• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PROSES PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ANDI ERWINSYAH PUTRA 45 12 060 006

FAKULTAS HUKUM / ILMU HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR

2017

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas Rahmat Allah SWT yang tidak henti-hentinya diberikan kepada Sang Penguasa Jagad Raya Kehidupan. Penulisan Tugas Akhir ini tidak akan rampung atas Rahmat dan Berkah-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW atas perjuangan menegakkan Dinullah,yang telah menuntun Umat dari jalan yang menyesatkan menuju jalan keridhaan Allah SWT.

Sebagai Penulis, tentunya menyadari bahwa hasil dari penelitian ini merupakan bukan hasil yang sempurna namun masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu menjadi sebuah kebanggaan bagi penulis bilamana ada kritik dan saran yang bermanfaat dan menjadi bekal untuk menuju arah yang lebih sempurna.

Penulisan Skripsi dapat selesai berkat adanya bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Menjadi kewajiban kami sebagai peneliti untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Abd Rahman, SH, MH, selaku Rektor Universitas Bosowa Makassar.

2. Bapak Dr.RuslanRenggong, SH, MH, selaku Dekan Fakultas Hukum dan Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Bosowa Makassar

3. Ibu Hj Suryana Hamid, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan tenaga, waktu dan pikiran untuk memberikan arahan dan bimbingannya selama menyusun Skripsi.

(6)

4. Ibu Hj. Siti Zubaidah, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan semangat serta meluangkan tenaga,waktu dan pikirannya untuk memberikan arahan dan bimbingannya selama menyusun Skripsi.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingan dalam menimba ilmu selama berada dikampus.

6. Seluruh Karyawan dan Staff Akademik Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar yang telah memberikan pelayanan yang terbaik dengan melayani mahasiswa dengan sabar.

7. Bapak Kapolrestabes Kota Makassar, yang telah memberikan data selama penulis mengadakan penelitian di Polrestabes Makassar .

8. Bapak kepala kejaksaan Negeri Kota Makassar beserta seluruh jajarannya yanh telah memberikan ijin,fasilitas serta data selama penulis mengadakan penelitian di Kejakasaan Kota Makassar.

9. Bapak Ketua Pengandilan Negeri Kota Makassar beserata seluruh jajarannya yang telah Memberikan Fasilitas ,ijin dan data selama Penulis mengadakan penelitian Negeri Kota Makassar

10. Kedua Orang Tua yang telah sabar dengan penuh kasih sayang dalam memberi support hingga penulisan skripsi ini selesai.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan Pahala dan balasan yang sesuai dengan jasa dan kebaikan yang telah mereka berikan kepada Penulis. Dan Penulis

(7)

hanya dapat mengucapkan “ Barakallahu lakum, Jazakumullahu Khoiran Katsiira“.

Dan akhir kata, Penulis berharap semoga Skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Makassar 2017 Penulis

ANDI ERWINSYAH PUTRA

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

1.5 Metode Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Anak Dan Anak yang Berhadapan dengan Hukum ... 8

2.2 Pembuktian Dalam Hukum Acara Pidana ... 14

2.3 Alat-alat Bukti menurut Kitab Hukum Acara Pidana dan Kekuatan Alat Bukti……… ... 18

2.4 Sistem Peradilan Pidana Anak... 23

2.5 Narkotika dan Penggolongannya ... 26 BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(9)

3.1 Data Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum ... 37 3.2 Proses Pembuktian Tindak Pidana Penyalahgunaan

Narkotika Yang dilakukan Oleh Anak ... 56 3.3 Proses Pemeriksaan di Sidang Pengandilan Menurut Undang

Undang No .11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak ... 60 3.4 Kendala Dalam Proses Pembuktian Tindak Pidana yang

Dilakukan Oleh Anak ... 64 BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan ... 67 4.2 Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Anak sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan mahluk sosial,sejak dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik dari orang tua ,keluarga,masyrakat,bangsa dan Negara. Agar setiap Anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut,mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal,baik ,fisik,mental maupun sosial.oleh karena itu,tidak ada setiap manusia atau pihak lain yang boleh merampas hak atas hidup dan merdeka anak .

Sudut pandang kehidupan berbangsa dan bernegara ,anak merupakan masa depan bangsa dan negara serta penerus cita-cita bangsa. Sebagai penerus bangsa,anak akan dapat tumbuh berkembang secara wajar baik secara dan prasarana terpenuhi.Anak harus tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara jasmani,rohani,maupun sosial agar kelak mampu memikul tanggung jawabnya.Dengan demikian anak berhak atas kelangsungan hidup ,tumbuh , berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari kekerasan .

Sebagai Negara yang menjumjung tinggi hak asasi manusia, pemerintah Rebuplik Indonesia menjamin perlindungan hak anak atas kelangsungan hidup,tumbuh,dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan.

Proses penyelesaian perkara pidana yang dilakukan oleh anak di atur dalam beberapa peraturan ,seperti undang – undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asai manusia yang menyebutkan setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang

(11)

tua,keluarga , Masyarakat dan Negara.peraturan Perundang – undangan yang bersifat Nasional maupun Internasional, juga meratifikasi konvesi Internasional tentang hak –hak anak yg di implementasikan dalam Undamg – Undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak Yang telah di ubah dengan Undang- Undang No .35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang –Undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak .

Undang –Undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak yang telah diubah dengan Undang – Undang No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang – Undang No .23 tahun 2002 tentang perlindungan anak terdaoat beberapa kententuan pasal yang di ubah dan ditambahkan beberapa penjelasan dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap anak.

Kententuan pasal yang di ubah salah satunya pasal 71 yang berbunyi :

``Perlidungan khusus bagi anak korban perlakuan salah dan penelantaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf m dilakukan melalui upaya pengawasan , pencegahan perawatan , konseling , rehabilitasi sosial, dan pendamping sosial.``

Selanjutnya bagaimana sistem peradilan pidana pada anak yang dahulu diatur dalam Undang – Undang No.3 Tahun 1997 yang kemudian di perbaharui Undang – Undang No 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang baru di sahkan oleh Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada akhir Bulan Juli 2012 lalu dibanding dengan Undang – Undang No 3 Tahun 1997 tentang pengandilan Anak .

Bertujuan untuk semakin efektinya perlindungan anak dalam sistem peradilan dan demi terwujudnya sistem peradilan pidana yang terpadu dan bisa menjadi pemunduran terhadap nilai – nilai yang telah ada sebelumnya .sistem

(12)

peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum,mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembibingan setelah menjalani pidana.

Anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembangan yang cepat, arus globalisasi di bidang komonikasi dan informasi,kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak.

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak antara lain disebabkan oleh faktor di luar diri anak .

Melihat tingkat perkembangan kasus tindak pidana yang melibatkan anak sekarang ini sudah semakin memperhatikan, dapat dikatakan kejahatan atau tindak pidana yang melibatkan anak telah berkembang dalam kuantintas maupun kualitas perbuatannya. Dari kualitas tindak pidana anak, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak media cetak maupun televis yang memuat dan menanyangkan kasus – kasus tindak pidana yang melibatkan anak .dari kualitas tindak pidana anak, hal ini dapat dilihat dengan semakin beragamnya cara yang digunakan pelaku khususnya para pelaku baik itu anak dan bukan anak (dewasa) untuk melakukan suatu tindak pidana, berbagai kesempatan,tempat – tempat dan lingkungan yang memungkingkan terjadinya tindak pidana yang melibatkan anak.

Proses pembuktian tindak pidana yang jika dilakukan oleh anak (dewasa) sedikit berbeda dengan proses pembuktian tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Ada kalanya anak berada dalam status saksi dan/atau korban yang telah di

(13)

atur dalam Undang – Undang No .11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak pidana anak .

Tindak pidana yang dilakukan oleh anak apakah dalam praktek pembuktiannya sekarang ini tetap mengacu pada kitab undang – undang Hukum acara pidana (KUHAP),bagaimanakah proses pembuktiannya tindak pidana yang dilakukan oleh anak dan bagaimana sistem peradilan pidana anak menurut Undang – Undang No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradialan pidana anak yang sampai sekarang ini kebanyakan masyrakat masih kurang memahami serta apa kendala yang sering di hadapi oleh Hakim,jaksa dan penyidik kepolisian dalam proses pembuktian tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

Berdasrkan kenyataan mengenai pentingnya proses pembuktian tindak pidana yang dilakukan oleh anak sebaigaimana terurai di atas, hal tersebut ,melatar belakangi penulis untuk mengangkatnya menjadi topik pembahasan dalam penulisian proposal skripsi dangan judul “Analisis Yuridis Proses Pembuktian Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Putusan Nomor : 144/Pid.Sus – Anak /2015/PN.Mks) ”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis uraikan diatas, maka adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pembuktian tindak pidana penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak ?

2. Apakah kendala yang dihadapi dalam proses pembuktian tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak?

(14)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui proses Tindak Pidana Penyalahguanan Narkotika Yang dilakukan oleh Anak

2. Untuk mengetahui kendala yang sering di hadapi dalam proses pembuktian tindak pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang dilakukan oleh anak.

1.4 Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat-manfaat sebagai berikut:

1. Secara Akademis/ Teoretis

Secara akademis diharapkan penulisan ini dapat memberikan masukan atau kontribusi secara teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama disiplin ilmu , Hukum Pidana, dan Hukum Acara peradilan pidan anak

2. Secara Praktis

Secara praktis dapat memberikan masukan bagi para aparat penegak hukum dan pihak-pihak yang terkait dengan masalah menyangkut tindak pidana yang dilakukan oleh anak menurut UU No.11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.

(15)

1.5 Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini, penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi di makassar yaitu di Pengadilan Negeri Makassar, Alasan mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Makassar disebabkan hubungan judul skripsi yang dianggap bersesuaian penuh dengan tempat penelitian.

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini :

a. Data kualitantif, yaitu Data yang didapat melalui suatu proses menggunakan teknik analisis mendalam dan tidak bisa diperoleh secara langsung. Dengan kata lain untuk mendapatkan data kualitatif lebih banyak membutuhkan waktu dan sulit dikerjakan karena harus melakukan wawancara, observasi

b. Data sekunder adalah data yang kami telusuri melalui telaah pustaka baik bersumber dari buku, majalah, jurnal, atau media elektronik dan media dari buku, majalah, jurnal, atau media elektronik dan media massa.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka memperoleh data yang relevan dengan pembahasan tulisan ini, maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

(16)

a. Penelitian Pustaka (library research)

Pengumpulan data pustaka diperoleh dari berbagai data yang berhubungan dengan hal-hal yang diteliti, berupa buku dan literatur- literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Disamping itu juga data yang diambil penulis ada yang berasal dari dokumen-dokumen penting maupun dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Penelitian lapangan (field research)

Penelitian lapangan ini ditempuh dengan cara, yaitu pertama melakukan observasi, yaitu mengumpulkan data dengan cara pengamatan langsung dengan objek penelitian. Kedua dengan cara wawancara (interview) langsung kepada hakim Pengadilan Negari Makassar.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari data primer dan sekunder diolah dan dianalisis secara kualitatif selanjutnya data tersebut dideskriptifkan.

Analisis kualitatif adalah analisis kualitatif terhadap data verbal dan data angka secara deskriptif dengan menggambarkan keadaan yang nyata dari objek yang dibahas dengan pendekatan yuridis formal mengacu pada konsep doktrinal hukum. Data yang bersifat kualitatif yakni digambarkan dengan kata atau kalimat yang pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Anak

Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.

Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan Nasional. Anak adalah aset bangsa, masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang. Semakin baik kepribadian anak maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa. Begitu pula sebaliknya, apabila kepribadian anak tersebut buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa.

Masa kanak-kanak merupakan masa yang panjang dalam rentang kehidupan. Bagi kehidupan anak, masa kanak-kanak seringkali dianggap tidak ada akhirnya, sehingga mereka tidak sabar menunggu saat yang didambakan yaitu pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan lagi anak-anak tapi dewasa.

Menurut Undang-undang nomor 11 tahun 2012 mengatakan bahwa:

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara.

Dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam bidang ilmu pengetahuan (the body of knowledge) tetapi dapat di telaah dari sisi pandang sentralistis kehidupan. Misalnya agama, hukum dan sosiologis

(18)

menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial.

Anak sebagai manusia dalam subjek hukum juga digolongkan sebagai human right yang terkait dalam ketentuan peraturan Perundang-Undangan.

Ketentuan dimaksud diletakkan pada anak dalam golongan orang yang belum dewasa, orang yang tidak mampu melakukan perbuatan hukum. Persamaan hak dan kewajiban yang sama dengan orang dewasa yang diberikan oleh ketentuan peraturan Perundang-Undangan dalam melakukan perbuatan hukum. Hukum akan meletakkan anak dalam posisi sebagai perantara hukum untuk dapat disejajakan dengan kedudukan orang dewasa atau untuk disebut sebagai subjek hukum.

Ketentuan hukum atau persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law) dapat memberikan legalitas formal terhadap anak sebagai seorang yang tidak mampu untuk berbuat peristiwa hukum yang ditentukan oleh ketentuan peraturan-peraturan hukum itu sendiri, atau meletakkan ketentuan hukum yang memuat perincian tentang klasifikasi kemampuan dan kewenangan berbuat peristiwa hukum dari anak yang bersangkutan.

Plurasim pengertian batasan umur anak mengakibatkan sulit untuk menentukan usia anak. Hal ini adalah sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tersendiri mengenai peraturan anak

Pengertian anak dari pandangan sistem hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai objek hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai objek hukum. Kedudukan anak dalam artian dimaksud meliputi pengelompokan kedalam subsistem sebagai berikut :

Hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum

(19)

nasional yang harus dilindungi,dipelihara dan dibina untuk mencapai kesajahteraan anak. Dengan kata lain anak tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyrakat.

Menurut (Maidi Gultom:2010:23) mengatakan bahwa:

Selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak- anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan 21 (dua puluh) tahun untuk laki-laki.

Kententuan UUD 1945, ditegaskan penganturannya dengan di keluarkannya UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak,yang berarti makna anak (pengertian tentang anak ) yaitu seseorang yang harus memperoleh hak –hak yang kemudian hak –hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik secara rahasia,jasmaniah,maupun sosial atau anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial. Anak juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan.

Menurut (Novie Amalia Nugraheni:2009:27, dalam tesisnya menjabarkan beberapa pengertian anak, sebagai berikut:

“Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia menjabarkan pengertian tentang anak ialah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

Undang – Undang No.1 Tahun 1974 menyebutkan pengertian anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah, yang berarti anak yang dilahirkan diluar dari pada perkawinan yang sah hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga dari pada ibunya.

Anak dalam UU No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak tercantum

(20)

dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Jadi dalam hal ini pengertian anak dibatasi dengan syarat usia dikatakan anak yaitu mencapai usia 18 (delapan belas ) tahun.

Menurut (Muniraf 2000 : 12) mengatakan bahwa:

Anak adalah si buah hati harapan masa depan dan pelanjut keturunan, sehingga perlu dibina dan dijaga baik dari segi perkembangan mental maupun dari segi kebutuhan material demi kelangsungan hidup masa depannya".

Perlakuan baik kepada anak mutlak diperkukan karena dapat membuat mereka memperoleh hak-haknya sebagai anak, sehingga pada gilirannya nanti anak dapat menyadari kewajiban-kewajibannya selaku anak yang dapat berbakti kepada orang tua, agama, bangsa dan negara.

Pembinaan yang sedini mungkin sejak kecil hingga dewasa dapat membentuk sikap dan perilaku anak yang baik, sopan dan satun, yang akhirnya menjadi anak shaleh yang mengamalkan ajaran agama dan menghidari perbuatan mungkar yang menjurus pada kenakalan remaja.

Anak dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak antara lain :

1) Anak yang Berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum ,anak yang menjadi korban tindak pidana ,dan anak yang menjadi saksi pidana.

2) Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

3) Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut Anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik,mental dan /atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

4) Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak

(21)

Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

Pengertian anak menurut hukum pidana lebih diutamakan pada pemahaman terahadap hak-hak anak yang harus dilindungi, karena secara kodrat memiliki subtansi yang lemah dan di dalam sistem hukum dipandang sebagai subjek hukum yang dicangkokan dari bentuk pertanggung jawaban sebagaimana layaknya seseorang subjek hukum yang normal. Pengertian anak dalam aspek hukum pidana menimbulkan aspek hukum positif terhadap proses normalisasi anak dari perilaku menyimpang untuk membentuk kepribadian dan tanggung jawab yang pada akhirnya menjadikan anak tersebut berhak atas kesejahteraan yang layak dan masa depan yang baik.

Hakekatnya ,kedudukan status pengertian anak dalam hukum pidana meliputi dimensi –dimensi pengertian sebagai berikut :

a. ketidakmampuan untuk pertanggung jawaban tindak pidana

b. pengembalian hak –hak anak dengan jalan mensubtitusikan hak –hak anak yang timbul dari lapangan hukum keperdataan tata negara dengan maksud untuk mesejahterakan anak .

c. Rehabilitasi,yaitu anak berhak untuk mendapat proses perbaikan mental spiritual akibat dari tindakan hukum pidana yang dilakukan anak itu sendiri.

d. Hak-hak untuk menerima pelayanan dan asuhan.

e. Hak anak –anak dalam proses hukum acara pidana Menurut (Lilik Mulyadi, 2005 :4-5) mengatakan bahwa:

(22)

Anak adalah penerus bangsa yang tetap harus mendapat perlindungan. Pengertian anak dimata hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (Minderjarig/Person Under Age), orang yang dibawah umur/keadaan dibawah umur

(Minderjarigheid/Inferiority) atau kerap juga disebut anak yang dibawah pengawasan wali (Minderjarige Ondervoordij). Bertitik tolak pada aspek tersebut di atas ternyata hukum positif Indonesia (lus Constitutum/Ius Operatum) tidak mengatur adanya unifikasi hukum yang baku dan berlaku universal untuk menentukan kriteria batasan umur bagi seorang anak.

Menurut pasal 45 kitab Undang – Undang Hukum (KUHP) maka anak di definisikan sebagai anak yang belum dewasa apabila berumur 16 (enam belas) tahun.oleh sebab itu jika anak tersebut tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu di kembalikan kepada orang tuanya,walinya atau pemeliharannya dengan tidak di kenakan suatu hukuman,atau memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan suatu hukuman.

Berdasarkan uraian tersebut di atas ,maka batasan usia anak dalam tulisan ini berdasarkan pada UU No.11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak,meskipun juga telah ada putusan Mahkamah konsitusi (MK) yang telah memutus batas usia anak dan telah diakomodir ke dalam (termuat) pada UU No.11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan Anak.

Kententuan hukum pidana telah memberikan perlindungan terhadap anak- anak yang kehilangan kemerdekaan,karena anak di pandang sebagai subjek hukum yang berada pada usia yang belum dewasa sehingga harus tetap dilindungi segala kepentingan dan perlu mendapatkan hak –hak yang khusus yang di berikan oleh negara atau pemerintah. Dari berbagai definisi tentang anak di atas sebenarnya dapatlah diambil suatu benang merah yang menggambarkan apa atau

(23)

siapa sebenarnya yang dimaksud dengan anak dan berbagai konsekwensi yang di perolehhnya sebagai penyandan gelar tersebut.

