PREVALENSI KEJADIAN TRAUMA KEPALA DENGAN TRAUMA MULTIPEL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
HAJI ADAM MALIK TAHUN 2015 - 2017
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh :
RONDANG DWI FEBRIANA SIHOTANG 150100136
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menyertai dan mencurahkan kasihNya yang begitu besar kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Prevalensi Kejadian Trauma Kepala dengan Trauma Multipel di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2015 - 2017” ini tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk mencapai kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala rasa hormat, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada :
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. dr. Rr. Suzy Indharty, M.Kes, Sp. BS(K) selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu penulis, meluangkan waktu, tenaga, dan memberi banyak arahan dan masukan bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. dr. Andre Marolop P. Siahaan, M.Ked(BS), Sp.BS dan Alm. Ibu Sri Lestari, SP, M. Kes selaku ketua dosen penguji serta Ibu Nenni Dwi Aprianti Lubis, SP,M.Gizi selaku anggota dosen penguji yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat yang sangat konstruktif dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. dr. Meivina Ramadhani Pane, M.Ked(PD), Sp. PD selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama menempuh pendidikan.
5. Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang telah membantu saya dalam pengumpulan data skripsi.
6. Keluarga penulis, ayahanda Ir. Marelison Sihotang, ibunda Dra. Aprina Siregar, kakanda Rachel Sihotang yang menjadi penyemangat dengan memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan pendidikan dengan penuh semangat dan keyakinan.
7. Kepada seluruh sahabat penulis yang sudah penulis anggap seperti saudara kandung, Lulu Anandita Putri, Ridha Mutiara, Nabila Nasution, Annisa Marchia Marshal, Audhy Alivia Rambe, Triska Putri, Dinta Nisainda, Widya Safitri, Fadilah Oliv Khairina, Wardatan Kaddihan, Sryita
Sembiring, Yustry Meliala, Monalisa Nainggolan, Helen Priccila, Agung Siboro, Bayu Agustian, Gio Justisia, Josapat Sitepu, Ade Indrawan, Susanto Handoko, Steven Theo, Sherin Hasibuan, Dearni Anggita,
Magdalenauli, Lumongga Azma Chadisya, keluarga besar TBM FK USU, WIRUS PEMA FK USU yang telah banyak membantu dalam memberikan dukungan semangat, saran, kritik dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Abangda dr. Amiruddin Hidayatullah, kakanda dr. Putri Itonami Marbun, Erpina Valentina Perangin-Angin S.Ked, Angelin Putri Ghozali S.Ked, Ella Finarsih S.Ked, Geby Rut Abaginna Ginting S.Ked dan Nurfadhilah Hasibuan S.Ked yang telah banyak membantu dalam memberikan dukungan semangat saran, kritik dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman - teman stambuk 2015 dan semua pihak yang telah membantu baik dalam bentuk moril maupun materil yang namanya tidak dapat disebutkan oleh penulis satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi yang disampaikan maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, segala saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangatlah diharapkan guna menyempurnakan hasil penelitian skripsi ini.
Medan, Desember 2018
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB Halaman
Halaman Judul Halaman Pengesahan Kata Pengantar Daftar Isi
i ii iii
v
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar Daftar Singkatan Daftar Lampiran Abstrak
Abstract
viii ix
x xi xii
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 1.3.2 Tujuan Khusus
2 2 2 1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk Peneliti 1.4.2 Untuk Rumah Sakit 1.4.3 Untuk Masyarakat
1.4.4 Untuk Institusi Pendidikan
3 3 3 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Trauma Kepala 2.1.1 Definisi 2.1.2 Etiologi 2.1.3 Epidemiologi 2.1.4 Manifestasi Klinis
2.1.5 Klasifikasi & Patofisiologi
4 4 4 5 6 7
2.1.6 Diagnosis 2.1.7 Tatalaksana 2.1.8 Komplikasi 2.2 Trauma Multipel
10 13 16 17
2.3 Kerangka Teori 19
2.4 Kerangka Konsep 20
III. METODE PENELITIAN 21
3.1 Jenis dan Desain Penelitian 21
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 21
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian
3.3.1.1 Kriterian Inklusi 3.3.1.2 Kriterian Eksklusi 3.3.2 Sampel Penelitian
21 21 21 21 22
3.4 Metode Pengumpulan Data 22
3.5 Definisi Operasional 22
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24
4.1 Hasil Penelitian 24
4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 24
4.1.2 Distribusi Karakteristik Responden Penelitian 25 V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 29
5.2 Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN 35
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Skala Koma Glasgow 11
2.2 Survei Primer Pasien Cedera Otak 13
2.3 Abbreviated Injury Score 17
2.4 Injury Severity Score 18
3.1 Definisi Operasional Variabel yang Diteliti 22 4.1 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin 25 4.2 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Umur 26 4.3 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Pendidikan Terakhir 26 4.4 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Penyebab 27 4.5 Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Trauma Multipel
Lain
28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Kerangka Teori Penelitian 19
2.2 Kerangka Konsep Penelitian 20
DAFTAR SINGKATAN
ABC : Airway, Breathing, Circulation AIS : Abbreviated Injury Score ATLS : Advanced Trauma Life Support AVPU : Alert, Verbal, Pain, Unresponsive
CDC : Centers for Disease Control and Prevention CSF : Cerebrospinal Fluid
CSS : Cairan Serebrospinalis
CT – Scan : Computerized Tomography Scan EDH : Epidural Hematoma
GCS : Glasgow Coma Scale ICH : Intracerebral Hemorrhage ISS : Injury Severity Score
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia MRI : Magnetic Resonance Imaging NISS : New Injury Severity Score SDH : Subdural Hematoma TBI : Traumatic Brain Injury TIK : Tekanan Intra Kranial WHO : World Health Organization
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Daftar Riwayat Hidup 35
B. Lembar Pernyataan Orisinalitas 37
C. Surat Persetujuaan Komisi Etik 38
D. Surat Izin Penelitian 39
E. Data Pasien 41
F. Analisa Data Statistik SPSS 48
ABSTRAK
Latar belakang. Cedera kepala atau sering disebut trauma kepala adalah trauma yang paling umum ditemui di unit gawat darurat. Pasien yang pernah mengalami trauma kepala biasanya mengalami gangguan neuropsikologis yang berakibat kecacatan sehingga berpengaruh pada pekerjaan dan aktivitas sosial mereka. Trauma dapat terjadi di satu atau lebih bagian tubuh selain kepala. Trauma yang terjadi pada minimal 2 bagian tubuh dengan derajat keparahan yang cukup tinggi disebut dengan trauma multipel. Di Indonesia, prevalensi kejadian trauma kepala sebesar 8,2% dan kejadian trauma multipel di Jerman sebesar 50000 orang dalam satu tahun.
Tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi kejadian trauma kepala dengan trauma multipel. Metode. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik dengan pendekatan cross-sectional menggunakan data sekunder. Sampel penelitian merupakan seluruh penderita trauma kepala dengan trauma multipel tahun 2015-2017, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Hasil. Sebanyak 236 sampel menjadi kriteria inklusi pada penelitian ini. Prevalensi trauma kepala terbanyak terjadi pada laki- laki, berusia 18-35 tahun, pendidikan terakhir SMA, penyebab trauma yaitu kecelakaan lalu lintas, trauma maksilofasial merupakan trauma multipel paling banyak pada trauma kepala.
Kesimpulan. Trauma penyerta tertinggi pada kejadian trauma kepala dengan trauma multipel adalah trauma maksilofasial.
Kata kunci : Trauma kepala, trauma multipel
ABSTRACT
Background. Head injuries or commonly called head trauma are the most common trauma that can be found in the emergency department. Patients who have experienced head trauma usually have a neuropsychological disorder that results in disability affecting their work and social activities. Trauma can occur in one or more parts of the body other than the head. Trauma that occurs in at least 2 parts of the body with a high degree of severity is called multiple trauma. In Indonesia, the prevalence of head trauma events was 8.2% and the incidence of multiple trauma in Germany was 50000 people in one year. Aim. This study aimed to show the prevalence of head trauma with multiple trauma cases. Method. This study is going to be held at Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik with cross-sectional approach using secondary data. The samples are all of head trauma with multiple trauma patients from 2015 to 2017 that meet the inclusion and exclution categories. Results. A total of 236 samples became the inclusion criteria in this study. Prevalence of head trauma occurs mostly in men, aged 18-35 years, most recent education is high school, the cause of trauma is a traffic accident, maxillofacial trauma is the most common multiple trauma in head trauma. Conclusion. The highest concomitant trauma in the incidence of head trauma with multiple trauma is maxillofacial trauma.
Keywords : Head trauma, multiple trauma
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala atau sering disebut trauma kepala adalah trauma yang paling umum ditemui di unit gawat darurat. Banyak pasien dengan trauma kepala berat meninggal sebelum sampai di Rumah Sakit, faktanya hampir 90% kematian akibat trauma pra-rumah sakit menyangkut trauma kepala. Pasien yang pernah mengalami trauma kepala biasanya mengalami gangguan neuropsikologis yang berakibat kecacatan sehingga berpengaruh pada pekerjaan dan aktivitas sosial mereka (ATLS, 2018).
Trauma dapat terjadi di satu atau lebih bagian tubuh. Trauma yang terjadi pada minimal 2 bagian tubuh dengan derajat keparahan yang cukup tinggi (ISS >
16) disebut dengan trauma multipel (Pratama, 2015). Trauma multipel atau sering disebut politrauma adalah kondisi dimana terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satu kecederaan tersebut mengakibatkan kematian ataupun berdampak pada fisik, kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional (Lamichhane et al., 2013).
Dalam satu tahun, insidensi trauma multipel di Jerman sebanyak 50.000 pasien dengan skor ISS ≥ 50 dialami oleh 3265 pasien (Rüden et al., 2013). Pada tahun 2013 di Indonesia, prevalensi kejadian trauma kepala sebesar 8,2% dengan urutan penyebab cedera terbanyak adalah jatuh 40,9%, kecelakaan sepeda motor 40,6%, cedera akibat benda tajam dan tumpul 7,3%, transportasi darat lainnya 7,1% dan kejatuhan 2,5 % (Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan RI, 2013).
Di negara miskin dan negara berkembang terjadi peningkatan mobilisasi yang bergantung pada kendaraan transportasi untuk melakukan kegiatan ekonomi.
Namun tidak terjadi peningkatan kuantitas serta kualitas infrastruktur penunjang, seperti ketersediaan jalan, regulasi transportasi yang baik, fasilitas keamanan suatu kendaraan, serta sistem edukasi mengenai tata cara berlalu lintas yang baik dan benar (Pratama, 2015).
2
Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan pada tahun 2010 jumlah penderita trauma kepala adalah 1627 penderita, yang terdiri atas 1021 penderita cedera kepala ringan (CKR),444 penderita cedera kepala sedang (CKS), dan 162 penderita cedera kepala berat (CKB) (Data Departemen Bedah Saraf FK USU, 2010).
Berdasarkan latar belakang dan data yang didapatkan, penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah dengan judul “Prevalensi Kejadian Trauma Kepala dengan Trauma Multipel di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015-2017.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, rumusan masalah pada penelitian ini adalah : “Bagaimana prevalensi kejadian trauma kepala dengan trauma multipel di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015-2017?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk prevalensi kejadian trauma kepala dengan trauma multipel di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015-2017
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui prevalensi kejadian trauma kepala dengan trauma multipel berdasarkan jenis kelamin di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015- 2017.
2. Untuk mengetahui prevalensi kejadian trauma kepala dengan trauma multipel berdasarkan umur di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015-2017.
3. Untuk mengetahui prevalensi kejadian trauma kepala dengan trauma multipel berdasarkan pendidikan di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015- 2017.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk Peneliti
Diharapkan dapat menjadi wujud pengaplikasian disiplin ilmu serta untuk meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan sarana untuk menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi kejadian trauma kepala.
1.4.2 Untuk Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai sebagai data dan rumah sakit yang menangani penyakit ini dapat segera menindak lanjuti serta mencegah agar tidak memperburuk keadaan pasien.
1.4.3 Untuk Masyarakat
Diharapkan dapat memberikan informasi yang benar bagi masyarakat tentang prevalensi kejadian trauma kepala dengan trauma multipel di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015-2017.
1.4.4 Untuk Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang bermanfaat untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trauma Kepala 2.1.1 Definisi
Cedera adalah sesuatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh yang terjadi ketika tubuh manumur secara tiba-tiba mengalami penurunan energi dalam jumlah yang melebihi ambang batas toleransi fisiologis atau akibat dari kurangnya satu atau lebih komponen penting seperti oksigen (WHO, 2014).
Cedera dapat terjadi disatu atau lebih bagian tubuh manumur termasuk kepala.
Cedera kepala atau sering disebut trauma kepala adalah cedera mekanik yang mengenai kepala secara langsung atau tidak langsung dan menyebabkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak, serta dapat mengganggu fungsi neurologis (Manarisip et al., 2014).
2.1.2 Etiologi
Pada Cedera kepala dapat terjadi karena beberapa mekanisme, namun penyebab paling umum kejadian trauma kepala adalah sebagian berikut:
1. Kecelakaan lalu lintas
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 1993 ayat 1, kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa dijalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya mengakibatkan korban manumur atau kerugian harta benda.
2. Jatuh
KBBI mendefinisikan jatuh sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih dl gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah dan sebagainya).
3. Tindak kekerasan
Menurut kamus sosiologi, kekerasan adalah ekspresi yang dilakukan seseorang atau sekelompok secara fisik ataupun verbal orang yang mencerminkan tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang.
4. Cedera olahraga
Pada tahun 2006, Fuller mendefinisikan cedera olahraga sebagai cedera yang timbul akibat berolahraga, baik sebelum selama maupun sesudah berolahraga.
5. Trauma kepala tembus
Trauma kepala tembus adalah luka dimana proyektil menembus tengkorak tetapi tidak keluar (Vinas, 2015).
Kecelakaan lalu lintas dapat berupa tabrakan antara kendaraan, pejalan kaki ditabrak oleh kendaraan bermotor, ataupun kecelakaan sepeda. Di Amerika dan di daerah pinggiran kota / pedesaan, kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kejadian trauma kepala yang paling sering. Namun, di kota-kota dengan populasi lebih dari 100.000 orang, tindak kekerasan, jatuh, dan trauma kepala tembus adalah etiologi yang lebih umum. Rasio kejadian trauma kepala pada laki-laki dibanding perempuan hampir 2:1 dan trauma kepala lebih sering dialami orang yang berumur dibawah 35 tahun (Ainsworth, 2015). Penyebab kejadian trauma kepala di Indonesia akibat jatuh sebesar 40,9%, akibat kecelakaan sepeda motor sebesar 40,6%, akibat cedera akibat benda tajam dan tumpul sebesar 7,3%, transportasi darat lainnya sebesar 7,1% dan sebesar 2,5 % oleh karena kejatuhan (Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan RI, 2013).
2.1.3 Epidemiologi
Insidensi kejadian cedera kepala di dunia tidak diketahui. Di Amerika pada tahun 2002 – 2006 sebesar 579 per 100.000 atau kira-kira 1,7 juta kasus per tahun (Faul et al., 2010). Berdasarkan data dari Centers for Disease Control and
6
Prevention (CDC), dari 1,7 juta orang di Amerika yang mengalami cedera kepala setiap tahun, 1,4 juta orang yang ditangani di unit gawat darurat, ada 5,3 juta orang yang hidup dengan kecacatan akibat cedera kepala, 275.000 orang memerlukan rawat inap, dan 52.000 orang mengalami cedera fatal (Roozenbeek, 2013). Pasien cedera kepala yang dirawat inap di Eropa pada data meta analisis tahun 1990an sampai 2000an sebesar 235 per 100000 orang (Tagliaferri et al., 2005). Sementara itu pada tahun 2006 – 2007 di Ontario dan Kanada, pasien cedera kepala yang dirawat inap telah dihitung sebesar 22 per 100000 orang untuk wanita dan 52 per 100000 orang untuk laki-laki (Colantonio et al., 2010). 3 tingkat insiden kira-kira berkisar antara 47,3 hingga 694 per 100.000 penduduk per tahun, dan angka kematian kasar berkisar 9-28,10 per 100.000 penduduk per tahun dalam penelitian Eropa (Essentials of Neuroanesthesia, 2017).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Pasien dengan cedera kepala mempunyai beberapa tanda dan gejala. Cedera kepala dapat dibagi menjadi 2 berdasarkan manifestasi klinis, yaitu (Wong, D.L.
et al., 2009):
1. Cedera Kepala Ringan
Dapat menimbulkan kehilangan kesadaran, periode konfusi (kebingungan) transien, somnolen, gelisah, iritabilitas pucat dan juga muntah (satu kali atau lebih) dengan perubahan status mental memuncaknya agitasi, muncul tanda-tanda neurologik lateral fokal dan perubahan tanda-tanda vital yang tampak jelas sebagai tanda-tanda progestivitas.
2. Cedera Kepala Berat
Tanda-tanda peningkatan TIK, perdarahan retina, paralisis ekstraokular (terutama saraf kranial VI), hemiparesis, kuadriplegia, peningkatan suhu tubuh, cara berjalan yang goyah, papiledema (anak yang lebih besar) &
perdarahan retina. Cedera ini dapat juga disertai tanda-tanda seperti cedera kulit (daerah cedera pada kepala), cedera lainnya (misalnya pada ekstremitas).
2.1.5 Klasifikasi & Patofisiologi
Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, morfologinya, dan beratnya. Menurut mekanismenya cedera kepala dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma tembus. Menurut morfologinya cedera kepala dikelompokan menjadi fraktur tulang tengkorak (dasar dan atap tengkorak) dan lesi intracranial (lesi fokal dan difus). Sedangkan menurut beratnya dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (GCS 14-15), sedang (GCS 9-13) dan berat (GCS 3-8) (Mahadewa, 2017).
Cedera kepala merupakan suatu proses yang progresif sehingga dapat diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan progresivitasnya, yaitu (Satyanegara, 2014):
1. Cedera Primer
Cedera primer adalah cedera pada otak akibat efek mekanik dari luar menyebabkan kontusio dan laserasi parenkim otak dan kerusakan akson pada substantia alba hemisper otak hingga batang otak (Arifin, 2002).
Cedera ini disebabkan oleh adaanya perdarahan intrakranial yang berupa epidural hematom, subdural hematom ataupun intracranial hematom, terdapat kontusio cerebri atau diffuse axonal injury (Nangoi, 2015).
Epidural hematom (EDH) merupakan penimbunan darah di antara tulang tengkorak dengan duramater. Subdural hematom (SDH) merupakan penimbunan darah di antara lapisan duramater dan lapisan araknoid.
Sedang Intrakranial hematom adalah penimbunan darah di dalam jaringan otak (Partogi et al., 2016). Dengan kata lain, cedera primer dapat berupa:
a. Fraktur tulang kepala
Fraktur linear
Fraktur yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala dan berbentuk garis tunggal / stellate pada tulang tengkorak.
Fraktur diastasis
Fraktur yang menyebabkan melebarnya sutura-sutura tulang kepala.
8
Fraktur kominutif
Fraktur dengan fragmen tulang lebih dari satu dalam satu area fraktur.
Fraktur impresi
Fraktur akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala di area yang kecil dan dapat menekan atau laserasi durameter jaringan otak.
Fraktur basis kranii
Fraktur pada dasar tulang tengkorak yang disertai robekan pada durameter yang lengket pada dasar tengkorak
b. Cedera fokal
Perdarahan epidural / epidural hematoma (EDH)
Terdapatnya darah di ruang epidural, yaitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengokorak dan duramater.
Perdarahan subdural akut / subdural hematoma (SDH) akut Menumpuknya darah di ruang subdural selama 6 jam – 3 hari.
Perdarahan subdural kronik / subdural hematoma (SDH) kronik
Menumpuknya darah di ruang subdural lebih dari 3 minggu pasca trauma.
Perdarahan intra serebral / intra cerebral hematoma (ICH) Daerah perdarahan yang sama dan konfluen di dalam parenkim otak.
c. Cedera difus
Cedera difus menggambarkan kelainan yang tersebar merata di permukaan otak dan substansia alba karena gaya percepatan dan perlambatan, dan gaya rotasi dan translasi yang menggeser parenkim otak dari permukaan terhadap parenkim yang sebelah dalam akibat perbedaan massa jenis dan kepadatan antar inti di
permukaan dan serabut subkortikal dan inti yang ada di bagian dalam atau profundal.
Berdasarkan gambaran morfologi pencitraan cedera difus dapat dikelompokan menjadi:
Cedera akson difus
Rusaknya serabut subkortikal (penghubung inti permukaan otak dengan inti profunda otak), serabut penghubung inti- inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut penghubung inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura).
Kontusio serebri
Rusaknya parenkimal otak akibat efek gaya percepatan dan perlambatan serta gaya coup dan countercoup.
Edema serebri
Gangguan vaskuler akibat trauma kepala yang tidak menunjukkan kerusakan parenkimal otak namun menunjukkan perdorongan hebat pada daerah yang mengalami edemal; atau hilangnya system ventrikel, ruang subarahnoidal dan sulkus otak jika edem dikedua sisi.
Iskemia serebri
Kurang atau berhentinya persediaan aliran darah ke bagian otak tertentu karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak yang berlangsung lama.
Perdarahan subarahnoidal traumatika
Pecahnya pembuluh darah kortikal dalam jumlah tertentu akibat trauma yang memasuki ruang subarahnoidal.
d. Trauma tembak
Trauma akibat terjadinya penetrasi atau persentuhan anak peluru secara cepat dengan tubuh, sehingga menembus kulit, masuk kedalam tubuh serta merusak jaringan tubuh di dalamnya.
2. Cedera Sekunder
10
Weisberg et al. (1989) mendefinisikan cedera sekunder sebagai lanjutan cedera primer yang terjadi akibat gangguan proses metabolisme dan homeostatis ion-ion sel otak, hemodinamika intrakranial, dan kompartemen cairan serebrospinalis (CSS) serta berbagai proses patologik seperti perdarahan, edema otak, kerusakan neuron yang berkelanjutan, iskemia. dan perubahan neurokimiawi yang dimulai setelah terjadinya trauma namun tidak langsung tampak secara klinis pasca trauma.
Penanganan secara komprehensif harus segera dilakukan agar cedera otak sekunder tidak terjadi. Apabila terdapat perdarahan seperti epidural hematom, subdural hematom atau intracranial hematom, dan menimbulkan gejala, dilakukan tindakan evakuasi dalam 2-4 jam (Awaloei et al., 2016).
