• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PENGIRIMAN BARANG APABILA TERJADI KERUGIAN DALAM PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PENGIRIMAN BARANG APABILA TERJADI KERUGIAN DALAM PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PENGIRIMAN BARANG APABILA TERJADI KERUGIAN

DALAM PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu

Syarat Untuk Memperoleh Gelar strata1 (S1) Sarjana Hukum

Oleh :

DIAN ISLAMIATI 4515060014

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’ alaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya.

Sehingga penulis dapat merampungkan skripsi ini dengan judul “Analisis Hukum Pertanggugjawaban Perusahaan Pengiriman Barang Apabila Terjadi Kerugian Dalam Perjanjian Pengiriman Barang. Sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar sarjana Hukum (SH) strata satu (S-1) pada program studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bososwa Makassar.

Dengan rampungnya skripsi ini, tentunya tidak lepas dari sejumlah

dorongan dan dukungan baik moril maupu materil yang diberikan kepada penulis.

Tidak lupa pula penulis haurkan setulus jiwa, rasa terima kasih sedalam-dalamnya dan penghargaan atas segala bentuk dukungan, doa, dan restu kepada kedua orang tua tercinta, Muhammad H. Ismail dan Rukiyati M. Saleh yang telah menjadi alasan utama penulis semangat dalam penyelesaikan hasil penelitian ini, serta saudara-saudara penulis A.Azhar Tanwir, Andi Hamzah Fansury, Lili Alfi Syahraini, Nur Afida, Husnul Khatima, Nur Hikma, Emma Rahmadani, dan Ridwan terima kasih atas segala bentuk dukungan yang diberikan selama ini.

Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penulisan skripsi hingga tahap penyempurnaan skripsi penulis. Untuk itu penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada :

(6)

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H.M. Muhammad Saleh Pallu, M.Eng selaku Rektor Universitas Bosowa Makassar;

2. Bapak Dr. Ruslan Renggong, SH., MH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar;

3. Bapak Dr. Almusawir, SH., MH selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Bosowa Makassar;

4. Bapak Dr. Zulkifli Makkawaru SH., MH selaku Pembimbing I dan Ibu Andi Tira, SH., MH selaku Pembimbing II yang telah memberikan semangat, kritik dan saran bimbingan maupun arahan yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini;

5. Ibu Dr. Yulia A. Hasan, SH., MH dan ibu Dr. Hj. Kamsilaniah, SH., MH selaku penguji penulis, terima kasih untuk segala masukannya;

6. Segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar yang telah mendidik penulis selama di bangku perkuliahan;

7. Seluruh staf administrasi dalam lingkup Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar;

8. Kepada pihak PT. TIKI dan PT. Pos Indonesia yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripisi ini.

9. Kepada Sahabatku S2b yang tak pernah lelah memberikan semangat sehingga penulis dapat menyeleesaikan skipsi ini.

10. Kepada sahabat-sahabatku Lusiana adinda Putri, Sri Jumriani Lestari, dan Rizkih Amalia,Uifiah auliya utami terima kasih atas doa dan

(7)

dukungannya yang selalu menemani penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini

11. Seluruh teman-teman MPR 2015 Fakultas Hukum Universitas Bosowa khususnya teman-teman seperjuangan angkatan 2015 dan sahabat- sahabatku yng tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu. Terima kasih atas doa, kebersamaan, dukungan dan bantuan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

12. Buat teman-teman KKN angkatan ke- 45 khususnya tim KKN Tematik terima kasih atas pengalaman, dukungan, dan doanya sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini;

13. Kepada senior- senior yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu terima kasih atas bantuannya selama ini.

14. Keluarga Besar BEM, HIMAPSIH dan UKM MANUVER terima kasih atas kebersamaan, rasa persaudaraan dan kekeluargaannya selama masa perkuliahan.

15. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, motivasi, saran, petunjuk, dan doa selama proses penyusunan skripsi ini hingga selesai, terima kasih.

(8)

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat daan mapu

memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Makassar, April 2019 Penulis,

DIAN ISLAMIATI

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ………...……….…...…….. viii

DAFTAR TABEL... x

BAB 1 PENDAHULUAN ………..……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 5

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ……….. 5

1.4 Metode Penelitian ……… 6

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA ………..……… 9

2.1 Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pengiriman Barang ….. 9

2.1.1 Pengertian Perjanjian dan perjanjian pengiriman barang…. 9

2.1.2 Jenis Perjanjian ………. 12

2.1.3 Pengertian Perusahaan Pengiriman Barang, Barang Kiriman dan Barang………...…...…… 17

2.1.4 Wanprestasi ………..……….. 19

2.2 Tinjauan Umum Tentang Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang ....………..……….. 21

2.2.1 Pengertian Tanggung Jawab ………. 21

2.2.2 Prinsip-prinsip Tanggung jawab ………. 23

(10)

2.2.3 Tanggung Jawab Perusahaan dan Pengirim Barang … 28

2.2.4 Pihak-pihak Terkait dalam Pengiriman Barang …...…. 29

2.3 Tinjauan Umum Tentang Kerugian Terhadap Barang Kiriman .. 32

2.3.1 Pengertian Kerugian dan Ganti Kerugian ………... 32

2.3.2 Unsur Kerugian ……… 35

2.3.3 Bentuk Ganti Rugi……… 37

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……… 41

3.1.1 PT. Citra Van Titip Kilat (TIKI) ………..….. 41

3.1.2 PT. Pos Indonesia Cabang Makassar ………. 44

3.2 Pelayanan perusahaan pengiriman barang dalam hal terjadinya kerugian terhadap barang kiriman……… 46

3.3 Pelaksanaan Tanggungjawab Perusahaan pengirim barang dalam hal Terjadinya Kerugian Terhadap Barang Kiriman ………. 54

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan ……….. 71

4.2 Saran……… 72

DAFTRA PUSTAKA ………. 73

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pendapat responden terhadap pelayanan PT. POS Indonesia ………. 46 Tabel 2. Pendapat responden terhadap pelayanan PT. TIKI …………..………. 51 Tabel 3. Pendapat responden terhadap perusahaan yang sering mengalami

keterlambatan …...52 Table 4. Penggantian kerugian terhadap konsumen ……… 55 Table 5. Perusahaan bertanggungjawab mutlak atas kerugian yang terjadi saat pengiriman ..…... 62 Table 6. Pendapat responden mengenai pembayaran ganti rugi .……… 69

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis.

Memperlancar roda kehidupan perekonomian di Indonesia, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek terutama kehidupan bangsa dan negara. Disadari bahwa peranan transportasi dalam banyak segi kehidupan ini tercermin dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa angkutan orang serta barang. Hal itu dilakukan untuk memperlancar arus transportasi orang dan barang dari dan keseluruh pelosok tanah air, bahkan dari dalam negeri dan keluar negeri. Berdasarkan kenyataan tersebut banyak bermunculan perusahaan yang memberikan layanan jasa pengiriman barang.

