• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTI MARENDE DI KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA: STUDI SEJARAH DAN FUNGSI SOSIAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POTI MARENDE DI KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA: STUDI SEJARAH DAN FUNGSI SOSIAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)POTI MARENDE DI KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA: STUDI SEJARAH DAN FUNGSI SOSIAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA. SKRIPSI SARJANA. O L E H. NAMA NIM. : JAMAULI TAMPUBOLON : 150707028. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2020. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(2) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(3) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(4) i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(5) PERNYATAAN. Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saaya juga tidak terdapatkarya atau pendapat yang pernah ditulis atau di terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam daftar pustaka.. Medan, 7 September 2020. Jamauli Tampubolon Nim: 150707028. ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(6) ABSTRAK POTI MARENDE DI KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA: STUDI SEJARAH DAN FUNGSI SOSIAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA Tulisan ini akan membahsas tentang poti marende di kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara. Poti marende (dibaca poti maredde) adalah sebuah istrumen musik sejenis organ pompa yang dimainkan dengan cara memompakan udara dengan menggunakan kaki dan untuk menghasilkan bunyi yaitu dengan cara menekan tuts seperti tuts piano pada umumnya. Poti marende merupakan instrument musik yang sudah ada di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara sejak masa penyebaran ajara Kristen di Tanah Batak yaitu sekitar tahun 1870an. Pada mulanya poti marende digunakan sebagai pengiring ibadah minggu di gereja-gerea Kristen Batak pada awal penyebaran agama Kristen. Poti marende di produksi di Sipoholon dan menjadi produk lokal daerah tersebut.Teori yang digunakan untuk menganalisis sejarah poti marende adalah teori asal-usul dan perubahan. Teori untuk mengkaji fungsi sosial menggunakan teori uses and fungtions. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif. Dalam proses penelitian ini, penulis mengawalinya dengan melakukan studi pustaka dan kemudia melakukan studi lapangan yang meliputi wawancara dan melakukan perekaman lapangan serta melakukan analisa untuk menuliskan hasil laporan ahir. Hasil dari penelitian ini adalah untuk memberikan infirmasi keberadaan poti marende di tanah Batak terkhususnya di kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara serta memberikan pemahaman tentang fungsi sosial poti marende bagi masyarakat Batak Toba di Kecamatan Sipoholon.. Kata Kunci: Poti marende, Batak Toba, gereja. iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(7) KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang maha kuasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi yang berjudul: “POTI MARENDE DI KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA: STUDI SEJARAH DAN FUNGSI SOSIAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA” ini diajukan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada program studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S., dan ketua Departemen Etnomusikologoi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yaitu kepada Ibu Arifninetrirosa. SST., MA. Atas bimbingan, arahan yang selalu memotivasi dan mendukung penulis serta menanamkan rasa semagat kepada penulis dalam proses penyelesaian perkuliahan di Etnomusikologi dan terimakasih juga kepada sekretaris Departemen Etnomusikologi yaitu Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si. Terimakasih yang sebesar besarnya penulis ucapkan kepada dosen pembimbing I, yaitu Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. dan kepada dosen pembimbing II, Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ph.D. atas tuntunan, nasehat serta bimbingan yang selalu diberikan dalam memotivasi penulis supaya tetap semangat dan tidak menyerah dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen Program Studi Etnomusikologi yaitu. iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(8) Drs. Fadlin, M.A., Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D., Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., Drs. Irwansyah Harahap, M.a., Drs. Prikuten Tarigan , M.Si., Dra. Frida Deliana, M.Si., Dra. Heristina Dewi, M.Pd, serta Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. Atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menjalani proses perkuliahan. Begitu juga kepada Ibu Siti Nurhawani sebagai pegawai administrasi, terimakasih atas bantuannya selama ini. Dalam tulisan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua tercinta Bapak Ganefo Tampubolon dan Ibu Rata br. Tobing yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang dan bersusah payah membiayai, mendoakan, mendukung serta memberikan semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Nasehat ayah dan ibu yang selalu menemani setiap langkah hidupku. Saya tidak dapat membalas kebaikan mereka, namun saya berjanji akan menjadi anak yang membahagiakan ayah dan ibu kedepannya. Tidak lupa juga kepada saudara-saudara penulis yang tersayang abang tertua penulis Juslin Tampubolon beserta istrinya Verawati Sitanggang, kedua kakak yang selama ini menjadi teman tinggal di Medan selama menjalankan perkuliahan, mendidik serta mengajar penulis untuk hidup di perantauan yaitu Trisna Wati Tampubolon beserta suaminya Danser Purba dan kakak Elisa Mutiara Tampubolon yang juga membantu biaya perkuliahan penulis dan selalu memberi semangat, dorongan dan juga inspirasi dalam proses penulisan penelitian ini. Sampai pada saat ini saya dapat menyelesaikan studi saya dengan baik. Tiada kata yang dapat menggambarkan betapa besarnya ucapan terimakasih saya kepada kalian. Khususnya kedua saudari saya Elisa Mutiara Tampubolon, yang telah membantu. v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(9) serta mendukung saya dari segi materil, doa, dan dukungan penuh dalam proses akademik maupun kegiatan diluar kampus. Tiada yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikanmu selain selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada narasumber saya yaitu Bapak Ardin Siregar, Bapak Albert Hutagalung yang telah menerima penulis sebagai peneliti untuk mendapatkan informasi dan data untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasi kepada sahabat-sahabat saya yaitu Joel Gultom, Candro Tobing, Yeni Sinaga, Hans Hutagalung, Rio Kenzo Purba, Yehezkiel Tarigan, Ainal Syahbri, Dolas Munthe, Ezra Ridayanti Siahaan dan Lois Gulo yang telah menyemangati dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga kepada sahabat-sahabat saya stambuk 2015 yang menjadi teman berjuang dalam menyelesaikan strata satu. Terimakasih kepada senior saya di etnomusikologi Denata Rajagukguk, M.Sn dan Rony Sinaga, S.Sn dan senior yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang juga banyak membimbing penulis selama proses perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat-sahabat saya di Komunitas Musik Tradisi Hitado yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah menjadi sahabat di berbagai pengalaman diluar kampus selama perkuliahan dan telah menjadi sahabat bertukar pikiran. Semoga komunitas musik tradisi Hitado semakin banyak menghasilkan karya dan dikenal oleh masyarakat untuk menambah semangat kita dalam pelestarian musik Tadisi. Terimakasih kepada seluruh teman. vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(10) teman yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu dengan segala kerjasama dan pertemanan yang telah dibangun selama ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan berkat dan perlindungan kepada mereka semua. Ahirnya Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dalam meningkatkan mutu pendidikan di era globalisasi ini, dan menjadi suatu bahan penelitian selanjutnya yang relevan.. Medan. Penulis, 7 September 2020. Jamauli Tampubolon. vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(11) DAFTAR ISI PERNYATAAN .............................................................................................................. i ABSTRAK .................................................................................................................... iii KATA PENGANTAR.................................................................................................... iv DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii DAFTAR TABEL, GAMBAR, BAGAN........................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1. 1.2. Pokok Permasalahan .................................................................................... 7. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 7 1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7 1.3.2 Manfaat Penelitian .................................................................................. 8. 1.4. Konsep dan Teori ......................................................................................... 8 1.4.1 Konsep .................................................................................................... 8 1.4.2 Teori ..................................................................................................... 10. 1.5. Metode Penelitian ...................................................................................... 12 1.5.1 Studi Kepustakaan................................................................................. 