• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZIG-ZAG RUN EXERCISE LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KELINCAHAN DARIPADA SHUTTLE RUN EXERCISE PADA PEMAIN BASKET SISWA SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ZIG-ZAG RUN EXERCISE LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KELINCAHAN DARIPADA SHUTTLE RUN EXERCISE PADA PEMAIN BASKET SISWA SMA."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ZIG-ZAG RUN EXERCISE LEBIH EFEKTIF DALAM

MENINGKATKAN KELINCAHAN DARIPADA SHUTTLE

RUN EXERCISE PADA PEMAIN BASKET SISWA SMA

NI MADE GITA PURWA DWI LAKSMI

1202305041

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ZIG-ZAG RUN EXERCISE LEBIH EFEKTIF DALAM

MENINGKATKAN KELINCAHAN DARIPADA SHUTTLE

RUN EXERCISE PADA PEMAIN BASKET SISWA SMA

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA FISIOTERAPI

Oleh:

Ni Made Gita Purwa Dwi Laksmi

NIM. 1202305041

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

(3)
(4)
(5)
(6)

ZIG-ZAG RUN EXERCISE LEBIH EFEKTIF DALAM

MENINGKATKAN KELINCAHAN DARIPADA SHUTTLE

RUN EXERCISE PADA PEMAIN BASKET SISWA SMA

ABSTRAK

Latar Belakang: Kelincahan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk peningkatan kemampuan dalam permainan bola basket. Kelincahan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengubah posisi tubuh dan gerakan tubuh dengan cepat dan tepat saat bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan. Belum adanya latihan yang mengkhusus untuk kelincahan pada pemain basket siswa SMA merupakan salah satu latar belakang dilakukan penelitian ini. Berdasarkan teori bahwa zig-zag run exercise dan shuttle run exercise dapat meningkatkan kelincahan. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan zig-zag run exercise lebih efektif dalam meningkatkan kelincahan daripada shuttle run exercise pada pemain basket SMA Negeri 3 Denpasar.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental Pre Test-Post Test Two Group Design. Enam belas sampel dibagi menjadi dua kelompok perlakuan yang terdiri atas perlakuan 1 yaitu zig-zag run exercise 8 sampel dan perlakuan 2 yaitu

shuttle run exercise 8 sampel. Latihan dilakukan selama empat minggu dengan frekuensi tiga kali dalam satu minggu di Lapangan Basket SMA N 3 Denpasar.

Illinois Agility run test digunakan sebelum dan sesudah pelatihan untuk mengukur waktu yang menunjukkan kelincahan. Selanjutnya dilakukan uji normalitas dengan Saphiro Wilk dan uji homogenitas dengan Levene’s test. Hasil: Perbedaan rerata sebelum dan sesudah pelatihan kelompok 1 diuji dengan Paired Sample T-test terjadi rata-rata penurunan waktu sebesar 5,12 detik (27,70%) dengan p = 0,000 (p<0,05), dan pada Kelompok 2 diuji dengan Paired Sample T-test terjadi rata-rata penurunan waktu sebesar 3,9 detik (21,17%) dengan p = 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti bahwa pada setiap kelompok terjadi peningkatan kelincahan secara bermakna. Uji beda selisih antara kelompok 1 dan kelompok 2 dengan

Independent Sampel T-Test yang menunjukkan ada perbedaan yang bermakna dengan hasil p = 0,000 (p<0,05). Kesimpulan: zig-zag run exercise dapat meningkatkan kelincahan, shuttle run exercise dapat meningkatkan kelincahan dan zig-zag run exercise lebih efektif dalam meningkatkan kelincahan daripada

shuttle run exercise.

(7)

ZIG-ZAG RUN EXERCISE IS MORE EFFECTIVE TO

INCREASE THE AGILITY THAN SHUTTLE RUN EXERCISE

FOR BASKETBALL PLAYER OF SENIOR HIGH SCHOOL

STUDENT

ABSTRACT

Background: Agility is one of the important component was needed by a basketball players. Agility is the ability to change body position and body movement quickly and right while it’s moving quickly without losing the balance. Not special exercise for agility on basketball players yet for Senior High School student is one of the reason of this research. Based on the theory that zig-zag run exercise and shuttle run exercise can increase the agility.Purpose: The purpose of this research to prove the zig-zag run exercise more effective than shuttle run exercise to increase the agility. Methods: This research used an experimental research with Pre-Post Test Two Group Design. Sixteen samples were divided into two training groups, which are training 1 is zig-zag run exercise’s group that consists of 8 samples and training 2 is shuttle run exercise’s group that consists of 8 samples. The training was carried out for four weeks with a frequency of three times in one week in basketball court in SMA 3 Denpasar. Illinois Agility Run Test was used before and after the training to measure the time which showed the level of agility. Then, Shapiro Wilk test of normality and Levene's test of homogeneity was performed. Results: Difference in the average before and after training in group 1 was tested using paired sample t-test, occuring on average decrease of time 5,12 seconds (27,70%) with p = 0.000 (p < 0,05),and on Group 2 was tested using Paired paired sample t-test occurring on average decrease of time 3,9 seconds (21,17%) with p = 0.000 (p < 0,05), meaning that there was a significant increase of agility in each group. The different test between group 1 and group 2 using Independent Sampel T-test showed a significant difference, where p=0,000 (p<0,05). Conclusion: zig-zag run exercise increase the agility, shuttle run exercise increase the agility, and zig-zag run exercise more effective to increasing the agility than shuttle run exercise.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

atas rahmat dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Zig-Zag Run Exercise Lebih Efektif Dalam Meningkatkan Kelincahan daripada

Shuttle Run Exercise Pada Pemain Basket siswa SMA”.

Tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

sarjana Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan

skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk

itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan

skripsi ini, yaitu kepada :

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT., M.Kes selaku dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana

2. Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH, PFK. AIFO selaku ketua Program

Studi Fisioterapi Universitas Udayana dan pembimbing.

3. Bapak Ari Wibawa, SSt.Ft, M.Fisselaku pembimbing I sekaligus pengajar

yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam

penyusunan proposal ini.

4. Dr.dr Susy Purnawati, M.K.K, selaku pembimbing II sekaligus pengajar

yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam

penyusunan proposal ini.

5. Seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan sehingga dapat

(9)

6. Mama, Kak Bayu, Oming dan keluarga besar saya yang tidak bisa saya

sebutkan satu per satu yang selalu memberikan motivasi, semangat agar

penulis dapat menyelesaikan proposal dan pendidikan Sarjana Fisioterapi.

7. I Gede Yudha Partha Mahendra yang telah senantiasa mendukung dan

memotivasi penulis dalam menyelesaikan proposal ini.

8. Citra, lohtu, gracia yang selalu memberikan canda dan tawa untuk

memotivasi agar penulis dapat menyelesaikan proposal dan pendidikan

Sarjana Fisioterapi.

9. Seluruh teman-teman satu KKN Seraya Barat yang selalu menghibur dan

memberi semangat agar penulis dapat menyelesaikan proposal dan

pendidikan Sarjana Fisioterapi.

10.Seluruh teman-teman seangkatan saya dan di Axoplasmic, Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, yang telah membantu dalam

menyelesaikan proposal ini.

11.Seluruh kerabat dan sejawat fisioterapi yang telah membantu dalam

menyelesaikan proposal ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak sangat

diharapkan.

