• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL DENGAN INTERAKSI SOSIAL DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 SEYEGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL DENGAN INTERAKSI SOSIAL DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 SEYEGAN."

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL DENGAN INTERAKSI SOSIAL DI SEKOLAH

PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 SEYEGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Iriena Nurfadhilah NIM. 11104244001

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

(4)
(5)

v

MOTTO

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah (perbaiki hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah kepada Allah SWT,

supaya kamu mendapat rahmat”.

(terjemahan Q.S. Al-Hujarat: 10)

Orang yang kuat bukanlah orang yang hebat dalam bertengkar, sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan emosi ketika harus marah.

(HR. Bukhari)

“Tidak ada yang dapat mengubah takdir kecuali doa dan usaha. Kamu bisa ketika kamu percaya bahwa kamu bisa, tetaplah berfikir positif terhadap kemampuan diri

sendiri dan selalu berhusnudzon terhadap ketentuan Allah SWT”.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk:

1. Bapak, Ibu dan kakak tercinta, terimakasih atas kasih sayang dan segalanya

yang telah diberikan untukku.

(7)

vii

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL DENGAN INTERAKSI SOSIAL DI SEKOLAH

PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 SEYEGAN

Oleh Iriena Nurfadhilah NIM. 11104244001

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif dan signifikan (1) kecerdasan emosional dengan interaksi sosial di sekolah, (2) keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah, dan (3) kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan.

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK N 1 Seyegan dengan populasi sebesar 399 siswa. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 120 siswa dengan teknik proportional random sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala, yaitu skala kecerdasan emosional, keterampilan interpersonal dan interaksi sosial di sekolah. Validitas instrumen menggunakan expert jugdement dan uji coba instrumen dengan penentuan gugur atau tidaknya item dengan rumus product moment. Reliabilitas instrumen diukur menggunakan alpha cronbach

dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,9 pada skala kecerdasan emosional, 0,882 pada skala keterampilan interpersonal dan 0,877 pada skala interaksi sosial di sekolah. Analisis data menggunakan teknik korelasi product moment dan korelasi ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan (1) kecerdasan emosional dengan interaksi sosial di sekolah dengan koefisien korelasi sebesar 0,416, (2) keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah dengan koefisien korelasi sebesar 0,656, dan (3) kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah dengan koefisien korelasi sebesar 0,657. Pada penelitian ini kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal memberikan kontribusi pada interaksi sosial di sekolah sebesar 43,1 %.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, serta kasih sayang yang berlimpah sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan

Kecerdasan Emosional dan Keterampilan Interpersonal dengan Interaksi Sosial di Sekolah Pada Siswa Kelas XI SMK N 1 Seyegan” ini dengan baik.

Penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan, do’a dan dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat meminimalisir segala keterbatasan, kekurangan dan memperlancar penulisan. Oleh karena itu penulis haturkan terima

kasih setulusnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberi

kesempatan bagi peneliti untuk menempuh dan menyelesaikan studi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan fasilitas kemudahan dan izin penelitian.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan saran dan masukan terutama dalam pemilihan judul penelitian.

4. Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si dan Bapak Sugiyanto, M.Pd, dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, nasihat

serta masukan yang sangat berarti terhadap penelitian ini.

5. Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si., dosen pembimbing akademik yang penuh kesabaran mendampingi dan membimbing menjalani masa studi.

(9)

ix

7. Guru-guru SMK N 1 Seyegan yang telah membantu selama proses penelitian.

8. Siswa kelas XI SMK N 1 Seyegan yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi responden penelitian.

9. Sahabat tercinta Ghassani dan Dinar yang telah membantu proses penelitian. Dini, Hesti, Dita, Tya yang tak pernah lelah mengingatkan, memberi semangat serta do’a. Ruly Ningsih dan Fenny yang telah membantu

penyelesaian skripsi ini. Serta seluruh teman-teman mahasiswa BK kelas C angkatan 2011, mengajarkan saya arti bersyukur.

10.Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Demikian, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 22 September 2015

(10)

x 1. Pengertian Kecerdasan Emosional ... 15

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional ... 17

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ... 21

4. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional ... 23

5. Cara Pengukuran Kecerdasan Emosional ... 26

(11)

xi

2. Aspek-aspek Keterampilan Interpersonal ... 28

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Interpesonal .. 32

4. Upaya Meningkatkan Keterampilan Interpersonal ... 35

5. Cara Pengukuran Keterampilan Interpersonal ... 38

C. Kajian Interaksi Sosial di Sekolah 1. Pengertian Interaksi Sosial di Sekolah ... 38

2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial di Sekolah... 40

3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial di Sekolah ... 43

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial di Sekolah . 46 5. Cara Pengukuran Interaksi Sosial di Sekolah ... 50

D. Siswa SMK Sebagai Remaja 1. Pengertian Remaja ... 50

2. Ciri-ciri Remaja ... 52

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 55

4. Perkembangan Emosi Remaja... 56

5. Perkembangan Sosial Remaja ... 58

E. Kerangka Berfikir... 60

E. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian ... 69

2. Sampel Penelitian ... 69

F. Definisi Operasional 1. Kecerdasan Emosional ... 71

2. Keterampilan Interpersonal ... 72

3. Interaksi Sosial di Sekolah ... 72

(12)

xii H. Instrumen Penelitian

1. Skala Kecerdasan Emosional ... 74

2. Skala Keterampilan Interpersonal ... 75

3. Skala Interaksi Sosial di Sekolah ... 76

I. Uji Coba Instrumen 1. Uji Validitas ... 76

2. Uji Reliabilitas ... 79

J. Teknik Analisis Data 1. Uji Persyaratan Analisis ... 80

2. Uji Hipotesis ... 81

3. Interpretasi Koefisien Korelasi ... 82

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Subjek ... 83

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 84

3. Uji Persyaratan Analisis ... 92

4. Uji Hipotesis ... 93

B. Pembahasan ... 96

C. Keterbatasan Penelitian ... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1. Keadaan Populasi Subjek Penelitian ... 69

Tabel 2. Sampel Penelitian ... 71

Tabel 3. Ketentuan Penelitian ... 73

Tabel 4. Kisi-kisi Skala Kecerdasan Emosional ... 74

Tabel 5. Kisi-kisi Skala Keterampilan Interpersonal ... 75

Tabel 6. Kisi-kisi Skala Interaksi Sosial di Sekolah ... 76

Tabel 7. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 82

Tabel 8. Deskripsi Data Kecerdasan Emosional ... 84

Tabel 9. Kategorisasi Data Kecerdasan Emosional ... 85

Tabel 10. Deskripsi Data Keterampilan Interpersonal ... 87

Tabel 11. Kategorisasi Data Keterampilan Interpersonal ... 88

Tabel 12. Deskripsi Data Interaksi Sosial di Sekolah ... 89

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Independen ... 67

Gambar 2. Diagram Kecerdasan Emosional Siswa... 86

Gambar 3. Diagram Keterampilan Interpersonal Siswa ... 89

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Instrumen Penelitian ... 119

Lampiran 2. Tabulasi Data ... 128

Lampiran 3. Penghitungan Reliabilitas Kecerdasan Emosional, Keterampilan Interpersonal dan Interaksi Sosial di Sekolah ... 137

Lampiran 4. Hasil Uji Normalitas ... 143

Lampiran 5. Hasil Uji Linearitas ... 144

Lampiran 6. Hasil Uji Multikolinieritas ... 145

Lampiran 7. Hasil Uji Hipotesis ... 146

Lampiran 8. Hasil Deskripsi Data Kecerdasan Emosional, Keterampilan Interpersonal dan Interaksi Sosial di Sekolah ... 148

Lampiran 9. Penghitungan Kategorisasi Setiap Variabel ... 149

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya dalam rentang kehidupan, setiap manusia mengalami beberapa tahap perkembangan. Tahapan perkembangan merupakan suatu proses alamiah yang menjadikan manusia sebagai makhluk sempurna.

Perkembangan manusia diawali dalam kandungan sampai dengan meninggal dunia. Tahap perkembangan tersebut dimulai dari prenatal, masa bayi,

kanak-kanak, remaja, dewasa dan usia lanjut. Masing-masing tahapan perkembangan memiliki ciri atau karakteristik tersendiri.

Salah satu tahapan yang dijalani individu yaitu masa remaja. Jika ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan

perkembangan biologis dan psikologis dalam dirinya (Rita Eka Izzaty, dkk., 2013: 122). Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun hingga 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun

sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock; Rita Eka Izzaty, dkk., 2013: 122). Batas usia remaja berdasarkan usia kronologis yaitu 13

tahun hingga 18 tahun.

Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) termasuk ke dalam usia remaja. Pada masa ini, siswa SMK juga dihadapkan pada tugas-tugas

(17)

2

kebahagiaan dan penerimaan diri dari lingkungannya. Akan tetapi, jika

individu tidak dapat memenuhi tugas perkembangannya maka dapat menimbulkan sikap pesimis, rasa cemas yang berlebihan, kesepian, keraguan,

dan penilaian negatif terhadap diri sendiri maupun orang lain. Perilaku tersebut dapat berdampak kurang baik bagi perkembangan dirinya dan juga dalam berhubungan dengan orang lain.

Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Hurlock (Rita Eka Izzaty, dkk., 2013: 124) yaitu mengharapkan dan mencapai

perilaku sosial yang bertanggung jawab. Artinya remaja dapat bekerja sama dan bertingkah laku secara sosial, bertanggung jawab atas apa yang dilakukan

dengan tidak melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat, karena remaja merupakan harapan-harapan sosial masyarakat.

Masyarakat mengharapkan remaja karena remaja memiliki semangat

dan potensi yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa, akan tetapi remaja seringkali terlibat dengan hal-hal yang negatif. Masa remaja merupakan masa yang sangat peka dan rentan terhadap lingkungan sosial.

Remaja sebagai makhluk sosial, juga membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Kebutuhan sosial tersebut dapat terpenuhi

dengan melakukan interaksi sosial. Individu dapat merasakan kasih sayang, kepuasan dan pengawasan dengan melakukan interaksi sosial (Suranto AW, 2011: 2). Individu diharapkan mampu memiliki kemampuan interaksi dengan

(18)

3

Bonner menyebutkan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan

antara dua orang atau lebih, yang saling mempengaruhi, mengubah, dan memperbaiki perilaku individu satu dengan yang lainnya (Gunawan; Ahmad

Efendi Siregar, 2011: 32). Interaksi sosial tidak hanya di dalam rumah namun juga ditemui di lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah. Interaksi sosial di sekolah lebih luas jika dibanding dengan interaksi di dalam rumah.

Di sekolah, siswa melakukan interaksi dengan sesama siswa, guru, dan pihak yang berada dalam lingkungan sekolah dengan berbagai macam kepribadian.

Pada kenyataannya, tidak semua individu dapat berinteraksi dengan baik di sekolah. Goleman (Al. Tridhonanto & Beranda Agency, 2010:8)

mengatakan apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau berempati, maka individu tersebut akan memiliki tingkat emosional yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dan

berinteraksi dalam pergaulan sosial serta lingkungan. Individu yang pandai menyesuaikan diri, dapat dikatakan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.

Individu dikatakan memiliki kecerdasan emosional rendah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: tidak mempunyai rasa tanggung jawab terhadap diri

sendiri maupun orang lain, suka menyalahkan orang lain, bereaksi berlebihan terhadap kejadian yang sederhana, tidak memiliki keseimbangan emosi, tidak mempunyai rasa empati, berorientasi pada kepentingan sendiri, sulit menerima

(19)

4

sangat penting untuk dimiliki karena dapat mempengaruhi dalam berinteraksi

sosial.

Menurut Cooper dan Sawaf (Al. Tridhonanto & Beranda Agency,

2010: 8) kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosional mempunyai

peranan yang sangat penting dalam melakukan interaksi sosial di sekolah. Al. Tridhonanto & Beranda Agency (2010: 3) menyatakan jika seorang remaja

merasa kegiatan di sekolah tidak mampu menampung gejolak energi, maka remaja akan meluapkan kelebihan energinya untuk hal-hal yang cenderung

negatif, misalnya tawuran, kebut-kebutan di jalan raya, dan merusak sarana umum. Hal ini berpengaruh pada hubungan remaja dengan lingkungan sekitarnya.

Selain mempunyai kecerdasan emosional yang baik, setiap individu juga dituntut untuk memiliki keterampilan interpersonal yang baik dalam berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain. Keterampilan

interpersonal menjadi sangat penting dalam kehidupan sosial karena pada dasarnya manusia tidak dapat menyendiri, melainkan selalu berkeinginan

untuk tinggal bersama sekaligus menjalin hubungan dengan individu-individu lainnya dan saling memerlukan satu sama lain (Safari; Akhtim Wahyuni, 2011: 1). Keberhasilan proses penyesuaian individu dalam interaksi di

(20)

5

yang mempengaruhi kecerdasan emosional adalah keterampilan sosial dan

keterampilan interpersonal.

Oak (Muhammad Yaumi, 2012:144) menyatakan bahwa keterampilan

interpersonal adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk berinteraksi dalam situasi sosial. Individu yang memiliki keterampilan interpersonal rendah menunjukkan sikap, diantaranya tidak mampu mengembangkan dan

menciptakan relasi sosial baru yang efektif, tidak mampu memecahkan masalah dengan baik, tidak dapat bergaul dengan berbagai perbedaan, tidak

mempunyai rasa empati, dan tidak dapat bekerjasama dengan baik (Risalatun Nisa, 2014: 33).

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan selama masa Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) pada tanggal 29 Juni hingga 17 September 2014 di SMK Negeri 1 Seyegan, terdapat beberapa permasalahan yang terjadi

terkait dengan kecerdasan emosional, di antaranya sebagai berikut: terdapat beberapa siswa yang sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan sehingga hampir dikeluarkan, saling ejek dengan teman satu kelas sehingga

menimbulkan perkelahian, maraknya kasus tawuran dikarenakan permasalahan yang sepele dan berakhir pada tindak pidana, mengajak

berkelahi teman satu kelas hanya karena siswa tersebut diingatkan untuk tidak berisik.

Wawancara yang dilakukan pada 3 Februari 2015 dengan salah satu

(21)

6

dengan keterampilan interpersonal, antara lain sebagai berikut: pernah terlibat

perkelahian antar pelajar, menertawakan dan meledek teman yang tidak bisa mengerjakan tugas guru sehingga mengakibatkan siswa yang bersangkutan

merasa minder dan tidak percaya diri dan kesalah pahaman dengan teman satu sekolah yang menimbulkan konflik.

Pada tanggal 19 November 2014 terjadi perkelahian antar pelajar SMK

Negeri 1 Seyegan dengan SMK N 5 Yogyakarta karena saling ejek saat turnamen futsal. Fakta lain yang terjadi adalah adanya kasus ± 50 siswa SMK

Negeri 1 Seyegan melakukan penyerangan terhadap SMA Negeri 1 Sleman sebagai bentuk balas dendam dikarenakan salah satu siswa kelas X SMK

Negeri 1 Seyegan menjadi korban pengeroyokan pelajar SMA 1 Sleman saat pulang sekolah pada tanggal 6 November 2014 hingga korban meninggal dunia.