2.2 Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana 1. Pengertiam Pembuktian

Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana merupakan titik sentral di dalam pemeriksaan perkara di pengandilan.Hal ini karena melalui tahapan pembuktian inilah terjadi suatu proses, cara,perbuatan membuktikan untuk menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa terhadap suatu perkara pidana di dalam sidang pengandilan.pembuktian adalah ketentuan – kentetuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara –cara yang dibenarkan Undang – Undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat – alat bukti yang dibenarkan Undang – Undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang di dakwakan.

Pembuktian adalah kegiatan membuktikan,dimana membuktikan berarti memperlihatkan bukti -bukti yang ada melakukan sesuatu sebagai kebenaran,melaksanakan,menandakan,menyelesaikan dan menyakinkan.

Menurut (Subekti:2007:1)mengatakan bahwa:

Memberikan arti membuktikan ialah menyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.

(24)

Pedoman tentang cara –cara yang dibenarkan Undang – Undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat – alat bukti yang dibenarkan Undang – Undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang di dakwakan.

Pembuktian adalah kegiatan membuktikan,dimana membuktikan berarti memperlihatkan bukti - bukti yang ada melakukan sesuatu sebagai kebenaran,melaksanakan,menandakan,menyelesaikan dan menyakinkan.

Bagian pengungkapan fakta,alat –alat bukti diajukan ke muka sidang oleh jaksa penuntut umum dan penasehat hukum atau atas kebijakan majelis hakim untuik diperiksa kebanarannya. Peruses pembuktian bagian pertama ini akan berakhir pada ketua majelis mengucapkan secara lisan bahwa pemeriksaan terhadap perkara dinyatakan selesai (pasal 182 ayat (1)huruf a KUHAP).setelah behan kegiatan pengungkapan fakta telah selesai,maka selanjutnya jaksa penuntut umum,penasehat hukum,dan majelis hakim melakukan pengenalisisan fakta yang sekaligus penganalisisan hukum. Oleh jaksa penuntut umum pembuktian dalam arti kedua ini dilakukannya dalam surat tuntunannya (requisitoir) Bagi penasehat Hukum pembuktiannya dilakukan dalam nota pembelaan (peledooi), dan akan di bahas majelis hakim dalam putusan akhir (vonnis) yang dibuatnya.

(25)

Pembuktian ini menjadi penting apabila suatu perkara tindak pidana telah memasuki tahap penuntutan di depan sidang pengandilan.tujuan adanya pembuktian ini adalah untuk membuktikan apakah terdakwa benar bersalah atas tindak pidana yang didakwakan kepadannya.

Disamping itu juga disertai dengan keyakinan hakim yang di peroleh dari alat-alat bukti tersebut.Hal tersebut dapat dikatakan sama saja dengan kententuan yang tersebut pada pasal 183 ayat (1) KUHAP yang berbunyi :

“Tidak seortang pun boleh dikenakan pidana,selain jika hakim mendapatkan keyakinan dengan alat bukti yang sah,bahwa benar telah terjadi perbuatan yang dapat dipidana dan bahwa orang – orang yang didakwa itulah yang bersalah melakukan perbuatan itu”.

Berdasarkan rumusal 184 KUHAP tersebut ,terlihat bahwa pembuktian harus didasarkan sedikitnya pada dua alat bukti yang sah, di sertai dengan keyakinan hakim yang di peroleh dari alat –alat bukti tersebut.Artinya,tersediannya minimum dua alat bukti saja,belum cukup mejatuhkan pidana kepada terdakwa.sebaliknya,meskipun hakim sudah yakin terhadap keslahan terdakwa,maka jika tidak tersedia minimum dua alat bukti,hakim juga belum dapat menjatuhkan pidana terhadap terdakwa.

2. Teori Pembuktian

Dalam hal ini penjatuhan pidana terhadap seorang terdakwa haruslah memenuhi dua syarat mutlajk,yaitu alat bukti yang cukup dan

(26)

keyakinan hakim.sistem pembuktian tersebut dikemnal nam system pembuktian negative (negative wettelijk).

Menurut (Andi Hamzah: 2012:251). terdapat empat (4) macam sistem atau teori pembuktian, antara lain :

1. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara positif (positiefwettelijk bewijstheorie)

Dikatakan secara positif, karena hanya didasarkan kepada undang-undang melulu. Artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal.

2. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu (convivtion intime).

Disadari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu membuktikan kebenaran pengakuan pun kadang- kadang tidak menjamin terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan.oleh karena itu diperlukan bagaimanapun juga keyakinan hakim sendiri.

3. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim yang logis (Laconvition Raisonnee)

Sebagai jalan tengah muncul sistem atau teori yang disebut pembuktian yang berdasarkan keyakinan hakim sampai batas tertentu (Laconvition Raisonnee).menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya,keyakinanmana yang berdasarkan kepada dasar-dasar pembuktian yang disertai suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karna hakim bebas untuk menyebutkan alasan- alasan keyakinannya.

4. Teori pembuktian Berdasarkan undang -undang secara negatif (Negatife wettelijk)

Sistem pembuktian menurut undang -undang secara negatif merupakan teori anatara sistem pembuktian menurut undang -undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau convivtion intime.HIR maupun KUHAP keduannya menganut sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang -undang negatif Negatife wettelijk.Hal tersebut dapat disimpulkan dari pasal 183 KUHAP yang berbunyi : ''Hakim Tidak Boleh Menjatuhkan Pidana Kepada Seorang Kecuali Apabila Dengan Sekurang - Kurangnya dua alat bukti yang

(27)

sah .ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar - benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.''

Pada system pembuktian berdasarkan keyakinan hakim,dapat menjatuhkan putusan berdasarkan keyakinan belaka dengan tidak terikat oleh suatu peraturan.Melalui sistem “Conviction Intime”. Kesalahan terdakwa bergantung kepada keyakinan belaka sehingga hakim tidak terikat pada suatu peraturan. Dengan demikian,putusan hakim dapat terasa nuansa subjektifnya.

Didasari bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu memberikan kebenaran. Pengakuan pun kadang –kadaang tidak menjamin terdakwa benar- benar melakukan perbuatan yang didakwakan.oleh karena itu,diperlukan bagaimana juga keyakinan hakim sendiri. Bertolak pangkal pada pemikiran itulah,maka teori berdasarkan keyakinannya nuraninya sendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah melakukan perbutan yang didakwakan. Sistem ini memberikan kebebasan dan hakim yang terlalu besar,sehingga sulit diawasi.Disamping itu, terdakwa atau penasihat hukumnya sulit untuk melakukan pembelaan.dalam hal ini hakim dapat memidana terdakwa berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang didakwakan.

