• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA PADA KADER POSYANDU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBINAAN DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA PADA KADER POSYANDU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Available online at:

http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jrt/

PEMBINAAN DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG BALITA PADA KADER POSYANDU

Yena Wineini Migang

Poltekkes Kemenkes Palangka Raya,

Jalan G. Obos No. 30/32 Palangka Raya, Kalteng, 73111, Indonesia e-mail: yenawineini.migang@yahoo.co.id

1,

Abstrak

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi tidak adekuat nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Jika stunting tidak segera dicegah, maka akan berdampak pada kualitas generasi di masa akan datang, terutama pada tahun 2031 perkiraan bonus demografi terjadi. Stunting dapat menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian pada balita. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat. Berdasarkan data Kemenkes RI Dirjen Kesmas, Direktorat Gizi, Kalimantan pada tahun 2015 persentase stunting usia 0-59 bulan sebanyak (38,4%) tahun 2016 (34,1%) tahun 2017 (39,0%), tahun 2018 (34%) dan tahun 2019 (32%) hal ini masih jauh dari target RPJM tahun 2020- 2024 (19%). Peran kader Posyandu sangat dibuthkan untuk dapat melakukan screening terhadap kejadian stunting, dan selama ini masih belum dapat dilakukan secara maksimal karena kurangnya pengetahuan tentang deteksi dan intervensi dini pertumbuhan dan perkembangan balita. Sebagai upaya pencegahan stunting, perlu adanya deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak dengan instrumen yang sudah ditetapkan dari Kemenkes RI secara berlanjut terutama pada masa usia pra sekolah, salah satu kegiatannya dengan melakukan pembinaan menggunakan instrumen pada kader-kader Posyandu. Pengabdian masyarakan ini dilaksanakan tahun 2020 dengan subyek peserta para kader di Posyandu Katingan dan Melati Kota Palangka Raya. Tujuan pembinaan ini agar kader dapat melakukan deteksi dini keterlambatan dan penyimpangan tumbuh kembang pada anak dapat di intervensi segera, sehingga cepat diberi terapi yang tepat.

Kata kunci: Stunting; Intervensi; Tumbuh Kembang; Kader; Posyandu

DEVELOPMENT OF EARLY DETECTION AND INTERVENTION FOR CHILDHOOD GROWTH IN THE POSYANDU CADRES

Abstract

Stunting is a form of growth failure (growth faltering) due to the accumulation of inadequate nutrition that lasts a long time from pregnancy to 24 months of age. If stunting is not prevented immediately, it will have an impact on the quality of future generations, especially in 2031 the estimated demographic bonus occurs.

Stunting can lead to increased morbidity and mortality among children under five.

Stunted growth and development. Based on data from the Indonesian Ministry of Health, Directorate General of Public Health, Directorate of Nutrition, Kalimantan, 60| Randang Tana: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat E-ISSN: 2622-0636

Volume 4, No 2, Mei 2021 (60-66)

DOI: https://doi.org/10.36928/jrt.v4i2.793

(2)

Yena Wineini Migang

in 2015 the percentage of stunting aged 0-59 months was (38.4%) in 2016 (34.1%) in 2017 (39.0%), 2018 (34%) ) and in 2019 (32%) this is still far from the 2020- 2024 RPJM target (19%). The role of Posyandu cadres is really needed to be able to screen the incidence of stunting, and so far this has not been done optimally because of the lack of knowledge about early detection and intervention for the growth and development of children under five. As an effort to prevent stunting, it is necessary to detect and intervene early in child development with instruments that have been determined from the Indonesian Ministry of Health on an ongoing basis, especially during the pre-school age, one of the activities is to provide guidance using instruments for Posyandu cadres. This community service was carried out in 2020 with the subject of cadres at Posyandu Katingan and Melati, Palangka Raya City. The aim of this coaching is so that cadres can detect delays and deviation in growth and development in children so that they can be immediately intervened so that they are given the right therapy.

Key words: Stunting; Intervention; Growth and development; Cadre; Integrated Healthcare Center

PENDAHULUAN

Balita pendek berdasar tinggi badan per usia (TB/U) yang dikenal dengan stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia, khususnya di Indonesia yang merupakan negara berkembang. Stunting dapat menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada balita. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan akibat stunting akan memengaruhi kualitas generasi di masa bonus demografi negara Indonesia (Tim

Nasional Pencegahan

Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), 2018).

Beberapa studi menunjukkan risiko diakibatkan stunting, yaitu penurunan prestasi akademik, meningkatkan risiko obesitas lebih rentan terhadap penyakit tidak menular, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif (Mustafa, No, Selatan, & Komunitas, 2015).

Penelitian Kohort Prospektif di Jamaika dilakukan pada kelompok usia 9-24 bulan, diikuti perkembangan psikologisnya ketika berusia 17 tahun, diperoleh bahwa remaja yang terhambat pertumbuhannya lebih tinggi tingkat kecemasan, gejala depresi, dan memiliki harga diri (self esteem) yang rendah dibandingkan dengan remaja

yang tidak terhambat

pertumbuhannya (OA.Esimai; OE, 2015). Anak-anak yang terhambat pertumbuhannya sebelum berusia 2 tahun memiliki hasil yang lebih buruk dalam emosi dan perilakunya pada masa remaja akhir (Aridiyah, Rohmawati, & Ririanty, 2015). Oleh karena itu, stunting merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan.

Banyak faktor yang menyebabkan

tingginya kejadian stunting pada

balita. Penyebab langsung adalah

kurangnya asupan makanan dan

adanya penyakit infeksi. Faktor

lainnya adalah pengetahuan ibu

yang kurang, pola asuh yang salah,

sanitasi dan hygiene yang buruk

serta rendahnya pelayanan

kesehatan (Migang, Rarome,

Heriteluna, & Dawam, 2020). Selain

itu, masyarakat belum menyadari

anak pendek merupakan suatu

masalah, karena masyarakat

melihatnya sebagai anak-anak

dengan aktivitas yang normal, tidak

seperti anak kurus yang harus segera

61| Randang Tana: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

(3)

Pembinaan Deteksi dan Intervensi Dini

ditanggulangi (Torlesse, Cronin, Sebayang, & Nandy, 2016). Demikian pula halnya gizi ibu waktu hamil, masyarakat belum menyadari pentingnya gizi selama kehamilan berkontribusi terhadap keadaan gizi bayi yang akan dilahirkannya kelak (Nations & Unicef, 2013).

Berdasarkan data Kemenkes RI Dirjen Kesmas, Direktorat Gizi, Kalimantan tahun 2015 persentase stunting usia 0-59 bulan sebanyak (38,4%), tahun 2016 (34,1%), tahun 2017 (39,0%), tahun 2018 (34%), dan tahun 2019 (32%). Hal ini masih jauh dari target RPJM tahun 2020-2024 (19%).

Laporan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palangka Raya tahun 2018 bahwa persentase stunting pada balita 14,83% dengan catatan pengukuran tidak dapat maksimal karena keterbatasan peralatan, dan sumber daya manusia (kader). Tahun 2017 Dinkes Kota Palangka Raya dalam laporan Profil Kesehatan Kota Palangka Raya menyebutkan tidak dapat mengidentifikasi status gizi berdasarkan TB/U secara rutin dengan alasan yang sama. Kondisi tersebut membuat Posyandu tidak dapat menemukan bayi dan belita yang memiliki resiko stunting secera cepat saat Posyandu dilaksanakan.

Peran kader Posyandu untuk dapat melakukan screening terhadap kejadian stunting masih belum dapat dilakukan secara maksimal (Rosha, Sari, SP, Amaliah, & Utami, 2016).

Sebagai upaya pencegahan stunting, perlu adanya deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak dengan instrumen yang sudah ditetapkan dari Kemenkes RI secara berlanjut, terutama pada masa usia pra sekolah. Salah satu kegiatannya adalah pembinaan kader-kader Posyandu, sehingga deteksi dini adanya keterlambatan dan penyimpangan tumbuh kembang pada anak dapat di intervensi segera, sehingga cepat diberi terapi yang tepat.

METODE PELAKSANAAN

Pengabdian masyarakat ini, melakukan metode sosialisasi dan pembinaan. Subyek atau peserta kegiatan adalah para kader Posyandu. Materi kegiatan tentang deteksi dini dan intervensi stimulasi pertumbuhan dan perkembangan balita. Pelaksanaan dilakukan di 2 Posyandu, yaitu Posyandu Katingan dan Posyandu Melati di wilayah kerja Puskesmas Kayon, Kota Palangka Raya. Kegiatan dilakukan mulai dari koordinasi sampai pelaksanaan, selama 3 bulan, dari Juni 2020 sampai September 2020.

Tahapan dilakukan, yakni survey awal, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi. Kegiatan survey awal dengan ceklist observasi untuk memperoleh data-data, yakni (a) Mengidentifikasi status gizi balita dan gangguan perkembangan lainnya berdasarkan data. (b) Menghubungi kader melalui bidan koordinator.

Memberikan inform consent, kesediaan ikut pembinaan. (c) Mengukur pengetahuan kader sebelum sosialisasi dan pembinaan kepada kader Posyandu. (d) Mensosialisasikan instrumen deteksi dan intervensi tumbang balita, serta

melakukan pembinaan

menggunakan intrumen untuk deteksi dan intervensi pertumbuhan dan perkembangan balita

Sementara itu, pelaksanaan kegiatan secara bertahap, dengan dua tahap, antara lain:

Tahap pertama, yakni:

a. Sosialisasi/konseling/pelatihan sebagai peningkatan pengetahuan tentang pemantauan status gizi dan pola makan, dan memantau status gizi melalui pengukuran tinggi badan an perkembangan.

b. Melakukan simulasi pelaksaanaan deteksi dan intervensi dini pertumbuhan dan perkembangan balita di masa pandemi dengan protokol kesehatan.

62 | Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

(4)

Tahap kedua, yakni:

a. Post test untu mengukur pengetahuan kader Posyandu setelah dilakukan sosialisasi dan pembinaan.

b. Evaluasi kegiatan, dengan observasi pelaksanaan deteksi dan intervensi pertumbuhan dan perkembangan balita saat kader bertugas di Posyandu.

c. Dokumentasi visual, dan pelaporan kegiatan.

Tahap 2 merupakan merupakan bagian evaluasi yang dilakukan di akhir kegiatan untuk menentukan apakah hasil pembinaan dilakukan oleh kader Posyandu yang menjadi peserta kegiatan ini.

Materi yang diajarkan bersumber dari buku Kemenkes tahun 2010 tentang pengukuran antropometri (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) dan materi untuk instrumen KPSP dan stimulasi perkembangan bersumber dari buku Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan lntervensi Dini Tumbuh Kembang Anak (RI, 2016).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan melalui tatap muka langsung dengan sasaran kegiatan, yaitu para kader Posyandu didampingi bidan desa. Masa pandemi Covid-19 membuat tim mengurangi jumlah kader Posyandu yang di jadikan sasaran kegiatan.

Setiap Posyandu diwakili 5 (lima) orang kader sehingga total ada 10 kader Posyandu yang menjadi peserta. Hasil yang dicapai setelah dilakukan kegiatan:

1. Para kader mengetahui cara mengukur pertumbuhan dan perkembangan balita, dengan alat ukur yang terstandar.

2. Para kader mampu mensimulasikan penggunaan alat ukur infantometer dengan tepat dan mengukur

perkembangan balita dengan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP).

3. Para kader mampu menggunakan grafik TB/U dan BB/U yang terdapat dalam buku KIA sebagai upaya memantau pertumbuhan balita.

4. Para kader dan bidan menggunakan aplikasi android kalkulator gizi anak di handphone untuk dapat dengan cepat mengetahui status gizi balita yang diukur dan ditimbang.

5. Para kader yang telah dibina tidak lagi menggunakan pita ukur sebagai alat pengukur, karena tidak valid.

Tingkat pengetahuan kader sebelum dan sesudah pembinaan.

Instumen kuesioner berisikan 10 pertanyaan tentang alat yang standar digunakan untuk mengukur panjang badan dan tinggi badan.

Cara menentukan status gizi balita dengan menggunakan grafik Kartu Menuju Sehat (KMS) yang terdapat di buku Kesehatan Ibu Anak (KIA), deteksi perkembangan balita dengan menggunakan kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP), tanda balita mengalami stunting, intervensi stunting dan stimulasi perkembangan pada balita.

Peserta kegiatan ini ada 10 kader, dan (40%) dari peserta tersebut sebelum diberikan pembinaan memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang deteksi dan intervensi dini pertumbuhan dan perkembangan balita.

Alasannya, para kader belum pernah mendapat pembinaan tentang mendeteksi status gizi balita yang datang ke Posyandu dan memberi intervensi pertumbuhan dan perkembangan balita. Selain itu, ada kader posyandu yang baru bergabung sebagai kader posyandu, sehingga masih perlu pendampingan dari kader yang telah lama. Hal ini

63| Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

(5)

Pembinaan Deteksi dan Intervensi Dini

dapat di lihat dalam tabel di bawah ini

Tabel 1. Tingkat Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Pembinaan

Tentang Deteksi dan Intervensi Dini Pertumbuhan Perkembangan

Balita

Peserta Kegiatan

Tingkat Pengetahuan Tentang Deteksi dan Intervensi Dini Pertumbuhan

Perkembangan Balita Sebelum Sesudah Posyandu

Katingan Kader 1 Kader 2 Kader 3 Kader 4 Kader 5

Cukup (70%) Cukup (70%) Cukup (60%) Kurang (40%) Kurang (40%)

Baik (100%) Baik (90%) Baik (90%) Baik (80%) Baik (80%) Posyandu Melati

Kader 1 Kader 2 Kader 3 Kader 4 Kader 5

Baik (80%) Cukup (70%) Cukup (60%) Kurang (40%) Kurang (40%)

Baik (90%) Baik (90%) Baik (90%) Baik (80%) Cukup(70%)

Setelah dilakukan uji dengan kuesioner, maka didapatkan hasil sebelum dan sesudah pembinaan, dimana rentang penilaian menjawab benar kuesioner bila pengetahuan baik (76-100%), Pengetahuan cukup (56-75%, pengetahuan kurang ( > 56).

Hasil pada Tabel 1 terlihat ada peningkatan status tingkat pengetahuan pada peserta, artinya pembinaan yang dilakukan mengalami perubahan pada tingkat pengetahuan kader. Sesuai dengan beberapa penelitian bahwa pendampingan kader Posyandu dalam bentuk pembinaan, pelatihan atau sosialisasi program akan meningkatkan pengetahuan kader, yang akan mempengaruhi kompetensinya sebagai kader Posyandu (Yulianti et al., 2018).

Posyandu merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat (Kemenkes, 2011), sehingga penting untuk petugas kesehatan atau para akademisi untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui

pelatihan dan pembinaan agar masyarakat memiliki kemampuan untuk melakukan pencegahan stunting, dengan mampu mendeteksi secara dini status gizi, dan mampu untuk mencegah keterlambatan perkembangan pada balita yang mengalami status gizi stunting (Khoeroh, Handayani, & Indriyanti, 2017).

Gambar 1 di bawah ini merupakan pengukuran panjang badan pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Infantometer adalah alat yang ideal digunakan untuk mengukur panjang badan balita di bawah 2 tahun. Alat ini mudah dibawah kemana-mana, dan dapat dengan tepat mengukur batas bawah telapak kaki dan batas atas kepala balita yang diukur. Caranya dengan membaringkan anak lurus di atas pita ukur, kepala tepat menyentuh batas atas dan meluruskan kedua kaki anak, kemudian tempelkan batas bawah tepat menempel pada telapak kaki, maka dapat dilihat panjang badan anak di pita ukur tersebut. Jika anak menangis maka perlu kader untuk meminta bantuan ibu anak tersebut, karena kaki anak yang kurang lurus seperti di gambar akan mempengaruhi hasil ukur.

Gambar 1. Mengajarkan pengukuran panjang badan dengan

infantometer

Sementara itu, Gambar 2 di bawah ini merupakan salah satu aplikasi dari Play store, dengan nama aplikasi “Kalkulator Gizi Anak” yang dapat digunakan untuk mempermudah kader menentukan status gizi balita, sehingga kader

64| Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

(6)

tahu apakah balita yang telah diukur memiliki status gizi stunting atau normal atau lainnya. Cara menggunakan aplikasi ini, hanya dengan memasukan data-data hasil ukur berupa panjang badan atau tinggi badan balita, berat badan usia dan jenis kelamin. Kemudian dengan mengklik bagian status gizi akan diketahui status gizi balita tersebut, hasil akan menilai apakah balita memiliki gizi kurang, gizi buruk, pendek, normal, kurus, atau obesitas. Pengukuran dengan menggunakan alat yang tepat dan cara yang tepat akan menghasilkan ukuran yang tepat (Rahmadini, Sudiarti, & Utari, 2013).

Gambar 2. Aplikasi yang dapat digunakan secara offline di handphone untuk mengetahui status gizi balita (TB/U).

Aplikasi ini merupakan pelengkap bagi kader selain menggunakan grafik KMS pada buku KIA. Aplikasi ini dapat digunakan secara offline daan sangat mudah untuk dipelajari kader, dengan syarat memiliki telepon genggam android. Setelah dilakukan pelaksanaan kegiataan pembinaan, tim pengabdian masyarakat kemudian melakukan evaluasi, dengan observasi pada saat kegiatan Posyandu, tim bekerjasama dengan bidan koordinator untuk terus melakukan evaluasi kemampuan kader. Evaluasi kegiatan sangat penting karena digunakan untuk mengukur apakah tujuan kegiatan berhasil dicapai.

Diharapkan penatalaksanaan

pencegahan stunting dapat terwujud dengan screenning yang tepat dan dilakukan secara kompeten (Khoeroh et al., 2017).

SIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Setelah kegiatan pembinaan deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang balita pada kader Posyandu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Kader memahami tentang

pertumbuhan dan

perkembangan balita.

b. Kader mengetahui gejala patologis keterlambatan pertumbuhan baduta ke diagnosis stunting.

c. Kader tahu cara untuk deteksi pertumbuhan dan perkembangan balita dan melakukan upaya preventif dan intervensi dini

d. Kader dan bidan bekerjasama dalam deteksi tumbang balita dan intervensi dini terhadap permasalahan tumbang e. Kader mampu mengukur

pertumbuhan dan

perkembangan.

2. Saran

Untuk mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada balita, perlu deteksi dini sebagai pemantauan, atau screening terhadap gangguan pertumbuhan dan perkembangan balita. Posyandu merupakan kegiatan memantau kesehatan ibu dan balita secara langsung ke masyarakat. Karena itu Posyandu perlu menggunakan alat ukur yang tepat, agar hasil ukur juga tepat. Serta harus ada peran serta akademisi, bekerjasama dengan Puskesmas untuk membina kader, terutama kader yang baru terlibat untuk mampu memantau pertumbuhan dan perkembangan dengan menggunakan alat ukur yang tepat.

65| Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

(7)

Pembinaan Deteksi dan Intervensi Dini

DAFTAR PUSTAKA

Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., &

Ririanty, M. (2015). Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan ( The Factors

Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas ). E- Jurnal Pustaka Kesehatan, 3(1).

Kemenkes. (2011). Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu.

kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). buku-sk- antropometri-2010.pdf. Jakarta.

Khoeroh, H., Handayani, O. W. K., &

Indriyanti, D. R. (2017).

Evaluasi Penatalaksanaan Gizi Balita Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Sirampog. Unnes Journal of Public Health, 6(3), 189.

https://doi.org/10.15294/ujph.

v6i3.11723

Migang, Y. W., Rarome, M. J., Heriteluna, M., & Dawam, M.

(2020). Intervention of Specific Nutrition and Sensitive Nutrition with Nutritional Status of Under Two-Year Infants in Family Planning Village as Efforts to Face the Demographic Bonus.

Jurnal Kesehatan Masyarakat, 16(1), 101–110.

https://doi.org/10.15294/kema s.v16i1.23172

Mustafa, J., No, S., Selatan, T., &

Komunitas, J. K. (2015).

Permasalahan Anak Pendek ( Stunting ) dan Intervensi untuk Mencegah Terjadinya Stunting ( Suatu Kajian Kepustakaan ) Stunting Problems and Interventions to Prevent

Stunting ( A Literature Review ).

Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(6), 254–261.

Nations, U., & Unicef, F. (2013).

Improving Chils Nutrition The achievable imperative for global progress. New York.

OA.Esimai; OE, O. (2015). iMedPub Journals Nutrition and Health Status of Adolescents in a

Private Secondary School in Port Harcourt, Vol 9 No,5, 2–6.

Rahmadini, N., Sudiarti, T., & Utari, D. M. (2013). Status Gizi Balita Berdasarkan Composite Index of Anthropometric Failure. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Nasional, 7(12), 539–544.

RI, K. kesehatan. (2016). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang anak. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI.

Rosha, B. C., Sari, K., SP, I. Y., Amaliah, N., & Utami, N. (2016).

Peran Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif dalam Perbaikan Masalah Gizi Balita di Kota Bogor. Buletin Penelitian Kesehatan, 44(2), 127–138.

https://doi.org/10.22435/bpk.v 44i2.5456.127-138

Tim Nasional Pencegahan

Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), S. W. P. R. (2018).

Mendorong Konvergensi dan Efektifititas Upaya Percepatan Penurunan Stunting (Vol. 5).

Torlesse, H., Cronin, A. A.,

Sebayang, S. K., & Nandy, R.

(2016). Determinants of stunting in Indonesian children : evidence from a cross-sectional survey indicate a prominent role for the water , sanitation and hygiene sector in stunting reduction.

BMC Public Health, 1–11.

https://doi.org/10.1186/s1288 9-016-3339-8

Yulianti, E., Immawanti, Yunding, J., Irfan, Haerianti, M., &

Nurpadila. (2018). Pelatihan Kader Kesehatan Deteksi Dini Stunting Pada Balita di Desa Betteng ( Health Cadre Training About Early Detection Of

Stunting Toddler In Betteng Village ). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 01, 41–46.

66| Randang Tana: Jurnal Pengabdian Masyarakat; E-ISSN: 2622-0636

Gambar

Gambar  1  di  bawah  ini  merupakan  pengukuran  panjang  badan pada anak berusia kurang dari  2  tahun
Gambar 2. Aplikasi yang  dapat digunakan secara  offline di handphone untuk  mengetahui status gizi balita  (TB/U)

Referensi

Dokumen terkait

- Bahwa sebelum dan pada saat terjadinya keceiakaan tersebut sepeda motor becak Honda Mega Pro BM 4119 ZF yang dikendarai oleh Sabar Aloho bergerak dari arah Kasikan

Variabel Loyalitas Konsumen Berdasarkan hasil tanggapan responden terhadap pertanyaan tentang loyalitas konsumen (dimensi akan sering membeli Lyly Bakery, merekomendasikan

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan pendekatan laboratoris. Penelitian ini bertujuan memberi gambaran terhadap obyek yang akan diteliti melalui

Dengan tersusunnya Tugas Akhir dengan judul “ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN PESISIR KECAMATAN LABUAN KABUPATEN PANDEGLANG UNTUK MITIGASI BENCANA TSUNAMI”.. Laporan ini

Pertumbuhan mikroorganisme di alam dapat diketahui dengan pengambilan mikroorganisme tersebut di alam yang kemudian ditumbuhkan di dalam suatu medium buatan

Penggunaan media air rendaman kedelai dengan pH 9,8 untuk produksi protease dari Bacillus circulans memberikan aktivitas protease yang tinggi sebesar 0,1814 U/ml. Produksi protease

Untuk memperdalam isim yang dibaca jar (Majrurat Al-Asma) dilakukan penelitian yang bertujuan untuk dapat mendeskripsikan dan menjelaskan isim yang dibaca jar yang ada

Dalam tahap ini pembuat karya sebagai reporter bersama produser mengumpulkan ide untuk membuat sebuah program, membuat riset ke masyarakat untuk melihat minat