(Analisis Isi Objektivitas Pers Dalam Menyajikan Berita Bonek Yang
Dimuat di Surat Kabar Jawa Pos Edisi 24 Januari – 30 januari 2010)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana
pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur
OLEH :
ACHMAD BASORI
05430100259
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA
TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI
ACHMAD BASORI
NPM, 0543010259
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeritas
Pembangunan Nasional “veteran” Jawa Timur
Pada tanggal 8 Juni 2010
Dosen Pembimbing
TIM PENGUJI :
1.
Ketua
Dra. Sumardjijati, Msi
Dra, Sumardjijati MSi
NPT. 19620323 199309 2001
NPT. 19620323 199309 2001
2. Sekertaris
Dra. Dyva Claretta, Msi
NPT. 3 6601 94 00271
3.Anggota
Dra. Herlina Suksmawati, Msi
NIP. 19641225 199309 2001
Mengetahui,
DEKAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis tujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena
karuniaNya, penulis bisa melaksanakan dan menyelesaikan proposal penelitian ini
dengan judul Objektifitas Jawa Pos Dalam Pemberitaan Bonek.
Penulis dalam menyusun skripsi ini, tidak lepas dari bimbingan dan
bantuan dari semua pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak, Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih,
kepada:
1.
Allah SWT. Karena telah melimpahkan segala karuniaNYA, sehingga
penulis mendapatkan kemudahan selama proses penyusunan skripsi ini.
2.
Ibu, bapak, serta keluarga dirumah yang selalau memberikan doa dan
dorongan.
3.
Ibu Dra. Sumardjijati, sebagai pembimbing dosen pembimbing.
4.
Bapak Juwito S.sos, Msi ketua program studi komunikasi
5.
Bapak Saifuddin Zuhri. Msi. Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi.
6.
Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan
dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Ndutz yang selalu memberikan semangat tiada henti. Cuma kamu.
8.
Sahabat sahabat ku MA 1F, tedy, topo, panji, rofik, rizard, mbon, cak mat,
terimakasih buat kalian semua, yang memberiku semangat
9.
Teman teman angkatan 2005.
ii
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Komunikasi di
masa yang akan datang.
Surabaya, 25 Mei 2010
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI
KATA PENGANTAR ………... i
DAFTAR ISI ... iii
ABSTRAK ………. v
BAB I PENDAHULUAN
... 1
1.1.
Latar Belakang ... 1
1.2.
Perumusan Masalah ... 11
1.3.
Tujuan Penelitian ... 11
1.4.
Manfaat Penelitian ... 12
BAB II LANDASAN TEORI
... 13
2.1. Komunikasi Massa ... 13
2.2. Jurnalistik, Pers, dan Berita ... 17
2.2.1.
Jurnalistik ... 17
2.2.2.
Pers ... 18
2.2.3.
Berita ... 24
2.3. Objektifitas ... 29
2.4. Teori Media Politik-Ekonomi ... 38
2.5. Konsep Penyajian Data ... 40
BAB III METODE PENELITIAN
... 46
iv
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 51
3.5. Metode AnalisisData... 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
... 53
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 53
4.1.1. Profil Harian Jawa Pos ... 53
4.2. Penyajian Data dan Pembahasan ... 56
4.2.1. Objektifitas Pemberitaan Tentang Bonek ... 57
4.2.1.1. Akurasi Pemberitaan ... 58
4.2.1.2. Validitas Berita ... 60
4.2.1.3. Keseimbangan Pemberitaan ... 64
4.2.1.4. Netralitas ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
... 70
5.1. Kesimpulan ... 70
5.2. Saran ... 71
ABSTRAKSI
ACHMAD BASORI, OBJEKTIFITAS JAWA POS DALAM
PEMBERITAAN BONEK (Analisis isi tentang objektivitas berita bonek di
harian jawa pos edisi 24 januari sampai 30 januari 2010)
Penelitian ini didasarkan pada fenomena yang terjadi dalam dunia
jurnalisme, berita objektif pada dasarnya bersifat subjektif dari wartawan yang
melakukan peliputan maupun orang-orang yang terlibat dalam perusahaan media
tersebut. Padahal berdasarkan kode etik jurnalistik dan undang-undang pers
dalam menyajikan berita, media massa harus objektif. Bertolak dari pemikiran
tersebut, penulis melakukan penelitian pada surat kabar Jawa Pos untuk
mengetahui seberapa besar dan bagaimanakah objektifitas Jawa Pos dalam
menyajikan beria Bonek.
Penelitian ini menaruh perhatian pada objektivitas Jawa Pos dalam
menyajikan berita tentang Bonek. Dalam menganalisis, penulis menggunakan
beberapa indikasi objektivitas menurut teori j. Wathersal dan Ida Rachma, Ph.D.
adapun indikasi yang digunakan yaitu Faktualitas yang terdiri dari akurai dan
validitas,serta imparsialitas yang terdiri dari keseimbangan dan netralitas. Dan
untuk menguji digunakan teori ekonomi media.
Metode yang digunakan adalah analisis isi yang termasuk penelitian
kuantitatif. Data dianalisis dengan mengunakan indikasi objektivitas sesuai teori
dari J. Wwathersal dan Rachma Ida, PH.D. kemudian data dianalisis mengunakan
lembar koding selanjutnya dimasukan ke table frekuensi. Hasil dari analisis akan
dideskripsikan, untuk mengetahui seberapa besar dan bagaimanakah objektivitas
jawa pos dalam pemberitaan Bonek.
Dari data yang telah dianslisi menyebutkan Bahwa dari ke – 5 berita
tentang Bonek yang disajikan Harian Jawa Pos ada beberapa berita yang sudah
memenuhi unsur objektivitas dan ada juga yang belum objektif, dari keseluruhan
berita terdapat 2 berita yang sudah objektif dan 3 berita lainya masih belum
objektif. Artinya masih ada unsure – unsur dari objektivitas yang dilanggar oleh
wartawan dalam menulis berita.
Bahwa dari pemberitaan Bonek di harian Jawa Pos masih terdapat berita –
berita yang belum memenuhi unsur-unsur objektivitas, ketidakobjektivan yang
muncul itu adalah dari unsur pencantuman waktu, adanya opini wartawan yang
masuk dalam berita, sumber yang tidak berkompeten, dan sumber berita yang
tidak berimbang. dari unsure-unsur yang telah dilanggar pencampuran opini
wartawan lah yang memiliki presentase paling besar. Padahal media sebagai
sumber informasi seharusnya bersifat objektif, dengan manyajikan informasi
berdasarkan fakta .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sekarang ini limpahan informasi begitu luar biasa. Hal ini tentu berkaitan
dengan makin banyak, beragam, dan canggihnya indstri media informasi dan
komunikasi, mulai cetak hingga elektronik, menawarkan berita dan sensasi. Disisi lain bisa disaksikan juga menyaksikan kebebasan yang dimiliki oleh penggiat
media dalam berbagai pemberitaannya, beriring dengan gagasan reformasi dan
demokrasi politik setelah tumbangnya rezim lama. Akibatnya tak jarang
masyarakat ‘binggung’ oleh banyaknya berita yang diproduksi. Selain itu, kita
juga kerap bertanya tanya karena sering kali antara berita berita itu saling berbeda
dan bahkan berlawanan.
Meskipun sikap independen dan objektif menjadi kiblat setiap jurnalis
pada kenyataanya sering kali didapatkan suguhan berita yang beraneka warna dari
sebuah peristiwa yang sama. Berangkat dari sebuah peristiwa yang sama, media
tertenu mewartakan dengan cara menonjolkan sisi atau aspek tertentu, sedangkan
media lainya meminimalisir, memelintir, bahkan menutup sisi aspek tersebut, dan
sebagainya. Ini semua menunjukan bahwa di balik jubah kebesaran independensi
dan objektivitas, seorang jurnalis menyimpan paradoks, tragedi, dan bahkan ironi.
Dengan membandingkan beberapa pemberitaan di media. Sangat mungkin
dari bias-bias, baik yang berkaitan dengan ideology, politik, ekonomi, social,
budaya, bahkan agama. Tidak ada satu pun media yang memiliki sikap independensi dan objektivitas yang absolute. Tanpa adanya kesadaran seperti ini,
mungkin saja kita menjadi bingung, merasa terombang-ambing, dan dipermainkan
oleh penyajian media.