12 1.5.2 Penelitian Lapangan .............................................................................. 13 1.5.3 Kerja Labolatorium ............................................................................... 14. 1.6. Lokasi Penlitian ......................................................................................... 14. BAB II GAMBARAN WILAYAH KECAMATAN SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA .................................................................................................... 15 2.1.. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara dan Kecamatan Sipoholon ....... 15. 2.2.. Masyarakat di Kecamatan Sipoholon .......................................................... 19 2.2.1 Pola Perkampungan dan Letak Rumah ................................................... 20 2.2.2 Bahasa .................................................................................................. 20 2.2.3 Sistem Kekerabatan ............................................................................... 23 2.2.4 Mata Pencaharian .................................................................................. 27. viii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(12) 2.2.5 Sistem Religi ......................................................................................... 28 2.2.6 Kesenian ............................................................................................... 31 BAB III KEBERADAAN DAN SEJARAH POTI MARENDE DI KECAMATAN SIPOHOLON................................................................................................................ 35 3.1 Pengertian Poti Marende .................................................................................. 35 3.2 Sejarah Poti Marende ....................................................................................... 38 3.2.1 Tahun 1861-1911: Periode Pertumbuhan Gereja di Indonesia Khususnya Tanah Batak................................................................................................... 39 3.2.2 Tahun 1911-1936: Periode Perkembangan, Peningkatan dan Pendewasaan Gereja di Tanah Batak ................................................................................... 43 3.2.3 Tahun 1936-1961: Periode Pembenahan Diri HKBP Dalam Era Pembenahan dan Pembangunan Negara Indonesia .......................................... 46 3.2.4 Tahun 1961-2020: Periode Pengharapan HKBP Memasuki Industri yang Maju dan Modern Dalam Konteks Global ...................................................... 48 3.3 Poti Marende Dalam Kurikulum Pendidikan Seminari HKBP .......................... 55 3.3.1 Sekolah Kateket di Parau Sorat, Sipirok ................................................ 55 3.3.2 Singkola Mardalan-Dalan ...................................................................... 56 3.3.3 Seminari Pansur Napitu ......................................................................... 56 3.4 Mekanisme Produksi Bunyi Pada Poti Marende ............................................... 57 3.5 Teknik Permainan Poti marende....................................................................... 67 BAB IV ANALISIS FUNGSI SOSIAL POTI MARENDE PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI SIPOHOLON ................................................................................. 73 4.1 Pengaruh Instrumen Poti Marende Pada Masyarakat Batak Toba ..................... 74 4.1.1 Sistem pengetahuan ............................................................................... 75 4.1.2 Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi .................................................. 77 4.1.3 Sistem Mata Pencaharian Hidup ............................................................ 78 4.1.4 Sistem Religi ......................................................................................... 80 4.1.5 Sistem Kesenian .................................................................................... 81 4.2 Fungsi Sosial Poti Marende Pada Masyarakat Batak Toba Di Sipoholon .......... 85 4.2.1. Fungsi Penghayatan Estetis ............................................................. 85. 4.2.2. Fungsi Hiburan ............................................................................... 86. ix UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(13) 4.2.3. Fungsi Komunikasi ......................................................................... 87. 4.2.4. Fungsi Reaksi Jasmani .................................................................... 88. 4.2.5. Fungsi Kesinambungan Kebudayaan .............................................. 89. 4.2.6. Fungsi Pengintegrasian Masyarakat ................................................ 91. BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP .................................................................... 93 5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 93 5.2 Saran ............................................................................................................... 97 DAFTAR INFORMAN................................................................................................. 99 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 101 DAFTAR SITUS WEB ............................................................................................... 103. x UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(14) DAFTAR TABEL, GAMBAR, BAGAN Tabel 1: dafatar kosakata penyebutan anggota tubuh ............................................ 22 Tabel 2: tabel akasara Batak ................................................................................. 23. 2. Gambar 1: mekanisme poti marende Gambar 2: peta kabupaten Tapanuli utara. 16. Gambar 3: peta kecamatan Sipoholon. 18. Gambar 4: poti marende yang dibuat oleh Ardin Siregar di Sipoholon. 37. Gambar 5: Bapak Immanuel sedang membersihkan poti marende buatannya. 49. Gambar 6: Poti Marende di seminarium Sipoholon yang dibuat oleh Bapak Ardin Siregar 50 Gambar 7 Suasana di bengkel milik Bapak Immanuel Siregar sekitar tahun 1970-an 51 Gambar 8: Suasana di bengkel milik Bapak Immanuel Siregar sekitar tahun 1970-an 51 Gambar 9: Suasana di bengkel milik Bapak Ardinl Siregar sekitar tahun 1980-an 52 Gambar 10: Seorang evanggelis yang sedang mencoba poti marende buatan Ardin Siregar sekitar tahun 1970-an di kota Medan 53 Gambar 11: poti marende yang sedang direparasi oleh bapak Ardin Siregar saat proses penelitian berlangsung (2020) 54 Gambar 12: Sketsa tampak depan poti marende. 60. Gambar 13: Sketsa tampak belakang poti marende. 61. Gambar 14: Sketsa tampak samping poti marende. 61. Gambar 15: ipit-ipit poti marende. 62. Gambar 16: letak ipit-ipit pada poti marende. 63. Gambar 17: tuts poti marende. 63. Gambar 18: sketsa tuts tampak samping. 64. Gambar 19: tongkat di bawah tuts. 65. Gambar 20: posisi bellow. 66. Gambar 21: posisi pedal. 66. xi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(15) Gambar 22: mekanisme poti marende. 67. Gambar 23: Tinggi rendahnya posisi nada poti marende. 68. Gambar 24: posisi tangan di atas tuts poti marende. 69. Gambar 25: posisi tangan dan penjarian saat memainka poti marende. 69. Gambar 26: lagu NA LOJA HO O DONGAN HI yang terdapat di nomor 503 dalam buku ende Ganbar 27: lagu NA LOJA HO O DONGAN HI yang terdapat di nomor 343 dalam buku logu. 72. Gambar 28: Bapak Ardin Siregar sedang mengajari anak-anak mameinkan poti marende sekitar tahun 1980-an. 77. 71. xii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(16) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini akan menelusuri sejarah masuknya poti marende (pump organ) serta membahas tentang fungsi sosialnya pada masyarakat Batak Toba di kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara. Sejauh penelusuran penulis, poti marende adalah tonggak sejarah dimulainya proses pembelajaran tradisi musik barat pada masyaraka Batak Toba di kecamatan Sipoholon. Sejarah ini juga tidak terlepas dari kegiatan penyebaran ajaran Kristen pada masyarakat Batak Toba di Tanah Batak oleh misyonaris Jerman yang digagas oleh institusi yang bernama Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) yang kini berubah menjadi Variente Evangelische Mission (VEM).1 Poti marende adalah sebuah instrumen musik yang berjenis organ pompa yang memiliki tuts seperti piano pada umumnya dan mekanisme produksi bunyinya dilakukan dengan cara memompakan udara dengan menggunakan kaki ke kantong udara. Satu-satunya cara untuk mengeluarkan udara dari dalam kantong udara adalah dengan cara menekan tuts. Ketika tuts ditekan, udara akan dilepas melewati lobang-lobang kecil yang posisinya terletak di bawah tuts, kemudian udara yang. 1. Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) adalah salah satu organisasi misionaris terbesar di Jerman. Organisasi ini didirikan sejak tahun 1799. Organisasi ini mulanya dibentuk dengan misi penginjilan kecil dan secara resmi pada tahun 1828 menjadi pentauan dari tiga misi penginjilan di Elberfelt, Barmen dan Coln. Organisasi inilah yang menaungi missionaris yang dikirim ke Indonesia yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1971, RMG dan Bethel Mission bergabung dan merunah namanya mmenjadi Variente Evangelischen Mission (VEM). (Wikipedia Bahasa Indonesia). 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(17) melewati lobang tersebut akan menggetarkan reed (lidah getar) yang posisnya terletak di atas lobang-lobang tersebut yang menyebabkan reed menghasilkan bunyi. Memiliki satu reed dalam setiap tuts. Tangga nada yang dihasilkan adalah tangga nada diatonis. Instrumen ini pada dasarnya dipakai untuk mengiringi nyanyian jemaat pada ibadah-ibadah gereja (ibadah minggu) pada masa penyebaraan ajaran Kristen di tengah komunitas Batak Toba. Pemain poti marende disebut dengan parpoti.. Gambar 1: mekanisme poti marende Sumber: http://danielgraves.blogspot.com/2012/07/restoring-reed-organ-part-3resources.html Kegiatan penyebaran agama Kristen, yang dikenal juga dengan istilah kegiatan Batakmission, merupakan cikal bakal dimulainya akulturasi budaya Barat dan budaya Batak, dimulai dari Sipirok pada tanggal 7 oktober 1861 dimana dua zendeling RMG yaitu, Klammer dan Betz, bersamaan dengan dua zendeling. 2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(18) Ermelo, yaitu Van Asselt dan Heine.2 Langkah pertama yang mereka laksanakan adalah mendirikan sekolah, baik itu sekolah yang baru maupun meneruskan sekolah yang lama yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Karena pada masa itu pemerintahan masih dipegang oleh Belanda, maka sudah banyak sekolah yang didirikan oleh pemerintahan Kolonial Belanda. Pemerintahan Belanda mendirikan sekolah dimana lulusan-lulusan sekolah tersebut dipakai sebagai pekerja untuk kepentingan pemerintahan Kolonial, sementara RMG mendirikan sekolah dengan tujuan untuk pembelajaran hamajuon.3 Pada tahun 1866, A. Schreiber tiba di sipirok yang diutus oleh RMG untuk menjadi guru sekolah kateket yang akan didirikan. Pada bulan April tahun 1868 sekolah kateket (belakangan disebut seminari) pertama didirikan. Siswa pertamanya berjumlah lima orang dan sudah di baptis. Mereka merupakan tamatan SD terbaik. Lama belajarnya selama dua tahun yang diasuh oleh Schreiber dengan bantuan dua zendeling setempat, yaitu Klammer dan Schutz. Bahasa yang digunakan sebagai bahasa penghantar adalah bahasa Batak Angkola. Di sekolah kateket yang pertama inilah dimulai adanya mata pelajaran musik barat dimana salah satunya adalah bernyanyi. (Aritonang, 1988; 180) Pada tahun 1870-an Batakmission sudah semakin bergeser ke Utara yang berbahasa Batak Toba. Hal yang sulit bagi siswa yang dari Utara karena bahasa penghantar di sekolah yang berbahasa Batak Angkola. Pada tahun 1877. 2. Zendeling Ermelo adalah misionaris yang bearasal dari Belanda. Hamajuon dalam terjemahan bebas berarti kemajuan, hamajuan sendiri bukan lagi berasal dari Bahasa batak asli karena kata dasarnya “maju” dari Bahasa melayu yang ditambah imbuhan “ha” dan “on” dari Bahasa batak. Hamajuon yang dimaksud oleh misionaris disini adalah kemajuan rohani, kemajuan klahiriah seperti pendidikan, kesejahteraan sosial daan ekaonomi, serta kesehatann. (Aritonang, Jan S., Sejarah Pendidikan Kristen Di Tanah Batak.(1988), h. 289. 3. 3 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(19) Batakmission memutuskan untuk memindahkan sekolah ini ke Pansur Napitu, Silindung. Namun, sebelum itu telah dibuka singkola mardalan-dalan di Silindung sejak tahun 1874.4 Lembaga ini disebut dengan singkola mardalan-dalan karena siswanya harus belajar dari tempat zendeling yang satu ke tempat zendeling yang lain. Sampai ahirnya pada tahun 1877 sekolah zendeling yang di Parausorat resmi dipindahkan ke Pansur Napitu. (Aritonang, 1988; 182-183) Karena tingginya minat masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya di seminarium Pansur Napitu, sehingga menyebabkan tenaga guru dan gedung yang tidak memadai, maka pada konferensi tahun 1900 Batakmission memutuskan untuk memindahkan seminari Pansur Napitu ke Sipoholon, sekaligus menambah tenaga gurunya. Pada 17 Desember 1901 seminarium diresmikan dan siswa dari seminarium Pansur Napitu ikut di pindahkan ke lokasi seminari yang baru. (Aritonang, 1988; 236-237) Pada tahun 1902 di seminarium yang baru yaitu di Sipoholon kurikulum yang lama diubah, dimana pada tahun pertama belajar ada mata pelajaran musik barat yaitu belajar memainkan poti marende untuk nantinya digunakan murid lulusan seminari sebagai pengiring ibadah minggu di gereja-gereja. Dari sekolah sekolah yang didirikan oleh Belanda dan RMG inilah pembelajaran musik barat masuk dalam kurikulum pembelajaraan. Dimulai dengan belajar bernyanyi dan memainkan poti marende di sekolah seminarium. (Aritonang, 1988; 347- 248). 4. Ada tiga yang jadi pengajar singkola mardalan-dalan ini yaitu Nommensen, Johansen dan Mohri. Jumlah muridnya dua puluh orang yang merupakan lulusan SD terbaik.. 4 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(20) Dengan hadirnya poti marende di lingkungan masyarakat tentunya memiliki pengaruh dan dampak terhadap perubahan budaya pada masyarakat Tapanuli Utara yang mayoritas suku Batak Toba. Terutama pada sistem budaya musik yang pada dasarnya masih kental dengan musik tradisi yaitu gondang.5 Poti marende yang pada dasarnya memiliki tangga nada diatonik adalah hal yang baru dalam sistem musik pada masyarakat Batak Toba di kecamatan Sipoholon. Nomensen melihat hubungan erat antara gondang yang merupakan system kesenian musikal Batak Toba dengan upacara keagamaan Batak tradisional yang dinilai “kafir”, sehingga tidak layak untuk digunakan di lingkungan gereja maupun sekolah. Sehingga pemakaian gondang dalam upacara adat Batak yang sudah menjadi Kristen dilarang oleh gereja. Sebagai gantinya para missionaris mengenalkan poti marende sebagai alat musik pengganti untuk dipelajari masyarakat. Dewasa ini poti marende sudah jarang atau bahkan keberadaannya belakangan ini tidak diketahui oleh kalangan masyarakat, karena berhentinya produksi. Peranannya pun sudah digantikan oleh alat musik yang lebih modern seperti, organ listrik dan keyboard. Masuknya tehknologi dan berkembangnya industri musik pop memberi kontribusi pada perubahan tersebut. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa nilai sejarah yang diwariskan poti marende sebagai tonggak sejarah dimulainya pengetahuan masyarakat Batak Toba tentang musik barat dan. 5. Gondang pada dasarnya memiliki pengertian yang beragam tergantung pada situasi dan konteks apa dan bagaimana kata tersebut digunakan. Gondang memiliki makna antara lain, 1) Perangkat alat musik; 2) Repertoar musik; 3) Satu komposisi musik; 4) Tempo lagu; 5) Suatu upacara; 6) Tarian. (Harahap 2016, h. 159,160). 5 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(21) kebudayaan-kebudayaan musik barat lainnya merupakan hal penting pengadaan poti marende. Bahkan sebagian masyarakat Batak Toba di Sipoholon menggantungkan perekonomian keluarganya dengan bekerja sebagai pengrajin alat musik Barat seperti, gitar dan poti marende itu sendiri. 6 Lalu apa yang menjadi hubungan poti marende dengan produksi gitar di Sipoholon? Bagaimana proses kontak budaya yang terjadi di Sipoholon sehinngga masyarakat lebih memahami musik barat daripada musik asli daerah tersebut. Kontribusi seperti apa yang diberikan poti marende sehingga mempengaruhi kebudayaan di Batak Toba? Dalam budaya masyarakat Batak Toba tentunya poti marende memiliki fungsi sosial. Lalu, apa fungsi sosial poti marende pada masyarakat Sipoholon sehingga mempengaruhi mata pencaharian, upacara adat dan sistem musik dalam upacara dan kehidupan keseharian masyarakat. Lalu bagaimana proses masuk poti marende pada masyarakat terssebut sehingga mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian untuk mengkaji dampak dari hadirnya poti marende pada masyarakat Batak Toba di Sipoholon dan bagaimana penelitian ini bisa menunjukkan bahwa kehadiran. poti marende beserta hubungannya kepada. masyarakat merupakan sebuah tatanan nilai yang patut dicatat sebagai tonggak. 6. Penulis menemukan banyak pengrajin alat musik barat di kecamatan Sipoholon dan melihat bahwa. kebanyakan pembuat alat musik tersebut mengetahui pembuata alat musik barat. Misalnya, gitar dan poti marende tetapi tidak mengetahui pembuatan alat musik tradisi Batak Toba.. 6 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(22) sejarah perubahan ilmu pengetahuan musik pada masyarakat Batak Toba di Sipoholon. Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan di atas mengenai poti marende maka penulis merasa tertarik untuk menyusun serta menuliskan menjadi skripsi yang berjudul: “POTI MARENDE DI KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA: STUDI SEJARAH DAN FUNGSI SOSIAL PADA MASYARAKAT BATAK TOBA” 1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis menentukan yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana proses kontak budaya dan kontribusi poti marende sehingga poti marende masuk di kecamatan Sipoholon dan merangsang terbentuknya usaha pembuatan alat-alat musik barat termasuk poti marende? 2. Apa fungsi sosisal poti marende dalam hal nilai budaya pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Sipoholon? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Dalam tulisan ini ada tujuan dan manfaat yang ingin penulis capai dengan menyesuaikan latar belakang masalah dan pokok permasalahan yang sudah penulis uraikan sebelumnya. Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah.. 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:. 7 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(23) 1. Untuk mengetahui kontak budaya dan kontribusi poti marende yang terjadi sehingga poti marende masuk dan mempengaruhi kebudayaan lokal di Kecamatan Sipoholon. 2. Untuk mengetahui fungsi sosial budaya poti marende pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Sipoholon. 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memperluas wawasan pembaca tentang pemahaman poti marende dan pengaruhnya terhadap musik Batak Toba. 2. Salah satu upaya untuk menambah informasi mengenai poti marende khususnya di Kecamatan Sipoholon. 3. Untuk memperoleh gelar Sarjana Seni dari program studi Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.. 1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep Sejarah adalah kejadian yang terjadi padaa masaa lampau yang disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan berbagai peristiwa. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sejarah merupakan asal usul, kejadian ataupun peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan konsep “sejarah” adalah kajian terhadap masa lampau, khususnya bagaimana kaitan dan dampak dengannya manusia. Sejarah sangat berhubungan erat dengan manusia karena sejarah dapat. 8 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(24) dibuktikan dengan peninggalan dan tulisan-tulisan yang ditulis oleh manusia karena dalam penelitian ini sejarah diartikan sebagai asal-usul. Ini adalah istilah umum yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu serta penemuan-penemuan dan penyajian informasi mengenai suatu peristiwa. Begitu juga dengan sejarah poti marende yang ada di kecamatan Sipoholon, sudah dapat dipastikan bahwa poti marende tersebut memiliki asal-usul mengenai keberadaan pembuatnya di daerah Tapanuli Utara. Studi adalah sebuah proses penelitian dimana informasi di catat untuk sekelompok orang. Informasi ini dikenal sebagai data. Jadi studi sejarah merupakan penelitian dan pencatatan data informasi tentang asal-usul dan bagaimana hubungan dan dampak poti marende dengan manusia pada masa lampau di masyarakat Sipohon. Temuan penulis di lokasi penelitian dan melalui buku-buku dan peninggalan yang masih ada akan diuraikan dalam tulisan berbasis data informasi agar mendapatkan pemahaman tentang poti marende tersebut secara keseluruhan. Sejarah dalam penelitian ini akan berhubungan erat dengan masyarakat karena peristiwa sejarah itu dialami oleh masyarakat. Yang dimaksud dengan konsep “fungsi” dalam tulisan ini adalah merupakan dampak dari suatu peristiwa, kegiatan, kejadian, bagi atau terhadap pelaku mauoun orang lain. Fungsi dan tujuan pada dasrnya memiliki hubungan yang erat. Dimana suatu kegiatan memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dan tujuan tersebut akan memberi dampak bagi pelaku maupun orang lain. Sama halnya dengan poti marende, poti marende dibuat dan digunakan untuk mencapai suatu tujuan dimana tujuan akan memberi dampak terhadap pembuat, pelaku atau pemain, maupun. 9 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) pembeli dan pendengar poti marende. Dalam hal ini penulis melihat kegunaan dan fungsi poti marende pada masyarakat Batak Toba khususnya di Kecamatan Sipoholon. Masyarakat adalah sekumpulan manusia, yang dalam kehidupanya melakukan kerjasama secara kolektif karena saling ketergantungan diantara mereka (Frida Deliana Muhammad Takari, 2009:1). Dalam hal ini masyarakat Batak Toba merupakan masyarakat yang tinggal di daeraah kecamatan Sipoholon. Maka studi sejarah dan fungsi poti marende pada masyarakat Batak Toba adalah proses pencatatan data dan informasi mengenai asal-usul dan pengaruh poti marende terhadap budaya masyarakat dan proses perkembangannya sehingga dapat mengetahui fungsinya bagi masyarat dan juga menguraikan proses pembuatan dan proses perkembangan poti marende. Dengan demikian penulis menjadi lebih mengetahui sejarah, dampak pembuatan dan keberadaan poti marende terhadap budaya yang ada pada masyarakat.. 1.4.2 Teori Teori digunakan sebagai panduan dalam permasalahan yang akan dijabarkan. Dalam tulisan ini penulis akan menggunakan teori guna untuk membahas dan mendukung jawaban dari pokok permasalahan. Untuk memahami mengenai studi sejarah poti marende, penulis berpedoman kedapa pendapat Bruno Nettl (Nettl dalam terjemahan Nathalian 2012, 221-232) yaitu asal usul dan perubahan. Menyatakan bahwa aspek-aspek historis etnomusikologi dapat dikelompokkan kedalam dua klasifikasi mendasar yaitu asalusul dan perubahan. Penjelas dari asal-usul dari suatu fenomena merupakan akar. 10 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) dari banyaknya perkembangan dalam ilmu manusia. Begitu juga halnya dengan poti marende, mengetahui sejarah poti marende akan sejalan dengan mengetahui akar perkembangan dan perubahan musik pada masyarakat Batak Toba di Sipoholon. Untuk mengetahui fungsi poti marende penulis berpedoman pada pendapat Allan P. Merriam (1962, 209-226) yang menyatakan bahawa penggunaan musik yang meliputi perihal pemakaian musik dan konteks pemakaiannya atau bagaimana musik itu digunakan. Penulis berpedoman pada sepuluh fungsi musik yang dikemukakan oleh Alan. P Meriam tanpa menutup kemungkinan ada fungsi musik yang lain yang berbeda dari fungsi musik yang dikemukanan oleh Alan. P Meriam yang mungkin penulis temui di lokasi penelitian. Dalam penelitian etnomusikologi ada dua pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan etik dan pendekatan emik. Pendekatan emik peneliti tidak membuat ukuran-ukuran maupun kriteria-kriteria sendiri dalam mengamati fenomena kebudayaan, tetapi berusaha menangkap Bahasa maupun kebuyaan masyarakat itu dengan ukuran dan kriteria pemilik Bahasa ataupun masyarakat tertentu yang diteliti. Pendekatan etik menekankan pada ukuran, kriteria dan paradikma dari sisi penelti. Jadi dalam pendekatan etik penulis membuat kriteria-kriteria dan ukuran sendiri dalam mengamati proses kebudayaan tanpa memperhatikan Bahasa ataupun budaya masyarakat yang di teliti dengan ukuran kriteria peneliti. Pendekatan secara emik digunakan dalam tulisan ini untuk melengkapi teori tersebut yang akan melihat gambaran.. 11 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) 1.5 Metode Penelitian Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan yang sudah terkonsep guna untuk mencapai suatu tujuan. Sementara penelitian merupakan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hatihati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis, 2006: 24). Maka, metode penelitian adalah segala cara yang digunakan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip. dengan tersistematis. untuk mewujudkan kebenaran,. pengetahuan dan informasi dalam objek penelitian. Metode penelitian diharapkan dapat membantu mengarahkan penulis untuk melakukan penelitian ilmiah guna memperoleh hasil penelitian ilmiah yang mengacu kepada pokok permasalahan yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang berifat. mengumpulkan informasi dari berbagai sumber,. mengkhususkan dan menerangkan data dengan menguraikan makna-makna dengan mewawancarai beberapa informan.. 1.5.1 Studi Kepustakaan Koentjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa studi pustaka bersifat penting karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam objek penelitian. Dengan adanya studi pustaka penulis yang masih pemula dalam menulis sebuah penelitian ilmiah dan masih awam akan diperkaya dengan informasiinformasi pendukung awal dalam berbagai sumber buku yang berhubungan dengan penelitian ini.. 12 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) Studi kepustakaan tergolong dalam kerja labolatorium. Dimana sebelum penulis melakukan penelitian, penulis mengumpulkan data-data dan merangkum data-data yang di dapat. Cara ini dimaksudkan untuk mempermudah penulis saat terjun dan mengumpulkan data lapangan. Sejauh ini penulis sudah menggali informasi dari berbagai media sosial yaitu internet. Selain itu penulis juga mencari informasi dari buku, artikel, jurnal yang membahas suatu yang berhubungan dengan topik penelitian yang sudah ditentukan oleh penulis. Semua data yang di dapat baik melalui buku, artikel, dan internet membantu peneliti untuk mempelajari dan membandingkannya untuk kesempurnaan penelitian ini. 1.5.2 Penelitian Lapangan Penelitian lapangan merupakan kegiatan pengumpulan data dengan mencari fakta-fakta yang relevan untuk mencari pokok permasalahan yang sudah di tentukan sebelumnya. Penulis juga mengunjungi lokasi penelitian guna untuk memperoleh informasi secara langsung dari masyarakat sekitar lokasi penelitian melalui komunikasi langsung. Dalam hal ini penulis bertemu dengan seorang informan yaitu Bapak Ardin Siregar yang merupakan pembuat poti marende yang masih aktif bekerja hingga saat ini dan menanyakan informasi mengenai objek penelitian. Penulis juga bertemu dengan beberapa informan yang berkompeten tentunya dalam bidang poti marende. Untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi penulis juga bertemu dan berbincang-bincang dengan masyarakat yang tinggal tidak jauh dari bengkel pembuatan poti marende.. 13 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(29) 1.5.3 Kerja Labolatorium Kerja Laboratorium adalah saat dimana semua data yang didapat dari studi kepustakaan dan data yang didapat dilapangan digabung dan dilakukan sinkronisasi atau pencocokan guna untuk menyusun data yang dihasilkan dan menuliskannya ke dalam skripsi dengan mengacu kepada hasil yang sudah penulis dapatkan. Pada akhirnya, hasil yang diperoleh akan ditulis secara sistematis berdasarkan kerangka penulisan. Jika penulis masih kekurangan data, maka penulis akan kembali menjumpai informan dengan tujuan menanyakan kembali hal yang belum lengkap dalam penyusunan data tersebut. Hal ini dapat penulis lakukan secara berulangulang.. 1.6 Lokasi Penlitian Adapun yang menjadi lokasi penelitian yang penulis tentukan dalam proses penelitian ini adalah di desa Lumban Baringin Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara. Alasan penulis memilih lokasi ini dikarenakan tempat pembuatan pertama poti marende berlokasi di desa tersebut dan penulis juga masih menemukan setidaknya ada dua poti marende yang masih dapat dimainkan dengan baik dan dua poti marende yang masih dalam proses pengerjaan reparasi saat penelitian berlangsung di desa tersebut. Untuk menambah informasi penulis juga mengumpulkan sejumlah data dan informasi dari orang-orang yang tentunya menegetahui tentang poti marende tersebut diantaranya masyarakat sekitar, seniman yang mengetahui tentang poti marende tersebut.. 14 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) BAB II GAMBARAN WILAYAH KECAMATAN SIPOHOLON, KABUPATEN TAPANULI UTARA Bab ini menjelaskan secara ringkas tentang etnografi masyarakat Batak Toba yang tinggal di Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara dikarenakan kecamatan tersebut menjadi wilayah penelitian penulis. Bab ini tidak hanya menguraikan mengenai lokasi penelitian, melainkan juga meliputi penduduk, sistem kekerabatan, agama dan kepercayaan, dan sistem kesenian masyarakat yang tinggal di Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara yang menjadi lokasi penelitian. Uraian pada bab ini penting untuk mendukung pembahasan pada aspek sosial masyararakat. Oleh karena itu hal-hal terkait etnografi ini dimaksudkan dapat memberikan penjelasan yang cukup untuk mendukung diskusi terkait dampak dan fungsi sosial poti marende terhadap masyarakat Sipoholon.. 2.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara dan Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang terletak di wilayah dataran tinggi Sumatera Utara. Secara geografis letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu, di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, di sebelah Timur berbatasan langsung dengan Labuhan Batu Utara, di sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan di sebelah Barat berbatasan dengan Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah. 7. 7. Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2020. 15 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.800,31 km2 yang terdiri dari luas dataran 3.793,71 km2 dan luas perairan Danau Toba 6,60 km2. Dari lima belas kecamatan yang ada yaitu Parmonangan, Adiankoting, Sipoholon, Tarutng Siatas Barita, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban, Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran, Muara. Luas kecamatan Sipoholon 189,20 km2 atau 4,99% dari luas Kabupaten Tapanuli Utara. Pada tahun 2019, Kabupaten Tapanuli Utara terbagi dalam 252 desa dan kelurahan dimana 14 desa diantaranya adalah desa yang terdapat di Kecamatam Sipoholon. Kabupaten Tapanuli Utara yang berada pada rata-rata ketinggian lebih dari 900 meter di atas permukaan laut sangat berpeluang memiliki curah hujan yang banyak yaitu dengan suhu udara rata-rata adalah 220 C.8. Gambar 2: peta kabupaten Tapanuli utara Sumber: http://desnantara-tamasya.blogspot.com/2013/07/peta-kabupatentapanuli-utara.html. 8. Kabupaten Tapanuli Utara Dalam Angka 2020. 16 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) Adapun lokasi penelitian penulis berada kecamatan Sipoholon yang menjadi salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara. Batas-batas wilayahnya adalah berbatasan dengan kecamatan Parmonangan di sebelah Barat, di sebelah Timur Kecamatan Tarutung yang merupakan Ibukota Kabupaten Tapanuli Utara, di sebelah Selatan Kecamatan Adiankoting, sebelah Utara Siborongborong dan Pagaran. Topografis Kecamatan Sipoholon yang menjadi loksi penelitian penulis terletak pada ketinggian 900 – 1200 meter diatas permukaan laut. Luas wilayah kecamatan Sipoholon yaitu 189,20 km2. Letak geografis Kecamatan Sipoholon adalah 2000 – 2006 Lintang Utara dan 98045 – 98058 Bujur Timur. Kecamatan Sipoholon sendiri terbagi dalam 14 desa atau kelurahan yaitu, Rura Julu Toruan, Rura Julu Dolok, Simanungkalit, Hutauruk, Situmeang Habinsaran, Situmeang Hasundutan, Lobu Singkam, Pagar Batu, Sipahutar, Hutaraja, Tapian Nauli, Hutaraja Hasundutan, Hutaraja Simanungkalit, Hutauruk Hasundutan. Kendati demikian, tidak semua desa yang penulis kunjungi dalam melakukan penelitian ini, hanya beberapa desa saja yang mungkin bisa memberikan informasi kepada penulis salah satu desa yang menjadi tujuan penulis adalah desa Hutauruk. Desa Hutauruk Sendiri adalah desa tempat dimana Bapak Albert Hutagalung dan Bapak Ardin Siregar tinggal. Mereka merupakan informan Penulis dalam pengerjaan skripsi ini dikarenakan mereka adalah generasi kedua pembuat poti marende. Desa Hutauruk ini memiliki luas sekitar 6,92 km2 atau 3,66% luas Kecamatan Sipoholon dan berada pada ketinggian 969 m di atas permukaan laut.9. 9. Kecamatan Sipoholon Dalam Angka 2019. 17 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) Untuk mencari informasi yang lebih lengkap lagi penulis akan mencari ke informasi ke desa desa lain yang bisa saja menyimpan banyak informasi mengenai topik penelitian.. Gambar 3: peta kecamatan Sipoholon Sumber: https://www.wikiwand.com/id/Sipoholon,_Tapanuli_Utara. Seperti di lihat pada peta, dekat dengan desa Hutauruk terdapat desa simanungkait, dimana di desa Simanungkalit tersebut terdapat sebuah sekolah tinggi. Nama sekolah tinggi tersebut adalah Sekolah Tinggi Guru Huria (STGH) Seminarium Sipoholon. STGH Seminarium Sipoholon adalah perguruang tinggi yang dikhususkan untuk menjadi vorhanger atau Guru Huria dalam melayani di beberpa gereja Kristen Protestan terutama di gereja-gereja yang beraliran Lutheran, namun diutamakan di gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). Di Instansi. 18 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) pendidikan ini sudah mulai diajarkan pembelajaran musik barat sejak lembaga pendidikan ini berdiri. 10 Termasuk juga pergi ke daerah Kecamatan Tarutung yang berjarak 6 km2 dari kantor Camat sipoholon untuk mencari lebih banyak informasi lagi, Tarutung sendiri menjadi salah satu kota yang pada pemerintahan Belanda menjadi pusat pendidikan yang dibangun oleh pemerintah Belanda di Tapanuli, dimana terdapat sekolah yang berbahasa Belanda diberi nama HIS (Holland Inlands School) yang didirikan pada Tahun 1902. (Aritonang, 1988; 290). Di Kecamatan Tarutung terdapat Kantor Pusat HKBP yang merupakan peninggalan dari perjalanan misyonaris yang membawa budaya musik barat ke Tanah Batak.. 2.2. Masyarakat di Kecamatan Sipoholon Berhubungan dengan multikultural, Kecamatan Sipoholon di dominasi oleh suku Batak Toba. Jarang di temukan suku lain yang mendiami wilayah tersebut. Hal tersebut menyebabkan kegiatan yang dilakukan masyarakat selalu bernuansa Batak Toba. Seperti halnya upacara adat masyarakat menggunakan sesuai aturan adat Batak Toba. Setiap desa atau dusun di Kecamatan Sipoholon biasanya dihuni oleh satu kelompok marga yang dominan menghuni desa tersebut. Berdasarkan “Tapanuli Utara Dalam Angka 2020” jumlah penduduk Kecamatan Sipoholon berjumlah 24.062 jiwa dengan jumlah rumah tangga 5.693 KK.. 10. Mengenai pembelajaran musik dan bernyanyi pada tahun 1884 (sebelum seminarium Pansur Napitu pindah ke Sipoholon pada tahun 1901)Meerwaldt berpendapat bahwa pembelajaran musik yang diajarkan janganlah musik dan nyanyian tradisional Batak, karena ia berpendapat masih berbau kafir dan dan bobot seninya kurang (aritonang, 1988;250-251). 19 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) 2.2.1 Pola Perkampungan dan Letak Rumah Berdasarkan pengamatan penulis, pola perkampungan di Kecamatan Sipoholon sama dengan pola perkampungan di berbagai daerah lain yaitu dengan pola perkampungan Batak Toba pada umumnya. Letak rumah selalu berhadaphadapan, menghadap jalan dan menghadap halaman yang membentuk sebuah perkampungan. Pola permukiman penduduk di Kecamatan Sipoholon memiki pola permukiman yang berkelompok. Setiap rumah dibangun sejajar dan menghadap jalan sesuai alur jalan desa dan jalan lintas kota. Hal ini jelas berbeda dengan pola pemukiman yang ada di dusun. 2.2.2 Bahasa Bahasa. merupakan. media. komunikasi. yang. digunakan. untuk. mengungkapkan maksud dan tujuan tertentu. Sejak berabat-abad lalu suku-suku bangsa yang tinggal di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang digunakan untuk saling berkomunikasi atar individu dalam pergaulan sehari-hari dalam komunitas sesama suku yang mendiami wilayah tersebut. Bahasa itu dinamakan sebagai “Bahasa daerah” dan biasanya diikuti dengan menyebutkan nama daerah atau nama suku yang memiliki Bahasa tersebut. Misalnya Bahasa Batak Toba dipergunakan oleh masyarakat yang bersuku “Batak Toba”. Bahasa yang biasa digunakan di Kecamatan Sipoholon adalah Bahasa Batak Toba dan Bahasa Indonesia. Bahasa Batak Toba di gunakan dalam dialek seharihari dan dalam konteks kegiatan upacara adat seperti perkawinan, upacara kematian, dan upacara adat lainnya. Bahasa Indonesia biasa digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di instansi pendidikan dan kegiatan administrasi instansi. 20 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) pemerintahan.. Meskipun. sebenarnya. setiap. masyarakat. sudah. terbiasa. menggunakan bahasa Batak Toba dalam dialek sehari-hari tetapi masyarakat secara spontan akan menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan-kegiatan formal. Berdasarkan pengamatan penulis ada perbedaan dalam penggunaan bahasa Batak Toba masyarakat di kecamatan Sipoholon dalam dialek sehari-hari dan dalam kontek upacara adat. Bahwa kosakata yang digunakan dalam dialek sehari-hari biasanya menggunakan kosakata Batak Toba yang lebih mudah dan umum dipahami. Berbeda dengan dialek sehari-hari, kosakata yang digunakan dalam konteks upacara adat adalah pilihan kosakata tertentu dan jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kosakata yang digunakan tersebut dianggap lebih sopan dari kosakata sehari-hari. 11 Daftar kosakata yang umum digunakan dalam konteks upacara adat Batak Toba biasanya akan terlihat perbedaannya pada saat penyebutan anggota tubuh, yaitu: (lihat table 1). No. Kosa kata sehari-hari. 1 2 3 4 5 6 7 8 9. Daging Ulu Tangan Pat Butuha Mata Pinggol Baba Obuk. Kosa kata dalam konteks Upacara adat Pamatang Simanjujung Simangido Simanjojak Siubeon Simalolong Sipareon Pamangan Jambulan. Makna Tubuh Kepala Tangan Kaki Perut Mata Telinga Mulut Rambut. 