• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin di kandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosa kehamilan tidak dapat diabaikan. Namun dalam kehamilan kadang kalah terjadi pecah ketuban sebelum waktunya atau yang sering di sebut dengan ketuban pecah dini sehingga merupakan salah satu kelainan dalam kehamilan. ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam ilmu obsterti, karena berkaitan dengan penyulit yang berdampak buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan maternal maupun terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin, sehingga hal ini dapat dapat meningkatkan masalah kesehatan di indonesia. dengan masalah tersebuat dapat di tangani perawatan post sc dengan indikasi KPD.

Sectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin di lahirkan melalui suatau insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram ( Sarwono, 2013 ). Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obsterti berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal yang menyebabkan infeksi ibu, hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan ( Sarwono, 2013 ). Masyarakat biasanya menganggap ketuban pecah dini adalah buang air kecil padahal itu bukan buang air kecil melainkan

(2)

2

itu adalah ketuban yang pecah sebelum waktunya. Kebanyakan masyarakat menganggap hal ini sepeleh padahal jika tidak diatasi bisa membahayakan nyawa bayi dan ibunya ( Sarwono, 2013 ).

Menurut World Health Organizaton (WHO) bahwa setiap tahunnya wanita yang melahirkan meninggal dunia mencapai lebih dari 500.000 orang.

Sebagian besar kematian ibu terjadi di negara berkembang karena kurang mendapat akses pelayana kesehatan, kekurangan fasilitas, terlambatnya pertolongan, persalinan “ dukun “ di sertai keadaan sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat yang masi tergolong rendah. Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan angka kematian ibu ( maternity mortality rate ) samapi pada batas angka terendah yang dapat di capai sesuai dengan kondisi dan situasi setempat serta waktu. Berdasarkan survei demografi dan kesehatan indonesi (SDKI) 2012 lebih renda dari hasil SDKI 2017. Untuk periode lima tahun sebelum survei, angka kematian bayi hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Ketuban pecah dini (KPD) dapat meningkat angka kejadian morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin.

Indonesia sebagai negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, masih menghadapi masalanya tingginya AKI dan angka kematian Bayi ( AKB). Menurt hasil survei SDKI 2017, dinas kesehatan Timur ( 2016 ) AKB di jawa Timur tahun 2016 sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 124 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes.RI, 2013).

Penyebab terjadinya ketuban pecah dini diantaranya yaitu:

serviks inkompeten,ketegangan rahim berlebihan, kehamilan ganda,

(3)

3

hidramnion, kelainan letak janin dalam rahim ( letak sungsang, letak lintang ), kemungkinan kesempitan panggul, kelainan bawaan dari selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah. Jika ketuban pecah dini tidak segera di atasi maka akan mengakibtakan ketuban menjadi kering dan dapat membahayakan nyawa bayi dan ibu ( Bobak, 2010 ). Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi. Insiden ketuban pecah dini lebih tinggi pada wanita dengan serviks inkompeten, polihidroamnion, malpresentasi janin, kehamilan kembar, atau infeksi vagina atau serviks ( misalnya vaginosis bacterial, klamidia, gonore).

Hubungan yang signifikan juga telah ditemukan antara keletihan karena bekerja dan peningkatan risiko ketuban pecah didni sebelum cukup bulan diantara multipara ( verney midwife 2008 ). Selaput ketuban pecah karena daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban rapuh. Pada trisemeter ketiga atau terhir selaput ketuban mudah pecah.

Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trisemester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksterna, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina, deformitas janin dan hipoksia karena kompresi tali pusat ( sarwono, 2011 ). Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalian prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas

(4)

4

janin, meningkatnya insiden sectio sesari, atau gagalnya persalinan normal ( Saifudin, 2010 ).

Pencegahan ketuban pecah dini diutamakan dengan menghindari faktor resikonya, seperti melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, membiasakan hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, mengkonsumsi 100 mg vitamin C secara teratur saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu, banyak minum air putih, olaraga secara teratur, tidak merokok dan menghindari mengkonsumsi alkohol, melakukan persoanal higine secara menyeluruh terutama daerah kemaluan, memeriksakan diri ke dokter bila ada sesuatu yang tidak normal didaerah kemaluan misalnya keputihan yang berabuh atau berwarna tidak seperti biasanya, untuk sementara waktu berhenti melakuakan hubungan seksual. Konsep solusi pada ketuban pecah dini adalah dengan cara rutin control ke rumah sakit sehingga terjadi pecah ketuban dini dapat di atasi segera. Penulis memberikan konsep solusi berupah health education pada pasien post SC dengan indikasi ketuban pecah dini tentang cara nutrisi pada pasien post SC dan cara perawatan luka post SC.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis akan melakukan pengkajian lebih lanjut dengan melakukan asuahn keperawatan pada pasien Ketuban Pecah Dini dengan membuat rumusan masalah sebagai berikut “ Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa post SC dengan indikasi ketuban pecah dini di ruang Nifas RSUD Bangil?.

(5)

5 1.3 Tujuan penelitia

1.3.1 Tujuan umum

Mengedentifikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa post SC indikasi ketuban pecah dini di ruang nifas RSUD Bangil.

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Mengkaji klien dengan diagnosa post SC dengan indikasi ketuban pecah dini di ruang nifas RSUD Bangil.

1.3.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan diagnosa post SC dengan indikasi ketuban pecah dini di ruang nifas RSUD Bangil.

1.3.2.3 Merencanakan asuahan keperawatan pada klien dengan diagnosa post SC dengan indikasi ketuban pecah dini di ruang nifas RSUD Bangil.

1.3.2.4 Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa post SC dengan indikasi ketuban pecah dini di ruang nifas RSUD Bangil.

1.3.2.5 Mengevaluasi klien dengan diagnosa post SC dengan indikasi ketuban pecah dini di ruang nifas RSUD Bangil.

1.3.2.6 Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa post SC dengan indikasi ketuban pecah dini di ruang nifas RSUD Bangil.

1.4 Manfaat Penelitian

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi manfaat:

1.4.1 Akademis, hasil studi khasus ini merupakan sumbangan ilmu bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa post sc dengan indukasi ketuban pecah dini.

(6)

6

1.4.2 Secara praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi:

1.4.2.1 Bagi pelayanan keperawtan di rumah sakit

Hasil studi khasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di RS agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa post SC dengan indikasi ketuban pecah dini dengan baik.

1.4.2.2 Bagi peniliti

Hasil penilitian ini dapat menjadi salah satu tujuan bagi peniliti berikutnya, yang akan melakukan studi khsus pada asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa post SC dengan indikasi ketuban pecah dini.

1.4.2.3 Bagi profesi kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatn dan memberikan pemahaman yang lebi baik tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa post SC dengan indikasi ketuban pecah dini.

1.5 Metode penulisan 1.5.1 Metode

Metode deskriptif yaitu metode yang sifatnya mengungkapkan peristiwa atau gejala yang terjadi pada waktu sekarang meliputi studi kepustakaan yang mempelajari, mengumpulkan, membahas data dengan studi pendekatan proses keperawatan dengan langkah-langkah pengkajian,diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data 1.5.2.1 Wawancara

(7)

7

Data di ambil / diperoleh melalui percakapan baik dengan klien, keluarga maupun tim kesehatan lain.

1.5.2.2 Observasi

Data yang di ambil melalui pengamatan kepada klien.

1.5.2.3 Pemeriksaan

Meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat menunjang menegakan dignosa dan penanganan selanjutnya.

1.5.3 Sumber data 1.5.3.1 Data primer

Data primer adalah data yang di peroleh dari klien.