Sebagai pembaca koran,pendengar, atau pemirsa televise, kita seringkali
dibuat binggung kenapa peristiwa yang satu diberitakan sementara peristiwa lain
tidak diberitakan. Kenapa kalau ada dua peristiwa yang sama, pada hari yang
sama, media lebih sering membeitakan peristiwa yang satu dan meupakan yang
lain. Deretan pertanyaan tersebut dapat diperpanjang. Media bukanlah saluran
yang bebas. Media bukanlah seperti yang digambarkan, membertitakan apa
adanya, cermin dari realitas. Media seperti kita lihat, justru mengkonstruksi
sedemikian rupa realitas. Tidak mengherankan jikalau kita tiap hari secara terus
menerus menyaksikan bagaimana peristiwa yang sama bisa diperlakukan secara
berbeda oleh media. Ada peristiwa yang diberitakan, ada yang tidak diberitakan.
Ada yang menganggap penting, ada yang tidak menggangap berita. Ada berita
yang dimaknai secara berbeda, dengan wawancara dan orang yang berbeda, dengan titik perhatian berbeda. Semua kenyataan ini menyadarkan kita betapa
subjektifnya media.
Dalam masyarakat modern, media memainkan peran penting untuk perkembangan politik masyarakat. Meraka bisa memberitakan sesuatu berita yang
bernilai kecil dengan cara yang besar, sehingga public akan menerimanya sebagai
nilai lebih akan diberitakan lebih sering dan lebih besar sehingga publik akan
menilai kalau berita tersebut benar benar besar.
Memang benar informasi media massa dapat mempengaruhi masyarakat.
Informasi religi akan mempengaruhi khalayak lebih beriman. Informasinkejahatan
konon mendidik khalayak menjadi penjahat.(Ashadi, 2006 : 22)
Berita diproduksi dan didistribusikan oleh pers. Pers menyandang peran
ganda yaitu sebagai produsen berita dan saluran dalam sebuah proses komunikasi.
Pers sebagai penghubung antara komunikator dan komunkan, mempunyai peran
penting dalam usaha mencardaskan dan member pencerahan kepada bangsa serta membangun dirinya sebagai pers yang sehat melalui informasi yang disjikan.
Kebebasan media dilindungi oleh undang udang yang menjamin kebebasan
beropini dan kebebasan member informasi kepada masyarakat.
Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti media cetak yakni Jawa Pos.
media cetak ini merupakan surat kabar yang memliki oplah besar diantara oplah
surat kabar lain yang ada di Indonesia. Hal ini membuat penelti ingin mengetahui
seberapa besar dan bagaimanakah objektifitas media ini terhadap pemberitaan
bonek. Berita ini berawal dari laga tanding Persebaya melawan Persib Bandung di stadion Jalak Harupat Bandung yang akhirnya berujung sanksi komdis (komisi
disiplin) kepada tim persebaya pada 23 januari 2010. Berita ini dimuat jawa pos
mulai 24 januari hingga 30 januari 2010. Penelitian ini berangkat dari pemikiran
bahwa media memiliki subjektivitas dalam mengemas sebuah realitas menjadi
Peneliti memilih objek penelitian tentang pemberitaan bonek, Berita ini di
televisi begitu mencenggangkan masyarakat melihat ulah bonek yang brutal. Dipilihnya jawa pos sebagai subjek penelitian karena media ini berlokasi di
Surabaya, hal ini tentu ada kedekatan tempat dan kedekatan psikologis antara
Jawa Pos dengan Bonek yang sedikit banyak dapat mempengaruhi pemberitaan
Jawa Pos. Berita ini berawal dari laga tanding persebaya melawan persib bandung
di stadion jalak harupat bandung yang akhirnya berujung sanksi komdis (komisi
disiplin) kepada tim persebaya. Berdasarkan berita yang dimuat surat kabar jawa
pos. persebaya harus menerima sangsi dari komdis yaitu denda 50 juta dan bonek
dicekal empat tahun. Peniliti memilih objek berita bonek juga ingin mengetahui
apakah ada keberpihakan jawa pos dalam menyajikan berita bonek.
Dalam penyajian berita bonek, surat kabar Jawa Pos lebih mengungkapkan
sisi dramatisnya, dari segi dramatisnya Jawa Pos menulis kronologis peristiwa
bonek, mulai dari imbas yang diterima Persebaya karena ulah bonek, kemudian
sangsi yang dijatuhkan ke bonek, dan diikuti upaya-upaya yang dilakukan bonek
terkait sangsi tersebut.
Seorang wartawan dituntut untuk bersikap objektif dalam menulis sebuah
berita. Dengan sikap objektif, berita yang ia buat pun akan objektif, artinya berita
yang ia buat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari
prasangka. Lawan objektif adalah subjektif, yaitu sikap yang diwarnai prasangka pribadi. Ada beberapa karya jurnalistik yang lebih persuasive, artinya ada sikap
hasil karya. Peneliti melihat pemberitaan kasus yang diteliti ini masih belum
objektif dari segi factual dan imparsialitas.
Factual yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan yang meliputi
kesesuaian judul berita dengan isi berita, pencantuman waktu terjadinya suatu
peristiwa dan waktu peliputan, serta jelas tidaknya identitas nara sumber.
Imparsialitas yaitu menyangkut keseimbangan penulisan berita dalam
memberikan porsi yang sama sebagai sumber berita dan luas kolom yang dipakai
antar pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah kesamaan.
Ada tidaknya pencantuman opini, dramatisasi, dan penghakiman oleh pers. Peneliti melihat pemberitaan bonek masih ada kata kata yang bersifat opini dari
wartawan, seperti :
Ribuan pendukung persebaya yang kerap disebut bonek pulang kemarin. Mereka
diturunkan di stasiun Wonokromo dan Gubeng. Para pemilik toko di dua stasiun
itu sempat kelabakan. Sebagian memutuskan menutup tokohnya. Untung bonek
tidak anarkis.
Masih adanya kalimat-kalimat yang bersifat penghakiman seperti :
Boleh saja menjadi pengemar fanatik terhadap suatu group band atau klub sepak
bola. Namun jangan berlebihan. Apalagi membuat keributan, seperti yang
dilakukan oleh bonek, pendukung persebaya. Termasuk ketika mereka mengikuti
Dalam kode etik jurnalistik pasal 5 disebutkan bahwa, “wartawan
menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampurkan fakta dan opini, tulisan yang berisi
interpretasi dan opini, disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya”
Di undang-undang pers pers no 40 tahun 1999, pasal 5 ayat 1 juga menyatakan hal yang sama. “pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa
dan opini dengan menghormati norma norma agama dan rasa kesusilaan
masyarakat serta asas praduga tak bersalah.” Artinya pers nasional dalam
menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan kesalahan
seseorang, terlebih untuk kasus yang masih dalam proses peradilan, serta dapat
mengakomodasi kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan
tersebut.
Peneliti melihat, tak sedikit pers dalam memberikan informasi hanya
berurusan dengan fakta fakta belaka dan informasi tentang peristiwa saja. Fakta
barulah berbicara banyak ketika diajukan pertanyaan yang cerdas dan menarik.
Surat kabar lebih suka menonjolkan hal hal yang sensasional dari pada alas an dan
motif sesungguhnya. Surat kabar sangat suka memberikan rincian pelecehan,
kejahatan dan kekerasan seksual, namun lupa memberikan tips kepada khalayak
cara mengantisipasi berbagai kriminalitas yang sedang terjadi.