3. Secondary Brain Insults
Peristiwa sistemik pasca trauma kepala yang berpotensi memperparah kerusakan sel saraf, akson, dan pembuluh darah otak, seperti hipoksia, hipotensi, hipekarbia, hiperpireksia, hiperglikemia, kejang dan ketidakseimbangan elektrolit (Satyanegara, 2014)
2.1.6 Diagnosis
Mendiagnosis cedera otak dan menentukan tingkat keparahan cedera adalah dua hal yang berbeda. Dalam kasus di mana cedera lebih parah, biasanya telah terjadi beberapa jenis cedera otak jelas dari gejala individu sedangkan cedera otak ringan atau sedang, penilaian lebih lanjut sering diperlukan untuk mendiagnosis cedera otak. Maka, untuk menegakan diagnosis cedera kepala dapat melalui satu atau lebih tes yang menilai cedera fisik seseorang, otak dan fungsi saraf, dan tingkat kesadaran, yaitu (NIH,2016):
1. Glasgow Coma Scale (GCS)
GCS mengukur fungsi seseorang dalam tiga area:
a. Cedera dianggap ringan jika tidak sadarkan diri atau tidak sadar selama kurang dari 30 menit, kehilangan memori berlangsung kurang dari 24 jam dan skor GCS adalah 14 hingga 15.
b. Cedera dianggap sedang jika tidak sadarkan diri selama lebih dari 30 menit dan hingga 24 jam, kehilangan memori berlangsung dari 24 jam hingga 7 hari dan skor GCS adalah 9 hingga 13.
c. Cedera dianggap berat jika tidak sadarkan diri selama lebih dari 24 jam, kehilangan memori berlangsung lebih dari 7 hari dan skor GCS adalah 8 atau lebih rendah.
Tabel 2.1 Skala Koma Glasgow
1.1 Membuka Mata Spontan
Terhadap rangsang suara Terhadap nyeri
Tidak ada
4 3 2 1 2.1 Respon Verbal
Orientasi baik Orientasi terganggu Kata-kata tidak jelas Suara tidak jelas Tidak ada respon
5 4 3 2 1 3.1 Respon Motorik
Mampu bergerak Melokalisasi nyeri Fleksi menarik Fleksi abnormal Ekstensi
Tidak ada respon
6 5 4 3 2 1
Total 2 – 15
2. Measurements for Level of TBI
a. Cedera dianggap ringan jika tidak sadarkan diri atau tidak sadar selama kurang dari 30 menit, kehilangan memori berlangsung kurang dari 24 jam dan skor GCS adalah 14 hingga 15.
b. Cedera dianggap sedang jika tidak sadarkan diri selama lebih dari 30 menit dan hingga 24 jam, kehilangan memori berlangsung dari 24 jam hingga 7 hari dan skor GCS adalah 9 hingga 13.
12
c. Cedera dianggap berat jika tidak sadarkan diri selama lebih dari 24 jam, kehilangan memori berlangsung lebih dari 7 hari dan skor GCS adalah 8 atau lebih rendah.
3. Speech and Language Test
Evaluasi formal kemampuan berbicara dan bahasa, termasuk evaluasi motor mulut terhadap kekuatan dan koordinasi otot-otot yang mengontrol ucapan, pemahaman dan penggunaan tata bahasa dan kosa kata, serta membaca dan menulis.
4. Cognition and Neuropsychological Tests
Kognisi menggambarkan proses berpikir, penalaran, pemecahan masalah, pemrosesan informasi, dan memori. Kebanyakan pasien cedera berat menderita cacat kognitif, termasuk kehilangan banyak keterampilan mental tingkat tinggi. Tes neuropsikolog adalah tes untu memperoleh informasi tentang kemampuan kognitif, perilaku, motorik, dan eksekutif individu dan memberikan informasi mengenai kebutuhan untuk layanan rehabilitatif. dengan mengevaluasi tugas berorientasi khusus dari hubungan otak-perilaku manumur, mengevaluasi fungsikognitif yang lebih tinggi serta proses sensorik- motorik dasar.
5. Tests for Assessing TBI in Military Settings
Cedera yang parah dapat terlihat jelas dalam situasi militer, tetapi cedera yang lebih ringan mungkin tidak mudah diidentifikasi. Maka harus dilakukan penilaian dengan cepat untuk menilai apakah pasien mengalami kehilangan kesadaran, masalah memori, dan gejala neurologis, seperti kebingungan atau koordinasi yang buruk.
6. Imaging Test a. CT Scan
Computerized tomography scan (CT Scan) biasa digunakan untuk pasien dengan nyeri kepala menetap atau muntah -muntah yang tidak menghilang setelah pemberian obat-obatan analgesia/antimuntah, pasien kejang – kejang, jenis kejang fokal
lebih bermakna terdapat pada lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general, pasien dengan GCS menurun lebih dari 1 dimana faktor – faktor ekstrakranial seperti syok, febris, dan sebagainnya telah disingkirkan, terdapat fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, terdapat luka tembus akibat benda tajam dan peluru, serta pasien yang sudah dirawat selama 3 hari namun GCS tidak membaik.
b. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) biasa digunakan untuk pasien dengan abnormalitas status mental yang digambarkan oleh CT Scan. MRI telah terbukti lebih sensitif daripada CT Scan, terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragik cedera aksonal.
2.1.7 Tatalaksana
Menurut Neurotrauma Guideline (2014), cedera kepala dapat ditatalaksana dengan beberapa langkah yaitu:
1. Perlindungan umum / general precaution a. Informed to Consent dan Informed Consent b. Perlindungan diri
Mencuci tangan dengan antiseptik, memakai alat pelindung diri, menjaga kebersihan alat dan lingkungan, hindari benda tajam, dan menjauhkan pasien dari kemungkinan kontaminasi.
c. Persiapan alat dan sarana pelayanan 2. Survei Primer
Tabel 2.2 Survei primer pasien cedera otak.
Pemeriksaan Evaluasi Perhatikan, catat, dan perbaiki Airway Patensi saluran napas?
Suara tambahan? Obstruksi?
Breathing Apakah oksigenasi efektif?
Rate dan depth Gerakan dada
Air entry Sianosis Circulation Apakah perfusi Pulse rate dan volume
14
adekuat? Warna kulit
Capilarry return Perdarahan Tekanan darah
Disability ( status neurologis )
Apakah ada kecacatan neurologis?
Tingkat kesadaran menggunakan
sistem GCS atau AVPU.
Pupil (besar, bentuk, reflek cahaya, bandingkan kanan-
kiri) Exposure
(buka seluruh pakaian)
Cedera organ lain?
Jejas, deformitas, dan gerakan ekstremitas.
Evaluasi respon terhadap perintah atau
rangsang nyeri
3. Survei Sekunder
Survei Sekunder meliputi pemeriksaan status umum terdiri dari anamnesa dan pemeriksaan fisik seluruh organ
a. Anamesis
Identitas pasien, keluhan utama, mekanisme trauma, waktu dan perjalanan trauma, pernah pingsan atau sadar setelah trauma, apakah terjadi amnesia retrograde atau antegrade, keluahan tambahan, riwayat penyakit dan obat-obatan.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan cedera otak adalah:
Pemeriksaan kepala
Jejas di kepala, tanda patah dasar tengkorak, tanda patah tulang wajah, tanda trauma pada mata, dan auskultasi karotis untuk melihat apakah ada bruit yang berhubungan dengan diseksi karotis.
Pemeriksaan leher dan tulang belakang
Jejas, deformitas, status motorik, sensorik, dan autonomik pada pada tulang servikal dan tulang belakang dan cedera pada medula spinalis.
4. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang berkaitan erat dengan cedera otak adalah:
a. Tingkat Kesadaraan
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS) dan setelah ABC stabil.
b. Saraf Kranial
Saraf II-III, yaitu pemeriksaan besar & bentuk, reflek cahaya, reflek konsensuil pupil serta melihat tanda-tanda lesi saraf VII perifer.
c. Fundoskopi dicari
Mencari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina, retinal detachment.
d. Motoris & sensoris
Membandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah mencari tanda lateralisasi.
e. Autonomis
Bulbocavernous reflek, cremaster reflek, spingter reflek, reflek tendon, reflek patologis dan tonus spingter ani.
5. Observasi
Menggunakan lembar observasi umum (tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, dan suhu) dan lembar observasi neurologis khusus bedah saraf.
6. Pemeriksaan Foto Polos Kepala 7. Pemeriksaan CT Scan
Setelah melakukan langkah-langkah diatas, selanjutnya dilakukan tatalaksana medikamentosa pada pasien cedera kepala agar tidak terjadi cedera kepala sekunder. Prinsip dasarnya adalah bila sel saraf diberikan suasana yang optimal untuk pemulihan, maka diharapkan sel tersebut
16
dapat pulih dan kembali ke fungsi normal. Terapi medikamentosa pada pasien cedera kepala adalah sebagai berikut (Japardi, 2017):
a. Cairan Intravena
Pemberian larutan Ringer Laktat atau garam fisiologis untuk mempertahankan keadaan normovolemia.
b. Hiperventilasi
Hiperventilasi bertujuan untuk mengurangi tekanan intrakranial pada pasien dengan perburukan neurologis akibat hematoma intrakranial yang membesar, sampai operasi kraniotomi emergensi dapat dilakukan. Hiperventilasi dilakukan secara selektif dan hanya dalam batas waktu tertentu. Umumnya, PaCO2 dipertahankan pada 35 mmHg.
c. Manitol
Manitol berguna untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK) yang meningkat. Sediaan yang tersedia cairan manitol dengan konsentrasi 20% (20 gram setiap 100 ml larutan) dan dosis 1 gram/kg BB bolus IV.
d. Furosemid
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan akan meningkatkan diuresis dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB bolus IV.
e. Barbiturat
Bermanfaat untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK), namun tidak boleh diberikan bila terdapat hipotensi dan fase akut resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan tekanan darah.
f. Antikonvulsan
Fenitoin sebagai profilaksis bermanfaat untuk menurunkan angka insidensi kejang dalam minggu pertama cedera namun tidak bermanfaat untuk mencegaah terjadinya epilepsi pasca trauma.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek yang paling umum pada pasien cedera kepala adalah gangguan kognitif, gangguan integritas sensorik, kejang segera, hidrosefalus, kebocoran cairan serebrospinal (CSF), cedera saraf vaskular atau kranial, tinnitus, kegagalan organ, dan politrauma. Politrauma termasuk disfungsi paru, kardiovaskular, gastrointestinal, ketidakseimbangan cairan dan hormon, trombosis vena dalam, pembekuan darah yang berlebihan, dan cedera saraf.
Pasien trauma kepala biasanya memiliki peningkatan laju metabolisme, yang mengarah ke jumlah panas yang berlebihan yang diproduksi di dalam tubuh.
Pembengkakan otak terjadi akibat trauma kepala dan berkontribusi terhadap peningkatan tekanan intrakranial sebagai akibat dari vasodilatasi serebral dan peningkatan aliran darah otak. Komplikasi jangka panjang yang terkait dengan trauma kepala termasuk penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, demensia pugilistika, dan epilepsi pasca trauma (Ahmed, 2017).
2.2 Trauma Multipel
Trauma Multipel atau politrauma adalah kondisi dimana seseorang telah mengalami beberapa luka traumatis, seperti cedera kepala serius selain luka bakar yang serius. Trauma multipel adalah terdapat dua atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satu trauma tersebut menyebabkan kematian dan memberi dampak pada fisik, kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional (Lamichhane P et al., 2010).
Untuk menentukan apakah pasien dikatakan trauma multipel dilakukan penilaian yang lebih objektif yaitu dengan menggunakan Injury Severity Score (ISS), bila nilai ISS 15 sampai 26 atau lebih besar (Nerida E et al., 2013).
Untuk menilai anatomis, terdapat beberapa scoring system, antara lain Abbreviated Injury Score (AIS), Injury Severity Score (ISS), New Injury Severity Score (NISS) (Chawda M N et al., 2004).
1. Abbreviated Injury Score
Dasar dari ISS dan menjelaskan suatu cedera namun tidak memprediksi outcome.
18
Tabel 2.3 Abbreviated Injury Score
Injury Score
Minor 1
Moderate 2
Serious 3
Severe 4
Critical 5
Unsurvival 6
2. Injury Severity Score
Jumlah kuadrat dari AIS score tertinggi pada tiga regio tubuh yang mengalami cedera terparah. ISS mempunyai rentang antara 1-75 dan dikatakan trauma multipel apabila nilai ISS lebih dari atau sama dengan 16.
Dalam penghitungan ISS, sering terjadi underscoring karena jumlah dari cedera yang diperhitungkan hanya tiga region dengan cedera yang terparah.
ISS hanya menghitung data anatomis tanpa menghitung data fisiologi
Tabel 2.4 Injury Severity Score
Body region Injury AIS Top three
AIS score squared
Head/Neck No injury 0
Face No injury 0
Thorax Flail chest 4 16
Abdomen No injury 0
Extremity Femur fracture 3 9
External Contusio 1 1
Total ISS 26
3. New Injury Severity Score
Jumlah kuadrat dari nilai AIS score dari tiga cedera terparah pada pasien tanpa mempertimbangkan regio tubuh lokasi cedera tersebut (Chawda M N et al., 2004).
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Mekanisme Trauma Kepala
Akselerasi Deselerasi Rotasi - Strangulasi
Trauma Kepala + Multipel
Thorax
Servikal Abdomen
Ekstremitas Maksilofasial
20
2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Jenis Kelamin
Umur
Pendidikan Prevalensi
Trauma Kepala
Trauma Multipel
Maksilofasial Abdomen Ekstremitas Thorax Servikal
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional.
Data yang akan digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medis. Pada penelitian ini ingin diketahui prevalensi kejadian trauma kepala dengan trauma multipel di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015-2017.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik selama enam bulan, yaitu Juni sampai November 2018. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan rumah sakit pusat dan rumah sakit rujukan di Provinsi Sumatra Utara.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita trauma kepala yang menderita trauma multipel di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2015-2017 dan memiliki karakteristik sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi yang ditentukan dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita trauma kepala dengan trauma multipel
2. Kriteria Eksklusi
Adapun kriteria eksklusi yang ditentukan dalam penelitian ini adalah pasien dengan data rekam medis yang tidak memiliki variabel umur, jenis kelamin, dan pendidikan.
22
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah total populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi (total sampling).
3.4 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien trauma kepala yang menderita trauma multipel di RSUP Haji Adam Malik tahun 2015- 2017. Data dikelompokkan berdasarkan variabel yang telah ditentukan
3.5 Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dari variabel independen dan dependen yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Hasil Ukur Skala
Ukur Umur Perhitungan ulang tahun pasien
yang dihitung sejak tahun lahir sampai ulang tahun terakhir berdasarkan klasifikasi WHO saat mengalami trauma yang diperoleh melalui data rekam medis di RSUP H. Adam Malim tahun 2015 - 2017.
< 18 tahun 18-35 tahun 36-45 tahun 46-65 tahun
> 65 tahun
Rasio
Jenis Kelamin
Perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan sejak seseorang lahir yang diperoleh melalui data rekam medis di RSUP H. Adam Malik tahun 2015 - 2018.
Pria Wanita
Nominal
Pendidikan Pendidikan terakhir pasien yang diperoleh melalui data rekam medis di RSUP H. Adam Malik tahun 2015 - 2018.
Tidak Bersekolah SD
SMP SMA/ SMK Perguruan Tinggi
Nominal
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan variabel selanjutnya diolah dan dianalisis menggunakan program komputer berupa aplikasi statistik. Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik yang terletak di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan dengan jarak sekitar 12 km dari Universitas Sumatera Utara. Luas wilayah lebih kurang 21,58km2. Berdasarkan Surat Keputusan Menkes RI No. HK.02.03/I/0913/2015 tanggal 27 Maret 2015, RSUP H. Adam Malik Medan memiliki izin operasional sebagai Rumah Sakit Umum Kelas A dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan, juga merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau.
Dalam rangka melayani kesehatan masyarakat umum, RSUP H. Adam Malik Medan didukung oleh 1.995 orang tenaga yang terdiri dari 790 orang tenaga medis dari berbagai spesialisasi dan sub spesialisasi, 604 orang paramedis perawatan, 298 orang paramedik non perawatan dan 263 orang tenaga non medis serta ditambah dengan Dokter Brigade Siaga Bencana (BSB) sebanyak 8 orang.
RSUP H. Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intensif, gawat darurat, bedah pusat, hemodialisa), pelayanan penunjang medis (instalasi diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi medik, kardiovaskular, mikrobiologi), pelayanan penunjang non medis (instalasi gizi, farmasi, Central Sterilization Supply Depart (CSSD), bioelektrik medik, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) ), dan pelayanan non medis (instalasi tata usaha pasien, teknik sipil pemulasaraan jenazah).
Bagian Rekam Medis terletak di lantai dasar tepat di belakang Poliklinik Obstetrik dan Ginekologik RSUP H. Adam Malik Medan.
4.1.2 Distribusi Karakteristik Responden Penelitian
Responden penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami trauma kepala dengan trauma multiple di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2015-2017.
Penelitian ini menggunakan metode total sampling dengan jumlah sampel yang terlibat adalah 236 orang. Berdasarkan data responden, karakteristik yang diperoleh meliputi trauma multipel, jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir dan penyebab trauma kepala.
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pasien berdasarkan jenis kelamin.
Pada tabel 4.1 di atas, diperoleh hasil pasien yang terbanyak menderita trauma kepala dengan trauma multipel berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 206 orang (87,3%) sedangkan pasien yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 orang (12,7%).
Hasil ini menunjukkan angka yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zamzami et al., (2013) di RS. Hasan Sadikin Bandung tahun 2008-2010 dengan prevalensi penderita trauma kepala pada laki-laki (79,8%) lebih tinggi dibandingkan perempuan (20,2%).
Penelitian yang dilakukan oleh Ilyas (2010) di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009 menunjukan prevalensi penderita trauma kepala pada laki-laki (79,2%) lebih tinggi dibandingkan perempuan (20,8%).
Pada penelitian yang dilakukan Habibie et al., (2016) di Manado didapatkan pasien laki-laki (76,3%) dan pasien perempuan (23,7%).
Jenis Kelamin Frekuensi (n)
Persentase (%)
Laki-laki 206 87,3
Perempuan 30 12,7
Total 236 100
26
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pasien berdasarkan umur.
Pada tabel 4.2 di atas, diperoleh pasien trauma kepala dengan trauma multipel pada rentang umur < 18 tahun sebanyak 3 orang (1,3%), rentang umur 18-35 tahun sebanyak 130 orang (55,1%), rentang umur 36-45 tahun sebanyak 39 orang (16,5%), rentang umur 46-65 tahun sebanyak 33 orang (14%), rentang umur >65 tahun sebanyak 31 orang (13,1%).
Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok umur produktif antara 15-44 tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Zamzami et al., (2013) mendapati prevalensi umur tertinggi antara 18-45 tahun (59,9%) dan umur 21-40 tahun (39,6%) merupakan prevalensi tertinggi pada penelitian Ilyas, (2010).
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pasien berdasarkan pendidikan terakhir.
Umur Frekuensi
(n)
Persentase (%)
<18 tahun 3 1,3
18-35 tahun 130 55,1
36-45 tahun 39 16,5
46-65 tahun 33 14
>65 tahun 31 13,1
Total 236 100
Pendidikan Terakhir Frekuensi (n)
Persentase (%)
Tidak Bersekolah 13 5,5
SD 26 11
SMP 55 23,3
SMA 137 58,1
Perguruan Tinggi 5 2,1
Total 236 100
Pada tabel 4.3 di atas, diperoleh pasien trauma kepala dengan trauma multipel dengan pendidikan akhir perguruan tinggi sebanyak 5 orang (2,1%), SMA sebanyak 137 orang (58,1%), SMP sebanyak 55 orang (23,3%), SD sebanyak 26 orang (11%) dan tidak bersekolah sebanyak 13 orang (5,5%).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kawengian et al., (2017) prevalensi tertinggi berdasarkan pendidikan terakhir yaitu SMA (61,3%) sementara yang paling sedikit adalah pendidikan terakhir Perguruan Tinggi (2.2%) dan prevalensi pendidikan terakhir berdasarkan penelitian Habibie et al., yaitu pendidikan terakhir tertinggi yaitu SMA (50%) dan terendah yaitu Perguruan Tinggi (10,5%).
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pasien berdasarkan penyebab.
Pada tabel 4.4 di atas, diperoleh pasien trauma kepala dengan trauma multipel dengan penyebab kecelakaan tertinggi akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 183 orang (77,5%), bukan kecelakaan lalu lintas sebanyak 19 orang (8,1%), dan tidak diketahui penyebabnya sebanyak 34 orang (14,4%).
Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan Lumandung et al., (2014) didapati 84 pasien (76%) trauma kepala dari 110 pasien Kecelakaan Lalu Lintas.
Pada penelitian Nasution, (2015) juga didapatkan pasien trauma kepala akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebesar 72,89% dan Bukan Kecelakaan Lalu Lintas sebesar 27,11%
Penyebab Trauma Frekuensi (n)
Persentase (%) Kecelakaan Lalu Lintas
Motor 119 50,4
Mobil 64 27,1
Tidak Diketahui 34 14,4
Bukan Kecelakaan Lalu Lintas 19 8,1
Total 236 100
28
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi pasien berdasarkan trauma multipel lain.
Pada tabel 4.5 di atas, diperoleh hasil pasien yang menderita trauma kepala dengan trauma maksilofasial sebanyak 97 orang (41,1%), trauma servikal sebanyak 13 orang (5,5%), trauma thorax sebanyak 28 orang (11,9%), trauma abdomen sebanyak 7 orang (3%), trauma ekstremitas atas sebanyak 47 orang (19,9%) dan ekstremitas bawah sebanyak 44 orang (18,6%).
Sedangkan pada penelitian Kristanto et al., (2009) 8 pasien trauma kepala, 6 mengalami trauma thorax, 5 mengalami trauma abdomen dan 8 orang mengalami trauma ekstremitas. Pasien diatas yang mengalami trauma pada satu bagian selain kepala sebanyak 1 orang dan 7 orang lainnya mengalami trauma pada dua bagian atau lebih. Namun pada penelitian Nasution, (2015) hanya didapati 64 pasien trauma maksilofasial dengan trauma kepala dari 276 pasien trauma maksilofasial.
Pada penelitian Arifin, (2011) didapatkan 14 pasien (3,95%) trauma servikal dari 354 pasien trauma kepala.
Keterbatasan dalam penelitiaan ini adalah data sekunder yaitu rekam medis yang tidak memuat data Abbreviated Injury Score sehingga dalam penelitian penulis hanya melihat diagnosa hasil foto rontgen pasien serta beberapa rekam medis tidak memuat penyebab terjadinya trauma kepala.
Trauma Multipel Lain Frekuensi (n)
Persentase (%)
Maksilofasial 97 41,1
Ekstermitas Atas 47 19,9
Ekstremitas Bawah 44 18,6
Thorax 28 11,9
Sevikal 13 5,5
Abdomen 7 3
Total 236 100
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2015 - 2017 dengan total sampel sebanyak 236 orang, maka kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan umur sampel, didapatkan prevalensi sampel berumur 18-35 tahun sebesar 55,1%, 36-45 tahun sebesar 16,5%, 46-65 tahun sebesar 14%, > 65 tahun 13,1% dan < 18 tahun sebesar 1,3%.
2. Berdasarkan jenis kelamin sampel, didapatkan prevalensi sampel berjenis kelamin laki-laki sebesar 87,3% dan perempuan sebesar 12,7%.
3. Berdasarkan tingkat pendidikan sampel, didapatkan prevalensi sampel dengan pendidikan terakhir SMA sebesar 58,1%, SMP sebesar 23,3%, SD sebesar 11%, tidak bersekolah sebesar 5,5%, dan perguruan tinggi sebesar 2,1%.
4. Berdasarkan penyebab trauma kepala, didapatkan prevalensi sampel akibat kecelakaan lalu lintas yaitu motor sebesar 50,4%, mobil sebesar 27,1%, bukan kecelakaan lalu lintas sebesar 8,1% dan tidak diketahui penyebabnya sebesar 14,4%.
5. Berdasarkan lokasi trauma multipel lain, didapatkan prevalensi sampel dengan trauma maksilofasial sebesar 41,1%, trauma leher sebesar 5,5%, trauma thorax sebesar 11,9%, trauma abdomen sebesar 3%, trauma ekstremitas atas sebesar 19,9% dan trauma ekstremitas bawah sebesar 18,6%.
30
5.2 SARAN
1. Diharapkan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan trauma kepala dengan trauma multipel dan perbandingan outcome pasien trauma kepala murni dengan trauma kepala dengan trauma multipel
2. Diharapkan kepada pihak rumah sakit, khususnya pihak rekam medis, paramedis dan dokter untuk lebih melengkapi data-data yang berkaitan dengan penyakit pasien seperti penyebab kejadian trauma kepala dan juga riwayat penggunaan helm di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik sehingga dapat membantu penelitian dari segi kuantitas dan kualitas variabel.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, S., Venigalla, H., Mekala, H. M., Dar, S., Hassan, M., & Ayub, S.
2017, ‘Traumatic brain injury and neuropsychiatric complications’, Indian journal of psychological medicine, vol 39, no. 2, pp. 114.
Ainsworth, C. 2015. ‘Head Trauma: Background, Epidemiology, Etiology’.
[online] Emedicine.medscape.com. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/433855-overview#a6 [Accessed 20 May 2018].
American College of Surgeons 2018, Advanced Trauma Life Support, 10th ed, Elsevier, Chicago.
Arifin, M. 2002. Peranan oksigen reaktif pada cedera kepala berat pengaruhnya pada gangguan fungsi enzim akinitase dan kondisi asidosis primer otak:
Penelitian Observasional Laboratoris. Disertasi. Universitas Airlangga.
Surabaya
Arifin, M. Z., & Gunawan, W. 2011, ‘Hubungan Cedera Servikal dengan Fraktur Depresi Tulang Frontal pada Cedera Kepala Ringan’, MKB, vol 43, no. 2, pp. 122-126
Awaloei, A. C., Mallo, N. T., & Tomuka, D. 2016, ‘Gambaran cedera kepala yang menyebabkan kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP Prof Dr R. D. Kandou Manado, e-CliniC, vol 4, no. 2.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2016, Kamus besar bahasa Indonesia, 5th edn, Balai Pustaka, Jakarta.
Butcher, N., D’Este, C. & Balogh, Z. 2014, ‘The quest for a universal definition of polytrauma’. Journal of Trauma and Acute Care Surgery, vol 77, no.
4, pp. 620-623.
Chawda, M., Hildebrand, F., Pape, H. and Giannoudis, P. 2004, ‘Predicting outcome after multiple trauma: which scoring system?’, Injury, vol 35, no. 4, pp. 347-358.
Colantonio, A., Mroczek, D., Patel, J., Lewko, J., Fergenbaum, J., & Brison, R.
2010, ‘Examining occupational traumatic brain injury in Ontario’, Canadian Journal of Public Health/Revue Canadienne de Sante'e Publique, pp. 58-62.
Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development. 2016, ‘Traumatic Brain Injury (TBI)’. [online] Available at: https://www.nichd.nih.gov/health/topics/tbi/conditioninfo/diagnose [Accessed 20 May 2018]
32
Faul, M., & Coronado, V. 2015, Handbook of clinical neurology, Elsevier, New York.
Fuller, C. W., Ekstrand, J., Junge, A., Andersen, T. E., Bahr, R., Dvorak, J., Hägglund, M., McCrory, P. & Meeuwisse, W. H. 2006, ‘Consensus statement on injury definitions and data collection procedures in studies of football (soccer) injuries’, Centre for Sports Medicine.
Habibie, T., Bidjuni, H., & Malara, R. 2017, ‘Hubungan Cedera Kepala Dengan Disorientasi Pada Pasien Kecelakaan Lalu Lintas Di Igd RS Bhayangkara Manado’ Jurnal Keperawatan, vol. 5, no. 1.
Ilyas, K. K. 2010. Gambaran Glasgow Coma Scale Pada Pasien Trauma Kapitis Di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2009. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Indharty, R. 2013. Peran ACTH4-10PRO8-GLY9-PRO10 Dan Inhibitor HMG- COA Reduktase Dalam Peningkatan BCL-2 Dan BDNF Terhadap Hasil Akhir Klinis Penderita Kontusio Serebri. Disertasi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Iskandar, M. K. 2017. Diagnosis Dan Penanganan Cedera Kepala Di Daerah Rural. Unsyiah Conferences. National symposium & workshop ‘Aceh Surgery Update 2’. 16 September. Aceh.
Kawengian, F., Mulyadi, N., & Malara, R. 2017, ‘Hubungan Penggunaan Helm Dengan Derajat Cedera Kepala Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Darat Di Rsup. Prof. Dr. RD Kandou Manado Dan RS. Bhayangkara Tk. III Manado’. Jurnal Keperawatan, vol. 5, no. 1.
Kemenkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI; 2013
Kristanto, E., Mallo, J., & Yudhistira, A. 2009. ‘Cedera akibat kecelakaan lalu lintas di kota Manado’, Jurnal Biomedik, vol. 1, no. 3.
Lamichhane, P., Shrestha, S., Banskota, B., & Banskota, A. K. 2013, ‘Serum Lactate–An indicator of morbidity and mortality in polytrauma and multi-trauma patients’, Nepal Orthopaedic Association Journal, vol. 2, no. 1, pp. 7-13.
Lumandung, F. T., Siwu, J. F., & Mallo, J. F. 2014, ‘Gambaran Korban Meninggal Dengan Cedera Kepala Pada Kecelakaan Lalu Lintas Di Bagian Forensik BLU RSUP PROF. Dr. RD Kandou Manado Periode Tahun 2011-2012’, e-CliniC, vol. 2, no. 1.
Mahadewa, T. 2017, Pegangan Praktis Bedah Saraf, Sagung Seto, Jakarta
Manarisip, M. E. I., Oley, M. C., & Limpeleh, H. 2014, ‘Gambaran CT-Scan Kepala Pada Penderita Cedera Kepala Ringan Di Blu Rsup Prof. Dr. Rd Kandou Manado Periode 2012–2013’, e-CliniC, vol. 2, no. 2.
Mustofa, B. and Maharani, E. 2011, Kamus lengkap sosiologi, 3rd edn, Panji Pustaka, Jogjakarta.
Nasution, R. M. 2015, ‘Hubungan Cedera Maksilofasial dengan Cedera Kepala Di RSUP H. Adam Malik Medan’, Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Partogi, A. S., Umar, N., Saleh, S. C., & Rehata, N. M. 2002, ‘Penatalaksanaan Perioperatif Cedera Kepala Traumatik yang Terlambat’, Jurnal Neuroanestesi Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 Prasarana dan Lalu Lintas Jalan Presiden Republik Indonesia. 14 Juli 1993.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49. Jakarta.
Prabhakar, H. 2017, Essentials of Neuroanesthesia. 1st edn. Sheridan Books, Cambridge
Rawis, M. L., Lalenoh, D. C., & Kumaat, L. T. 2016, ‘Profil pasien cedera kepala sedang dan berat yang dirawat di ICU dan HCU’. e-CliniC, vol.
4 no. 2.
Roozenbeek, B., Maas, A. I., & Menon, D. K. 2013. Changing patterns in the epidemiology of traumatic brain injury. Nature Reviews Neurology, vol. 9, no.4, pp. 231.
Satyanegara 2014, Ilmu Bedah Saraf Edisi V. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tagliaferri, F., Compagnone, C., Korsic, M., Servadei, F., & Kraus, J. 2006, ‘A systematic review of brain injury epidemiology in Europe’, Acta neurochirurgica, vol. 148 no.3, pp. 255-268.
Tim Neurotrauma RSU Dr. Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya 2014, Pedoman Tatalaksana Cedera Otak, 2nd ed.
Surabaya.
Trentz OL 2000, AO Principles of Fracture Management, Thieme Medical Publishers, New York.
Vinas, F. 2015, ‘Penetrating Head Trauma: Background, History of the Procedure, Problem’ [online] Emedicine.medscape.com. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/247664-overview [Accessed 20 May 2018].
von Rüden, C., Woltmann, A., Röse, M., Wurm, S., Rüger, M., Hierholzer, C.,
34
& Bühren, V. 2013, ‘Outcome after severe multiple trauma: a retrospective analysis’, Journal of trauma management &
outcomes, vol. 7 no. 1, pp. 4.
Wong, D. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. 6th ed. EGC. Jakarta.
World Health Organization, 2014, ‘Violence and Injury Prevention’. [online]
Available at:
http://www.who.int/violence_injury_prevention/key_facts/VIP_keyfacts .pdf?u [Accessed 20 May 2018].
Zamzami, N. M., Fuadi, I., & Nawawi, A. M. 2013, ‘Angka Kejadian dan Outcome Cedera Otak di RS. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2008- 2010’, Jurnal Neuroanastesi Indonesia, vol. 2 no.2, pp. 89-94.
.
Lampiran A. Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Rondang Dwi Febriana Sihotang
NIM : 150100136
Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 5 Februari 1998 Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Ir. Marelison R H Sihotang Nama Ibu : Dra. Aprina N A Siregar
Alamat : Jl. Raya Menteng No. 236A Medan
Riwayat Pendidikan
1. SD Swasta St. Antonius 6 Medan (2003 - 2009) 2. SMP Swasta St. Maria Medan (2009 - 2012) 3. SMA Swasta Sutomo 1 Medan (2012 - 2015)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2015 - sekarang) Riwayat Pelatihan
1. Pelatihan Manajemen Mahasiswa Baru (MMB) FK USU 2015 Riwayat Organisasi
1. Anggota Divisi Pengabdian Masyarakat TBM FK USU 2017 2. Anggota Departemen Kewirausahaan PEMA FK USU 2018
36
Riwayat Kepanitiaan
1. Anggota Seksie Dana Natal FK USU 2015 2. Anggota Seksie Band Porseni FK USU 2016
3. Anggota Seksie Acara & Konsumsi PMO FK USU 2016
4. Anggota Seksie Administrasi dan Kesekretariatan Try Out FK USU 2016 5. Anggota Seksie Dana dan Usaha MMB FK USU 2016
6. Anggota Seksie Dana Paskah FK USU 2016 7. Anggota Seksie Konsumsi Senjun FK USU 2016 8. Sekretaris Acara HUT & PPGDM TBM FK USU 2016 9. Anggota Seksie Konsumsi Natal FK USU 2016
10. Anggota Seksie Liaison Officer SRF FK USU 2017
11. Anggota Seksie Administrasi dan Kesekretariatan PM Akbar TBM FK USU 2017
12. Anggota Seksie Ceremony Semnas Baksosnas PTBMMKI Cup TBM FK USU 2017
13. Wakil Koordinator Seksie Band Porseni FK USU 2017 14. Bendahara Acara BLS TBM FK USU 2017
15. Anggota Seksie Konsumsi Paskah FK USU 2017 16. Anggota Seksie Dana Bakti Sosial KMK FK USU 2017
17. Koordinator Seksie Publikasi dan Dokumentasi TBM CAMP TBM FK USU 2017
18. Anggota Seksie Liaison Officer IMO FK USU 2017 19. Sekertaris 2 Acara Natal FK USU 2017
20. Anggota Seksie Liaison Officer SRF FK USU 2018 21. Bendahara Acara Try Out FK USU 2018
22. Sekertaris 2 Acara Bakti Sosial KMK FK USU 2018 23. Anggota Seksie Acara PKKMB FK USU 2018
Lampiran B. Lembar Pernyataan Orisinalitas
PERNYATAAN
PREVALENSI KEJADIAN TRAUMA KEPALA DENGAN TRAUMA MULTIPEL DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
HAJI ADAM MALIK TAHUN 2015 - 2017
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Medan, 2 Desember 2018 Penulis,
Rondang Dwi Febriana Sihotang 150100136
38
Lampiran C. Surat Persetujuan Komisi Etik
Lampiran D. Surat Izin Penelitian
40
Lampiran E. Data Pasien Nama Jenis
Kelamin
Usia Pendidikan Terakhir
Trauma Multipel Lain
Penyebab Trauma DNY Pria 18-35 SMA/SMK Maksilofasial KLL Motor
BBY Pria 18-35 SMA/SMK Ex Bawah KLL Motor
IFN Pria 18-35 SMA/SMK Maksilofasial KLL Motor
MTN Pria 36-45 SD Maksilofasial KLL Motor
PJG Pria <18 SMP Maksilofasial Non KLL
HDI Pria 18-35 SMA/SMK Ex Bawah KLL Motor
MLD Wanita 18-35 SMA/SMK Leher KLL Mobil
ISK Pria 18-35 SMP Ex Bawah KLL Motor
JPR Pria 46-65 SMP Maksilofasial Non KLL
AND Pria 18-35 SMA/SMK Maksilofasial KLL Motor
MSL Pria 46-65 SMA/SMK Thorax Non KLL
THD Pria 18-35 SMA/SMK Leher KLL Motor
AEF Pria 46-65 SMP Ex Atas KLL Mobil
RWY Pria 36-45 Perguruan
Tinggi
Ex Atas KLL Motor
MHN Pria 46-65 SMA/SMK Leher Non KLL
CZM Wanita >65 Tidak Bersekolah
Leher Tidak
Diketahui SDS Pria 18-35 SMA/SMK Maksilofasial KLL Motor
WAA Pria 18-35 SMA/SMK Leher KLL Mobil
BIS Pria 18-35 SMA/SMK Maksilofasial KLL Motor
IIW Pria 18-35 SMP Maksilofasial KLL Motor
EWT Pria 18-35 SD Maksilofasial KLL Mobil
ZFM Pria 18-35 SMA/SMK Leher Tidak
Diketahui MRD Pria 18-35 SMA/SMK Maksilofasial KLL Motor
CSA Pria 18-35 SMA/SMK Leher KLL Mobil
WMA Wanita 18-35 SMA/SMK Abdomen KLL Mobil
RNY Pria 18-35 SMA/SMK Ex Bawah KLL Mobil
ALS Pria 46-65 SMA/SMK Thorax KLL Mobil
RRS Pria 18-35 SMA/SMK Maksilofasial Tidak Diketahui
MTS Pria <18 SD Maksilofasial Non KLL
SPA Pria 18-35 SMP Maksilofasial KLL Motor
AHI Pria >65 Tidak
Bersekolah
Maksilofasial KLL Mobil
BGA Wanita 46-65 SD Maksilofasial KLL Motor
SBB Pria 18-35 SMA/SMK Thorax KLL Mobil