Denpasar, 11 Mei 2016

(10)

DAFTAR ISI

2.1.1 Pengertian Kelincahan ... 7

2.1.2 Kelincahan Pada Pemain Basket………8

2.1.3 Mekanisme dan Fisiologi Kelincahan ... 10

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelincahan ... 12

2.1.5 Usia Pelatihan Kelincahan ... 19

2.1.6 Pengukuran Kelincahan………19

2.2 Kajian Anatomi dan Fisiologi ... 20

2.2.1 Anatomi Otot Tungkai ... 20

2.2.2 Fisiologi Otot Rangka ... 27

2.3 Pelatihan ... 28

(11)

2.3.2 Tujuan Pelatihan ... 29

2.3.3 Prinsip Pelatihan ... 30

2.4 Zig-Zag Run Exercise... 34

2.4.1 Pengertian Zig-Zag Run Exercise ... 34

2.4.2 Aplikasi Zig-Zag Run Exercise ... 35

2.4.3 Efek Zig – Zag Run Exercise Terhadap Kelincahan………35

2.5 Shuttle Run Exercise ... 38

2.5.1 Pengertian Shuttle Run Exercise... 38

2.5.2 Aplikasi Shuttle Run Exercise ... 38

2.5.3 Efek Shuttle Run Exercise Terhadap Kelincahan………39

2.6 Takaran Pelatihan ... 41

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir ... 45

3.2 Konsep ... 47

3.3 Hipotesis ... 48

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 49

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

4.3 Populasi dan Sampel ... 50

4.3.1 Populasi ... 50

4.3.2 Sampel ... 51

4.3.3 Besar sampel ... 52

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel ... 53

4.4 Variabel Penelitian ... 54

4.9 Teknik Analisis Data ... ..65

(12)

5.1 Data Karakteristik Sampel………..67

5.2 Uji Normalitas dan Homogenitas………...68

5.3 Pengujian Hipotesis………....70

5.3.1 zig-zag run exercise terhadap peningkatakn kelincahan pada pemain basket……….70

5.3.2 shuttle run exercise terhadap peingkatan kelincahan pada pemain basket……….……….71

5.3.3 Uji komparasi hasil selisih peningkatan kelincahan pada pemain basket sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok perlakuan ………..72

BAB VI PEMBAHASAN…………...………....74

6.1 Karakteristik Sampel………..74

6.2 Perlakuan Zig-zag run exercise dapat meningkatkan kelincahan pada pemain basket siswa SMA……… ………75

6.3Perlakuan Shuttle run exercise dapat meningkatkan kelincahan pada pemain siswa basket SMA………....………77

6.4Zig-zag run exercise lebih efektif dalam meningkatkan kelincahan daripada Shuttle run exercise pada pemain basket siswa SMA ………….…..………...78

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………..…………....82

7.1 Simpulan………..82

7.2 Saran………....82

Daftar Pustaka………...83

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Illinois Agility Run Test ... 20

Gambar 2.2 Grup Otot Quadriceps Femoris ... 21

Gambar 2.3 Grup Otot Hamstring ... 22

Gambar 2.4 Grup Otot Plantarfleksor Ankle ... 23

Gambar 2.5 Grup Otot Dorsifleksor Ankle ... 24

Gambar 2.6 Otot Gluteus Maximus ... 26

Gambar 2.7 Otot Gluteus Medius dan Minimus... 27

Gambar 2.8 Zig-Zag Run Exercise...35

Gambar 2.9 Shuttle Run Exercise..………....39

Gambar 3.1 Konsep ... 47

Gambar 4.1 Desain Penelitian ... 49

Gambar 4.2 Aplikasi Zig-Zag Run Exercise……….61

Gambar 4.3 Aplikasi Shuttle arun Exercise..………63

(14)

DAFTAR TABEL

Table 4.1 Indeks Massa Tubuh……….59

Tabel 4.2 Norma Kelincahan (Illinois Agility Run Test)... 60

Tabel 5.1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Umur dan IMT ... 68

Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Peningkatan Kelincahan

Pada Pemain Basket Sebelum dan Sesudah Pelatihan………..69

Tabel 5.3 Uji Rerata Peningkatan Kelincahan Pada Pemain Basket

Sebelum dan Setelah Pelatihan Pada Kelompok1………..70 Tabel 5.4 Uji Rerata Peningkatan Kelincahan Pada Pemain Basket

Sebelum dan Setelah Pelatihan Pada Kelompok 2…………..……..71 Tabel 5.5 Hasil Uji Independent t-test………...72

Tabel 5.6 Hasil Analisis Perbedaan Persentase Peningkatan Kelincahan

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Olahraga adalah suatu kegiatan fisik menurut cara dan aturan tertentu dengan

tujuan meningkatkan efisiensi fungsi tubuh yang hasil akhirnya meningkatkan

kesegaran jasmani dan berpengaruh pula pada peningkatan prestasi pada cabang

olahraga yang diikuti (Halim, 2004). Setiap cabang olahraga memiliki karakteristik

masing-masing sesuai dengan prosedur pelaksanaannya. Tujuan berolahraga dapat

dibagi atas kebutuhannya yaitu : rekreasi, pendidikan, kesehatan, kesegaran jasmani,

dan prestasi (Nala, 2011). Salah satu cabang olahraga yang saat ini yang sangat

diminati oleh masyarakat terutama oleh para remaja adalah olahraga basket.

Basket merupakan olahraga yang unik yang diciptakan oleh seorang guru

olahraga asal Kanada yang bernama Dr. James Naismith pada tahun 1891. Menurut

Sugito (2013), Basket merupakan kegiatan olahraga yang telah menjadi cabang

olahraga yang dipertandingkan baik tingkat nasional maupun internasional. Latihan

sangat diperlukan untuk mengembangkan kemampuan atlet guna mencapai

kemampuan jasmani dan rohani setinggi-tingginya dalam waktu yang telah

direncanakan, disamping itu olahraga bola basket memerlukan latihan dan program

(16)

2

merupakan modal awal untuk memulai sebuah latihan pemanasan olahraga bola

basket.

Pada olahraga bola basket, kelincahan mempunyai peran yang sangat penting

dalam memperoleh kemenangan di dalam suatu pertandingan. Hal tersebut

dikarenakan dalam permainan bola basket, tim yang memiliki kecepatan lebih baik,

dan melakukan pergerakan yang lebih banyak, maka akan memiliki peluang

mencetak point lebih banyak sehingga akan memenangkan permainan. Didalam

permainan bola basket, kelincahan diperlukan untuk melakukan beberapa aktivitas

dalam permainan bola basket seperti saat memantulkan bola sambil berlari dengan

cepat menuju ring basket melewati beberapa lawan yang menjaga disekitar ring

dengan berbagi macam formasi. Kelincahan juga diperlukan untuk menerobos

menghindari halangan dari lawan agar dapat memasukkan bola ke dalam ring basket

(Morschel,2008)

Beberapa teknik dasar dalam bermain basket yang baik yaitu passing and

catching (mengoper dan menangkap), dribbling (menggiring bola), shooting

(menembakkan bola ke ring), pivot (berputar), jump stop, rebound (tambahan point

dari lemparan lawan yang gagal). Untuk dapat melakukan teknik-teknik tersebut

dengan baik dan berhasil, maka pemain basket harus memiliki kelincahan yang baik.

Hal ini sejalan dengan pendapat dari Soekarman (1987) bahwa kelincahan merupakan

kemampuan untuk mengubah arah dengan cepat pada saat bergerak dalam kecepatan

(17)

3

berpatisipasi di dalam kegiatan olahraga, serta latihan yang diberikan disesuaikan

dengan macam olahraga yang diikuti. Kecepatan merupakan unsur penting dalam

kelincahan, disamping perlu adanya koordinasi (Algunta,2013)

Menurut Erlangga (2011), kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk

dapat mengubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak tanpa kehilangan

keseimbangan. Kelincahan ini berkaitan erat antara kecepatan dan kelenturan. Tanpa

unsur keduanya baik, seseorang tidak dapat bergerak dengan lincah. Selain itu, faktor

keseimbangan sangat berpengaruh terhadap kemampuan kelincahan seseorang.

Latihan kelincahan umumnya berupa shuttle run , lari zig-zag atau lari

haling-rintang (obstacle run). Shuttle run adalah lari secepatnya bolak-balik dari suatu titik

ke titik lainnya, artinya dimulai dari satu titik, kemudian lari ke satu titik lainnya yang

jaraknya 4-5 meter (Maulana,2014). Latihan ini bertujuan untuk melatih mengubah

arah gerak dengan cepat sambil melakukan gerakan. Menurut Wicaksono (2014)

dalam penelitiannya tentang pengaruh latihan shuttle run dan lari zig-zag terhadap

peningkatan kelincahan gerak shadow 6 titik atlet bulutangkis usia 11-13 tahun

menunjukan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pengaruh latihan,

yaitu Zig-zag Run Exercise lebig efektif dalam meningkatkan kelincahan dari Shuttle

Run Exercise pada atlet bulu tangkis.

Lari zig-zag adalah berlari dengan secepat-cepatnya melalui tonggak-tonggak

yang dipasang pada jarak tertentu, misalnya 10 tonggak. Latihan tersebut dilakukan

(18)

4

gerak tubuh arah berkelok-kelok. Pada umumnya Latihan Zig-zag Run dan Shuttle

Run bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologis dan psikologis tubuh

agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan optimal.

Menurut Utama (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Perbedaan pengaruh

latihan Shuttle Run dan lari Zig-Zag terhadap kemampuan menggiring dalam

permainan sepak bola peserta ektrakulikuler di SMP Negeri 2 Bantul, menunjukkan

hasil bahwa latihan Zig-Zag lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan

kelincahan daripada latihan Shuttle Run.

Untuk mengetahui tingkat kelincahan seseorang, maka dapat dilakukan

pengukuran dengan menggunakan illinois agility run test. Illinois Agility Run Test

merupakan salah satu tes kelincahan yang sangat mudah dilakukan yaitu dengan

berlari secepat mungkin, lalu dengan cepat mengubah arah gerakan sesuai dengan

alur yang telah disiapkan yaitu pada panjang lahan 10 meter, lebar 5 meter dan

dengan 4 cones yang digunakan sebagai tanda start, finish, dan untuk titik memutar 2

cones. 4 cones lainnya disimpan di tengah-tengah diantara titik start dan finish. Jarak

tiap cones yang di tengah adalah 3.3 meter (Ikal,2015)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, serta masih

sedikit data mengenai kelincahan dan kaitannya dengan zig-zag run exercise dan

shuttle run exercise maka dilakukan sebuah penelitian dengan judul “Zig-Zag Run

Exercise Lebih Efektif Terhadap Peningkatan Kelincahan pada Pemain Basket

(19)

5

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada urain yang telah dijelaskan pada latar belakang diatas, maka

rumusan masalah yang dapat di ambil oleh peneliti adalah :

1. Apakah Zig-zag Run Exercise dapat meningkatkan kelincahan pada

pemain basket siswa SMA?

2. Apakah Shuttle Run Exercise dapat meningkatkan kelincahan pada pemain

basket siswa SMA?

3. Apakah Zig-zag Run Exercise lebih efektif dalam meningkatkan

kelincahan daripada Shuttle Run Exercise pada siswa SMA?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran umum tentang olahraga basket, kelincahan,

Zig-zag Run Exercise dan Shuttle Run Exercise.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk membuktikan efektivitas Zig-zag Run Exercise terhadap

peningkatan kelincahan pada pemain basket siswa SMA.

2. Untuk membuktikan efektivitas Shuttle Run Exercise terhadap

(20)

6

3. Untuk membuktikan Zig-Zag Run Exercise lebih efektif dari pada Shuttle

Run Exercise terhadap peningkatan kelincahan pada pemain basket siswa

SMA.

1.4 MANFAAT PENETILIAN

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan

untuk pembaca tentang efektivitas Zig-zag Run Exercise dan Shuttle Run

Exercise terhadap kelincahan pemain basket.

2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi para pembaca

(mahasiswa) dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan untuk referensi bagi

masyarakat terutama fisioterapis olahraga, pelatih basket dan pemain basket

tentang efektivitas Zig-zag Run Exercise dan Shuttle Run Exercise terhadap

(21)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kelincahan

2.1.1 Pengertian Kelincahan

Kelincahan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang berperan

penting dalam merespon suatu gerakan yang didapatkan dikarenakan harus

mampu bergerak dengan cepat merubah arah atau melepaskan diri (Ismaningsih,

2015).

Menurut Mappaompo (2011) kelincahan adalah suatu bentuk gerakan yang

mengharuskan seorang atau pemain untuk bergerak dengan cepat dan mengubah

arah serta tangkas. Pemain yang lincah adalah pemain yang bergerak tanpa

kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuhnya. Unsur atau

komponen biomotorik yang saling terkait dengan unsur kelincahan terdiri atas

koordinasi, keseimbangan, dan kecepatan (Sajoto, 1988).

Ditinjau dari keterlibatannya atau perannya dalam beraktivitas, kelincahan

dikelompokkan menjadi dua macam yaitu, kelincahan umum (General Agility)

dan kelincahan khusus (Special Agility). Berdasarkan jenis kelincahan tersebut

menunjukkan bahwa, kelincahan umum digunakan untuk aktivitas sehari-hari atau

kegiatan olahraga secara umum yang melibatkan gerakan seluruh tubuh.

(22)

8

dibutuhkan dalam cabang olahraga tertentu. Kelincahan yang dibutuhkan

memiliki karateristik tertentu sesuai tuntutan cabang olahraga yang dipelajari dan

hanya melibatkan segmen tubuh tertentu (Ismaryanti, 2008).

Seorang pemain yang mempunyai kelincahan yang baik mempunyai

beberapa keuntungan, antara lain: mudah melakukan gerakan yang sulit, tidak

mudah jatuh atau cedera, dan mendukung teknik-teknik yang digunakannya

terutama teknik menggiring bola. Ciri-ciri kelincahan dapat dilihat dari

kemampuan bergerak dengan cepat, mengubah arah dan posisi, menghindari

benturan antar pemain dan kemampuan berkelit dari pemain lawan di lapangan.

Kemampuan bergerak mengubah arah dan posisi tergantung pada situasi dan

kondisi yang dihadapi dalam waktu yang relatif singkat dan cepat

(Purwanto,2004)

Berdasarkan definisi diatas, kelincahan merupakan kemampuan seseorang

dalam merubah posisi dan arah tubuhnya dengan cepat dan tepat pada saat

bergerak sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat di lapangan tanpa

kehilangan keseimbangan tubuh.

2.1.2 Kelincahan Pada Pemain Basket

Menurut Sharkey (1984), kelincahan adalah kemampuan tubuh mengubah

arah dengan cepat dan tepat tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan

merupakan bagian dasar dari semua macam olahraga maupun aktifitas yang

memerlukan perubahan posisi badan secara cepat. Faktor dasar yang

mempengaruhi kelincahan adalah daya tahan aerobik dan kebugaran otot yaitu

(23)

9

dan gerak, keseimbangan, power dan koordinasi, faktor-faktor tersebut saling

berkaitan membentuk suatu kelincahan yang merupakan bagian penting pada

performance seseorang.

Untuk mencapai prestasi yang maksimal dalam pelatihan olahraga harus

memperhatikan beberapa faktor, salah satunya adalah teknik dasar dari olahraga

tertentu. Begitu juga dalam olahraga basket, agar mampu melakukan permainan

dengan baik maka harus menguasi teknik dasar dari permainan basket dengan

baik.

Pada pemain basket, kelincahan juga berperan dalam kesiapan untuk

bergerak dengan merubah posisi cepat, membantu meningkatkan kecepatan gerak

dengan arah gerakan yang berkelok-kelok. Kelincahan digunakan untuk

menghindari lawan yang mencoba menutupi arah gerak, berlari dan melompat

tiba-tiba untuk mencetak poin dan menutup pergerakan lawan yang datang

menyerang (Ellis and Smith, 2000).

Menurut Muhammad Muhyi Faruq (2009: 15) para pemain dalam

permainan bola basket membutuhkan tingkat kelincahan sangat tinggi, beberapa

bentuk aktivitas di lapangan yang membutuhkan kelincahan pada saat

memantulkan bola sampai berlari dengan cepat menuju ring basket melewati

beberapa lawan yang menjaga di sekitar ring dengan formasi tertentu. Kelincahan

sangat menentukan agar bisa menerobos menghindari hadangan dari lawan agar

(24)

10

2.1.3 Mekanisme dan Fisiologi Kelincahan

Kelincahan merupakan salah satu komponen biomotorik yang

didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara efektif dan cepat.

Kelincahan terjadi karena gerakan tenaga eksplosif (Ruslan, 2012).

Menurut Lestari (2015), kelincahan juga merupakan kombinasi antara

power dengan flexibility. Besarnya tenaga ditentukan oleh kekuatan dari kontraksi

serabut otot. Kecepatan otot tergantung dari kekuatan dan kontraksi serabut otot.

Kecepatan kontraksi otot tergantung dari daya rekat serabut-serabut otot dan

kecepatan transmisi impuls saraf. Seseorang yang memiliki kelincahan yang

cukup tinggi merupakan seseorang yang mampu mengubah arah posisi satu ke

posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi gerak yang baik.

Elastisitas otot sangat penting karena makin panjang otot tungkai dapat terulur,

makin kuat dan cepat otot dapat memendek atau berkontraksi.

Dengan diberikan pelatihan,otot-otot akan menjadi lebih elastis dan ruang

gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur

sehingga menyebabkan ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah

menjadi sangat lebar. Dengan otot yang elastis, tidak akan menghambat

gerakan-gerakan otot tungkai sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan

panjang. Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini

harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Dengan

meningkatnya komponen-komponen tersebut maka kelincahan akan mengalami

(25)

11

Pelatihan fisik yang teratur akan menyebabkan terjadinya hipertropi

fisiologi otot, yang dikarenakan jumlah miofibril, ukuran miofibril, kepadatan

pembuluh darah kapiler, saraf tendon dan ligamen, dan jumlah total kontraktil

terutama protein kontraktil myosin meningkat secara proposional. Perubahan pada

serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang

lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi

peningkatan kecepatan kontraksi otot. Sehingga meningkatnya ukuran serabut otot

yang pada akhirnya akan meningkatkan kecepatan kontraksi otot sehingga

menyebabkan peningkatan kelincahan (Womsiwor, 2014). Selain itu, terjadinya

adaptasi persyarafan ditandai dengan peningkatan teknik dan tingkat keterampilan

seseorang (Sukadiyanto, 2005).

Menurut McArdle (2010), pemberian pelatihan fisik secara teratur dan

terukur dengan takaran dan waktu yang cukup, dapat menyebabkan perubahan

fisiologis yang mengarah pada kemampuan untuk menghasilkan energi yang lebih

besar dan untuk memperbaiki penampilan fisik. Jenis pelatihan fisik yang

diberikan secara cepat dan kuat, akan memberikan perubahan yang meliputi

peningkatan subtrak anareobik seperti ATP-PC, kreatin dan glikogen serta

peningkatan pada jumlah dan aktivitas enzim.

Jadi, telah dibuktikan secara teoritis bahwa dengan dilakukan pelatihan

fisik maka unsur kebugaran jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan,

fleksibilitas sendi lutut dan pinggul, elastisitas otot dan keseimbangan dinamis

akan mengalami peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh

(26)

12

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kelincahan

Kelincahan termasuk suatu gerak yang rumit, dimana dalam kelincahan

unsur-unsur yang lain seperti kelentukan, koordinasi dan kecepatan yang bereaksi

secara bersamaan. Kelincahan yang dilakukan oleh pemain basket saat berlatih

atau bertanding tergantung pula kemampuan mengkoordinasikan sistem gerak

tubuh dengan respon terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Kelincahan

ditentukan oleh faktor kecepatan bereaksi, kemampuan untuk menguasai situasi

dan mampu mengendalikan gerakan secara tiba-tiba ( Fajri, 2015).

Ada beberapa komponen biomotorik yang mempengaruhi kelincahan yaitu

kekuatan otot, kecepatan, fleksibilitas, kecepatan reaksi, keseimbangan, dan

koordinasi.

a. Kekuatan Otot

Kekuatan merupakan kemampuan otot atau group otot dalam

menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis

maupun statis. Kekuatan otot adalah kekuatan maksimal otot yang di tunjang

oleh cross sectional otot yang merupakan otot untuk menahan beban maksimal

pada aksis sendi (Ismaningsih, 2015).

b. Kecepatan

Kecepatan merupakan kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan

yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau

kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu sesingkat-singkatnya.

(27)

13

waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan tergantung dari faktor yang

mempengaruhinya yaitu kekuatan, waktu reaksi (reaction time) dan

fleksibilitas (Willmore, 2004).

c. Fleksibilitas

Menurut Ismaningsih (2015), fleksibilitas adalah kemampuan untuk

menggerakkan sendi-sendi dalam jangkauan gerakan penuh dan bebas.

Keluwesan otot dan kebebasan gerak persendian sering dikaitkan dengan hasil

pergerakkan yang terkoordinasi dan efisien. Kelenturan di arahkan kepada

kebebasan luas gerak sendi atau ROM. Fleksibilitas menjadi faktor yang juga

penting dalam mempengaruhi kelincahan.

Kelentukan (fleksibilitas) adalah kemampuan seseorang untuk dapat

melakukan gerak dengan ruang gerak seluas-luasnya dalam persendiannya.

Faktor utamanya yaitu bentuk sendi, elastisitas otot, dan ligamen. Ciri-ciri

latihan kelentukan adalah : meregang persendian, mengulur sekelompok otot.

Kelentukan ini sangat diperlukan oleh setiap atlet agar mereka mudah untuk

mempelajari berbagai gerak, meningkatkan keterampilan, mengurangi resiko

cedera, dan mengoptimalkan kekuatan, kecepatan, dan koordinasi. Kelentukan

dapat dikembangkan melalui latihan peregangan (stretching) yaitu peregangan

dinamik dan peregangan statik (Lestari, 2015).

d. Kecepatan reaksi

Menurut Wahjoedi (2000), kecepatan reaksi merupakan waktu yang

diperlukan untuk memberikan respon kinetik setelah menerima suatu stimulus

(28)

14

mendapat sumber dari pendengaran, pandangan (visual), rabaan maupun

gabungan antara pendengaran dan rabaan. Kecepatan reaksi sangat penting

dalam kelincahan, dimana perubahan karateristik kekuatan kecepatan

komponen kontraktil otot yang disebabkan oleh bentangan aksi otot konsentris

dengan menggunakan reflex regangan. Reflex regangan adalah respon paksa

tubuh untuk stimulus eksternal yang membentang pada otot (Ismaningsih,

2015). Semakin cepat waktu yang diberikan untuk memberikan respon kinetik

pada suatu rangsangan (stimulus) maka akan terjadi kecepatan dalam

melakukan pergerakan yang akan meningkatkan kelincahan.

e. Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan

posisi tubuh baik dalam kondisi statik maupun dinamik. Dalam keseimbangan

ini yang perlu diperhatikan adalah waktu refleks, waktu reaksi, dan kecepatan

bergerak. Dan biasanya latihan keseimbangan dilakukan bersama dengan

latihan kelincahan dan kecepatan, bahkan kelentukan. Keseimbangan dapat

dibagi menjadi dua yaitu keseimbangan statis adalah mempertahankan sikap

pada posisi diam di tempat. Ruang geraknya biasanya sangat kecil, seperti

berdiri di atas alas yang sempit. Sedangkan keseimbangan dinamis adalah

kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi tubuhnya pada waktu

bergerak (Lestari, 2015).

f. Koordinasi

Menurut Harsono (1988), koordinasi merupakan kemampuan biomotorik

(29)

15

daya tahan, dan kelentukan. Oleh karena itu, bentuk latihan koordinasi harus

dirancang dan disesuaikan dengan unsur-unsur kecepatan, kekuatan, daya

tahan, kelincahan dan kelentukan (Bompa, 1994).

Faktor yang mempengaruhi kelincahan juga dikelompokkan menjadi 2 yaitu,

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu genetik, tipe tubuh,

umur, jenis kelamin, berat badan, kelelahan, motivasi sedangkan faktor eksternal

yaitu, suhu dan kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, ketinggian tempat,

lingkungan sosial. Berikut uraian dari faktor-faktor tersebut:

1. Faktor internal :

a. Tipe tubuh

Tipe tubuh umumnya diklasifikasikan menjadi tiga komponen tersebut

diistilahkan berturut-turut sebagai: mesomorf, ectomorf, dan endomorph. Tipe

tubuh merupakan kapasitas fisik umum dan hanya sebagai satu indikasi

kecocokan seorang atlet dengan prestasi yang tinggi. berat badan dan tipe

memainkan peranan penting dalam pemilihan cabang olahraga tertentu

(Lestari, 2014)

Menurut Jensen & Fisher, 979), orang yang memiliki bentuk tubuh tinggi

ramping (ectomorf) cenderung kurang lincah seperti halnya orang yang bentuk

tubuhnya bundar (endomorf). Sebaliknya, orang yang bertubuh sedang namun

memiliki perototan yang baik (mesomorf) cenderung memiliki kelincahan

yang lebih baik. Secara khusus oleh Craig yang sependapat dengan

Bloomfield (dalam Pyke, 1991) menyatakan bahwa atlet atletik yang bertipe

(30)

16

b. Umur

Massa otot semakin besar seiring dengan bertambahnya umur seseorang.

Pembesaran otot ini erat sekali kaitannya dengan kekuatan otot, di mana

kekuatan otot merupakan komponen penting dalam peningkatan daya ledak.

Kekuatan otot akan meningkat sesuai dengan pertambahan umur (Kamen dan

Roy, 2000).

Selain ditentukan oleh pertumbuhan fisik, kekuatan otot ini ditentukan

oleh aktivitas ototnya. Laki-laki dan perempuan akan mencapai puncak

kekuatan otot pada usia 20-30 tahun. Kemudian di atas umur tersebut

mengalami penurunan, kecuali diberikan pelatihan. Namun umur di atas 65

tahun kekuatan ototnya sudah mulai berkurang sebanyak 20% dibandingkan

sewaktu muda (Nala, 2011).

c. Jenis kelamin

Anak laki-laki memperlihatkan kelincahan sedikit lebih dari pada

perempuan sebelum umur pubertas. Setelah umur pubertas perbedaan

kelincahan lebih mencolok.

d. Berat badan

Berat badan mengurangi kelincahan. Semakin tinggi angka berat badan

seseorang, maka semakin berkurangnya kelincahan yang dimilikinya.

e. Kelelahan

Kelelahan dapat mengurangi kelincahan. Oleh karena itu, sangat penting

memelihara daya tahan jantung dan daya tahan otot, agar kelelahan tidak

(31)

17

f. Motivasi

Menurut Gunarsa (2004), motivasi olahraga merupakan keseluruhan daya

penggerak (motif–motif) di dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan

berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi arah pada kegiatan

latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Dengan motivasi yang baik

akan mencapai hasil latihan maksimal.

g. Genetik

Genetik manusia, unit yang kecil yang tersusun atas sekuen

Deoxyribonucleic Acid (DNA) adalah bahan paling mendasar dalam

menentukan hereditas. Keunggulan genetik yang bersifat pembawaan atau

genetik tertentu diperlukan untuk berhasil dalam cabang olahraga tertentu.

Beberapa komponen dasar seperti proporsi tubuh, karakter, psikologis, otot

merah, otot putih dan suku, sering menjadi pertimbangan untuk pemilihan

atlet (Widhiyanti 2013). Tubuh seseorang secara genetik rata-rata tersusun

oleh 50% serabut otot tipe lambat dan 50% serabut otot tipe cepat pada otot

yang digunakan untuk bergerak (Quinn, 2013).

2. Faktor eksternal :

a. Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam

peningkatan kelincahan. Pelatihan dapat diartikan sebagai suatu usaha

untuk memperbaiki sistem organ alat-alat tubuh dan fungsinya dengan

tujuan untuk mengoptimalkan penampilan atau kinerja atlet (Nala, 2008).

(32)

18

mengembangkan kemampuan biomotoriknya sehingga mencapai standar

tertentu (Nala, 2002).

b. Suhu dan Kelembapan Relatif

Menurut Widhiyanti (2013), suhu sangat berpengaruh terhadap

performa otot. Suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan seseorang

mengalami dehidrasi saat latihan. Dan suhu yang terlalu dingin

menyebabkan seorang atlet susah mempertahankan suhu tubuhnya, bahkan

menyebabkan kram otot. Pada umumnya upaya penyesuaian fisiologis

atau adaptasi orang Indonesia terhadap suhu tropis sekitar 290-300C dan

kelembaban relatif antara 85%-95%.

c. Arah dan Kecepatan Angin

Arah dan kecepatan angin berpengaruh terhadap kelincahan seseorang

karena pelatihan berlangsung di lapangan terbuka. Arah angin diukur

dengan bendera angin/kantong angin sedangkan kecepatannya dengan

anemometer (Kanginan, 2000). Diharapkan dalam penelitian ini, arah dan

kecepatan angin berada dalam batas toleransi, sehingga pengaruh yang di

terjadi dapat ditekan sekecil-kecilnya atau tempat pengambilan data berada

pada kondisi yang sama atau satu tempat.

d. Ketinggian Tempat

Menurut Shepard (1978), setiap peningkatan ketinggian 1000 meter

dari permukaan laut terjadi penurunan percepatan gravitasi sebesar 0,3

cm/dtk. Hal ini akan mempengaruhi penampilan atlet. Tempat yang

(33)

19

karena beratnya berkurang sebanding dengan penurunan percepatan

gravitasi. Keuntungan ini dibayar dengan kerugian yang lebih besar.

e. Lingkungan

Faktor lingkungan social juga sangat berpengaruh dalam kebiasaan

hidup aktif. Komponen utama dalam lingkungan social ini adalah

keluarga, dimana dukungan dari keluarga dapat memberikan semangat dan

dukungan anak atau keluarganya.

Seorang pelatih merupakan kekuatan inti dari seorang pemain. Dimana

seorang pelatih yang baik mampu memberikan pengaruh dan dapat

memberikan doronan semangat kepada pemainnya.

Media massa merupakan sumber kekuatan yang tersembunyi, namun

juga efektif dalam mempengaruhi kesadaran dan sikap.

2.1.5 Usia Pelatihan Kelincahan

Pada tahap usia sekolah akhir (15-18 tahun) merupakan tahap pemberian

latihan yang lebih spesial karena akan menapaki awal karier prestasi. Oleh karena

itu penyempurnaan teknik dan keterampilan (technically and skill) harus lebih

diperhatikan dengan didukung oleh peningkatan kemampuan fisik yang prima

(Murykuswari, 2012).

2.1.6 Pengukuran Kelincahan

Kelincahan merupakan kecepatan reaksi yang dimiliki seseorang untuk

mengubah arah gerakan. Kelincahan sangat dibutuhkan dalam berolahraga karena

akan melakukan pergerakan dalam keadaan berdiri atau dalam keadaan berlari

(34)

20

Hal tersebut berkaitan dengan fleksibilitas, keseimbangan, kecepatan

reaksi, kekuatan otot dan koordinasi. Pengukuran yang digunakan dalam

penelitian ini untuk mengukur komponen-komponen tersebut adalah Illinois

agility run test. Illinois agility run test merupakan salah satu tes kelincahan yang

sangat mudah dilakukan yaitu dengan berlari secepat mungkin, lalu dengan cepat

mengubah arah gerakan sesuai dengan alur yang telah disiapkan yaitu pada

panjang lahan 10 meter, lebar 5 meter dan dengan 4 cones yang digunakan

sebagai tanda start, finish, dan untuk titik memutar 2 cones. 4 cones lainnya

disimpan di tengah-tengah diantara titik start dan finish. Jarak tiap cones yang di

tengah adalah 3.3 meter (Ikal,2015).

Gambar 2.1 Illinois Agility Run Test

2.2 Kajian Anatomi dan Fisiologi

2.2.1 Anatomi Otot Tungkai

Daerah tungkai memiliki beberapa grup otot besar yang dapat memberikan

(35)

21

1. Group Otot Ekstensor Knee dan FleksorHip (Quadriceps Femoris)

Otot quadriceps femoris adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada

bagian depan paha manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan ekstensi pada

knee (Watson, 2002). Otot quadriceps terdiri atas empat otot, yaitu:

Gambar 2.2 Grup otot quadriceps femoris (Watson, 2002)

a) Otot Rectus Femoris

Terletak paling superfisial pada facies ventalis berada diantara otot

quadriceps yang lain yaitu otot vastus lateralis dan medialis. Berorigo pada

Spina Illiaca Anterior Inferior (caput rectum) dan pada os ilium di cranialis

acetabulum (caput obliquum) dan mengadakan insersio pada tuberositas tibia

dengan perantaran ligamentum patellae. Otot ini digolongkan ke dalam otot

(36)

22

b)Otot Vastus Lateralis

Tipe otot ini adalah otot tipe II yang berada pada sisi lateral yang

mengadakan perlekatan pada facies ventro lateral trochanter major dan

labium lateral linea aspera femoris (Watson, 2002).

c) Otot Vastus Medial

Melekat pada labium medial linea aspera (dua pertiga bagian bawah)

dan termasuk otot tipe II (Watson, 2002).

d)Otot Vastus Intermedius

Mengadakan perlekatan pada facies ventro-lateral corpus femoris juga

merupakan otot tipe II (Watson, 2002).

2. Grup Otot Fleksor Knee dan Ekstensor Hip (Hamstring)

Hamstring merupakan otot paha bagian belakang yang berfungsi sebagai

fleksor knee dan ekstensor hip. Secara umum hamstring bertipe otot serabut

otot tipe II (Watson, 2002). Hamstring terbagi atas tiga otot yaitu:

(37)

23

a) Otot Biceps Femoris

Mempunyai dua buah caput. Caput longum dan breve, caput longum

berorigo pada pars medialis tuber Ichiadicum dan M. semitendinosus

sedangkan caput breve berorigo pada labium lateral linea aspera femoris,

insersio otot ini pada capitulum fibula (Watson, 2002).

b) Otot Semitendinosus

Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio pada

facies medialis ujung proximal tibia (Watson, 2002).

c) Otot Semimembranosus

Melekat di sebelah pars lateralis tuber ichiadicum turun ke arah sisi

medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior condylus

medialis tibia (Watson, 2002).

3. Grup Otot Plantar FleksorAnkle

Gambar 2.4 Grup otot plantar fleksor ankle (Watson, 2002)

a) Otot Gastrocnemius

Otot ini merupakan serabut otot fast-twitch yang sangat kuat untuk plantar

(38)

24

superfisial pada dorsal tungkai dan terdiri dari dua caput pada bagian atas

calf. Dua caput tersebut bersamaan dengan soleus membentuk triceps surae.

Bagian lateral dan medial otot masih terpisah satu sama lain sejauh

memanjang ke bawah pada middle dorsal tungkai. Kemudian menyatu di

bawah membentuk tendon yang besar yaitu tendon Achilles (Hamilton,

2002).

b) Otot Soleus

Seperti otot gastrocnemius, otot soleus berfungsi pada gerakan plantar

fleksi kaki pada ankle joint. Otot ini terletak di dalam gastrocnemius, kecuali

di sepanjang aspek lateral dari ½ bawah calf, di mana bagian lateral soleus

terletak pada bagian atas dari tendon calcaneus. Serabut otot soleus masuk ke

dalam tendon calcaneal dalam pola bipenniform. Otot ini dominan memiliki

serabut slow-twitch (Hamilton, 2002).

4. Group Otot Dorsi Fleksor Ankle

(39)

25

a)Tibialis Anterior

Otot ini terletak di sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus

lateral kebawah pada aspek medial regio tarsometatarsal. Sekitar ½ sampai

2/

3 ke bawah tungkai otot ini menjadi tendinous. Tendon berjalan di depan

malleolus medial sampai pada cuneiform pertama. Otot ini berperan dalam

gerakan dorsi fleksi ankle dan kaki, serta supinasi (inversi dan adduksi) tarsal

joint ketika kaki dorsi fleksi. Dalam penelitian EMG, otot ini ditemukan aktif

pada ½ orang yang berdiri bebas dan ketika dalam posisi forward lean

(Hamilton, 2002).

b) Extensor Digitorum Longus

Otot ini memanjang pada empat jari-jari kaki. Otot ini juga berperan pada

gerakan dorsi fleksi ankle joint dan tarsal joint serta membantu eversi dan

abduksi kaki. Otot ini berbentuk penniform, terletak di lateral dari tibialis

anterior pada bagian atas tungkai dan lateral dari extensor hallucis longus

pada bagian bawahnya. Tepat di depan ankle joint tendon ini membagi empat

tendon pada masing-masing jari-jari kaki (Hamilton, 2002).

c) Extensor Hallucis Longus

Otot ini berperan dalam gerakan ekstensi dan hiperekstensi ibu jari kaki.

Otot extensor hallucis longus juga berperan pada gerakan dorsi fleksi ankle

dan tarsal joint. Seperti otot diatas, otot ini juga berbentuk penniform. Pada

bagian atas otot ini terletak di dalam tibialis anterior dan extensor digitorum

longus, tetapi sekitar ½ bawah tungkai tendon ini menyebar diantara dua otot

(40)

26

tendonnya ke arah medial melewati permukaan dorsal kaki sampai pada ujung

ibu jari kaki (Hamilton, 2012).

Selain otot tungkai, otot yang berperan dalam gerakan kelincahan adalah

otot gluteus maximus, gluteus medius dan minimus, Otot-otot ini berperan sebagai

pembentuk bokong.

a. Gluteus maximus

Otot ini merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar ilium

membentuk perineum. Fungsinya, antagonis dari iliopsoas yaitu rotasi fleksi

dan endorotasi femur. Fungsi utama dari gluteus maximus adalah untuk

menjaga bagian belakang tubuh tetap tegap, atau untuk mendorong kedudukan

pinggul ke posisi yang tepat.

Gambar 2.6 otot gluteus maximus (Watson, 2002)

b. Gluteus medius dan minimus

Otot ini terdapat di bagian belakang dari sendi ilium di bawah gluteus

maksimus. Fungsinya, abduksi dan endorotasi dari femur dan bagian medius

(41)

27

Gambar 2.7 otot gluteus medius dan minimus (Watson, 2002)

2.2.2 Fisiologi Otot Rangka

Karakteristik otot rangka secara fisiologis ada 4 aspek yaitu: contractility

yaitu kemampuan otot untuk mengadakan respon (memendek) bila dirangsang

(otot polos 1/6 kali; otot rangka 1/10 kali). Exstensibility (distensibility) yaitu

kemampuan otot untuk memanjang bila otot ditarik atau ada gaya yang bekerja

pada otot tersebut bila otot rangka diberi beban. Elasticity yaitu kemampuan otot

untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah mengalami exstensibility atau

distensibility (memanjang) atau contractility (memendek). Exsitability electric

yaitu kemampuan untuk merespon terhadap rangsangan tertentu dengan

memproduksi sinyal-sinyal listrik disebut tindakan potensi (Tortora dan

Derrickson, 2009).

Otot rangka memperlihatkan kemampuan berubah yang besar dalam

memberi respon terhadap berbagai bentuk latihan (Sudarsono, 2009). Beberapa

unit organ tubuh akan mengalami perubahan akibat dilakukan pelatihan. Dengan

latihan yang teratur, akan memberikan beberapa efek positif terhadap otot, bahkan

(42)

28

memungkinkan untuk respon lebih efisien terhadap berbagai jenis kebutuhan pada

otot (Wiarto, 2013).

2.3 Pelatihan

2.3.1 Pengertian Pelatihan

Pelatihan merupakam suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ

alat-alat tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk mengoptimalkan penampilan atau

kinerja atlet (Nala, 2008). Pelatihan merupakan suatu proses sistematis dari

pengulangan, suatu kinerja progresif yang juga menyangkut proses belajar serta

memiliki tujuan memperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan

atlet mencapai optimal, secara fisiologis pelatihan fisik merupakan suatu proses

pembentukan reflex bersyarat, proses belajar bergerak serta menghafal gerak

(Bompa, 1990).

Menurut Lestari (2014), kata kunci yang harus dipahami yaitu pelatihan

merupakan suatu proses yang sistematis, repetitif, durasi, progresif dan individual:

(1) sistematis adalah cara atau metode pelatihan terencana secara detail; (2)

repetitif adalah suatu gerakan berulang yang sama dilakukan lebih dari satu kali;

(3) durasi adalah lamanya aktivitas pelatihan (termasuk istirahat) yang harus

dilakukan dalam satu sesi atau sekali pelatihan; (4) progresif adalah peningkatan

atau penambahan beban pelatihan yang dilakukan secara bertahap yang diawali

dengan pemberian beban yang ringan kemudian ditingkatkan secara bertahap

sesuai dengan kemampuan atlet atau dimulai dengan pelatihan yang mudah

(sederhana) kemudian secara bertahap diberikan pelatihan yang semakin berat

(43)

29

Pemberian beban pelatihan tidak dapat disamaratakan untuk setiap atlet,

walaupun mereka dalam satu regu cabang olahraga (Nala, 1998).

Secara garis besar pelatihan dapat dibagi atas : (1) Pelatihan fisik (physical

training); (2) Pelatihan teknik (technical training); (3) Pelatihan taktik atau

strategi (tactical training); (4) Pelatihan mental atau psikis termasuk rohani

(psychological training) (Nala, 2002).

2.3.1 Tujuan Pelatihan

Menurut Nala (2002), pelatihan fisik adalah suatu aktivitas fisik yang

dilakukan secara sistematis dalam jangka waktu yang lama secara individual

dengan kian lama kian bertambah bebannya. Tujuan latihan fisik meningkatkan

fungsi potensial yang dimiliki atlet dan mengembangkan kemampuan

biomotoriknya sehingga mencapai standar tertentu.

Perkembangan kondisi fisik secara menyeluruh sangatlah penting, karena

tanpa kondisi fisik yang baik tidak akan dapat mengikuti pelatihan dengan

optimal. Dalam olahraga, pelatihan fisik diarahkan untuk meningkatkan

komponen-komponen kondisi fisik. Dengan demikian pelatihan fisik bertujuan

untuk meningkatkan fungsi kerja faal tubuh dan keterampilan kerja (Lestari,

2015).

