• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi telah memberikan pengaruh terhadap kemajuan dari berbagai sisi termasuk kemajuan teknologi dan arus yang berkembang secara terus menerus dengan sangat cepat. Seiring perkembangan zaman, teknologi dan sistem informasi juga ikut berkembang menjadi lebih canggih dan berdampak positif bagi masyarakat luas termasuk organisasi baik swasta maupun pemerintah. Organisasi telah menyadari bahwa informasi adalah kebutuhan mendasar dan telah menjadi sumber daya penting yang harus dikelola dengan baik. Oleh sebab itu, dengan adanya teknologi dan sistem informasi maka akan memudahkan untuk memperoleh informasi dengan melakukan pengolahan data-data dengan cepat, akurat, efektif, dan efisien sehingga tujuan yang ingin dicapai lebih mudah direalisasikan.

Informasi berasal dari suatu data atau fakta yang harus diolah terlebih dahulu dan memerlukan sistem pengolahan informasi yang disebut dengan Sistem Informasi Manajemen. Informasi dihasilkan dari data-data yang telah diolah dan disimpan untuk sewaktu-waktu diperlukan bagi pihak-pihak tertentu. Pengolahan data menjadi informasi ini umumnya menggunakan sistem informasi berbasis komputer (computer based information system). Kegiatan yang sebelumnya menggunakan peralatan yang rumit kini digantikan dengan perangkat sistem-sistem komputer. Dengan kata lain, kemajuan teknologi dan sistem-sistem informasi

(2)

telah menjadi jawaban dari kemajuan globalisasi yang menuntut sebuah organisasi untuk lebih cepat tanggap terhadap banyaknya data dan arus informasi.

Perkembangan teknologi informasi yang kian pesat kini menimbulkan suatu revolusi baru, yaitu peralihan dari sistem kerja yang konvensional ke era digital. Pada instansi pemerintah, perubahan ini ditandai dengan ditinggalkannya pemerintahan tradisional (traditional government) yang identik dengan paper-based administration menuju electronic government atau e-government. Electronic government atau sering disebut dengan E-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain.

E-Government mengarah pada penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, terutama internet untuk memberikan pelayanan dan pengiriman informasi pemerintah. Melalui e-government, segala permasalahan yang ada pada pemerintah akan dikelola melalui jaringan teknologi dan berbasis data untuk berbagai kepentingan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Salah satu bentuk penerapan teknologi informasi dalam e-government ini diantaranya adalah penggunaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dalam pengelolaan pendaftaran penduduk seperti yang telah diterapkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tanjungbalai. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) adalah salah satu jenis perangkat lunak (software) yang dapat digunakan untuk membantu proses pengelolaan data dan pencatatan biodata penduduk pada satu instansi pemerintah yang bergerak dalam bidang pelayanan administrasi kependudukan meliputi pendataan penduduk

(3)

dan pencatatan sipil. Data kependudukan antara lain : Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akta Kelahiran, Akta Kematian, Akta Nikah, dan sebagainya.

SIAK adalah suatu sistem informasi berbasis web yang disusun berdasarkan prosedur-prosedur dan memakai standarisasi khusus yang bertujuan menata sistem administrasi dibidang kependudukan sehingga tercapainya tertib administrasi dan juga membantu bagi petugas dijajaran Pemerintahan Daerah, khususnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil didalam menyelenggarakan layanan kependudukan dan pencatatan sipil. Dengan adanya pengelolaan data secara online maka kelemahan-kelemahan pengelolaan data secara konvensional dapat ditekan. Manfaat dari penerapan SIAK antara lain hasil perhitungan dan pengelolaan statistik tersebut dapat digunakan sebagai bahan perumusan dan penyempurnaan kebijakan, strategi dan program bagi penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan dibidang kualitas dan mobilitas penduduk serta kepentingan pembangunan lainnya.

Penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sarana dan prasarana, sumber daya manusia, dan sosialisasi. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) diharapkan mampu memberikan Nomor Induk Penduduk (NIK) yang telah terdaftar di Departemen dalam Negeri untuk membantu pemerintah pusat dan daerah yang berguna untuk melihat permasalahan penduduk yang terjadi serta meningkatkan kualitas pelayanan penduduk dan pencatatan sipil dalam pembuatan kartu tanda penduduk berbasis elektronik yang mana dilengkapi chip elektronik

(4)

yang dapat menyimpan data sidik jari, tanda tangan, dan foto diri pemilik biodata sehingga mengandung tingkat akurasi lebih tinggi sebagai data biometrik.

Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) telah diatur dalam Undang – undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah direvisi dalam Undang – Undang Nomor 24 tahun 2013 dan Kota Tanjungbalai juga sudah memutuskan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan Administrasi Kependudukan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Dengan demikian, penulis memfokuskan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelengaraan Administrasi Kependudukan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

Pada Perkembangannya Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di kota Tanjungbalai masih ditemukan berbagai kendala dalam pelaksanaanya, seperti masih adanya masyarakat yang belum memiliki NIK, Akta kelahiran, dan lain sebagainya. Disamping itu kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mendukung sistem tersebut kurang memadai serta bentuk sosialisasi yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kepada masyarakat yang kurang maksimal dapat menghambat proses implementasi.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi

(5)

Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Studi kasus Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kota Tanjungbalai).”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah :

“Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Studi kasus Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kota Tanjungbalai).”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji secara lebih mendalam mengenai Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Studi kasus Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kota Tanjungbalai.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat secara ilmiah

Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dan menuliskan karya ilmiah di lapangan berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Manfaat secara praktis

Diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang Implementasi Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun

(6)

2012 tentang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Studi kasus Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kota Tanjungbalai.

3. Manfaat secara akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan sehingga dapat menambah bahan kajian perbandingan bagi yang tertarik dalam bidang ini.

1.5 Kerangka Teori

Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.

Menurut Kerlinger yang dikutip dari Efendi, Sofian (2012:35), teori adalah serang serangkaian konsep, konstruk, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara mengonstruksi hubungan antara konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu.

Menurut Arikunto (1996:92) kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat dimana peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan tentang variabel pokok, seb variabel, atau pokok masalah yang ada dalam penelitian.

Dalam studi penelitian perlu adanya kejelasan titik tolak atau landasan berpikir untuk memecahkan dan membahas masalah. Untuk itu perlu disusun

(7)

suatu kerangka teori sebagai pedoman yang menggaambarkan dari mana sudut makalah itu disorot (Nawawi, 1992:149).

Kerangka teori/ teoretical frame work adalah kerangka berpikir yang bersifat teoritis atau konseptual mengenai masalah yang di teliti. Teori merupakan proposisi atau asumsi yang telah dibuktikan kebenarannya (Rianto,2004:29).

Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Kebijakan Publik

1.5.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimilogis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa Yunani “polis” berarti Negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris “policie” yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan, (Dunn N William, 2000 : 22).

Istilah “kebijakan” atau ”policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu badan pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu, (Winarno Budi, 2002 : 14). Pengertian kebijakan seperti ini dapat digunakan dan relatif memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Sedangkan kata publik sendiri sebagian orang mengartikan sebagai Negara.

(8)

Namun demikian, kebijakan publik merupakan konsep tersendiri yang mempunyai arti dan defenisi khusus akademik. Defenisi kebijakan publik menurut para ahli sangat beragam. Menurut Easton, 1969 (Tangkilisan 2003 : 2), kebijakan publik adalah sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Menurut Friedrich, Carl J, 1963 (Budi Winarno :19), mendefenisikan kebijakan publik sebagai arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran dan maksud tertentu.

Namun demikian dalam mendefenisikan kebijakan adalah bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Menurut James E Anderson (Ibid 2002 : 16), mendefenisikan kebijakan publik adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan.

(9)

Berdasarkan pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertujuan untuk memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat.