Secara umum pengiriman barang adalah segala upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memberikan pelayanan jasa berupa pengiriman barang. Perusahaan penyedia jasa pengiriman barang sangat memegang peranan penting dalam proses pendistribusian barang, karena saat ini perusahaan pengiriman barang sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena dapat memudahkan setiap orang dalam mengirimkan barangnya dengan cepat dan tepat. Banyaknya sarana yang dapat digunakan untuk melakukan pengriman barang, pada akhirnya dapat membantu memudahkan masyarakat yang ingin mendistribusikan barangnya baik antar Provinsi, Kabupaten/Kota. Penyedia jasa pengriman

(13)

barang biasanya berbentuk perusahaan yang dibangun oleh badan usaha dan bergerak dalam bidang perdagangan jasa.

Perusahaan pengiriman barang dalam menjalankan tugasnya harus bertanggungjawab terhadap perjanjian yang telah disepakati antara perusahan pengiriman barang dan pengirim barang, karena dalam melakukan pendistribusian barang tidak selalu berjalan dengan lancar, ada saja persoalan yang menyebabkan terhambatnya proses pengiriman barang, seperti barang yang rusak, hilang hingga tidak sampai dengan waktu yang telah disepakati.

Dalam hal ini perusahaan melakukan wanprestasi dimana tidak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Maka, perusahaan bertanggungjawab kepada pengirim. Pengirim berhak meminta ganti rugi kepada pihak perusahaan atas kerugian akibat dari suatu perbuatan hukum atau peristiwa hukum.

Berdasarkan pasal 468 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) perusahaan menjanjikan untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahan. Perusaahn harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan itu akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya atau akibat kesalahan pengirim. Ia harus bertanggung jawab atas tindakan orang yang diperkerjakan, dan terhadap benda yang digunakan dalam pengiriman.

(14)

Pada prinsipnya perusahaan pengiriman barang berkewajiban mengganti kerugian yang dialami oleh pengirim barang. Adapun besaran kerugian akibat suatu perbuatan hukum. Dalam Pasal 1371 ayat (2) KUH Perdata menjelaskan bahwa: Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan”.

Menurut Pasal 1365 KUHPerdata bahwa seseorang baru dimintai pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Maksudnya kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Dalam Hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.

Kenyataan sekarang, telah banyak terjadi kasus kerugian yang dialami oleh sipenerima barang yang barangnya mengalami kerusakan, kehilangan dan keterlambatan yang disebabkan oleh kelalaian perusahaan pengirim barang yang tidak bertanggung jawab atas kelalaiannya yang menyebabkan seseorang mengalami kerugian. Hal ini termasuk yang terjadi di Makassar. (Kabar News Makasar Kamis 1 Juni 2017) Dalam kasus Makassar tersebut tergambar beberapa hal seperti kekecewaan pihak yang berhak menerima barang kiriman yang belum sampai di rumahnya padahal menggunakan layanan yes (1 hari sampai). Terjadi tarik menarik argumentasi dan alasan antara pihak perusahaan (melalui kurirnya) yang mengatakan telah mengantar barang kiriman ke rumah sipenerima barang tetapi tidak ada orang dirumah tersebut.

(15)

Penuturan pihak yang mestinya menerima barang (dalam hal ini keluarga sipengirim barang) bersikukuh belum menerima barang tersebut.

Lebih lanjut sipenerima barang mengaku jika dirinya sudah mencoba konfirmasi kembali berulang-ulang, menanyakan barangnya yang tak kunjung tiba. Sebab kalaupun keterlambatan hanya pada persoalan kurir, pihak managemen bisa menghubungi kurirnya untuk mengantar kembali ke rumah.

Tetapi alasan pihak ekpedisi, mereka tidak punya nomor handphone kurirnya.

Hal tersebut membuat sipenerima barang merasa kecewa karena barangnya takkunjung sampai. Apalagi pengiriman ini menggunakan layanan 1 hari sampai yang mesti diutamakan oleh pihak perusahaan.

Pada prinsipnya dalam proses pengiriman barang bisa saja disebabkan karena adanya unsur kesalahan dan keadaan memaksa (overmacht) dimana pengirim barang berhak meminta ganti rugi jika perusahaan mengalami kesalahan dalam pendistribusian apabila barang tersebut mengalami kerusakan, kehilangan, dan keterlambatan sedangkan unsur keadaan memaksa (overmacht) yaitu keadaan diluar kendali manusia yang telah terjadi setelah diadakannya perjanjian. sesuai dengan Pasal 1244 KUH Perdata bahwa terjadinya kerugian merupakan hak yang tak terduga oleh para pihak sebelumnya. Jika para pihak sudah dapat menduga sebelumnya akan adanya peristiwa tersebut, maka hak dan kewajiban terkait hal tersebut sudah dibahas oleh pihak si pengirim barang dan perusahaan pengiriman barang.

(16)

Perihal tanggungjawab perusahaan pengiriman barang penting untuk dianalisis dari segi hukum karena menyangkut perlindungan hukum pengirim barang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dijadikan dasar penelitian adalah sebagai berikut

1. Bagaimanakah pelayanan perusahaan pengiriman barang apabila terjadi kerugian terhadap barang kiriman?

2. Bagaimanakah pelaksanaan tanggungjawab perusahaan pengiriman barang apabila terjadi kerugian terhadap barang kiriman ?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian adalah :

a. Untuk mengetahui pelayanan perusahaan pengiriman barang dalam hal terjadinya kerugian terhadap barang kiriman.

b. Untuk mengetahui pelaksanaan tanggungjawab perusahaan dalam hal terjadinya kerugian terhadap barang kriman .

2. Manfaat Penelitian adalah :

a. Hasil penelitian ini diharapkan untuk memberikan sumbangsih pemikiran dalam ilmu hukum khususnya mengenai terlaksananya tanggungjawab perusahaan pengiriman barang apabila terjadi kerugian pada barang kiriman.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat pada umumnya dan para pencari keadilan khususnya

(17)

dalam hal tanggungjawab perusahaan pengiriman apabila barang kiriman mengalami kerugian

1.4 Metode Penelitian a. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian yaitu di PT. TIKI (Citra Van Titipan Kilat) dan PT. Pos Indonesia dengan dasar pertimbangan bahwa PT. TIKI dan Pos Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengiriman dan logistik yang banyak digunakan oleh warga di Kota Makasssar dan pernah menangani kasus berkaitan tanggungjawab perusahaan pengiriman barang yang terjadi kerugian terhadap barang kiriman

b. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu : a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

sumber asli atau pihak pertama.

b. Data Sekunder , yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran studi kepustakaan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, literature serta karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah dan objek penelitian yang diteliti.