Menurut Nossek (1982), tujuan pelatihan fisik meliputi tujuan jangka

panjang dan jangka pendek. Tujuan pelatihan jangka panjang adalah agar

tercapainya status juara, sedangkan tujuan pelatihan jangka pendek berisi aspek

(44)

30

daya ledak, kecepatan, kelentukan, reaksi, kelincahan dan sebagainya termasuk

keterampilan (Nossek, 1982).

Pelatihan fisik bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik

dan penyesuaian diri terhadap pembebanan sehingga dicapai kinerja yang tinggi.

Hal ini juga didukung oleh pendapat Nossek (1982) yang mengatakan bahwa

pelatihan fisik bertujuan untuk peningkatan kesiapan dan kapasitas kinerja

olahragawan. Tujuan pelatihan fisik adalah untuk memperbaiki sistem dan fungsi

dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal (Bompa, 1990). Tujuan

utama pelatihan fisik adalah untuk membantu memaksimalkan peningkatan

keterampilan dan prestasi atlet (Harsono, 1996).

2.3.2 Prinsip Pelatihan

Latihan fisik pada hakikatnya merupakan pemberian tahanan pada tubuh

secara teratur, sistematis, berkesinambungan sedemikian rupa sehingga dapat

meningkatkan kinerja, oleh karena itu perlu dipahami prinsip-prinsip latihan

(Brooks, 1984).

Ada beberapa prinsip latihan yang perlu dipahami dengan baik dan benar

oleh para atlet yang akan meningkatkan prestasinya. Menurut pendapat beberapa

ahli bahwa prinsip-prinsip pelatihan tersebut adalah:

a) Prinsip beban berlebih (the overload principle). Prinsip latihan ini bertujuan

untuk mendapatkan pengaruh latihan yang baik, organ tubuh harus mendapat

beban yang biasanya diterima dalam aktivitas sehari-hari. Beban yang

diterima bersifat individual, tetapi pada prinsipnya diberi beban sampai

(45)

31

b) Prinsip beban bertambah (the principle of progressive resistance). Prinsip

latihan ini adalah beban kerja dalam latihan ditingkatkan secara bertahap dan

disesuaikan dengan kemampuan fisiologi dan psikologi setiap atlet.

c) Prinsip latihan beraturan (the principle of arrangement of exercise). Dalam

setiap melaksanakan latihan, ada tiga tahap yang harus dilalui, yaitu :

pemanasan, latihan inti dan pendinginan. Latihan hendaknya dimulai dari

kelompok otot yang besar, kemudian dilanjutkan pada kelompok otot yang

kecil.

d) Prinsip kekhususan (the principle of specificity). Kekhususan adalah latihan

satu cabang olahraga, mengarah pada perubahan morfologi dan fungsional

yang berkaitan dengan kekhususan cabang olahraga tersebut. Kekhususan

tersebut meliputi kelompok otot yang dilatih dan latihan yang diberikan harus

sesuai dengan keterampilan khusus.

e) Prinsip individualisasi (the principle of Individuality). Faktor individu

mempunyai karakteristik yang berbeda, baik secara fisik maupun secara

psikologis. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah kapasitas kerja serta

perkembangan kepribadian, penyesuaian kapasitas fungsional individu dan

kekhususan organisme.

f) Prinsip kembali asal (reversible principle). Kualitas yang diperoleh dari

latihan akan dapat menurun apabila tidak melakukan latihan dalam waktu

tertentu, demikian harus berkesinambungan.

g) Prinsip beragam (variety principle). Latihan memerlukan proses panjang yang

(46)

32

Untuk mengatasinya pelatih harus mampu menciptakan suasana yang

menyenangkan serta membuat aneka macam bentuk latihan.

Dalam melakukan pelatihan harus sesuai dengan prosedur pelatihan, yaitu

sebelum melakukan pelatihan inti perlu dilakukan pemanasan yang berupa

gerakan-gerakan ringan selama 5-10 menit termasuk peregangan otot-otot

(Nala,1986).

Menurut Nala (2002), pemanasan merupakan suatu latihan yang sangat

bersifat fisiologis yang telah secara luas diterima dalam program olahraga.

Pemanasan menghasilkan penampilan berupa latihan dengan intensitas ringan

sampai sedang sebelum pertandingan dengan intensitas yang lebih tinggi.

Pemanasan sangat menguntungkan penampilan karena meningkatkan suhu otot

aktif. Kenaikan suhu otot memungkinkan otot berkontraksi dan mengendor lebih.

Pemanasan juga mempermudah lepasnya oksigen dari hemoglobin dan menaikkan

volume oksigen sehingga kebutuhan energi aerobik berkurang pada permulaan

latihan keras, lagi pula pemanasan awal dapat mengurangi resiko cedera tendon

dan otot. Pemanasan atau warming up sangatperlu dilakukan oleh setiap atlet baik

sebelum berlatih maupun sebelum pertandingan. Sistema tubuh pada waktu

istirahat berada dalam keadaan inersia atau tidak begitu aktif.

Dalam penelitian ini yaitu olahraga bola basket, akan dilakukan

pemanasan selama kurang lebih 10 menit, untuk meningkatkan suhu dan aliran

darah ke seluruh otot lurik terutama otot-otot pada anggota gerak bawah sehingga

(47)

33

Untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah melakukan pelatihan perlu

dilakukan pendingan. Pendinginan merupakan kegiatan penutupan berisi kegiatan

yang tujuannya untuk menyesuaikan keadaan tubuh secara bertahap agar kembali

ke kondisi normal. Kegiatan pendinginan ini bermanfaat untuk mencegah otot

terasa pegal dan kaku. Kegiatannya seperti dengan berbaring, duduk dengan kaki

lebih tinggi. Bisa juga diakhiri dengan jalan kaki lamban selama 3-5 menit, atau

hingga denyut jantung kembali normal (Lutan, 2002). Arti fisiologis yang dapat

ditelusuri dari latihan penutupan ini ialah gerakan-gerakan ringan itu akan

membantu memperlancar sirkulasi (mengaktifkan pompa vena), sehingga akan

membantu mempercepat pembuangan sampah-sampah sisa olahdaya dari otot-otot

yang aktif pada waktu melakukan olahraga sebelumnya.

Dengan tersingkirnya sampah-sampah sisa olahdaya, maka rasa pegal

setelah olahraga dapat dicegah atau dikurangi. Itulah arti fisiologis dari latihan

pendinginan yang pada hakikatnya berupa auto-massage yaitu memijit oleh diri

sendiri (Giriwijoyo, 1992).

Pendinginan atau cooling down dilakukan setelah selesai melakukan

pelatihan atau aktivitas fisik lainnya. Tujuan dari pendinginan adalah menarik

kembali secepatnya darah yang terkumpul di otot skeletal yang telah aktif

sebelumnya ke peredaran darah sentral. Selain itu, berfungsi juga untuk

membersihkan darah dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan asam laktat

yang berada di dalam otot dan darah. Latihan pendinginan dalam penelitian ini

dilakukan kurang lebih 10 menit. Kegiatan yang dilakukan dalam latihan

(48)

34

melakukan peregangan statis dan pelemasan terutama pada anggota gerak tubuh

bagian bawah selama 7 menit.

2.4 Zig-Zag Run Exercise

2.4.1 Pengertian Zig-Zag Run Exercise

Menurut Siswantoyo (2003: 20) zig-zag run adalah gerakan lari

berkelok-kelok mengikuti lintasan. Latihan zig-zag run dapat digunakan untuk

meningkatkan kelincahan karena unsur gerak yang terkandung dalam latihan

zig-zag run merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah

dan posisi tubuh, kecepatan, keseimbangan yang juga merupakan komponen gerak

kelincahan. Tujuan latihan lari zig-zag adalah untuk menguasai keterampilan lari,

menghindar dari berbagai halangan baik orang maupun benda yang ada di

sekeliling (Saputra, 2002). Sesuai dengan tujuannya lari zig-zag dibedakan

menjadi dua, yaitu:

1. Latihan lari zig-zag untuk mengukur kelincahan seseorang

2. Latihan lari zig-zag untuk merubah arah gerak tubuh atau bagian tubuh.

Menurut Harsono (1988) keuntungan dan kerugian zig-zag run, yaitu:

1) Keuntungan:

a. Kemungkinan cidera lebih kecil karena sudut ketajaman berbelok arah lebih

kecil (45 dan 90 derajat).

b. Banyak membutuhkan koordinasi gerak tubuh, sehingga mempermudah dalam

tes kelincahan dribbling.