11. Perlu diketahui bahwa dalam bahasa batak Toba terdapat kosakata yang berbeda namun memiliki arti yang sama (sinonim). Misalnya adalah kata “baba” (mulut) sama dengan “pamangan” (mulut) namun kata “pamangan” dianggap lebih sopan dari kata “baba”.. 21 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) 10 11. Tanggurung Abara Punggung Bohi Pardompahan Wajah Tabel 1: dafatar kosakata penyebutan anggota tubuh Masyarakat Batak Toba juga memiliki aksara untuk menulis Bahasa Batak.. Akasara ini di sebut “surat Batak”. Aksara ini masih lazim ditemui dalam berbagai “pustaha Batak” dan di monument-monumen tugu yang bisa di temui di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara. Aksara Batak juga menjadi daya tarik tersendiri jika di torehkan dalam bentuk motif di gitar yang dibuat oleh pengrajin gitar di Sipoholon. Pengrajin gitar di Sipoholon sudah mulai berinovasi dengan menjadikan kebudayaan lokal jadi motif di gitar buatannya. Misalnya di sebuah gitar ditoreh motif gorga (corak ukiran Batak) dan menulis kalimat dengan menggunakan akasara Batak Toba.12 Dalam aksara, masyarakat Batak Toba mengenal yang namanya “ina ni surat” yaitu huruf-huruf yang membentuk huruf dalam aksara Batak.13 ”ina ni surat” tersebut terdiri dari: No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13. Ina ni surat A Ha Na Ra Ta Ba Wa I Ma Nga La Pa Sa. Aksara Batak A H N R T B W I M < L P S. 12. Wawancara dengan bapak Albert Hutagalung pada sabtu 24 agustus 2019 di bengkel gitar miliknya di Sipoholon saat penulis hendak memperbaiki gitar penulis yang rusak. 13 Penulis sudah belajar menulis dan membaca akasara Batak sejak duduk di bangku SD di kecamatan Tarutung Tapanuli Utara Karena merupakan bagian dari kurikulum pembelajaran.. 22 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) 14 15 17 18 19. Da D Ga G Ja J U U Ya Y Tabel 2: tabel akasara Batak. 2.2.3 Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan dalam masyarakat Batak Toba memegang peranan penting dalam jalinan hubungan baik antara satu invidu dengan individu yang lain ataupun individu dengan masyrakat lingkungannya. Dalam kekerabatan Batak Toba yang menjadi kerangka hubungan tali persaudaraan mempertalisatukan kelompok masyarakat dinamakan dengan dalihan na tolu. Dalihan sendiri dalam terjemahan bebas Bahasa Indonesia adalah tungku. Dalihan na tolu maksudnya adalah tungku yang berkaki tiga. Itu artinya ada tiga dasar yang menjadi landasan dalam kekearabatan masyarakat Batak Toba. Ketiga dasar (dalihan na tolu) tersebut adalah: . Somba marhula-hula yang artinya adalah sembah dan hormat kepada pihak istri.. . Elek marboru yang artinya sikap membujuk atau mengayomi wanita atau pihak suami.. . Manat mardongan tubu yang artinya bersikap hati-hati kepada teman semarga. Landasan filodifis dari dalihan na tolu ini adalah dimana tungku yang. berkaki tiga harus memiliki keseimbangan mutlak. Jika satu dari ketiga kaki tersebut rusak atau patah, maka tungku tidak berguna lagi. Inilah yang menjadi. 23 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) landasan dalam falsafah hidup dalam tatanan kekerabatan antara hula-hula, boru dan dongan tubu. Dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba garis keturunan ditarik dari pihak laki-laki (patrilinear), dengan demikian ketika menikah sang istri dan anak-anakknya akan mengikuti marga sang suami namun sang istri akan tetap menggunakan marga dari ayahnya. Marga dalam Bahasa batak toba disebutkan untuk menyebutkan marga laki-laki sementara untuk menyebutkan marga perempuan disebut dengan boru. Marga atau boru ini disandang di belakang nama seseorang yang diperoleh mengikuti marga sang ayah. Garis keturunan yang patrilinear menjadi pedoman dengan siapa seorang boleh menikah. Menurut adat masyarakat Batak Toba, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih seorang istri. Orang yang mempunyai marga atau boru yang sama dianggap bersaudara dan tidak boleh menikah karena mereka akan disebut marito. Perkawinan Masyarakat Batak Toba bersifaat exogram atau harus mencari teman hidup diluar marganya sendiri. Selain diluar marga sendiri ada ketentuan lain yaitu kedua belah pihak harus memastikan bahwa marga mereka walaupun berbeda tapi tidak marpadan. Marpadan merupakan tradisi persatuan marga yang yang diwariskan leluhur. Sebuah sumpah atau janji sedarah dari leluhur marga yang berbeda sehingga ahirnya marga tersebut dianggap sama. Ini merupakan ikrar janji bahwa kedua belah pihak bersaudara dan mengharamkan pernikahan antara keturunan mereka. Semua marga Batak dapat dipastikan memiliki padan dengan marga yang lain.. 24 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) Perkawinan yang ideal bagi orang batak adalah perkawinan antar orang yang rimpal (marpariban) yaitu lelaki yang menikah dengan anak dari saudara lakilaki ibunya (boruni tulang). Karena perkawinan yang demikian, maka setiap marga harus memberi anak perempuannya kepada marga lain dan menerima gadis dengan marga lain untuk jodoh anak laki-lakinya. Pihak perempuan akan menajadi hula-hula bagi pihak laki-laki karena telah memberi istri pada pihak laki-laki dan pihak laki-laki menjadi boru bagi pihak perempuan, karena telah menerima istri dari pihak perempuan tersebut. Dengan demikian, setiap masyarakat Batak Toba akan berperan sebagai boru dan hula-hula diwaktu yang berbeda dengan orang-orang yang berbeda pula. Kedudukan hula-hula dalam kekerabatan orang Batak lebih tinggi dari kedudukan boru, karena pihak hula-hula telah memberi istri kepada pihak boru, oleh karena itu pihak boru akan tetap menghormati pihak hula-hula untuk kelanggengan hubungan kekeluargaan. Dalam sistem kekerabatan Batak Toba partuturon sudah terstruktur dalam dalihan natolu. Tutur yang sama bisa di tuturkan sebagai panggilan kepada yang lebih muda atau yang lebih tua berdasarkan kedudukan kekerabatan. Seperti panggilan kepada saudara laki-laki ibu, baik abang ataupun adik akan dipanggil dengan sebutan tulang. Demikian juga dengan saudara perempuan ayah baik lebih muda dari ayah atau lebih tua akan dipanggil namboru. Berbeda dengan sebutan kepada saudara laki-laki ayah, bagi adik ayah dipanggil dengan sebutan uda sementara yang lebih tua dari ayah dipanggil bapatua. Dan saudara perempuan ibu. 25 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) yang lebih muda dari ibu akan dipanggil inanguda dan yang lebih tua dari ibu dipanggil omaktua. Silsilah marga batak juga ditandai dengan penomoran urutan pada marga tersebut. Biasanya saat seorang menanyakan marga orang lain tidak cukup hanya melalui marga saja untuk menentukan tutur. Biasanya akan diikuti dengan menanyakan nomor. Nomor ini menandakan generasi keberapa seorang tersebut dari generasi marga yang dimilikinya. Seperti contoh saat “A” dan ”B” memiliki marga yang sama. Dimana A jauh lebih muda dari B tetapi saat menanyakan nomor ternyata A adalah nomor 14 (generasi ke empat belas) sementara B nomor 15 (generasi ke lima belas) maka B akan memanggil A dengan sebutan uda meskipun A jauh lebih muda. Karen A sama-sama keturuna ke empat belas dengan ayah B. penentuan nomor ini biasanya akan diberitahukan seorang ayah kepada anaknya. Dalam kehidupan tradisional masyarakat pedesaan Batak Toba, terdapat marga yang dianggap sebagai pendiri perkampungan atau dalam Bahasa Batak Toba disebut si suan bulu atau sipungka huta. Si suan bulu secara turun temurun akan menjadi raja di perkampungan yang dia dirikan sementara marga lain akan dianggap sebagai boru yang kedudukannya lebih rendah dari pendiri perkampungan tersebut.14 Di beberapa desa di daerah Tapanuli Utara, marga si suan bulu akan berpengaruh pada saat pemilihan kepala desa. Ada hukum tidak tertulis yang diketahui setiap masyarakat desa dimana yang dapat mencalonkan sebagai kepala desa adalah dari marga atau garis keturunan si suan bulu atau sipungka huta.15. 14. Wawancara dengan Bapak G. Tampubolon pada hari Sabtu, 25 April 2020 Tidak ada aturan tertulis yang mengikat peraturan bahwa hanya keturunan dari sipungka huta lah yang berhak mencalonkan diri sebagai kepala desa, tetapi ada anggapan pada masyarakat bahwa tidak mungkin seorang yang berasal dari marga boru akan menang dalam demokrasi di. 15. 26 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) Biasanya, saat seorang melakukan kesalahan di sebuah perkampungan, terlebih dahulu akan dilakukan musyawarah bersama raja huta (yang berasal dari keturunan sipungka huta) yang dihadiri seluruh penduduk perkampungan dan si raja huta berhak manjatuhkan sanksi kepada si pelaku kesalahan. Jika tidak ditemukan kesepakatan lajutan maka akan dilanjutkan dengan melapor kepada kepala desa.16 Kedudukan hula-hula dan boru sendiri masih kental dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sipoholon. Hal demikian penulis ketahui pada saat Bapak A. Siregar salah satu informan penulis mengatakan bahwa beliau di desa Hutauruk merupakan marga boru.17. 2.2.4 Mata Pencaharian Mayoritas penduduk desa berpropesi sebagai petani. Sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi tulang punggung perekonomian daerah pada umumnya sebagai penghasil nilai tambah penghasilan atau penyedia lapangan pekerjaan sebagian besar penduduk Kecamatan. Luas lahan pertanian di Kecamatan Sipoholon sekitar 1099 hektar. Hasil pertanian yang dihasilkan antara lain padi, tubuhan palawija (jagung, ubi kayu, kacang tanah dan ketela), dan sayur sayuran. Terdapat juga hasil perkebunan. Diantaranya kopi, kelapa, karet. Selain sebagai. sebuah desa. Dalam satu desa bisa terdapat beberarapa perkampungan yang berarti ada beberapa sipungka huta di desa tersebut. Biasanya keturunannya inilah yang akan bertarung dalam pencalonan sebagai kepala desa. 16 Kejadian demikian sudah pernah penulis temui di beberapa kejadian di kampung penulis lahir dan dibesarkan. Lebih tepatnya di perkampungan Lumban Julu, Desa Parbubu II, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara. Dimana yang menjadi raja huta di perkampungan tersebut adalah Marga Tobing. 17 Wawancara dengan Bapak A. Siregar pada hari Selasa, 30 September 2019 di desa Hutauruk Sipoholon. A.Siregar merupakan seorang pengrajin poti marende di Sipoholon. 27 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) petani dan pekebun, masyarakat Sipoholon ada juga yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) baik itu sebagai guru atau kantor kedinasan. Sebagian kecil penduduk ada juga yang berprofesi sebagai pengusaha kecil menengah. Usaha yang digeluti biasaya bergerak di bidang usaha dagang. Terdapat juga usaha jasa pembuatan gitar dan poti marende yang menjadi fokus penelitian penulis dalam penulisan skripsi ini. Sejauh ini penulis menemukan empat pengrajin gitar di Kecamatan Sipoholon dan satu pengrajin poti marende. Pengrajin poti marende tersebut adalah bapak A. Siregar, hingga kini beliau masih aktif melakukan reparasi poti marende di rumahnya di desa Hutauruk. Keahlian beliau dalam membuat poti marende diwariskan oleh ayahnya yang dulunya juga adalah pembuat poti marende di desa tersebut. Menurut beliau ayahnya telah membuat poti marende sejak tahun 1950-an. Kendati demikian, membuat dan mereparasi poti marende bukanlah sumber utama mata pencaharian beliau. Beliau merupakan pensiuan Pegawai Negeri Sipil. Selama aktif jadi PNS, beliau mengisi waktu luangnya dengan mengerjakan poti marende hingga kini beliau telah pensiun.. 2.2.5 Sistem Religi Menurut sistem kepercayaan kuno Batak Toba, segala hal dalam kehidupan di dunia ini berhubungan dengan keillahian yang merupakan ciptaan dari Mulajadi Nabolon. Sehingga masyarakat Batak meyakini bahwa jalan kehidupan mereka berhubungan dengan Mulajadi Nabolon. Kepercayaan tersebut di yakini oleh masyarakat Batak Toba di Sipoholon sebelum menganut agama.. 28 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) Sebelum penyebaran agama di tanah Batak, masyarakat Batak Toba memiliki sistem kerpercayaan tentang Debata Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit yang menyangkut jiwa dan roh yang dalam Bahasa batak disebut tondi, sahala dan begu. Tondi adalah jiwa atau roh sesorang yang merupakan sebuah kekuatan. Maka dari itu tondi memberikan kekuatan spiritual untuk bertahan hidup kepada manusia. Seorang yang kehilangan tondi akan kehilangan pikiran dan kesadaran menurut kepercayaan orang Batak bahkan bisa sampai meninggal. Biasanya untuk mengembalikan tondi akan diadakan upacara mangalap tondi (menjemput jiwa yang hilang) dari mahluk yang dianggap menawan tondinya. Sahala adalah roh atau jiwa yang memberikan kekuatan pada sesorang dari sahala tersebut seorang diyakini dapat memperoleh banyak keturunan, kharisma, kekayaan dan pengetahuan (Purba, 2000:3). Orang Batak percaya bahwa setiap orang memiliki tondi tapi tidak semua memiliki sahala. Semasa hidup seorang yang marsahala dianggap adalah orang yang memiliki karisma dan orang batak meyakini bahwa sahala dapat dipindahkan atau dialihkan oleh orang yang hidup atau orang yang sudah meninggal kepada orang lain (Pedersen, 1970:29-30). Sementara begu adalah tondi orang yang telah meninggal dan memiliki tingkah laku yang sama dengan manusia pada umumnya tetapi begu beraktifitas di waktu yang terbalik. Penyebaran agama Kristen di Tanah Batak menjadi tonggak awal pengetahuan masyarakat Batak Toba akan musik Barat. Hal demikian terjadi dikarenakan setelah misyionaris berhasil menyebarkan agama Kristen segala hal yang bersangkutan dengan tradisi yang dianggap masih berbau penyembahan. 29 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) berhala dilarang oleh pihak gereja. Termasuk penggunaan gondang pada masyarakat Batak Toba. Dewasa ini, meskipun masyarakata Batak Toba yang telah beragama Kristen dan berpendidikan tinggi tetapi secara tidak sadar beberapa masyarakat belum meninggalkan sepenuhnya kepercayaan suku yang telah dilakukan leluhur terdahulu mereka. Peristiwa-peristiwa manusia dari kelahiran hingga kematian banyak yang dianggap penting sehingga perlu dilakuakan upacara adat dengan harapan seorang tersebut akan mendapatkan apa yang dia harapkan. Upacaraupacara adat tersebut dipercaya dapat memberi pengaruh baik bagi yang melaksanakan. Sebagian besar upacara adat tersebut dilaksanakan berbarengan dengan kegiatan keagamaan dengan doa-doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam konsep kepercayaan kuno Batak toba percaya bahwa setelah kematian, kehidupan masih tetap berjalan dan mereka hidup berdampingan dengan manusia tetapi tidak dapat dilihat oleh manusia lagi. Itu sebabnya dewasa ini masih di temukan pada saat ada seseorang yang meninggal, keluarganya akan memasukkan barang-barang yang sering dipakai orang yang meninggal tersebut. Dengan keyakinan bahwa benda tersebut akan dipakai di dunianya yang lain. Penduduk di kecamatan Sipoholon secara keseluruhan telah memeluk agama yang telah diakui oleh Negara. Agama yang dianut adalah agama Khatolik, Kristen, dan Islam. Di Kecamatan Sipoholon sendiri terdapat tujuh gereja Khatolik dan sebanyak enam puluh dua gereja Kristen Protestan.. 30 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) 2.2.6 Kesenian Masyarakat Batak Toba dikenal sebagai masyarakat yang mencintai kesenian. Kesenian tersebut meliputi seni musik, seni tari, seni kerajinan tangan, seni teater yang dikenal dengan opera Batak dan seni bangunan. Serangkaian kesenian tersebut yaitu: 2.2.6.1 Seni Musik 1. Nyanyian (ende) Nyanyian merupakan ungkapan kalimat dengan menggunakan melodi dan teks. Semua orang batak senang bernyanyi, terlepas dari bagus tidaknya suara seorang yang sedang bernyanyi. Dalam Bahasa Batak bernyanyi disebut dengan marende. Kebanyakan kegiatan bernyanyi sering dilakukan untuk menghibur diri sendiri. Dalam setiap aktifitas masyarakat selalu ada nyanyian yang mengiringi kegiatan dan suasana yang terjadi pada saat itu. Contoh nyanyian menidurkan anak dinamakan mandideng. Andung-andung adalah musik vocal yang bercerita tentang riwayat hidup seorang yang telah meninggal dunia yang disajikan pada saat atau sebelum disemayamkan. Dalam ende andung teks melodinya dibawakan secara spontan. 2. Gondang Kata gondang memiliki banyak pengertian tergantung situasi dan konteksnya. Penegertian gondang tersebut antara lain seperangkat alat musik, ensambel musik, repertoar musik, satu komposisi lagu, satu tempo lagu, suatu upacara, menunjukkan satu segmen tertentu dalam kegiatan manortor pada sebuah upacara (Harahap, 2016: 159-160). 31 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) Gondang dalam bentuk ensambel musik dalam masyarakat Batak Toba dibedakan atas dua jenis yaitu gondang hasapi dan gondang bolon. Gondang hasapi terdiri dari seperangkat alat musik diantaranya sarune etek (alat musik tiup berlidah ganda), hasapi dua buah (alat musik petik pembawa melodi dan pembawa ritem konstan), garantung (bilahan kayu yang disusun dengan tangga nada pentatonik sebagai pembawa melodi) dan hesek (menggunakan botol kosong atau dua bilah besi sebagai pembawa tempo). Sedangkan gondang sabangunan merupakan ensambel musik yang terdiri dari sarune bolon (alat musik tiup berlidah ganda), taganing (gendang yang bersisi satu yamg terdiri dari lima buah gendang dan dilaras), gordang (satu buah gendang besar bersisi satu dan tidak din laras), satu set ogung (oloan, ihutan, panggora, dan doal), dan hesek (botol kosong atau lempeng besi yang dipukul sebagai pembawa tempo). (Purba, 2000:1) Namun kesenian gondang kini sudah sulit ditemukan di Kecamatan Sipoholon. Hal tersebut didasari oleh anggapan masyarakat yang mengatakan bahwa musik gondang tersebut adalah musik yang meyeramkan dan dapat menyebabkan kerasukan. 2.2.6.2 Seni Tari Seni tari adalah ekspresi perasaan dengan gerakan yang estetis dan artistik akan menjelma dalam gerakan yang teratur sesuai dengan isi irama. Gerakan tari dapat dilakukan secara perorangan maupun berkelompok. Dalam masyarakat Batak toba dinamakan dengan tor-tor, sedangkan kegiatan menari dinamakan manortor. Sama seperti tarian pada umumnya, tarian pada masyarakat Batak Toba dapat dilakukan secara perarorangan, berpasangan, maupun berkelompok. Tetapi tidak. 32 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) seperti kebanyakan tarian lain, setiap gerakan dalam tarian (tor-tor) memiliki makna dan arti tertentu yang juga berfungsi sebagai media komunikasi. Pada umumnya kegiatan manortor diiringi dengan oleh gondang. Setiap gondang dan upacara adat memiliki ciri khas gerakan tor-tor masing-masing yang sesuai dan diperuntukkan untun gondang dan upacara adat tersebut. 2.2.6.3 Seni Kerajina Tangan Seni kerajinan tangan yang lazim di lakukan di Kecamatan Sipoholon adalah menenun ulos. Ulos adalah busana khas Batak Toba. Secara turun temurun ulos dikembangkan oleh masyarakat Batak Toba. Cara membuat ulos yaitu dengan cara di tenun. Dewasa ini sudah banyak mesin untuk menenun ulos. Warna yang dominan untuk olos yaitu warna hitam, putih, dan merah yang dihiasi dengan ragam bentuk motif menggunakan benang. Pada dasarnya ulos hanyalah selendang dan sarung biasa. Kerap digunakan dalam kegiatan upacara adat masyarakat Batak Toba. Tetapi dewasa ini kain ulos sudah difariasikan ke berbagai bentuk busana dan souvenir, sarung bantal, ikat pinggang, dan berbagai macam hal lainnya. Seni pembuataan alat musik juga dapat kita temukan di Sipoholon diantaranya adalah pembuat gitar dan poti marende. Suatu hal yang menarik untuk dibahas, karena di Kabupaten Tapanuli Utara peengrajin alat musik Barat tersebut hanya di temukan di Kecamatan Sipoholon, lebih tepatnya di Desa Hutauruk. 2.2.6.4 Seni Teater Masyarakat Batak Toba mengenal sebuah pertunjukan drama teater yang disebut opera batak. Opera Batak merupakan sebuah media hiburan masyarakat. 33 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) Batak Toba dan yang yang menjadi pelakon dalam opera batak disebut par opera. Biasanya penggiat seni opera tersebut berkeliling dari desa yang satu ke desa yang lain untuk melakukan pertunjukan. Opera Batak eksis di kehidupan masyarakat sebelum adanya televisi dan radio. Cerita yang disajikan dalam opera batak berisi cerita-cerita rakyat Batak Toba. Di sela-sela pementasan opera batak biasanya diselingi dengan nyanyian dan tarian. Nyanyian, tari, dan lakon biasanya di kemas semenarik mungkin untuk menarik perhatian penonton yang menyaksikan pementasan opera batak terasebut. 2.2.6.5 Seni Bangunan dan Ukir-ukiran Rumah adat tradisional Batak Toba terbuat dari kayu dinamakan jabu bolon dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Atapnya terbuat dari bahan ijuk dan bentuk atapnya melengkung. Di ujung atap bagian depan terdapat tanduk kerbau. Pada umumnya dinding rumah adat Batak dihiasi dengan ornamen-ornamen yang terdiri dari warna merah, putih, hitam yang dimana putih melambangkan banua ginjang, merah melambangkan banua tonga, dan hitam banua toru. Ornamenornamen tersebut disebut oleh orang Batak gorga. Orang yang membuat gorga disebut dengan panggorga. Dewasa ini, gorga bukan hanya digunakan mejadi ornamen rumah tradisional lagi, melainkan menjadi ornamen gitar yang dibuat di Sipoholon.. 34 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) BAB III KEBERADAAN DAN SEJARAH POTI MARENDE DI KECAMATAN SIPOHOLON Bab ini menjelaskan poti marende dimulai dari pengertian poti marende. Bab ini tidak hanya menguraikan mengenai pengertian poti marende saja melainkan juga meliputi sejarah poti marende, pembuat poti marende di Sipoholon, dan mekanisme produksi bunyi pada poti marrende. Uraian pada bab ini menjadi penting karena bab ini memaparkan secara terperinci mengenai poti marende untuk mendukung pembahasan pada fungsi sisoal masyararakat. Oleh karena itu hal-hal yang dibahas dalam bab ini dimaksudkan dapat memberikan penjelasan yang cukup untuk mendukung diskusi terkait fungsi sosial dan pengaruh dengan adanya poti marende pada kebudayaan musik lokal yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara. 3.1 Pengertian Poti Marende Poti marende (dibaca poti maredde) merupakan kalimat yang berasal dari Bahasa Batak Toba. Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dalam terjemahan bebas, poti berarti “peti atau kotak” sementara marende adalah “bernyanyi” maka dari itu poti marende jika di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan terjemahan bebas adalah “peti bernyanyi”. Lebih jauh lagi dalam Kamus Bahasa Batak Toba Indonesia menejelaskan bahwa poti berarti peti yang berasal dari kayu dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang dan marende adalah bernyanyi (Joosten 2008: 108,198). Jadi jika diartikan secara bersama poti marende adalah peti kayu yang bernyanyi. Menurut Jakro dalam website Kamus. 35. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) Batak Online menyatakan bahwa poti marende adalah harmonium, orgel, dan organ. Menurut Anggur (1977: 42) mengatakan poti marende adalah orgel, piano. Dari paparan tersebut di atas yang menjelaskan bahwa poti marende adalah “peti bernyani, peti kayu yang bernyanyi, orgel, organ, atau harmonium”. Maka penulis lebih cenderung mengartikan bahwa poti marende adalah nama sebuah instrumen musik yang berjenis organ pompa (pump organ) yang memiliki tuts dan mekanisme produksi bunyinya dilakukan dengan cara memompa udara ke dalam kantong udara dengan menggunakan kaki pada kedua pedal poti marende yang terletak di bagian bawah poti marende tersebut sehingga udara yang dipompakan tersebut melewati pipa tipis dan sebuah reed (lidah getar) yang terbuat dari logam tipis. Poti marende dimainkan dengan cara menekan tuts seperti tuts piano pada umumnya yang kemudian udara dalam kantong yang diisi dengan cara memompa pedal tersebut akan keluar melewati potongan–potongan logam atau reed pada bagian tuts yang di tekan. Instrumen poti marende pada dasarnya dipakai untuk mengiringi nyanyian jemaat pada ibadah-ibadah gereja (ibadah minggu) pada masa penyebaraan ajaran Kristen di tengah komunitas Batak Toba. (Lihat gambar 1).. 36 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(52) Gambar 4: poti marende yang dibuat oleh Ardin Siregar di Sipoholon Sumber: Dokumentasi penulis. Poti marende merupakan sebuah instrument yang memiliki tangga nada diatonis dan berasal dari Eropa. Adanya poti marende di Tanah Batak dan di pakai dalam acara-acara ibadah tidak lepas dari peran serta misionaris yang telah membawa dan mengajari masyarakat Batak Toba yang sudah menjadi Kristen dan mau belajar memainkan instrument poti marende tersebut. Pembelajaran dalam memainkan poti marende mula-mula diajarkan di sekolah-sekolah yang didirikan oleh para misyonaris di Tanah Batak. Dimana setiap murid di sekolah tersebut mendapatkan mata pelajaran bernyanyi dan bermain musik. Nyanyian yang dimaksud disini adalah nyanyian yang merupakan terjemahan dari Bahasa Jerman. Karena di sekolah-sekolah yang dirikan para misionaris berusaha untuk menanamkan kecintaan para muridnya pada tanah Batak atau tanah para leluhur melalui nyanyian-nyanyian berbahasa Batak namun. 37 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(53) melodinya menggunakan melodi lagu yang berbahasa Jerman. (Aritonang, 1988, 290-291) 3.2 Sejarah Poti Marende Sejarah poti marende tidak terlepas dari kegiatan penyebaran ajaran agama Kristen pada masyarakat Batak Toba oleh misyonaris Jerman yang digagas oleh institusi yang bernama Rheinische MissionsGesellschaft (RMG). RMG adalah salah satu organisasi misionaris terbesar di Jerman. Organisasi ini berdiri pada tahun 1799. Organisai ini mulanya dibentuk dengan misi penginjilan kecil di Elberfelt, Barmen dan Köln.18 Organisasi inilah yang menaungi misionaris yang dikirim ke Indonesia yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1961, RMG dan Bethel Mission bergabung dan berubah nama menjadi Vereinte Evangelische Mission (VEM). Suku Batak sangat sukar menerima pengaruh kebudayaan luar. Suku Batak tetap mempertahankan kehidupannya di daerah. Kemudian sifat tertutup Orang Batak itu mulai terbuka setelah terjadi pendudukan Islam di bagian Selatan daerah Batak pada Tahun 1830-an. Yang disusul oleh RMG pada tahun 1861 yang hampir bersamaan dengan masa pendudukan Belanda di Tanah Batak. (Lumbantobing, 1992; 1-2). Jauh sebelum kedatangan RMG ke tanah Batak pada 17 Juni 1834 Munson dan Lyman yang merupakan misyonaris yang berasal dari Amerika Serikat telah tiba di Tanah Batak dengan tujuan penyebaran agama Kristen namun mati martir di. 18. Informasi ini didapat dari Wikipedia yang terdapat di google. 38 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(54) desa Lobu Pining, Kecamatan Adiankoting. Dibunuh dan dimakan oleh suku Batak yang masih Primitif. Untuk selanjutnya sejarah poti marende akan di bahas pada sub bab di bawah melalui periodisasi Tahun 1861-1911, Tahun 1911-1936, Tahun 1936-1961, Tahun 1961-2000-an. Dalam periodisasi ini, penulis berpedoman pada tulisan J.R Hutauruk19 tentang periodisasi sejarah HKBP tentang periodisasasi sejarah perkembangan HKBP dalam bukunya ”Tuhan Menyertai Umatnya, Sejarah Jubeleum 125 Thun HKBP”. Menurut penulis periodisasi ini relevan diterapkan dalam menganalisis sejarah poti marende di Sipoholon karena kedatangan poti marende yang tidak terlepas dari penginjilan misionaris dan sejalan dengan perkembangan gereja di tanah Batak. Judul pada periodisasi ini sesuai dengan perkembangan HKBP yang di tulis oleh J.R Hutauruk sesuai dengan periodisasi yang digunakan dalam bukunya tersebut.. 3.2.1 Tahun 1861-1911: Periode Pertumbuhan Gereja di Indonesia Khususnya Tanah Batak kegiatan penyebaran agama Kristen, yang dikenal juga dengan istilah Batakmission merupakan cikal bakal akulturasi budaya barat dan budaya Batak, dimulai dari sipirok pada tanggal 7 oktober 1861 dimana ada dua misyonaris yang diutus RMG yaitu Klammer dan Bets, bersamaan dengan dua jendeling Ermelo yang berasal dari Belanda yaitu Van Asselt dan Heine. Ini adalah awal masyarakat Batak mulai melihat dan mempelajari budaya Barat dari apa yang diajarkan oleh. 19. Pdt. J. R Hutauruk adalah mantan pimpinan HKBP (ephorus HKBP) periode 2003-2008.. 39 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah rahmat serta hidayah-Nya dan salawat serta salam senantiasa tercurah pada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat

Pada penelitian ini dilakukan introgresi gen aroma ( badh2 termutasi) dari Mentik Wangi (donor) ke varietas nonaromatik Ciherang ( host ) secara persilangan

Total harga hasil negosiasi adalah harga yang akan dipakai sebagai harga total pengadaan (harga kontrak), dan sudah termasuk PPn 10%. Truntum Raya

[r]

2. Meminimumkan biaya pemesanan dan biaya pengadaan persediaan barang Pada dasarnya laporan inventori dimaksudkan untuk mengajukan informasi mengenai keadaan atau kondisi

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan dan permasalahan tersebut maka dapat ditarik rumusan masalah bahwa menentukan kebutuhan bayi bahkan kesehatan dan kondisi

Mutiara Agam Tanjung Mutiara district at agam 2017 experienced the largest job burnout of tired category on medium fatigue category in the age grup ≥ 34 years old, level

Peta tangan kiri-tangan kanan merupakan suatu alat dari studi gerakan untuk mengetahui gerakan-gerakan yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan dalam