2.3 Alat –Alat bukti Menurut KUHAP dan Kekuatan Pembukitan Alat bukti Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materil (Materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai

(28)

usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti –bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penututan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut

KUHAP tidak memberikan pengertian mengenai apa itu alat bukti. Akan tetapi pada pasal 183 KUHAP disebutkan :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang –kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoeleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar –benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Rumusan pasal ini memberikan kita garis hukum,bahwa : 1. Alat bukti di peroleh dari hasil pemeriksaan di sidang pengandilan.

2. Hakim mengambil putusan berdasarkan keyakinannya.

3. Keyakinan hakim di peroleh dari minimal dua alat bukti yang sah.

Usaha –usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran materil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghidari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana di tentukan dalam Undang – Undang No.49 tahun 2009 tentang peradilan umum pasal 68 ayat (1) dan (2) yang menyatakan :

“Dalam pemeriksaan dan memutuskan perkara,hakim bertanggung jawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya”.

Dan ayat (2) menyatakan :

“Penetapan dan putusan sebaigamana dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar”.

(29)

Dengan adanya ketentuan perundang –undangan diatas,maka dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahkan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin.adapun mengenai alat –alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud diatas dan yang telah ditentuksan menurut kentetentuan Perundang –Undangan hukum acara pidana.

Alat bukti Menurut (Andi Hamzah, 2012:259) Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat-alat bukti yang sah ialah:.

1) Keterangan Saksi

Menurut (M. Yahya Harahap, 2006:286).Pada umumnya, alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan saksi.Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

Pengertian keterangan saksi terdapat pada Pasal 1 angka 27 KUHAP disebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

2) Keterangan Ahli

Menurut (Andi Hamzah, 2012:272).Dalam Pasal 1 angka 28 telah disebutkan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.

Keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi, tetapi sulit pula dibedakan dengan tegas. Kadang-kadang seorang ahli merangkap pula sebagai saksi. Isi keterangan seorang saksi dan ahli berbeda. Keterangan seorang saksi mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang

(30)

ahli ialah mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu.

KUHAP membedakan keterangan seorang ahli di persidangan sebagai alat bukti keterangan ahli dan keterangan seorang ahli secara tertulis di luar sidang pengadilan sebagai alat bukti surat. Mengenai kekuatan pembuktian yang melekat pada keterangan ahli pada prinsipnya yaitu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Dengan demikian nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan saksi.

3) Surat

Kemudian dalam pasal tersebut juga merinci mengenai bentuk-bentuk alat bukti surat yang terdiri atas empat (4) ayat (Andi Hamzah, 2012:275) : 1. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat

umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;

2. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

3. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;

4. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

4) Petunjuk

Menurut (Andi Hamzah, 2012:277).Mengatakan bahwa Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat (1) dan (2) yang memberikan definisi petunjuk adalah sebagai berikut:

(31)

“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. ” Sedangkan pada Pasal 188 ayat (2) KUHAP menjelaskan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.

5) Keterangan Terdakwa

Pengertian keterangan terdakwa tercantum dalam Pasal 189 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi:

“keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri

Berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang menyatakan bahwa:

“keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.”

Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.

Keterangan terdakwa saja seperti yang disebut diatas, tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Didalam usaha memperoleh bukti bukti yang di perlukan guna kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana suatu masalah atau hal –hal tertentu yang tidak dapat diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada diluar kemampuan atau keahliannya.dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat penting di perlukan dalam rangka mencari kebenaran materil selengkap –lengkapnya bagi para penagak hukum tersebut.

(32)

Keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri,lihat sendiri,alami sendiri dengan menyebutkan alasan pengetahuannya itu.

2.4 Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No.11 Tahun 2012 )

Sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum,mulai tahap penyelidikan sampai tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

Undang –Undang terbaru yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang –Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”) yang mulai diberlakukan dua tahun setelah tanggal penggundangnya,yaitu 30 juli 2012 sebagaimana disebut dalam ketentuan penutupnya (pasal 108 Undang –Undang sistem peradilan pidana Anak) artinya Undang –Undang sistem peradilan Anak ini mulai berlaku sejak 31 juli 2014.

Undang –Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang sitem peradilan pidana ini merupakan pengganti dari Undang –Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang pengandilan anak (“uu Pengandilan Anak”)yang bertujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar –benar menjamin perlindungan kepentingan yang terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.Undang-Undang pengandilan Anak dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dalam belum secara komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum.

Menurut (wahyudi,2011:35) mengatakan bahwa:

(33)

Dalam kata sistem peradilan pidana anak,terdapat istilah''sistem peradilan pidana'' dan istilah anak dalam frasa ''peradilan pidana anak'' mesti dicamtumkan karna untuk membedakan dengan sistem peradilan pidana dewasa.

Dalam pasal 1 UU No. 11 tahun 2012 tentang peradilan anak, ditentukan pengertian sistem peradilan anak adalah:

keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

Hanya saja dari kententuan yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 undang - undang no 11 tahun 2012 tersebut dapat diketahui apa yang di kehendaki oleh pembentuk undang -undang .kehendak dari pembentuk undang - undang adalah bahwa keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyelidikan sampai tahap pembimbingan setelah menjalani pidana harus dilaksanakan sebagai suatu sistem dengan megikuti menurut kententuan yang di tetapkan oleh undang - undang No 11 tahun 2012.

Menurut (Marjono Reksodiputro ,1994:41) sistem peradilan pidana adalah : sistem pengendalian kejahatan yang terdiri atas lembaga lembaga kepollsisan, kejaksaan, pengadilan dan permasyarakatan terpidana. Pengendalian kejahatan yang dimaksud marjono Rekso diputro tersebut merupakan sistem pengendalian di dalam pendekatan manajemen.

Dengan demikian, negara telah legal dan mensahkan dan bertanggung jawab terhadap tingkah laku dan pertumbuhan anak yang melakukan kejahatan terhadap orang lain dan juga jika menjadi korban kejahatan orang lain.

Menurut (Satjipto Rahardjo,2014:48) dalam bukunya ilmu hukum mengungkapkan mengenai pemahaman tentang sistem.beliau mengatakan bahwa:

Sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat kompleks, yang terdiri atas bagian - bagian yang berhubungan satu sama lain.

(34)

Dari pemahaman yang demikian itu hanya menekankan pada ciri keterhubungan dari bagian-bagiannya,tetapi mengabaikan cirinya yang lain,bahwa bagian-bagian tersebut secara aktif untuk mencapai tujuan pokok dari kesatuan tersebut.

Setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak : Pasal 3 Undang – Undang Sistem Peradilan Pidana Anak:

a. serta Diperlukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya

b. Dipisahkan dari orang dewasa

c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;

d. Melakukan kegiatan reaksional.

e. Bebas dari penyiksaan,penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawimeredahkan derajat dan martabannya

f. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup

g. Tidak dianggap,ditahan,atau dipenjara,kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.

h. Memperoleh keadilan di muka pengandilan anak yang objektif,tidak memihak,dalam sidang yang tertutup untuk umum.

i. Tidak dipublikasikan identitasnnya.

j. Memeperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang di percaya oleh anak

k. Memperoleh advokasi social l. Memperoleh kehidupan pribadi

m. Memperoleh aksebilitas,terutama bagi anak cacat;

n. Memperoleh Pendidikan;

o. Memperoleh pelayanan kesehatan;dan

p. Memperoleh hak lain sesuai dengan kententuan peraturan perundang - Undangan.

Undang –Undang Sistem Peradilan Pidana Anak memperbolehkan anak yang terlibat dalam tindak pidana untuk mendapatkan bantuan hukum tanpa mempermasalahkan jenis tindak pidana telah dilakukan

Sanksi tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi (pasal 82 ayat (1) Undang- Undang Sistem Peradilan Anak):

1) Pengembalian kepada orang tua/wali;

(35)

2) Penyerahan kepada seseorang 3) Perwatan dirumah sakit jiwa;

4) Perawatan di LPKS;

5) Kewajiban megikut pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan olehg pemerintah atau badan swasta

6) Pencabutan surat izin mengemudi :dan/atau 7) Perbaikan akibat tindak pidana.

2.5 Narkotika Dan Penggolongannya 1. Pengertian Narkotika

Pengertian Narkotika berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang- undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika yang terkenal di Indonesia sekarang ini berasal dari kata “Narkoties”, yang sama artinya dengan kata narcosis yang berarti membius. Dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan madat.

Menurut (Andi Hamzah, 1986 : 224).Mengatakan Bahwa : Secara etimologi, kata Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu narke yang artinya terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Orang Amerika menyebutnya dengan nama narcotic, di Malaysia dikenal dengan istilah dadah sedangkan di Indonesia disebut Narkotika.

Menurut (Hari Sasangka, 2003 : 35).mengatakan Bahwa Sebagian orang berpendapat bahwa narkotika berasal dari kata Narcissus yang berarti sejenis tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bungan yang dapat menyebabkan orang menjadi tidak sadarkan diri.

Dalam penjelasan Umum Undang-undang Nomor : 35 tahun 2009 tentang Narkotika mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi maupun ancaman pidana yang diperberat. Cakupan yang lebih luas

(36)

tersebut selain didasarkan pada faktor-faktor diatas juga karena perkembangan kebutuhan dan kenyataan bahwa nilai dan norma dalam ketentuan yang berlaku tidak memadai lagi sebagai sarana efektif untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Salah satu materi baru dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, mengenai bagaimana penggolongan dimaksud dari masing-masing golongan telah di rumuskan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Narkotika.

Sehubung dengan adanya Penggolongan tentang jenis-jenis narkotika sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 6 ayat (1) ditetapkan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, seperti terurai di bawah ini.

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Sehubungan dengan adanya penggolongan Narkotika tersebut, mengenai jenis- jenis Narkotika golongan I telah di tetapkan dalam lampiran Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sebagaimana terurai di bawah ini.

Selanjutnya mengenai penggolongan Narkotika di atur dalam Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu :

1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan;

2. Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan;

(37)

3. Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk bertujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Menurut Wresniworo (1999 : 28), narkotika menurut cara / proses pengolahannya dapat dibagi kedalam tiga golongan, yaitu :

a. Narkotika alam adalah narkotika yang berasal dari hasil olahan tanaman yang dapat dikelompokkan dari tiga jenis tanaman masing-masing : 1) Opium atau candu, yaitu hasil olahan getah dari buah tanaman papaver

somniferum. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah opium mentah, opium masak dan morfin. Jenis opium ini berasal dari luar negeri yang diselundupkan ke Indonesia, karena jenis tanaman ini tidak terdapat di Indonesia.

2) Kokain, yang berasal dari olahan daun tanaman koka yang banyak terdapat dan diolah secara gelap di Amerika bagian selatan seperti Peru, Bolivia, Kolombia.

3) Canabis Sativa atau marihuana atau yang disebut ganja termasuk hashish oil (minyak ganja). Tanaman ganja ini banyak ditanam secara ilegal didaerah khatulistiwa khususnya di Indonesia terdapat di Aceh.

.

b. Narkotika semi sintetis, yang dimaksud dengan Narkotika golongan ini adalah narkotika yang dibuat dari alkaloida opium dengan inti penathren dan diproses secara kimiawi untuk menjadi bahan obat yang berkhasiat sebagai narkotika. Contoh yang terkenal dan sering disalahgunakan adalah heroin dan codein.

c. Narkotika sintetis, narkotika golongan ini diperoleh melalui proses kimia dengan menggunakan bahan baku kimia, sehingga diperoleh suatu hasil baru yang mempunyai efek narkotika seperti Pethidine, Metadon dan Megadon.

A. Psikotropika

Pengertian menurut Badan WHO pada 1966, psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman. Obat psikotropika adalah obat yang bekerja pada susunan syaraf pusat (SSP) yang memperlihatkan efek yang sangat luas. DalamUnited Nation Conference for Adoption of Protocal on Psychotropic Substance disebutkan

(38)

batasan-batasan zat psikotropik adalah bentuk bahan yang memiliki kapasitas yang menyebabkan:

1. keadaan ketergantungan;

2. depresi dan stimulan susunan syaraf pusat (SSP);

3. menyebabkan halusinasi

4. menyebabkan gangguan fungsi motorik atau persepsi atau mood.

Penggolongan psikotropika didasarkan sindroma ketergantungan, untuk pertama kali ditetapkan dan dilampirkan dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1997 ini. Penggolongan psikotropika sebagai berikut :

1. Psikotropika Golongan I

Psikoropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi.

Psikotropika golongan I ini mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

2. Psikotropika Golongan II

Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan.

Psikotropika golongan II ini mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

3. Psikotropika Golongan III

Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan. Psikotropika golongan III ini mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

4. Psikotropika Golongan IV

Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan. Psikotropika golongan IV mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.

5. Psikotropika Golongan V

Psikotropika golongan V ini adalah psikotropika yang tidak termasuk golongan I, II, III dan IV, yang tidak mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan, dan digolongkan sebagai obat keras.

(39)

Psikotropika ini tunduk pada perundangan obat keras dan tidak untuk pada Undang-undang No. 5 Tahun 1997.

Ketentuan khusus mengenai psikotropika golongan I, mengingat sangat berbahaya karena mengakibatkan sindroma ketergantungan yang amat kuat, dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1997 diatur dengan sangat ketat, antara lain:

1. hanya dapat digunakan untuk ilmu pengetahuan (Pasal 4 ayat 2).

2. selain penggunaan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dinyatakan sebagai barang terlarang (Pasal 4 ayat 3).

3. dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi (Pasal6).

4. hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga ilmu penelitian, dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan (Pasal 12 ayat (3).

5. hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan atau di impor secara langsung oleh lembaga yang bersangkutan tersebut (Pasal 13).

6. surat persetujuan impor hanya dapat diberikan untuk kepentingan ilmu pengetahuan (Pasal 17 ayat (3).

7. pemusnahan terhadap Psikotropika golongan I wajib dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dilakukan penyitaan (Pasal 53 ayat (2) huruf b).

8. ketentuan pidana bagi tindak pidana psikotropika golongan I adalah lebih berat (Pasal 59 ayat (1).

Berikut ini adalah jenis-jenis dari psikotropika:

a. Ecstasy

Menurut (Partodiharjo, 2008 : 22),Bahwa: Sering digunakan sebagai alat penghayal tanpa harus berhalusinasi. tablet ini diproduksi khusus untuk disalahgunakan yaitu untuk mendapatkan rasa gembira, hilang rasa sedih, tubuh terasa fit dan segar. Dari kasus-kasus yang ada memperlihatkan bahwa ekstasi dapat memperlemah reaksi daya tahan tubuh, ada pengaruh terhadap perubahan menstruasi, termasuk ketidak teraturan menstruasi dan jumlah yang lebih banyak atau amenorhoe (tidak haid). Ekstasi merusak otak dan memperlemah daya ingat. Ekstasi merusak mekanisme di dalam otak yang mengatur daya belajar dan berpikir dengan cepat.

Terbukti dapat menyebabkan kerusakan jantung dan hati. Pemakai teratur telah mengakui adanya depresi berat dan telah ada kasus-kasus gangguan kejiwaan.

(40)

b. Shabu-Shabu

Menurut (Nasution, 2004 : 55),Merupakan kombinasi baru yang sedang laris, berbentuk bubuk mengkilat seperti garam dapur, shabu berisi metapetamin yang dicampur dengan berbagai psikotropika. Pemakai yang kronis akan tampak kurus, mata merah, malas mandi, emosi labil, dan loyo. Beberapa kasus menunjukkan dampak shabu-shabu yaitu menyebabkan orang menjadi ganas, serta meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi berbuntut tingkah laku yang brutal.

Shabu-shabu berbentuk kristal, biasanya berwarna putih, dan dikomsumsi dengan cara membakarnya di atas aluminium foil sehingga mengalir dari ujung satu kearah ujung yang lain. Kemudian asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah bong (sejenis pipa yang didalamnya berisi air). Air Bong tersebut berfungsi sebagai filter kerena asap tersaring pada waktu melewati air tersebut. Ada sebagian pemakai yang memilih membakar sabu denga pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang mungkin ditimbulkan aluminium foil yang terhirup.

c. Zat Adiktif Lainnya

Menurut (Alifia, 2008 : 69 ),iyalah Zat adiktif lainnya adalah zat – zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :

1. Rokok

2. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan.

3. Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan.

Adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat,karsinogetik, teratogenik, mutagenic, korosif dan iritasi.

(41)

Bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan Narkotika dan Psikotropika atau zat-zat baru hasil olahan manusia yang menyebabkan kecanduan yaitu:

a. Minuman Keras

Minuman keras adalah semua minuman yang mengandung Alkohol tetapi bukan obat.

b. Nikotin

Nikotin adalah obat yang bersifat adiktif, sama seperti Kokain dan Heroin. Bentuk nikotin yang paling umum adalah tembakau, yang dihisap dalam bentuk rokok, cerutu, dan pipa.

c. Volatile Solvent

Volatile Solvent adalah zat adiktif dalam bentuk cair.Zat ini mudah menguap. Penyalahgunaannya adalah dengan cara dihirup melalui hidung.

d. Inhalansia

Zat inhalan tersedia secara legal, tidak mahal dan mudah didapatkan.Oleh sebab itu banyak ditemukan digunakan oleh kalangan sosial ekonomi rendah. Contoh spesifik dari inhalan adalah bensin, vernis, cairan pemantik api, lem,semen karet, cairan pembersih, cat semprot, semir sepatu, cairan koreksi mesin tik (tip-ex), perekat kayu, bahan pembakaran aerosol, pengencer cat. Inhalan biasanya dilepaskan kedalam paru-paru dengan menggunakan suatu tabung.

(42)

B. Penyalahgunaan Narkotika

Saat sekarang ini penyebaran narkotika dan obat-obat terlarang mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Tidak terhitung banyaknya upaya pemberantasan narkoba yang sudah dilakukan oleh pemerintah, namun masih susah untuk menghindarkan dari narkotika dan obat-obat terlarang. Unsur penggerak atau motivator utama dari para pelaku kejahatan di bidang narkotika dan obat-obat terlarang ini adalah masalah keuntungan ekonomis. Bisnis narkotika dan obat-obatan terlarang tumbuh menjadi salah satu bisnis yang paling favorit di dunia, sehingga tidak mengherankan apabila penjualan narkotika dan obat-obat sama dengan pencucian uang dari bisnis narkotika dan obat-obatan terlarang. Begitu bahayanya akibat yang dapat ditimbulkan dalam penyalahgunaan narkotika sehingga dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa:

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum dalam hal narkotika yaitu menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara palinh singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

C. Ketentuan Pidana Penyalahgunaan Narkotika Golongan I menurut Undang –undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

Adapun beberapa ketentuan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan Imenurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika adalah sebagai berikut;

(43)

Pasal 114 ayat (1) tersebut di atas menunjjukan bahwa undang- Undang semua perbuatan dengan tanpa hak atau melawan hukum menyalahgunakan narkotika golongan I,karena sangat membahayakan dan berpengaruh terhadap meningkatnya kriminalitas apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang atau tanpa hak , maka dapat di kategorikan sebegai perbuatan penyalahgunaan narkotika atau merupakan suatu tindak pidana khusus yang dapat di ancam dengan sanksi hukum yang berat.