(18)

2. Sumber Data

Adapun sumber data dari penulisan ini, yaitu:

a. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu sumber data yang diperoleh di lapangan melalui wawancara dari beberapa pihak yaitu pihak perusahaan TIKI dan Pos Indonesia dan konsumen . b. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu sumber data

yang diperoleh dari hasil mempelajari atau menelaah beberapa literatur dan sumber bacaan lainnya yang dapat mendukung penulisan skripsi ini.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Penelitian ini akan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Wawancara (Interview), yaitu, peneliti melakukan tanya jawab secara terstuktur kepada informan untuk menganalisis data primer tentang terlaksananya tanggungjawab perusahaan pengiriman barang. Adapun informan dalam penelitian ini adalah orang yang bertanggungjawab secara langsung dalam mengganti kerugian yaitu pimpinan perusahaan Perusahaan PT.

TIKI dan Pos. Indonesia

b. Kuesioner yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi pernyataan tertulis yang dilengkapi dengan jawaban kepada responden untuk dijawab.

(19)

4. Teknik Analisis Data

Semua data diperoleh dari hasil penelitian akan disusun dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif untuk selanjutnya data tersebut diuraikan secara deskiptif dengan cara menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.

Data yang diperoleh melalui kuesioner dianalisis dengan menggunakan table Ferekuensi P= f x 100%

n

Keterangan : P= Populasi F= Frekuensi N= Nominal

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjuan Umum Tentang Perjanjian Pengiriman Barang

2.1.1 Pengertian Perjanjian dan perjanjian pengiriman barang A. Pengertian Perjanjian

Secara umum dalam pasal 1313 KUH Perdata perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikat diri terhadap satu orang lain atau lebih. Selanjutanya pasal 1338 semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang di tentukan oleh undang-undang . persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Menurut Abdulkadir Muhammad perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Abdulkadir Muhammad juga menyatakan bahwa bukan hanya perjanjian dan undang-undang sumber hukum perikatan dapat juga berasal dari kesusilaan. (Abdulkadir Muhammad, 2004: 6).

Pasal 1313 KUHPerdata memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

1. Tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian

(21)

2. Tidak tampak asas konsensualisme 3. Bersifat dualisme.

Adapun syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata diatur mengenai syarat objektif dan syarat subjektif :

1. Syarat sah perjanjian

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW. Syarat sah perjanjian meliputi dua hal, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.

a. Syarat subjektif

Syarat subjektif adalah syarat yang berkaitan dengan subjek perjanjian. Syarat subjektif perjanjian meliputi:

1. Adanya kesepakatan/ izin (toesteming) kedua bela pihak.

Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara para pihak, yaitu persesuaian pernyataan kehendak antara kedua bela pihak, tidak ada paksaan dari lainnya.

2. Kedua bela pihak harus cakap bertindak

Cakap bertindak, yaitu kecakapan atau kemampuan kedua bela pihak untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang cakap atau wewenang adalah orang dewasa (berumur 21 tahun atau sudah menikah)

(22)

b. Syarat objektif

Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan objek perjanjian. Syarat objektif perjanjian meliputi, antara lain (1) objek perjanjian (2) sebab yang halal.

1. Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, sekurang-kuranngnya dapat ditentukan bahwa objek tertentu itu dapat berupa benda yang sekarang dan nanti akan ada, misalnya jumlah jenis dan bentuknya.

Objek perjanjian harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu :

a) Barang itu adalah barang yang dapat di perdagangkan;

b) Barang-barang yang digunakan untuk kepentingan umum antara lain, jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum;

c) Dapat ditentukan jenisnya; dan d) Barang yang akan datang.

2. Adanya sebab yang halal, dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal, artinya ada sebab-sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh peraturan, keamanan dan ketertiban, umum dan sebagainya.(Titik Triwulan, 2008: 224)

(23)

Akibat Hukum Perjanjian yang Sah

Prinsip utama dari hukum perjanjian menurut KUHPerdata adalah prinsip kebebasan berkontrak. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata. Segala perjanjian yang dibuat secara sah mengikuti seperti undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakannya. Perjanjian yang sah juga menimbulkan akibat hukum bagi para pihak berupa kewajiban untuk melaksanakan dengan itikad baik.

Melaksanakan apa yang menjadi hak disatu pihak dan kewajiban di pihak yang lain dari yang membuat perjanjian. Hakim yang berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila bertentangan dengan rasa keadilan, sehingga agar suatu perjanjian dapat dilaksanakan harus dilandasi dengan prinsip iktikad baik, prinsip kepatutan, kebiasaan, dan sesuai dengan undang-undang. Dimasukkannya itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian berarti kita harus menafsirkan perjanjian itu berdasarkan keadilan dan kepatutan (Handri Raharjo, 2009: 58).

2.1.2 Jenis Perjanjian

Menurut (Titik Triwulan Tutik,2008:230) perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, suatu perjanjian memiliki 7 (tujuh) jenis, diantaranya adalah:

1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak

Perjanjian timbale balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua bela pihak. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan

(24)

hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah dan lainnya.

2. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban

Perjanjian percuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan diantara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

3. Perjanjian Bernama dan Tidak Bernama

Perjanjian bernama termasuk dalam perjanjian khusus, yaitu perjanjian yang mempunyai nama sendri. Maksudnya, bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari- hari. Perjanjian bernama jumlahnya terbatas dan diatur dalam Bab V samapai Bab XVIII KUHPerdata. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas dan nama disesuikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan, dan lainnya.

4. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligator

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian obligator adalah

(25)

perjanjian yang menimbulkan perikatan. Artinya, sejak terjadi perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak.pentingnya perbedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan sebagai realisasi perjanjian, dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Rill

Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana diantara kedua bela pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (pasal 1338 KUH Perdata). Perjanjian rill adalah perjanjian disamping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya. Perbedaan antara perjanjian konsesnual dan rill ini adalah sisa dari hukum romawi yang untuk perjanjian-perjanjian tertentu diambil alih oleh hukum perdata.

6. Perjanjian Publik

Perjanjian publik adalah perjanjian yang sebagaimana atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta.

7. Perjanjian Campuran

Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang mnyewakan kamar tapi juga meyajikan makanan dan juga memberikan pelayanan.

(26)

Perjanjian dalam pengangkutan sesuai pada Pasal 468 KUHD menyatakan bahwa “Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahan. Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu. adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat di cegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu catat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakan dalam pengangkutan itu.

B. Perjanjian Pengirim Barang

Menurut Poerwosutjipto Perjanjian ekpedisi atau pengiriman barang adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang baik bagi pengirim, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar sejumlah provisi kepada ekspeditur. Berdasarkan perjanjian ekspedisi yang telah dikemukakan di atas, unsur- unsur dari suatu perjanjian ekspedisi yaitu:

1. Ada Pihak-pihak dalam perjanjian ekspedisi adalah ekspeditur sebagai pihak yang mencarikan pengangkut dan pengirim sebagai pemilik barang;

(27)

2. Ada persetujuan dari pihak–pihak itu Persetujuan dalam perjanjian ekspedisi adalah persetujuan untuk mencarikan pengangkut dalam rangka pengiriman barang;

3. Ada tujuan yang akan dicapai Tujuan perjanjian ekspedisi bagi pengirim adalah barang yang dikirim selamat sampai tujuan.

