat
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Menurut Kamus Lengkap Psikologi (J.P Chaplin), konsep diri adalah
evaluasi individu mengenai diri sendiri ; penilaian atau penaksiran mengenai diri
sendiri oleh individu bersangkutan.
Marsh (1998) menyatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi diri
individu mengenai berbagai hal di dalam dirinya seperti mengenai kondisi fisik,
mental, sosial, emosional, pekerjaan dan akademis. Persepsi diri dapat
membentuk perilaku individu sehingga berdasar pengertian konsep diri dapat
diprediksi perilaku dari individu. Menurut Fitts (dalam Burns, 1993) yang
mendefinisikan konsep diri sebagai kesadaran Individu tentang citra dirinya.
Sedangkan menurut Gunarsa dan Gunarsa (dalam Apollo, 2007), konsep diri
adalah sikap atau pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri.
Allport menyatakan konsep diri merupakan semua wilayah yang ada pada
kehidupan individu yang sifatnya erat dan esensial (dalam Burns, 1993) yang
terdiri dari tujuh aspek :
a. Indera badan sensasi.
c. Peningkatan diri – penonjolan cinta diri.
d. Perluasan diri – mengidentifikasikan dengan orang lain dan dengan hal
lain di dalam diri.
e. Rasionalis, perencanaan, penguasaan.
f. Citra diri.
g. Upaya yang terpusat pada keberadaan diri, tingkah laku yang
dimotivasi untuk meningkatkan citra diri.
Menurut Rogers (1980), konsep diri merupakan suatu konfigurasi
persepsi mengenai karakteristik dan kemampuan seseorang, hal-hal yang
diamati dan konsep mengenai diri di dalam hubungannya dengan orang lain
dan dengan lingkungannya. Kualitas nilai yang dipersepsikan sebagaimana
dihubungkan dengan pengalaman dan objek.
Marsh (1998), dalam penelitiannya menyimpulkan definisi mengenai
konsep diri, antara lain :
a. Konsep diri suatu cerminan multidimensional, dengan dimensi tertentu
yang mencerminkan system self-referent yang menunjukkan kriteria
individu maupun kriteria kelompok.
b. Konsep diri adalah suatu hirarkis, yang merupakan persepsi mengenai
sikap dan perilaku individu di dalam situasi khusus yang bersifat
hirarki pada diri sendiri (misalnya pada lingkungan sosial, pekerjaan,
c. Konsep diri secara global adalah suatu kondisi diri yang stabil dan
terus meningkat dari situasi yang spesifik.
Berdasarkan uraian diatas, maka di dalam penelitian ini pengertian
konsep diri dapat diartikan sebagai persepsi individu mengenai dirinya secara
utuh dan menyeluruh baik mengenai citra diri, kesehatan, emosional,
hubungan sosial, pekerjaan, dan bidang akademik yang digelutinya.
2. Peran konsep diri pada pembentukan perilaku
Konsep diri selalu mengorganisasikan persepsi di dalam suatu sistem
kerja otak kemudian diaplikasikan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku
individu dipengaruhi oleh persepsi dari konsep diri yang dimilikinya. Persepsi
mempengaruhi konsep diri yang berperan penting terhadap terbentuknya
perilaku individu dalam membentuk suatu pengertian terhadap sesuatu yang
dihadapi. Dengan menggunakan logika, individu mempertahankan
integritasnya sebagai pribadi yang dia persepsikan sehingga perilaku yang
muncul adalah hasil dr konsep diri yang dimilikinya. Clooney (dalam Burns,
1993) dengan teori looking glass self menyatakan konsep diri mempengaruhi
perilaku yang merupakan hasil dari penilaian atau evaluasi terhadap diri
sendiri dan pendapat orang lain.
Konsep diri yang positif menghasilkan bentuk perilaku yang mandiri,
menghargai diri sendiri dan orang lain, serta percaya diri yang tinggi, artinya
konsep diri positif mempengaruhi perilaku yang konstruktif. Sebaliknya
berharga, rendah diri, merasa selalu gagal dan tidak memiliki rasa percaya diri
(Burns, 1993). Konsep diri terbentuk dari pengalaman pada masa lalu yang
akan mempengaruhi pengalaman baru sesuai dengan pola yang telah
terbentuk, sehingga memunculkan tingkah laku sebagai bentuk
mempertahankan konsistensi dari konsep diri yang dimiliki. Konsistensi
konsep diri adalah penting bagi pemeliharaan integritas diri. Konsistensi
konsep diri ini merupakan indikator penting yang mempengaruhi kesuksesan
dan kesehatan mental individu (Funder, 1995).