1.5.3.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang terdekat klien, catatan medik perawat, hasil-hasil peemeriksaan dan tim ksehatan lain.

1.5.3.3 Studi kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan judul studi khasus dan masalah yang di bahas.

1.6 Sistematika penulisan

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan memahami studi khasus ini, secara keseluruhan di bagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1.6.1 Bagian awal,memuat halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan,motto, dan persembahan,kata pengantar,daftar isi.

1.6.2 Bagian inti, terdiri dari tiga bab yang masing-masing bab terdiri dari sub bab berikut ini:

(8)

8

Bab 1 : pendahuluan,berisi latar belakang masalah, tujuan,manfaat penilitian,sistemaatika penulisan studi khasus.

Bab 2 : Tinjauan pustaka,berisi tentang konsep penyakit dari sudut medis Dan ashuan keperawtan dengan diagnosa medis Post Operasi Sectio Caesarea dengan Indikasi Ketuban Pecah Dini.

Bab 3 : Tinjauan khasus berisi tentang diskripsi data hasil pengkajian, diagnosa, perencanaa, pelaksanaan dan evaluasi.

Bab 4 : Pembahasan berisi tentang perbandingan antara teori dengan kenyataan yang ada dilapangan.

Bab 5 : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran

1.6.3 Bagian akhir,terdiri dari daftar pusataka dan lampiran.

(9)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teroitis mengenai konsep penyakit dan asuhan keperawatan klien post secatio caesaria dengan indikasi ketuban pecah Dini. Konsep penyakit akan di uraiakn definisi, etiologi, dan cara penanganan secara medis. Asuahan keperawatan akan diuraikan masalah-masalah yang muncul pada klien post secatio caesaria dengan melakukan asuahn keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.

2.1 Konsep dasar sectio caesaria 2.1.1 Definisi

Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (mochtar, 2011).

Sectio caesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh atau intact.

(Prawirohardjo, 2010).

2.1.2 Etiologi

2.1.2.1 Etiologi yang berasal dari ibu

Yaitu pada primigravida dengan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada, dispropopsi sevalo plevis (disporpopsi janin / panggul ), ada sejara persalinan dan kehamilan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solusioa

9

(10)

10

plasenta. Komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas permintaan kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ), gangguan perjalan persalinan (kista ovarium, mima uteri dan sebagainya).

2.1.2.2 Etiologi yang berasal dari janin

Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum, atau forceps ekstraksi.

(Nanda, 2015).

2.1.3 Indikasi

Indikasi untuk seksio sesaria menurut.

(Mochtar, 2011)

2.1.3.1 Indikasi untuk ibu

Plasenta previa, distoctia serviks, Ruptur uteri mengancam, Disproporsi cepalo pelviks, pre eklamsi dan eklamsi, tumor, partus lama.

2.1.3.2 Indikasi untuk janni 1) Mal presentasi janin 2) Letak lintang

3) Bila ada kesempitan panggul sectio caesarea adalah carater baik dalam segala letak lintang dengan janin hidup.

4) Semua primigravida dengan letak lintang harus di tolong dengan sectio caesarea

5) Multi para letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang lain 2.1.3.3 Letak bokong

(11)

11

Dianjurkan seksio sesaria bila pada panggul sempit, primigravida,janin besar, presentasi dahi dan muka bilareposis dan cara lain tidak berhasil, presentasi rangkap, bilareposisi tidak berhasil, atau gemeli.

2.1.3.4 Gawat janin

Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian janin, sesuai dengan indikasi sectio caesarea.

2.1.4 Kontra indikasi sectio caesarea

2.1.4.1 Bila janin suda mati atau keadaan buruk dalam uterus sehingga kemungkinan hidup kecil, dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.

2.1.4.2 Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat belum teratasi.

2.1.4.3 Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas.

2.1.4.4 Adanya kelainan kongenital berat.

(Menurut Mochtar, 2011) 2.1.5 Komplikasi

2.1.5.1 Infeksi puerperal(nifas)

1) Ringan: Dengan kenaikan suhu berapa hari saja

2) Sedang: Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.

3) Berat: Dengan peritonitis, spesis dan ileus paralitik, hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelunya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.

4) Perdarahan disebabkan karena :

(1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan tebuka.

(12)

12 (2) Atoni uteri

(3) Perdarahan pada placenta bed.

2.1.5.3 Luka kandung lemah, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.

2.1.5.4 kemungkinan ruptur uterus spontan pada kehamilan mendatang.

2.1.6 Perawatan selama kehamilan

Penderita yang datang di ruamh sakit untuk bersalin dan yang mungkin memerlukan pertolongan obsterti dapat dibagi:

2.1.6.1 Kelompok dengan kadaan umum masi baik.

1) Prabeda lakukan evaluasi terakhir status obstetrik pendrita janin.

2) Lakukan pemeriksaan penunjang diagnosis yang diperlukan sesuai dengan keadaan penderita dan janin operasi yang akan dilakukan.

3) Pemeriksaan laboratorium: urin,darah dan sebagainya.

4) Pemeriksaan rontigenelogik bila ada indikasi.

5) Pemeriksaan ultrasonografi bila ada indikasi.

6) Konsultai dengan disiplin atau dokter ahli lain terutama dengan dokter ahli bila memang diperlukan.

2.1.6.2 Kelompok dengan keadaan umum kurang baik dan buruk.

1) Berikan infus cairan larutan garam fisiologis atau larutan glukosa 5- 10% dalam jam pertama sebanyak 1 liter perjam dilanjutkan sesuai dengan keperluan.

2) Injeksi intramuskuler kortison asetat: 100-200mg

3) Injeksi prokolin penisilin intramuskuler sebanyak 1 sampai 1,2 juta satuan

4) Injeksi intramuskuler steptomisin 1gr

(13)

13

5) Istirahat selama 1 jam sambil melakukan observasi keadaan kemajuan persalinan, kecuali ada indikasi yang memerlukan tindakan segera.

2.1.7 Persiapan pra bedah 2.1.7.1. Persiapan penderita

1) Menerangkan kepda penderita dan keluarga lasan dilakukan operasi untuk melahirkan janin dan memberikan pengertian serta kekuatan mental kepada mereka dalam mengahadpi keadaan ini. Diterangkan pulah bahwa untuk operasi ini diperlukan izin atau persetujuan penderita dan keluarga.

2) Melakukan pengosongan kandung kencing pada operasi perabdominan di pasang kateter menatap (dauer catheter).

3) Mengosongkan isi rectum pada plasenta previa tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan pendarahan.

4) Mencukur rambut pubis daerah genetalia ekterna dan rambut daera dinding perut pada operasi perabdominn.

5) Membaringkan penderita pada posisi yang dianjurkan yaitu posisi litotomi dan posisi trendelenberg.

6) Memsangkan infus cairan menggunakan kanula plastik G No.16 7) Melakukan suci hema daerah operasi:

Daerah genetalia eksterna dan vagina dengan memakai larutan asam pikrin, larutan betadin, larutan savlon dan sebagianya.

8) Daerah dinding perut dengan larutan betadin, larutan jodium atau larutan savlon lalu dicuci dengan larutan alkohol.

(14)

14

2.1.7.2 Persiapan kamar operasi dan alat-alat untuk operasi

1) Diberikan kepada dokter dan paramedik yang bertugas jaga bahwa ada operasi, supaya mereka menyiapkan kamar operasi atau kamar bersalin serta alat-alat berkaitan dengan jenis operasi yang akan dilakukan begitu juga alat-alat dan obato abat untuk anastesi serta lampu kamar operasi disiapkan dan diperiksa.

