• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM RUJUK BALIK PENYAKIT KRONIS PADA PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI RUMAH SAKIT UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM RUJUK BALIK PENYAKIT KRONIS PADA PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI RUMAH SAKIT UMUM"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM RUJUK BALIK PENYAKIT KRONIS PADA PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI RUMAH SAKIT

UMUM Dr. FERDINAND LUMBAN TOBING KOTA SIBOLGA TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH :

RADIAHTUN NISA NIM. 121000109

`

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

PROGRAM RUJUK BALIK PENYAKIT KRONIS PADA PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI RUMAH SAKIT

UMUM Dr. FERDINAND LUMBAN TOBING KOTA SIBOLGA TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RADIAHTUN NISA NIM. 121000109

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PROGRAM RUJUK BALIK PENYAKIT KRONIS PADA PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI RUMAH SAKIT UMUM Dr.

FERDINAND LUMBAN TOBING KOTA SIBOLGA TAHUN 2017” beserta isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2018 Yang Membuat Pernyataan

(Radiahtun Nisa)

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul :

PROGRAM RUJUK BALIK PENYAKIT KRONIS PADA PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI RUMAH SAKIT

UMUM Dr. FERDINAND LUMBAN TOBING KOTA SIBOLGA TAHUN 2017

Yang Disiapkan dan Dipertahakan oleh : RADIAHTUN NISA

NIM. 121000109

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan dihadapan peserta seminar Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Disahkan oleh : Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Juanita, SE, M.Kes NIP. 19621223 199203 2 002

Medan, Juli 2018 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si NIP.19680320 199308 2 001

(5)

ABSTRAK

Salah satu program pelayanan kesehatan dalam era JKN ialah program rujuk balik. Salah satu penyakit yang mendapatkan layanan kesehatan dalam program rujuk balik ialah penyakit kronis yang banyak di derita oleh masyarakat.Jumlah penyakit kronis yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumbang Tobing ialah Diabetes Mellitus Type II sebanyak 10.315 orang, TB Paru sebanyak 2.614 orang, penyakit jantung koroner sebanyak 2.092 orang, penyakit paru obstruktif kronis sebanyak 1.623 orang, dan hipertensi sebanyak 1.607 orang.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanan program rujuk balik penyakit kronis pada peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga tahun 2017.

Metode penelitian yang digunakan survey bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview) untuk mengetahui secara jelas dan mendalam tentang permasalahan yang akan diteliti yaitu mengenai pelaksanaan program rujuk balik penyakit kronis pada peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga tahun 2017.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program rujuk balik penyakit kronis pada peserta JKN ialah pasien terlebih dahulu mendapatkan layanan pengobatan oleh dokter spesialis yang menangani pasien, jika kondisi pasien dinilai stabil, maka barulah pasien diarahkan untuk di rujuk balik, pelayanan program rujuk balik dinilai sudah baik oleh pasien yang menjadi peserta program rujuk balik. Pendaftaran program rujuk balik dinilai tidak merepotkan pasien, hanya dengan melengkapi berkas administrasi pendaftaran maka pasien sudah bisa kembali mendapatkan layanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer atau Puskesmas dalam program rujuk balik.

Disarankan kepada manajemen RSU. Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga dan BPJS Kesehatan untuk menyediakan loket khusus untuk pendaftaran program rujuk balik sebagai pojok rujuk balik, sehingga pelayanan pendaftaran untuk program rujuk balik dilayani secara terpisah dengan jenis layanan adminisrtrasi peserta JKN yang lain.

Kata Kunci : Program Rujuk Balik, Penyakit Kronis, Jaminan Kesehatan Nasional, Rumah Sakit

(6)

ABSTRACT

One of the health care programs in the national health insurnce era was the referral program. One of the diseases that get health care in referral program ws chronic diseases which many suffered by society. Number of chronic illnesses undergoing outpatient at Dr.. Ferdinand Lumban Tobing General Hospital was Diabetes Mellitus Type II as many as 10,315 people, Pulmonary TB as many as 2.614 people, coronary heart disease as much as 2092 people, chronic obstructive pulmonary disease as many as 1623 people, and hypertension as many as 1607 people. The purpose of this research was to determine the implementation of chronic disease referral program in the national health insurance participants in . General Hospital of Dr. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga City 2017.

The research method used was descriptive survey with qualitative approach using indepth interview method to know clearly and deeply about the problem to be studied that was about the implementation of chronic disease referral program on the national health insurance participant in General Hospital Dr.Ferdinand Lumban Tobing Sibolga City 2017.

The results showed that the implementation of chronic disease referral program was the patient first get treatment service by specialist doctors who handle the patient, if the patient's condition was considered stable, then the patient was directed to the referral, the referral program service was considered good by patients who are participants of the referral program. Registration of the referral program was considered to be inconvenient for the patient, only by completing the administrative registration file so that the patient was able to return to receive health services at the primary health facility in the referral program.

Recommended to hospital officer managemen of Dr. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga and BPJS Kesehatan to provide special counter for registration of referral program as referral corner so that registration service for referral program was served separately with other JKN participant administration type.

Keywords : Referral Program, Chronic Diseases, National Health Insurance, Hospital

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan rezekinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga Tahun 2017”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes., selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Juanita, SE, M.Kes., selaku Dosen Pembimbing sekaligus sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dukungan, nasehat serta pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

5. dr. Fauzi, SKM., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan bimbingan, saran, dukungan, nasehat dan masukan serta telah banyak meluangkan waktu kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, SKM, MPH., selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan serta saran- saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

7. Dr. Lita Sri Andayani, SKM., M.Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universirtas Sumatera Utara.

8. Seluruh Dosen Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, seluruh Dosen dan Staf FKM USU yang telah memberikan ilmu, bimbingan serta dukungan moral kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di FKM USU.

9. Direktur RSU. Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga (Dr. Masrip Sarumpaet, M,Kes) yang telah mmberikan ijin penelitian kepada penulis, dan seluruh informan penelitian yang telah banyak membantu penulis.

10. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Munzir, Ibunda Hannim Nainggolan. yang senantiasa memberikan doa, dukungan, nasihat, dan kasih sayang kepada penulis selama menjalani pendidikan hingga menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada saudara tercinta yaitu Abangda Arhammuddin, SE., Sadrajad, SE., Sobirin, S.Kom, dan adik saya Ausani Silmi yang selalu memberikan semangat, dukungan dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(9)

12. Seluruh teman- teman di Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

13. Pihak-pihak dan sahabat-sahabat yang lainnya yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, semoga tak mengurangi rasa hormat dan rasa terima kasih saya atas segala semangat, bantuan, dan dukungan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis butuhkan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Medan, Juli 2018 Penulis

Radiatun Nisa

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ……… i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Asuransi Kesehatan ... 10

2.1.1 Pengertian Asuransi Kesehatan ... 10

2.1.2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 11

2.1.3 Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 13

2.1.4 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 14

2.1.5 Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 17

2.1.6 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 18

2.1.7 Penyelenggaraaan Jaminan Kesehatan Nasional ... 20

2.2 Program Rujuk Balik ... 23

2.2.1 Pengertian Program Rujuk Balik ... 23

2.2.2 Manfaat Program Rujuk Balik ... 23

2.2.3 Ruang Lingkup Pogram Rujuk Balik ... 24

2.2.4 Mekanisme Pendaftaran Peserta Rujuk Balik ... 25

2.2.5 Mekanisme Pelayanan Obat Program Rujuk Balik ... 26

2.2.6 Ketentuan Pelayanan Obat Program Rujuk Balik ... 28

2.3 Penyakit Kronis ... 29

2.3.1 Pengertian Penyakit Kronis ... 29

2.3.2 Kategori Penyakit Kronis ... 29

2.3.3 Fase Penyakit Kronis ... 30

2.4 Rumah Sakit ... 31

2.4.1 Pengertian Rumah Sakit ... 31

2.4.2 Fungsi Rumah Sakit ... 32

2.4.3 Kewajiban Rumah Sakit ... 33

2.4.4 Hak Rumah Sakit ... 35

2.5 Kerangka Pikir Penelitian………...…..……… 36

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ……….. ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……...………..…….. 37

3.2.1 Lokasi Penelitian ………...………..…..….. 37

3.2.2 Waktu Penelitian ……….………...……….. 37

3.3 Pemilihan Informan ………..……..……… 38

3.4 Metode Pengumpulan Data…………...….…... 39

3.4.1 Data Primer ... 39

3.4.2 Data Sekunder ... 39

3.5 Daftar Istilah ………...………… 40

3.6 Validasi Data ... 41

3.7 Triangulasi Data ... 41

3.8 Analisa Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN... 43

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……….. 43

4.2 Karakteristik Informan ……….. 44

4.3 Hasil Penelitian …..………..……..……… 46

4.3.1 Tenaga Kesehatan yang Terlibat dalam Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ... 46

4.3.2 Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ………….. 47

4.3.3 Prosedur Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ……….. 50

4.3.4 Pemahaman Tenaga Kesehatan tentang Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ………….. 54

4.3.5 Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ……… 55

4.3.6 Tugas Pokok dan Fungsi RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga dalam Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN ……… 57

4.3.7 Pelayanan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ……… 58

4.3.8 Sikap Petugas Kesehatan dalam Pelayanan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga …………...59

(12)

BAB V PEMBAHASAN ……... 61

5.1 Masukan (Input) dalam Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ………. 61

5.1.1 Tenaga Kesehatan yang Terlibat dalam Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ... 61

5.1.2 Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ………….. 64

5.1.3 Prosedur Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ……….. 66

5.2 Proses (Process) dalam Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ………. 70

5.2.1 Pemahaman Tenaga Kesehatan tentang Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ………….. 71

5.2.2 Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ……… 73

5.2.3 Tugas Pokok dan Fungsi RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga dalam Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN ……… 74

5.3 Keluran (Output) dalam Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ………. 76

5.3.1 Pelayanan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga ……… 77

5.3.2 Sikap Petugas Kesehatan dalam Pelayanan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta JKN di RSU. Dr. Ferdinand Lumbang Tobing Kota Sibolga …………...79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……... 81

6.1 Kesimpulan ……… 81

6.2 Saran ………..……… 82 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme Pendaftaran Peserta Program Rujuk Balik…………26 Gambar 2.2 Kerangka Pikitr Penelitian ………...…... 36

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik Informan Penelitian ………... 44

(15)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Pedoman Wawancara Penelitian Lampiran 2 : Hasil Wawancara Mendalam Lampiran 3 : Surat Ijin Penelitian

Lampiran 4 : Surat Keterangan Selesai Penelitian

(16)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Radiatun Nisa dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1994 di Kota Sibolga. Beragama Islam, anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda Munzir dan Hannim Nainggolan. Penulis bertempat tinggal di alamat di Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Sibolga .(Pasar belakang) No 94 A.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan dasar di SD Negeri 081232 Kota Sibolga pada tahun 2000-2006, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Sibolga pada tahun 2006-2009, kemudian pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Sibolga tahun 2009-2012. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada tahun 2012-2018.

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan.

Dalam pelaksanaan sistem JKN di Indonesia dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang bertanggungjawab memastikan berjalannya jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai peserta jaminan (Kemenkes RI, 2014).

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Program Jaminan Kesehatan Nasional pada BAB IV Pelayanan Kesehatan dijelaskan bahwa setiap peserta memiliki hak mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Fasilitas kesehatan yang menyelenggrakan pelayanan kesehatan untuk peserta JKN terdiri atas fasilitas kesehatan tingkat pertama (FTKP) dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). FKTP dimaksud adalah : (1) Puskesmas atau yang setara, (2) Praktik Dokter, (3) Praktik dokter gigi, (4) klinik pratama atau yang setara, (5) Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.

Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS kesehatan dapat bekerja sama dengan praktik bidan dan atau praktik perawat untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Fasiltas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)berupa : (1) Klinik Utama atau yang setara (2) Rumah Sakit Umum,

(18)

(3) Rumah Sakit Khusus (Kemenkes RI, 2014).

Beberapa hal penting yang menjadi penentu kesuksesan pada program BPJS yaitu ketersediaan sumber daya manusia. Misalnya dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang lengkap serta mempunyai kompetensi di bidang masing-masing serta ketersediaan alat sarana kesehatan (Permenkes Nomor 75 Tahun 2014).

Sejak 1 januari 2014, BPJS Kesehatan memiliki beragam permasalahan, banyak aspek yang belum matang dan menjadi persoalan, masalah ini muncul pada unsur pengaplikasiannya seperti di rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan lanjutan, khususnya pada aspek rujukan, dan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) banyak masyarakat yang belum tahu teknis mendapatkan pelayanan sesuai dengan aturan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS).

Laporan utama Direktur Komunikasi Hukum dan Antar Lembaga Badan Penyelenggara jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyampaikan tingkat rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat pertama secara nasional menunjukkan kenaikan. Pada Januari 2016 misalnya, angka kunjungan total secara nasional ke sarana primer mencapai 914 ribu lebih dan yang dirujuk ke Rumah Sakit mencapai 120 ribuan atau 13%, pada Februari dari 1,5 juta kunjungan, 220 ribu diantaranya dirujuk ke rumah sakit atau sekitar 14,5%, sebenarnya semakin lama rumah sakit memahami konsep JKN, presentase rujukan makin kecil, namun secara nasional memang masih di bawah 15% (BPJS Kesehatan Nasional, 2016).

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan kesehatan yang melaksanakan perlimpahan tanggung jawab yang timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang

(19)

berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam unit-unit yang setingkat kemampuannya (Kemenkes RI, 2013).

Sistem rujukan pelayanan kesehatan yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, peserta dapat berobat kefasilitas kesehatan primer seperti Puskesmas, klinik, atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Apabila peserta memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, maka peserta dapat dirujuk kefasilitas kesehatan tingkat kedua atau kefasilitas kesehatan sekunder.

Rujukan hanya diberikan jika pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik. Untuk memfasilitas kesehatan primer yang dirujuk untuk melayani peserta, tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan peserta karena keterbatasan fasilitas, pelayanan, ketenagaan.

Kebijakan pemberian rujukan kasus penyakit kronis dari faskes primer atau Faskes Tingkat Pertama ke Faskes Tingkat Lanjut harus sesuai dengan prinsip rujukan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 tahun 2012 pasal 9, tentang sistem rujukan. Pasal tersebut mengatakan bahwa faskes dapat melakukan rujukan vertikal apabila pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik dan perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan, tidak berdasarkan indikasi sosial. Rujukan ulangan juga dapat diberikan kembali apabila terapi oleh dokter spesialis di rumah sakit belum selesai.

(20)

Salah satu permasalahan kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global adalah penyakit kronis. Penyakit kronis memerlukan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan sehingga memerlukan biaya yang besar untuk penanganannya. Dalam penanganan penyakit kronis dibutuhkan program penatalaksanaan yang efektif dan efisien sehingga tidak terjadi penumpukan pada fasilitas kesehatan sekunder maupun tersier. Salah satu program unggulan BPJS dalam sistem rujukan pelayanan kesehatan guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS kesehatan serta memudahkan akses pelayanan kesehatan kepada peserta penderita penyakit kronis yaitu program rujuk balik (BPJS Kesehatan, 2014).

Di Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan data yang diperoleh dari data Surveilans Terpadu Penyakit (STP) tahun 2015 terlihat kasus penyakit kronis yang paling banyak adalah penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner (PJK) dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan kasus mencapai 102.141 pasien yang ada di 112 rumah sakit di 33 kota/kabupaten seluruh provinsi Sumatera Utara terkhususnya Kota Sibolga dengan prevalensi penyakit kronis mencapai 2,7%, dan prevalensi untuk Sumatera Utara 1,98% (Profil Kesehatan Provinsi Sumtera Utara, 2015).

Menurut data yang di peroleh dari Dinkes Kota Sibolga, pada tahun 2014 jumlah kasus penyakit kronis menulai sebanyak 31.792 kasus, tahun 2015 meningkat menjadi 32.142 kasus, lalu pada tahun 2016 menjaadi 32.890 kasus. Di Kota Sibolga, penyakit kronis seperti dibetes mellitus, TBC, dan PPOK menempati urutan pertama dalam tabel penyakit. Penyakit kronis merupakan penyakit yang

(21)

mencatatkan angka penderita terbanyak dan jumlahnya terus meningkat jika dibandingkan dengan jumlah pasien penyakit yang lainnya (Profil Kesehatan Kota Sibolga, 2016).

Pelayanan program rujuk balik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di FKTP atas rekomendasi/rujukan dari dokter sepesalis/sub spesialis yang merawat. Jenis penyakit yang termasuk dalam program rujuk balik adalah diabetes mellitus, hipertensi, jantung, asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), epilepsy, schizophrenia, stroke dan systemic lupus erythematous (SLE). Peserta program rujuk balik adalah peserta dengan diagnosa penyakit yang kronis yang telah ditetapkan dalam kondisi terkontrol atau stabil oleh dokter spesialis/sub spesialis.

Salah satu Faskes Tingkat Lanjut yng melaksankan program rujuk balik ialah rumah sakit (BPJS Kesehatan, 2014).

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan masyarakat yang harus tetap mampu meningkat pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (UU RI No. 44 Tahun 2009).

Keberhasilan Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Untuk menerapkan pelaksanaan SJSN pada program BPJS, institusi kesehatan terutama rumah sakit harus menampilkan mutu mereka dalam memberikan pelayanan yang baik dan tepat kepada konsumen

(22)

yang berdasarkan standar profesionalisme, sehingga diharapkan dapat memenuhi harapan masyarakat atau konsumen.

Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga terletak di jalan Thamrin Kota Sibolga. RSU Dr. F.L. Tobing Sibolga merupakan Rumah Sakit Tipe B yang memiliki tenaga kesehatan sebanyak 487 pegawai. Rumah Sakit Umum Dr.

Ferdinand Lumban Tobing merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kota Sibloga yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat lanjut dalam era BPJS terkait Jaminan Kesehatan Nasional memiliki kewenangan melakukan pelayanan kesehatan lanjutan mencakup 155 penyakit termasuk salah satu yang terbanyak ialah penyakit kronis.

Berdasarkan data yang didapatkan dari profil kinerja pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumbang Tobing kota Sibolga tahun 2016 diketahui bahwa jumlah peserta JKN yang memanfaatkn layanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumbang Tobing kota Sibolga berjumlah 62.988 peserta, sedangkan jumlah penyakit kronis yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumbang Tobing ialah Diabetes Mellitus Type II sebanyak 10.315 orang, TB Paru sebanyak 2.614 orang, penyakit jantung koroner sebanyak 2.092 orang, penyakit paru obstruktif kronis sebanyak 1.623 orang, dan hipertensi sebanyak 1.607 orang.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga diketahui bahwa selama pelaksanaan rujukan JKN yang dilaksanakan di RSU Dr. Ferdinan Lumban Tobing Sibolga tahun 2016 lalu.

Rumah sakit tersebut mengahadapi masalah antara lain adalah terjadinya

(23)

penumpukan pasien yang melakukan proses pengobatan di rumah sakit umum Ferdinand Lumban Tobing, tenaga kesehatan dan pasien yang berobat di rumah sakit yang belum memahami penerapan sistem JKN terkhusus dalam program rujuk balik bagi penyakit kronis karena proses sosialisasi yang masih kurang, pencatatan dan pelaporan tidak terdokumentasi dengan baik sehingga tidak tersedia data rujukan balik yang baik dan lengkap di rumah sakit.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai program rujuk balik penyakit kronis pada peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga tahun 2017.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang jadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pelaksanaan Program Rujuk Balik Penyakit Kronis pada Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Dr.

Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga tahun 2017?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui program rujuk balik penyakit kronis pada peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :

(24)

1. Mengetahui input (sumber daya manusia, sarana, prosedur pelaksanaan program rujuk balik penyakit kronis) pada pelaksanaan program rujuk balik penyakit kronis pada peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga tahun 2017.

2. Mengetahui proses (pelaksanaan program rujuk balik penyakit kronis) pada program rujuk balik penyakit kronis pada peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga tahun 2017.

3. Mengetahui output (kesesuaian pelaksanaan program rujuk balik penyakit kronis) pada program rujuk balik penyakit kronis pada peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban

Tobing Kota Sibolga sebagai Faskes Tingkat Lanjutan guna meningkatkan pelayanan secara optimal supaya pelayanan yang diberikan dapat terlaksana sesuai fungsi sebagai pemberi dan pelaksana program rujuk balik rujukan kepada pasien penderita penyakit kronis yang menjadi peserta JKN di wilayah kerjanya.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan dan BPJS Kota Sibolga dalam pengembangan cara dan metode dalam pembuatan kebijakan

(25)

untuk menyempurnakan pelayanan serta mengoptimalkan kualitas pelayanan bagi peserta JKN.

3. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian yang berhubungan dengan pelaksanaan rujukan pada era JKN.

4. Sebagai tambahan informasi yang akan memperkaya kajian dalam ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi Kesehatan

2.1.1 Pengertian Asuransi Kesehatan

Asuransi yang dikutip dari Ather yang dikutip dari Ilyas (2012) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan asuransi kesehatan ialah suatu instrumen sosial yang menggabungkan resiko individu menjadi resiko kelompok dan menggunakan dana yang dikumpulkan oleh kelompok tersebut untuk membayar kerugian yang diderita.

Dalam asuransi kesehatan, resiko sakit secara bersama-sama ditanggung oleh peserta dengan mengumpulkan premi ke perusahaan atau badan penyelenggara asuransi kemudian pihak asuransi mentransfer resiko individu ke suatu kelompok dan membagi bersama jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota kelompok (Ilyas, 2012).

Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi. Resiko yang dialihkan meliputi:

kemungkinan kerugian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya :

1. Resiko terbakarnya bangunan dan/atau harta benda di dalamnya sebagai akibat sambaran petir, kelalaian manusia, arus pendek.

2. Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena pencurian.

(27)

3. Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.

4. Banjir, angin topan, badai, gempa bumi, tsunami.

2.1.2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Kata” jaminan” secara bahasa dapat diartikan asuransi (insurance), peyakinan (assurance), janji (promise), dan dapat berarti pengamanan (security) kata jaminan yang berarti asuransi di Indonesia berakar dari proses pengumpulan dana bersama untuk kepentingan bersama yang memiliki arti transfer resiko (Thabrany, 2014).

Dalam buku pegangan sosialisasi jaminan kesehatan nasional (JKN), asuransi kesehatan bertujuan untuk membantu masyarakat mengurangi biaya kesehatan dari kantong sendiri out of pocket, dalam jumlah yang sulit diprediksi dan kadang-kadang memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk itu diperlukan jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan karena peserta membayar premi dengan besaran tetap. Dengan demikian, pembiayaan kesehatan ditanggung bersama secara gotong-royong oleh keseluruhan peserta, sehingga tidak memberatkan secara orang perorang.

Tetapi asuransi kesehatan saja tidak cukup. Diperlukan Asuransi Kesehatan Sosial atau Jaminan Kesehatan Sosial (JKN). Karena, pertama premi asuransi komersial relatif tinggi sehingga tidak terjangkau bagi sebagian masyarakat. Kedua, manfaat yang ditawarkan umumnya terbatas.

Sebaliknya, asuransi kesehatan sosial memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut. Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan prinsip kendali biaya dan

(28)

mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai dengan biaya yang wajar dan terkendali, bukan “terserah dokter” atau terserah “rumah sakit”. Ketiga, asuarnsi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan yang berkelanjutan). Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk melindungi seluruh warga, kepesertaan asuransi kesehatan sosial/ JKN bersifat wajib.

Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang besifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas resiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN Nomor 40 Tahun 2004).

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Sosial adalah bentuk pelindung sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi alam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

(29)

2.1.3 Prinsip-Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) berikut:

1. Prinsip Kegotongroyongan

Gotong-royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu peserta yang sakit atau yang beresiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.

Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Prinsip Nirlaba

Pengelolaaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

3. Prinsip Keterbukaan, Kehati-Hatian, Akuntabilitas, Efisiensi dan Efektivitas Prinsip-prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

(30)

4. Prinsip Porabilitas

Prinsip porabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

6. Prinsip Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

7. Prinsip Hasil Pengeloaan Dana Jaminan Sosial

Dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta (Kemenkes, 2014).

2.1.4 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Pekerja adalah

(31)

setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain (Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013).

Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusahan, badan hukum, atau badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang memperkerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a. Pegawai Negeri Sipil;

b. Anggota TNI;

c. Anggota POLRI;

d. Pejabat Negara;

e. Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;

f. Pegawai Swasta; dan

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima upah.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a. Pekerja diluar hubungan kerja atau pekerja mandiri

b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah

(32)

c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:

a. Investor;

b. Pemberi kerja;

c. Penerima Pensiun;

d. Veteran;

e. Perintis Kemerdekaan; dan

f. Bukan pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran.

4. Penerima pensiun terdiri atas:

a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b. Anggita TNI yang berhenti dengan hak pensiun;

c. Pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun ; d. Penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c;

e. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari peneria pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.

f. Anggota keluarga bagi pekerja yang menerima upah meliputi:

a) Istri atau suami yang sah dari peserta; dan

b) Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan kriteria: tidak tahu atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai pengahasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh

(33)

satu) tahun atau belum berusia 25 ( dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

c) Sedangkan peseta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

5. WNI di Luar Negeri

Jaminan kesehatan bagi peserta WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

2.1.5 Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 1. Iuran

Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan (Pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).

2. Pembayar Iuran

 Bagi peserta PBI, iuran dibayar oleh pemerintah.

 Bagi peserta pekerja penerima upah, iurannya dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja.

 Bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan.

 Besarnya iuran jaminan kesehatan nasional ditetapkan melalui peraturan presiden dan di tinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

(34)

3. Pembayaran iuran

Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau sejumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI).

Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulannya). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh pemberi kerja. Peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan gaji atau upah peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan/atau peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara diatur dengan peraturan BPJS Kesehatan

(35)

2.1.6 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Manfaat jaminan kesehatan nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan kepada pasien rujukan dari fasilitas kesehatan denga kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.

Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan yaitu:

a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio dan Campak.

c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

Meskipun manfaat yang dijamin JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi:

(36)

a. Tidak sesuai prosedur

b. Pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS c. Pelayanan bertujuan kosmetik

d. General checkup

e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana

g. Pasien bunuh diri /penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/Bunuh Diri/Narkoba (Kemenkes, 2014).

2.1.7 Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional Bab V tentang cara penyelenggaraan JKN menerangkan :

1. Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan

a. Pemerintah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah melakukan upaya penempatan tenaga kesehatan yang ditujukan untuk mencapai pemerataan yang berkeadilan dalam pembangunan kesehatan.

b. Dalam rangka penempatan tenaga kesehatan untuk kepentingan pelayanan publik dan pemerataan, Pemerintah/Pemerintah Daerah melakukan berbagai pengaturan untuk memberikan imbalan material atau non material kepada tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan didaerah yang tidak diminati, seperti: daerah terpencil, daerah sangat terpencil, daerah tertinggal, daerah pedesaan, pulau-pulau terluar dan terdepan, serta daerah bencana dan rawan konflik.

(37)

c. Dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Derah, dan/atau swasta.

2. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan

1) Pembinaan. Penyelenggaraan, pengembangan, dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan di berbagai tingkatan dan/atau organisasi memerlukan komitmen yang kuat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta dukungan peraturan perundang-undangan mengenai pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan tersebut.

2) Pembinaan dan pengawasan praktik profesi bagi tenaga kesehatan dilakukan melalui uji kompetensi, sertifikasi, registrasi, dan pemberian izin praktik/izin kerja bagi tenaga kesehatan yang memenuhi syarat.

3) Pengawasan sumber daya manusia kesehatan dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran etik/disiplin/hukum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang bekerja dalam bidang kesehatan. Pelanggaran etik dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Pelanggaran disiplin dapat dikenakan sanksi disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila pelanggaran tersebut menyebabkan kerugian kepada pihak lain, maka dalam rangka melindungi masyarakat, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku.

(38)

3. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan a. Pengertian

Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah pengelolaan berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan oba, obat tradisional, dan kosmetika.

b. Tujuan

Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah berkhasiat/terdianya farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya guna menigkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

c. Unsur-unsur

Unsur-unsur subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan terdiri dari:

1. Komoditi;

2. Sumber daya;

3. Pelayanan kefarmasian;

4. Pengawasan;dan

5. Pemberdayaan masyarakat.

Fasilitas sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah peralatan atau tempat yang harus memenuhi kebijakan yang telah ditetapkan, baik difasilitas produksi, distribusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, tersier.

(39)

Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di semua fasilitas pelayanan kesehatan dengan mengikuti kebijakan yang ditetapkan.

2.2 Program Rujuk Balik

2.2.1 Pengertian Program Rujuk Balik

Berdasarkan buku panduan prakis Program Rujuk Balik bagi peserta JKN bahwa yang dimaksud dengan pelayanan obat rujuk balik adalah pemberian obato- batan untuk penyakit kronis di Faskes Tingkat Pertama sebagai bagian dari program pelayana rujuk balik. Pelayanan rujuk balik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita di fasilitas kesehatan atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang merawat (BPJS Kesehatan, 2014).

Pelayanan program rujuk balik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di Faskes Tingkat Pertama atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang merawat (BPJS Kesehatan, 2014).

2.2.2 Manfaat Program Rujuk Balik 1. Bagi Peserta

a. Meningkatkan kemudahan akses pelayanan kesehatan;

b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang mencakup akses promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif;

c. Meningkatkan hubungan dokter dengan pasien dalam konteks pelayanan holistik;

(40)

d. Memudahkan untuk mendapatkan obat yang diperlukan 2. Bagi Faskes Tingkat Pertama

a. Meningkatkan fungsi Faskes selaku Gate Keeper dari aspek pelayanan komprehensif dalam pembiayaan yang rasional;

b. Meningkatkan kompetensi penanganan medik berbasis kajian ilmiah terkini (evidence based) melalui bimbingan organisasi/dokter spesialis;

c. Meningkatkan fungsi pengawasan pengobatan.

3. Bagi Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan

a. Mengurangi waktu tunggu pasien di poli RS;

b. Meningkatkan kualitas pelayanan spesialistik di Rumah Sakit;

c. Meningkatkan fungsi spesialis sebagai koordinator dan konsultan manajemen penyakit (BPJS Kesehatan, 2014).

2.2.3 Ruang Lingkup Pogram Rujuk Balik 1. Jenis Penyakit

Jenis Penyakit yang termasuk Program Rujuk Balik adalah:

a. Diabetus Mellitus b. Hipertensi

c. Jantung d. Asma

e. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) f. Epilepsy

g. Schizophrenia h. Stroke

(41)

i. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Sesuai dengan rekomendasi Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia dan Komite Formularium Nasional, penyakit sirosis tidak dapat dilakukan rujuk balik ke Faskes Tingkat Pertama karena :

a. Sirosis hepatis merupakan penyakit yang tidak curabel;

b. Tidak ada obat untuk sirosis hepatis;

c. Setiap gejala yang timbul mengarah kegawatdaruratan (misal : eshopageal bleeding); yang harus ditangani di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan;

d. Tindakan-tindakan medik untuk menangani gejala umumnya hanya dapat dilakukan di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan.

2. Jenis Obat

Obat yang termasuk dalam Obat Rujuk Balik adalah:

a. Obat Utama, yaitu obat kronis yang diresepkan oleh Dokter Spesialis/Sub Spesialis di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dan tercantum pada Formularium Nasional untuk obat Program Rujuk Balik.

b. Obat Tambahan, yaitu obat yang mutlak diberikan bersama obat utama dan diresepkan oleh dokter Spesialis/Sub Spesialis di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan untuk mengatasi penyakit penyerta atau mengurangi efek samping akibat obat utama (BPJS Kesehatan, 2014).

2.2.4 Mekanisme Pendaftaran Peserta Rujuk Balik

Peserta yang berhak memperoleh obat program rujuk balik adalah peserta dengan diagnosa penyakit kronis yang telah ditetapkan dalam kondisi terkontrol/stabil oleh Dokter Spesialis/Sub Spesialis dan telah mendaftarkan diri

(42)

untuk menjadi peserta Program Rujuk Balik.

Adapun mekanisme pendaftaran peserta program rujuk balik yaitu :

1. Peserta mendaftarkan diri pada petugas Pojok Program Rujuk Balik dengan menunjukan :

a. Kartu Identitas peserta BPJS Kesehatan;

b. Surat Rujuk Balik (SRB) dari dokter spesialis;

c. Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dari BPJS Kesehatan;

d. Lembar resep obat/salinan resep.

2. Peserta mengisi formulir pendaftaran peserta Program Rujuk Balik.

3. Peserta menerima buku kontrol Peserta Program Rujuk Balik (BPJS Kesehatan, 2014).

Mekanisme pendaftaran peserta rujuk balik dapt dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Mekanisme Pendaftaran Peserta Program Rujuk Balik 2.2.5 Mekanisme Pelayanan Obat Program Rujuk Balik

Adapun mekanisme pelayanan obat program rujuk balik yaitu :

(43)

1. Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

a. Peserta melakukan kontrol ke Faskes Tingkat Pertama (tempatnya terdaftar) dengan menunjukkan identitas peserta BPJS, SRB dan buku kontrol peserta PRB.

b. Dokter Faskes Tingkat Pertama melakukan pemeriksaan dan menuliskan resep obat rujuk balik yang tercantum pada buku kontrol peserta PRB.

2. Pelayanan pada Apotek/depo Farmasi yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk pelayanan obat PRB yaitu dilaksanakan melalui mekanisme :

a. Peserta menyerahkan resep dari Dokter Faskes Tingkat Pertama;

b. Peserta menunjukkan SRB dan Buku Kontrol Peserta.

3. Pelayanan obat rujuk balik dilakukan 3 kali berturut-turut selama 3 bulan di Faskes Tingkat Pertama.

4. Setelah 3 (tiga) bulan peserta dapat dirujuk kembali oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan untuk dilakukan evaluasi oleh dokter spesialis/subspesialis.

5. Pada saat kondisi peserta tidak stabil, peserta dapat dirujuk kembali ke dokter Spesialis/Sub Spesialis sebelum 3 bulan dan menyertakan keterangan medis dan/atau hasil pemeriksaan klinis dari dokter Faskes Tingkat Pertama yang menyatakan kondisi pasien tidak stabil atau mengalami gejala/tanda-tanda yang mengindikasikan perburukan dan perlu penatalaksanaan.

6. Apabila hasil evaluasi kondisi peserta dinyatakan masih terkontrol/stabil oleh dokter spesialis/subspesialis, maka pelayanan program rujuk balik dapat

(44)

dilanjutkan kembali dengan memberikan SRB baru kepada peserta (BPJS Kesehatan, 2014).

2.2.6 Ketentuan Pelayanan Obat Program Rujuk Balik

Adapun ketentuan pelayanan obat Program Rujuk Balik yaitu :

1. Obat PRB diberikan untuk kebutuhan maksimal 30 (tiga puluh) hari setiap kali peresepan dan harus sesuai dengan Daftar Obat Formularium Nasional untuk Obat Program Rujuk Balik serta ketentuan lain yang berlaku.

2. Perubahan/penggantian obat program rujuk balik hanya dapat dilakukan oleh Dokter Spesialis/sub spesialis yang memeriksa di Faskes Tingkat Lanjutan dengan prosedur pelayanan RJTL. Dokter di Faskes Tingkat Pertama melanjutkan resep yang ditulis oleh Dokter Spesialis/sub-spesialis dan tidak berhak merubah resep obat PRB. Dalam kondisi tertentu Dokter di Faskes Tingkat Pertama dapat melakukan penyesuaian dosis obat sesuai dengan batas kewenangannya.

3. Obat PRB dapat diperoleh di Apotek/depo farmasi yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan Obat PRB.

4. Jika peserta masih memiliki obat PRB, maka peserta tersebut tidak boleh dirujuk ke Faskes Rujukan Tingkat Lanjut, kecuali terdapat keadaan emergency atau kegawatdaruratan yang menyebabkan pasien harus konsultasi ke Faskes Rujukan Tingkat Lanjut (BPJS Kesehatan, 2014).

(45)

2.3 Penyakit Kronis

2.3.1 Pengertian Penyakit Kronis

Menurut Mattson (2012) menjelaskan bahwa penyakit kronis adalah penyakit yang terjadi secara menahun dengan masa pengobatan membutuhkan waktu yang panjang. Penyakit kronis adalah suatu penyakit menahun yang dapat berlangsung lama dan fatal, penyakit ini diasosiasikan dengan kerusakan atau penurunan fungsi fisik dan mental. Penyakit kronis merupakan permasalahan kesehatan serius dan penyebab kematian terbesar di dunia.

Karakteristik penyakit kronis adalah penyebab tidak pasti memiliki faktor resiko, membutuhkan durasi yang lama, menyebabkan kerusakan fungsi atau ketidakmampuan dan tidak dapat disembuhkan. Penyakit kronis tidak disebabkan oleh infeksi atau patogen melainkan gaya hidup dan perilaku beresiko. Penyakit kronis cenderung bersifat permanen yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya suatu kemampuan untuk menjalankan berbagi fungsi organ-organ pengindaraan. Penyakit kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat diminimalkan tingkat keparahanya dengan merubah perilaku, gaya hidup dan pajanan terhadap faktor-faktor tertentu di dalam kehidupan.

2.3.2 Kategori Penyakit Kronis

Menurut Christienses and Janet (2013) mengutip dari Conrad (1978), ada beberapa penyakit kronis :

a. Lived with Illnesses

Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan mempelajari kondisi penyakitnya selam hidup, dan biasanya mereka tidak mengalami kehidupan yang

(46)

mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes, asma, arthritis, dan epilepsi.

b. Mortal Illnesses

Pada kategori ini secara jelas individu kehidupannya terancam dan individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala dari penyakitnya dan ancaman kematian. Penyakit yang dalam kategori ini dalah kanker dan penyakit kardiovaskuler.

c. At Risk Illnesses

Kategori penyakit ini sangat berbeda dari dua kategori sebelumnya. Pada kategori penyakit ini tidak menekankan pada penyakitnya tetapi pada resiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi dan penyakit yang berhubungan dengan hereditas.

2.3.3 Fase Penyakit Kronis

Menurut Bare dan Smeltzer (2011) ada delapan fase dalam penyakit kronis, yaitu:

1. Fase trajectory

Adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan pemeriksaan diagnostik perlu dilakukan.

2. Fase stabil

Terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol. Aktifitas kehidupan sehari-hari dapat tertangani dalam keterbatasan penyakit. Terhadap gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

(47)

3. Fase tidak stabil

Periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

4. Fase akut

Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk menanganinya.

5. Fase krisis

Ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.

6. Fase pulih

Pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.

7. Fase penurunan

Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala.

8. Fase kematian

Ditandai dengan penurunan bertahap tapi cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.

2.4 Rumah Sakit

2.4.1 Pengertian Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014 tentang kalsifikasi dan perizinan rumah sakit mendefinisikan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

(48)

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit menyatakan bahwa rumah sakit yaitu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Rumah sakit umum adalah adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien, mengutamakan penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien secara serasi dan terpadu. Untuk upaya tersebut fungsi praktis rumah sakit umum adalah untuk menyelenggarakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, pelayanan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan,administrasi dan keuangan (Permenkes RI No. 56 Tahun 2014)

Rumah sakit memfasilitasi penyelenggaraan perawatan rawat inap, pelayanan observasi, diagnosa dan pengobatan aktif untuk individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis dan rehabilitasi yang memerlukan pengarahan dan pengawasan dokter setiap hari serta perawatan kesehatan pribadi dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara efektif untuk kepentingan masyarakat.

2.4.2 Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan

(49)

kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.4.3 Kewajiban Rumah Sakit

Sesuai UU No. 44 Tahun 2009 (UU tentang Rumah Sakit) pasal 29 menyatakan bahwa setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban :

a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat

b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit

c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya

(50)

d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,

sesuai dengan kemampuan pelayanannya e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau

miskin

f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan

g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien

h. Menyelenggarakan rekam medis

i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat,wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia

j. Melaksanakan sistem rujukan

k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan

l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien

m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien n. Melaksanakan etika Rumah Sakit

o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana

(51)

p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional

q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya

r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws)

s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas dan

t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagaikawasan tanpa rokok.

2.4.4 Hak Rumah Sakit

Sesuai UU No. 44 Tahun 2009 (UU tentang Rumah Sakit) pasal 30 menyatakan bahwa setiap Rumah Sakit mempunyai hak :

a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit

b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan

pelayanan

d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

e. Menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian

(52)

f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan

g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

2.5 Kerangka Pikir Penelitian

Pada prinsipnya keberhasilan pelaksanaan program ruju Balik penyakit kronis pada peserta jaminan kesehatan (JKN) dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output) yang didasarkan pada program kegiatan tata laksana pelaksanaan progrm rujuk balik. Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut :

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian Process

Pelaksanaan program rujuk balik dari pasien

penyakit kronis yang menjadi peserta JKN Input

1) Sumber Daya Manusia 2) Sarana dan

Prasarana

3) Prosedur program rujuk balik penyakit kronis

Output

Kesesuaian pelaksanaan program rujuk balik dari pasien

penyakit kronis yang menjadi peserta JKN

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yaitu pendekatan penelitian untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektif- perspektif (misalnya, makna-makana yang bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, dengan tujuan untuk membangun teori atau pola pengetahuan baru (Creswell, 2010).

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data secara mendalam tentang pelaksanaan program rujuk balik penyakit kronis pada peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing kota Sibolga. Alasan pemilihan lokasi ini karena tingginya angka rujukan dan kunjungan pada kasus penyakit kronis yang ada di wilayah kerja Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing kota Sibolga.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2017 sampai Maret 2018.

Gambar

Gambar 2.1 Mekanisme Pendaftaran Peserta Program Rujuk Balik  2.2.5  Mekanisme Pelayanan Obat Program Rujuk Balik
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian Process

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat menilai bahwa alur pelayanan terbilang rumit, lamanya penanganan pasien JKN oleh petugas kesehatan dan dokter spesialis tidak selalu berada di tempat

Kesimpulan bahwa ketersediaan tenaga kesehatan, obat-obatan, sarana prasarana fasilitas di puskesmas yang merujuk pelayanan kesehatan JKN ke RSUD Tgk Abdullah Syafii masih

Penyebab keterlambatan klaim dari aspek kelengkapan dokumen pengajuan klaim JKN pasien rawat jalan di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta adalah sebagai berikut :a. Tidak ada

PESERTA FASKES TINGKAT PERTAMA APOTEK / DEPO FARMASI PRB BPJS KESEHATAN A OBAT KRONIS HABIS • INDENTITAS PESERTA • SURAT RUJUKAN BALIK • BUKU KONTROL PRB PELAYANAN

Hubungan Karakteristik dan Persepsi Masyarakat Tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Terhadap Keikutsertaan Menjadi Peserta JKN di Kota Medan Tahun 2014..

Kesimpulan bahwa ketersediaan tenaga kesehatan, obat-obatan, sarana prasarana fasilitas di puskesmas yang merujuk pelayanan kesehatan JKN ke RSUD Tgk Abdullah Syafii masih

Respon keberatan oleh peserta JKN bila ditinjau dari psikologis merupakan kondisi dari hukum Law of Effect (19), yang diartikan bila respons peserta JKN terhadap kenaikan iuran

Sondari & Bambang, 2017 Tingkat Kepuasan Pasien Rawat jalan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional RSUD Kabupaten Brebes Pasien JKN merasa puas terhadap pelayanan pada