Jeremias Lemek Dalam bukunya Mencari Keadilan juga berpendapat
(2007 :264), banyak pula teman wartawan yang pintar menulis, tapi yang
adalah omongan pejabat pada saat press release. Dan juga hasil seminar yang ada
pedomannya yaitu makalah. Mereka tidak susah-susah berpikir soal mencari berita dan nilai berita. Yang diberitakan adalah yang baik-baik dan kalau perlu
juga tidak capek-capek, tetapi cukup mewawancarai orang yang sudah menjadi
langganannya. Terlepas dari keterangan dari narasumbernya itu berkualitas atau
tidak, membela kebenaran atau tidak. Tugas wartawan pada dasarnya bukan hanya
sekedar untuk menyampaikan informasi sebagaimana dilakukan oleh wartawan
kebanyakan, namun juga berharap untuk bisa melakukan investigasi guna mencari
kebenaran. Biasanya wartawan yang mau melakukan investigasi adalah pekerja
keras, ulet, berani dan mempunyai idealisme. Wartawan yang mempunyai
idealism tidak puas dengan mengangkat telepon saja, atau tidak percaya begitu
saja pada omongan orang. Tetapi dia melakukan investigasi sendiri dan mencari
sumber sendiri.
Pemberitaan pers terhadap putusan suatu perkara adalah mutlak
diperlukan. Ini sebagai bentuk control terhadap putusan hukum dalam tahap
pelaksanaan putusan, selain itu juga merupakan hak pers untuk mengetahui hasil
putusan suatu perkara. Dan masyarakatpun mempunyai hak untuk mengetahui hal itu.
Dalam buku “Menyikap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar Indonesia”
menyatakan bahwa tugas wartawan bukanlah mencari yang benar atau siapa yang salah, melainkan menyajikan perbedaan pendapat tersebut apa adanya. Untuk itu
wartawan harus mampu menjaga keseimbangan dalam proses seleksi fakta-fakta
Sebagaimana diketahui, salah satu media massa yang sarat dengan
informasi adalah pers. Pers merupakan cerminan realitas, karena pers pada dasarnya merupakan media massa yang lebih menekan fungsinya swebagai sarana
pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Berita adalah bagian dari realitas
sosial yang dimuat media karena memiliki nilai yang layak untuk disebarkan
kepada masyarakat. (Burhan, 2004 : 154)
Berita kekerasan, seks, dan kejahatan pada umumnya memiliki daya
actual, yaitu menunjukan kapada waktu kejadian dan bobot isi terutama berkadar
daya tarik, kehanggatan, emosi, keharuan, kesedihan, kegembiraan, kebanggaan.
Meberikan emosionalyang sarat, dank arena itu menjadi bahan penarik ekstra bagi
khalayak untuk membaca dan membeli surat kabar.
Dalam menberitakan suatu berita, media massa tidak boleh keluar dari
kode etik jurnalistik Dalam pemberitaan. Seperti kasus bonek, pemberitaan bonek
dijawa pos jika diliahat dari berapa judulnya jawa pos menggambil judul yang
menujukan perlawanan bonek terhadap sangsi yang telah dijatuhkan. Pemilihan
judul terkesan ada keberpihakan jawa pos. Padahal di kode etik jurnalistik pasal 5
menyebutkan “wartawan menyajikan secara berimbang dan adil, mengutamakan
kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampuradukan fakta dan opini. Tulisan
yang berisi interpretasi dan opini disajikan dengan menggunakan nama jelas
penulisnya.
Penafsiran dari ”wartawan menyajikan berita secara berimbang” adalah
kepentingan, penilaian, atau sudut pandang masing masing kasusu secara
proprosional.
Ketika kebebasan pers marak seperti sekarang ini, amat nyaring isyarat
dan teriakan yang mengingatkan agar media masaa jangan hanyut oleh asyiknya
kebebasan, agar pers ingat dan sadar akan kode etiknya, kode profesinya.
Lebih lagi dari hukum, kode etik pers disemai dan ditumbuhkan menjadi
bagian dari visi, sikap serta penghayatan profesinya. Bahkan rasa takut atau sangsi
hukuman yang menjadi pertimbangannya, melainkan rasa tanggung jawab,
kepercayaan dan integritas sebagai anggota masyarakat pers, sebagai wartawan.
Sesuatu yang baru terjadi menarik untuk diberitakan. Berita tak ubahnya
seperti es krim yang gampang meleleh, seiring dengan waktu nilainya akan
semakin berkurang. Artinya semakin baru peristiwanya terjadi, semakin tinggi
nilai beritanya.(Hikmat kusumaningrat, Purnamakusumaningrat,2007: 61)
Istilah bonek pertama kali dimunculkan oleh Harian Pagi Jawa Pos tahun
1989 untuk menggambarkan fenomena suporter Persebaya yang
berbondong-bondong ke Jakarta dalam jumlah besar. Bonek adalah suporter pertama di
Indonesia yang mentradisikan away supporter. Dalam perkembangannya, ternyata
away supporters juga diiringi aksi perkelahian dengan suporter tim lawan. Tidak
ada yang tahu asal-usul Bonek menjadi radikal dan anarkis. Jika mengacu tahun 1988, saat 25 ribu Bonek berangkat dari Surabaya ke Jakarta untuk menonton
Beberapa peristiwa kekacauan yang disebabkan "Bonek mania" antara lain
adalah kerusuhan pada pertandingan Copa Dji Sam Soe antara Persebaya Surabaya melawan Arema Malang pada 4 September 2006 di Stadion 10
November, Tambaksari, Surabaya. Selain menghancurkan kaca-kaca di dalam
stadion, para pendukung Persebaya ini juga membakar sejumlah mobil yang
berada di luar stadion antara lain mobil stasiun televisi milik ANTV, mobil milik
Telkom, sebuah mobil milik TNI Angkatan Laut, sebuah ambulans dan sebuah
mobil umum. Sementara puluhan mobil lainnya rusak berat. Atas kejadian ini
Komisi Disiplin PSSI menjatuhkan hukuman (sebelum banding) dilarang
bertanding di Jawa Timur selama setahun kepada Persebaya, kemudian larangan
memasuki stadion manapun di seluruh Indonesia kepada para bonek selama tiga
tahun.
Kemudian Pada tanggal 23 Januari 2010, sekitar 4000 bonek yang
berangkat dari Surabaya ke Bandung via Solo melakukan tindakan anarki berupa
pelemparan batu dan penganiayaan terhadap sejumlah orang. Selain itu juga melakukan tindakan kriminal penjarahan, pemukulan terhadap wartawan Antara,
Hasan Sakri Ghozali, anggota Brimob, Briptu Marsito, perusakan stasiun
Purwosari Solo dan stasiun lainnya, perusakan rumah warga, serta
tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya. beberapa bonek mengalami keadaan kritis, dan
puluhan orang dari pihak bonek dan penduduk di pinggiran rel kereta api
mengalami luka-luka. Kerugian besar juga dialami oleh pihak Kereta Api
Indonesia karena bonek melakukan perusakan terhadap kereta api, stasiun, dan
Dari latar belakang permasalahan diatas, peneliti memilih surat kabar jawa
pos sebagai objek penelitian. Jawa pos merupakan surat kabar harian pagi dan mempunyai kantor pusat di Surabaya, oplah jawa pos mencapai 300.000
eksemplar, artinya media ini memiliki pembaca yang luas di masyarakat dan
mempunyai potensi lebih mampu memunculkan opini public yang cukup
signifikan, informasi apa saja yang dianggap penting oleh jawa pos, dianggap
penting pula oleh pembaca, informasi yang dianggap tidak penting atau kurang
penting, maka dianggap tidak penting pula oleh pembaca.
Pada penelitian ini, peneliti akan mengunakan metode analisisi isi
kuantitaif untuk mengukur objektifitas media massa. Analisis isi kuantitatif ini
berfungsi mengkaji syarat objektifitas berita yang sering dikenal dengan istilah
pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat
sehingga pers mempermudah pembaca menilai dan menemukan kebenaran.
1.2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana objektifitas pemberitaan Bonek di Harian Jawa
Pos”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini berdasar pada perumusan masalah yaitu:
1. Ingin mengetahui besarnya objektifitas jawa pos dalam menyajikan berita
2. Mengetahui bagaimanakah keberpihakan jawa pos dalam pemberitaan Bonek.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Sebagai masukan bagi kajian komunikasi massa dalam bentuk media cetak
surat kabar berkaitan dengan tema berita hokum. Diharapkan daripenelitian ini
memunculkan pemahaman baru yang berguna bagi kepentingan ilmiah serta kepentingan praktis didalam pengembangan penggunaan teknik analisis isi.