Pembentukan konsep diri merupakan hasil proses pembelajaran dari
pengalaman-pengalaman individu terutama pengalaman menganai diri sendiri,
serta penilaian orang lain terhadap dirinya. Konsepsi-konsepsi individu
terhadap diri mempengaruhi pilihan tingkah laku dan pengharapannya dalam
hidup. Tingkah laku itu mengekpresikan upaya untuk mempertahankan
integritas diri ndividu berdasarkan konsep tentang dirinya.
3. Sumber-sumber konsep diri
Untuk memiliki konsep diri yang kuat, individu harus memandang
dirinya sebagai objek dan mampu melihat dirinya dari objek-objek lain,
sehingga menimbulkan kesadaran individu akan perspektif-perspektif baru
terhadap evaluasi-evaluasi orang lain terhadapnya. Ada beberapa sumber yang
memiliki fungsi penting dalam pembentukan konsep diri individu (Burns,
a. Citra diri
Skema tubuh merupakan hal yang sangat fundamental terhadap
perkembangan citra diri. Seseorang mempersepsikan dan
mengevaluasikan tubuh dan bagian-bagiannya dengan cara yang sama
seperti dia mempersepsikan dan mengevaluasikan setiap objek
lainnya. Kesadaran tubuh dan citra tubuh melalui proses indrawi
adalah inti dari proses pembentukan identitas diri.
b. Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal maupun non verbal
“body language” yang membentuk individu untuk mendefiisikan
dirinya dan mencerminkan tentang apa yang dipikirkan individu pada
orang lain.
c. Umpan balik pada orang lain
Evaluasi yang diberikan orang lain (keluarga atau teman dekat)
memiliki peranan penting dalam pembentukan konsep diri. Clooney
(dalam Burns, 1993) menguraikan sebuah teori looking glass self
yang intinya individu mempersepsikan dirinya sesuai dengan apa yang
dipersepsikan orang lain terhadap dirinya. Hasil penilaian orang lain
terhadap individu memiliki pengaruh baik secara positif maupun
negatif bagi terbentuknya konsep diri, misalnya penilaian yang
diberikan dapat mengurangi rasa tidak aman, dapat memperkuatnya,
mengembangkan atau mengurangi pemahaman terhadap harga diri
individu.
d. Identifikasi diri;
Identifikasi diri dibentuk mulai dari masa kanak-kanak, hal ini
berkaitan erat dengan umpan balik yang diberikan orang lain terhadap
diri individu. Sikap penerimaan yang diberikan orang tua akan
membentuk perasaan positif pada diri individu sebaliknya penolakan
orang tua akan membentuk perasaan negatif pada individu.
4. Isi dan Aspek Konsep Diri
Konsep diri berkembang seiring perkembangan individu dan
mencapai puncaknya ketika masa dewasa. Proses pembentukan konsep diri ini
berlangsung secara terus menerus dengan aktif dari kelahiran sampai kematian
sejalan dengan menggali potensi-potensi yang ada. Sejalan perkembangan
individu, konsep diri pun mengalami perkembangan meluas melalui proses
identifikasi diri. Konsep diri berkembang sesuai dengan proses kedewasaan
fisik dan psikologis. Isi konsep diri (Burns,1993) antara lain :
a. Karakteristik-karakteristik fisik (penampilan fisik, bentuk, dan ukuran
tubuh). Pada masa kanak-kanak, individu lebih menekankan
kriteria-kriteria fisiknya, namun pada masa dewasa, individu lebih
menjelaskan posisi mereka di dalam hubungan dengan orang lain
b. Penampilan yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu
mencerminkan kematangan kepribadian individu.
c. Kesehatan dan kondisi fisik akan mengalami perubahan berarti seiring
perjalanan usia.
d. Memiliki ketertarikan terhadap benda-benda yang disenangi (hobi).
e. Bagaimana sikap dan perlakuan individu terhadap binatang peliharaan
mereka.
f. Hubungan keluarga (perkawinan) dan persahabatan merupakan bagian
hidup.
g. Memiliki kesenangan terhadap olah raga.
h. Konsentrasi pekerjaan dan bagaimana sikap individu terhadap
pekerjaannya.
i. Status intelektual / kecerdasan.
j. Bakat, kemampuan, dan minat khusus akan berkembang sesuai dengan
dukungan internal maupun eksternal.
k. Ciri kepribadian (temperamen, disposisi, ciri karakter, tendensi
emosional) akan berkembang berdasarkan pengalaman hidup.
l. Sikap dan hubungan sosial, minat religius, keyakinan dan praktek
religius semakin intens seiring bertambahnya pengalaman hidup.
Individu dengan konsep diri tinggi merasa bahwa lingkungan sosial
bahwa lingkungan sosial merupakan ancaman yang membahayakan
dirinya.
m. Kemampuan dalam menentukan sikap kemandirian.
Gordon (dalam Suwandi, 2004) menyebutkan bahwa isi konsep diri
merupakan hasil proses kognitif seperti persepsi, berpikir, merencanakan,
evaluasi dan memilih. Hasil ini diperoleh dari refleksi individu secara sadar
atas stimulus yang berasal dari lingkungannya, baik keluarga, masyarakat,
maupun teman sebaya.
Konsep diri terdiri dari beberapa aspek yang saling berhubungan satu
sama lainnya. Menurut Fitts (dalam Burns, 1993) Aspek-aspek konsep diri
meliputi :
a. Identitas diri : bagaimana individu mempersepsikan identitas dirinya
berdasarkan pengalaman yang dialami dan penilaian orang lain
terhadap dirinya.
b. Kepuasan : bagaimana individu merasakan tentang diri yang
dipersepsikan.
c. Tingkah laku : bagaimana individu mempersepsikan tingkah lakunya.
d. Diri fisik : bagaimana individu memandang kesehatan, penampilan,
daya tahan tubuh, citra tubuhnya.
e. Diri pribadi : bagaimana individu menilai diri pribadinya dan
f. Diri keluarga : bagaimana individu mempersepsikan dirinya dengan
mengacu pada orang-orang yang dekat atau akrab dengannya. Artinya
bagaimana individu memposisikan dirinya di dalam keluarga.
g. Diri sosial : bagaimana individu mempersepsikan dan memposisikan
dirinya di dalam hubungan sosialnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep
diri merupakan bentuk penilaian individu terhadap diri sendiri sesuai dengan
apa yang dirasakannya, yang akan mengalami perubahan seiring pertambahan
usia dan pengalaman hidupnya. Penilaian yang dilakukan individu terhadap
dirinya ditinjau berdasarkan segi fisik, moral, keluarga dan sosialnya.
5. Kriteria konsep diri positif dan kriteria konsep diri negatif
William (dalam Rakhmat, 1992) menyebutkan orang yang mempunyai
konsep diri positif memiliki ciri, yaitu : yakin akan mampu mengatasi
masalah; merasa setara dengan orang lain; menerima pujian tanpa merasa
malu; menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat; mampu
memperbaiki dirinya, karena ia sanggup menggunakan aspek-aspek
kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha untuk mengubahnya.
Konsep diri positif berkaitan dengan penerimaan diri. Hal ini berarti
bahwa seseorang yang memiliki konsep diri yang positif menerima dirinya
apa adanya dan terus-menerus berusaha memperbaiki dirinya kearah yang
Selanjutnya William (dalam Rakhmat, 1992) mengemukakan bahwa
orang yang mempunyai konsep diri negatif ditandai berbagai ciri sebagai
berikut : peka terhadap kritik, sehingga orang ini sangat tidak tahan terhadap
kritik yang diterimanya; responsif terhadap pujian; cenderung tidak disukai
orang lain; selalu mencela, mengeluh atau meremehkan apapun dan siapapun;
bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganan
untuk bersaing dengan orang lain dalam merebut prestasi.
B. Mapasadha 1. Mapala
Mapala atau Mahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang
beranggotakan para mahasiswa yang mempunyai kesamaan minat, kepedulian
dan kecintaan dengan alam sekitar dan lingkungan hidup
(http://id.wikipedia.org). Salah satu mapala yang dikenal sebagai pionir
berdirinya Mapala di Indonesia adalah Mapala UI (Universitas Indonesia) dan
salah satu pendirinya adalah Soe Hok Gie. Mapala didirikan dimaksudkan
untuk mewadahi para mahasiswa yang sudah muak dengan organisasi
mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai
iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar organisasi
(http://katastropi.blog.friendster.com). Dalam tulisannya, Soe Hok Gie
“Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh, barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik” (Maxwell, John, 2001)
Dalam perkembangannya, hampir seluruh perguruan tinggi di
Indonesia memiliki Mapala baik di tingkat universitas maupun fakultas
hingga jurusan. Salah satunya adalah Mapasadha (Mahasiswa Pecinta Alam
Universitas Sanata Dharma).
2. Sejarah Berdirinya Mapasadha
Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Sanata Dharma (Mapasadha)
merupakan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang mengkhususkan diri pada
pembinaan dan pengembangan minat, bakat, dan kreativitas mahasiswa dalam
kecintaan dan kepedulian akan kelestarian lingkungan beserta tantangannya.
(http://www.usd.ac.id) Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Mapasadha
merupakan wadah penyaluran sekaligus pengembangan minat dan bakat
mahasiswa USD dalam bidang kepecintaalaman.
Mapasadha lahir pada tanggal 10 Oktober 1981 di puncak Gunung
Lawu. Kelahiran Mapasadha diprakarsai oleh sembilan mahasiswa IKIP
Sanata Dharma (sekarang USD) dari berbagai jurusan yang ada pada waktu
akhirnya mereka bersepakat untuk mendirikan sebauh organisasi
kepecintaaalaman di IKIP Sanata Dharma. Mereka adalah Widhi, Lukas,
Agung, Markus, Sapto, Bambang, Widodo, Ida dan Brashartianto. Dan
gunung Lawu menjadi saksi atas berdirinya Mapasadha, sehingga pada
tanggal 10 Oktober setiap tahunnya Mapasadha mengadakan kegiatan kirab
Lawu untuk memperingati hari jadi Mapasadha.
3. Perkembangan Mapasadha hingga tahun terakhir
Pada tahun-tahun awal adalah masa perintisan, dimana penyesuaian
dan pemantapan terus-menerus dilakukan. Sampai tahun 1988 Mapasadha
masih menjadi salah satu bagian / sub dari Biro Olah Raga. Kegiatan
Mapasadha pada waktu itu masih terbatas hanya pada pendakian gunung saja.
Beberapa gunung yang telah disinggahi adalah Gunung Lawu, Merapi,
Merbabu, Sumbing, Sindoro, Slamet, Semeru, Rinjani, Salak, Gede,
Pangrango, Ceremai, Argopuro, Raung, Arjuna, Welirang, Agung dan
Kerinci.
Pada tahun awal ini kegiatan yang adapun masih bersifat internal,
baik dalam lingkup organisasi ataupun dalam lingkup kampus. Peningkatan
status dan kedudukan seperti yang ada sekarang ini tentunya bukan tanpa
dasar dan pertimbangan yang kuat. Jumlah anggota yang semakin banyak dan
jenis kegiatan yang semakin banyak dan berkembang merupakan sebagian
Pengembangan dan pembenahan terus dilakukan, pada tahun 1985,
Mapasadha mengadakan Lomba Lintas Alam antar SMTA se – DIY. Sejak
saat itu Mapasadha mulai mendapat nama dan tempat di kalangan Pecinta
Alam yang ada di Jogjakarta.
Pada tahun 1986 dalam Lustrum I Mapasadha, loncatan kegiatan
dimulai. Waktu itu Mapasadha mengadakan berbagai kegiatan kampus yang
melibatkan masyarakat luas di lingkungan kampus, yaitu : bersih kampus,
susur sungai, bazar, pameran dan pemutaran film kepecintaalaman, sarasehan,
penerbitan bulletin dan pendakian umum ke Gunung Lawu untuk mengenang
berdirinya Mapasadha. Kegiatan Mapasadha semakin semarak dengan
suksesnya pementasan Antologi Puisi yang bekerjasama dengan Lembaga
Kebudayaan Indonesia – Belanda yaitu Karta Pustaka pada tahun 1989.
Seiring dengan berkembangnya kegiatan, Mapasadha juga terus
berupaya membenahi perangkat organisasinya. Sejak berdirinya hingga tahun
1994 Mapasadha belum memiliki AD / ART organisasi (Anggaran Dasar /
Anggaran Rumah Tangga). Yang ada hanyalah pedoman singkat mengenai
sejarah, lambang organisasi, kegiatan dan orientasi kegiatan. Baru pada bulan
Mei 1995, dalam musyawarah anggota ke – VII, hal itu dapat terealisasi
dengan terbentuknya Pedoman Umum Mapasadha, yang fungsi dan
kedudukannya setara dengan AD / ART. Penyusunan pedoman Umum
divisi litbang. Dengan adanya Pedoman Umum ini, Mapasadha makin mantap
untuk melangsungkan aktivitasnya sebagai layaknya organisasi.
Bidang organisasi mengalami perkembangan yang pesat pada tahun
1986. Sebelumnya kepengurusan masih terbatas pada ketua suku, sekretaris
dan bendahara dan sejak berdiri sebagai UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa),
kepengurusan dikembangkan dengan danya divisi-divisi, yaitu divisi
organisasi, divisi seni dan budaya, divisi operasional, divisi sosial dana dan
divisi penelitian dan pengembangan. Pembagian kegiatan dalam divisi ini
dapat lebih terarah dan profesional sesuai minat yang dimiliki oleh setiap
anggotanya.
Bersamaan dengan terbentuknya Pedoman Umum Mapasadha, demi
efektivitas kerja, divisi yang ada disederhanakan menjadi empat divisi, yaitu :
divisi operasional, divisi seni dan budaya, divisi litbang dan sosial dana. Pada
pertengahan 1995, Mapasadha dalam koordinasi divisi penelitian dan
pengembangan melaksanakan bakti sosial di Desa Dakan (Lereng Gunung
Merbabu), salah satu desa di jalur pendakian gunung merbabu.
Hingga saat ini, Mapasadha masih dan akan terus mengupayakan
pengembangan dan variasi kegiatan-kegiatannya, dimana eksistensinya pada
Pecinta Alam yang akan lebih mengarah kepada kegiatan-kegiatan pada
kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup maupun kepedulian sosial
C. Peran Konsep Diri pada Pembentukan Perilaku Anggota Mapasadha
Dalam perkembangannya pembentukan konsep diri pada anggota
Mapasadha mengenai identitas diri sebagai seorang Mapala dimulai semenjak
calon anggota tersebut mulai mendaftar menjadi anggota Mapasadha dan ikut
berproses dalam Pra dan Orientasi Mapasadha, menjadi anggota muda hingga
menjadi anggota penuh. Erikson (dalam Burns, 1993) menyatakan bahwa
identitas timbul dari suatu integrasi yang bertahap dari semua proses identifikasi.
Dalam proses Pra dan orientasi tersebut, calon anggota (lonta) diberi materi
mengenai pengenalan organisasi Mapasadha dan sejarah berdirinya beserta
kegiatan-kegiatan yang ada di dalamnya seperti pendakian gunung
(mountaineering), pemanjatan (climbing), penelusuran gua (caving), arung jeram
(rafting), SAR (Search and Rescue) dan Kepecintaalaman. Selain itu proses
pembentukan mental sebagai seorang Mapala juga dibentuk dalam proses Pra dan
Orientasi tersebut. Pembentukan mental seperti bagaimana bertahan ketika
tersesat di gunung (survival), baik mengenai teori maupun praktek langsung di
lapangan, bagaimana solidaritas antar anggota yang merupakan sebagai satu
keluarga dan pemahaman mengenai peranan Mapala dalam terhadap lingkungan
hidup, akan diberikan melalui proses Pra dan Orientasi tersebut.
Menurut Fitts (dalam Burns, 1993) Identitas diri dapat diartikan
bagaimana individu mempersepsikan identitas dirinya berdasarkan pengalaman
yang dialami dan penilai orang lain terhadap dirinya. Identitas diri merupakan
dan simbol yang dikenakan pada diri untuk menjelaskan dan membentuk dirinya.
Pemahaman mengenai identitas diri sebagai anggota Mapasadha tentu
berbeda-beda antara anggota yang satu dengan yang lainnya. Bagi beberapa anggota,
pemahaman sebagai anggota mapasadha adalah orang yang suka naik gunung dan
berkegiatan di alam bebas dan bagi anggota lainnya menjadi seorang Mapala
adalah orang yang mencintai lingkungan dan terjun langsung dalam kegiatan yang
berhubungan dengan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Identitas diri
berkaitan erat dengan umpan balik yang diberikan orang lain terhadap diri
individu. Sikap penerimaan yang diberikan oleh anggota lain akan membentuk
perasaan positif pada diri individu sehingga mampu mengembangkan potensi
yang ada dalam dirinya, sebaliknya penolakan oleh anggota lain akan membentuk
perasaan negatif pada individu.
Konsep diri terdiri dari beberapa dimensi yang saling berhubungan satu
sama lainnya. Menurut Fitts (dalam Burns, 1993) Selain identitas diri,
dimensi-dimensi konsep diri meliputi : diri pribadi, diri fisik, diri keluarga, diri sosial,
tingkah laku dan kepuasan. Dimensi-dimensi tersebut berhubungan antara satu
dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi.
Diri pribadi adalah bagaimana seseorang menggambarkan identitas
dirinya, menilai kemampuan dirinya dan hubungannya dengan orang lain. Dalam
penggambaran identitas diri ini, Anggota Mapasadha mengemban nama sebagai
seorang pecinta alam. Sebagai seorang pecinta alam, apakah mereka orang-orang
berkegiatan di alam bebas seperti pendakian gunung, penelusuran gua maupun
panjat tebing, karena asumsi masyarakat yang berkembang saat ini adalah
kebanyakan Mapala itu adalah orang-orang yang suka naik gunung
(www.astacala.org). Namun, dalam diri pribadi anggota Mapasadha itu sendiri,
sebagian orang ada yang benar-benar peduli dengan lingkungan dan melakukan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan.
Kegiatan-kegiatan seperti pengadaan workshop tentang pengolahan sampah, penanaman
bibit pohon, pemutaran film yang berhubungan dengan pemanasan global dan
lingkungan hidup untuk civitas kampus, merupakan bukti nyata bahwa di
Mapasadha itu sendiri, ada orang-orang yang peduli dengan lingkungan hidup
yang sekarang ini semakin merosot.
Berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di alam bebas
seperti pendakian gunung, menghabiskan waktu yang cukup lama di gunung, bisa
berkisar antara tiga hari sampai satu minggu, maka diri fisik pun akan terkena
imbas dengan kegiatan tersebut.
Diri fisik dapat diartikan bagaimana individu melihat dirinya dari segi
fisik, memandang kesehatan, penampilan, daya tahan tubuh, citra tubuhnya.
Gambaran umum mengenai penampilan Mapala adalah orang-orang yang
berpakaian lusuh, dekil, berambut gondrong, dan anti kemapanan, namun tidak
semua pecinta alam berpenampilan demikian (www.astacala.org). Pada
perkembangannya, hingga tahun dua ribu, di Mapasadha masih banyak
perkembangan zaman dan adanya regenerasi yang terus menuerus berganti
penampilan seperti itu sudah mulai ditinggalkan.
Diri keluarga dapat diartikan bagaimana individu mempersepsikan
dirinya dengan mengacu pada orang-orang yang dekat atau akrab dengannya.
Artinya bagaimana perasaan dan penilaian seseorang sebagai anggota keluarga
serta harga dirinya sebagai anggota keluarga. Bagi para anggotanya, Mapasadha
adalah sebuah keluarga besar. Di dalam keluarga ini terdapat para alumni-alumni,
Anggota penuh, anggota muda dan para simpatisan.
Sebagai satu keluarga besar, dinamika kehidupan di Mapasadha hampir
sama dengan interaksi kehidupan sehari-hari pada umumnya, di dalamnya
terdapat interaksi-interaksi berupa keakraban, solidaritas, pemenuhan kebutuhan,
perbedaan pendapat, perselisihan, problem solving dan ditekankan pula
bagaimana bisa bertahan atau survive di pondok. Survive di sini dimaksudkan
sebagai eksistensi anggota mapasadha itu sendiri, bagaimana anggota itu bertahan
di pondok, tidak sekedar bertahan namun ikut berproses dalam kegiatan
organisasi dan menyumbangkan ide-ide bagi perkembangan dan kelangsungan
Mapasadha. Pondok adalah nama lain dari sekretariat Mapasadha, pondok inilah
rumah bagi para anggota Mapasadha. Pondok ini terletak di gedung UC
(university center) Sanata Dharma lantai II. Di pondok inilah tempat di mana
terjadinya interaksi tersebut, mulai dari rapat anggota, perencanaan dan
pengadaan kegiatan, evaluasi setelah kegiatan, pendaftaran dan penerimaaan
Kunjungan/silaturahmi dan kegiatan-kegiatan bersama yang diadakan
angkatan-angkatan tua atau alumni Mapasadha terhadap anggota-angota muda di pondok
adalah salah satu bukti dari adanya keakraban dan solidaritas antar anggota
Mapasadha.
Dari diri keluarga, beranjak ke diri sosial. Diri sosial dapat diartikan
bagaimana individu mempersepsikan dan memposisikan dirinya di dalam
hubungan sosialnya. Selain berhubungan dengan lingkungan internal Mapasadha
sendiri, para anggota juga berhubungan dengan lingkungan ekternal. Lingkungan
eksternal ini adalah mereka-mereka yang ada di luar anggota Mapasadha itu
sendiri seperti mahasiswa, UKM lainnya, pihak kampus dan masyarakat sekitar.
Kampus, sebagai tempat Mapasadha itu berorganisasi dan berkegiatan
memiliki pandangan dan evaluasi tersendiri terhadap Mapasadha, begitu juga
dengan masyarakat sekitar. Evaluasi yang diberikan orang lain memiliki peranan
penting dalam pembentukan konsep diri. Clooney (dalam Burns, 1993)
menguraikan sebuah teori looking glass self yang intinya individu
mempersepsikan dirinya sesuai dengan apa yang dipersepsikan orang lain
terhadap dirinya.
Hasil penilaian orang lain terhadap individu memiliki pengaruh baik
secara positif maupun negatif bagi terbentuknya konsep diri, misalnya penilaian
positif yang diberikan oleh mahasiswa lain, pihak kampus dan masyarakat pada
kegiatan-kegiatan Mapasadha seperti pengadaan workshop bagaimana
korban yang hilang baik di gunung maupun daerah pantai akan memperkuat
konsep diri anggota Mapasadha dan perlu meningkatkan kegiatan-kegiatan yang
berguna bagi masyarakat. Sedangkan penilaian negatif yang diberikan oleh
mahasiswa lain, pihak kampus, masyarakat bahwa anggota Mapasadha adalah
orang-orang yang sibuk naik gunung, berpakaian lusuh, gondrong, suka
mabuk-mabukan dan kuliah lama (walaupun tidak semua anggota demikian) dapat
mengurangi dan menurunkan konsep diri anggota-anggotanya. Konsep diri yang
positif akan mampu mencerna dan mengolah pandangan dan evaluasi dari
masyarakat baik itu penilaian positif maupun negatif sehingga lebih mampu
meningkatkan konsep diri yang dimilikinya sehingga lebih mampu berorganisasi
dengan baik dan berkarya bagi kelestarian lingkungan hidup dan kepedulian
sosial terhadap masyarakat.
Dari pembawaan diri sebagai diri sosial, diri keluarga, diri pribadi, diri
fisik, dan dari identitas diri masing-masing anggotanya, dapat dilihat tingkah
lakunya. Tingkah laku dapat diartikan bagaimana individu mempersepsikan
tingkah lakunya (Burns, 1993). Konsep diri memiliki peran pada pembentukan
perilaku. Konsep diri mengorganisasikan persepsi di dalam suatu sistem kerja
otak kemudian diaplikasikan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku individu
dipengaruhi oleh persepsi dari konsep diri yang dimilikinya. Clooney (dalam
Burns, 1993) dengan teori looking glass self menyatakan konsep diri
mempengaruhi perilaku yang merupakan hasil dari penilaian atau evaluasi
pengalaman pada masa lalu yang akan mempengaruhi pengalaman baru sesuai
dengan pola yang telah terbentuk, sehingga memunculkan tingkah laku sebagai
bentuk dari konsep diri yang dimiliki.
Sebagai seorang pecinta alam, dari pengalaman yang diperoleh sebagai
seorang mapala dan adanya pembelajaran mengenai degradasi lingkungan yang
semakin parah belakangan ini, tingkah laku yang terbentuk bagi beberapa anggota
seperti adanya kepedulian yang lebih terhadap lingkungan hidup, tingkah laku ini
dimulai dari hal-hal kecil yang dimulai dari diri sendiri dengan menanamkan
sikap 3R (Reduce, Reuse, Recycle). 3R adalah mengurangi, menggunakan
kembali dan daur ulang kembali, contoh nyatanya adalah ketika para anggota
berkegiatan di alam bebas seperti pendakian gunung dan penelusuran gua,
sampah-sampah seperti sampah plastik, puntung rokok, kaleng bekas, botol, batu
baterai dan sampah-sampah yang tidak bisa diuraikan oleh alam tidak ditinggal
begitu saja atau dibuang sembarangan melainkan dibawa kembali pulang dan di
buang di tempat sampah (walaupun tidak semua anggota bersikap demikian),
karena gunung bukanlah tempat sampah. Dalam beberapa kasus tertentu, tingkah
laku seperti ini menjadi kebiasaan bagi sebagian anggota dan diterapkan dalam
kehidupan di kota, seperti ketika merokok atau makan permen, puntung dan
bungkus permen tidak dibuang disembarang tempat melainkan sampah tersebut
dikantongi terlebih dahulu sebelum menemukan tempat sampah lalu dibuang.
Dari tingkah laku di atas dan dimensi-dimensi lainnya seperti diri sosial,
kepuasan masing-masing anggota. Menurut Fitts (dalam Burns, 1993) Kepuasan
dapat diartikan bagaimana individu merasakan tentang diri yang dipersepsikan.
Bagaimana perasaan anggota-anggota tersebut dengan adanya identitas diri
sebagai seorang pecinta alam, bagaimana diri pribadi sebagai seorang pecinta
alam, diri fisik, diri keluarga dan diri sosial serta tingkah laku sebagai seorang
pecinta alam.
Dapat disimpulkan bahwa konsep diri memiliki peranan penting dalam
pembentukan perilaku pada anggota Mapasadha. Konsep diri selalu
mengorganisasikan persepsi di dalam suatu sistem kerja otak kemudian
diaplikasikan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku anggota Mapasadha
dipengaruhi oleh persepsi dari konsep diri yang dimilikinya. Persepsi
mempengaruhi konsep diri yang berperan penting terhadap terbentuknya perilaku
individu dalam membentuk suatu pengertian terhadap sesuatu yang dihadapi.
Dengan menggunakan logika, anggota Mapasadha mempertahankan integritasnya
sebagai seorang pecinta alam, sehingga perilaku yang muncul adalah hasil dari
konsep diri yang dimilikinya.
Beranjak dari hal tersebut di atas, pemaparan tentang kehidupan
berorganisasi khususnya Mapasadha, kegiatan-kegiatan yang dilakukan baik di
alam bebas, kegiatan organisasi maupun kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi
kelestarian lingkungan hidup, dan segala bentuk permasalahan di dalamnya,
peneliti ingin mengetahui bagaimana konsep diri yang dimiliki oleh anggota
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel
dan fenomena-fenomena yang terjadi saat sekarang dan menyajikan apa adanya.
Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta
dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu (Azwar,
2001).
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini hanya menggunakan satu variabel saja. Variabel utama
dalam penelitian ini adalah konsep diri.
C. Definisi Operasional
Konsep diri adalah gambaran atau pandangan secara menyeluruh
mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan, dari konsep diri ini akan
menentukan bagaimana individu tersebut berperilaku, merasakan dan merespon
lingkungannya. Dimensi-dimensi konsep diri meliputi :
1. Identitas diri : bagaimana individu menggambarkan identitas dirinya.
2. Kepuasan : bagaimana individu menggambarkan perasaan yang
dimilikinya.
3. Tingkah laku : bagaimana individu menggambarkan tingkah lakunya,
tingkah laku berdasarkan identitas dirinya.
4. Diri fisik : bagaimana individu memandang dirinya sendiri dari segi
fisik, penampilan dan kesehatannya.
5. Diri pribadi : bagaimana individu menggambarkan diri pribadinya,
gambaran diri ini berdasarkan pengalaman individu sendiri dan
pandangan orang lain.
6. Diri keluarga : bagaimana perasaan, penilaian dan harga diri sebagai
anggota keluarga Mapasadha.
7. Diri sosial : bagaimana individu memposisikan diri sebagai anggota
masyarakat, bagaimana perannya dan kemampuannya berinteraksi
dalam masyarakat.
D. Subjek Penelitian
Teknik penggambilan subjek dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sample dengan
pertimbangan tertentu (Sugiono, 1999). Pertimbangan-pertimbangannya yaitu
subjek penelitian yang diambil meliputi anggota Mapasadha. Kriteria anggota
1. Anggota penuh :
Anggota penuh adalah anggota muda yang sudah mengikuti suatu
proses dengan ketentuan tertentu selama kurun waktu tertentu yang
telah diatur oleh tim khusus. Anggota muda tersebut adalah calon
anggota yang telah mengikuti dan lulus seleksi dalam pra dan orientasi
yang kemudian diangkat dan dilantik. Setelah dilantik menjadi
anggota muda, kemudian anggota tersebut mengikuti pendidikan lanjut
Mapasadha sehingga pada tahun berikutnya anggota tersebut sudah
menjadi anggota penuh. Yang terkait dengan keanggotaan dua jenis :
a. Anggota biasa :
Keanggotaan terbuka yang bias diperoleh oleh seluruh
mahasiswa Sanata Dharma.
b. Anggota istimewa :
Anggota istimewa adalah anggota yang diangkat oleh Pengurus
Harian Mapasadha dalam suatu sidang berdasarkan pertimbangan
anggota. Syarat menjadi anggota istimewa adalah pertama, karena
jasa diberikan demi kemajuan dan pengembangan serta
perkembangan Mapasadha, kedua karena potensi tertentu yang
dimilikinya dan dibutuhkan oleh Mapasadha. Keanggotaan ini
dapat diisi oleh mahasiswa, dosen, dan karyawan USD maupun
2. Alumni Mapasadha :
Alumni Mapasadha adalah anggota penuh Mapasadha yang
telah lulus dari Universitas Sanata Dharma dan masih menjadi anggota
Mapasadha karena keanggotaan dalam Mapasadha bersifat seumur
hidup.
3. Subjek berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berusia antara
20–30 tahun.
4. Subjek berdomisili di Daerah Istimewa Yogyakarta.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan
skala kepada responden secara langsung yaitu pada anggota Mapasadha. Skala
konsep diri ini dibuat dengan skala Likert untuk pengumpulan data dengan
metode rating yang dijumlahkan (Summated Ratings Method). Respon yang
digunakan dalam skala ini terdiri dari empat kategori pilihan jawaban yaitu : SS
(sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju).
Menurut Hadi (2004) modifikasi terhadap skala Likert perlu
dilakukan untuk menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh skala lima
tingkat, yaitu adanya arti ganda pada kategori jawaban yang terletak di tengah,
dapat diartikan ragu-ragu atau netral. Menurut Hadi (2004), subjek memiliki
kecenderungan untuk memilih jawaban yang ada di tengah atau disebut juga
peneliti tidak memberikan jawaban tengah dan hanya memberi empat pilihan
jawaban, yaitu : SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan STS
(sangat tidak setuju).
Penskoran jawaban dalam penelitian ini tergantung dari dua jenis
pernyataan yaitu favorable dan unfavorable seperti yang tertulis dalam tabel 1
berikut ini :
Tabel 1
Nilai / Skor Berdasarkan Kategori Jawaban Skor Jawaban
Favorabel Unfavorabel Sangat setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak setuju 2 3
Sa