1.5.1.2 Proses Kebijakan Publik

Adapun kebijakan publik memiliki tahap-tahap yang cukup kompleks karena memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji. Menurut Dunn, William 1998 (Winarno, Budi : 28), tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut :

a. Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan msalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan pada perumusan kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak tersentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

b. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)

Masalah yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam

(10)

agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk memecahkan masalah.

c. Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)

Dari sekian alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lemabaga atau keputusan peradilan.

d. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. e. Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah

(11)

kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

1.5.2 Implementasi Kebijakan Publik

1.5.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Studi Implementasi kebijakan publik merupakan usaha untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik serta variabel-variabel yang mempengaruhinya. Implementasi kebijakan merupakan proses atau tahapan yang penting dalam sebuah siklus kebijakan. Bagaimanapun, sebuah kebijakan yang telah dihasilkan apabila tidak dilaksanakan maka akan sia-sia atau tidak dapat mengatasi suatu permasalahan. Implementasi juga penting karena menentukan berhasil atu tidaknya suatu kebijakan dibuat guna memecahkan suatu masalah. Menurut Grindle, implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Studi ini melihat adanya tugas dimensi analisis dalam organisasi, yaitu tujuan, pelaksanaan, tugas dan kaitan organisasi dengan lingkungan . Ide dasar Grindle adalah bahwa kebijakan ditransformasikan menjadi program-program aksi maupun proyek individual dengan biaya yang telah disediakan maka implementasi kebijakan dapat dilakukan (Wibawa, 1991:22).

Menurut Riant Nugroho (2007), Implementasi dikonseptualisasikan sebagai suatu proses, atau sebagai rangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Implementasi diartikan dalam konteks keluaran, atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah direncanakan mendapat dukungan, seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu program. Akhirnya, pada tingkat abstraksi yang paling tinggi, dampak

(12)

implementasi mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur ke dalam masalah.

Menurut Jones (2003), tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan adalah :

1. Penafsiran, merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

2. Organisasi, merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan, merupakan berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lainnya.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

1.5.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan A. Model Van Meter dan Van Horn (1975)

Model pendekatan implementasi kebijakan yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn, model ini menjelaskan bahwa kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan (Subarsono, 2005 : 19). Variabel-variabel tersebut yaitu :

1. Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standart dan sasaran kebijakan kabur, maka akan

(13)

terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi. Mengukur kerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.

2. Sumber Daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan

3. Komunikasi dan Penguatan Aktivitas

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar tujuan kebijakan dapat tercapai.

4. Karakteristik Agen Pelaksana

Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.

(14)

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristtik para partisipan yakni menolak atau mendukung, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi Implemetor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yaitu: (a) respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimilki oleh implementor.

B. Model Merilee S Grindle

Grindle, Marilee S 1980 (Wibawa Samodra : 22), memberi pemahaman bahwa studi implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Grindle juga menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan khususnya yang menyangkut implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan Grindle menentukan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya

(15)

hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan yang cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan yang dimaksud meliputi :

1. Kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan

3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Kedudukan pembuat kebijakan 5. Siapa pelaksana program 6. Sumber daya yang dilibatkan

Isi sebuah kebijkan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh sejumlah besar pengambilan keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang lainnya hanya ditentukan sejumlah kecil unit pengambilan kebijakan. Selanjutnya pengaruh dalam konteks lingkungan yang terdiri dari :

1. Kekuasaan kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2. Karakteristik lembaga dan penguasa

3. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana

C. Model Mazmanian dan Sabatier (1983)

Menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan publik adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model ini disebut sebagai kerangka analisis implementasi. Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel, yaitu:

1. Karakteristik dari masalah, indikatornya adalah :

(16)

b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan 2. Karakteristik kebijakan, indikatornya adalah :

a. Kejelasan isi kebijakan

b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis c. Besarnya alokasi sumber daya finasial terhadap kebijakan

tersebut

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar institut pelaksana

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana f. Tingkat komitmen aparat terhadap kebijakan

3. Variabel lingkungan, indikatornya adalah :

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi

b. Dukungan publik terhadap suatu kebijakan c. Sikap dari kelompok pemilih

d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.

D. Model George Edwards III

Menurut Edwards (Indiahono Dwiyanto, 2009 : 32), studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy. Implementasi kebijakan adalah pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang

(17)

dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mempengaruhi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu di implementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang di implementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

Menurut Edwards, terdapat empat faktor atau variabel dalam implementasi kebijakan publik, yaitu :

1. Komunikasi

Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah tersebut dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat. Secara umum Edwards membahas tida indikator penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni:

a. Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi, yaitu adanya salah pengertian yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

(18)

b. Kejelasan, yakni komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua.

c. Konsistensi, yakni perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2. Sumber Daya

Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya finansial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

Indikator-idnikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan adalah:

a. Staf. Sumber daya utama implementasi kenijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. b. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai

dua bentuk, yakni pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.

(19)

c. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel, dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik pula seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III (dalam Tangkilisan, 2003B:127) mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari:

a. Pengangkatan birokrasi. Sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.

b. Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk

(20)

memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.

4. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya rincian tugas dan prosedur pelayanan yang telah disusun oleh organisasi. Rincian tugas dan prosedur pelayanan menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak. Selain itu struktur orgnisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut dengan Standard Operating Procedures (SOP) dan fragmentasi, yaitu :

a. Berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari pada pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi yang kompleks dan tersebar.

(21)

b. Berasal terutama dari tekanan diluar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok kepentingan, pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.

1.5.3 Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

Dalam penelitian ini yang dibahas adalah Peraturan Daerah Kota Tanjungbalai Nomor 4 tahun 2012. Peraturan daerah ini merupakan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana dari Undang – Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang dilaksanakan di Kota Tanjungbalai. Undang – Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah direvisi menjadi Undang – Undang Nomor 24 tahun 2013 namun peraturan daerah Kota Tanjungbalai belum mengalami perubahan sehingga peneliti masih mengacu pada Undang – Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Secara keseluruhan, ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi kewenangan penyelenggara dan instansi pelaksana, hak dan kewajiban penduduk, kependudukan, dan pencatatan sipil untuk menjamin pelaksanaan Peraturan Daerah ini dari kemungkinan pelanggaran baik administratif maupun ketentuan materil yang bersifat pidana, diatur juga ketentuan mengenai sanksi administratif dan ketentuan pidana dengan menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

(22)

Pengertian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disingkat SIAK dalam peraturan daerah ini adalah sistem informasi nasional yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di setiap tingkatan wilayah administrasi pemerintahan yang bertujuan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil setiap penduduk. Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang pada Register Pencatatan Sipil oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sehingga masyarakat Tanjungbalai dapat meregister pencatatan sipil di Kantor Dinas dan Pencatatan Sipil Kota Tanjungbalai.

Selain itu, peraturan daerah ini memuat pengaturan dan pembentukan sistem yang mencerminkan adanya reformasi di bidang administrasi kependudukan. Salah satu hal penting adalah pengaturan mengenai penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Nomor Induk Kependudukan (NIK) adalah identitas dan validasi data jati diri seseorang yang dikembangkan kearah identifikasi tunggal bagi setiap penduduk. Nomor Induk Kependudukan (NIK) bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia dan berkait secara langsung dengan seluruh dokumen kependudukan.

1.5.4 Sistem informasi

1.5.4.1 Pengertian Sistem

Secara sederhana suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen atau variabel-variabel yang terorganisasi, saling berinteraksi saling tergantung satu sama lain dan terpadu (Kumorotomo, 1994:8).

(23)

Beberapa pendapat mengatakan hal yang sama bahwa suatu sistem adalah seperangkat bagian yang saling tergantung.

Menurut Odgers (Syafiie.2002:15) secara umum sebuah sistem yang ideal memiliki unsur-unsur yaitu masukan (input), pengolahan (processing), keluaran (output), umpan balik (feedback), dan pengawasan. Keberadaan tiap unsur tersebut sangatlah penting, karena masing-masing memainkan peranan yang penting dalam menjalankan sistem.