2) Kerugian:

(49)

35

b. Atlet tidak terbiasa dengan ketajaman sudut lari yang besar sehingga pada saat

melakukan tes kelincahan dribbling atlet menganggap sudut lari tes kelincahan

dribbling lebih sulit. Akibatnya atlet konsentrasinya terpusat pada arah belok

dan bukan pada kecepatan larinya.

2.4.2. Aplikasi Zig-Zag Run Exercise

Prosedur pelaksanaan zig-zag runExercise untuk meningkatkan

kelincahan sebagai berikut :

a. Cones disusun berbentuk garis zig-zag dengan jarak antar titik 2 meter.

b. Peserta berdiri di belakang garis start.

c. Setelah ada aba-aba “ya” peserta berlari secepat mungkin mengikuti

arah/cones yang telah disusun secara zig- zag sesuai dengan diagram

sampai batas finish.

Gambar 2.8 Latihan zig-zag run (Gilang, 2007)

2.4.2 Efek Zig-zag Run Exercise Terhadap Kelincahan

Dengan diberikan pelatihan zig-zag run maka unsur kebugaran

jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi lutut

(50)

36

peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh terhadap

peningkatan kelincahan kaki. Kekuatan merupakan kemampuan

neuromuskuler untuk mengatasi tahanan beban luar dan beban dalam.

Akan terjadi penigkatan kemampuan dan respon fisiologis pada pelatihan

ini yaitu terjadi hypertrophy (pembesaran otot), dan adaptasi persyarafan.

Terjadinya hypertrophy disebabkan oleh bertambahnya jumlah myofibril

pada setiap serabut otot, meningkatnya kepadatan kapiler pada serabut otot

dan meningkatnya jumlah serabut otot. Terjadinya adaptasi persyarafan

ditandai dengan peningkatan teknik dan tingkat keterampilan seseorang

(Sukadiyanto, 2005). Kecepatan sebagai hasil perpanduan dari panjang

ayunan tungkai dan jumlah langkah. Fleksibilitas merupakan kemampuan

persendian untuk bergerak dalam ruang gerak sendi secara maksimal dan

elastisitas merupakan kemampuan otot untuk berkontraksi dan berelaksasi

secara maksimal. Dengan diberikan pelatihan zig-zag run otot-otot akan

menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin baik sehingga

persendian akan menjadi sangat lentur sehigga menyebabkan ayunan

tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar.

Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini harus

mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Otot-otot

sinergis berkontraksi lebih tepat, dan meningkatnya inhibisi otot-otot

antagonis. Dengan meningkatnya komponen-komponen tersebut maka

(51)

37

Menurut Hanafi (2010) elastisitas otot sangat penting karena makin

panjang otot tungkai dapat terulur, makin kuat dan cepat ia dapat

memendek atau berkontraksi. Dengan otot yang elastis, tidak akan

menghambat gerakan-gerakan otot tungkai sehingga langkah kaki dapat

dilakukan dengan cepat dan panjang. Kelincahan kaki merupakan hal yang

sangat penting, sebab pemain tersebut akan dapat dengan mudah untuk

mengontrol keadaannya disaat melakukan teknik-teknik saat mengontrol

bola. Kecepatan reaksi secara fisiologis ditentukan oleh tingkat

kemampuan penerima rangsang penghantaran stimulus ke sistem syaraf

pusat, penyampaian stimulus melalui syaraf sampai terjadinya sinyal,

penghantaran sinyal dari sistem syaraf pusat ke otot, dan kepekaan otot

menerima rangsang untuk menjawab dalam bentuk gerak (Sukadiyanto,

2005). Semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mereaksi stimulus

maka semakin baik kecepatan reaksinya. Waktu yang diperlukan untuk

mereaksi stimulus akan menjadi semakin singkat karena terlatihnya

kepekaan saraf sensorik dalam menghantarkan stimulus ke otak dan

terlatihnya saraf motorik dalam menghantarkan perintah/sinyal dari otok

ke otot. Dengan meningkatnya komponen kemampuan fisiologis tersebut

maka akan menyebabkan peningkatan pada kecepatan reaksi.

Dari penelitian sebelumnya yaitu Utama (2013), dikatakan bahwa

dengan melakukan pelatihan zig-zag run exercise akan meningkatkan

(52)

38

2.5 Shuttle Run Exercise

2.5.1 Pengertian Shuttle Run Exercise

Shuttle run adalah lari secepatnya bolak-balik dari suatu titik ke titik

lainnya, artinya dimulai dari satu titik, kemudian lari ke satu titik lainnya yang

jaraknya 4-5 meter (Maulana,2014). Latihan ini bertujuan untuk melatih

mengubah arah gerak dengan cepat sambil melakukan gerakan.

Menurut Harsono (1988: 172) keuntungan dan kerugian shuttle run exercise,

yaitu :

1) Keuntungan:

a. Secara psikis gerakan shuttle run lebih mudah di ingat sehingga

memungkinkan atlet dapat berkonsentrasi penuh pada kecepatan lari.

2) Kerugian:

a. Pada waktu melakukan latihan, kemungkinan atlet cidera otot lebih besar

karena shuttle run menuntut kekuatan otot untuk berhenti secara mendadak

lalu berbelok arah untuk berlari kearah yang berlawanan.

b. Banyak membutuhkan konsentrasi pada saat berbalik arah.Hal ini

dikarenakan sering terjadi kehilangan keseimbangan.

2.5.2 Aplikasi Shuttle Run Exercise

Prosedur pelaksanaan shuttle run exercise untuk meningkatkan kelincahan

sebagai berikut :

a. Lari bolak-balik dilakukan dengan secepat mungkin sebanyak 6-8

(53)

39

b. Setiap kali sampai pada suatu titik sebagai bata, si pelari harus

secepatnya berusaha mengubah arah untuk berlari menuju titik

larinya.

c. Perlu diperhatikan bahwa jarak antara kedua titik tidak boleh

terlalu jauh, dan jumlah ulangan tidak terlampau banyak sehingga

menyebabkan kelelahan bagi si pelari.

d. Dalam latihan ini yang diperhatikan ialah kemampuan mengubah

arah dengan cepat pada waktu bergerak.

Gambar 2.9 Latihan shuttle run (Gilang, 2007)

2.5.3 Efek Shuttle Run Exercise Terhadap Kelincahan

Latihan shuttle rum dapat menimbulkan perubahan-perubahan fisiologis,

juga menimbulkan akumulasi nilai dari manfaat latihan sehingga akan

meningkatkan “dayakarsa” untuk mengikuti latihan. Perubahan fisiologis yang

terjadi akibat latihan ditandai dengan meningkatnya fungsi organ tubuh dan otot,

Gambar

Gambar 2.1 Illinois Agility Run Test
Gambar 2.2  Grup otot quadriceps femoris (Watson, 2002)
Gambar 2.3 Grup otot hamstring (Watson, 2002)
Gambar 2.4 Grup otot plantar fleksor ankle (Watson, 2002)
+4

Referensi

Dokumen terkait

judul “ Pengaruh Latihan Zig-Zag Run Terhadap Kecepatan Lari Pemain Futsal ”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana.. Fisioterapi di Program

Melalui latihan kelincahan yang berupa lari bolak balik (shuttle run), lari bolak balik (zig zag run), dan bumerang dapat meningkatkan kemampuan kebugaran jasmani pada Siswa

Tujuan Penelitian: Mengetahui pengaruh latihan Zig Zag running terhadap peningkatan kelincahan pada pemain sepak bola usia 15-18 tahun di New Salatiga Training Center.

kelincahan pada pemain sepakbola.. 3) Apakah ada beda pengaruh latihan shuttle run dan nebraska agility. drill terhadap kelincahan pada pemain sepakbola.

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pengaruh yang signifikan antara latihan Bag Drill dan latihan Zig – zag run terhadap kelincahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode latihan Zig – Zag Run Terhadap Hasil kelincahan Dribbling Bola

Metode latihan lari zig-zag memberikan efek yang positif terhadap aqility dalam menggiring bola pada UKM Futsal UM Palopo, latihan lari zig-zag run merupakan jenis latihan yang

Sehingga ditarik kesimpulan penelitian ini telah menemukan bahwa latihan kombinasi Shuttle Run dan Zig-zag Run ada peningkatan terhadap kelincahan atlet karate putra dan putri