Data pra penelitian berupa analisis angket sosiometri yang disebarkan pada tanggal 3 September sampai dengan 11 September 2014 kepada siswa kelas X dan XI dengan jumlah ±600 siswa oleh guru bimbingan dan

konseling, juga menunjukkan beberapa permasalahan yang terkait dengan hubungan pertemanan antar siswa di sekolah, di antaranya terdapat siswa yang

tidak diharapkan kehadirannya dikarenakan tidak dapat menjaga tutur katanya, membuat kegaduhan ketika di dalam kelas, sering datang terlambat, berani bermain tangan. Hasil angket sosiometri di atas menunjukkan bahwa terdapat

(22)

7

individu yang setipe dan sulit untuk membaur dengan siswa lain. Terdapat

juga siswa yang enggan membaur dengan siswa lain dan lebih memilih menyendiri di kelas.

Paparan observasi dan wawancara mengenai kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal siswa SMK Negeri 1 Seyegan menunjukkan permasalahan siswa yang tidak dapat membina hubungan baik dengan orang

lain, siswa kurang dapat mengelola emosinya dengan baik dan juga siswa tidak dapat memahami dan berempati dengan orang lain. Hal ini juga di

dukung dengan analisis angket sosiometri menunjukkan bahwa masih terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan interaksi sosial dengan

lingkungan sekolahnya sehingga siswa merasa terisolir.

Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional mempengaruhi keterampilan interpersonal setiap individu sehingga

akan berdampak pada interaksi sosialnya juga. Hal ini menuntut siswa untuk memiliki kecerdasan emosional yang baik, supaya siswa memiliki keterampilan interpersonal yang baik sehingga siswa mampu berinteraksi

sosial di sekolah dengan baik pula.

Fenomena di atas tentu menyebabkan adanya kesenjangan dalam

pergaulan di sekolah dan dapat menghambat siswa dalam mencapai tugas perkembangannya secara optimal. Diperlukan adanya dukungan dari berbagai pihak, salah satunya yaitu pihak sekolah agar siswa-siswi yang memiliki

(23)

8

berinteraksi di sekolah diberikan layanan bimbingan dan konseling agar

tercapai tingkat kemampuan interaksi sosial yang optimal.

Bimbingan dan konseling memberikan kontribusi yang positif bagi

perkembangan siswa dalam rangka mendorong siswa untuk mencari bantuan dalam menyelesaikan masalahnya. Permasalahan yang terkait dengan kecerdasan emosional, keterampilan interpersonal, maupun interaksi sosial di

lingkungan sekolah menjadi perhatian khusus bagi pihak sekolah, khususnya bimbingan dan konseling pada bidang pribadi-sosial. Syamsu Yusuf & Juntika

Nurihsan (2006: 11) menyatakan bahwa bimbingan pribadi-sosial adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk menyelesaikan masalah

pribadi-sosial yang dialaminya, seperti masalah hubungan sosial, permasalahan sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri di lingkungan sekolah dan masyarakat, dan penyelesaian konflik. Kecerdasan emosional,

keterampilan interpersonal, dan interaksi sosial di sekolah merupakan kemampuan dalam diri individu dan juga kemampuan yang berhubungan dengan orang lain, sehingga setiap siswa dituntut untuk memiliki kecerdasan

emosional dan keterampilan interpersonal yang baik agar dapat berinteraksi sosial dengan baik di sekolah.

Bimbingan dan konseling mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan layanan terkait dengan permasalahan ini. Pada kenyataannya, sampai saat ini layanan bimbingan dan konseling di sekolah

(24)

9

secara optimal dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada siswa terkait

dengan kecerdasan emosional, keterampilan interpersonal, maupun interaksi sosial di sekolah. Selama ini guru bimbingan dan konseling memberikan

layanan ketika permasalahan sudah terjadi, dengan melakukan konseling dengan siswa yang bersangkutan, konseling kelompok dan melakukan home visite.

Pemberian layanan bimbingan dan konseling ketika masalah sudah terjadi menjadi kurang optimal, sebaiknya guru bimbingan dan konseling

memberikan layanan preventif atau pencegahan kepada siswa mengenai beberapa permasalahan yang mungkin terjadi pada usia remaja dan berdampak

tidak baik bagi dirinya maupun orang lain. Salah satu layanan preventif yang paling mudah diberikan kepada siswa yaitu pada saat bimbingan klasikal, akan tetapi hal ini menjadi salah satu kendala bagi guru bimbingan dan konseling

karena tidak adanya jam masuk kelas guru bimbingan dan konseling untuk memberikan layanan bimbingan klasikal.

Layanan preventif bimbingan dan konseling yang dapat dilakukan guru

bimbingan dan konseling selain memanfaatkan waktu bimbingan klasikal, guru bimbingan dan konseling juga dapat mengadakan kegiatan bimbingan

kelompok saat jam pulang sekolah, menyelenggarakan kegiatan seminar tentang permasalahan yang dialami remaja pada saat masa orientasi siswa, memanfaatkan papan bimbingan sebagai layanan informasi, dan berkolaborasi

(25)

10

menjadi salah satu usaha dalam meminimalisir munculnya permasalahan dan

kenakalan pada remaja yang dapat berdampak buruk bagi siswa maupun orang lain.

Terdapat penelitian terdahulu yang membahas mengenai permasalahan sosial, di antaranya penelitian yang dilakukan oleh Adi Farman (2007) berjudul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kemampuan

Berinteraksi Sosial Mahasiswa UIN Malang.” Hasil penelitian menunjukkan

terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosional dengan

kemampuan berinteraksi sosial pada mahasiswa UIN Malang. Penelitian lainnya dilakukan oleh Realino Todisha Permana (2013) dengan judul “Hubungan Kecerdasan Emosi Dengan Kemampuan Sosial Siswa Kelas VII

SMP N 2 Cepu, Blora.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kemampuan

sosial siswa SMP Negeri 2 Cepu Kabupaten Blora.

Kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal penting untuk dimiliki remaja karena merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan

interaksi sosial dengan lingkungannya. Siswa SMK Negeri 1 Seyegan sebagai makhluk sosial diharapkan mampu berinteraksi sosial di lingkungannya agar

dapat membangun dan menjaga hubungan yang baik dengan orang lain. Hal tersebut dikarenakan siswa SMK memiliki orientasi untuk langsung bekerja setelah lulus dari sekolah, sehingga penting bagi siswa untuk memiliki

(26)

11

Kecerdasan Emosional dan Keterampilan Interpersonal dengan Interaksi

Sosial di Sekolah pada Siswa Kelas XI SMK N 1 Seyegan.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti dapat mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Terdapat beberapa siswa yang enggan membaur dengan siswa lain.

2. Terdapat siswa yang tidak diharapkan kehadirannya karena sering

membuat gaduh.

3. Terdapat siswa yang menunjukkan perilaku kurangnya kemampuan

kecerdasan emosional seperti saling ejek dan menimbulkan perkelahian. 4. Adanya siswa yang pernah terlibat perkelahian antar pelajar dan berakhir

pada tindak pidana.

5. Terdapat beberapa siswa yang tidak dapat membangun hubungan yang baik dengan siswa lain.

6. Adanya kesalah pahaman antar siswa yang menimbulkan konflik.

C. Batasan Masalah

Mengingat luasnya identifikasi masalah, maka peneliti membatasi permasalahan pada hubungan kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK

(27)

12

D. Rumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Adakah hubungan positif dan signifikan kecerdasan emosional dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan? 2. Adakah hubungan positif dan signifikan keterampilan interpersonal

dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan?

3. Adakah hubungan positif dan signifikan kecerdasan emosional dan keterampilan interpersonal dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa

kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui hubungan positif dan signifikan kecerdasan emosional dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan. 2. Mengetahui hubungan positif dan signifikan keterampilan interpersonal

dengan interaksi sosial di sekolah pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Seyegan.

(28)

13

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan berguna bagi beberapa pihak yang terkait, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan, informasi, dan pemikiran, khusunya di bidang bimbingan

dan konseling, dan juga untuk mengetahui lebih jauh tentang variabel-variabel yang signifikan dalam menjelaskan kecerdasan emosional,

keterampilan interpersonal dan interaksi sosial di sekolah. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada siswa SMK N 1 Seyegan akan pentingnya kecerdasan emosional dan

keterampilan interpersonal dalam menjalin hubungan atau berinteraksi sosial dengan kelompok teman sebaya di sekolah.

b. Bagi Guru Bimbingan dan konseling

1) Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru bimbingan dan konseling khususnya tentang pentingnya interaksi sosial di sekolah.

(29)

14

3) Guru bimbingan dan konseling dapat membantu siswa untuk

mencapai tahap perkembangan yang optimal dan mampu menyesuaikan diri terhadap diri sendiri dan lingkungan sosialnya.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat serta digunakan sebagai dasar atau tolak ukur bagi penelitian-penelitian selanjutnya

(30)

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dan John Mayer untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan

(Shapiro, 2003: 5). Kualitas-kualitas ini antara lain: empati, mengendalikan amarah, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah

antar pribadi, disukai, ketekunan dan sikap hormat. Salovey (Goleman, 2007: 57) menempatkan kecerdasan pribadi dari Gardner sebagai definisi dasar dari kecerdasan emosional. Kecerdasan yang dimaksud adalah

kecerdasan antar pribadi dan kecerdasan intrapribadi.

Goleman (2005: 512) menyatakan bahwa kecerdasan emosional atau

emotional intelligence merupakan kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain,

kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi diri sendiri atau mengendalikan suasana hati, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Hal ini menjelaskan bahwa dengan

kecerdasan emosional seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan dapat mengatur suasana hatinya.

(31)

16

emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Cooper dan

Sawaf menjelaskan bahwa kecerdasan emosional menuntut seseorang untuk mengenal jenis-jenis perasaan, menghargai dan menanggapi perasaan baik

pada diri sendiri maupun orang lain dengan tepat, serta menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Segala sesuatu yang dihasilkan emosi tersebut bila dimanfaatkan dengan benar dapat diterapkan

sebagai sumber energi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, mempengaruhi orang lain dan menciptakan hal-hal baru.

Ahli lain Salovey dan Mayer (Hariwijaya, 2005: 9) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan

emosi sendiri dan orang lain, serta menggunakan emosi-emosi itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Menurut Salovey dan Mayer setiap individu yang memiliki kecerdasan emosional akan dapat mengendalikan

emosi sendiri maupun orang lain serta dapat memanfaatkan emosinya dengan baik dalam berfikir dan sebelum melakukan suatu tindakan.

Pendapat yang tidak jauh berbeda dari tiga ahli di atas dikemukakan

oleh Agus Efendi (2005: 172) mendefinisikan kecerdasan emosional dengan jenis kecerdasan yang fokusnya memahami, mengenali, merasakan,

mengelola, dan memimpin perasaan diri sendiri juga orang lain serta mengaplikasikannya dalam kehidupan pribadi sosial. Individu yang memiliki kecerdasan emosional dituntut untuk dapat mengaplikasikannya

(32)

17

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan atau mengelola emosi pada diri sendiri maupun orang lain dengan baik, dan

menggunakannya secara efektif untuk memotivasi diri dan bertahan terhadap tekanan, serta mengendalikan diri dalam membina hubungan yang produktif dengan orang lain.

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional terbagi dalam beberapa aspek kemampuan

yang membentuknya. Aspek-aspek kemampuan yang membentuk kecerdasan emosional tidak seragam untuk setiap ahli tergantung dari sudut

pandang dan pemahaman. Lima aspek utama yang terdapat dalam kecerdasan emosional menurut Salovey (Goleman, 2007: 57-59), sebagai berikut:

a. Mengenali emosi diri

Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan mengenali emosi diri

sendiri disebut juga dengan kesadaran diri. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional.

b. Mengelola emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai

(33)

18 c. Memotivasi diri sendiri

Memotivasi diri sendiri adalah salah satu kunci keberhasilan dalam mengerjakan sesuatu. Memotivasi diri sendiri dapat diartikan sebagai

mampu menata emosi guna mencapai tujuan yang akan dicapai. Kemampuan ini didasari oleh kemampuan mengendalikan emosi, yaitu menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati,

memiliki dorongan menjadi pribadi yang lebih baik, optimis menghadapi kegagalan dan hambatan, dan mampu untuk berfikir positif.

d. Mengenali emosi orang lain

Kemampuan mengenali emosi orang lain sangat bergantung pada kesadaran

diri emosional. Menurut Goleman kemampuan seseorang untuk mengenali emosi orang lain atau peduli, menunjukkan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal

sosial yang tersembunyi dan mengisyaratkan apa yang dibutuhkan oleh orang lain sehingga lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang

lain.

e. Membina hubungan dengan orang lain

Kemampuan membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar

(34)

19

dengan orang lain. Orang yang dapat membina hubungan dengan orang lain

akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.

Pendapat yang dikemukakan oleh Goleman, Boyatzis & McKee (2005: 42-45) tidak jauh berbeda dengan pendapat Salovey mengenai aspek-aspek kecerdasan emosional, yaitu:

a. Kesadaran diri

Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu

perasaan itu terjadi. Kesadaran diri ini meliputi kemampuan untuk membaca emosi diri sendiri dan mengenali dampaknya, mengetahui

kekuatan dan keterbatasan diri, keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri.

b. Pengelolaan emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan untuk menangani perasaan agar perasaan dapat diungkapkan dengan tepat. Kemampuan ini meliputi kemampuan mengendalikan emosi dan dorongan yang meledak-ledak,

mampu menyalurkan emosi dengan tepat, keluwesan dalam beradaptasi terhadap perubahan situasi, menunjukkan kejujuran, integritas dan

kelayakan untuk dipercaya. c. Kesadaran sosial

Kesadaran sosial merupakan kemampuan untuk mengenali, merasakan atau

(35)

20

memahami sudut pandang orang lain, mampu membaca situasi yang terjadi

di lingkungan sekitar sehingga mampu bertindak dengan tepat, mampu mengenali dan memenuhi kebutuhan orang lain. Kesadaran sosial yang

tinggi ditandai dengan kemampuan empati yang tinggi. d. Pengelolaan relasi

Kemampuan mengelola relasi merupakan kemampuan untuk membimbing

dan memotivasi orang lain, mempengaruhi orang lain, memberikan umpan balik kepada orang lain dan memelihara pertemanan, serta kerjasama

dengan orang lain.

Pendapat lain dikemukakan oleh Al. Tridhonanto & Beranda Agency

(2009: 5) mengenai aspek-aspek kecerdasan emosional, sebagai berikut: a. Kecakapan pribadi, yaitu kemampuan mengelola diri sendiri

b. Kecakapan sosial, yaitu kemampuan menangani suatu hubungan

c. Keterampilan sosial, yaitu kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain.

Aspek-aspek kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh

Goleman setelah peneliti kaji merupakan jabaran dari pendapat Tridhonanto. Hal ini didasarkan pada pendapat Goleman (2005: 42-43)

yang menyebutkan bahwa kecerdasan emosional terdiri atas kecakapan pribadi meliputi kesadaran diri atau mengenali emosi diri, pengaturan atau mengelola emosi diri, dan motivasi. Kecakapan sosial meliputi empati atau

(36)

21

Berdasarkan uraian di atas aspek-aspek kecerdasan emosional,

meliputi: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain .

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional tidak ditentukan sejak lahir tetapi dapat dilakukan melalui proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosional individu. Menurut Goleman (2007: 19-32) faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang salah

satunya adalah anatomi saraf emosinya atau otak. Otak adalah organ yang penting dalam tubuh manusia. Otaklah yang mengatur dan mengontrol

seluruh kerja tubuh. Struktur otak manusia sebagai berikut:

a. Batang otak, merupakan bagian yang mengelola insting untuk mempertahankan hidup.

b. Amigdala, merupakan spesialis masalah-masalah emosional yang menyimpan semua kenangan yang dialami oleh setiap individu baik tentang kejayaan, kegagalan, harapan, ketakutan, dan frustasi.

c. Neokorteks/ otak pikir, tugasnya melakukan penalaran, berfikir secara intelektual dan rasional dalam menghadapi setiap persoalan.

Goleman (2007: 267-282) juga mengatakan faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional, sebagai berikut:

a. Lingkungan keluarga

(37)

22

oleh anak, diinternalisasi yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari

kepribadian anak. Kehidupan emosi yang dibangun di dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak, bagaimana anak dapat cerdas secara

emosional.

b. Lingkungan non-keluarga

Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat

dan lingkungan pendidikan yang dianggap bertanggung jawab terhadap perkembangan kecerdasan emosional. Pergaulan dengan teman sebaya,

guru dan masyarakat luas juga mempengaruhi kecerdasan emosional setiap individu.

Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Al. Tridhonanto & Beranda Agency (2010: 12-16) bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosional, sebagai berikut:

a. Faktor pengaruh lingkungan

Lingkungan masyarakat dapat dikatakan sebagai bagian dari hidup manusia. Kesuksesan seseorang ditentukan oleh hubungan sosialnya

dengan orang lain. Hal inilah yang akan berpengaruh terhadap perkembangan emosi setiap individu.

b. Faktor pengasuhan

Orangtua mempunyai tanggung jawab terhadap tugas-tugas perkembangan anaknya karena orangtua merupakan lingkungan sosial yang paling dekat

(38)

23 c. Faktor pendidikan

Hidup selalu dipengaruhi oleh lingkungan dan orang lain sebagai bagian dari proses pendidikan. Proses pendidikan dapat menjadikan individu

belajar agar dapat mengenal dan memahami dirinya sendiri dengan baik, berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama, dan menjadi individu yang bertanggung jawab.

Berdasarkan pendapat Goleman dan Tridhonanto di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional setiap individu dapat

diklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kecerdasan emosional setiap

individu yaitu anatomi saraf emosi atau otak. Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga.

4. Upaya Meningkatkan Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional bukan faktor bawaan sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari dan ditingkatkan. Proses meningkatkan kecerdasan emosional dapat menciptakan emosi mulai dari rasa gembira sampai

frustrasi, hal ini alami dan wajar. Berikut cara untuk meningkatkan kecerdasan emosional yang sukses (Hariwijaya, 2005: 128-130), yaitu:

a. Pemeliharaan daya pikir aktif

(39)

24

b. Keterlibatan orang lain sebagai referensi

Meminta pendapat orang lain atau ahli dan tidak hanya mengandalkan persespi dan ide sendiri, jika menemui hambatan atau ingin

mengembangkan pandangan.

c. Mendekatkan diri dengan cita-cita

Menjadikan cita-cita sebagai titik tolak dan motivator untuk bertindak. Hal

ini dapat menjaga diri dengan target, dapat juga digunakan untuk menilai kemajuan dan ketepatan proyeksi diri.

d. Keterbukaan dalam berfikir

Pertimbangkan beberapa alternatif dan cara pandang baru, usahakan untuk

tidak berpandangan sempit.

e. Bertanggung jawab dan menghadapi kenyataan

Mengubah sebuah pendekatan ketika menghadapi jalan buntu pada saat

melihat suatu konsep dengan segala variasi dalam pemecahan masalah. f. Beristirahat ketika merasa putus asa

Beristirahatlah jika mulai merasa frustasi, putus asa ataupun marah.

Tinggalkan masalah tersebut sampai memperoleh kembali antusias agar dapat memulai kembali dengan tujuan baru dan pendekatan yang berbeda.

g. Memrioritaskan permasalahan yang dihadapi

Menyelesaiakan permasalahan tahap demi tahap jika merasa masalah yang sedang dihadapi terlalu kompleks atau sulit diatasi, agar dapat membuka

(40)

25 h. Bekerja mengikuti metode

Menikmati setiap proses saat bekerja agar tidak kehilangan banyak langkah penting dalam proses kreatif dan tidak merasa putus asa atau gagal

mencapai tujuan.

Upaya meningkatkan kecerdasan emosional yang telah dikemukakan olah Hariwijaya diharapkan dapat menjadikan setiap individu memiliki

kecerdasan emosional yang sukses. Upaya tersebut yaitu: pemeliharaan daya pikir aktif, keterlibatan orang lain sebagai referensi, mendekatkan diri

dengan cita-cita, keterbukaan dalam berfikir, bertanggung jawab dan tidak menghindari kenyataan, beristirahatlah ketika merasa putus asa,

memrioritaskan masalah yang dihadapi, dan bekerja mengikuti metode. Pendapat lain dikemukakan oleh Claude Steiner (Agus Nggermanto, 2005: 100) mengembangkan tiga langkah utama dalam mengembangkan

kecerdasan emosional, yaitu: a. Membuka hati

Membuka hati adalah langkah pertama karena hati merupakan simbol pusat

emosi. Hatilah yang dapat membuat individu merasa senang, sedih, bahagia, takut, marah, dan cinta. Membuka hati berarti memulai membuka

perasaan dari impuls dan pengaruh yang membatasi perasaan dalam diri. b. Menjelajahi dataran emosi

Menjelajah dataran emosi adalah pernyataan tindakan/ perasaan, menerima

(41)

26

emosi akan menjadi lebih bijak menanggapi perasaan sendiri maupun orang

lain.

c. Mengambil tanggung jawab

Membuka hati dan memahami peta dataran emosional orang lain saja tidak cukup, mengambil tanggung jawab juga perlu untuk menyelesaikan, memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan atau permasalahan yang

terjadi dengan orang lain. Ciri-ciri orang yang bertanggung jawab: mengakui kesalahan, meminta maaf dan memaafkan, dan menerima atau

menolak pengakuan.

Upaya mengembangkan kecerdasan emosional menurut Claude

Steiner yaitu membuka hati, menjelajah dataran emosi, dan mengambil tanggung jawab. Berdasarkan beberapa upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan kecerdasan emosional yang telah dipaparkan di atas dapat

disimpulkan sebagai berikut: memelihara daya pikir, menjadikan orang lain sebagai referensi, mendekatkan diri dengan cita-cita, berfikir dan bersikap terbuka, membuka hati, menjelajah dataran emosi, dan mengambil

tanggung jawab.

5. Cara Pengukuran Kecerdasan Emosional

Pengukuran kecerdasan emosional siswa pada penelitian ini berdasarkan aspek-aspek atau indikator yang telah dijelaskan oleh Goleman. Terdapat lima aspek yang telah dirumuskan oleh Goleman,

(42)

27

Pada penelitian ini indikator-indikator dari aspek kecerdasan emosional

disusun menjadi suatu pernyataan-pernyataan. Pada setiap pernyataan diberi skala-skala, untuk mengukur tinggi rendahnya kecerdasan emosional.

B. Kajian Keterampilan Interpersonal

1. Pengertian Keterampilan Interpersonal

Individu sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Hal ini menjadikan

interpersonal skills atau keterampilan interpersonal sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Individu yang memiliki keterampilan interpersonal

yang tinggi dapat menumbuhkan kuatnya rasa percaya diri, berkomunikasi dengan orang lain, dan membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain.

Pusdiklat (2007: 2) mendefinisikan keterampilan interpersonal sebagai keterampilan untuk mengenali dan merespon secara layak perasaan, sikap dan perilaku, motivasi serta keinginan orang lain. Hal ini

dimaksudkan agar setiap individu dapat membangun hubungan yang harmonis dengan mampu memahami dan merespon orang lain.

Senada dengan pendapat Pusdiklat, Ubaydillah Anwar (2008: 5) menyatakan bahwa interpersonal skills atau keterampilan interpersonal adalah kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

(43)

28

interpersonal akan mampu berinteraksi dan menjalin hubungan yang baik

dengan orang lain.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Johnson (2009: 8)

mengungkapkan keterampilan interpersonal adalah jumlah keseluruhan dari kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain, yaitu kemampuan untuk memulai, mengembangkan dan memelihara

hubungan yang penuh perhatian dan produktif. Keterampilan interpersonal merupakan suatu keharusan yang dimiliki oleh setiap individu, dengan

keterampilan interpersonal individu dapat berinteraksi secara efektif dengan orang lain dan memelihara hubungan yang produktif sehingga dapat

memahami reaksi orang lain, dan memberikan tanggapan yang sesuai terhadap orang lain.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan definisi

keterampilan interpersonal adalah kemampuan dan kecakapan yang harus dimiliki setiap individu untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain, merespon secara layak perasaan dan perilaku terhadap orang lain, guna

membangun dan memelihara hubungan yang harmonis dengan orang lain.

2. Aspek-aspek Keterampilan Interpersonal

Aspek-aspek keterampilan interpersonal yang dikemukakan oleh Johnson (2009: 8-9) adalah sebagai berikut:

a. Self disclosure (keterbukaan diri)

(44)

29

agar orang lain mengetahuinya melalui komunikasi dalam hubungan yang

baik.

b. Membangun Kepercayaan

Kepercayaan merupakan dasar dalam membangun sebuah relasi. Seseorang belajar untuk mengambil resiko dengan cara saling mengungkapkan lebih banyak pikiran, perasaan, dan reaksi mengenai situasi yang sedang di

hadapi, atau dengan cara saling menunjukkan penerimaan, membalas pembukaan diri terhadap orang lain, dukungan dan kerjasama. Saling

percaya dibangun melalui resiko dan peneguhan, serta dihancurkan dengan resiko dan penolakan.

c. Komunikasi

Komunikasi berarti seseorang mampu berbicara dengan orang lain dan mampu mengelola kata-katanya guna menyampaikan pesan atau informasi

kepada orang lain. Keterampilan berkomunikasi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kesepakatan dan mencapai tujuan yang ingin dicapai. Keterampilan ini perlu diasah dan dikembangkan agar

seseorang dapat beradaptasi dan berinteraksi dalam berbagai kelompok masyarakat.

d. Mengekspresikan Perasaan secara Verbal dan Non Verbal

Mengekspresikan perasaan secara verbal yaitu mengungkapkan apa yang dirasakan dengan menggunakan kata-kata, baik secara langsung

(45)

30

bertanya. Sedangkan secara non verbal yaitu mengungkapkan perasaan

dengan menggunakan isyarat lain, seperti tatapan mata, raut muka, kepalan tinju, menangis, dan sebagainya.

e. Listening and Responding (mendengarkan dan menanggapi)

Mendengarkan dengan baik merupakan salah satu aspek keterampilan interpersonal sebagai kunci untuk memahami apa yang orang lain katakan

baik cerita maupun masukan, dan memberikan tanggapan dengan tepat sesuai dengan pesan yang disampaikan.

f. Solve conflict (menyelesaikan konflik)

Seseorang yang mampu menyelesaikan konflik berarti mampu meredam

emosinya dalam memecahkan persoalan serta bersikap adil dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan. Seseorang yang memiliki keterampilan interpersonal dalam menyelesaikan konflik dapat memberikan

sumbangan keseimbangan yang penting dalam pikiran dan tidak akan terjadi konflik yang berkelanjutan.

Aspek keterampilan interpersonal menurut Johnson yaitu

keterbukaan diri, membangun kepercayaan, berkomunikasi, mengekspresikan perasaan secara verbal dan non verbal, mendengarkan

dan menanggapi, dan menyelesaikan konflik.

(46)

31 a. Empati

Aktivitas untuk memahami apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan orang yang bersangkutan

terhadap kondisi yang sedang dialami orang lain, tanpa kehilangan kontrol dirinya.

b. Tanggung jawab sosial

Tanggung jawab sosial merupakan upaya untuk sungguh-sungguh menjalankan peran sebagai anggota masyarakat.

c. Relasi interpersonal

Relasi interpersonal merupakan kemampuan membina hubungan dengan

orang lain secara baik. Individu dalam berinteraksi dituntut untuk mampu bekerjasama dengan orang lain untuk membangun hubungan yang baik antara satu dengan yang lain.

Aspek keterampilan interpersonal yang dikemukakan oleh Bar-on yaitu empati, tanggung jawab sosial dan relasi interpersonal. Berdasarkan paparan di atas, aspek-aspek yang harus dimiliki seseorang agar

keterampilan interpersonal berlangsung secara efektif adalah sebagai berikut: keterbukaan diri, membangun kepercayaan, berkomunikasi,

(47)

32

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Interpersonal

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kualitas hubungan antarpribadi seseorang. Jalaludin Rahmat (2004:79) mengidentifikasi empat

faktor penting yang mempengaruhi kualitas interpersonal seseorang, yaitu: a. Persepsi Interpersonal

Faktor yang mempengaruhi persepsi interpersonal seseorang yaitu faktor

situasional dan personal. Faktor situasional terdiri dari deskripsi verbal, petunjuk proksemik, petunjuk kinestik, petunjuk wajah, petunjuk

paralinguistik dan petunjuk artifaktual. Faktor personal terdiri dari pengalaman, motivasi dan kepribadian.

b. Konsep diri

Konsep diri merupakan faktor lain yang sangat menentukan dalam membangun kualitas hubungan antar pribadi. Orang yang memiliki konsep

diri yang negatif, cenderung akan menghindari dialog terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya yang keliru. Orang yang memiliki konsep diri yang positif ditandai dengan lima hal, yaitu yakin akan

kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang

mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat, dan mampu memperbaiki dirinya karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya

(48)

33 c. Atraksi interpersonal

Atraksi interpersonal merupakan kecenderungan seseorang untuk menyukai, bersikap positif, dan tertarik pada seseorang atau sesuatu.

d. Hubungan interpersonal

Komunikasi yang baik akan ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Seseorang ketika melakukan komunikasi, sesungguhnya tidak sekedar

menyampaikan isi pesan, akan tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal. Terdapat empat faktor penting yang menentukan kadar

kualitas hubungan interpersonal seseorang, yaitu persepsi interpersonal seseorang, konsep diri, atraksi interpersonal, serta hubungan interpersonal

itu sendiri.

Jalaludin Rahmat mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi kualitas keterampilan interpersonal seseorang yakni: persepsi interpersonal

seseorang, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan antar pribadi itu sendiri.

Pendapat lain dikemukakan oleh Risalatun Nisa (2014: 24) mengenai

faktor keterampilan interpersonal berdasarkan proses keterampilan interpersonal, yaitu:

a. Keterbukaan

Keterbukaan diri akan mengkomunikasikan informasi mengenai diri yang selama ini disembunyikan dari orang lain. Keterbukaan diri bearti terbuka,

(49)

34 b. Membangun kepercayaan

Percaya didefiniskan sebagai mengandalkan orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaianya tidak pasti dan dalam situasi yang

penuh resiko. Kunci untuk membangun dan memelihara kepercayaan adalah menjadi dapat dipercaya. Semakin seseorang bersikap menerima dan mendukung orang lain, semakin besar keterbukaan orang lain terhadap

orang tersebut dan semakin seseorang dipercaya maka semakin dalam keterbukaan orang lain. Kepercayaan dibangun melalui perbuatan

mempercayai dan dapat dipercaya. c. Komunikasi

Komunikasi yaitu perilaku individu yang membawa pesan dan diterima orang lain. Perilaku tersebut dapat berupa verbal maupun non verbal. d. Mendengarkan

Mendengarkan adalah suatu proses yang disengaja untuk mencari pengertian dan menyimpan stimulus yang berhubungan dengan pendengaran.

Berdasarkan paparan menurut Risalatun Nisa faktor-faktor keterampilan interpersonal terdiri dari keterbukaan, membangun

kepercayaan, komunikasi, dan mendengarkan.

(50)

35 a. Faktor internal

Faktor internal yakni kebutuhan untuk berinteraksi dan pengaruh perasaan dari dalam diri individu tersebut termasuk didalamnya ada konsep diri dan

kematangan beragama. b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yakni kedekatan dan daya tarik termasuk didalamnya

kontak dengan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, aktivitas dan partisipasi sosial, serta lingkungan tempat tinggalnya

c. Faktor interaksi

Faktor interaksi yakni meliputi persamaan dan perbedaan serta bagaimana

orang tersebut menyukai orang-orang disekitarnya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan interpersonal yang dimiliki oleh seseorang menurut Suwarno & Meinarno yaitu faktor

internal, faktor eksternal dan faktor interaksi. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat dan Risalatun Nisa dapat dikategorikan menjadi faktor internal, eksternal, dan interaksi. Paparan

tiga ahli di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan interpersonal seseorang yaitu faktor internal,

faktor eksternal, dan faktor interaksi.

4. Upaya Meningkatkan Keterampilan Interpersonal

Keterampilan interpersonal bukan merupakan bagian dari karakter

(51)

36

yang dapat dipelajari. Menurut Maryanto (2013: 5) perilaku yang dapat

meningkatkan keterampilan interpersonal yakni: a. Berfikir optimis

Optimis merupakan bagian penting dari sukses bagi siapa saja, jika seseorang mencari sesuatu disertai dengan tekad yang optimis maka prosentase kemungkinan keberhasilan tinggi.

b. Berfikir positif

Berfikir positif yang dimaksud yaitu berfikir positif terhadap orang lain,

yaitu dalam berinteraksi seseorang harus berpersepsi baik atau positif terhadap orang yang sedang dihadapi.

c. Menghargai orang lain

Menghargai orang lain merupakan rumus penting dalam keterampilan interpersonal, oleh karena setiap manusia pada prinsipnya senang dihormati

dan dihargai.

d. Memberikan senyum dan humor

Setiap orang senang berhadapan dengan orang yang suka tersenyum, oleh

karena senyum menunjukkan ketertarikan dan perhatian kepada orang lain. Senyum lebih mudah dilakukan dari pada cemberut oleh karena kerja otot

lebih ringan.

Upaya meningkatkan keterampilan interpersonal menurut Maryanto yaitu berfikir optimis, berfikir positif, menghargai orang lain dan

(52)

37

Pendapat yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Islahulben

(2013: 10) cara meningkatkan interpersonal skills yaitu: a. Mengatasi persepsi negatif

Melihat sebelum bertindak, baiknya melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang yang tidak memihak dan mencampuradukan emosi pribadi agar terhindar dari persepsi negatif.

b. Menerima pesan dengan baik

Menerima pesan dengan baik dengan cara mendengarkan bertujuan agar

dapat memahami maksud yang disampaikan oleh lawan bicara sehingga dapat menumbuhkan rasa empati.

c. Open minded

Belajar menerima dan menghargai pendapat orang lain untuk dapat meningkatkan keterampilan interpersonal yang dimiliki.

d. Empati

Empati adalah sikap dimana seorang individu dapat menempatkan diri seolah-olah berada di posisi lawan bicara.

e. Menghadapi konflik

Keterampilan interpersonal seseorang sangat diuji ketika terjadi konflik.

Lakukan dengan kepala dingin supaya komunikasi berjalan dengan lancar dan masalah dapat terselesaikan dengan baik.

Islahulben mengemukakan upaya meningkatkan keterampilan

(53)

38

pendapat dua ahli di atas upaya meningkatkan keterampilan interpersonal

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: berfikir optimis, berfikir positif, menghargai orang lain, memberikan senyum dan humor, open

minded, empati, mendengarkan dan menyelesaikan konflik.

5. Cara Pengukuran Keterampilan Interpersonal

Pengukuran keterampilan interpersonal siswa pada penelitian ini

berdasarkan aspek-aspek atau indikator yang telah dijelaskan oleh Johnson yaitu: keterbukaan diri, membangun kepercayaan, komunikasi,

mengekspresikan perasaan verbal dan nonverbal, mendengarkan dan menanggapi, dan menyelesaikan konflik. Pada penelitian ini deskriptor dari

aspek keterampilan interpersonal disusun menjadi suatu pernyataan-pernyataan. Pada setiap pernyataan diberi skala-skala, untuk mengukur tinggi rendahnya keterampilan interpersonal.

C. Kajian Interaksi Sosial di Sekolah

1. Pengertian Interaksi Sosial di Sekolah

Seseorang dapat hidup sebagai manusia apabila hidup di tengah-tengah masyarakat. Hidup ditengah-tengah-tengah-tengah masyarakat dituntut untuk dapat

berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat. Interaksi sosial merupakan bentuk-bentuk aktivitas individu dalam memenuhi kebutuhannya. Arti lain, interaksi sosial adalah hubungan dan pengaruh timbal balik antara individu

(54)

39

balik antara kelompok individu dan kelompok individu yang lain (Supardi

2011: 89).

Sadali, dkk. (2007: 46-47) juga mendefinisikan interaksi sosial

sebagai suatu hubungan timbal balik antara dua atau lebih individu. Proses interaksi ide, pandangan dan tingkah laku individu yang satu saling memperngaruhi, mengubah atau memperbaiki individu lain, atau

sebaliknya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Bimo Walgito (Tri Dayakisni, 2012: 5) menyatakan interaksi sosial sebagai suatu hubungan

antara individu satu dengan individu lainnya dimana individu yang satu dapat mempengaruhi individu yang lainnya sehingga terdapat hubungan

yang saling timbal balik.

Interaksi sosial yang dikemukakan oleh tiga pendapat di atas pada dasarnya mempunyai makna yang sama yaitu hubungan timbal balik antara

individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya dan mempunyai pengaruh antara satu dengan yang lainnya.

Sekolah dalam penelitian ini disebutkan sebagai salah satu agen

sosialisasi dalam sistem pendidikan formal, seseorang mempelajari hal baru yang belum dipelajarinya dalam keluarga maupun kelompok bermain,

pendidikan formal mempersiapkan untuk penguasaan peran-peran baru dikemudian hari, dikala seseorang tidak tergantung lagi pada orang tuanya.

Berdasarkan beberapa uraian beberapa pendapat di atas dapat peneliti

(55)

40

dengan guru, karyawan, maupun antar siswa, dan masing-masing siswa

yang terlibat di dalamnya memainkan peran secara aktif dalam bentuk mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain,

atau sebaliknya.

2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial di Sekolah

Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi

dua syarat yaitu kontak sosial dan komunikasi (Soerjono Soekanto, 2013: 58-61), tanpa kedua unsur tersebut maka sangatlah mustahil interaksi sosial

dapat terjadi. Berikut penjabaran syarat terjadinya interaksi sosial: a. Kontak sosial

Kontak sosial berasal dari bahasa latin con atau cum (yang berarti bersama-sama) dan tango (yang berarti menyentuh). Jadi, kontak berarti bersama-sama menyentuh secara fisik atau terjadi persentuhan secara badaniah.