Jadi, suatu sistem meliputi bagian-bagian atau subsistem-subsistem yang berinteraksi secara harmonis untuk mencapai tujuan tertentu. Unsur-unsur yang mewakili sistem secara umum adalah masukan (input), pengolahan (processing) dan keluaran (output). Disamping itu, suatu sistem senantiasa tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya. Maka umpan balik (feed -back) dapat berasal dari output tetapi dapat juga dari lingkungan sistem yang dimaksud. Organisasi dipandang sebagai suatu sistem yang tentunya akan memiliki semua unsur ini.

1.5.4.2 Pengertian Informasi

Menurut Jogiyanto (Syafiie.2002:22) informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan berarti bagi yang menerimanya dan menggambarkan suatu kejadian-kejadian (event) dan kesatuan nyata (fact and entity) yang digunakan untuk pengambilan keputusan.

Burch dan Grudnitski (dalam Kumorotomo, 1994, 11) menyebutkan adanya tiga pilar utama yang menentukan kualitas informasi, yaitu: akurasi, ketepatan waktu dan relevansi. Syarat-syarat tentang informasi yang lebih baik yang lebih

(24)

lengkap diuraikan oleh Parker (dalam Kumorotomo, 1994, 11). Berikut ini adalah syarat-syarat yang dimaksud:

a. Ketersediaan

Syarat yang mendasar bagi suatu informasi adalah tersedianya informasi itu sendiri. Informasi harus dapat diperoleh bagi orang yang hendak memanfaatkannya.

b. Mudah dipahami

Informasi harus memudahkan pembuat keputusan, baik yang menyangkut pekerjaan rutin maupun keputusan-keputusan yang bersifat strategis. Informasi yang rumit dan berbelit-belit hanya akan membuat kurang efektifnya keputusan manajemen.

c. Relevansi

Informasi yang diperlukan benar-benar relevan dengan permasalahan, misi dan tujuan organisasi.

d. Bermanfaat

Sebagai konsekuensi dari syarat relevansi, informasi juga harus bermanfaat bagi organisasi. Karena itu informasi juga harus dapat tersaji ke dalam bentuk-bentuk yang memungkinkan pemanfaatan oleh organisasi yang bersangkutan.

e. Ketepatan waktu

Informasi harus tersedia tepat pada waktunya. Terutama pada saat organisasi membutuhkan informasi ketika menejer hendak membuat keputusan-keputusan krusial.

(25)

f. Keandalan

Informasi harus diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diandalkan kebenarannya. Pengolah data atau pemberi informasi harus dapat menjamin tingkat kepercayaan yang tinggi atas informasi yang disajikannya.

g. Akurasi

Informasi bersih dari kesalahan dan kekeliruan. Ini juga berarti informasi harus jelas secara akurat mencerminkan makna yang terkandung dari data pendukungnya.

h. Konsisten

Informasi tidak boleh mengandung kontradiksi didalam penyajian karena konsistensi merupakan syarat penting bagi dasar pengambilan keputusan.

1.5.4.3 Pengertian Sistem Informasi

Menurut Alter (1992) sistem informasi adalah kombinasi antara prosedur kerja, informasi, orang, dan teknologi informasi (TI) untuk mencapai tujuan dalam sebuah organisasi. Sedangkan Oetomo mendefenisikan sistem informasi sebagai kumpulan elemen yang saling berhubungan satu sama lain yang membentuk satu kesatuan untuk mengintegrasikan data, memproses dan menyimpan serta mendistribusikan informasi.

Dari defenisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan kesatuan elemen-elemen yang saling berinteraksi secara sistematis dan teratur untuk menciptakan dan membentuk aliran informasi yang mendukung sistem tersebut.

(26)

1.5.5 Administrasi Kependudukan

1.5.5.1 Pengertian Administrasi Kependudukan

Menurut Soewarno Handayaningrat mengungkapkan bahwa administrasi adalah kegiatan ketatausahaan yang terdiri dari berbagai kegiatan seperti pembukuan baik penghitungan, pencatatan atau yang lainnya dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan. Sedangkan dala arti yang sempit, menurutnya administrasi merupakan kegiatan catat mencatat atau pembukuan, surat menyurat atau lainnya yang berkaitan dengan ketatausahaan.