2) Alat-alat untuk operasi disuci-hamakan (aseptik) setelah itu disiapkan pada meja alat-alat ditutp atau dibungkus dengan kainya selurunya dalam keadaan suci-hama siap dipakai untuk operasi.

3) Juga telah disiapkan alat-alat resusitasi untuk bayi dilahirkan.

Pada kasus-kasus bayi risiko tinggi (high risk baby) hendaknya diminta bantua kehadiran seorang ahli kesehtan anak khusus dalam bidang neonatus.

2.1.7.3 Persiapan operasi

1) Tim bedah ini terdiri dari:

2) Operator (ahli kebidanan)

3) Asisten operator (asisten ahli, dokter muda paramedik) 4) Paramedis penata alat-alat operasi

5) Ahli anastesi atau perawat anstesi.

2.1.7.4 Tim bedah ini bekerja dalam keadaan suci-hama 1) Menyuci-hamakan tangan menurut Furbringer.

2) Memakai penutup kepala, baju operasi dan jas operasi yang steril,masker penutu p mulut dan hidung,tutup kepala serta kaki kamar operasi.

(15)

15 (Saifuddin, 2010).

2.1.8 Perawatan pasca operasi 2.1.8.1 Perawatan luka insisi

Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan cuci hama (larutan betadin dan sebagainya), lalu ditutup dengan kain penutup luka. Secara periodik pembalut luka diganti dan luka dibersihkan dibuat pula catatan kapan benang atau agrave dicabut dan dilonggarkan pula apakah luka sembuh perprimum atau dibawa luka terdapat eksudat.

2.1.8.2 Pemberian cairan

Selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi (PPO), maka pemberian cairan berinfus harus cukup banyak dengan mengandung elektrolit yang diperlukan agar jangan terjadi hipertermia, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ tubuh lainnya. Cairan yang diberikan biasanya dektrosa 5-10%, garam fisiologis dan ringer laktat secara bergantian, jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan kebutuhn, biasanya kira-kira 20 tetes permenit. Bilah kadar hemoglobin darah rendah, berian tranfusi darah atau packed-cell sesuai dengan kebutuhan.

Jumlah cairan yang keluar ditampung dan diukur hal ini dapat dipakai sebagai pedoman pemberian cairan. Pemberian cairan perinfus dihentikan setelah penderita flatus, lalu mulailah pemberin makanan dan cairan peroral.

(Wiknjosastro, 2015).

2.1.9 Diit

(16)

16

Oleh karena kemajuan yang pesat dalam bidang anastesi, keluhan mula dan muntah pasca bedah sekarang ini sudah sangat berkurang bahkan jarang ditemukan,kecuali bila peristaltik usus kuran baik (paralisis) dan perut menjadi kembung. Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus, lalu dimulalah pemberian minuman dan makanan peroral. Sebenarnya pemberian sedikit minuman sudah boleh diberikan pada 6-10 jam pasca bedah berupa air putih atau iar teh yang jumlahnya dapat dinaikan pada hari pertama dan kedua pasca bedah. Setelah cairan infus dihentiakan, berikan makanan bubur saring (MI), minuman air buah dan susu, selanjutnya secara bertahap diberikan makanan bubur (MII) dan akhirnya makanan biasa (MB), sejak boleh minum pada hari pertama obat-obatan sudah boleh diberikan peroral.

Pemberian makanan rutin tersebut diatas akan berubah bila dijumpai komplikasi pada saluran pencernaan seperti adanya kembung pada perut, metorismus dan peristaltik usus yang kurang sempurna.

2.1.9.1 Nyeri

Sejak penderita sadar, dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan didaerah operasi. Untuk mengurangai rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat-obatan anti sakit dan penenang seperti suntikan intramuskuler pethidin dengan dosis 100-150 mg atau morfin sebanyak 10-15 mg atau secara perinfus, atau oabt-obatan lainnya. Setelah hari pertama dan kedua rasa nyeri akan hilang sendiri,dengan pemberian obat-

(17)

17

obat diatas pendrita yang kurang tenang dan gelisah akan merasa lebih tentram.

2.1.9.2 Mobilisasi

Mobilisasi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan penderita. Kemajuan mobilisasi beruntung pula pada jenis operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai. Secara psikologis hal ini memberikan pula kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai sembuh. Perubahan gerakan pada posisi ini harus diterangkan kepada penderita atau dan keluarga yang menunggunya. Miring kekanan dan kekiri suda dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah penderita sadar latihan pernafasan dilakukan penderita sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari kedua penderita dapat didudukan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam-dalam dan menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri penderita bahwa ia mulai pulih kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setenga duduk (posisi semi fowler) selanjutnya secara berturut-turut hari demi hari penderita dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 pasca bedah.

Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli. Sebaiknya bilah terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. jadi mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat adalah yang pling dianjurkan.

(18)

18 2.1.9.3 Kateterisasi

Perawatan pengosongan kandung kemih pada bedah kebidanan pervaginam sama saja dengan persalinan biasa bila tidak ada luka robekan yang luas pada jalan lahir. Bila hal ini ada maka untuk mencegah iritasi dan pencemaran luka oleh urin, kandug kemih dikosongkan dengan kateter. Kandung kemih yang perih menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita menghalangi involusi uterus dan menyebabkan pendarahan. Karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap dauer kateter atau balon kateter yang terpasanag selama 24 sampai 48 jam atau lebih lamah lagi, tergantung jenis operasi dan keadaan penderita. Dengan cara ini rutin dapat ditampung dan dan ukur dalam botol plastik secara periodik. Bila tidak terpasang kateter yang tetap, dianjurkan untuk melakukan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pacsa bedah, kecuali bila penderita dapat kencing sediri, sebanyak 100 cc atau lebih dalam suatu jangka waktu,demikian pula kateterisasi diulangi setiap 8 jam, kecuali penderita dapat kencing sendiri

(Nur Salam, 2014).

2.1.10 Pemberian obat obatan

2.1.10.1 Antibiotik, kemoterapi dan antiinflamasi 2.1.10.2 Obat-obatan pencegahan

Perut kembung untuk mencegah dan untuk memperlancar kerja saluran pencernaan dapar diberikan obat-obatan secara suntikan dan peroral, diantaranya: plasil, perimperan, prostigmin dan sebagainya.

Apabila terjadi distensi abdomen, yang ditandai dengan perut kembung

(19)

19

dan meteorismus, dilakukan dekompresi dengan pemasangan pipa rekatal dan pipa nasal. Boleh juga diberikan supositoria bisa codyl 36 jam pasca bedah.

(Sarwono, 2013).

2.1.10.3 Obat-obatan lainnya

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita, dapat diberikan roboransia, obat anti-inflamasi atau bahan tranfusi darah pada penderita yang anemis.

2.1.11 Perawatan rutin

Setelah selesai operasi,dokter bedah dan anastesi telah membuat rencana pemeriksaan rutin (check up) bagi penderita pasca bedah yang diteruskan kepada dokter atau paraedik jaga baik dikamar rawat khusus maupun setelah tiba diruangan atau kamar tempat penderita dirawat.

2.1.11.1 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksan dan pengukuran diukur

1) Tekanan darah 2) Jumlah nadi permenit

3) Frekuensi pernafasan permenit

4) Jumlah cairan masuk dan keluar (urin) 5) Suhu tubuh

2.1.11.2 Pemeriksaan lainnya menurut jenis operasi dan kasus. Pemeriksaan dan pengukuran tersebut sekurang-kurangnya dilakukan setiap 4 jam sekali dan dicatat dalam status penderita.

(20)

20

2.1.11.3 Konsultasi:pada keadaan dan kasus tertentu, selain kerja sama dengan unit anastesi, kadang kala diperlukan dengan disiplin lain.

2.1.12 Perawatan lanjutan 2.1.12.1 Perawatan luka

kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.

2.1.12.2 Perawatan rutin

Hal–hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah tekanan darah, nadi dan pernafasan.

2.1.12.3 Perawatan payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

(Manuaba,2012)

2.1 Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini 2.2.1 Definisi

1) Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu. (Manuaba, 2012).

2) Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membran ketuban sebelum persalinan berlangsung (Manuaba,2012).

2.2.2 Etiologi

(21)

21

Ketuban Pecah Dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:

1) Inkompetensi serviks (leher rahim)

Inkompetensi serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,sehingga sedikt membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks dengan suatu kelainan anato mi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilates berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba,2012).

2) Peninggian tekanan intra uterin

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, Misalnya:

1) Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam,amniosintesis 2) Gemeilli

(22)

22

Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih.

Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebihan,isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah (Saifuddin,2010).

3) Makrosomia

Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan mikrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uteri bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis dan kekuatn membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.

( Winkjosastro, 2015).

4) Hidramnion

Hidramnion atau polihidramanion adalah jumlah cairan amnion

>200ml. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akur, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan

(23)

23

mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.

(winkjosastro, 2015).

2.2.2.3 Kelainan letak janin dan rahim: letak sungsang,letak lintang.

2.2.2.4 Kemungkinan kesempitan panggul: bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).

2.2.2.5 Korioamnionitis

1) Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran organisme vagina ke atas. Dua faktor predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput ketuban >24 jam dan persalinan lama.

2) Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikrooragnisme yang menyebabkan infeksi selaput ketuban.

Infeksi yang terjadi menyebabkan terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

2.2.2.7 Faktor keturunan (ion cu serum rendah, vitamin C rendah,kelainan genetik.

2.2.2.8 Riwayat KPD sebelumnya.

2.2.2.9 Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.

2.2.2.10 Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu.

2.2.3 Manifestasi klinis

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau

(24)

24

amoniak, mungkin cairan tersebut masi merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris berwarna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi kelahiran. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Sujiantini, 2016).

2.2.4 Faktor-faktor predisposisi

2.2.4.1 Kehamilan multipel: kembar dua(50%), kembar tiga (90%) 2.2.4.2 Riwayat persalinan preterm sebelumnya.

2.2.4.3 Tindakan sanggama: TIDAK berpengaruh kepada resiko, KECUALI jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi.

2.2.4.4 Pendarahan pervagina: trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x).

2.2.4.5 Bakteriuria : risiko 2x ( prevalensia 7%) 2.2.4.6 PH vagina diatas 4.5 : risiko 32% (vs.16%)

2.2.4.7 Serviks tipis/ kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs.7%) 2.2.4.8 Flora vagina abnormal : risiko 2-3x

2.2.4.9 Fibroncctin > 50ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)

2.2.4.10 Kadar CRH (corticotropin relealing hormone) maternal tinggi misalnya pada stres psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi

persalinan preterm.

(Wulandari,Diah, 2011) 2.2.5 Patofisiologi

(25)

25

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini adalah terjadi pembukaan prematur serviks dan membran terkait dengan pembukaan terjadi devaskularisasi dan nekrosis serta dapat diikuti pecah spontan.

Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin bekurang.

Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan ensim (enzim porteolitik, enzim kolagenase). Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi tersebut disebut fase laten. Makin panjang laten, makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morboiditas (Nursalam,2014)

2.2.6 Diagnosa Banding

2.2.6.1 Pada diagnosa banding harus mencakup kemungkinan inkontinensia urin. Karena urin biasanya asam, perbandingan PH urin dan PH vagina membantu dalam membedakan terjadi kebocoran urin, cekret vagina, amnionitis,infeksi vaginitis, dan perdarahan antepartum.

2.2.6.2 Test lakmus (Test netrazin) jika kertas lakmus berwarnah merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan test yang positif palsu.

2.2.6.3 Test pakis dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan biarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis.

(Sarwono, 2013)

(26)

26 2.2.7 Komplikasi

Infeksi, partus preterm, prolaps tali pusat, distosia ( partus kering ) (Manuaba,2012)

2.2.7.1 Pada bayi 1).UFD dan IPFD 2). Asfiksia 3).Prematur 2.2.7.2 Pada ibu

1).Partus lama dan infeksi 2).Antonia uterus

3).Infeksi nifas

4).Perdarahan post partum 2.2.8 Penatalaksnaan

2.2.8.1 Konservatif

1).Rawat dirumah sakit

2).Beri antibiotika: bila ketuban pecah >6 jam ampicillin 4 x 500mg atau gentamycin 1 x 8 mg.

3).Umur kehamilan <32-34 minggu: dirawat selama air ketuban masi keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

4). Bila usia kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.

5). Nilai tanda-tanda infeksi (suhu,lekosit, tanda infeksi intra uteri)

(27)

27

6). Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid selama untuk memacu kematangan paru-paru janin.

2.2.8.2 Aktif

1).Kehamilan >35 minggu: induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio sesaria. Cara induksi: 1 ampulsyntocinon dalam dekstrose 5%, dimulai 4 tetes/menit, tiap ¼ jam dinaikan 4 tetes sampai maksimum 40 tetes/menit.

2).Pada keadaan CPD, letak lintang dilakukan seksio sesaria.

3).Bila ada tanda-tanda infeksi: beri antibiotika dosis/tinggi dan persalinan diakhiri (Taufan, 2010)

2.2.9 Pemeriksaan penunjang 2.2.9.1 Pemeriksaan laboratorium

1).Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna, konsentrasi, bau,pH.

2).Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinana air ketuban, urine atau secret vagina.

3).Secret vagina ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

4).Tes lakmus, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban. Ph air ketuban 7,5 darah dari infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.

5).Mikroskopik, dengan menesteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan gambaran daun pakis.

(28)

28 2.2.9.2 Pemeriksaan ultrasosnografi

1).Pemeriksaan ini dimaksud untuk untuk melihat jumlah ketuban dalam kavum uteri.

2).Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.

Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion (Taufan, 2010).

2.2.10 Pencegahan

Pemeriksaan kehamilan yang teratur, kebisaan hidup sehat, seperti mengkonsumsi maanan yang sehat, minum cukup, olaraga tertur dan berhenti merokok. Membiasakan diri membersikan daerah kemaluan yang benar, yakni dari depan ke belakang, terutama setelah berkemih atau buang air besar. Memeriksakan diri ke dokter bila ada sesuatu yang tidak normal didaerah kemaluan, keputuhan yang berbauh atau berwarna tidak seperti biasanya. Untuk sementara waktu , berhenti melakukan hubungan seksual bila ada indikasi yang menyebabkan ketuban pecah dini, seperi mulut rahim yang lemah (Sumarah, 2010).

2.2.11 Dampak Masalah

Ditinjau dari patofisiolgi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap penyakitnya. Akibat ketuban pecah dini akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keadaan keluarganya.

2.2.11.1 Terhadap klien 1) Biologis

(29)

29

Pada klien ketuban pecah dini ini terjadi perubahan pada tubuhnya biasanya ibu dapat beraktifitas seperti biasa, namun saat ketuban pecah sebelum waktunya ibu diharuskan banyak istirahat dan itu menyebabkan ibu lelah karena harus memperbanyak istirahatnya dan membatasi aktifitasnya.

2) Psikologis

Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh keluarnya ketuban sebelum waktu persalinan, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradptasi dengan lingkungan yang baru serta takutnya terjadi hal – hal yang tidak diinginkan pada janin dan dirinya.

3) Sosiologis

Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.

4) Spiritual

Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya.

5) Terhadap keluarga

Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya mengalami ketuban pecah dini adalah timbulnya

(30)

30

kecemasan akan keadaan klien dan janinnya, apakah nanti akan selamat dan dapat hidup normal. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain itu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien.

Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga.

(Marthin W,2010)

2.3 Asuhan Keperawatan pada pasien post SC indikasi ketuban pecah dini

2.3.1 Pengkajian 2.3.1.1 Identitas

Meliputi : Nama, umur, agama. Jenis kelamin,alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa keperawatan.

2.3.1.2 Keluhan utama

Pasien post operasi biasanya mengeluh nyeri pada luka SC 2.3.1.3 Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang dirasakan setelah pasien operasi.

P : Nyeri hilang timbul

(31)

31 Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk R : Nyeri pada luka post SC S : Skala nyeri 5

T : Nyeri saat aktifitas dan berkurang saat tidur 2.3.1.4 Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien pernah mengalami operasi SC sebelumnya 2.3.1.5 Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat penyakit keluarga seperti riwayat DM, jantung, asma, dan komplikasi tersebut akan di lakukan operasi sesar.

2.3.1.6 Riwayat perkawinan

Meliputi menika sejak umur berapa dan berlangsung suda berapa tahun pernikahannya.

2.3.1.7 Riwayat persalinan

Meliputi persalinan yang dialami ( SC / normal ) adanya perdarahan atau tidak. TFU 2 jari diatas pusat. ( Depkes RI, 2010 )

2.3.2 Pemeriksaan fisik 2.3.2.1 Keadaan umum

Biasanya pada pasien post operasi keadaan umumnya lemah

2.3.2.2 Tanda – tanda vital meliputi pemeriksaan tekanan darah, suhu, pernfasan dan nadi.

2.3.2.3 Respiratori ( B1 )

Inspeksi : Bentuk dada simetris, pola nafas teratur, tidak ada retraksi dada.

Palpasi : Tidak mengalami nyeri tekan Perkusi : Sonor

(32)

32 Auskultasi : Tidak ada suara tambahan 2.3.2.4 Kardiovaskuler ( B2 )

Inspeksi : Tidak mengalami sianosis

Palpasi : irama jantung teratur, tekanan darah bisa meningkat atau menurun.

Perkusi : pekak

Auskultasi : bunyi jantung S1 S2 Tunggal 2.3.2.5 Persyarafan ( B3 )

Inspeksi : kesadaran composmentis, orientasi baik, konjungtiva merah.

Palpasi : tidak ada Perkusi : tidak ada Auskultasi : tidak ada 2.3.2.6 Genetourinaria ( B4 )

Inspeksi : menggunakan kateter, warna urine kuning kemerahan.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada perkemihan Perkusi : tida ada

Auskultasi : tidak ada 2.3.2.7 Pencernaan ( B5 )

Inspeksi : mukosa bibir lembab, bibir normal, terdapat luka post operasi masi dibalut, terdapat striae..

Palpasi : kontraksi uterus bisa baik / tidak, terdapat nyeri tekan pada abdomen.

Perkusi : Abdomen tympani

Auskultasi : Terjadi penurunan pada bising usus 2.3.2.8 Muskuloskeletal dan integumen ( B6 )

(33)

33

Inspeksi : Turgor kulit elastis, warna kulit sawo matang atau kuning langsat, tidak ada oedema, kelemahan otot, tampak sulit bergerak, kebutuhan klien masi dibantu oleh keluarga, adanya luka post operasi masi dibalut, terdapat striae.

Palpasi : Akral hangat Perkusi : Reflek petella ( + )

Auskultasi : tidak ada. (Prawirohardjo, 2010)

2.4 Analisa data

Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam mengembangkan daya pikir yang dilatar belakangi ilmu pengetahuan, pengalaman dan pengertian, tentang subtansi, ilmu keperawatandan proses penyakit, yang digunakan untuk menginterprestasikan data yang diperoleh dari pasien guna untuk menentukan masalah keperawatan dan kebutuhan klien ( Brunner Suddart, 2014 ).

2.5 Diagnosa keperawatan

2.5.1 Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan 2.5.2 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi

2.5.3 Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan adanya luka post operasi.

(Mansjoer, 2010)

(34)

34 2.6 Tabel intervensi keperawatan

Tabel 2.1 intervensi keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

No Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional 1. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang.

Dengan kriteria hasil:

1. Pasien dan keluarga pasien dapat menjelaskan kembali tentang nyeri dan penyebab nyeri 2. Pasien terlihat

melakukan nafas dalam saat nyeri 3. Pasien

merasanyaman dengan posisi semi fowler

4. Pasien dapat mempraktekkan

1. Jelaskan pada pasien dan keluarga pasien tentang nyeri dan penyebab nyeri

2. Anjurkan pasien untuk

melakukan nafas dalam saat nyeri

3. Bantu pasien menemukan posisi yang nyaman

4. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi

1. Untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga pasien

2. Untuk membantu mengurangi nyeri pasien

3. Posisi yang nyaman dapat membantu mengurangi nyeri

4. Untuk mengalihkan rasa nyeri pasien

(35)

35 teknik relaksasi dan distraksi

5. TTV dalam batas normal :

TD : 120/80 mmHg N : 90 x/menit S : 36,5° C

RR : 16-20 x/menit 6. Tidak ada tanda

peningkatan skala nyeri

7. Raut wajah pasien terlihat rileks

5. Observasi tanda-tanda vital pasien

6. Observasi adanya peningkatan skala nyeri 7. Observasi raut

wajah pasien 8. Kolaborasi

dengan dokter dan tim medis lain untuk pemberian obat antinyeri

5. Untuk mengetahui keadaan pasien

6. Untuk mengetahui keadaan pasien

7. Untuk mengetahui kondisi pasien 8. Untuk

mempercepat penyembuhan pasien

Tabel 2.2 intervensi keperawatan Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka post operasi.

No Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional 2. Setelah dilkukan

tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi infeksi selama

1. Jelaskan pada pasien dan keluarga pasien tentang

penyebab

1. Untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga pasien

(36)

36 keperawatan post operasi

Dengan Kriteria Hasil : 1. Pasien dan keluarga

pasien dapat menjelaskan kembali tentang penyebab infeksi dan tanda- tanda infeksi

2. Keluarga pasien terlihat mau mencuci tangan sebelum dan setelah melakukan kegiatan apapun 3. Pasien dan keluarga

pasien dapat mempraktekkan kembali cara mencuci tangan yang baik dan benar 4. Tidak ada pus 5. Tidak ada ruam-

ruam merah disekitar jahitan

infeksi dan tanda-tanda dari infeksi

2. Anjurkan pasien dan keluarga pasien untuk mencuci tangan setelah

melakukan kegiatan dan sebelum

melakukan kegiatan

3. Ajarkan pada pasien dan keluarga pasien teknik mencuci tangan yang baik dan benar 4. Observasi

adanya push

2. Untuk mencegah pertumbuhan kuman penyebab infeksi

3. Untuk mencegah pertumbuhan kuman penyebab infeksi

4. Untuk mengetahui keadaan luka pasien

(37)

37 6. Jahitan terlihat

menutup secara sempurna

7. Tidak ada rembesan darah pada perban

5. Observasi adanya ruam- ruam kemerahan pada luka dan area sekitar luka 6. Observasi

jahitan pasien

7. Observasi adanya

rembesan darah pada perban pasien

8. Kolaborasi dengan dokter dan tim medis lain untuk pemberian obat

5. Untuk mengetahui keadaan luka pasien

6. Untuk mengetahui keadaan luka pasien

7. Untuk mengetahui adakah pelebaran luka jahitan

8. Untuk

mempercepat penyembuhan pasien

(38)

38

Tabel 2.3 intervensi keperawatan Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan adanya luka post operasi.

No Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi Rasional 3. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharpkan klien dapat melakukan aktifitas

tanpa adanya

komplikasi

Dengan Kriteria Hasil:

1. Pasien dan keluarga pasien dapat menjelaskan kembali tentang pentingnya aktivitas

2. .pasien tampak melakukan gerakan miring kanan dan miring kiri

3. Pasien dapat mempraktekkan teknik miring kanan

1. Jelaskan pada pasien dan keluarga pasien tentang

pentingnya aktivitas bagi pasien

2. Anjurkan pasien untuk

melakukan gerakan miring

kanan dan

miring kiri 3. Ajarkan teknik

miring kanan dan miring kiri yang baik 4. Observasi pemenuhan kegiatan pasien

1. Untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga pasien

2. Untuk mengurangi kelemahan otot

3. Untuk membantu pasien dalam memenuhi

kebutuhan harian 4. Untuk mengetahui

pemenuhan kebutuhan harian

(39)

39 dan miring kiri dengan baik

4. Kegiatan pasien dapat terpenuhi sebagian

5. Kolaborasi dengan dokter dan tim medis lain untuk pemberian obat

5. Untuk

mempercepat penyembuhan pasien

2.7 Pelaksanaan

Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan (Gordon, 2010).

2.8 Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses untuk menjelaskan secara sistematis untuk mencapai objektif, efisien, dan efektif serta untuk mengetahui dampak dari suatu kegiatan dan juga membantu pengambilan keputusan untuk perbaikan satu atau beberapa aspek program perencanaan yang akan datang (Craven, 2010 )

(40)

40 BAB 3

TINJAUAN KASUS

Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan maternitas dengan diagnosa medis post op sc sectio caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini, maka penulis menyajikan suatu kasus yang penulis amati melalui tanggal 17 Desember 2019 dengan data pengkajian pada tanggal 17 Desember 2019 jam 17.00 WIB. Anamnesa diperoleh dari pasien dan file register sebagai berikut.

3.1 PENGKAJIAN

Tanggal Masuk : 16-12-2019 Jam Masuk : 17.01 Ruang / Kelas : Nifas / III Kamar No : 5D

Pengkajian tanggal : 17-12-2019 Jam : 01.00 WIB 3.1.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.M Umur : 27.Thn Suku : Jawa Agama : Islam Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani Alamat : Kemamang Status Perkawinan : Menikah

(41)

41 3.1.2 IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

Nama : Tn. E Umur : 30 Tahun Suku : Jawa Agama : Islam Pendidikan : SMP Pekerjaan : Petani Alamat : Kemamang

Status perkawinan : Menikah 3.1.3 RIWAYAT KEPERAWATAN

3.1.3.1 Keluhan Utama : Klien mengeluh nyeri di luka bekas post operasi

3.1.3.2 Riwayat masuk rumah sakit : Klien mengatakan Hamil 9 bulan dengan merasakan kencang – kencang kemudian di bawa ke puskesmas grati pada tanggal 16/12/2019. Saat di puskesmas grati ketuban suda pecah jam 16.30 WIB,dengan itu klien di rujuk ke RSUD bangil. Masuk jam 17.15 WIB setelah melakukan pemeriksaan klien dipindahkan dari IGD ke unit VK pada pukul 18.50 WIB lalu dilakukan pemeriksaan oleh dokter. Setelah itu dikirim ke untit OK IGD ( ruang operasi ) pada tanggal 16/12/2019 pukul 20.00 WIB, di jadwalkan untuk segerah operasi dan selesai jam 21.00 WIB, lalu klien dipindahkan ke RR untuk di observasi kurang lebi 1 jam pukul 22.10 WIB. Setelah itu klien dipindahkan ke ruang nifas dengan k/u Baik,composmentis, GCS : 4 5 6, TD : 120/80 mmHg, N : 90x/menit, S : 36,5°C, RR : 20x/menit, TFU : 2 Jari dibawah pusat. Dan pada saat pengkajian

(42)

42

tanggal 17-12-2019 pukul 22.15 WIB yang dikelukan klien adalah klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi di perut bagian baawah, klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi pada perut bagian bawah akibat pembedahan sectio caesarea, nyeri seperti di tusuk-tusuk, nyeri pada bagian perut bawah, skala 5, pada saat bergerak.

3.1.4 RIWAYAT OBSTETRI 3.1.4.1 Riwayat menstruasi

1) Menarche : 14 Tahun 4) Siklus : Teratur 28 hari 2) Banyaknya : 10-15 cc/Menstruasi 5) Lamanya : 1 minggu 3) HPHT : 20-03- 2019 6) Keluhan : nyeri saat haid

3.1.4.2 Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu :

Tabel 3.1 Riwayat kehamilan persalinan nifas yang lalu pada klien dengan diagnosa medis Post Sectio Caesarea atas indikasi Ketuban Pecah Dini.

Anak Ke Kehamilan Persalinan Komplikasi Nifas Anak

N o

Usia Umur Keha milan

Pen yulit

Jen is

Penol ong

Penyul it

Lasera si

Infek si

Pendar ahan

Je ni s

BB PJ

1 7 Tahun

9 Bulan

Tida k Ada

Sp ont an

Bidan Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

P 40 00 kg

45 c m 2 1 Hari 9

Bulan KP D

SC Dokt er SPO G

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

L 40 00 kg

42 c m

(43)

43 3.1.4.3 Genogram

: Pasien

: Laki-laki : Perempuan

:Tinggal seruma Gambar 3.1 Genogram pada Ny M.M dengan dignosa ketuban pecah dini di ruang

nifas tanggal 17 Desember 2019 3.1.4.4 Persalinan Sekarang

1) Kala persalinan

(1) Kala I : Tidak terkaji (2) Kala II : Tidak terkaji

(3) Kala III : Tidak terkaji (4) Kala IV :

1) Lochea

Jenis : (√ ) lochea rubra ( ) lochea sanguinolenta ( ) lochea serosa ( ) lochea parulenta ( ) lochiotosis

(44)

44 Jumlah : 50 cc

2) TFU : 2 jari dibawah pusat

3) Kontrkasi uterus : (√) Baik ( ) Tidak 4) Pendarahan : (√) Ya ( ) Tidak

Jumlah : 500 cc

5) Perineum : ( ) rupture ( ) episiotomy

Lain-lain : Tidak ada . (5) Keadaan bayi

(1) BB : 4000 gr (2) TB : 42 cm

(3) pusat : (√) Normal ( ) Abnormal (4) perawatan tali pusat

( ) Alkohol 70%

( ) Betdine

(√) Lainnya ( kasa steril ) (5) Anua : Ada (6) suhu : 36,7°C (7) Lingkar kepala :

Lingkaran sub Occipito Bregnatica : 32 cm ( dari foramen magnum ke ubun- ubun ) Lingkar fronto Occipitalis : 34cm

( dari pangkal hidung ketitik yang terjadi pada belakang kepala ) Lingkaran mentro Occipitalis : 35cm

(45)

45

( dari dagu ke titik yang terjauh pada belakang kepalah ) (8) Kelainan kepala :

( - ) Caput succedanum ( - ) Hydrocephalus ( - ) Cephal Hematoma ( - ) Microcephalus