2. Secara Praktis
a. Bagi surat kabar bersangkutan diharapkan menjadi referensi dalam menjalankan
fungsinya sebagai agen informasi yang memberitakan berita.
b. Bagi masyarakat luas, memunculkan wahana apakah media massa sudah
memberikan contoh dan pendidikan yang baik untuk bersikap dalam memandang
sebuah kasus.
c. Memberikan bahan ide penelitian untuk dikembangkan lebih lanjut dalam
situasi dan kndisi lain bagi kalangan akedemisi umumnya dan khusus pada
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.Komunikasi Massa
Di dalam kehidupan, manusia tidak terlepas dari berkomunikasi baik
dengan sendiri, orang lain maupun dengan media massa. Komunikasi telah
mencapai tingkat saat orang berbicara secara serempak dan serentak dengan
jutaan manusia melalui media massa atau disebut komunikasi massa. Komunikasi
massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Dari
awal perkembanganya, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media
of mass communication (media komunikasi).
Komunikasi massa juga bisa diartikan sebagai ilmu tentang media massa
beserta pesan yang telah dihasilkan, pembaca atau pendengar atau penonton yang
akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. (Nurudin, 2004 : 1)
Menurut Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa,
komunikasi hanya merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung
pada peringkat masyarakat luas, yang identifikasinya ditentukan oleh cirri khas
institusional (gabungan antara tujuan, organisasi, dan kegiatan yang sebebarnya).
(1991:7)
Sedangkan komunikasi massa menurut bittner, “mass communication is
(komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa
pada sejumlah orang). (Rakhmat, 2001 :188)
Menurut Josep A Defito definisi komunikasi massa ada dua, yaitu
“pertama komonikasi massa adalah komunikasi yang ditujuksn kepada massa,
kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini bukan berarti bahwa khalayak
meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang
yang menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar
dan pada umumnya sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi adalah
komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio visual.
Komunikasi massa akan barangkali akan lebih muda dan lebih logis bila
didefinisikan menurut bentuknya : televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku
dan pita,”(Onong, 2003 : 21)
Jadi komunikasi massa adalah proses menyebarkan pesan melalui salah
satu media massa (Surat kabar, tabloid, majalah, buku-buku, radio dan televisi)
kepada khalayak yang luas dan heterogen. Komunikasi melalui media massa
memiliki kelebihan dibandingkan dengan komunikasi lainya, yaitu bisa
menggatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu
menyebarkan pesan hamper seketika pada waktu yang tak terbatas.
Ciri-ciri komunikasi masssa yaitu :
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga yaitu
suatu institusi atau organisasi, maka komunikatornya melembaga(
Instituonalized Communicator / Organized Comunicator). Komunikator
pada komunikasi massa misalnya wartawan tabloid, karena media yang
digunakan adalah suatu lembaga dalam menyebarluaskan pesan
komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan (policy)
tabloid yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai kebebasan individual, jadi
kebebasan mengemukakan pandapat merupakan kebebasan yang terbatas.
2. Komunikan pada komunkasi massa bersifat heterogen.
Komunikan bersifat heterogen karena di dalam keberadaanya secara
terpencar-pencar, dimana satu sama lainya tidak saling mengenal dan tidak
memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal
antara lain jenis kelamin, usia , agama, idiologi, pekerjaan, pendidikan,
pengalaman, kebudayaan , pandangan hidup, keinginan, cita-cita dan
lain-lain. Hal itulah yang menjadi kesulitan dari komunikator dalam
menyebarkan pesan melalui media massa untuk memuaskan keingginan
dari komunikan. Satu-satunya cara untuk mendekati keinginan khalayak
adalah mengelompokan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama,
pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, hobby, dan lain-lain. Hamper semua
tabloid, surat kabar, radio, televise, menyajikan acara atau rubric tertentu
yang diperuntukan bagi anak-anak, remaja, dewasa, wanita dewasa, remaja
budha, hindu, dan lain- lain: para penggemar music, film, sastra, dan
kelompok lainya.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum.
Pesanya bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan menganai
kepentingan umum. Media akan menyiarkan berita seorang mentri yang
meresmikan proyek pembangunan tetapi tidak menyiarkan berita seorang
menteri yang menyelenggarakan khitanan putranya. Perkecualian bagi
seorang kepala Negara, media massa kadang memberikan prihal beliau
merayakan ulang tahunnya, menikahkan putra- putrinya, hobby berburu,
walaupun sebetulnya tidak ada hubungannya untuk kepentingan umum.
4. Komunikasi massa berlangsung satu arah.
Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada
komunikator. Wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan
pembacanya terhadap pesan atau berita yang disiarkan. Yang dimaksud
dengan tidak mengetahui adalah tidak menggetahui pada waktu prose situ
berlangsung. Mungkin saja komunikator mengetahui juga, misalnya
melalu rubric suara pembaca atau suara pendengar yang biasanya terdapat
ditabloid, surat kabar maupun radio. Tetapi semua itu terjadi setelah
komunikasi dilancarkan oleh komunikator, sehingga komunikator tidak
bisa memperbaiki gaya komunikasi yang biasa terjadi seperti komunikasi
melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa sehingga pesan
yang disampaikan kepada komunikan haruslah komunikatif.
5. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan.
Hal ini merupakan cirri hakiki dimusik dengan media komnikasinya yang
lain. Poster dam papa pengumuman adalah media komunikasi tetapi
bukan media komunikasi massa karena tidak menggandung cirri
keserempakan. Pesan yang disampaikan secara serempak bisa diterima
oleh khalayak.(Efendy, 2001 : 25)
2.2. Jurnalistik, Pers, dan Berita
2.2.1. Jurnalistik
Jurnalistik atau jounarlisme berasal dari kata journal, artinya catatan
harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau juga bisa berarti surat
kabar, journal berasal dari perkataan latin diurmalis, artinya harian atau tiap hari.
Dari pperkataan itu lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan
jurnalistik.
Jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta , dan
melaporkan peristiwa. (hikmat dan purnama, 2005 : 15). Menurut Adinego,
seorang toko pers yang menjadi ikon dikalangan para wartawan bahwa jurnalistik
adalah kepandaian menggarang untuk mamberi kabar kepada masyarakat dengan
Definisi jurnalistik menurut ilmu komunikasi adalah suatu bentuk
komunkasi yang menyiarkan berita atau ulasan berita tentang sehari hari yang
umum dan actual dengan secapt-cepatnya.
Menurut Roland E. Woleseley dan Laurence R. Campbell, 1994 dalam
exploring journalism, mendefinisikan jurnalistik adalah tindakan diseminasi
informasi.opini, dan hiburan untuk orang ramai (publik) yang sistematik dan dapat
dipercaya kebenaranya melaului media komunikasi massa modern. (Askurifai,
2006 : 48)
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa jurnalistik adalah
proses penulisan dan penyebarluasan informasi berupa berita, feature, dan opini
melalui media massa.
2.2.2. Pers
Kata pers berasal dari kata belanda, pers yang artinya menekan atau
mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam baha inggris yang
juga berarti menekan atau mengepres. Secara harfiah kata pers atau press
mengacu pada pengertian komunkasi yang dilakukan dengan perantara barang
cetak. Namun, sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk semua
kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun
Harian jawa pos dapat dikategorikan sebagai pers karena fungsinya
menyiarkan berita, salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum, terbi
setiap hari sekali dlengkapi dengan alat-alat sendiri.
Definifi pers alam arti sempit, yaitu menyangkut kegiatan komunkasi yang
hanya dilakukan dengan perantara barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kaa
luas yaitu menyangkut kegiatan komunkasi baik yang dilakukan dengan media
cetak maupun media elektronik seperti radio, televise, maupun internet. (Hikmat
dan Purnama, 2005 :17)
Menurut Leksikon (Djuroto, 2000 :91) pers adalah :
1. Usaha percatakan atau penerbitan
2. Usaha pengumpulan dan penyiaran berita
3. Penyiaran berita melalui surat kabar, tabloid, radio dan televisi.
4. Orang-orang yang bergerak dalam penyiaran berita.
5. Medium penyiaran berita yakni surat kabar, tabloid, radio dan televise
Sedangkan tujuan media massa dalam masyarakat menurut McQuail (1991
:70) adalah :
1. Informasi yaitu menydiakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam
masyarakat dan dunia.