Namun demikian dalam kontak sosial tidak harus terjadi persentuhan. Orang dapat melakukan kontak sosial melalui pihak-pihak lain, atau dengan menggunakan sarana tertentu.

b. Komunikasi

Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang

lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin

(56)

41

bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Adanya

komunikasi memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Komunikasi juga dapat menghasilkan pertikaian apabila terjadi

salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah.

Menurut Soerjono Soekanto syarat terjadinya interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Hal ini juga berlaku ketika siswa

melakukan interaksi sosial di sekolahnya, tanpa adanya kontak sosial dan komunikasi baik antar siswa, guru, maupun karyawan interaksi sosial tidak

terjadi.

Pendapat yang sama juga di kemukakan oleh Abdulsyani (2012:

154-155), bahwa syarat terjadinya interaksi sosial yaitu: a. Kontak Sosial

Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih, melalui

percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Kontak sosial dapat terjadi secara langsung ataupun tidak langsung antara satu pihak dengan pihak yang

lainnya. Terjadi hubungan timbal balik antara komunikator dan komunikan dalam kontak secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan timbal

(57)

42 b. Komunikasi

Komunikasi mengandung pengertian persamaan pandangan antara orang-orang yang berinteraksi terhadap sesuatu. Penafsiran terhadap perilaku dan

sikap masing-masing orang yang sedang berhubungan dapat terjadi dalam komunikasi. Menurut Devito (2005: 285-291) karakteristik efektifitas komunikasi meliputi: keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif,

kesamaan.

Syarat terjadinya interaksi sosial yang dikemukakan oleh Abdulsyani

yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Terjadi hubungan timbal balik pada saat melakukan kontak sosial berupa percakapan, rasa saling

pengertian dan kerjasama yang baik antara komunikator dan komunikan agar kontak sosial dapat berjalan dengan baik. Komunikasi dapat berjalan efektif apabila terjadi keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan

kesamaan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa syarat terjadinya interaksi sosial seorang siswa di sekolah yaitu adanya kontak

sosial dan komunikasi.

3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial di Sekolah

Para ahli sosiolog mengadakan penggolongan terhadap bentuk-bentuk interaksi sosial. Menurut ahli sosiolog, terdapat dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu proses sosial

(58)

43 a. Proses Sosial Asosiatif

Proses sosial asosiatif adalah proses sosial yang mengacu kepada adanya kesamaan, keserasian, keseimbangan pandangan atau tindakan dari

orang-perorangan atau kelompok orang dalam melakukan interaksi sosial. Proses sosial asosiatif berupa kerjasama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.

1) Kerjasama, ialah aktivitas sosial yang melibatkan dua orang atau lebih

untuk mencapai tujuan yang sama. Proses timbulnya kerjasama adalah apabila individu menyadari bahwa setiap individu harus dapat bekerja

sama dengan individu lain, mempunyai tujuan yang sama dan saling membantu serta saling memberi atau menerima pengaruh.

2) Akomodasi, ialah suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi antara individu dan kelompok-kelompok manusia untuk meredakan pertentangan atau pertikaian guna mencapai kestabilan. Akomodasi

sebagai suatu proses, menurut Kimball Young memiliki beberapa bentuk, yaitu: koersi, kompromi, arbitrase, mediasi, konsiliasi, toleransi, stalematte, ajudikasi, segregasi, konversi, cease fire,

dispasement.

3) Asimilasi, ialah suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya

usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara individu atau kelompok-kelompok manusia. Asimilasi merupakan usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses mental

(59)

44

benturan-benturan kebudayaan, asimilasi merupakan percampuran

unsur-unsur kebudayaan luar dengan kebudayaan lokal menjadi unsur kebudayaan baru yang berbeda.

4) Akulturasi, ialah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok masyarakat manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur budaya asing, sehingga lambat laun unsur-unsur

kebudayaan asing tersebut diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian dari kebudayaan itu

sendiri.

b. Proses Sosial Disosiatif

1) Persaingan dapat diartikan sebagai proses sosial yang ditandai adanya saling berlomba atau bersaing antarkelompok atau antarindividu untuk mengejar suatu nilai tertentu agar lebih maju, lebih baik, dan lebih

besar atau kuat.

2) Oposisi artinya menempatkan sesuatu atau seseorang dengan maksud permusuhan. Oposisi adalah proses sosial dimana seseorang atau

sekelompok orang berusaha menghalangi pihak lain mencapai tujuannya.

3) Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh indivdu atau kelompok orang yang berusaha mencapai tujuannya, biasanya dengan cara menantang pihak lawan dengan disertai

(60)

45

Bentuk interaksi sosial yang dikemukakan oleh Agus Sumali &

Sarilan dan Sadali yaitu asosiatif dan disosiatif. Asosiatif meliputi kerjasama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Disosiatif meliputi

persaingan, oposisi dan pertentangan.

Menurut Park dan Buergess (Slamet Santoso, 2010: 191) bentuk-bentuk interaksi sosial adalah:

a. Competition/ persaingan

Persaingan adalah bentuk interaksi sosial di mana seseorang mencapai

tujuan, sehingga individu lain akan dipengaruhi untuk mencapai tujuan yang sama.

b. Conflict/ pertentangan

Konflik adalah proses yang berselang-seling dan terus menerus, dapat berlangsung relatif lama dibanding persaingan dan bersifat lebih stabil

dalam proses interaksi sosial. c. Accommodation/ persesuaian

Persesuaian adalah proses peningkatan saling adaptasi guna mengurangi

pertentangan antar individu/ kelompok karena adanya perbedaan, dan memungkinkan adanya kerjasama antar kelompok.

d. Assimilation/ perpaduan

Perpaduan adalah proses saling menekan atau melebur di mana seseorang atau kelompok memperoleh pengalaman, perasaan dan sikap oleh individu/

Gambar

Gambar 1. Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Independen
Tabel 1. Keadaan Populasi Subjek Penelitian.
Tabel 2. Sampel Penelitian
Tabel 3. Ketentuan Penilaian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran Fisika dengan menggunakan metode demonstrasi yang divariasikan dengan media audiovisual untuk meningkatkan hasil belajar Fisika dilaksanakan dengan

Program adalah susunan instruksi yang logis dan mengandung bahasa yang diketahui oleh mikroprosesor dan bila dieksekusi akan diperoleh suatu hasil yang sesuai

Kami memilih Djarum Super sebagai pendukung/sponsor utama dari konser musik „Jazz of Love‟ ini karena perusahaan ini merupakan perusahaan besar yang sudah menjadi sponsor tetap

Penelitian ini menggunakan variabel independennya yaitu Self efficacy, Perceived Financial Resource, Perceived usefulness, Perceived ease of use, Perceived creadibility,

Dengan rahmat dan hidayah Allah Subhanahu Wa Ta’ala penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ Pengaruh Pemberian Ekstrak Metanol Rimpang Jahe

Prestasi kerja yang telah dicapai akan mempengaruhi orang lain untuk dapat melakukan hal yang sama dengan demikian maka hasil kerja di dalam organisasi menjadi lebih baik.

調査方法 1 対象企業 下記 2 つの条件を満たす企業をインタビューの対象とした ・IT 事業ソフトウェア・コンテンツを中心に活動

Berhubungan dengan Pemustaka terbantu dalam fitur pencarian spesifik pada OPAC SLiMS di Perpustakaan Universitas Bosowa 45 Makassar, maka diperoleh data sebagai berikut