Sedangkan bagi ekspeditur adalah memperoleh keuntungan yang dibayar oleh pengirim agar perusahaannya dikenal oleh masyarakat luas;

4. Ada prestasi yang dilaksanakan Kewajiban ekspeditur adalah mencarikan pengangkut yang baik bagi pengirim dan melaksanakan segala urusan pengiriman barang. Sedangkan Hak ekspeditur adalah menerima provisi dari pengirim. Kewajiban pengirim adalah membayar provisi kepada ekspeditur dan berhak mendapatkan angkutan yang baik untuk barang-barangnya. Sehingga pengiriman tersebut berjalan lancar;

5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan Perjanjian ekspedisi tidak mengharuskan dilaksanakan tertulis, jadi dapat juga dilaksanakan secara lisan maupun tulisan berdasarkan kesepakatan pihakpihak.

Perjanjian ekspedisi yang dibuat oleh ekspeditur dengan pengirim barang harus tertuang dalam bentuk lisan maupun tulisan dan ada syarat–

syarat tertentu sebagai isi pelaksanaan perjanjian. Isi perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang–undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

(28)

2.1.3 Pengertian Perusahaan Pengirim Barang, Barang Kiriman dan Barang

a. Perusahaan Pengirim Barang

Perusahaan jasa pengiriman barang adalah perusahaan yang bergerak dibidang layanan pengiriman barang. Seperti yang kita ketahui bersama, pengiriman barang terjadi karena adanya kebutuhan untuk mengirimkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.

Biasanya pengiriman barang terjadi karena beberapa hal berikut ini:

• Adanya transaksi jual beli barang.

• Untuk mengisi kebutuhan barang di lokasi lain.

Subjek hukum Pengiriman Barang adalah pendukung hak dan kewajiban hukum. Subjek hukum pengiriman barang (ekpedisi) adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengiriman barang, mereka adalah pengririm, ekpeditur, pengangkut, dan penerima. Sedangkan objek hukum pengriman barang adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum pengririman barang (Hawani, 2010: 34).

Perjanjian yang mereka buat dalam melakukan proses pengiriman barang adalah perjanjian Ekspedisi sebagaimana dalam Pasal 86 KUHD bahwa Perjanjian ekspedisi merupakan perjanjian timbal balik antara ekspeditur yang mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut bagi pihak pengirim, dengan pihak pengirim

(29)

yang mengikatkan diri untuk membayar kepada Perusahaan Jasa Pengiriman Barang (Ekspeditur).

Pasal 87 dan 88 KUHD menyatakan bahwa “Ekspeditur harus menjamin pengirim dengan rapi dan secepatnya atas barang-barang dagangan dan barang-barang yang telah diterimanya untuk itu, dengan mengindahkan segala sarana yang dapat diambilnya untuk menjamin pengiriman barang baik”.

“Ekspeditur juga harus menanggung kerusakan atau kehilnagan barang-barang dagangan dan barang-barang sesudah pengiriman yang disebabkan oleh kesalahan atau keteledoran”.

b. Barang Kiriman

Barang kiriman adalah barang yang dikirm oleh pengirim tertentu dari suatu ke tempat yang lain.

c. Barang

Menurut pasal 449 KUHPerdata barang adalah tiap benda dan tiap hak yang menjadi objek dari hak milik. Pasal 4 UUPK barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

Prosedur Pengiriman Barang

a. Pengepakan Barang Kiriman Barang kiriman tersebut sebelum dikirim dikelompokkan dan di pak-pak sesuai dengan jenis barang

(30)

dan lokasi tujuan, ini mempermudah dalam pengiriman barang tersebut.

b. Pengecekan Barang Kiriman Setelah barang-barang di packing atau disusun menurut lokasi tujuan. Barang-barang tersebut harus di cek ulang kembali.

c. Penghantaran Barang Kiriman Pekerjaan pencatatan, pengepakan dan pengecekan barang-barang selesai dikerjakan. Maka barang tersebut dibawa oleh kendaraan yang telah disediakan pihak ekspedisi untuk dikirimkan ketempat tujuan. Ini dilakukan melalui transportasi baik darat maupun udara, sesuai dengan jangkauan dari kiriman tersebut.

d. Pengecekan Barang di Lokasi Pengiriman Sesampainya barang di lokasi pengiriman, barang tersebut harus dicek ulang. Tujuannya yaitu untuk melihat kembali barang yang dibawa. (Abdulkadir Muhammad,2008:58)

2.1.4 Wanprestasi

Wanprestasi atau tidak dipenuhinya janji dapat terjadi baik karna disengaja maupun tidak di sengaja. Pihak yang tidak disengaja wanprestasi ini dapat terjadi karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga karena terpaksa untuk tidak melakukan wanprestasi tersebut.

Wanprestasi dapat berupa:

a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi

(31)

b. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna c. Terlambat memenuhi prestasi

d. Melakukan apa yang didalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.

Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang wanprestasi) dirugikan, apalagi kalo pihak tersebut adalah pedagang maka bisa kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh karna pihak lain dirugikan dalam wanprestasi tersebut, pihak wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan:

1. Pembatalan kontrak (disetasi atau tidak disertai ganti rugi) 2. Pemenuhan kontrak (disertai atau tidak disertai ganti rugi)

Apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya, maka dinyatakan telah wanprestasi, artinya “tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan”. Hal ini berarti bahwa wanprestasi terjadi karena tidak dipenuhinya suatu perikatan. Perikatan menurut Pasal 1233 KUH Perdata, yang menentukan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena Undang undang. Dengan demikian, di samping perjanjian, Undang-undang juga dapat menimbulkan suatu perikatan. ( Ahmadi Miru, 2014:74)

(32)

2.2 Tinjauan Umum Tentang Tanggungjawab Perusahaan Pengiriman Barang

2.2.1 Pengertian Tanggungjawab

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Adapun tanggung jawab hukum merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Selain itu, Tanggung jawab hukum dapat juga diartikan sebagai suatu akibat lebih lanjut dari pelaksaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu. (Ridwan Halim,2001:20) .

Adapun dalam hukum perdata, tanggung jawab hukum berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum.

Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum

(33)

yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.

Berdasarkan hukum perdata dasar pertanggung jawaban dibagi menjadi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko, dengan demikian dikenal dengan pertanggung jawaban atas dasar kesalahan (lilability without based on fault) dan pertanggung jawaban tanpa kesalahan yang

dikenal (lilability without fault) yang dikenal Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena telah melakukan kesalahan yaitu merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko adalah bahwa konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung jawab sebagai risiko usahanya. (Abdulkadir Muhammad, 23:2008).

Purbacaraka (2010:37) berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak atau/dan melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan, setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yangn dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan.

(34)

2.2.2 Prinsip-prinsip Tanggung Jawab

Secara umum prinsip tanggungjawab dapat dibedakan sebagai berikut: (Celina Tri Siwi, 2017:92)

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (Fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata, Khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh.

Prinsip ini menyatakan bahwa, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHPerdata, lazim dikenal dengan pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhnya empat unsur pokok, yaitu:

1. Adanya perbuatan;

2. Adanya unsur kesalahan;

3. Adanya kerugian yang diderita;

4. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

Dalam Pasal 1366 dijelaskan bahwa “setiap orang bertanggung jawab bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya”. Maksudnya seseorang dimintai

(35)

pertanggungjawaban yang diakibatkan oleh kesalahan karena kelalaian (onrechtmatigenalaten).

Perkara yang perlu diperjelas dalam prinsip ini, yang sebenranya juga berlaku umum untuk prinsip lainnya adalah defenisi tentang subjek pelaku kesalahan (Pasal 1367 KUHPerdata). Dalam doktrin hukum dikenal dengan asas vicarious liability dan corporate liability, mengandung pengertian, majikan bertanggung jawab atas kerugian pihak lain yang ditimbulkan oleh orang-orang/ karyawan yang berada dibawah pengawasan.

Dalam pasal 1367 dijelaskan bahwa “seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatan sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.

b. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu bertanggungjawab (presumpion of liability principle), sampai ia dapat membuktikan dia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada sitergugat. Dalam hukum pengangkutan, khususnya pengangkutan udara, prinsip bertanggung jawab ini pernah diakui, sebagaimana dapat dilihat dalam pasal 17, 18 ayat (1), pasal 19 jo. Pasal 20 konversi warsawa 1929 atau pasal 24, 25, 28 jo. Pasal 9 ordonasi pengangkutan udara No. 100 tahun 1939.

(36)

Berkaitan dengan prinsip bertanggung jawab ini, dalam doktrin hukum pengangkutan khususnya, dikenal empat variasi:

a. Pengangkut dapat membebaskan diri dalam tanggung jawab kalau ia dapat membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal-hal diluar kekuasaannya.

b. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika dia dapat membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk meghindari timbulnya kerugian.

c. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika dia dapat membuktikan kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya.

d. Pengangkut tidak bertanggungjawab jika kerugian ditimbulakn oleh kesalahan/kelalaian penumpang atau karena kualitas/ mutu barang yang diangkut tidak baik.

Dasar pemikiran dari teori pembalikan beban pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tetntu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocence) yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada dipihak pelaku usaha yang digugat. (Celina, 2017:

95)

(37)

c. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab

Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara akal sehat (common sense) dapat dibenarkan.

d. Prinsip tanggung jawab mutlak

Prinsip taggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas.

Ada pendapat yang menyatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sengaja sebagai factor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan tidak dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya dalam keadaan force majeur. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.

Menurut R.C. Hoeber et.al., (Celine Tri Siwi,2017:97) biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena : 1. Tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya

kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks;

(38)

2. Diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu- waktu ada gugatan atau kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya;

3. Asas ini dapat memaksa produsen lebih hati-hati.

Variasi yang sedikit berbeda dalam penerapan tanggung jawab mutlak terletak pada risk liability. Dalam risk liability, kewajiban mengganti rugi dibenakan kepada pihak yang menimbulkan resiko adanya kerugian itu. Namun, penggugat (konsumen) tetap diberikan beban pembuktian, walaupun tidak sebesar si tergugat. Dalam hal ini, hanya perlu membuktikan adanya hubungan kasuslitas antara perbuatan pelaku usaha dan kerugian yang dideritanya.

e. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.

Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.

(39)

2.2.3 Tanggungjawab Perusahaan Pengiriman Barang

Pengiriman barang adalah pihak pihak yang berkepentingan dan secara langsung yang terkait dalam perjanjian pengiriman barang, karena kedudukan sebagai pihak dalam perjanjian. Dalam KUHD tidak terdapat defenisi secara umum mengenai pengiriman barang, tetapi dianalisis dari perjanjian pengiriman barang, pengiriman barang adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar provisi atau barang yang dikirim.

Dalam pengiriman barang perusahaan berkewajiban untuk kesediaan membayar ganti kerugian kepada pengirim atau penerima atau pihak ketiga yang timbul akibat penyelenggaraan pengangkutan menurut undang-undang atau perjanjian. Pertanggungjawaban bukan saja hanya dilakukan oleh perusahaan tetapi pengirim juga harus memperhatikan hal-hal yang telah ditentukan oleh perusahaan jangan sampai barang yang dikirim adalah barang pecah belah tetapi hanya dikemas dengan kemasan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.

Dalam hal ini terdapat beberapa pengertian menurut para ahli mengenai pengirim barang.

Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian pengangkutan untuk dapat membayar biaya angkutan atas barang yang diangkut. Pengirim yang tidak mengambil barangnya dari tempat penyimpanan yang ditetapkan dalam jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan biaya penyimpanan barang. Apabila ada keterlambatan pemberangkatan oleh pengangkut, pengangkut wajib membayar ganti

(40)

rugi sejumlah biaya angkut yang telah dibayar oleh pengirim. Ciri dan karakteristik pengirim, antara lain:

• Pemilik barang yang berstatus pihak dalam perjanjian.

• Membayar biaya angkutan.

• Pemegang dokumen angkutan.

( Winda Budiarti Pakambangan, 2016:17)

2.2.4 Pihak-pihak yang terkait dalam Pengiriman Barang

KUHD maupun KUHPPerdata tidak mengatur definisi pengirim secara umum. Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar itu berhak memperoleh pelayanan pengangkutan dari pengangkut.

1. Pengirim adalah orang yang mengirim; orang yang menyampaikan. Pengirim dapat berstatus sebagai pemilik barang sendiri atau orang lain yang bertindak atas nama pemilik barang.

Selain itu pengirim dapat juga berstatus sebagai penjual dalam perjanjian jual beli yang berkewajiban menyerahkan barang melalui jasa pengangkutan. Pengirim dapat juga berstatus sebagai manusia pribadi, perusahaan perseorangan atau sebagai perusahaan badan hukum atau bukan badan hukum.

Berdasarkan uraian di atas, pengirim adalah pemilik barang yang memberikan kuasa kepada ekspeditur untuk menyelenggarakan urusan pengiriman barang dan bertindak sebagai pemegang dokumen

(41)

angkutan serta membayar biaya pengiriman kepada ekspeditur.

(http://kamusbahasaindonesia.org/pengirim)

2. Ekspeditur adalah pengusaha yang menjalankan perusahaan persekutuan badan hukum dalam bidang usaha ekspedisi muatan barang. ekspeditur mengurus berbagai macam dokumen yang diperlukan guna memasukkan atau mengeluarkan barang.

Ekspeditur adalah seorang perantara yang bersedia untuk mencarikan pengangkut yang baik bagi seorang pengirim.

Ekspeditur adalah mereka yang berusaha menyelenggarakan angkutan orang lain atas nama sendiri atau tidak atas nama sendiri, bertanggung jawab atas pengiriman yang harus dilaksanakan sebaik mungkin dan segera dan atas mereka yang disuruhnya. (Abdulkadir Muhammad, 2008: 36)

3. Pengangkut adalah Badan Usaha Angkutan Udara, pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga. berdasarkan ketentuan Undang- Undang Tentang Penerbangan, dan/atau badan usaha selain Badan Usaha Angkutan Udara yang memuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga. Dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk meyelenggarakan pengangkutan orang atau barang.

Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk mengangkut barang dan menerima bayaran dari pengirim.

(42)

Pengangkut dapat melakukan pengiriman barang sendiri atau menunjuk pihak lain untuk mengangkut barang milik pengirim.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan pengangkut adalah perusahaan penerbangan yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugasnya sebagai pengangkut barang.

4. Penerima barang adalah pihak yang dituju oleh pengirim barang, dapat berbentuk perusahaan maupun perorangan yang telah mengadakan perjanjian jual beli atau kepentingan lainnya.

Dalam KUHD tidak terdapat definisi secara umum mengenai penerima barang. Dilihat dari perjanjian ekspedisi, penerima barang adalah pihak yang tidak mengikatkan diri pada pengangkut, tetapi dapat saja telah mengadakan perjanjian dengan pengirim barang.

Penerima adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan atau perseorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang;

2. Dibuktikan dengan penguasaan dokumen angkutan;

3. Membayar atau tanpa membayar biaya angkutan. (Abdulkadir Muhammad, 2008: 77)

(43)

2.3 Tinjauan Umum Tentang Kerugian dan Ganti Kerugian Terhadap Barang Kiriman

2.3.1 Pengertian Kerugian dan Ganti Kerugian a. Pengertian kerugian

Kerugian menurut Nieuwenhuis adalah berkuranya harta kekayaan pihak yang satu yang disebapkan oleh perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma atau pihak lain kerugian yang diderita seseorang dibagi atas dua bagian yaitu kerugian yang menimpa seseorang. Sementara itu, kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian yang nyata yang dialami serta kehilangan keuntungan diharapkan. Walaupun kerugian dapat berupa kerugian atas diri (fisik) seseorang atau kerugian yang menimpa harta benda, akan tetap jika dikaitkan dengan ganti rugi, keduanya dapat dinilai dengan uang (harta kekayaan). Demikian pula karna kerugian harta benda dapat pula berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan.

Dalam menentukan besaran ganti rugi yang harus dibayar pada dasarnya harus berpegang pada asas bahwa ganti rugi yang harus dibayar sedapat mungkin membuat pihak yang lain rugi yang harus dibayar sedapat mungkin membuat pihak yang rugi dikembalikan pada kedudukan semula seandainya tidak terjadi kerugian, atau dengan kata lain,ganti rugi menempatkan sejauh mungkin orang yang dirugikan dalam kedudukan yang seharusnya

(44)

andai kata perjanjian dilaksanakan secara baik atau tidak terjadi perbuatan melanggar hukum (Ahmadi Miru, 2014:80).

Tindakan kerugian dapat berdampak pada si pengirim barang sehingga perusahaan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan:

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUHPerdata mengatakan: “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesemberonoannya”.

Perusahaan pengiriman barang sering mengalami masalah dalam peditribusian barang yang cukup fatal yang disebabkan oleh kelalaian perusahaan itu sendiri. Hal yang biasa terjadi jika pihak perusahaan lalai atau tidak berhati-hati mengirimkan barangnya.

Dalam proses pengiriman barang sewaktu-waktu biasa terjadi kerusakan, kehilangan bahkan keterlambatan.

1. Kehilangan

Kehilangan adalah suatu keadaan dimana tidak ada lagi terlihat atau lenyapnya suatu barang

2. Kerusakan

(45)

Kerusakan adalah tidak sempurnanya barang atau suatu komponen tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

3. Keterlambatan

Dalam melakukan pengiriman barang ketetapan waktu adalah faktor yang harus diperhatikan, Karena sangat penting mengingat ketepatan waktu sampainya barang yang telah dipesan harus segera mungkin sampai sehinggga dapat meningkatkan pelanggan itu sendiri pada saat pengriman barang. Apabila tidak sesuai waktu yang telah disepakati atau terjadi keterlambatan dalam pengriman barang, pelanggan akan merasan kekecewaan terhadap jasa pengriman barang karena terjadi faktor keterlambatan.

Dalam Undang-undang No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan pasal 1 angka 30 menyatakan: Keterlambatan adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan”.

a. Pengertian Ganti Kerugian

Ganti kerugian adalah hak seseorang untuk pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karna kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

(46)

Pasal 1307 KUH Perdata mengenai ganti rugi “Penetapan hukuman dimaksudkan sebagai ganti penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang diderita karena tidak dipenuhi perikatan pokok. Ia tidak dapat menuntut utang pokok dan hukumannya bersama-sama, kecuali jika hukuman itu ditetapkan hanya untuk terlambatnya pemenuhan”.

Berdasarkan pasal di atas diketahui mengenai penetapan hukuman sebagai ganti kerugian karena tidak dipenuhinya prestasi.

Ganti kerugian dalam hal ini selalu berupa uang, dengan demikian ancaman hukuman yang di maksud berupa ancaman pembayaran dan denda (Titik Triwulan Titik,2008, 221).

Disamping itu perihal ganti rugi atas barang yang hilang tersebut diperjelas dalam pasal 193 UU No. 22 Tahun 2009 yang berbunyi “Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengirim.

2.3.2 Unsur-Unsur Kerugian

Perbuatan melawan hukum di atur dalam pasal 1356 KUH Perdata:

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

(47)

Dari bunyi Pasal tersebut, maka dapat ditarik unsur-unsur PMH sebagai berikut:

1. ada perbuatan melawan hukum;

2. ada kesalahan;

3. ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan;

4. ada kerugian.

Kesalahan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan. Kesengajaan maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu konsekuensi dari perbuatannya itu akan merugikan orang lain. Jika suatu barang mengalami kerusakan dan kehilangan maka perusahaan berhak mengganti rugi baik dengan uang maupun berupa barang

Sesuai dengan pasal 1366 KUHPerdata mengatakan: Setiap orang bertanggung jawab bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan- perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesemberonoan.

Sedangkan kealpaan berarti ada perbuatan mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan, atau tidak berhati-hati atau teliti sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain.Namun demikian adakalanya suatu keadaan tertentu dapat meniadakan unsur kesalahan, misalnya dalam hal keadaan memaksa (overmacht). Pada pasal 1244-1245 KUH Perdata mengatur mengenai keadaan memaksa. Pasal 1244 “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. Bila iya dapat membuktikan

(48)

bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. Walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya”. Pasal 1245 yaitu tidak ada penggantian biaya. Kerugian dan bunga. Bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, karena terhalang untuk melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya”.

2.3.3 Bentuk Ganti Rugi

Ganti rugi merupakan kompensasi yang harus dibayarkan oleh pelanggan terhadap kerugian yang timbul akibat tindakan anti persaingan yang dilakukannya. Besar kecilnya ganti rugi ditetapkan berdasarkan pada pembuktian kerugian senyatanya oleh pelaku usaha yang merasa dirugikan.

Dalam ilmu hukum, pengertian ganti rugi dapat dibedakan kedalam beberapa kategori, yaitu:

1. Ganti rugi nominal, yaitu ganti rugi berupa pemberian sejumlah uang, meskipun kerugian sebenarnya tidak bisa dihitung dengan uang, bahkan tidak ada kerugian materil sama sekali.

2. Ganti rugi penghukuman, yaitu suatu ganti rugi dalam jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya.

3. Ganti rugi actual, yaitu kerugian yang benar-benar diderita secara actual dan dapat dihitung dengan mudah sampai kenilai rupiah.

4. Ganti rugi campur aduk, yaitu suatu variasi dari berbagai taktik dimana pihak krediur berusaha untuk memperbesar haknya jika pihak debitur

(49)

wanprestasi/menghapus kewajibannya jika digugat oleh pihak lain dalam kontrak tersebut (Susanti Adi Nugroho,2012:566).

Perusahaan pengiriman barang berhak melakukan ganti rugi apabila terjadi kerugian dalam hal ini keruskaan, kehilangan dan keterlambatan barang. Pasal 246 KUH Dagang “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap pertanggungan dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapatkan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa tidak pasti”.

Pasal 1236 KUHPerdata: si berutang adalah wajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang, apabia ia telah membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebendannya, atau telah tidak merawat sepatutnya guna menyelamatkannya.

Pasal 1243 KUHPerdata mengatakan: Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukanya.

(50)

2.4 Pelayanan Perusahaan Pengiriman Barang

konsumen adalah nyawa dari perusahaan karena itu perusahaan harus memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Layanan yang baik menjadi salah satu syarat kesuksesan dalam perusahaan. Kualitas pelayanan sering diartikan sebagai perbandingan antara layanan yang diharapkan dengan layanan yang diterima secara nyata. Layanan (service) adalah sebuah kegiatan, manfaat, atau kepuasan untuk diberikan yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Kualitas pelayanan merupakan komponen penting dalam persepsi konsumen, juga sangat penting dalam pengaruhnya terhadap kepuasan konsumen. Semakin baik kualitas maka jasa yang diberikan maka akan semakin baik pula citra jasa tersebut dimata konsumen.

Terdapat lima dimensi kualitas pelayanan (Tjiptono, Chandra dan Adriana:2008), sebagai berikut

a. Reliability (keandalan), kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat.

b. Responsiveness (ketanggapan), kesediaan membantu konsumen dan memberikan jasa dengan cepat.

c. Assurance (jaminan), pengetahuan dan kesopanan serta kemampuan mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.

(51)

d. Empathy (empati), kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masing-masing konsumen.

e. Tangibles (benda berwujud), penampilan fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan perusahaan pengiriman barang adalah suatu tingkat sejauh mana kemampuan pelayanan perusahaan dapat memenuhi harapan konsumen. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kemampuan pelayanan menyebabkan tingkat ketidak puasan konsumen semakin besar pula.

(52)

BAB 3

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini peneliti akan menyajikan hasil penelitian hasil penelitian mengenai tanggungjawab perusahaan pengiriman barang apabila terjadi kerugian dalam perjanjian pengiriman barang. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 1 bulan yaitu pada tanggal 11 Februari 2019 sampai 15 Maret 2019 yang meliputi persiapan, wawancara, pengumpulan data. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara dan kuesioner dengan menggunakan pedoman wawancara dan pedoman kuesioner.

3.1 Gambaran Umum lokasi Penelitian 3.1.1 PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI)

a. Deskipsi PT. Tiki

PT. TIKI yang bernama resmi Citra Van Titipan Kilat berdiri pada tanggal 1 September 1970 oleh Soeprapto dan Ny Nuraini Soeprapto yang juga bertindak sebagai pemegang saham. Sejak 1972, aktivitas bisnis TIKI hanya menjangkau kota Pangkal Pinang (Sumatera), Semarang (Jawa Tengah), dan Surabaya (Jawa Timur) dengan sejumlah armada dan personil yang sangat terbatas. Pada tahun 1972 ini, perusahaan melakukan restrukturisasi manajemen dengan bekerja sama dengan Alm Irawan Saputra, Gideon Wiraseputra dan Raphael Rusmadi yang kemudian menjadi pemegang saham. TIKI menjadi semakin kuat dan telah membangung banyak cabang di seluruh provinsi. Dalam jangka waktu satu setengah tahun, TIKI telah mampu melayani seluruh pelosok negeri. Untuk

(53)

menjamin kualitas terbaik, saat ini TIKI telah memiliki lebih dari 800 titik pelayanan yang mampu menjangkau berbagai pelosok dalam negeri maupun luar negeri. Dengan dukungan ribuan personil terlatih dan armada transportasi yang mampu menjangkau seluruh wilayah kepulauan, TIKI telah menjadi pemimpin dalam industri jasa pengiriman udara di Indonesia. Dengan semakin berkembangnya TIKI dan semakin tumbuh kepercayaan masyarakat akan TIKI serta untuk melayani segala kebutuhan masyarakat akan 1 Dokumen, PT. Citra Van Titipan Kilat, 14 kebutuhan dalam industri jasa titipan dan cargo, maka TIKI berkembang mendirikan beberapa anak perusahaan TIKI sebagai bagian dari TIKI Group, yaitu:

1. TKS (Titipan Kilat Soeprapto) bergerak dibidang cargo.

2. TIKITA (TIKI Wisata) bergerak dibidang travel dan wisata.

3. TIKINDO (TIKI Logistik) bergerak dibidang layanan logistik.

Sebagai perintis usaha & pionir yang sangat berpengalaman di bidangnya, TIKI selalu berupaya mengerti dan melayani sepenuh hati dengan mewujudkan harapan pelanggan akan keamanan, fasilitas, efektivitas, efisiensi dan tanggung jawab dalam menangani setiap pengiriman barang.

b. Visi dan Misi PT. Tiki

Di dalam mencapai tujuannya guna mengembangkan usaha PT. TIKI mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut:

1. Visi Menjadi yang terbaik dalam jasa pengiriman barang yang tercermin pada system professional manajemen TIKI dan menjadi azas-azas yang melandasi filosofi TIKI yaitu:

(54)

a) Kualitas dan Loyalitas sumber daya manusia merupakan kunci sukses dalam menjalankan usaha.

b) Menciptakan bentuk layanan yang inovatif dan berorientasi kepada kebutuhan pelanggan.

c) Penggunaan teknologi modern dan komputerisasi merupakan syarat mutlak dalam menjalankan roda usaha.

d) Kepuasan pelanggan, mitra usaha, pemerintah dan masyarakat umum sangat diutamakan.

2. Misi Turut mensukseskan kegiatan usaha pelanggan dengan menghemat waktu, biaya serta meningkatkan kerja usaha mereka melalui layana jasa titipan yang cepat, aman dan bertanggung jawab.

Sasaran kami untuk menjadi yang terbaik dalam jasa titipan kilat tercermin pada sistem manajemen professional baru TIKI, maupun pada azas-azas yang melandasi filosofi TIKI yaitu :

a. Sistem desentralisasi manajemen, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab kepada tingkat bawah akan membawa hasil positif dalam mencapai tujuan perusahaan.

b. Pertumbuhan perusahaan berkaitan dengan bentuk layanan yang berorientasi kepada kebutuhan pelanggan.

c. Kepuasan para pelanggan, karyawan, mitra usaha, pemerintah, masyarakat dan pemegang saham sangat diutamakan.

(55)

c. Letak lokasi Penelitian

Letak yang strategis sangat menguntungkan bagi TIKI, dimana lokasinya berada di tengah-tengah pusat perkantoran yang mendukung sehingga TIKI mudah dicapai oleh kalangan masyarakat. TIKI memiliki perkantoran yang sangat layak untuk sebuah kantor jasa ekpedisi. Berlokasi di Jl. Boulevard No. 14-15, Masalale, Panakukang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dan memiliki beberapa agen pembantu. Pilihan letak perusahaan merupakan hal penting sehingga perlu diperhitungkan beberapa aspek yang mempengaruhinya, demi memperlancar proses produksi dan pemasaran.

3.1.2 PT. Pos Indonesia (Persero) a. Deskipsi PT. Pos Kota Makassar

Pos Indonesia merupakan sebuah badan usaha milik negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang layanan pos. Saat ini, bentuk badan usaha Pos Indonesia merupakan perseroan terbatas dan sering disebut dengan PT. Pos Indonesia. Bentuk usaha Pos Indonesia ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1995. Peraturan Pemerintah tersebut berisi tentang pengalihan bentuk awal Pos Indonesia yang berupa perusahaan umum (perum) menjadi sebuah perusahaan (persero).Berdiri pada tahun 1746, saham Pos Indonesia sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Saat ini Pos Indonesia tidak hanya melayani jasa pos dan kurir, tetapi juga jasa keuangan, yang didukung oleh titik jaringan sebanyak ± 4.000 kantor pos dan 28.000 Agen Pos yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dalam melaksanakan pelayanan pos di Indonesia, Pos Indonesia membagi wilayah negara Indonesia

(56)

sebelas daerah atau divisi regional dalam pengoperasiannya. Pembagian divisi- divisi tersebut mencakup semua provinsi yang ada di Indonesia. Setiap divisi meliputi satu atau beberapa provinsi yang menjadi bagian dari divisi tersebut. Di antaranya kota Makassar Regional X Pusat Makassar (meliputi Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku dan Maluku Utara). PT. Pos terletak di pusat kota tepatnya di Slamet Riyadi no.10 Makassar kelurahan Bulogading, Kecamatan Ujungpandangm, Kota Makassar, Propinsi Sulawesi selatan yang berada persis di belakang Benteng Fort Roterdam.

b. Visi dan Misi PT. Pos

Visi PT. Pos Indonesia memiliki visi:

a. Menjadi Perusahaan pos terpercaya

Misi PT. Pos Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Berkotmitmen kepada pelanggan untuk menyediakan layanan yang selalu tepat waktu dan nilai terbaik.

b. Berkomitmen kepada karyawan untuk memberikan iklim kerja yang aman, nyaman dan menghargai kontribusi.

c. Berkomitmen kepada pemegang saham untuk memberikan hasil usaha yang menguntungkan dan terus bertumbuh.

d. Berkomitmen untuk berkontribusi positif kepada masyarakat.

e. Berkomitmen untuk berperilaku transparan dan terpercaya kepada seluruh pemangku kepentingan.

(57)

3.2 Pelayanan Perusahaan Pengiriman Barang Dalam Hal Terjadinya Kerugian Terhadap Barang Kiriman

Jasa pengiriman barang semakin dibutuhkan oleh masyarakat, salah satunya dikarenakan maraknya belanja dan transaksi online menggunakan internet. Maka tak heran jika makin banyak perusahaan jasa di bidang ini yang ditemui. Masing- masing menyajikan kelebihan dan layanan yang kompetitif. Namun selain untuk keperluan belanja online, ternyata jasa dalam bidang pengiriman barang tersebut memiliki manfaat yang lebih luas. Tentunya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, bukan hanya pengiriman di dalam negeri namun juga internasional. Hal ini juga senada dengan hasil Kusioner yang diolah dibawah ini:

a. Pelayanan PT. Pos indonesia

Tabel 1

Pendapat Responden Terhadap Pelayanan PT. Pos Indonesia Dalam Mengirim Barang

N: 50

Klasifikasi Frekuensi Persentasi

Sangat Baik 31 62

Baik 18 36

Tidak Baik 0 0

SangatTidak Baik 1 2

Jumlah 50 100

Sumber: Hasil olah data primer, sumber data primer 2019

Berdasarkan tabel di atas diperoleh data 31 responden (62%) memilih sangat baik, 18 responden (36%) memilih baik, tidak ada responden yang memilih tidak baik dan ada 1 (2%) responden yang memilih sangat tidak setuju. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan pengiriman barang sangat

Referensi

Dokumen terkait

(1) Penyuluh kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, berperan sebagai pendamping kelompok tani hutan dalam pelaksanaan pembangunan UPPK sesuai dengan

Citra Raya Boulevard Blok V.00/08 Sek.. Lengkong

Pada penelitian ini, tegangan motor induksi 3 fasa 380 V di ubah menjadi 80 V dengan cara menggulung ulang motor dan menjadi dua kecepatan yaitu 750 rpm dan 1500 rpm,

lengkap tentang duniannya. Persepsi kualitas dapat didefi isikan sebagai persepsi pelanggan terhadap kualitas produk secara keseluruhan berkenaan dengan maksud yang

“ Sistem Manajerial Badan Amil Zakat dalam Pendayagunaan Zakat (Studi.. Kasus: BAZ Kecamatan Ciawigebang Kabupaten Kuningan) ” layak untuk.. dilakukan karena

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara intensitas penggunaan media sosial Instagram dan materialisme pada remaja2. Hal ini

[r]

Joseph A Devito mendefinisikan komunikasi interpersonal (antar pribadi) sebagai “proses pengiriman pesan-pesan antara dua orang atau lebih diantara sekelompok kecil