Lain-lain : Tidak ada kelainan di kepala

(6) Rencana perawatan bayi : (√ ) sendiri ( ) orang tua ( ) lain-lain

(7) Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi (1) Breast care : Klien melakukan sendiri (2) perineal care : -

(3) Nutrisi : Terpenuhi (4) Senam nifas : Tidak ada (5) KB : Tidak ada

(6) Menyusui : Dilakukan dengan benar 3.1.5 Riwayat keluarga berencana

3.1.5.1 Melaksanakan KB : ( ) Ya (√ ) Tidak

3.1.5.2 Bila ya jenis kontrasepsinya apa yang digunakan : tidak ada 3.1.5.3 Sejak kapan menggunakan kontrasepsi : tidak ada

3.1.5.4 Masalah yang terjadi : tidak ada 3.1.6 Riwayat kesehatan

3.1.6.1 Penyakit yang perna dialami ibu : klien tidak mengalami penyakit apapun

(46)

46

3.1.6.2 pengobatan yang didapat : tidak ada 3.1.6.3 Riwayat penyakit keluarga : tidak ada ( ) penyakit diabetes melitus

( ) penyakit jantung

( ) penyakit hipertensi ( ) penyakit lainnya

3.1.7 Riwayat lingkungan

3.1.7.1 Kebersihan : Klien mengatakan tinggal dilingkungan yang bersih 3.1.7.2 Bahaya : Klien mengatakan lingkungan jauh dari bahaya

3.1.7.3 Lainnya : tidak ada 3.1.8 Aspek sosial

3.1.8.1 Persepsi setelah melahirkan : klien mengatakan senang

3.1.8.2 Apakah keadaan ini menimbulkan peubahan terhadap kehidupan sehari- hari : klien mengatakan iya karena sekarang suda memiliki 2 anak. Dan menjadi orang tua harus sedia setiap saat merawat bayi jika bayi menangis.

3.1.8.3 Harapan yang ibu inginkan setelah bersalin : klien mengatakan bisa memenuhi nutrisi untuk anaknya .

3.1.8.4 Ibu tinggal dengan siapa : Tinggal dengan suami

3.1.8.5 Siapa anak yang terpenting bagi ibu : ibu mengatakan kedua anaknya 3.1.8.6 Sikap anggota keluarga terhadap keadaan saat ini : keluarga terlihat bahagia

dengan kedatangan satu anggota baru lagi yang baru lahir,\.

(47)

47

3.1.8.7 keadaan mental mejadi ibu : klien mengatakan suda siap menjadi ibu dan siap menghadapi segala resiko yang akan terjadi.

3.1.9 Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan 3.1.9.1.1 Merokok : tidak ada

3.1.9.1.2 Minuman keras : tidak ada 3.1.9.1.3 Keterangan obat : tidak ada 3.1.10 Pemeriksaan fisik

3.1.10.1 Keadaan Umum : Baik Kesadaran : Compometis 3.1.10.2 Tekanan darah : 120/60 mmHg Nadi : 80x/menit 3.1.10.3 Respirasi : 20x/menit Suhu : 36°C 3.1.10.4 Berat badan : 57kg saat hamil, 44kg setelah melahirkan 3.1.10.5 Tinggi badan : 147 cm

3.1.11 Respirasi (BI)

Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri, pola nafas teratur, tidak ada retraksi dada

Palpasi : tidak mengalami nyeri tekan Perkusi : Sonor

Auskultasi : Tidak ada suara tambahan

MASALAH KEPERAWATAN : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.12 Kardiovaskuler (B2)

Inspeksi : Tidak mengalami sianosis

(48)

48

Palpasi : Irama jantung teratur, tidak ada nyeri dada Perkusi : pekak

Auskultasi : Bunyi jantung S1 S2 Tunggal

MASALAH KEPERAWATAN : Tidak ada masalah keprawatan

3.1.13 Persyarafan (B3)

Inspeksi : Kesadaran: composmentis GCS : 4-5-6, orientasi baik.

Palpasi : Tidak ada

Perkusi : Tidak ada Auskultasi : Tidak ada Lain- lain : tidak ada

MASALAH KEPERAWATAN : Tdak ada masalah keperawatan

3.1.14 Genetourinaria (B4)

Inspeksi : Menggunakan kateter,warna urine kuning jernih,frekuensi berkemih : 3-4x,hari ( teratur ) jumlah: 500cc,bau : khas

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada perkemihan

Perkusi : Tidak ada Auskultasi : Tidak ada

MASALAH KEPERAWATAN : Tidak ada masalah keperawatan

(49)

49 3.1.15 Pencernaan (B5)

Inspeksi : Mukosa bibir lembab, bibir normal, terdapat luka post operasi masih dibalut, terdapat stiae

Palpasi : Kontraksi uterus baik, terdapat nyeri tekan pada abdomen.

Perkusi : Abdomen Tympani

Auskultasi : Terjadi penurunan pada bising usus.

MASALAH KEPERAEWATAN : Nyeri Akut

3.1.16 Muskuluskoletal dan Integumen (B6)

Inspeksi : Turgor kulit elastis warna kulit sawo matang tidak ada oedema, kelemahan otot, tampak sulit bergerak.

Palpasi : Akral hangat

Perkusi :kekuatan otot 5 5 , tampak sulit bergerak.

4 4 Auskultasi : Tidak ada

MASALAH KEPERAWATAN : Hambatan Mobilitas Fisik

3.1.17 Penginderaan (B7)

Tidak terjadi gangguan pada sistem penglihatan.

3.1.18 Sistem endokrin (B8)

Tidak terjadi gangguan pada sistem endokrin.

(50)

50

MASALAH KEPERAWATAN : Tidak ada masalah keperawatan

(51)

51 3.1.19 Data Penunjang

Tabel 3.2 Data Penunjang pada Ny.M dengan diagnosa medis post sectio Caesarea dengan indikasi Ketuban Pecah Dini Pada tanggal 17 Desember 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Leokosil ( WBC ) Neotrofil

Limfosit Monosit Eosinofil Basofil Neotrofil Limfosit Monosit Eosinofil Basofil

Eritrosit (RBC) Hemoglobin Hematrokit MCV MCH MCHC RDW PLT

MPV

H 19,37 H 17.3 L 1,06 H 0,8 09,33 0,05 H 89,5 L 5,5 4,3 0,5 0,3 4,489 L 11,14 34,7 L 77,33 L 24,82 32,10 H 13,41 2,21 8, 673

[4,5-11] 103/µL [1,5-8,5] 103/µL [1,1-5,0] 103/ µL [0,14-0,66] 103/µL [0-0,33] 103/µL [0-0,11] 103µL [35-66] % [24-44] % [3-6] % [0-3] % [0-1] % [4-5,2] % [12-16] g/Dl [33-51]%

[80-100]fl [226-34] pg [32-36] % [11,513,1]%

[150-45] 103/µL [6,90-10,6] fl

(52)

52 3.1.20 Terapi

Terapi pada tanggal 17 Desember 2019 : 3.1.20.1 Infus RL 1000cc/24 jam : 14 Tpm/ IV

Cairan obat ini diberikan untuk penderita dehidrasi yang mengalami gangguan elektrolit didalam tubuh.

3.1.20.2 Inj. Anbacim 3x 1gr/IV

Obat yang digunakan untuk menangani sejumlah infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

3.1.20.3 Inj . kalnex 3x500 mg /IV

Obat keras yang mengandung zat aktif asam traneksamat, yang digunakan untuk membantu menghentikan pendarahan seperti tindakan operasi dll.

3.1.20.4 Inj . ketorolac 3x10 mp/ IV

Obat ini membantu mengurangi bengkak, nyeri atau demam.

3.1.20.5 Inj . ondancentron 3x10 mp/ IV

Obat yang digunakan untuk mencegah serta mengobati mual dan muntah.

(53)

53 3.2 ANALISA DATA

Tanggal : 17 Desember 2019

Nama pasien : Ny M Umur : 27 Tahun

No Rm :00412xxx

Tabel 3.3 Analisa data pada Ny. M dengan diagnosa medis post op sectio Caesarea dengan indikasi Ketuban Pecah Dini.

No DATA ETIOLOGI PROBLRM

1. Ds : klien mengatakan nyeri di bagian perut bawa dengan posisi luka horizontal memanjang 10 cm. Nyeri dengan skala 5, nyeri seperti ditusuk tusuk benda tajam, nyeri terasa setiap pagi sampai malam saat dibuat aktivitas.

Do : - Wajah tampak menyeringai

4 Terdapat luka bekas operasi diabdomen bagian bawa memanjang horizontal 10 cm

5 TTV

TD : 120/60 mmHg S : 36◦C

KPD (ketuban pecah dini)

Tindakan SC

Luka (post operasi)

Terputusnya kontinuitas jaringan

Pelepasan zat mediator nyeri

Nyeri Akut Nyeri

Nyeri Akut

(54)

54 2

RR : 20x/menit N : 80x/ menit Ds : klien mengatakan takut bergerak karena nyeri

Do : - Wajah tampak meyeringai 6 k/u lemah

7 aktivitas dilakukan ditempat tidur

8 ADL dibantu oleh perawat dan keluarga

Meminimalkan pergerakan

Hambatan Mobilitas Fisik

Hambatan mobilitas fisik

3.3 Diagnosa keperawatan

3.3.1 Daftar Masalah keperawatan

1. Nyeri

2. Hambatan moblitas fisik

3.3.2 Daftar diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya ikontuinitas jaringan 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

(55)

55 3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

Tanggal : 17 Desember 2019 Nama pasien : Ny. M

No RM : 00412xxx

Tabel 3.4 Rencana tindakan keperawatan pada Ny. M dengan diagnosa medis post op sectio Caesarea dengan indikasi Ketuban Pecah Dini

Dx Tujuan / kriteria hasil Intervensi Rasional 1. Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selema 2 x 24 jam diharpakan nyeri berkurang.

Dengan kriteria Hasil : 1. Pasien dan keluarga

pasien dapat

menjelaskan kembali tentang nyari dan penyebab nyeri.

2. Pasien terlihat melakukan nafas dalam saat nyeri 3. Pasien merasa nyaman

dengan semy fowler

1. Jelaskan pada pasien dan keluarga pasien tentang nyeri dan penyebab nyeri

2. Anjurkan pasien untuk

melakukan nafas dalam saat nyeri

3. Bantu pasien menemukan posis yang nyaman

1. Untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga

2. Untuk membantu mengurangi nyeri pasien

3. Posisi yang nyaman dapat membantu

(56)

56 4. Pasien dapat

memperkuat teknik relaksasi dan distraksi 5. TTV dalam batas

normal

TD : 120/80 mmHg N : 80x/menit S : 36◦C

RR : 20x/ menit 6. Tidak ada tanda

peningkatan nyeri 7. Skala nyeri dalam

batas normal 0 - 3 8. Raut wajah pasien

terlihat rileks

4. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi

5. Observasi adanya peningkatan skala nyeri 6. Obsevasi raut

waja pasien

7. Observasi tanda tanda vital pasien

8. Kolaborasi dengan dokter dan tim medis lain untuk pemberian obat anti nyeri.

mengurangi nyeri 4. Untuk

mengalihkan keadaan pasien 5. Untuk

mengetahui keadaan pasien

6. Untuk mengetahui keadaan pasien 7. Untuk

mrngetahui keadaan pasien 8. Untuk

mempercepta penyembuhan pasien.

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan pasien dapat

1. kaji kemampuan dan tingkat kekurangan

1. Membantu dalam

mengantisipasi

(57)

57 melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.

Kriteria Hasil :

1. Melakukan aktifitas secara mandiri.

2. Pasien mengatakan suda dapat mobilisasi miring dan kiri

3. ADL tanpa bantua perawat.

pasien untuk beraktivitas

2. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, beri bantuan sesuai kebutuhn.

3. Bantu pasien dalam latihan

gerak dan

dorong ambulasi dengan mudah.

4. Berikan umpan balik yang

atau

merancanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.

2. Untuk

meningkatkan pemulihan.

3. meningkatkan perasaan makna diri, mendorong pasien untuk berusaha secara kontinue.

4. Mengurangi kekakuan otot

(58)

58

positif untuk setiap usaha yang

dilakukannya berhasil.

5. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan

bersarat dan banyak minum air putih.

atau sendi meningkat peristaltik dan perasaan sehat.

5. Membantu pencegahan konstipasi dan sembelit ( pengaruh jangka panjang).

(59)

59 3.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tabel 3.5 Implementasi Asuhan keperawatan pada Ny.M dengan diagnosa medis post op Sectio Caesarea dengan indikasi Ketuban Pecah Dini.

No Dx

Tanggal Jam Implementasi Nama / tanda

tangan 1. 17/12/2019 10.00

10.25

1. Membina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.

2. Kaji nyeri ( lokasi, karakteristik, durasi skala (1- 10) frekuensi, kualitas dan faktor prepitasi) dan didapatkan.

P : nyeri pada luka bekas operasinya

Q : Nyeri seperti ditusuk- tusuk benda tajam.

R : diabdomen bagian bawa dengan posisi luka ventrikal memanjang 10cm. Tetapi tidak menjalar.

S : skala nyeri 5

T : nyeri saat dibuat aktivitas

(60)

60 10.50

11.00

11.25

3. Mengjarkan teknik relaksasi dan distraksi. Distraksi yaitu dengan mengalihkan perhatian ke hal yang lain seperti berbincang bincang, mendengarkan musik, atau tidur. dan theknik relaksasi yaitu dengan cara menarik nafas panjang lewat hidung lalu dikelurkan lewat mulut secara perlahan.

4. Mengatur posisi klien agar klien lebih nyaman seperti fowler. Klien merasa posisi semi fowler lebih aman.

5. Memberi lingkungan yang nyaman dan atasi pengunjung. Memberitahu keluarga setiap keluar dan amsuk pintu kamar ditutup kembali dan diusahakan tidak banyak yang menjenguk saat jam istirahat agar klien dapat istirahat.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian:Dari hasil penelitian didapatkan nilai r = 0,167 dan nilai p = 0,120, yang berarti terdapat hubungan positif berkekuatan sangat lemah antara

budaya yang ada mudah untuk dipublikasikan dan dikenal terutama wisatawan dan masyarakat. Salah satu kesenian daerah yang memiliki keunikan dan citra rasa yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id.. commit

Urutan secara individu dari masing- masing varibel yang paling berpengaruh adalah varibel harga dengan koefisien regresi sebesar 0.464 dengan nilai signifikansi 0.000, lalu

Andreas S Widodo, S.Sn, M.Hum. Pengantar tugas akhir ini berjudul Perancangan Promosi 51 slim slim hip-hop wear Melalui Desain Komunikasi Visual. Adapun masalah yang

Penelitian ini dilaksanakan didalam laboratorium untuk mendapatkan suatu data hasil penelitian dengan melalui beberapa tahap, yaitu mulai dari persiapan, pemeriksaan

Uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap niat komplain dengan menggunakan variabel karakteristik responden (usia,

Penyulihan atau substitusi adalah salah satu jenis gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk