• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori Pengertian Belajar Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

6

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,2003). Sedangkan menurut Gagne (dalam Slameto, 2003), belajar adalah proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku.

Menurut Harold (dalam Suprijono, 2011), berpendapat bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu. Selanjutnya Cronbach (dalam Suprijono, 2011) mengatakan bahwa belajar adalab perubahan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengamatan. Sementara menurut Trsvers (dalam Suprijono, 2011) berpendapat bahwa belajar adalah proses menhasilkan penyesuaian tingkah laku.

Belajar menurut Cronbrach, Suprijono, Gagne (dalam suprijono, 2011) adalah perubahan tingkah laku. Belajar dipahami sebagai proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi tidak bisa. Sebagian besar masyarakat menganggap belajar disekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan.

Anggapan tersebut tidak salah, karena berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berdasarkan pengalaman atau latihan.

2.1.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Setiap guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang dapat terjadi melalalui proses belajar mengajar. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari beberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan guru mengajar dan keberhasilan guru mengajar dan keberhasilan siswa dalam belajar, setiap akhir pelajaran diadakan evaluasi belajar yang bertujuan untuk mengukur keberhasilan proses belajar mengajar.

(2)

Menurut Iskandar (2012:128) hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu msateri tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun data kualitatif.

Menurut Purwanto (2009:44) hasil adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka dan nilai-nilai yang terdapat di dalam kurikulum. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui beberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan.

Menurut Sudjana (2009:22) mengemukakan “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.

Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi hasil belajar siswa diantaranya ialah siswa dapat mencapai hasil belajar yang maksimal sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswa dapat mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang mereka alami.

2.1.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2003: 54), adapun faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yang meliputi:

1. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (internal), yang meliputi:

a. Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika salah satu faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar.

b. Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat, dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir.

c. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani.

Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar, dan haus.

2. Faktor yang ada pada luar individu yang di sebut faktor eksternal, yang meliputi:

a. Faktor keluarga.

Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.

(3)

b. Faktor sekolah

Meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah.

c. Faktor masyarakat

Meliputi bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar.

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas dapat dikaji bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas belajar siswa memang tidak selamanya menguntungkan. Kadang-kadang juga lancar, kadang mudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit menangkap mata pelajaran. Dalam keadaan dimana siswa dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut belajar.

2.1.3 Pengertian Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Menurut Paolo dan Marten (Haryono, 2013: 39) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk peserta didik dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Mengamati apa yang terjadi.

2. Mencoba mengamati apa yang diamati.

3. Mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi.

4. Menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar.

Paolo dan Marten juga menegaskan bahwa dalam pembelajaran IPA mencakup juga melakukan coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal, lalu mencoba lagi.

Sedangkan menurut Haryono (2013: 42) IPA adalah pengetahuan yang telah diuji kebenarannya melalui metode ilmiah.Dalam pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi IPA merupakan proses penemuan.

Haryono (2013: 49-50) juga memaparkan bahwa teori belajar yang menonjol di dalam pembelajaran IPA adalah teori kognitivisme dan konstruktivisme. Teori kognitivisme menguraikan perkembangan kognitif dari bayi sampai masa dewasa. Sedangkan teori konstruktivisme menekankan bahwa

(4)

individu tidak menerima begitu saja ide-ide dari orang lain. Mereka membangun sendiri dalam pikiran mereka ide-ide tentang peristiwa alam dari pengalaman sebelum mereka mendapat pelajaran IPA di sekolah. Ide-ide yang mereka bentuk dan pengajaran IPA yang mereka dapatkan di sekolah disimpan di dalam struktur kognitif mereka.

2.1.4 Pembelajaran kooperatif

2.1.4.1 Pengertrian pembelajaran kooperatif

Menurut Agus Suprijono (2009:54) Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kelompok kecil (Effandi Zakaria dalam Isjoni, 2009:21).

Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2013: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.

Model pembelajaran ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit saja, tetapi juga berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman.

Berdasarkan definisi pembelajaran kooperatif menurut para ahli tersebut, maka yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan pembelajaran secara berkelompok, dimana siswa mempunyai tanggung jawab masing-masing didalam kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama.

(5)

2.1.4.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tabel 1

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.

Tahap 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.

Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Sumber : Rusman 2012:211

2.1.5 Pengertian Pembelajaran Model Kooperatif Tipe Jigsaw

Teknik mengajar jigsaw dikembangkan oleh Aroson sebagai metode Cooverative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.

Dalam tipe jigsaw, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa berkerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

(6)

Pembelajaran kooperatiftipe jigsaw adalah suau tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 2008)

Modelpembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan berkerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 2008:13).

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, menurut (Anita Lie, 2008) menyatakan bahwa siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus berkerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut.

Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah

(7)

mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Jigsaw didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir pembelajaran, siswa diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang telah dibahas. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.

Untuk mengklasifikasikannya setiap metode yang dianggap baik digunakan dalam pengajaran sangatlah sulit. Apalagi untuk menggolongkan metode-metode itu di dalam nilai dan efektifitasnya, sebab metode yang kurang baik ditangan seorang guru dapat menjadi metode yang baik sekali di tangan guru yang lain, dan metode yang baik akan gagal di tangan guru yang lain yang tidak menguasai teknik pelaksanaannya.

Di dalam kenyataannya, banyak faktor yang menyebabkan tidak selalu dapat dipergunakan metode yang dianggap paling sesuai dengan tujuan,situasi, dan lain-lain. Guru seringkali terpakasa menggunakan metode pilihan kedua atau pilihan ketiga. Yang harus diperhatikan oleh guru dalam keadaan demikian ialah batas-batas kelebihan dan kelemahan metode yang dipergunakannya, untuk dapat merumuskan kesimpulan mengenai hasil evaluasi usahanya itu.

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai metode mengajar dimaksudkan bahwa seorang guru, orang luar yang sengaja diminta, atau siswa sekalipun dapat memperlihatkan pada seluruh kelas suatu proses. Metode ini cukup efektif karena membantu para murid untuk memperoleh jawaban dengan mengamati penjelasan dari masing-masing tim ahli.

2.1.6 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan system kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 2009).

(8)

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak- tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al.

(2000), yaitu:

2.1.6.1 Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

2.1.6.2 Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas social, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk berkerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

2.1.6.3 Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan berkerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan social, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

Didalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini terdapat kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan pembelajaran ini diantaranya sebagai berikut:

2.1.6.4 Kelebihan Tipe Jigsaw : a. Menurut Nurhadi (2001:3) :

1) Meningkatkan kerja sama untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

2) Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.

(9)

3) Guru berperan sebagai pendamping, penolong dan mengarahkan siswa dalam mempelajari materi pada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.

4) Melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.

5) Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat.

b. Menurut Ibrahim, dkk (2003:120-121) :Bahwa kelebihan dari belajar Jigsaw yaitu dapat mengembangkan tingkah laku dan hubungan yang lebih baik antar siswa dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak dari teman mereka dalam belajar dari pada dari Guru.

c. Menurut Ratumanan (2002:63) :Menyatakan bahwa kelebihan Jigsaw bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar Jigsaw dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.

2.1.6.5 Kelemahan Tipe Jigsaw :

1) Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan anggotanya lemah semua.

2) Penugasan anggota kelompok untuk menjadi ahli sering tidak sesuai antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajarinya.

3) Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.

4) Siswa memilki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi ketika sebagai tenaga ahli sehingga dimungkinkan terjadi kesalahan.

5) Awal pengguanaan metode ini biasanya sulit dikendalikan, biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang.

2.1.7 Tahap-tahap Pembelajaran Tipe Jigsaw

Tahap pertama, peserta didik dikelompokan dalam bentuk kelompok kecil.

Pembentukan kelompok-kelompok peserta didik tersebut dapat dilakukan oleh guru berdasarkan pertimbangkan tertentu. Untuk mengoptimalkan mamfaaat dari belajar dalam kelompok, kenanggotaan kelompok heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun karakteristik lainnya. Jumlah peserta didik yang berkerja sama dalam masing-masing kelompok, pun harus dibatasi, agar kelompok-

(10)

kelompok yang terbentuk dapat berkerja sama secara efektif. Jumlah kelompok yang tepat menurut penelitian adalah 4-6 orang.

Tahap kedua, setelah peserta didik dikelompokan menjadi beberapa kelompok disesuaikan dengan banyaknya materi yang akan didiskusikan, didalam jiksaw ini setiap angota kelompok ditugaskan untuk mempelajari suatu materi tertentu.

Kemudian peserta didik-peserta didik atau perwakilan dari kelompoknya masing- masing bertemu dengan anggota-anggota dari kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya materi tersebut didiskusikan dengan mempelajari serta memahami setiap masalah yang dijumpai sehingga masing-masing perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut.

Tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut menguasai materi yang ditugaskannya, mereka kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok asalnya. Selanjutnya masing-masing anggota saling menjelaskan pada teman satu kelompoknya sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan leh guru.

Tahap keempat, peserta didik diberi tes/kuis oleh guru, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pemahaman materi oleh peserta didik.

Menurut Arends, 2008:14 hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut:

Langkah-langkah dalam menerapkan tipe jigsaw adalah sebagai berikut:

- Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda.

(11)

Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Dalam tipe jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Misalnya suatu kelas dengan jumlah siswa 12 dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 4 bagian materi pembelajaran, maka dari 12 siswa akan terdapat 4 kelompok ahli yang beranggotakan 3 orang siswa dan ada 3 kelompok asal yang terdiri dari 4 orang siswa. Setiap kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelomok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada dikelompok ahli maupun kelompok asal.

Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.

Selanjutnya menurut Agus Suprijono (2011: 89), langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw adalah sebagai berikut:

- Guru mengenalkan topik yang akan dibahas.

- Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.

Jumlah kelompok tergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Kelompok-kelompok ini disebut kelompok asal.

- Setelah kelompok asal terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru.

(12)

- Sesi berikutnya, guru membuat kelompok ahli.

- Setelah terbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka untuk berdiskusi.

- Setelah itu mereka kembali ke tim asal untuk menyampaikan hasil diskusi dengan tim ahli.

- Sebelum pembelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu dilakukan. Selanjutnya guru menutup pembelajaran dengan memberikan kesimpulan.

Langkah-langkah dalam pembelajaran tipe Jigsaw (tim ahli) adalah sebagai berikut (Trianto, 2007:56) :

a) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

b) Guru mengatur tempat duduk siswa.

c) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4-5 orang).

d) Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi beberapa sub bab.

e) Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.

f) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.

g) Setiap kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.

h) Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu (tes formatif).

i) Guru memberi pengarahan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengamatannya.

j) Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

Dari langkah-langkah tersebut dapat disimpulkan oleh peneliti dalam pembelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi sifat-sifat cahaya dengan batasan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

(13)

1. Kegiatan Awal

 Mengucapkan salam pembuka, berdoa, pengkondisian kelas, presensi

 Apresepsi 2. Kegiatn Inti

Eksplorasi

 Guru melibatkan siswa mencari informasi yang luas mengenai tema materi IPA tentang sifat-sifat cahaya.

 Menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam mendiskusikan sifat-sifat cahaya.

 Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus dikerjakan dengan langkah-langkah tipe jigsaw

Keterangan

1. = kelompok materi merambat lurus

2. = kelompok materi dapat menembus benda bening 3. = kelompok materi dapat dipantulkan

4. = dapat dibiaskan

 Guru memberikan materi dalam bentuk teks telah dibagi- bagikan menjadi beberapa sub bab

 Guru meminta siswa yang telah dibagi menjadi tim ahli melakukan diskusi

 Guru menyuruh setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab mempelajarinya

A1

A1

A2

A3

A4

C1 C2

C3

C4

B1 B2 B3 B4

A1

A1

B1 C1

A2 B2 C2

A3 B3 C3

A4 B4 C4

(14)

 Guru menyuruh siswa membuka buku dalam melakukan diskusi tentang sifat-sifat cahaya

 Guru meminta siswa dalam tim ahli menyampaikan hasil diskusi tentang sifat-sifat cahaya kepada tim asal

Elaborasi

 Setelah diskusi selesai secara acak guru memilih siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya dari masing-masing kelompok

 Kelompok lain memberikan tanggapan dari presentasi kelompok

 Setiap kelompok diberikan penghargaan berupa bentang kepada kelompok yang mencapai skor tertinggi

Konfirmasi

 Guru memberikan umpan balik pada siswa dengan memberi penguatan dengan memberikan tepuk tangan pada siswa yang maju ke depan kelas

 Guru bertanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang belum diketahui siswa.

 Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.

3. Kegiatan Akhir

 Guru meminta siswa mengerjakan soal evaluasi

 Salam penutup

2.2 kajian Relevan

Adapun hasil penelitian yang relevan yang mendekati judul penelitian ini adalah hasil penelitian Laila Mardhiyah Tahun 2009 dengan judul ”Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Mata Pelajaran Matematika Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di SDN Purworejo Kec. Suruh Kab.

Semarang Semester 1 Tahun Ajaran 2009/2010”. Berdasarkan hasil penelitian Laila Mardhiyah disimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas V SDN Purworejo semester 1

(15)

tahun ajaran 2009/2010. Setelah dilakukan kegiatan pembelajaran diperoleh hasil siklus I dengan rata-rata kelas sebesar 75,81 persen. Setelah diadakan tindak lanjut meningkat menjadi 76,96 persen dan pada siklus II rata-rata menjadi 77,22.

Ketuntasan belajar yang diperoleh setelah tindakan adalah 100%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Laila Mardhiyah tentang penggunaan metode jigsaw dalam kegiatan belajar mengajar didapatkan kesimpulan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V. Didapat hasil pada siklus I dengan rata-rata kelas sebesar 75,81 persen dan pada siklus II rata-rata menjadi 77,22. Dengan menggunakan metode jigsaw siswa dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran, karena dalam jigsaw siswa berdiskusi secara kelompok dengan pokok bahasan atau materi yang berbeda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Siswa dituntut untuk menguasai materi dengan baik sehingga ketika mengerjakan soal siswa sudah memahami materi dengan baik. Maka hasil atau nilai yang diperoleh siswa akan meningkat. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode jigsaw efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Selain itu hasil penelitian lain yang relevan dan mendekati judul penelitian ini adalah hasil penelitian Arna tahun 2009 dengan judul “Upaya meningkatkan hasil belajar IPA dengan menggunakan metode jigsaw pada siswa kelas5 Semester II SD Negeri Mangunsari 02 Kecamatan Sidomukti tahun pelajaran 2012/ 2013”. berdasarkan hasil penelitian Arna disimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas 5 Semester II SD Negeri Mangunsari 02 Kecamatan Sidomukti Tahun pelajaran 2012/2013. Setelah dilakukan kegiatan pembelajaran diperoleh hasil siklus I dengan nilai rata-rata kelas sebesar 76 dan pada siklus II rata-rata menjadi 77, ketuntasan belajar yang diperoleh setelah tindakan adalah 95%.

Dari penelitian Arna tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada siswa kelas 5 Semester II SD Negeri Mangunsari 02 Kecamatan Sidomukti Tahun pelajaran 2012/ 2013.

(16)

Berdasarkan kajian teori di atas mengenai hasil penelitian dari Laila Mardiyanti dan Arna tentang peningkatan hasil belajar melalui metode kooperatif tipe jigsaw, melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.3 Kerangka berpikir

Berdasarkan pada fakta tentang situasi pembelajaran maupun hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Watu Agung 01 Kecamatan Tuntang, terlihat bahwa dengan menerapkan model pembelajaran konvensional yang berbasis ceramah, hasil belajar IPA siswa masih jauh dari standar KKM. Pembelajaran dengan model ini membuat siswa menjadi peserta pasif.

Melihat situasi ini, peneliti bermaksud mengubah situasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw digunakan sebagai model dalam penelitian ini, karena terbukti dari penelitian terdahulu maupun pada kajian teoritis bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dapat meningkatkan hasil belajar IPA.siswa. Dapat dilihat pada bagan kerangka berpikir berikut ini:

(17)

Kondisi awal

Guru menggunakan metode konvensional yang berbasis ceramah

pada siswa kelas V

Hasil belajar siswa Belum mencapai

KKM

Tindakan

Menggunakan tipe Jigsaw dalam pembelajaran IPA

selama 2 siklus

Kondisi akhir

Melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran IPA siswa kelas V SDN Watu Agung Tahun Ajaran 2013/2014

Pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 menggunakan tipe

jigsaw Bagan Kerangka Berpikir

a) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 4-5 orang).

b) Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi beberapa sub bab.

c) Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.

d) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.

e) Setiap kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman- temannya.

(18)

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian dalam kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Watu Agung Semester II tahun pelajaran 2013/2014.

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan

Bahkan pada saat pelatihan klasikal pun, Latsar CPNS yang diselenggarakan oleh Puslatbang PKASN didukung pula dengan kegiatan pelatihan nonklasikal yang

Seorang manajer proyek tidak harus merupakan pembicara motivasi yang hebat, tetapi harus memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan orang, membagi visi yang sama, dan membuat

Sedangkan Daryanto (2009: 2) mengemukakan pengertian belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkatan perkembangan mental yang mengukur suatu proses tentang pengambilan

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami apa yang diperolehnya sehingga dapat menerangkan dan menjelaskan kembali serta memanfaatkan

Hubungan penerapan metode demonstrasi dan media benda asli dengan hasil belajar sangat erat dalam artian, dengan penerapan metode demonstrasi dan media benda asli dalam

Hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk: (1) Peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang