• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebuah negara tidak dapat dinilai hanya melalui

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebuah negara tidak dapat dinilai hanya melalui"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 Pembangunan ekonomi sebuah negara tidak dapat dinilai hanya melalui tingkat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga harus melibatkan beberapa indikator penting lain seperti inflasi, ketimpangan pendapatan, dan tingkat kemiskinan.

Pembangunan ekonomi adalah upaya jangka panjang yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Secara sederhana, kesejahteraan masyarakat sebuah negara dapat terjadi karena tingkat pendapatan per kapita yang cukup, dan pada akhirnya berdampak pada tingkat kemiskinan yang terkendali. Namun di beberapa negara, tujuan tersebut seringkali menjadi dilema antara meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pendapatan (Deininger dan Olinto, 2000).

Samuelson dan Nordhaus (2004) menjelaskan bahwa negara berkembang seperti Indonesia memiliki karakteristik dengan tingkat pendapatan yang rendah, angka harapan hidup yang rendah, serta tingkat kecukupan gizi yang minimal.

Karena itu, kemajuan sebuah negara yang hanya diukur melalui tingkat pertumbuhan ekonomi pada umumnya tidak mencerminkan secara nyata keadaan masyarakat. Sebagian besar masyarakat tetap hidup dalam ruang kemiskinan, ketidakcukupan, kesulitan ekonomi, karena pertumbuhan pendapatan negara tidak berdampak pada pertambahan pendapatan riil per kapita atau rumah tangga.

Waluyo (2004) menemukan bahwa banyak negara sedang berkembang yang memiliki tingkat pertumbuhan sekitar tujuh persen (7%) per tahun, tetapi tingkat

(2)

kesenjangan pendapatan dan kemiskinannya juga tinggi. Kenyataan tersebut menjadi satu alasan bahwa negara harus memerhatikan pentingnya indikator- indikator pembangunan selain pertumbuhan ekonomi, khususnya tingkat kemiskinan.

Dalam ekonomi Islam, pertumbuhan ekonomi tidak menjadi satu-satunya hal penting dalam mengukur kemajuan. Meskipun Islam juga tidak melarang negara untuk fokus pada upaya peningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tetapi selain itu, negara juga memiliki persoalan penting yang harus diselesaikan, yaitu tingkat pendapatan rill dan kemiskinan. Ekonomi Islam memiliki perhatian besar terhadap kesejahteraan orang-orang miskin. Rasululullah Saw bersabda, “bukanlah orang yang beriman yang ia sendiri kenyang sedangkan tetangga (yang disebelah) nya kelaparan.” (H.R. Baihaqi)

Kemiskinan merupakan persoalan mendasar yang dihadapi oleh sebagian warga negara, karena ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran sentral untuk bertanggung jawab terhadap terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh lapisan masyarakat (Qardhawi dalam Basri, 2007). Negara wajib mengupayakan berbagai program yang bertujuan untuk menjaga dan mengeluarkan masyarakat dari lingkaran kemiskinan.

Tujuan akhir dari setiap kegiatan ekonomi adalah untuk mencapai kemaslahatan bersama, dan seharusnya tujuan akhir dari pertumbuhan ekonomi yang meningkat adalah menurunnya jumlah kemiskinan. Secara konseptual, Tambunan (2012) menjelaskan bahwa seharusnya pertumbuhan ekonomi berperan

(3)

aktif dalam pengurangan kemiskinan melalui peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan upah atau gaji riil (Lihat Gambar 1.1).

Sumber: Tambunan (2012)

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran Teoritis: Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan

Negara berhak untuk mengatur berbagai sumber daya demi tercapainya keadilan dan kesejahteraan di dalam masyarakat. Karena pengentasan kemiskinan menjadi prioritas utama bagi negara Islam, dan kelangsungan hidup orang-orang miskin merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah. Siddiqi dalam Haneef (2010) menegaskan bahwa:

“Prinsip bahwa kebutuhan dasar setiap orang harus dipenuhi sepenuhnya dilandasi oleh syariah. Individu itu sendiri, sanak terdekatnya, para tetangga dan masyarakat semuanya, harus mengetahui dan memikul tanggung jawab masing-masing. Namun, tanggung jawab terakhir untuk mengimplementasikan prinsip ini terletak pada negara Islam. Ini adalah bagian dari visi Islam” (Haneef, 2010).

Kemiskinan di Indonesia masih menjadi persoalan utama yang menarik perhatian banyak pihak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2016), pada bulan September 2015 jumlah kemiskinan mencapai 28, 51 juta jiwa atau sekitar 11,13 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut mengalami

Pertumbuhan Ekonomi (Peningkatan

Output)

Pengurangan Kemiskinan (Jumlah Orang

Miskin) Peningkatan

Kesempatan Kerja

Peningkatan Upah/gaji riil

(4)

penurunan 0,3 persen dari jumlah pada bulan Maret 2015 yang mencapai 28,59 juta jiwa atau sekitar 11,22 persen dari total penduduk Indonesia.

Badan Pusat Statistik dalam Laporan Kesejahteraan Rakyat 2015 menyatakan, meskipun persentase penduduk miskin terhadap jumlah seluruh penduduk Indonesia mengalami penurunan yang melambat selama 2012-2015, tetapi tingkat penurunan 0,3 persen adalah yang terendah selama kurun waktu empat tahun terakhir (BPS, 2016). Berikut adalah data perkembangan penduduk miskin di Indonesia selama empat tahun terakhir:

Tabel 1.1

Perkembangan Penduduk Miskin di Indonesia, Tahun 2012-2015

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta)

Persentase Penduduk Miskin (%)

2012 29,13 11,96

2013 28,07 11,37

2014 28,28 11,25

2015 28,59 11,22

Sumber: Badan Pusat Statistik (Indikator Kesejahteraan Rakyat, 2015)

Berdasarkan tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa pemerintah telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin dari 29,13 juta jiwa atau sekitar 11,96 persen di tahun 2012, menjadi 28,59 juta jiwa atau 11, 22 persen pada tahun 2015. Meskipun mengalami penurunan, tetapi sejak tahun 2013 jumlah penduduk miskin terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin meningkat sejumlah 310 ribu jiwa dari tahun 2014, dan 520 ribu jiwa dari tahun 2013.

Penurunan tingkat kemiskinan juga terjadi di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta dan Banten. Meskipun demikian, dalam data Badan Pusat Statistik (2016) disampaikan bahwa jumlah penduduk miskin di

(5)

Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta dan Banten pada tahun 2015 sebesar 14.943.630 jiwa, atau sekitar 52,41 persen dari jumlah penduduk miskin seluruh Indonesia. Pada tahun yang sama, Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dalam jumlah penduduk miskin di Indonesia, yaitu sebesar 4.775.970 jiwa. Kemudian pada urutan kedua dan ketiga diikuti oleh Jawa Tengah dan Jawa Barat, dengan jumlah penduduk miskin masing-masing sebesar 4.505.780 jiwa dan 4.485.650 jiwa. Pada tahun 2015, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Banten juga mengalami peningkatan dari tahun 2014, yaitu masing-masing sebesar 27.550 jiwa, 246.690 jiwa dan 41.480 jiwa.

Data di atas menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta dan Banten bersifat fluktuatif, dan sebagian masyarakat masih hidup dalam kondisi yang rentan terhadap kemiskinan.

Dalam OECD Economic Surveys 2015 disebutkan, bahwa pada tahun 2013 sekitar 22 persen rakyat Indonesia hidup pada tingkat di bawah garis kemiskinan. Sebesar 34 persen penduduk hidup pada tingkat di bawah 1,5 kali dari garis kemiskinan dan memiliki kerentanan yang hampir sama. Bank Dunia (2012) memperkirakan bahwa 40 persen rakyat Indonesia memiliki kerentanan yang tinggi terhadap kemiskinan (OECD Economic Surveys, 2015). Pada laporan triwulan (2014), dengan mempertimbangkan kinerja ekonomi Indonesia, Bank Dunia memproyeksikan bahwa pada tahun 2018 tingkat kemiskinan di Indonesia masih berada di atas 8 persen.

(6)

Melihat keadaan masyarakat yang sangat rentan terhadap kemiskinan, maka peran sentral pemerintah sangat dibutuhkan dalam mengatur berbagai kebijakan yang terarah dan terstruktur dengan baik. Dalam konteks Indonesia, pemerintah telah merealisasikan program pengentasan kemiskinan melalui berbagai aspek kebijakan, salah satu di antaranya adalah regulasi dalam menetapkan standar upah minimum.

Sulistiawati (2012) menjelaskan bahwa di Indonesia, pemerintah mengatur sistem pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.

05/MEN/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum. Tingkat upah yang ditetapkan tersebut berdasarkan pada Kebutuhan Fisik Hidup Layak. Selain itu, regulasi terkait dengan penetapan upah juga diatur dalam UU. No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang pada pasal 88 membahas tentang penetapan upah minimum di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dalam regulasi tersebut juga dijelaskan mengenai tujuan dari standarisasi upah bagi para pekerja atau buruh, yaitu “untuk memenuhi penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan..., pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh” (UU. No. 13 Tahun 2003 Pasal 88 ayat 2).

Upah dalam sistem ekonomi konvensional diposisikan sebagai salah satu instrumen distribusi pendapatan selain bunga, sewa dan laba (Huda dkk, 2009).

Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, pemerintah berhak untuk menetapkan tingkat upah yang sesuai dengan kebutuhan hidup layak. Karena tingkat pendapatan para buruh sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk terlibat dalam aktivitas perekonomian (Kartaspura, 1986). Selain itu, salah satu tujuan

(7)

dari penetapan upah minimum adalah untuk meningkatkan gaji bagi karyawan yang berpenghasilan rendah (Briefing, 2015).

Ekonomi Islam memberikan perhatian yang besar terhadap hak-hak para pekerja/buruh. Dalam Chaudhry (2012) disebutkan beberapa hak dari pekerja, antara lain: mereka harus diperlakukan sebagai manusia, bukan sebagai binatang;

kemuliaan dan kehormatan harus senantiasa melekat pada mereka; para pekerja harus menerima upah yang layak dan segera dibayarkan. Dalam Al-Qur’an surah An-Nahl, Allah Swt juga menjelaskan:

َّنِإ ه َّللّٱ ِب ُرُم ۡ ِلۡدهع ۡلٱ أهي ِنَٰ هسۡحِ لۡٱ ۡ هو

يِذ ِٕي ٓاهتيوَإِ

َٰهبۡرُقۡلٱ ِنهع َٰ ههَۡنهيهو

ِءٓا هشۡحهفۡلٱ ِر هكنُمۡلٱ هو

يِ ۡغه لۡٱ ۡ هو هنوُرَّكهذهت ۡمُكَّلهعهل ۡمُك ُظِعهي ٩٠

Artinya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (Q.S. A- Nahl [16]: 90).

Ibnu Taimiyah berpendapat, bahwa pembayaran upah agar ditentukan sesuai dengan bayaran yang pantas (ajru al-mitsli) dan baik. Upah sepadan adalah sejumlah bayaran yang sesuai dengan kerjanya dan kondisi pekerjaannya (An- Nabhani, 2007). Tujuan dari ditetapkannya upah yang sepadan adalah untuk menjaga kepentingan antara pekerja dan pemberi kerja, serta menghindari adanya unsur eksploitasi di dalam transaksi bisnis. Tujuannya agar segala sesuatu yang terkait dengan hubungan bisnis antara kedua pihak dapat berjalan dengan adil.

Aplikasi dari sistem upah sepadan (ajru al-mitsli) di Indonesia dapat dilihat melalui kebijakan Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Secara substansi, upah minimum regional atau

(8)

kabupaten/kota adalah standarisasi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal penetapan upah bagi setiap perusahaan atau sektor kerja formal di daerah tertentu.

Pemerintah pusat memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk menentukan standar upah minimum yang didasarkan pada berbagai pertimbangan, sesuai dengan keadaan ekonomi setiap kabupaten/kota, seperti Indeks Harga Konsumen (IHK), standar hidup layak, pertumbuhan ekonomi, serta berbagai indikator lain.

An-Nabhani (2007) menjelaskan bahwa pemerintah berhak memaksa pihak-pihak yang bergerak di bidang produksi jika masyarakat membutuhkan jasa mereka, seperti petani (produsen padi), penjahit (produsen sandang), dan pekerja bangunan (produsen papan) untuk menjual jasa mereka dengan menerima sejumlah upah yang sepadan (ajru mitsli). Qardhawi dalam Ghufron (2011) juga menegaskan bahwa negara harus terlibat dalam penetapan upah buruh, tugas negara menurut Islam tidak hanya terbatas pada kewajiban menjaga keamanan dalam negeri, tetapi tugas tersebut harus menyeluruh yang bertujuan untuk meniadakan kedzaliman, menegakkan keadilan, dan menghindari permusuhan.

Sistem upah di Indonesia selalu menjadi sebuah persoalan yang menarik untuk dibahas dan dikaji lebih jauh. Karena di samping regulasi yang telah ditetapkan pemerintah, tingkat upah masih menjadi masalah bagi para pakerja atau buruh. Hal tersebut terbukti dari banyaknya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para buruh, sehubungan dengan tingkat upah yang dinilai tidak sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup mereka. Meskipun pada kenyataannya, standar upah minimum di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

(9)

Timur, D.I. Yogyakarta dan Banten terus mengalami peningkatan setiap waktunya (Lihat Gambar 1.2).

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016)

Gambar 1.2

Perkembangan Upah Minimum Provinsi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Banten dan Rata-Rata UMP di Indonesia,

Tahun 2007-2013

Dalam hal ini, pemerintah terbukti memberikan respon yang positif terhadap keluhan para buruh dengan terus berupaya untuk memerhatikan kesejahteraan mereka. Pratomo dan Saputra (2011), menjelaskan bahwa tujuan dari penetapan upah minimum yang tinggi dan terus meningkat adalah untuk menciptakan hidup layak, serta merealisasikan kesejahteraan bagi para pekerja atau buruh. Karena tingkat upah yang rendah akan menciptakan daya beli yang juga rendah, sehingga para buruh hidup dalam keterbatasan ekonomi, yang pada akhirnya terjebak dalam lingkaran kemiskinan.

Hasil dari penelitian sebelumnya mengenai hubungan upah minimum terhadap tingkat kemiskinan bersifat inkonklusif, yaitu berpengaruh dan tidak

447,7 568,2 628,2 671,5 732 780 850

500 547 575 660 675 765 830

448,5 500 570 630 705 892,66 947,12

460 586 700 745,7 808 892,7 947,1

661,1

837 917,5 955,3 1000 1042 1170

667,9

743,2 830,7 908,8 988,8

1119,1

1332,4

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur D.I. Yogyakarta Banten Indonesia

(10)

berpengaruh. Lustig dan McLeod (1996) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara upah minimum terhadap tingkat kemiskinan di negara-negara berkembang. Hasil dari penelitian tersebut menemukan bahwa upah minimum bukan merupakan cara yang efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan, karena menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah pengangguran.

Pada penelitian yang berbeda, Alaniz dkk (2011) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara upah minimum terhadap pendapatan rumah tangga di Nicaragua tahun 1998-2006. Hasil dari penelitian tersebut menemukan bahwa peningkatan upah minimum berpengaruh terhadap pengurangan tingkat kemiskinan.

Berdasarkan latar bekalang di atas, maka penelitian ini fokus pada hubungan upah minimum terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2007- 2013 (studi kasus kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.

Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten), dengan menggunakan data panel tahun 2007-2013.

1.2 Permasalahan Penelitian

Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan bersifat multidimensional. Maka upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (Nasir dalam Prasetyo, 2010). Upah merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang terpenuhinya kebutuhan para pekerja/buruh.

Karena tingkat upah yang tidak sesuai dengan kecukupan standar hidup layak,

(11)

dapat menjerat para pekerja dalam kemiskinan dan keadaan yang jauh dari kesejahteraan (Sulistiawati, 2012).

Tambunan (1996) menjelaskan lebih jauh faktor-faktor penyebab kemiskinan, serta peranan tingkat upah terhadap tingkat kemiskinan, sebagai berikut:

“Jumlah faktor-faktor yang dapat memengaruhi tingkat kemiskinan cukup banyak, secara langsung maupun tidak, seperti tingkat pertumbuhan output (atau produktivitas), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, motivasi kerja, dan lain-lain. Jika diamati, sebagian besar dari faktor- faktor tersebut saling berkaitan. Misalnya tingkat pajak yang tinggi membuat tingkat upah neto rendah dan dapat mengurangi motivasi kerja, sehingga produktivitas para pekerja menurun. Produktivitas yang menurun dapat mengakibatkan upah neto berkurang dan seterusnya. Jadi dalam kasus ini, tidak mudah untuk memastikan apakah karena pajak naik atau produktivitasnya menurun, yang membuat para pekerja menjadi miskin karena upah neto menjadi rendah.” (Tambunan, 1996).

Kebijakan upah minimum merupakan sistem pengupahan yang telah diterapkan pada beberapa negara, yang pada dasarnya dapat dilihat dari dua sisi.

Pertama, upah minimum merupakan alat proteksi bagi pekerja untuk mempertahankan agar nilai upah yang diterima tidak menurun dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kedua, sebagai alat proteksi bagi perusahaan untuk mempertahankan produktivitas pekerja (Simanjuntak dalam Gianie, 2009).

Ekonomi Islam memberikan perhatian yang besar terhadap dua hal tersebut, yaitu standarisasi upah dan kemiskinan. Untuk menciptakan keadilan, maka pemerintah wajib ikut serta mengambil peran dalam merumuskan berbagai kebijakan. Kebijakan upah minimum yang memberikan kebebasan kepada setiap kabupaten/kota untuk menetapkan standar upah adalah salah satu upaya

(12)

pemerintah dalam menjaga kesesuaian, antara tingkat kebutuhan hidup layak dengan tingkat upah. Sehingga dengan standarisasi yang ditetapkan, pemerintah dapat memastikan bahwa tingkat upah yang diterima oleh para pekerja sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup mereka, sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam mengantisipasi penambahan jumlah orang miskin dan pengurangan tingkat kemiskinan.

Melihat data perkembangan standarisasi upah minimum yang terus meningkat selama periode 2007-2013, dan pada saat yang sama adanya kecenderungan peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, khususnya di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta dan Banten, maka penting untuk melakukan analisis mengenai hubungan antara tingkat upah minimum terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2007-2013, studi kasus kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta dan Banten.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana hubungan upah minimum terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2007-2013 (studi kasus kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta dan Banten)?”

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis secara empiris hubungan upah minimum terhadap

(13)

tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2007-2013 (studi kasus kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta dan Banten).

1.5 Keaslian Penelitian

Untuk menunjang keaslian penelitian ini, maka berikut adalah beberapa penelitian terdahulu mengenai upah minimum dan pengaruhnya terhadap tingkat kemiskinan.

1. Lustig dan McLeod tahun 1996 melakukan penelitian dengan judul “Minimum Wages and Poverty in Developing Countries: Some Empirical Evidence.”

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara upah minimum terhadap tingkat kemiskinan di negara-negara berkembang. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi, dan menemukan bahwa upah minimum bukan merupakan cara yang efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan, karena menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah pengangguran.

2. Alaniz dkk pada tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul “The Impact of Minimum Wages on Wages, Work and Poverty in Nicaragua,” yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara upah minimum dengan pendapatan rumah tangga. Metode penelitian ini menggunakan analisis probit data panel dari populasi rumah tangga di Nicaragua tahun 1998-2006. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa peningkatan upah minimum berpengaruh terhadap pengurangan tingkat kemiskinan, dan pengaruh tersebut semakin besar jika kebijakan upah minimum secara langsung memengaruhi kepala rumah tangga dari yang bukan kepala rumah tangga.

(14)

3. Khabhibi pada tahun 2013 melakukan penelitian dengan judul, “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011).” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum kabupaten/kota, dan tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square), dan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa upah minimum kabupaten/kota dan tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

4. Kristanto pada tahun 2014 melakukan penelitian dengan judul, “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum, dan Tingkat Pengangguran Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Brebes Tahun 1997-2012.”

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak dari pertumbuhan ekonomi, upah minimum dan tingkat pengangguran terhadap jumlah penduduk miskin yang ada di kabupaten Brebes selama periode 1997-2012.

Metode penelitian yang digunakan adalah regresi berganda (Ordinary Least Square). Hasil penelitian menunjukkan bahwa upah minimum dan tingkat

pengangguran berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten Brebes selama tahun 1997-2012, sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten Brebes selama tahun 1997-2012.

(15)

5. Riva dkk pada tahun 2014 melakukan penelitian dengan judul, “Pengaruh Tingkat Pengangguran dan Tingkat Upah Minimum Provinsi Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Riau.” Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tingkat pengangguran dan tingkat upah minimum terhadap tingkat kemiskinan di Riau. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda, dengan hasil yang menunjukkan bahwa semua variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Uji regresi menunjukkan bahwa jumlah pengangguran terbuka tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan upah minimum provinsi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau.

6. Kapelyuk pada tahun 2015 melakukan penelitian dengan judul, “Impact of Minimum Wage on Income Distribution and Poverty in Russia.” Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh upah minimum di Rusia terhadap kemiskinan, serta transisi masuk dan keluarnya masyarakat dari kemiskinan tahun 2006 hingga 2011. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi data panel, dengan hasil yang menunjukkan bahwa upah minimum memberikan dampak yang sedikit bagi pengurangan kemiskinan.

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa objek penelitian dan pembahasan pada penelitian ini memiliki independensi yang cukup valid dan berbeda tujuannya dengan penelitian sebelumnya. Selain merupakan bagian dari riset Ekonomi Islam, studi kasus pada penelitian ini lebih spesifik dari penelitian sebelumnya, yaitu mencakup seluruh

(16)

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I.

Yogyakarta dan Banten, selama periode 2007-2013.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan satu sumbangan literatur bagi kajian ekonomi Islam, khususnya yang berkaitan dengan upah minimum dan tingkat kemiskinan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi para pemilik kebijakan atau praktisi, sebagai pertimbangan dalam merumuskan berbagai kebijakan terkait dengan tingkat upah, khususnya yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penulisan, permasalahan penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memberikan penjelasan tentang teori dan konsep yang relevan untuk digunakan sebagai dasar dalam menganalisis masalah yang diajukan.

Landasan teori penelitian dikumpulkan dari sumber-sumber ilmiah, seperti literatur, hasil penelitian, serta dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah. Pada bab ini juga disampaikan hubungan antarvariabel, hipotesis penelitian dan kerangka pikir penelitian.

(17)

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang penelitian yang meliputi identifikasi variabel, definisi operasional, jenis dan sumber data, serta teknik analisis data.

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas gambaran umum atau deskripsi obyek penelitian, hasil estimasi dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V: SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari tesis, yang berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan pada bab satu. Bab ini juga memberikan saran yang diperlukan bagi pihak yang berkepentingan atau penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Di Indonesia, penelitian disclosure dan corpo- rate governance juga dilakukan, antara lain oleh Khomsiyah (2003) yang menunjukkan bahwa indeks corporate governance

Tarekat Halveti-Jerrahi merupakan organisasi bantuan budaya, pendidikan dan sosial, yang tujuan utamanya adalah untuk membantu orang menjadi manusia yang lebih

Kelompok Elasmobranchii terdiri dari hiu dan pari memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi serta dapat ditemukan di berbagai kondisi lingkungan, mulai dari perairan tawar

Sebagaimana yang telah peneliti paparkan did atas bahwa jual beli ikan dengan sistem pancingan bertarif di Pancingan Sejuta Desa Sidowayah, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten

Bab kedua, memuat landasan teori yang meliputi: pertama, Tinjauan tentang Pendekatan Pembelajaran berbasis masalah konsep model pembelajaran berbasis masalah

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: adanya pengaruh secara bersama-sama dari variabel persepsi resiko, variabel kualitas, variabel harga dan variabel nilai terhadap

Wilayah upwelling dicirikan dengan suhu rendah dan kandungan khlorofil tinggi yang dapat dipantau dari citra satelit.. Scale bar of chlorophyll-a concentration (mg/m

Faktor Penghambat partisipasi politik pemilih pemula dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2015 di Desa Kendalrejo Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek adalah