Penduduk adalah warga negara Indonesia dan Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia (Undang-undang No.24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan). Kependudukan adalah hal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas, dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain (UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan).

Oleh karena itu, administrasi kependudukan merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan mulai dari satuan pemerintahan terkecil seperti desa/ kelurahan hingga pada skala nasional. Pengelolaan Administrasi kependudukan memiliki fungsi strategis sebagai dukungan informasi tentang kependudukan bagi

(27)

pembuatan kebijakan dalam rangka pelayanan publik serta kepentingan warga untuk mengakses informasi hasil administrasi kependudukan tersebut.

1.5.6 Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

Defenisi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat Penyelenggara dan Instansi Pelaksana sebagai satu kesatuan (Dalam Undang – Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2013, tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan).

Defenisi lain mengartikan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), yaitu suatu sistem berbasis web yang disusun berdasarkan prosedur-prosedur dan memakai standarisasi khusus yang bertujuan menata sistem administrasi kependudukan sehingga tercapai tertib administrasi dibidang kependudukan dan juga membantu bagi petugas dijajaran Pemerintah Daerah khususnya Dinas Kependudukan dalam menyelenggarakan layanan kependudukan. Dalam implementasinya, SIAK menerapkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang merupakan nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia, yang berlaku selamanya. Dalam SIAK, database antara kecamatan, kabupaten-kota, provinsi dan Departemen Dalam Negri (Depagri) akan terhubung dan terintegrasi. Seseorang tidak bisa memiliki identitas ganda dengan adanya Nomor Identitas Kependudukan (NIK). Sebab, nomor bersifat

(28)

unik dan akan keluar secara otomatis ketika instansi pelaksana memasukkannya ke database kependudukan (Nugraha, 2014:2)

1.5.6.1 Tujuan Penyelenggaraan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

Adapun tujuan diselenggarakannya Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan kualitas pelayanan penduduk dan catatan sipil;

2. Penyediaan data untuk perencanaan pembangunan dan pemerintahan;dan 3. Penyelenggaraan pertukaran data secara tersistem dalam verifikasi data

individu dalam pelayanan publik.

Sedangkan secara teknis implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 memiliki tujuan agar :

1. Database Kependudukan terpusat melalui pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional dalam rangka mewujudkan tertib administrasi kependudukan.

2. Database Kependudukan dapat diintegrasikan untuk kepentingan lain (Statistik, Pajak, Imigrasi, dll).

3. Sistem dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) terintegrasi (RT/RW, Kelurahan, Kecamatan, Pendaftaran Penduduk, Catatan Sipil, dll).

(29)

5. Melindungi hak-hak individu penduduk, melalui pelayanan penerbitan dokumen kependudukan (Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan Akta-Akta Catatan Sipil) dengan mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional.

1.5.6.2 Peranan Penyelenggaraan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

Adapun penggunaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dalam administrasi kependudukan memiliki peranan (dalam Bastoni.2007:46) :

1. Perekaman, pengiriman dan pengolahan data hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

2. Penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nasional.

3. Memfasilitasi validasi dan verifikasi individu penduduk untuk pelayanan publik lainnya.

4. Penyajian data dan informasi yang mutakhir bagi instansi terkait dalam rangka perencanaan pembangunan dan pelaksanaan program Pemerintah.

1.5.6.3 Manfaat Penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

Penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) memiliki beberapa manfaat antara lain:

1. Tercapainya tertib administratif kependudukan, karena dengan adanya NIK maka permasalahan seperti KTP ganda tidak akan terjadi.

(30)

2. Tercapainya efisiensi dan efektivitas dalam layanan publik (short time response), sehingga masyarakat tidak perlu repot harus bolak-balik untuk mengurus kepentingan mereka.

3. Terbangunnya landasan bagi pengembangan sistem di masa yang akan datang menuju integrasi secara menyeluruh yang diharapkan dapat diterapkan di semua provinsi di Indonesia secepatnya.

4. Tercapainya Good Corporate Governance dalam public services di Dinas Kependudukan, dimana biasanya masyarakat selalu beranggapan membuat KTP/KK itu susah karena harus bolak-balik dan ada biayanya yang mahal.

5. Untuk menyediakan data individu penduduk (mikro) dan data agregat (makro) penduduk. Penyediaan data tersebut melalui pengembangan SIAK dengan membangun Bank Data kependudukan Nasional yang dapat menyajikan berbagai profil kependudukan untuk kepentingan individu, masyarakat, pemerintah dan kepentingan pembangunan lainnya. 6. Untuk pengolahan data statistik vital (vital statistics) baik yang

berhubungan dengan peristiwa penting (lahir, mati, kawin, cerai dan lain-lain) maupun peristiwa kependududukan (perubahan alamat, pindah datang dan perpanjangan KTP). Hasil penghitungan dan pengolahan data statistik tersebut sebagai bahan perumusan dan penyempurnaan kebijakan, strategi dan program bagi para penyelenggara dan pelaksana pembangunan di bidang kualitas, kuantitas dan mobilitas penduduk, serta kepentingan pembangunan lainnya

(31)

1.6 Defenisi Konsep

Dalam Singarimbun (2008:34) konsep diartikan sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Tujuan diperlukannya konsep adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari variabel yang akan diteliti. Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Kebijakan Publik merupakan serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertujuan untuk memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat. Kebijakan publik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungbalai No. 4 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) (Studi pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tanjungbalai).

2. Implementasi Kebijakan Publik merupakan sebuah proses pelaksanaan kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan sasaran kebijakan. Dalam penelitian ini pelaksana kebijakan tersebut adalah aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Binjai. Implementasi kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungbalai No. 4 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Model implementasi kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini dipengaruhi oleh 4 (empat) variabel, yaitu :

(32)

a. Komunikasi b. Sumber Daya c. Disposisi

d. Struktur Birokrasi

3. Pengertian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disingkat SIAK dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 adalah sistem Informasi Nasional yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan di setiap tingkatan wilayah administrasi pemerintahan yang bertujuan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil setiap penduduk.

(33)

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I :PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II :METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB III :DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian yang ditemukan di lapangan.

BAB IV :PENYAJIAN DATA

Bab ini menyajikan data yang diperoleh selama penelitian di lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis

BAB V :ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti.

BAB VI :PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas masalah yang dikemukakan dan pemecahan masalah yang dikemukakan dalam bentuk saran.

Referensi

Dokumen terkait

Praktek yang terjadi di KSPPS Hudatama pada produk simpanan sahabat, anggota ( muwaddi’ ) menitipkan uangnya kepada pihak koperasi (mustawda’ ) agar dana yang

Setelah memahami kondisi keuangan saat ini, kita lebih siap untuk menentukan tujuan keuangan yang spesifik dan relistis dalam kaitan dengan perencanaan keuangan

Secara khusus diketahui bahwa adanya perbedaan pemahaman tentang independensi KIP Aceh, namun secara umum dapat diketahui bahwa KIP Aceh merupakan penyelenggara

Peran para ulama / wali sangat besar terhadap jalannya pemerintahan di Kesultanan Demak. Hal ini terlihat sejak pertama kali proses Islamisasi di Jawa Tengah dengan

Hasil pengamatan pertumbuhan talus rumput laut Gracilaria gigas yang ditanam dengan metode budidaya dan sistem penanaman berbeda di perairan Selok Adipala,

Peran eksekutif, legislatif bersama masyarakat melalui organisasi/lembaga swadaya masyarakat pemerhati perempuan dan anak, menginsiasi kebijakan penyelenggaraan

Pada penelitian tugas akhir ini akan dikembangkan sebuah sistem informasi manajemen asset yang merupakan sebuah sistem informasi yang diharapkan dapat melakukan

Sama halnya dengan pengukuran tegangan untuk suhu pengeringan 150 ℃ selama 60 menit arus yang mengalir lebih rendah dibandingkan lima sampel pengeringan yang lain, ini