2. Korelasi yakni menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa
3. Kesinambungan yaitu mengekspresikan budaya dominan dan mengakui
kebudayaan khusus serta perkembangan budaya baru.
4. Hiburan yaitu dengan menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan
saran relaksasi.
5. Mobilisasi adalah mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang
politik, perang, pembangunan ekonomi, pekerjaan dalam bidang agama
Fungsi utama pers, antara lain :
1. Informatif
Pers berfungsi memberikan informasi atau berita kepada khalayak ramai
dengan cara yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna
dan penting bagi ornag banyak dan kemudian menuliskannya dalam kata
kata.
2. Menghibur
Para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan menarik.
Mereka menceritakan kisah lucu untuk diketahui meskipun kisah itu tidak
terlalu penting.
3. Control
Pers mempunyai peran control social di masyarakat antara lain masuk
perusahaan. Pers harus memberitakan apa yang berjalan baik atau tidak
berjalan baik.
4.Regeneratif
Pers membantu menyampaikan warisan social kepada generasi baru agar
terjadi proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada angkatan
yang lebih muda.
5.Interpretatif dan direktif
Pers memberikan interpretasi dan bimbingan. Pers menceritakan kepada
masyarakat tentang arti suatukejadian.
6.Ekonomi
Pers juga berfungsi melayani system ekonomi melalui iklan. Melalui iklan,
penawaran akan berjalan dari tangan ke tangan dan barang produksi pun
dapat dijual.
7.Swadaya
Pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuanya sendiri agar ia
dapat membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh serta tekanan dalam
bidang keuangan. (Hikmat dan Purnama, 2005 : 27)
Setiap media memiliki karakteristik sendiri yang membedakanya dengan
media lain. Dari karakteristik itulah lahir cirri-ciri spesifik pers yang
a. Periodesitas
Pers harus terbit secara teratur, priodik, misalnya setiap hari, seminggu
sekali, stu bulan sekali, atau tiga bulan sekali. Pers yang tidak terbit
secara periodic, biasanya sedang menghadapi masalah manajemen
sehingga tidak bisa terbit pada waktunya.
b. Publisitas
Pers ditujukan kepada khalayak sasaran umum yang sangat heterogen,
baik secara geografis maupun psikologis. Maka pers harus mengemas
setiap pesanya menggunakan bahasa jurnalistik yang cirinya antara lain
adalah sederhana, menarik, singkat, jelas, lugas, jernih, menggutamakan
kalimat aktif dan sejauh mungkin menghindari penggunaan kata atau
istila-istilah teknik.
c. Aktualitas
Informasi apapun yang disjikan media pers harus mengandung unsure
kebaruan, menunjuk kepada peristiwa yang benar-benar baru terjadi atau
sedang terjadi. Secara estimologi, aktualitas menggandung arti kini dan
keadaan sebenarnya. Secara teknis jurnalistik, aktualitas menggandung
tiga dimensi : kalender, waktu, masalah.
Aktualitas kelender, berarti merujuk kepada berbagai kegiatan yang
sudah tercantum atau terjadwal dalam kalender. Sedangkan aktualitas
sesaat lagi akan terjadi. Sementara aktualitas masalah berhubungan
dengan peristiwa nyang dilihat dari topiknya, sifatnya, dimensinya dan
dampaknya, serta karakteristiknya.
d. Universalitas
Berkaitan dengan kesemestaan pers dilihat dari sumbernya dan
keanekaragaman materi isinya. Dilihat dari sumbernya, berbagai
peristiwa yang dilaporkan pers berasal dari empat penjuru mata angin.
Dari utara, selatan, bart, timur. Dilihat dari materi isinya, sajian pers
terdiri atas aneka macam yang mencakup tiga kelompok besar, yakni
kelompok berita (news), kelompok opini (views), dan kelompok iklan
(advertising). Betapapun demikian, karena keterbatasan halaman, isi
media pers harus tetap selektif dan focus.
e. Objektivitas
Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh
oleh surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya. Setiap berita
yang disuguhkan harus dapat dipercaya dan menarik perhatian pembaca,
tidak menggangu perasaan dan pendapat mereka. Surat kabar yang baik
harus dapat menyajikan hal-hal yang factual apa adanya, sehngga
kebenaran isi berita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda Tanya
2.2.3. Berita
Mitchen V. charnley dalam bukunya Reporting edisi III menyebutkan : “
berita adalah laporan yang tepat waktu menggenai fakta atau opini yang memiliki
daya tarik atau hal penting atau kedua-duanya bagi masyarakat luas” (Deddy,
2005 :21)
Djuroto dalam bukuny Manajeman Penerbitan Per mendefinisikan berita
adalah sesuatu yang termasa (baru) yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat
dalam surat kabar. Karena itu, ia dapat menarik atau mempunyai makna dan dapat
menarik minat bagi pembaca surat kabar tersebut. (2000: 48)
Berita menurut McQuail merupakan sesuatu yang bersifat metafisika da
sukar dijawab kembali dalam kaitanya dengan intitusi dan kata putus meraka yang
bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusanya. Berita bukanlah cermin kondisi
social, tetapi laporan tentang salah satu aspek yang telah menonjolkannya sendiri.
Lebih lanjut McQuail menjelaskan bahwa berita memiliki cirri-ciri
tertentu yaitu :
1. Berita tepat pada waktunya, tentang suatu peristiwa yang paling akhir atau
berulang
2. Berita tidak sistematis, berita berurusan dengan berbagai peristiwa dan
kejadian berlainan dan dunia dipandang melalui berita itu snediri terjadi atas
berbagai kejadian yang tidak bertalain, yang bukan merupakan tugas pokok
3. Berita dapat sirna, berita hanya hidup pada saat terjadinya peristiwa itu serta
bagi keperluan dokumentasi dan sumber acuan dikemudian hari dan bentuk
informasi lain akan menggantiakan berita.
4. Semua peristiwa yang dilakukan sebagai berita seyogyanya bersifat luar biasa
atau palain sedikit tidak terduga, sebagai syarat yang lebih penting daripada
signifikansi nyata berita itu sendiri.
5. Disamping ketidakterdugan, peristiwa berita dicirikan oleh nilai berita lainya
yang relative dan melibatkan kata putus tentang minat audiens.
6. Berita terutama bagi orientasi dan arahan perhatian, bukan pengganti
penggetahuan
7. Berita dapat diperkirakan.
Menurut Sumandiria (2005:91) bahwa dalam suatu berita, nilai berita tidak
berdiri sendiri namun merupakan gabunggan dari beberapa nilai. Nilai berita
dikategorikan dalam bebrapa bagian yaitu :
1. Kebaruan (Newness)
Semua kejadian apa saja yang terbaru, semua hal yang baru, apapun
namanya , pasti memiliki nilai berita, seperti sepeda motor baru, mobil
baru, bupati baru, gubernur baru hingga presiden baru.
Suatu peristiwa yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang
menimbulkan dampak besar dalam kehidupan, seperti kenaikan harga
bahan bakar minyak, bahan pokok, tarif angkutan umum, tarif telepon,
tarif dasar listrik. Bagaimanapun peristiwa tersebut sangat berpenggaruh
terhadap anggaran keunaggan semua lapisan masyarakat. Semakin besar
dampak social budaya ekonomi atau politik yang ditimbulkannya, maka
semakin besar nila yang dikandung.
3. Keluarbiasaan (Unusualness)
Suatu peristiwa yang luar basa, seperti yang dikatakan Lord Nnorthchliffe,
pujangga dan editor di inggris abad 18, bahwa apabila orang di gigit anjing
maka itu bukanlah berita, tetapi sebaliknya apabila orang menggigit
anjing, maka itu berita.
4. Kedekatan (Proximity)
Suatu peristiwa yang ada kedekatanya dengan seseorang, baik secara
goegrafis maupun psikologis.
5. Actual (Timeliness)
Peristiwa yang sedang terjadi atau baru terjadi. Secara sederhana actual
berarti menunjuk pada peristiwa yang barau atau yang sedang terjadi.
Sesuai dengan definisi jurnalistik, media massa haruslah memuat atau
menyaiarkan berita berita yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Suatu peristiwa atau kejadian yang menggandung pertentangan antara
seseorang masyarakat atau lembaga. Konflik atau pertentangan,
merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan tak akan pernah
habis.
7. Informasi (Information)
Menurut Wilbur Scramm, informasi adalah segala yang bisa
menghilangkan ketidakpastian. Informasi yang disampaiakan harus
memiliki nilai berita atau member banyak manfaat untuk khalayak.
8. Orang Penting (PublikFigure)
Informasi tentang orang-orang penting, orang ternama, selebriti, figure
public juga bisa menjadi berita.
9. Kejutan (Surprising)
Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, diluar, dugaan, tidak
direncanakan, diluar perhitungan, tidak diketahui sebelumnya. Kejutan
bisa menujukan pada ucapan dan perbuatan manusia. Bisa juga
menyangakut binatang dan perubahan yang terjadi pada lingkungan alam
dan benda-benda mati.
Unsure manusiawi bisa menjadi daya tarik bagi pembaca karena
menyangkut segi-segi kehidupan, juga menimbulkan getaran pada suasan
hati, suasana kejiwaan dan alam perasaan.
11.Seks (sex)
Seks adalah berita, sepanjang sejarah peradaban manusia, segala hal yang
berkaitan dengan perempuan, pasti menarik dan menjadi sumber berita.
Seks memang identik dengan permpuan. Segala macam berita tentang
permpuan, tentang seks, selalu banyak peminatnya.
Dalam menulis berita harus lengkap, dikorelasikan dengan rumusan
penulisan berita yaitu : 5W+1H
Dimana:
- Who (siapa) : siapa yang terlibat dalam peristiwa itu?
- What (apa) : peristiwa apa yang sedang terjadi ?
- Where (dimana) : dimana terjadi peristiwa itu ?
- When (kapan) : kapan terjadinya peristiwa itu ?
- Why (mengapa) : menggapa peristiwa itu terjadi ?
- How (bagaimana) bagaimana terjadinya ?
Sedangkan dalam bentuk beritanya menggunakan bentuk Piramida
menarik perhatian pembaca, lebih praktis, dan efisien waktu. Selain itu, juga
memudahkan pembaca dalam menikmati berita yang disajikan kepadanya
(pembaca).
Penggunaan bentuk berita piramida Trebalik adalah dengan menjelaskan
berita-berita sangat penting dan baru diikuti hal-hal yang dianggap kurang
penting. Susunan Piramida Terbalik, penonjolan nilai penting akan dituangkan
dalam penulisan lead, yaitu bagian awal suatu berita (kepala berita), biasnay
terletak pada elenia pertama sampai kedua. (Askurifai, 2006 :84)
Gambar2.1. Piramida Terbalik
2.3.Objektifitas
Objektifitas merupakan etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh
media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Di dalam kode etik pasal 3
HEADELINEE/EJUDULEBERITA
LEADE
BRIDGEE
BODYE
disebutkan bahwa wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan
secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan azas praduga tak bersalah.
Dari ketentuan tersebut dapat debrikan tafsiran sebagai berikut :
a. Menguji informasi, berani melakukan cek dan ricek tentang kebenaran
informasi.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada
masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini
berbeda dengan opini interpretative, yaitu pendapat uang berupa
interpretasi wartawan atas fakta.
d. Azaz praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pers senantiasa dituntut untuk mengembangkan pemberitaan yang
obyektif. James boylan, pendiri Columbia Jurnalism Revieew menggatakan,
objektifitas secara bertahap semakin dimenggerti hanya sebagai gaya penulisan
berita impersonal yang berimbang, melainkan juga mewakili tuntutan jurnalisme
yang lebih luas bagi posisinya did lam masyarakat, yakni sebagai pihak ketiga
yang tidak memihak, pihak yang berbicara demi kepentingan umum. Objektifitas
adalah metode yang dipakai untuk menghadirkan suatu gambaran dunia yang
sedapat mungkin jujur dan cermat di dalam batas-batas praktek jurnalistik.
McQuail menjelaskan bahwa prinsip obektifitas memiliki fungsi yang
tidak boleh dianggap remeh, terutama dalam kaitan kualitas informasi, secara
singkat ia menyatakan objektifitas diperlukan untuk mempertahankan
kredibilitas.(1991:128)
Komponen utama objektifitas berita menurut J. Westerstahl, ahli ilmu
pengetahuan Swedia digambarkan pada skema di bawah ini :
[image:38.612.126.513.294.422.2]
Gambar 2.2. Komponen utama objektifitas berita J. Westerstahl
Dalam skema tersebut, kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian
laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada
sumber dan disajikan tanpa komentar. Imparsialitas dihubungkan dengan sikap
netral wartawan, suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan
subyektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Kefaktualan ditentukan oleh
beberapa criteria kebenaran, antara lain ke4utuhan laporan, ketepatan yang
ditopang oleh pertimbangan independen, dan tidak adanya keinginan untuk
menyalaharahkan atau menekan semua itu menunjang kualitas informasi. Kebenaran Relevansi Keseimbangan Netralitas
Kefaktualan Imparsialitas
Relevansi lebih sulit ditentukan dan dicapai secara objektif. Namun demikian
pada dasarnya relevansisama pentingnya dengan kebenaran dan berkenaan dengan
proses seleksi. Proses seleksi dilakukan menurut prinsip, kegunaan yang jelas,
demi kepentingan calin pnerima dan masyarakat. (McQuail, 1994:130)
Fakta yang disajikan hendaknya tidak berpihak pada kelompok tertntu
atau netral. Sikap netral ditunjukkan media pers dengan tidak berpihak pada sisi
manapun dari apa yang ditulis. Dengan kata lain dapat dilihat dari berita yang
mendukung, memojokkan salah satu pihak, atau tidak bersikap apapun.
` objektifitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara
utuh dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, dan bertujuan untuk
memberikan informasi dan pengetahuan kepada khalayak (Rakhmad, 1991 : 42).
Setiap berita disajikan dalam suatu surat kabar atau majalah harus memenuhi
unsure objektifitas. Objektifitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam
penyajian suatu berita. Penyajian berita yang tidak memnuhi unsure objektifitas
dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan artinya bahwa berita hanya
disajikan hanya berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap
dan cenderung sepihak.
Objektifitas dalam penyajian suatu berita harus memnuhi beberapa
unsure objektifitas yang diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber
berita yang jelas, tidak ada tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari beberapa unsure
objektifitas. Suatu berita yang akan disajikan secara objektif hanya akan
menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain.
Janes seorang redaktur dan pendiri Columbia journalism Review,
menggambarkan objektifitas bukan hanya sebagai gaya penulisan berita
impersonal “yang berimbang’ melainkan juga mewakili tuntutan jurnalisme yang
lebih luas posisinya di dalam masyarakat, yakni sebagai pihak ketiga yang tidak
memihak, pihak yang berbicara demi kepentingan umum. Bagaimanapun
objektifitas dalam arti luas ataupun dalam sempit merupakan sarana bagi sebuah
tujuan. Objektifitas adalah suatu metode yang dipakai untuk menghadirkan suatu
gambaran dunia yang sedapat mungkin jujur, cermat dalam batas-batas prektek
jurnalisme (Rivers dan Nathews, 1994: 104)
Indikasi objektifitas pemberitaan pers menurut Rahmah Ida, Ph.D, adalah:
(Krisyantono,2006: 247)
A.Faktual
Untuk mrenilai faktual atau tidaknya, nilai factual ini dapat dilihat dari dua
aspek berikut ini:
1. Akurasi
Akurasi pemberitaan yaitu kejujuran dalam pemberitaan, menunjukkan
ketepatan dalam menyajikan suatu pemberitaan. Akurasi ini dilihat dari dua
kategori :
a. Kesesuaian judul dengan isi berita. Ini menyangkut aspek relevansi, yaitu
sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita. Dengan
demikian ada dua kategori, yaitu :
1)Sesuai, yaitu bila judul berita merupakan bagian dari kalimat yang sama
pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada pada berita.
2)Tidak sesuai, bila judul berita bukan merupakan bagian dari kalimat yang
sama pada isi berita atau bukan bagian dari kutipan yang jelas-jelas nada
pasa isi berita.
a. Pencantuman waktu terjadinya peliputan yang dilakukan wartawan saat
menggali informasi. Hal ini sangat penting dalam menunjang akurasi suatu
pemberitaan. Ini untuk melihat akurasi fakta atau opini. Dengan demikian ada
dua kategori, yaitu :
1)Mencantumkan waktu, yaitubila berita mencantumkan waktu, tanggal,
kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya.
2)Tidak mencantumkan waktu, yaitu bila berita tidak mencantumkan waktu,
tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya.
2. Validitas
Validitas ini dilihat dari dua hal, diantaranya adalah :
a. Atribusi, pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas maupun
dalam upaya konfirmasi atau cek dan ricek). Ada dua kategori, yaitu :
1)Sumber berita jelas, apabila dalam berita dicantumkan identitas sumber
berita, seperti : nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan untuk
2)Sumber berita tidak jelas, apabila dalam berita tidak dicantumkan identitas
sumber berita, seperti : nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan
untuk dikonfirmasi.
b. Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita, apakah berasal dari sumber
berita yang menguasai persoalan atau hanya sekedar kedekatannya dengan
media yang bersangkutanatau karena jabatannya. Berita dikatakan valid
apabila berasal dari pelaku langsung atau sumber berita yang berkompeten.
Ada dua kategori, yaitu :
1)Pelaku langsung atau sumber yang berkompeten, bila peristiwa yang
diberitakan merupakan hasil wawancara wartawan dengan sumber berita
yang mengalami langsung peristiwa tersebut (pelaku langsung interaksi
social) atau sumber berita yang berkompeten untuk memberikan keterangan,
misalnya : saksi mata, pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban.
2)Bukan pelaku langsung, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil
wawancara wartawan dengan sumber berita yang tidak mengetahui dengan
pasti peristiwa tersebut atau tidak mengalami langsung peristiwa tersebut
serta tidak berkompeten dalam memberikan informasi lalu menjadi sumber
berita, misalnya : petugas humas, juru bicara, masyarakat yang tidak berada
di lokasi.
B.Imparsialitas
Dimensi imparsialitas terdiri dari aspek:
Keseimbangan dalam penyajian bentuk penulisan berita dikaitkan dengan
sumber berita yang digunakan. Menyajikan dua atau lebih gagasan atau
pihak-pihak yang berlawanan secara bersamaan (dalam topic bahasan berita
yang sama). Dilihat dengan pemunculan dua pihak yang berlawanan atau
porsi dari sumber berita yang digunakan dapat memperlihatkan
keseimbangan yang disajikan, yaitu :
1)Seimbang, apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi yang
sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.
2)Tidak seimbang, apabila pihak-pihak yang berkepentingan tidak diberi porsi
yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.
b. Netralitas
Netralitas ini dilihat dari beberapa hal, antara lain :
a) Ada tidaknya pencampuran antara fakta dan opini. Dalam hal ini dikatakan
berita terdapat pencampuran antara fakta dan opini apabila dalam
pemberitaan terdapat kata opinionative, seperti : tampaknya, diperkirakan,
seakan-akan, terkesan, seolah, agaknya, dan kata-kata opinionative lainnya.
b)Dramatis, adalah penyajian fakta secara tidak proporsional sehingga
menimbulkan kesan berlebihan (simpati, senang, jengkel, ngeri, antipati,
dan sebagainya). Ada dua kategori, yaitu :
1. Berita mengalami dramatisasi apabila dalam pemberitaan terdapat kata
yang mampu memunculkan kesan berlenbihan.
2. Berita tidak mengalami dramatisasi apabila dalam pemberitaan tidak
c) Penghakiman, adanya penyajian fakta yang disertai oleh penghakiman
wartawan terhadap pihak tertentu yang terlibat dalam sengketa.
Objektifitas dalam penyajian suatu berita harus memenuhi beberapa
unsur, diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber berita
yang jelas, tidak ada tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari bebrapa
unsure objektifitas ini, banyak sekali berita yang disajikan kurang
memenuhi unsure objektifitas. Suatu berita yang tidak disajikan secara
objektif hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan merugikan
pihak lain.
2.4. Teori Media Politik-Ekonomi
Teori media politik-ekonomi merupakan nama yang dihidupkan kembali
untuk digunakan dalam menyebutkan sebuah pendekatan yang memusatkan
perhatian lebih banyak pada struktur ekonomi dari pada muatan (isi) idiologis
media. Teori ini mengemukakan ketergantungan ideologi pada kekuatan ekonomi
dan menggarahkan perhatian penelitian pada analisis empiris terhadap struktur
pemilikan dan mekanisme kerja kekuatan pasar media. Menurut tinjauan ini,
institusi media harus dinilai sebagai bagian dari sistem ekonomi yang juga
yang diproduksi oleh media untuk masyarakat, sebagian besar dapat ditentukan
oleh nilai tukar berbagai ragam isi dalam kondisi yang memaksakan perluasan
pasar, dan juga ditentukan oleh kepentingan ekonomi para pemilik dan penentu
kebijakan. Berbagai kepentingan tersebut berkaitan dangan kebutuhan untuk
memperoleh keuntungan dari hasil kerja media dan juga dengan keinginan bidang
usaha lainya untuk memperoleh keuntungan, sebagai akibat dari adanya
kecenderungan monopolistis dan proses integrasi, baik secara vertical maupun
horizontal (sebagaimana halnya menyangkut minyak, kertas, telekomunikasi,
waktu luang, kepariwisataan, dan lain sebagainya).
Konsekuensi keadaan seperti itu tampak dalam wujud berkurangnya
jumlah sumber media independen, terciptanya konsentrasi pada pasar besar,
munculnya sikap masa bodoh terhadap calon khalayak pada sector kecil. Menurut
Murdock dan Golding (1977, halaman 37), efek kekuatan ekonomi tidak
berlangsung secara acak, tetapi terus-menerus:
Mengabaikan suara kelompok yang tidak memiliki kekuasaan ekonomi dan sumber daya. Pertimbangan untung-rugi diwujudkan secara sistematis dengan memantapkan kedudukan kelompok-kelompok yang sudah mapan dalam pasar media massa besar dan mematikan kelompok-kelompok yang tidak memiliki modal dasar yang diperlukan untuk mampu bergerak. Oleh karena itu, pendapat yang dapat diterima kebanyakan berasal dari kelompok yang cenderung tidak melancarkan keritik terhadap distribusi kekayaan dan kekuasaan yang berlangsung. Sebaliknya, mereka yang cenderung menantang kondisi semacam itu tidak dapat mempublikasikan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan mereka karena mereka tidak mampu menguasai sumber daya yang diperlukan untuk menciptakan komunikasi efektif terhadap khalayak luas.
Artinya media akan mengabaikan suara kelompok-kelompok yang yang tidak
memiliki kekuasaan ekonomi dan sumber daya di sebuah media, terlebih suara tersebut
adalah yang melancarkan sebuah keritik. Kekuatan utama pendekatan tersebut
secara empiris, yakni gagasan menyangkut kondisi pasar. Meskipun demikian, hal
tersebut sangat kompleks sehingga pembuktian empiris bukanlah sesuatu yang
mudah dilaksanakan. Salah satu pendekatan politik-ekonomi ialah unsure-unsur
media yang berada dalam control public tidak begitu mudah dijelaskan dalam
pengertian mekanisme kerja pasar bebas. Walaupun pendekatan ini memusatkan
(isi), namun pendekatan ini kemudian melahirkan ragam pendekatan baru yang
menarik, yakni ragam pendekatan yang menyebutkan bahwa media mengarahkan
perhatian khalayak ke pemasang iklan dan membentuk prilaku public media
sampai pada batas-batas tertentu (smythe,1977).
Meskipun Marxisme merupakan sumber inspirasi utama bagi analisis
politik-ekonomi, namun paham ini tidak memonopoli analisis kritik terhadap
struktur dan ekonomi media, alat pendekatan yang banyak tersedia ragamnya
dalam sosiologi, ilmu politik dan ekonomi.