Berdasarkan pengertian yang dikemukan diatas maka dapat di ketahui penyalahgunaan narkotika yaitu orang yang menggunakan narkotika secara luas tanpa hak atau melawan hukum secara luas.

Dalam Pasal 111 undang-undang Narkotika No 35 tahun 2009:

1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai,atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun danpidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapanratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

2. Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki,menyimpan, menguasai, atau menyediakan NarkotikaGolongan I dalam bentuk tanaman sebagaimanadimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu)kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelakudipidana dengan pidana penjara seumur hidup ataupidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3(sepertiga).

Dalam Pasal 112 undang-undang No 35 tahun 2009:

1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakanNarkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana denganpidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan palinglama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling

(44)

sedikitRp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

2. Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanamansebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjaraseumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidanadenda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditambah 1/3 (sepertiga).

Dalam Pasal 113 undang-undang No 35 tahun 2009:

1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkanNarkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2. Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor,mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan Isebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuktanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanamanberatnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana denganpidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidanapenjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20(dua puluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3(sepertiga).

Menurut Pasal 114 undang - undang Nomor 35 tahun 2009:

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, ataumenyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana denganpidana penjara seumur hidup atau pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

1 dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2 Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual,membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan Isebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk

(45)

bukan tanamanberatnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidanamati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjarapaling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda maksimum.

(46)

BAB 3

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Data Anak yang Berkonflik Dengan Hukum

TABEL 1

REKAPITULASI DATA KASUS NARKOBA KHUSUS POLRESTABES MKS TAHUN 2016

JEN IS

TAHUN 2016

JML JA

N FE

B M AR

AP R

M EI

JU N

JU L

AG T

SE P

OK T

NO P

DE S

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

JTP (LP Mas uk)

17 35 19 40 21 19 16 31 28 30 36 292

PTP (Pen yele saia n)

17 16 17 31 25 41 12 21 22 31 26 259

JML TSK JML TSK JTP

22 45 27 53 28 27 17 41 46 37 45

388

JML TSK PTP

20 22 21 40 34 52 17 32 26 40 43 347

(47)

GO L.O NG AN BA ND AR

1 4 3 2 1 *

* * * * *

11

PEN GE DA R

9 27 12 30 16 14 6 12 10 26 20 182

PE MA KAI

12 14 12 21 11 13 11 29 36 11 25 195

BA RA NG BU KTI ECS TAS Y

1 33.

1/4 * 10

0 * * * * * * 2.1

/2 05

0 246.44 SAB

U SAB U

50 Ke cil 2 Se dan g 1

95 Pa ket Ke cil

= 1 Kg

83 Pa ket Ke cil

= 1 Kg

12 8 Pa ket Ke cil 3

16 Pa ket Be sar 94 Pa

80 Pa ket Ke cil

62 Pa ket Ke cil

1 Pa ket Se dan g 69

5 Pa ket Be sar 58 Pa

11 1 Pa ket Ke cil Sa

10 0 Sac h et kec il

897

(48)

Be sar

Pa ket Sd a ng 1 Pa ket Be sar

ket Ke cil

= 39 Kg

Pa ket Ke cil

ket Ke cil

bu Sa bu

UA

NG *

Rp .22 5.0 00

* Rp.

30.

00 0

* * * * * * * 255.00

0

GA NJA

* * * * 1 * *

3 lint ing

4 dos

ko pi 4 bat a ng GO

MA D RIL

* 3.7

35 * * * * * * * * * 3.735

TRA 1.1 * * 77 * * * * * * 1958

(49)

MA DO L

83 5

TH D

1.0

05 * * 49

8 * * * * * * 1503

JEN IS KEL AMI N LA KI- LA KI

20 39 26 48 24 23 17 38 46 36 40 357

PER EM PU AN

2 4 1 2 4 4 * 3 * 1 5 26

AN AK- AN AK

* 2 * 3 * * * * * * * 5

UM UR TSK 17

TH * 2 * 3 * * * * * 3 2 10

18-

20 1 * 4 3 4 2 2 5 6 5 2 34

(50)

TH 21- 25 TH

4 12 6 10 3 9 6 8 16 7 9 90

26- 30 TH

5 3 2 12 5 2 5 15 11 9 11 80

31 TH KE AT AS

12 28 15 25 16 14 4 13 13 13 21 174

PEN DID I KA N

SD 5 7 9 11 6 2 1 4 8 11 11 75

SLT

P 5 9 6 21 7 9 9 10 13 17 12 118

SLT

A 12 26 13 19 15 15 7 24 24 8 21 184

PT * 3 * 2 * 1 * 3 1 1 1 10

PEK ERJ AA N

PEL 1 * 2 * * * * * 1 * 4

(51)

AJA R MA HAS ISW A

2 2 1 * 2 * 2 1 1 * 11

PNS * * * 2 * * * * * -

SW AS TA

8 9 4 18 8 4 5 11 15 11 5 98

POL

RI * * * * * * * * * -

WIR A SW AS TA

3 11 9 7 10 3 1 8 7 7 15 82

TA NI/

NEL A YA N

* * 1 * * * 1 * * 2

BU R UH HA RIA N

4 6 8 12 5 6 7 7 11 6 8 80

Sumber :Polrestabes Makassar

Referensi

Dokumen terkait

terhadap kemampuan tendangan jarak jauh (Y) diperoleh dengan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi 0,602. Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,602 maka diperoleh

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaruh minat belajar terhadap hasil belajar matematika siswa, (2) untuk mengetahui pengaruh kehadiran siswa terhadap hasil

ANALISIS KOMPETENSI PEKERJA LULUSAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SEBAGAI IMPLEMENTASI PROGRAM PRAKTEK KERJA INDUSTRI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Capaian Pembelajaran : Memiliki kemampuan membuat, menganalisis, menyajikan rencana pembelajaran matematika serta mendemonstasikan pembelajaran sebaya untuk materi

Rasio lancar tahun 2002 sebesar 522% mengalami peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan tahun 2001 sebesar 147% sebagai tahun dasar. Hal ini terjadi karena hutang lancar

Dan nilai-nilai yang yang terkandung dari diadakannya pengajian kliwonan ini yaitu nilai sosial budaya yang dapat mempererat tali silaturrahmi antar masyarakat

Adapun komponen kebugaran jasmani meliputi : (1) Daya tahan jantung yaitu kemampuan jantung, paru menyuplai oksigen untuk kerja otot dalam waktu yang lama, (2) Kekuatan

Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan, maka kesimpulan pada penelitian ini adalah : (1) Untuk dimensi percaya diri berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa