• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori

1.1.1 Pengertian Matematika

Matematika dalam dunia pendidikan formal merupakan mata pelajaran yang terus dipelajari siswa selama menempuh pendidikan dasar hingga menengah atas.Siswa dalam mempelajari matematika tidak bisa melepaskan atau menghilangkan pengetahuan dasar tentang matematika. Hal ini dikarenakan dalam mempelajari matematika, seorang siswa akan mempelajari matematika secara berkesinambungan dan dilakukan secara terus menerus sesuai dengan tingkat pendidikannya. Seorang siswa dalam belajar matematika akan belajar dari matematika tingkat dasar hingga matematika yang memiliki tingkatan yang lebih tinggi. Matematika berasal dari Yunani yaitu “mathematike” yang berarti reating tolearning.Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang artinya pengetahuan atau ilmu (knowledge, science), dan mathein yang mengandung arti belajar (berfikir).

Menurut Erman Suherman (2003: 18), matematika adalah ilmu yang dikembangkan untuk matematika itu sendiri. Matematika itu ilmu tentang struktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, ketat dan sebagainya.

Sedangkan Soedjadi (2000: 63) menyajikan beberapa definisi atau pengertian matematika diantaranya adalah:

1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.

2. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

3. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.

Berdasarkan definisi tentang matematika yang diungkapkan oleh Erman Suherman dan Soedjadi maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan sebagai bekal bagi peserta didik yang berhubungan dengan bilangan dan kalkulasi, bersifat abstrak dan memiliki peran yang penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

7

(2)

1.1.2 Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika bagi siswa merupakan sebuah pembelajaran yang mengajarkan siswa untuk dapat berpikir runtut dan logis dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam pembelajaran matematika. Gatot Muhsetyo (2009:

1.26) mengungkapkan tentang pembelajaran matematika sebagai proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajarinya.

Nickson seperti dikutip Jajang (2005:5) berpendapat bahwa pembelajaran matematika adalah pemberian bantuan kepada siswa untuk membangun konsep- konsep dan prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi (arahan terbimbing) sehingga konsep atau prinsip itu terbangun.

Berdasarkan pengertian pembelajaran menurut dua tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan sebuah pembelajaran yang memberikan pemahaman kepada siswa mengenai cara berfikir siswa terhadap segala permasalahan yang berhubungan dengan matematika.

Pembelajaran matematika mengajak siswa untuk menghubungkan pengalaman yang diperolehnya untuk memecahkan permasalahan matematika yang dihadapinya baik melalui persamaan-persamaan atau menggunakan tabel-tabel dalam pembelajaran matematika selanjutnya. Pembelajaran matematika dapat penulis maknai sebagai sebuah proses pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk mempelajari matematika dimana dalam pembelajaran yang dilakukan siswa diberikan pemahaman-pemahaman tertentu sebagai pengetahuan untuk menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan matematika.

1.1.3 Pengertian Belajar

Sepanjang hidupnya manusia tidak bisa terlepas dari belajar. Sejak lahir hingga usia lanjut manusia melakukan proses belajar, artinya belajar itu dilakukan manusia seumur hidupnya. Hal ini dikarenakan semasa hidupnya manusia akan menghadapi berbagai permasalahan yang mengharuskan manusia untuk terus belajar demi mengatasi segala permasalah yang dihadapinya. Dengan belajar

(3)

manusia dapat menghadapi segala permasalahan, tantangan dan hambatan dalam hidupnya. Belajar dapat didefinisikan sebagai proses untuk mengetahui segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai bekal dalam hidup seseorang baik dalam lingkup kecil maupun dalam lingkup yang luas.

Gagne, seperti dikutip oleh Ratna Wilis Dahar (2011: 2) mengungkapkan belajar sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan, yang didalamnya terjadi hubungan antara stimulus dan respon. Nanang Hanafi (2010:

5) mengutip pengertian belajar menurut Witherington, menyatakan pengertian belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikansebagai pola-pola respon baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.

Seiring dengan berjalannya waktu, menurut Nanang Hanafi (2011: 6) terdapat pergeseran tentang pengertian pembelajaran.

a) Pandangan Tradisional

Belajar lebih berorientasi pada pengembangan intelektual, atau pengembangan otak.Pandangan tradisional memandang bahwa belajar adalah usaha memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan.

Pandangan ini menyatakan, knowledge is power, yaitu barang siapa yang menguasai pengetahuan maka dia akan mendapat kekuasaan.

Oleh karena itu, bahan bacaanmerupakan sumber atau kunci utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

b) Pandangan modern

Belajar lebih berorientasipada perubahan perilaku secara holistic dan integral. Pandangan modern mengungkapkan belajar adalah proses perubahan perilaku, berkat interaksi dengan lingkungannya.

Perubahan perilaku mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.Adapun yang dimaksud lingkungan mencakup keluarga, sekolah dan masyarakat, dimana peserta didik berada.

Pengertian belajar yang diungkapkan tokoh dari berbagai aliran secara tidak langsung akan memperkaya pemahaman semua kalangan dalam memahami pengertian belajar. Seperti diungkapkan Gagne yang dikutip oleh Ratna Wilis Dahar (2011: 2) belajar adalah proses yang dapat menyebabkan perubahan perilaku. Sedangkan belajar menurut Witherington yang dikutip oleh Nanang Hanafi (2010: 5) belajar adalah perubahan kepribadian sebagai pola-pola respon

(4)

baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.Berdasarkan pengertian kedua tokoh tersebut belajar sebenarnya mencakup perubahan perilaku dan kepribadian menuju ke arah yang lenih baik.

Akan tetapi kedua tokoh tersebut membedakan proses belajar sebagai akibat dari pengalaman,dan proses belajar sebagai akibat dari respon.

Berdasarkan pengertian-pengertian tentang belajar diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Belajar berlangsung seumur hidup, sejak manusia lahir hingga lanjut usia 2. Belajar sebagai proses mengubah perilaku berdasarkan pengalaman.

3. Belajar menghasilkan berbagai perubahan dapat berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.

1.1.4 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Hamalik (2002: 146) diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.Nana Sudjana (2005: 22) mengungkapkan hasil belajar sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Laporan hasil belajar siswa mencakup aspek kognitif, aspek psikomotor dan aspek afektif. Hasil belajar aspek kognitif, aspek psikomotor dan aspek afektiftidak dijumlahkan, karena dimensi yang diukur berbeda.Masing-masing dilaporkan secara sendiri-sendiri dan memiliki arti tersendiri. Kemampuan seseorang pastinya berbeda satu dengan yang lain, tidak mungkin orang memiliki kemampuan yang sama persis. Hasil belajar dapat dikatakan sebagai output seseorang yang merupakan hasil dari pengolahan stimulus yang direspon seseorang dan menyebabkan perubahan pola pikir pada hasil belajar muncul penilaian sebagai hasil dari apa yang sudah dikerjakan siswa. Maka dari penilaian akan diketahui ketuntasan dan ketidak tuntasan hasil belajar siswa.

Penilaian merupakan alat untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Tingkat penguasaan

(5)

materi siswa dalam proses pembelajaran merupakan hasil belajar atau prestasi yang diperoleh siswa. Hasil belajar tidak hanya dilihat melalui catatan nilai saja, tetapi dari perubahan tingkah laku yang dialami oleh seseorang tersebut. Namun dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya yang berlangsung di sekolah, hasil belajar dapat dilihat melalui nilai ulangan harian, ulangan tengah semester dan nilai semester. Ketiga ulangan tersebut memberikan andil masing-masing dalam menentukan nilai siswa sebagai hasil belajar nantinya. Apabila siswa dalam memperoleh hasil belajar lebih besar dari KKM, maka siswa tersebut dikatakan tuntas atau berhasil. Akan tetapi jika siswa memperoleh hasil belajar lebih kecil dari KKM, maka siswa tersebut dikatakan belum tuntas atau belum berhasil.

Dengan melihat nilai tersebut, kita dapat mengetahui siapa saja yang berhasil dan yang tidak berhasil dalam proses belajar tersebut.

Hasil belajar menurut hemat penulis dapat diungkapkan sebagai suato proses menerima dan mengolah pesan yang diterima dengan baik sehingga dapat mengubah pemikiran dan perilaku pribadi yang bersangkutan. Hasil belajar dapat diperoleh setelah seseorang dalam hal ini siswa melewati proses penilaian yang dilakukan oleh guru di sebuah instansi pendidikan, karena hasil belajar merupakan gambaran dari kemampuan seorang siswa terhadap penguasaan dalam materi pembelajaran. Penguasaan materi pembelajaran siswa dapat diketahui melalui uji kompetensi siswa yang dilakukan oleh guru melalui tes. Hasil tes yang dilakukan guru terhadap siswa dapat dijadikan sebagai alat ukur keberhasilan siswa dalam penguasaan materi pembelajaran. Berhasil atau tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa maupun faktor eksternal yang berasal dari luar siswa. Faktor internal seperti minat, kemampuan siswa, sikap tingkah laku, motivasi, kondisi ekonomi, dan psikis menjadi dasar utama bagi hasil siswa nantinya. Sementara itu faktor eksternal dapat berupa kualitas kegiatan belajar mengajar itu sendiri.

(6)

1.1.5 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif menurut Wawan Junadi diungkapkan sebagai suatu sistem yang didasarkan pada alasan bahwa manusia sebagai mahluk individu yang berbeda satu sama lainnya sehingga konsekuensi logisnya manusia harus menjadi mahluk sosial, mahluk yang berinteraksi dengan sesama.

Pembelajaran kooperatif menurut Abdurrahman dan Bimantoro dalam Nurhadi (2003: 61) didefiniskan sebagai suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen- elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen yang saling terkait dalam pembelajaran kooperati adalah saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan untuk menjalin hubungan antara pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan. Pembelajaran kooperatif dalam docs.google.com memiliki ciri:

1. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerjasama.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang hingga rendah.

3. Jika di kelas terdapat siswa-siwa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut.

4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.

Berdasarkan pemahaman tentang pembelajaran kooperatif diatas, maka dapat ditarik pengertian tentang pembelajaran kooperatif merupakan sebuah pembelajaran yang didalamnya terdapat hubungan keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dalam pembelajaran kooperatif tidak dapat meninggalkan salah satu unsur yang terdapat dalam pembelajaraan kooperatif. Pembelajaran harus dilaksanakan secara urut dan terstruktur agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan akhir yang diharapkan.

1.1.6 Belajar Kooperatif Tipe STAD

Rachmadiarti (2003: 13) menyatakan bahwa pada STAD siswa dalam satu kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang. Setiap kelompok harus heterogen, terdiri dari laki dan perempun, berasal dari berbagai

(7)

suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membatu satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis diskor dan tiap induvidu diberi skor perkembangan. Selain itu, beberapa keunggulan lain dari penerapan model STAD adalah (1) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu (2) mengharuskan setiap siswa berinteraksi satu sama lain, sehingga akan melatih siswa untuk berbicara dan berani mengeluarkan pendapat, (3) saling ketergantungan positif dan kepercayaan kelompok dikembangkan, (4) akuntabilitas atau tanggung jawab, dan (5) adanya penghargaan yang dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih giat dan mengikuti materi yang disampaikan dengan semangat.

Namun demikian, model pembelajaran STAD juga memiliki kekurangan atau kelemahan, menurut Slavin (Dalam Nurasma 2006: 207) kelemahan model STAD adalah:

1. Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang

2. Siswa berprestasi tinggi akan mengarah kepada kekecewaan karena peran anggota yang pandai akan dominan.

Selain itu, penerapan model ini memerlukan banyak waktu, tenaga dan juga pikiran dalam pelaksanaannya, kemudian adanya kemungkinan bahwa kelompok-kelompok siswa yang dibentuk tersebut akan sulit untuk bekerja sama, hal ini disebabkan karena pengelompokan tersebut dilakukan secara heterogen, baik jenis kelamin, kecerdasan, kemampuan berpikir dan lainnya.

Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa kelas V Semester II SD Negeri Samirono, Pongangan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2013-2014. Penelitian ini didesain sebagai Penelitian Tindakan Kelas PTK) sesuai dengan standar proses menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 untuk satuan pendidikan dasar dan menengah meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengawasan

(8)

proses pembelajaran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar secara maksimal.

Slavin seperti dikutip oleh Trianto (2008: 52) menjelaskan langkah- langkah pembelajaran kooperatif tipe STADsebagai berikut:

1. Para siswa didalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa, masing masing kelompok mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras etnik, maupun kemampuannya(prestasinya).

2. Guru menyampaikan materi pelajaran

3. Guru membagikan materi yang berbeda pada masing-masing kelompok dengan menggunakan lembar kerja kelompok, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi pelajaran yang telah diberikan melalui Tanya jawab atau diskusi antara sesama anggota kelompok.

4. Selanjutnya masing-masing kelompok mempresentasikan kedepan kelas

5. Selanjutnya tanggapan dari masing- masing kelompok

6. Selanjutnya guru memberikan tanggapan dan penegasan, dan tiap kelompok diberi skor atas pengusaannya terhadap materi pelajaran, dan kepada siswa secara individual atau kelompok yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan 7. Kesimpulan pelaksanaan tipe STAD melalui tahapan sebagai

berikut:

a. Penjelasan materi pembelajaran b. Diskusi atau kerja kelompok belajar c. Validasi oleh guru

d. Evaluasi (Tes)

e. Menentukan nilai induvidu dan kelompok f. Penghargaan induvidu dan kelompok

Penerapan pembelajaran STAD dalam pembelajaran matematika SD disesuiakan dengan standar proses yang termuat dalam peraturan menteri pendidikan nasional republik Indonesia nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses. Standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah termuat dalam pasal 1 ayat 1 yang berbunyi standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakupperencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaianhasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.

Standar proses yang merupakan acuan dalam pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah menjadi kunci utama penerapan STAD dalam meningkatkan hasil

(9)

belajar siswa. Hal ini bertujuan agar dalam menerapkan STAD tidak bertentangan atau melenceng dari standar proses yang sudah diterapkan. Langkah-langkah STAD menurut Slavin seperti dikutip Taniredja (2011: 103) diantaranya:

1. Membentuk kelompok yang anggotanya terdiri dari 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll) 2. Guru menyajikan pelajaran.

3. Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

4. Kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok.

5. Guru memberikan kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.

6. Memberi evaluasi 7. Kesimpulan.

Dengan demikian model pembelajaran secara berkelompok dengan cara kerjasama antara siswa dapat meningkatkan tumbuhnya gagasan atau ide yang bermutu dan kreatif, pembelajaran berkelompok juga dapat meningkatkan aspek sosial berbangsa dan bernegara yang perlu untuk dipertahankan. Pengunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD akan mendorong kerjasama siswa sehingga akan ada timbal balik yang memotivasi siswa untuk berperilaku dan menghasilkan hasil pembelajaran yang lebih baik. Dengan mengunakan pembelajaran kooperatif diharapkan dapat mengubah hasil belajar yang sudah ada selama ini.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Sumarsono (2008) melakukan penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa SMU Al Muayyad Surakarta menujukan bahwa penerapan tipe STAD pada siswa mampu meningkatkan motivasi dan keaktifan siswa dalam belajar. Dampak lebih lanjut adalah adanya peningkatan hasil belajar diatas ketuntasan minimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Supriharyono (2006) dengan judul Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Pembelajaran Matematika

(10)

di SMP Kartika Surabaya juga menujukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran, terutama siswa menjadi tidak untuk menyampaikan hal yang belum dipahami kepada kelompoknya. Hal tersebut membawa dampak pada peningkatan hasil belajar yang diperoleh induvidu maupun kelompok.

Berdasarkan penelitian yang ada dapat diketahui bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Peningkatan hasil belajar dikarenakan adanya peningkatan motivasi dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hasil yang diutarakan dalam penelitian menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan motivasi, keaktifan dan hasil belajar siswa.

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD berdasarkan hasil penelitian yang ada, juga memberikan dampak yang positif bagi siswa. Dampak bagi siswa dapat berupa peningkatan hasil belajar siswa diatas ketuntasan minimal. Oleh karenanya, lebih baik menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD khususnya pada mata pelajaran matematika agar siswa memperoleh hasil belajar yang baik.

2.3 Kerangka Berpikir

Seperti dikutip Sugiyono (Metode Penulisan Pendidikan: 91), Uma Sekaran mengungkapkan bahwa kerangka berpikir adalah model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Penulis didalam pelaksanaannya selalu mengaitkan antar variable yang akan diteliti. Jadi secara teori perlu dijelaskan antara variable independen dan variable dependen. Berdasarkan hal tersebut maka dalam setiap penulisan perlu untuk menyusun kerangka berpikir sebagai dasar dalam jalannya sebuah penulisan. Kerangka berpikir merupakan penalaran yang akan dijadikan titik pangkal penulisan untuk mengarah pada pemberian jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.

Pembelajaran yang dilaksanakan dengan metode ceramah, menyebabkan partisipasi siswa kurang maksimal, kurangnya perhatian siswa terhadap pelajaran,

(11)

siswa cenderung pasif dan cepat jenuh dalam pembelajaran, dan tidak sedikit siswa yang berbicara dengan teman saat diterangkan. Bahkan dalam proses pembelajaran terdapat siswa yang tidak mencatat, tidak mau untuk bertanya jika merasa belum bisa dan jika diberikan pertanyaaan oleh guru tidak bisa menjawab dengan benar atau diam saja. Kondisi seperti ini yang menyebabkan hasil belajar atau nilai siswa menjadi rendah dan tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimum (KKM). Berdasarkan kondisi hasil belajar siswa SD Negeri Samirono, maka penulis berusaha untuk melakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa akan diajak untuk aktif dalam pembelajaran melalui diskusi kelompok. Melalui diskusi, siswa akan saling membantu untuk menyelesaikan permasalahan yang sudah ada, sehingga interaksi antar anggoota kelompok akan terjalin dengan baik, keaktifan siswa akan meningkat, pengetahuan siswa akan bertambah sehingga akan mempengaruhi peningkatan hasil belajar. Adapun kerangka berpikir dalam penulisan ini adalah:

Gambar 1 Kerangka Berpikir

Rendahnya hasil belajar matematika siswa SD Negeri Samirono, Pongangan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran

2013-2014

Metode Pembelajaran guru dengan ceramah

Perbaikan Hasil Pembelajaran dengan tipe STAD

Terdapat Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Mata pelajaran Matematika Kerjasama antara

siswa

Tumbuhnya gagasan atau ide yang bermutu dan kreatif

Presentasi hasil kerja kelompok

(12)

Kerangka berpikir diatas menjelaskan bahwa siswa kelas V semester I di SD Negeri Samirono, Pongangan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2013-2014 memiliki hasil belajar yang rendah pada mata pelajaran matematika. Hal ini dikarenakan metode yang digunakan guru merupakan metode lama yakni ceramah. Sehingga dengan melihat kondisi yang ada di SD Negeri Samirono, Pongangan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2013-2014 penulis merasa perlu untuk memperbaiki keadaan yang ada sehingga hasil belajar siswa meningkat. Perbaikan peningkatan hasil belajar siswa, akan penulis lakukan dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas V semester II tahun pelajaran 2013-2014 untuk mata pelajaran matematika. Dimana dalam tipe STAD siswa diajak untuk bekerja sama dengan siswa lain, meningkatkan gagasan atau ide yang bermutu dan kreatif dalam diri siswa dan menyajikan hasil kerja siswa. Dengan langkah- langkah tersebut, diharapkan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penulisan ini adalah

1. Melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team AchievementDivision)dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V semester II SD Negeri Samirono, Pongangan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2013-2014 pada mata pelajaran matematika.

2. Pembelajarankooperatif tipe STAD (Student Team AchievementDivision) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa kelas V semester II SD Negeri Samirono, Pongangan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2013-2014 pada mata pelajaran matematika karena dalam tipe STAD siswa diajak untuk bekerja sama dengan siswa lain, untuk meningkatkan gagasan atau ide yang bermutu dan kreatif dalam diri siswa.

Gambar

Gambar 1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Ada juga yang mengajarkan “al-Fiqh alā madzāhibul arba’ah .” Ada juga yang memasukkan pelajaran aswaja ( ahli sunnah wal jama’ah ) masuk kedalam kurikulum pesantren. Karena

PARTISIPAN SISWA DALAM MENGIKUTI MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pemeriksaan kendaraan bermotor atau disebut juga “ syaken ” ,adalah pemeriksaan dengan waktu tertentu, apakah mobil yang Anda pakai sesuai dengan standart dasar hukum

Dimana penjualan sebelumnya masih banyak mengalami kendala hal ini disebabkan karena masih menggunakan prosedur secara manual, sehingga penulis mencoba membuat aplikasi untuk

In this study the probiotic potential to formulate functional feeds have been evaluated using four dietary treatments: Treatment 1 (B + Bs); Bacillus

Pembelajaran matematika yang diharapkan dalam praktek pembelajaran di kelas adalah (1) pembelajaran berpusat pada aktivitas siswa, (2) siswa diberi kebebasan berpikir

Orang yang tinggi tingkat kematangan beragamanya akan menge- tahui bahwa konsep dirinya akan positif dan hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang di

(4) Dalam hal hasil verifikasi tidak lengkap atau tidak sesuai persyaratan, pejabat yang secara fungsional membidangi urusan kepegawaian di Unit Kerja Pembina