2.4. Konsep Penyajian Berita
Berita yang menarik harus mempunyai konsep yang baik dalam penyajian.
Konsep berita pada pokoknya dibagi menjadi 4 unsur yaitu:
a. Gambar / foto
Mutu suatu surat kabar dalam penyajiannya seringkali terdapat
Oleh karena, untuk lebih menariknya maka sutu surat kabar perlu
memperhatikan penempatan gambar dan foto. Untuk menempatkan
gambar dan foto ini perlu diperhatikan readershipnya, yaitu penempatan
foto-foto berita yang serasi dengan selera dan kepentingan masyarakat.
Penempatan foto dan gambar dalam suatu tabloid atau surat kabar sangat
penting karena:
1. Foto atau gambar merupakan unsure berita pertama yang menagkap
mata pembaca. Woodburn (1974) menjelaskan bahwa foto-foto dalam
surat kabar menyetop pembaca dan bahwa tingkat readership foto
adalah tingkat dimusik atau penyanyiingkan dengan unsure surat kabar
lainya.
2. Foto dalam suatu tabloid atau surat kabar dapat digunakan dalam
berkomunikasi dengan pembaca yang mempunyai latar belakang yang
beraneka ragam, tidak lain dan tidak bukan karena foto merupakn
bahasa universal. Rothstein (1970) menjelaskan bahwa gambar dan
fotografi berbicara langsung dengan jiwa kita dan mengungguli
rintangan-rintangan bahasa dan nasionalitas.
Selanjutnya Deutschmann, Fosdick dan Trayes menjelaskan bahwa
ketegori-kategori dalam penyajian foto adalah sebagai berikut:
1. Berita-berita keras
Gambar-gambar ini berhubungan dengan maslah-masalah atau
kegiatan-kegiatan angkatan bersenjata nasional dan pertahanan Negara,
gambar resmi kegiatan para duta besar dan pejabat diplomatic dan
sebagainya.
b) Pertikaian social dan politik
Kategori ini berkaitan dengan masalah kejahatan dan moral
masyarakay trutama sekali yang berkaitan dengan pelanggaran dan
penegakan hokum. Gambar-gambar tentang kenakalan remaja,
perbuatan criminal juga termasuk dalam kategori ini
c) Bencana-bencana
Kategori ini terdiri dari gambaran-gambaran yang berkaitan dengan
kecelakaan dan bencana alam seperti banjir, tanah longsor, wabah
penyakit dan sebagainya.
d) Lain-lain berita keras
Dalam kategori ini termasuk gambar-gambar tentang politik,
pemeritah, agama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan sebagainya.
2. Berita lunak
Gambar-gambar tentang kegiatan olah raga professional dan non
professional dua juga gambar tentang pelatihan suatu kegiatan olah
raga serta tokoh-tokoh atau atlet-etlet olah raga.
b) Peristiwa social
Gamabar-gambar mengenai pengumpulan dana, tokoh masyarakat,
pesta amal, pameran mode pakaian termasuk di dalamnya tokoh-tokoh
yang terlibat di dalamnya.
c) Human interest
Gambar-gambar yang termasuk dalam kategori ini seperti
gambar-gambar yang berhubungan dengan aspek emosional dalam kehidupan.
Gambar-gambar tersebut dapat berupa kekhasan berita kecil tentang
orang yang biasanya dimaksudkan sebagai kepentingan yang tahan
lebih lama daripada berita-beritanya sendiri akan tetapi tidak ditrbitkan
pada tanggal-tanggal tertentu.
d) Music
Gambar-gambar yang termasuk dalam kategori ini seperti
gambar-gambar yang berhubungan dengan kegiatan music suatu group music
atau penyanyi.
Setelah kita menentukan headline dan lead dari suatu naskah berita,
berikutnya kita jumpai apa yang disebut dengan body berita. Pada bagian
ini kita jumpai semua keterangan secara rinci dan dapat melengkapi serta
memperjelas barita atau fakta yang disuguhkan dalam lead. Rincian
keterangan keterangan yand dimaksud adalah hal-hal yang belum
terungkap pada leadnya. Karena itu bagian body ini sering disebut dengan
sisa berita. Dengan demikian keterangan-keterangan itu disajikan dalam
bentuk uraian cerita dengan menggunakan gaya penyajian yang bisa
memikat para pembaca. Suhandang (2004: 131) menjelaskan untuk
menarik pembaca terdapat kiat-kiat yang disebut dengan bentuk berita
sebagai berikut:
1. Berbentuk piramida
Body berita yang dimaksud dalam bentuk untaian cerita yang dimulai
dengan hal-hal yang kurang penting, kemudian meningkat menjadi hal-hal
yang lebih penting dan diakhiri dengan hal yang terpenting atau klimaks
dari suatu peristiwa.
2. Berbentuk kronologis
Runtutan peristiwa yang diberitakan. Seluruh naskah berita dibangun
dengan diawali dengan paparan dari permulaan peristiwa dan
3. Berbentuk piramida terbalik
Body berita ini menyajiakan bentuk berita yang terbalaik dengan bentuk
pertama. Bentuk body yang dimaksud dibangun dengan mendahulukan hal
yang sangat penting (klimaks) dari peristiwa. Selanjutnya diiuti oleh
hal-hal yang penting dan diakhiri oleh hal-hal-hal-hal yang kurang atau tidak penting.
4. Berbentuk blok paragraph
Dalam bentuk body berita ini semua bagian dari peristiwa yang
diberitakannya diungkapkan sama pentingnya. Jadi tidak urut berdasarkan
derajat kepentingan maupun kronologisnya, melainkan didasarkan pada
apa yang teringat pada benak penulis atau sesuai dengan terkaitnya
masalah masalah berikut dengan masalah yang lebih dulu dikemukakan.
Masing-masing masalah dikemukakan dalam alenia tersendiri, sehingga
tampak seolah-olah masing-masing alenia tidak ada hubungannya dengan
alenia berikutnya, padahal semua alenia merupakan masalah-masalah yang
terlibat dalam peristiwa yang diberitakan. Konstruksi tuturnya tidak
menunjukan informasi yang dipertajam atau diutamakan. Namun
masing-masing informasi yang disajikan dianggap bernilai sama dena berhak
diketahui oleh khalayak. Semua tuturanya yang terdiri atas alenia-alenia
itu merupakan satu kesatuan cerita dari semua peristiwa yang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukurannya
Definisi operasional merupakan suatu konsep pengukuran
variable-variabel penelitian. Pengukuran variable-variable-variabel penelitian dapat dijelaskan
dengan menggunakan indicator-indikator variable penelitian. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan
data kuantitatif. Penelitian menggunakan tipe penelitian deskriptif untuk
menjelaskan dan menggambarkan kondisi obyek penelitian yang selanjutnya
ditarik kesimpulan sebagai suatu cirri dari gambaran tentang kondisi obyek
penelitian (Krisyantono, 2006:60). Jenis penelitian deskriptif bertujuan membuat
deskripsi penelitian yang sistematis, melukis fakta atau karakteristik populasi
tertentu atau bidang tertentu secara factual dan cermat (Krisyantono, 2006:69)
Dalam pokok penelitian difokuskan pada objektifitas pemberitaan bonek
yang melakukan laga tanding pada 23 januari yang dimuat surat kabar Jawa Pos
pada edisi 24 januari sampai 30 januari Untuk lebih jelasnya pengukuran dan
variable penelitian adalah sebagai berikut:
1. Objektivitas berita
Objektifitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara
memberikan informasi dan pengetahuan kepada khalayak. Objektifitas berita ini
diukur berdasarkan indicator sebagai berikut:
C.Faktual
Untuk mrenilai faktual atau tidaknya, nilai factual ini dapat dilihat dari dua
aspek berikut ini:
3. Akurasi
Akurasi pemberitaan yaitu kejujuran dalam pemberitaan, menunjukkan
ketepatan dalam menyajikan suatu pemberitaan. Akurasi ini dilihat dari dua
kategori :
b. Kesesuaian judul dengan isi berita. Ini