• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG"

Copied!
295
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG PU/CIPTA KARYA

PROPINSI JAMBI

KABUPATEN BUNGO KOTA MUARA BUNGO Nomor :……….

Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah ditetapkan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota. Penyediaan infrastruktur permukiman menjadi

kewenangan wajib bagi pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga lebih mendekatkan

antara pengambil kebijakan dengan masyarakat pengguna infrastruktur permukiman. Menghadapi dinamika perubahan yang terjadi tersebut, kami menyadari bahwa diperlukan keselarasan dalam cara pandang atau paradigm dalam pengembangan infrastruktur permukiman secara komprehensif yang terintegrasi baik dalam konteks kewilayahan maupun dalam keterkaitannya dengan pengembangan sector lain dalam konstelasi pembangunan regional dan nasional yang berkelanjutan. Untuk itu, kami menyepakati untuk melakukan kesepakatan dalam perencanaan dan pelaksanaan Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya pada tahun 2012-2016. Berkenaan dengan hal tersebut diatas, pada hari…………Tanggal………….2011, kami sepakat untuk saling mendukung dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan bidang PU/Cipta Karya pada tahun 2012-2016 sebagaimana terlampir.

Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya ini pada dasarnya dapat dilanjutkan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan yang ada pada tahun-tahun berikutnya.

Demikian Program Kerja ini kami buat berdasarkan kepedulian kami dalam upaya-upaya percepatan pelaksanaan pembangunan bidang PU/Cipta Karya berkelanjutan.

(3)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk serta bimbingannya kepada kita semua sehingga penyusunan Buku Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya Kota Muara Bungo periode tahun 2012-2016 telah dapat diselesaikan. Dengan tersusun Rencana Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya Kota Muara Bungo ini, maka diharapkan didalam pelaksanaan pembangunan sector prasarana perkotaan; khususnya bidang ke-PU-an untuk kota Muara Bungo, dapat berpedoman selama Jangka Menengah.

Pembangunan sector perkotaan yang dimaksud mencakup aspek-aspek : permukiman, penataan bangunan lingkungan, persampahan, air limbah, Air bersih dan drainase untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

Mekanisme penyusunan RPIJM ini meningkatkan adanya suatu keterpaduan antara perencanaan dari bawah ke atas dan sebaliknya, sehingga program yang dihasilkan merupakan suatu program yang optimal, dimana pertimbangan-pertimbangan akan adanya prioritas program dan kepentingan-kepentingan strategis serta unsure ketersediaan dana, baiak Pemerintah Pusa t maupun Pemerintah Daerah telah tercakup didalamnya.

Penyusunan buku ini merupakan tugas serta tanggung jawab Pemerinah Kabupaten Bungo di bawah koordinasi Bappeda TK II Bungo di bawah kebijaksanaan Pembangunan yang meliputi teknis perencanaan, keterpaduan program serta sumber-sumber pendanaan di koordinasikan oleh Bappeda TK I Propinsi Jambi dan Pemerintah Pusat.

Penyusunan RPIJM ini diawali dengan pengumpulan data primer dan data sekunder, mempelajari penelitian-penelitian atau studi-studi yang telah ada serta diskusi-diskusi dengan berbagai instansi terkait.

Pada kesempatan ini, Team penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan instansi terkait yang telah memberikan masukan sangat berharga pada waktu diadakan diskusi pada bulan Desember 2011.

Akhirul kata, tim penyusun mengharapkan buku RPIJM ini dapat dijadikan pedoman serta pegangan dalam membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana perkotaan khususnya kota Muara Bungo Kabupaten Bungo.

Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Muara Bungo, Desember 2011

(4)

Daftar Isi

Surat Bupati ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar ... xvii BAB I PENDAHULUAN ... I-1

1.1 Latar Belakang ... 1 - 1 1.2 Pengertian RPIJM ... 1 - 3 1.3 Maksud Tujuan dan Sasaran ... 1 - 3 1.4 Mekanismen dan Frame Penyusunan RPIJM ... 1 - 4 1.4.1 Pendekatan Umum ... 1 - 4 1.4.2 Dasar Acuan ... 1 - 8 1.4.3 Urgensi Keberadaan RPIJM ... 1 - 10 1.4.4 Pola Pikir ... 1 - 11 1.4.5 Metodologi ... 1 - 14

BAB II GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH

KOTA MUARA BUNGO ... II-1

2.1 Profil Geografis dan Fisik Dasar ... II-1 2.1.1 Letak Geografis ... II-1 2.1.2 Kondisi Fisik Dasar... II-4 2.2 Profil Demografi ... II-9

2.2.1. Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Struktur Umur ... II-9 2.2.2. Sosial Kependudukan ... II-9 2.3 Kondisi Prasarana dan Utilitas Kota ... II-10 2.3.1 Sub Bidang Air Minum ... II-10

2.3.1.1. Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan

Pengelolaan Air Minum ... II-10 2.3.1.2. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Penyediaan

dan Pengeloaan Air Minum ... II-12 2.3.1.3. Permasalahan Yang Dihadapi ... II-15 2.2.2 Sub Bidang Persampahan ... II-17

2.2.2.1. Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Persampahan

(5)

Persampahan Yang Ada ... II-27 2.2.3.3. Aspek Pendanaan ... II-30 2.2.3.4. Aspek Kelembagaan Pelayanan Persampahan ... II-38 2.2.3.5 Aspek Peraturan Perundangan ... II-43 2.2.3.6 Aspek Peran Serta masyarakat ... II-44 2.2.3.7 Permasalahan Yang Ada ... II-44 2.2.4 Bidang Air Limbah ... II-44

2.2.4.1 Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Air

Limbah Saat Ini ... II-44 2.2.4.2 Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Pengelolaan

Air Limbah ... II-45 2.2.4.3 Kondisi Sistem Pengeloaan Air Limbah Saat ini ... II-46 2.2.4.4 Permasalahan Yang Dihadapi ... II-46 2.4 Bidang Drainase ... II-46 2.4.1 Gambaran Umum Kondisi Sistem Drainase Saat Ini ... II-46 2.4.2 Kondisi Sistem Sarana & Prasarana Sistem Drainase

Yang Ada ... II-52 2.4.3 Aspek Kelembagaan Pelayanan Drainase ... II-53 2.4.4 Aspek Peran Serta masyarakat ... II-53 2.4.5 Permasalahan Yang Ada ... II-54 2.5 Bidang Jalan ... II-54 2.5.1 Kondisi Jalan Yang Ada ... II-54 2.5.2 Permasalahan Yang Ada ... II-55

BAB III RENCANA PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA MUARA BUNGO ... III-1

3.1 Strategi/Skenario Pengembangan Wilayah Kota Muara Bungo

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah ... III-1 3.1.1 Rumusan Fungsi dan Peran Serta Kota Muara Bungo

Dalam Lingkup Wilayah Yang Lebih Luas ... III-1 3.1.2 Arah / Strategi Pengembangan Kota Muara Bungo ... III-3 3.2 Konsep Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Muara Bungo

2007-2027 ... III-4 3.2.1 Konsep Pengembangan Bagian-bagian Wilayah Kota ... III-5 3.2.2 Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan & Kegiatan Utama Kota ... III-9 3.2.3 Struktur Jaringan Jalan ... III-13 3.2.4 Rencana Tata Guna Lahan ... III-13 3.3 Skenario Pengembangan Sektor/Bidang PU/Cipta Karya ... III-17

BAB IV RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR ... IV-1

4.1 Rencana Pengembangan Permukiman ... IV-1 4.1.1 Petunjuk Umum ... IV-1

(6)

4.1.2.1.1 Gambaran Umum ... IV-4 4.1.2.1.2 Prasarana & sarana dasar Permukiman .... IV-4

4.1.2.1.3 Parameter Teknis Wilayah ... IV-8 4.1.2.1.4 Aspek Pendanan ... IV-9 4.1.3 Retribusi ... IV-13 4.1.3.1 Aspek Kelembagaan ... IV-13 4.1.3.2 Sasaran ... IV-18 4.1.4 Permasalahan Pembangunan Permukiman ... IV-18

4.1.4.1 Analisa Permasalahan, Alternatif Pemecahan

& Rekomendasi ... IV-18 4.1.5 Usulan Pembangunan Permukiman ... IV-18

4.1.5.1 Sistem Infrastruktur Permukiman yang

Diusulkan ... IV-19 4.1.5.2 Usulan & Prioritas Program Pembangunan

PS Permukiman ... IV-20 4.1.5.3 Usulan & Prioritas Proyek Pembangunan

Infrastuktur Permukiman ... IV-21 4.2 Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan ... IV-22 4.2.1 Petunjuk Umum ... IV-22 4.2.1.1 Penataan Bangunan ... IV-22 4.2.1.2 Permasalahan Penataan Bangunan Dalam

Lingkup Nasional ... IV-22 4.2.1.3 Landasan Hukum ... IV-24 4.2.1.4 Penataan Lingkungan ... IV-24 4.2.1.5 Pencapaian Penataan Bangunan Gedung &

Lingkungan ... IV-25 4.2.1.6 Kebijakan, Penataan Bangunan Gedung dan

Lingkungan di Wilayah Perkotaan Muara

Bungo ... IV-26 4.2.2 Kondisi dan Permasalahan Umum Penataan Bangunan

Gedung dan Lingkungan Kota Muara Bungo ... IV-27 4.2.3 Kegiatan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(RTBL) ... IV-28 4.2.3.1 Sasaran Kegiatan ... IV-28 4.2.3.2 Bentuk dan Pelaksanaan Kegiatan ... IV-28 4.2.3.3 Keluaran / Produk Kegiatan ... IV-29 4.2.4 Rekomendasi, Kawasan Perencanaan Tata Bangunan dan

Lingkungan Perkotaan Muara ... IV-30 4.2.5 Program Yang Diusulkan ... IV-31 4.3 Rencana Investasi Sub Bidang Persampahan ... IV-32 4.3.1 Petunjuk Umum ... IV-32

(7)

4.3.2.1.1 Sistem Pengelolaan Persampahan

yang Ada ... IV-33 4.3.3 Pewdahan Sampah ... IV-36 4.3.4 Pengumpulan ... IV-39 4.3.4.1 Evaluasi Kondisi Sistem Prasaran Yang Ada ... IV-43 4.3.5 Permasalahan Yang Dihadapi ... IV-39

4.3.5.1 Sasaran Penyediaan Prasarana & Sarana

Pengelolaan Sampah ... IV-46 4.3.5.2 Rumusan Masalah ... IV-50 4.3.6 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi ... IV-50 4.3.6.1 Analisis Permasalahan ... IV-50 4.3.6.2 Rekomendasi ... IV-52 4.3.7 Sistem Pengelolaan Persampahan Yang Diusulkan ... IV-53

4.3.7.1 Usulan dan Rekomendasi Program Pengelolaan

Persampahan ... IV-53 4.3.7.2 Pembiayaan Pengelolaan ... IV-55 4.4 Rencana Investasi Sub – Bidang Air Limbah ... IV-56 4.4.1 Petunjuk Umum ... IV-56 4.4.1.1 Umum ... IV-56 4.4.1.1 Pencapaian Pengeloaan Air Limbah Dalam Rencana

Kota ... IV-57 4.4.1.3 Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Air

Limbah Dalam Rencana Kota ... IV-56 4.4.2 Profil Rencana Pengelolaan Air Limbah ... IV-59 4.4.2.1 Gambaran Umum Sistem Pengelolaan ... IV-59 4.4.2.2 Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana

Pengelolaan Air Limbah ... IV-59 4.4.3 Permasalahan Yang Dihadapi ... IV-59

4.4.3.1 Sasaran Pengelolaan Prasarana dan Sarana (PS)

Air Limbah ... IV-59 4.4.3.2 Rumusan Masalah ... IV-60 4.4.4 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi ... IV-61 4.4.4.1 Analisis Persoalan ... IV-61 4.4.4.2 Alternatif Pemecahan Masalah ... IV-61 4.4.4.3 Rekomendasi ... IV-62 4.4.5 Sistem Prasarana Yang Diusulkan ... IV-63 4.4.5.1 Usulan Dan Prioritas Program ... IV-63 4.4.5.2 Pembiayaan Pengelolaan ... IV-64 4.5 Rencana Investasi Sub – Bidang Drainase ... IV-65 4.5.1 Petunjuk Umum ... IV-65 4.5.1.1 Pencapaian Drainase Dalam Rencana Kota ... IV-65

(8)

4.5.2 Profil Rinci Penyediaan Drainase ... IV-69 4.5.2.1 Kondisi Yang Ada ... IV-69 4.5.2.2 Kondisi Sistem Drainase Yang Ada ... IV-73 4.5.2.3 Kelembagaan ... IV-75 4.5.3 Permasalahan Yang Dihadapi ... IV-75 4.5.3.1 Permasalahan Sistem Drainase Yang Ada ... IV-75 4.5.3.2 Sasaran Drainase ... IV-75 4.5.3.3 Rumusan Masalah ... IV-76 4.5.4 Analisis Permasalahan dan Rekomendasi ... IV-77 4.5.4.1 Analisis Kebutuhan ... IV-77 4.5.4.2 Analisis Sistem Drainase ... IV-80 4.5.4.3 Analisis Jaringan Drainase ... IV-80 4.5.4.4 Alternatif Penyelesaian Masalah ... IV-80 4.5.4.5 Rekomendasi ... IV-83 4.5.4.6 Upaya Kelola Lingkungan / Upaya Pemantauan

Lingkungan UKL/UPL ... IV-84 4.5.5 Sistem Drainase Yang Diusulkan ... IV-85 4.5.5.1 Pembiayaan Proyek Penyediaan Drainase ... IV-85 4.6 Rencana Investasi Pengembangan Air Minum ... IV-87 4.6.1 Petunjuk Umum ... IV-87 4.6.2 Gambaran Kondisi Pelayanan Air Minum ... IV-89

4.6.2.1 Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan

Pengelolaan ... IV-89 4.6.2.2 Kondisi Sistem & Prasarana Penyediaan dan

Pengelolaan Air Minum ... IV-90 4.6.2.1.1 Sistem Non Perpipaan ... IV-90 4.6.2.1.2 Sistem Perpipaan ... IV-92 4.6.3 Permasalahan Yang Dihadapi ... IV-93 4.6.4 Analisis Kebutuhan Prasarana Air Bersih ... IV-95 4.6.4.1 Analisis Kebutuhan Prasarana Air Minum ... IV-95 4.6.4.1 Analisis Kondisi Pelayanan ... IV-95 4.6.4.2 Analisis Sistem Prasaarana dan Sarana

Air Minum ... IV-98 4.6.4.3 Analisis Kebutuhan Program ... IV-100 4.6.4.4 Rekomendasi ... IV-102 4.6.5 Sistem Prasarana Yang Disuslkan... IV-106 4.6.5.1 Sistem Non Perpiaan ... IV-106 4.6.5.2 Sistem Perpiaan ... IV-107 4.6.5.3 Usulan dan Prioritas Program ... IV-107 4.6.5.4 Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan Air

(9)

5.1 Petunjuk Umum ... V-1 5.1.1 Prinsip Dasar Safeguard ... V-1 5.1.2 Kerangka Safeguard ... V-3 5.2 Komponen Safeguard ... V-3 5.2.1 Komponen Sosial Ekonomi ... V-3 5.2.1.1 Kependudukan ... V-3 5.2.1.2 Sosial Ekonomi ... V-5 5.2.2 Komponen Sosial Budaya ... V-7 5.2.3 Komponen Lingkungan ... V-9 5.3 Metoda Pendugaan Dampak ... V-12 5.3.1 Metode Formal ... V-13 5.3.2 Metode Non Formal ... V-15 5.3.3 Metode Prakiraan Dampak Penting ... V-17 5.3.4 Metode Evaluasi Dampak Besar dan Penting ... V-22 5.4 Pemilihan Alternatif ... V-22 5.4.1 Proses Pemiluhan Alternatif ... V-22 5.4.2 Penyajian Pemilihan Alternatif ... V-24 5.5 Rencana Pengeloaan Safeguard Sosial dan Lingkungan ... V-26 5.5.1 Sistem Pengelolaan ... V-26 5.5.2 Pelaksananaan Pengelolaan ... V-26 5.5.6 Pembiayaan Pengelolaan ... V-26 5.6 Rencana Pemantauan Safeguard Sosial dan Lingkungan ... V-27 5.6.1 Tipe Pemantauan ... V-27 5.6.2 Prosedur Pemantauan ... V-27 5.6.3 Pelaksanaan Pemantauan ... V-28

BAB VI KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATN PENDAPATAN ... VI-1

6.1 Petunjuk Umum ... VI-1 6.1.1 Komponen Keuangan ... VI-1 6.1.1.1 Komponen Penerimaan Pendapatan ... VI-1 6.1.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)... VI-2 6.1.1.3 Dana Perimbangan ... VI-3 6.1.2 Komponen Pengeluaran Belanja... VI-3 6.1.3 Komponen Pembiayaan ... VI-5 6.2 Profil Keuangan Kabupaten/Daerah ... VI-6 6.2.1 Keuangan Perusahaan Daerah ... VI-9 6.3 Permasalahan dan Analisa Keuangan ... VI-9 6.3.1 Kondisi Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota ... VI-9 6.3.2 Proyeksi Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kota ... VI-9 6.3.2.1 Proyeksi Penerimaan dan Belanja... VI-10 6.3.2.2 Proyeksi PAD dan Dana Perimbangan ... VI-12

(10)

6.4 Analisa Tingkat Ketersediaan Dana ... VI-17 6.4.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah ... VI-17 6.4.2 Aspek Keuangan Perusahaan ... VI-19 6.5 Rencana Pembiayaan ... VI-20 6.5.1 Rencana Pembiayaan ... VI-20 6.5.2 Pelaksana Pembiayaan RPIJM ... VI-20

BAB VII PETUNJUK DAERAH DAN RENCANA PENINGKATAN

KAPASITAS KELEMBAGAAN ... VII-1

7.1 Petunjuk Umum ... VII-1 7.2 Kondisi Kelembangaan ... VII-2 7.2.1 Kondisi Kelembagaan Pemerintah Kabupaten/Kota ... VII-2 7.2.2 Kondisi Kelembagaan Non Pemerintah ... VII-4 7.3 Masalah, Analisa dan Usulan Program ... VII-4 7.3.1 Masalah Yang Dihadapi ... VII-4 7.3.2 Analisis Permasalahan ... VII-5 7.3.3 Usulan Program ... VII-5 7.4 Usulan Sistem Prosedur Antar Instansi ... VII-7 7.4.1 Kedudukan, Fungsi, Tugas dalam Pelaksanaan RPIJM ... VII-7 7.4.2 Diagram Hubungan Antar Instansi ... VII-7 7.4.3 Format Umum Rencana Tindakan Peningkatan

Kelembagaan ... VII-7

BAB VIII RENCANA KESEPAKATAN (MEMORANDUM) RENCANA

INVESTASI DAN KAIDAH PELAKSANAAN ... VIII-1

8.1 Ringkasan Rencana Pembangunan Kota ... VIII-1 8.2 Ringkasan Program Prioritas Infrastruktur ... VIII-2 8.3 Pengaturan dan Mekanisme Pelaksanaan ... VIII-2

(11)

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Cakupan dan Luas Wilayah Kota Muara Bungo... II-2 Tabel 2.2 Luas Wilayah Kota Muara Bungo Per Kelurahan/Desa 2007 ... II-2 Tabel 2.3 Perbandingan Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin ... II-9 Tabel 2.4 Jumlah dan kepadatan Penduduk di Kota Muara Bungo 2007 ... II-10 Tabel 2.5 Jumlah dan Kapasitas Reservoar di Kabupaten Bungo ... II-12 Tabel 2.6 Sumber Air Baku Lain yang Digunakan Selain Sumber PDAM ... II-12 Tabel 2.7 Kualitas Air Bersih Yang Disuplai PDAM dan Non PDAM ... II-13 Tabel 2.8 Tingkat Pelayanan Air Minum PDAM Pancuran Telago

Kabupaten Bungo ... II-14 Tabel 2.9 Tingkat Pelayanan Pengumpulan Sampah di Kota Muara Bungo ... II-17 Tabel 2.10 Rute Pelayanan Sampah Pengangkut Truk Sampah ... II-18 Tabel 2.11 Jenis Pewadahan Yang Digunakan Dipermukiman ... II-20 Tabel 2.12 Pengeloaan Sampah Pada Wilayah Survey ... II-25 Tabel 2.13 Fasilitas Pengeloaan Smpah dan TPA Kota Muara Bungo ... II-28 Tabel 2.14 Sarana Tempat Penampungan Sementara di Kota Muara bungo ... II-29 Tabel 2.15 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo 2006 ... II-32 Tabel 2.16 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo 2007 ... II-32 Tabel 2.17 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo 2008 ... II-33 Tabel 2.18 Perkiraan Biaya Operasional Pengeloaan Sampah pada Peraturan

Daerah Nomor 5 Tahun 1999 ... II-35 Tabel 2.19 Perkiraan Jumlah dan Komposisi Sumber Sampah Menurut

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1999 ... II-37 Tabel 2.20 Perkembangan Jumlah Pasien RSU Kota Muara Bungo 2004-2007 ... II-45 Tabel 2.21 Kondisi Eksisting dan Permasalahan Drainase Kota Muara Bungo ... II-52 Tabel 2.22 Panjang Jalan dan Jenis Permukaan Jalan di Kota Muara Bungo ... II-52 Tabel 3.1 Renaca Pembagian BWK Wilayah Fungsional Kota (BWK)

Kota Muara Bungo sampai 2027 ... III-7 Tabel 3.2 Dimensi Jalan dan Garis Sempadan Bangunan Yang Direncanakan

di Kota Muara bungo 2007-2027 ... III-14 Tabel 3.3 Rencana Tata Guna Lahan Kota Muara Bungo sampai dengan

2027 ... III-14 Tabel 4.1 Sumber Air Baku SPAM dan Kondisi Instalasi Pengolahan Air ... IV-5 Tabel 4.2 Kondisi dan konstruksi Jalan Kota Muara Bungo 2006 ... IV-8 Tabel 4.3 Biaya Opersioal PDAM ... IV-9 Tabel 4.4 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo 2006 ... IV-10 Tabel 4.5 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo 2007 ... IV-11 Tabel 4.6 DIPA Dinas Perkotaan Kabupaten Bungo 2007 ... IV-12

(12)

Komponen Pembangunan PSD Pemukiman Kota Muara Bungo ... IV-21 Tabel 4.9 Usulan dan Prioritas Program Penataan Bangunan dan Lingkungan ... IV-31 Tabel 4.10 Tingkat Pelayanan Pengumpulan Sampah di Kota Muara Bungo ... IV-33 Tabel 4.11 Rute Pelayanan Sampah Pengangkut Truk Sampah ... IV-34 Tabel 4.12 Jenis Pewadahan Yang Digunakan Dipermukiman ... IV-36 Tabel 4.13 Pengeloaan Sampah Pada Wilayah Survey ... IV-41 Tabel 4.14 Fasilitas Pengelolaan Sampah dan TPA Kota Muara Bungo ... IV-44 Tabel 4.15 Sarana Tempat Penampungan Sementara di Kota Muara Bungo ... IV-45 Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Skore Kepadatan dan Fungsi Tata Ruang ... IV-47 Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Skore Kepadan Fungsi Tata Ruang Terhadap

Tingkat Kesejahteraan ... IV-48 Tabel 4.18 Kebutuhan Alat Berat Persampahan ... IV-49 Tabel 4.19 Kebutuhan Alat Berat Kota Muara Bungo 2027 ... IV-49 Tabel 4.20 Sistem Prasarana dan Sarana Persampahan Yang Diusulkan... IV-55 Tabel 4.21 Pembiayaan Sistem Prasarana dan Sarana Persampahan Yang

Diusulakn ... IV-55 Tabel 4.22 Perkembangan Jumlah Pasien RSU Kota Muara Bungo 2004-2007 ... IV-57 Tabel 4.23 Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kota Muara Bungo

2007 ... IV-63

Tabel 4.24 Usulan dan Prioritas Program Pengelolaan Air Limbah ... IV-64 Tabel 4.25 Usulan Pembiayaan Pengeloaan Proyek Pengelolaan Air Limbah ... IV-65 Tabel 4.26 Kondisi Eksisting dan Permasalahan Drainase Kota Muara Bungo ... IV-65 Tabel 4.27 Usulan dan Prioritas Program ... IV-86 Tabel 4.28 Jumlah dan Kapasitas Reservoar di Kabupaten Bungo ... IV-90 Tabel 4.29 Sumber Air Baku Lain yang Digunakan Selain Sumber PDAM ... IV-91 Tabel 4.30 Kualitas Air Bersih Yang Disuplai PDAM dan Non PDAM ... IV-91 Tabel 4.31 Tingkat Pelayanan Air Minum PDAM Pancuran Telago

Kabupaten Bungo ... IV-92 Tabel 4.32 Jumlah Penduduk yang Dilayani Kota ... IV-96 Tabel 4.33 Klasifikasi dan Struktur Kebutuhan Air Kabupaten Bungo ... IV-97 Tabel 4.34 Kebutuhan Program Jangka Menengah Sistem Penyediaan

Air Minum Kota Muara Bungo... IV-100 Tabel 4.35 Kebutuhan Program Jangka Menengah Sistem Penyediaan

Air Minum Kota Muara Bungo... IV-103 Tabel 4.36 Usulan dan Prioritas Program Dalam Penyediaan Air Minum ... IV-107 Tabel 4.37 Pembiayaan Prouyek Penyediaan Pengelolaan Air Minum ... IV-108 Tabel 5.1 Jumlah dan kepadatan Penduduk di Kota Muara Bungo 2007 ... V-4 Tabel 5.2 Perbandingan Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin ... V-5 Tabel 5.3 Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di

Kabupaten Bungo ... V-6 Tabel 5.4 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja ... V-5

(13)

Tabel 5.7 Prasarana Pendidikan di Wilayah Studi ... V-8 Tabel 5.8 Jumlah Prsarana Peribadatan di Wilayah Studi ... V-9 Tabel 5.9 Faktor Koreksi Kegempaan Akibat Pengaruh Jenis Tanah atau

Batuan ... V-10 Tabel 5.10 Periode Ulang (T) dan Percepatan Gempa Dasar (ac) ... V-11 Tabel 6.1 Struktur Pegeluaran Belanja SAP-D yang baru ... VI-4 Tabel 6.2 Struktur Pembiayaan SAP-D yang baru ... VI-5 Tabel 6.3 Realisasi dan Proyeksi APBD Pemerintah Kabupaten/Kota ... VI-8 Tabel 6.4 Proyeksi PAD dan Perimbangan ... VI-11 Tabel 6.5 Public Saving ... VI-14 Tabel 6.6 Proyeksi DSCR (Bagian Urusan Kas dan Perhitungan) Perhitungan

DSCR dan Kumulatif Pinjman ... VI-16 Tabel 6.7 Perkembangan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kota

Muara Bungo Kabupaten Bungo ... VI-22 Tabel 6.8 Perkembangan Realisasi Penerimaan Retribusi Daerah

Kabupaten Bungo ... VI-22 Tabel 6.9 Perkembangan Realisasi Laba BUMD, Dinas-dinas Lain-lain

Kabupaten Bungo ... VI-23 Tabel 6.10 Perkembangan Realisasi Penerimaan Dana Bagi Hasil Kabupaten ... VI-24 Tabel 6.11 Perkembangan Realisasi Penerimaan Dana Perimbangan

Kabupaten Bungo ... VI-24 Tabel 6.12 Struktur Pengeluaran Belanja SAP-D yang Baru

Kabupaten Bungo ... VI-25 Tabel 6.13 Struktur Pegeluaran Kabupaten Bungo ... VI-26 Tabel 6.14 Rencana Alokasi Pendanaan ... VI-27 Tabel 7.1 Menunjukkan Rencana Tindakan Peningkatan Kelembagaan ... VII-9

(14)

Gambar Diagram Alir Proses Perencanaan dan Penyusunan RPIJM ... I-5 Gambar 2.1 Peta Wilayah Administrasi Kota Muara Bungo ... II-3 Gambar 2.2 Peta Topografi Kota Muara Bungo ... II-6 Gambar 2.3 Peta Struktur Geologi di Kota Muara Bungo dan Sekitarnya ... II-7 Gambar 2.4 Peta Jaringan Air Bersih Eksisting ... II-16 Gambar 2.5 Peta Rute Pelayanan ... II-21 Gambar 2.6 Sistem Pengelolaan Pengangkutan Sampah Mulai dari

Sumber ke TPA ... II-24 Gambar 2.7 Pengelolaan Sampah dengan Sistem Kumpul Angkut- Buang ... II-24 Gambar 2.8 Sistem Pengelolaan Sampah yang Ada di Kota Muara Bungo ... II-31 Gambar 2.9 Skema Struktur Organisasi Dinas Perkotaan ... II-41 Gambar 2.10 Pola Aliran Air Permukaan Kota Muara Bungo ... II-50 Gambar 3.1 Peta Rencana Pembagian BWK Kota Muara Bungo ... III-8 Gambar 3.2 Peta Rencana Struktur Pusat-Pusat Pelayanan Kota Muara Bungo ... III-11 Gambar 3.3 Peta Rencana Alokasi Pusat Kegiatan Utama Kota Muara Bungo ... III-12 Gambar 3.4 Peta Rencana Struktur Jaringan Jalan Kota Muara Bungo ... III-15 Gambar 3.5 Peta Rencana Tata Guna Lahan Kota Muara Bungo 2027 ... III-16 Gambar 4.1 Skema Struktur Organisasi Dinas Perkotaan ... IV-17 Gambar 4.1 A Peta Zona Prioritas Lokasi RTBL ... IV-31 A Gambar 4.2 Peta Rute Pelayanan ... IV-37 Gambar 4.3 Sistem Pengelolaan Pengangkutan Sampah Mulai dari

Sumber ke TPA ... IV-40 Gambar 4.4 Pengelolaan Sampah dengan Sistem Kumpul Angkut- Buang ... IV-40 Gambar 4.5 Sistem Pengelolaan Sampah Yang Dengan 3R ... IV-53 Gambar 4.6 Peta Jaringan Air Bersih Eksisting ... IV-94 Gambar 5.1 Bagan Alir Proses Penyajian Dampak Kegiatan ... V-25 Gambar 7.1 Diagram Hubungan Antar Instansi ... VII-8 Gambar 8.1 Hubungan Satgas Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota ... VIII-3

(15)

1.1

Latar Belakang

Pembangunan nasional harus dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia dan dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai dengan pemerintah daerah dengan cara yang lebih terpadu, efisien, efektif, serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah sebagai upaya untuk mengurangi kesenjangan. Salah satu perwujudan pembangunan nasional tersebut adalah pelaksanaan pembangunan infrastruktur permukiman yang disiapkan secara lebih terencana dan terpadu sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

Pendayagunaan sumber daya yang sinergis diharapkan mampu mengoptimalkan pelaksanaan dan hasil pembangunan untuk mendukung laju pertumbuhan ekonomi nasional, penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan dengan tetap menjaga daya dukung lingkungan serta pengernbangan wilayah baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Untuk mewujudkan ha! tersebut perlu disiapkan perencanaan program infrastruktur yang dapat mendukung kebutuhan ekonomi, sosial dan lingkungan secara terpadu. Departemen Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya mengambil inisiatif untuk mendukung Provinsi, Kabupaten/Kota untuk dapat mulai menyiapkan perencanaan program yang dimaksud khususnya Bidang PU/Cipta Karya melalui penyiapan Rencana Program Investasi (RPIJM) sebagai embrio terwujudnya perencanaan program infrastruktur yang lebih luas. Dengan adanya RPIJM tersebut, Kabupaten/Kota dapat menggerakan semua sumberdaya yang ada untuk memenuhi kebutuhan daerah, mendorong dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan lingkungan yang layak huni (livable).

RPIJM yang disusun perlu memperhatikan aspek kelayakan program dari masing-masing kegiatan dan kelayakan spasialnya sesuai skenario pembangunan daerah yang tertuang dalam Rencana

(16)

Tata Ruang yang ada, serta kelayakan sosial dan lingkungannya. Disamping itu RPIJM yang akan disusun daerah harus mempertimbangkan kemampuan pendanaan dan kapasitas kelembagaan dalam mendukung pelaksanaan program investasi yang telah disusun.

Dengan Demikian Rencana Program Infrastruktur Jangka Menengah Kabupaten/Kota diharapkan dapat mengakomodasikan dan merumuskan kebutuhan pembangunan kabupaten/kota, secara spesifik sesuai dengan karakteristik dan potensi masing-masing kabupaten/kota agar dapat mendorong pembangunan ekonomi lokal, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dapat dicapai.

Dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Daerah Bidang PU/ Cipta Karya diperlukan sebagai satu acuan dalam penyusunan perencanaan program dan anggaran serta pembangunan infrastruktur bidang PU/ Cipta Karya yang berasal dari berbagai sumber baik APBN, APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/ Kota. Dalam hal ini dana APBN lebih bersifat stimulan dan Pemerintah Daerah diharapkan dapat berkontribusi dalam bentuk cost sharing/ joint program terhadap program – program kegiatan yang diusulkan untuk mendapatkan dana dari APBN.

Disamping itu RPIJM disusun melalui proses partisipatif yang mengakomodasi kebutuhan nyata masyarakat dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan/ pendanaan dan kelembagaan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, mempertimbangkan aspek kelayakan program masing – masing sektor dan kelayakan spasialnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) serta kelayakan sosial dan lingkungan.

Secara ringkas, latar belakang perlunya penyusunan dokumen ini adalah : 1) Perlunya efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pembangunan di Daerah;

2) Perlunya pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang disiapkan secara lebih cerdas, terencana, dan terpadu sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

3) Sebagai dokumen kelayakan dan kerjasama program dan anggaran pembangunan Bidang Cipta Karya di daerah antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota

4) Mendorong pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya di daerah dalam rangka memacu pertumbuhan Kabupaten/ Kota dan pemerataan pembangunan

5) Mendukung pencapaian sasaran pembangunan lima tahun Bidang Cipta Karya sebagaimana dimaksud dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dan seterusnya maupun Millennium Development Goals (MDG’s) tahun 2015 yang akan datang.

(17)

1.2 Pengertian RPIJM

Rencana Program Investasi (Infrastruktur) Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya atau disingkat sebagai RPIJM Bidang PU/Cipta Karya merupakan dokumen rencana kerjasama pembangunan infrastruktur (Infrastruktur Development Plan: IDD) di Kabupaten/Kota yang bersifat lintas sektoral.

RPIJM dimaksudkan bukan untuk menggantikan fungsi RPJMD sebagai dokumen politik sebagaimana Repelitada pada masa yang lalu, akan tetapi RPIJM merupakan dokumen teknis kelayakan program (Feasibility Study) untuk rencana pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya.

Sebagai dokumen teknis, RPIJM perlu dikerjakan secara profesional (oleh ahlinya), namun tetap menekankan proses partisipasi melalui dialog kebijakan dengan pihak-pihak terkait, masyarakat, profesional dan lain-lain pada tahap penyusunan rencana pembangunan Kabupaten/Kota dan melalui dialog investasi dengan masyarakat dan dunia usaha maupun pihak-pihak yang terkait pada tahap penyusunan prioritas program/kelayakan program investasi.

Dengan demikian, RPIJM yang bersifat sektoral dan terpadu merupakan Consolidated FS yang dapat diterima semua pihak sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah.

1.3. Maksud, Tujuan dan Sasaran

Maksud dari kegiatan ini adalah mendukung pemerintah Provinsi dalam mendampingi dan memfasilitasi pembangunan kabupaten/kota, sebagai perwujudan peran dan fungsi koordinasi serta pembinaan teknis dalam penyelenggaraan pembangunan bidang Cipta Karya di Kabupaten/Kota.

Tujuan dari kegiatan Fasilitasi Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPUM) Bidang PU/Cipta Karya Kabupaten/Kota ini adalah tersusunnya RPUM Kabupaten/Kota Bidang PU/Cipta Karya yang sesuai dengan kebutuhan nyata daerah dan rencana pengembangan wilayah dengan dukungan peran Pemerintah Provinsi selaku koordinator dan enabler pembangunan bidang Cipta Karya.

Sasaran yang ingin dicapai adalah sebagai berikut;

1) Tersusunnya RPIJM Kabupaten/Kota yang sesuai dengan kebutuhan prioritas daerah dan rencana, pengembangan wilayah yang mengacu pada RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

2) Tersusunnya RPIJM Kabupaten/Kota yang memenuhi kelayakan teknik, ekonomi, keuangan, social dan lingkungan yang didukung dengan kelembagaan daerah yang memadai.

(18)

3) Tersusunnya rencana investasi daerah yang dapat didanai dengan berbagai skema pendanaan baik melalui dana sendiri (APBD Kota/Kabupaten ), dana-dana hibah (APBN, APBD Provinsi) dan dana hibah/pinjaman luar negeri maupun dana swasta.

1.4

Mekanisme dan Frame Penyusunan RPIJM

1.4.1 Pendekatan Umum

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan dan mengelola pembangunan di daerahnya. Dengan kewenangan yang dimiliki diharapkan pemerintah daerah mampu meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakatnya. Namun tidak jarang permasalahan yang dihadapi tersebut tidak dapat diatasi sendiri soleh pemerintah kabupaten/kota, sehingga memerlukan kerjasama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah sekitarnya atau swasta dan masyarakat.

Perencanaan pembangunan sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri dari empat (4) tahapan yakni: (1) penyusunan rencana; (2) penetapan rencana; (3) pengendalian pelaksanaan rencana; dan (4) evaluasi pelaksanaan rencana. Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Sedangkan pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut.

Untuk mendorong Pemerintah Daerah agar dapat melaksanakan pembangunan prasarana dan sarananya khususnya bidang keciptakaryaan melalui proses yang terpadu/terintegrasi, partisipatif, dan terkendali sangat diperlukan adanya kerjasama pusat dan daerah. Pembangunan prasarana dan sarana tersebut tidak dapat dilaksanakan secara sepotong-sepotong, baik secara fisik maupun pendanaannya. Pemerintah Pusat dalam hal ini sangat berkepentingan melakukan fasilitasi dan peningkatan kapasitas manajemen pembangunan daerah melalui pemberdayaan perencanaan program investasi infrastruktur yang terstruktur dan terprogram bersama dengan kemitraan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten, serta kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat dan fasilitasi pengendalian implementasi perencanaan investasi pembangunan bidang cipta karya baik yang dibiayai

(19)

melalui APBN, APBD, Swasta atau pun masyarakat serta pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan bidang cipta karya yang teralokasi di tahun berjalan.

Salah satu upaya konkrit yang dilakukan oleh Departemen PU khususnya Ditjen Cipta Karya dalam upaya melakukan pengembangan pembangunan dengan kerjasama daerah adalah melalui penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten/Kota.

RPIJM Kabupaten/Kota ini merupakan produk Daerah, dimana RPIJM merupakan pedoman perencanaan dan penganggaran pembangunan di Kabupaten/Kota. RPIJM ini telah dimulai penyusunannya pada tahun 2008 dan 2009. Sampai saat ini sudah 80% kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang menyusun RPIJM. Untuk Provinsi Jambi sendiri seluruh kabupaten/kota sudah mempunyai RPIJM. Untuk itu, sebagai tindak lanjut terhadap perencanaan tersebut perlu dilanjutkan penyusunannya sehingga seluruh kabupaten/kota telah terfasilitasi dan terdampingi dengan baik. Disamping hal tersebut, RPIJM yang disusun tersebut perlu dilakukan review kembali untuk aspek kelayakan teknis, sosial, lingkungan, pengelolaan dan pendanaannya sehingga dapat diperoleh sebuah dokumen perencanaan yang handal dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pembangunan yang dilaksanakan di daerah baik di kota maupun di Kabupaten, pada hakekatnya merupakan bagian dari Rencana Program Investasi Jangka Menengah Nasional 2010-2014 dalam upaya untuk mewujudkan 3 (tiga) Agenda Pembangunan Nasional yaitu untuk (1) Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai; (2) Indonesia yang Adil dan Demokratis; (3) Indonesia yang Sejahtera, melalui proses pengelolaan pembangunan yang baik dan terdesentralisasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam hal ini Pemerintah Pusat sangat berkepentingan melakukan fasilitasi dan peningkatan kapasitas manajemen pembangunan daerah untuk mendorong terwujudnya kemandirian daerah dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur (prasarana dan sarana) ke-PU-an guna mendukung pembangunan permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni, berkeadilan sosial, berbudaya, berproduktif, dan berkelanjutan, serta saling memperkuat dalam mendukung pengembangan wilayah.

Pembangunan nasional harus dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia, bersama seluruh tingkat pemerintahan dari pusat sampai dengan pemerintah daerah dengan cara yang lebih terpadu, efisien, efektif serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh masyarakat.

(20)

Salah satu perwujudan pembangunan nasional tersebut adalah pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang disiapkan secara lebih cerdas, terencana dan terpadu sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan. Pendayagunaan sumber daya yang lebih optimal diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan pembangunan di berbagai daerah, penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan dengan tetap menjaga daya dukung lingkungan.

Untuk mewujudkan hal tersebut perlu disiapkan perencanaan program infrastruktur yang dapat mendukung kebutuhan ekonomi, sosial dan lingkungan secara terpadu. Departemen Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya mengambil inisiatif untuk mendukung Provinsi, Kabupaten/Kota untuk dapat mulai menyiapkan perencanaan program yang dimaksud khususnya Bidang PU/Cipta Karya sebagai embrio terwujudnya perencanaan program infrastruktur yang lebih luas. Dengan adanya Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Cipta Karya diharapkan Kabupaten/Kota dapat menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan lingkungan yang layak huni (livable).

Rencana Program Infrastruktur Bidang PU/Cipta Karya yang disusun daerah harus mempertimbangkan kemampuan keuangan/pendanaan dan kelembagaan dalam memenuhi kebutuhan pembangunannya. Disamping itu, RPIJM perlu memperhatikan aspek kelayakan program masing-masing sektor dan kelayakan spasialnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang ada, serta kelayakan sosial dan lingkungannya.

(21)

Kedudukan RPIJM Bidang PU/Cipta Karya yaitu berada di bawah kebijakan spasial dan kebijakan sektoral yang ada di setiap daerah sebagai Rencana Pembangunan Infrastruktur (Infrastructure Development Plan) di masing-masing daerah baik pada skala Provinsi maupun Kabupaten/Kota. RPIJM pada hakekatnya merupakan operasionalisasi dari RPJMN dan RPJMD. Kebijakan spasi al dalam RPIJM mengacu pada RTRW Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota sedangkan kebijakan sektoral/program dalam RPIJM mengacu pada RPJMN dan RPJMD 2004-2009 atau lanjutannya serta Masterplan sektor yang ada. Bilamana suatu daerah belum mempunyai Rencana Tata Ruang maupun Masterplan Sektor (RIS) masih dapat dilakukan assessment berdasarkan kebijakan tata ruang maupun kebijakan sektoral yang ada.

Gambar : 1.4.1

(22)

1.4.2 Dasar Acuan

Penyusunan RPIJM pada dasarnya harus bertitik tolak (mengacu) kepada peraturan perundangan maupun kebijakan yang berlaku pada saat RPIJM disusun. Peraturan dan perundangan maupun kebijakan yang perlu diacu tersebut diantaranya adalah sebagaimana berikut:

1. Peraturan Perundangan

a) UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; b) UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang;

c) UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah; Gambar : 1.4.2

(23)

d) UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

e) UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara; f) UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air;

g) g. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; h) UU No. 38/2004 tentang Jalan;

i) UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;

j) UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman; k) UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun;

l) Peraturan dan Perundangan lainnya yang terkait.

2. Kebijakan dan Strategi

a) Permen PU 494/PRT/M/2005 tentang Kebijakan Nasional Strategi Pengembangan (KNSP) Perumahan dan Permukiman, bahwa pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan diselenggarakan secara berencana dan terpadu;

b) Permen PU 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KSNP) Sistem Penyediaan Air Minum;

c) Permen PU 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan (KSNP-SPP) Sistem Pengelolaan Persampahan;

d) Keputusan Presiden No. 7/2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009.

Disamping itu, yang perlu juga dijadikan sebagai acuan atas dasar pendekatan dalam penyusunan RPIJM adalah kebijakan ataupun arahan dari pimpinan Departemen PU/Cipta Karya serta kebijakan pimpinan instansi terkait.

3. Tujuan Pembangunan Kabupaten/Kota

Mengacu kepada RPJMD pembangunan daerah, pada hakekatnya pembangunan adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap tempat berusaha dan tempat tinggal baik dalam segi kualitas maupun kuantitas dalam lingkungan yang sehat dengan menciptakan lingkungan perkotaan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi perkotaan yang mendukung perkembangan wilayah secara efektif dan efisien serta memperhatikan keseimbangan-keterpaduan hubungan antara perkotaan dan perdesaan.

Hal ini berarti bahwa, segala usaha pembangunan tersebut haruslah dapat menjamin terciptanya:

• Peningkatan produktifitas Kabupaten/Kota (productivity); • Peningkatan efisiensi pelayanan dan kegiatan kota (efficiency),

(24)

• Pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui pendekatan yang berwawasan lingkungan (sustainable environment);

• Pembangunan perkotaan yang berkeadilan sosial (socially just);

• Pembangunan perkotaan yang mendukung kelestarian budaya kota (culturally vibrant); • Pembangunan perkotaan yang mendukung terciptanya jati diri kota (city sense or image); • Pembangunan perkotaan yang didukung oleh partisipasi politik masyarakat kota (politically

participatory).

4. Sasaran Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota

Adapun sasaran pembangunan daerah (perkotaan dan perdesaan) adalah sebagai berikut:

 Terselenggaranya pengelolaan pembangunan perkotaan yang lebih efektif dan efisien dalam pemanfaatan sumber daya alamnya yang mengacu kepada rencana tata ruang kota yang berkualitas termasuk pengelolaan administrasi pertanahan yang lebih tertib dan adil serta ditunjang oleh kelembagaan pemerintah yang makin siap melaksanakan otonomi daerah;  Makin mantapnya kemitraan pemerintah daerah dengan masyarakat dan dunia usaha

dalam pelaksanaan pembangunan perkotaan, baik melalui organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya maupun pengusaha perorangan;

 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ditujukan oleh meningkatnya pendapatan per kapita dan kualitas hidup penduduk yang semakin merata;

 Berkurangnya jumlah penduduk miskin;

 Meningkatnya kualitas fisik lingkungan sesuai dengan baku mutu lingkungan.

1.4.3 Urgensi Keberadaan RPIJM

a) RPIJM diperlukan oleh masing-masing daerah untuk menjaga keberlanjutan dan keberlangsungan pembangunan prasarana dan sarana bidang pekerjaan umum/cipta karya, dengan mobilisasi dari segala kemungkinan sumber pendanaan

b) Alokasi anggaran APBN sektor pekerjaan umum/cipta karya hanya akan diberikan kepada daerah yang usulan kegiatannya sudah tercantum dalam RPIJM dan Memorandum Program, sesuai dengan ketentuan yang sudah diberikan

c) Penyiapan RPIJM Kota/Kabupaten tidak mulai dari nol, tetapi dapat dimulai dengan menghimpun semua data dan informasi tentang ‘rencana induk’, ‘studi kelayakan’, ‘usulan program yang ada’ dari kegiatan rutin pemrograman dan penganggaran di tiap sektor, RPJMD, atau dari penyiapan proyek UDP (Urban Development Projects) di masa lalu

d) Data dan informasi yang dihimpun kemudian harus diolah dan dikaji untuk dapat menyarikan suatu usulan RPIJM masing-masing Kota dan Kabupaten.

(25)

e) RPIJM Kota/Kabupaten harus mendapatkan persetujuan & tanda tangan Walikota/Bupati dan

Ketua DPRD masing-masing.

f) RPIJM tidak perlu lengkap semua sektor, tetapi diprioritaskan pada sektor yang strategis dan sudah dikaji kelayakannya dan siap untuk dilaksanakan (pendekatan kawasan prioritas)

1.4.4 Pola Pikir

Pola pikir di dalam penyusunan RPIJM pada prinsipnya akan selalu diawali dari formulasi tujuan dan sasaran pembangunan perkotaan yang diinginkan dan mencari upaya bagaimana dapat mencapai tujuan tersebut dengan melihat kondisi, ataupun potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan dengan maupun tanpa suatu rekayasa.

Lebih jauh, yang perlu ditekankan di dalam cara berpikir dalam penyusunan RPIJM bagaimana dapat mengenali permasalahan dan tantangan pembangunan perkotaan, terutama dalam rangka untuk bisa merencanakan dan memprogramkan kegiatan investasi secara efektif, sehingga diharapkan RPIJM yang disusun adalah dapat menjawab tantangan pembangunan, namun masih dalam batas-batas efisiensi kemampuan penyelenggaraan. Untuk itu perlu dilakukan suatu analisis antara kondisi saat ini dengan kondisi yang ingin dicapai dalam waktu mendatang (akhir RPIJM 2009) sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan serta kebijakan dan strategi penanganannya berdasarkan skala prioritas yang ditetapkan.

Sistem berpikir di dalam proses penyusunan RPIJM pada prinsipnya mengacu kepada diagram alir proses perencanaan dan penyusunan sebagaimana dapat dilihat pada gambar-gambar berikut

(26)
(27)
(28)

1.4.5 Metodologi

Penyusunan RPIJM pada hakekatnya perlu mempertimbangkan beberapa hal antara lain: a) Proses Perencanaan yang Partisipatif: Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan

pembangunan Kabupaten/Kota yang dinamis membutuhkan penyediaan fasilitas infrastruktur, dan yang layak, memadai, terjangkau, adil, serta bagi masyarakat luas. Untuk itu diperlukan perencanaan program investasi yang partisipatif;

b) Membangun Transparansi dan Persepsi Bersama: Permasalahan yang dihadapi Kabupaten/Kota baik persoalan ekonomi, sosial, budaya, lingkungan maupun persoalan kapasitas institusi agar menjadi persepsi bersama;

c) Keterpaduan dan Keberlanjutan: Perencanaan Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya mengacu pada prinsip pengembangan wilayah, RUTRW/K, RPJMN, RPJMD, dan Renstra PU/Cipta Karya, Dinas Terkait, Masterplan Sektor, Strategi Pembangunan Kabupaten/Kota, maupun Peraturan Perundangan yang berlaku; d) Kelayakan Teknis, Sosial, Ekonomi dan Lingkungan: Penentuan prioritas program dan

kegiatan perlu mengacu pada hasil Studi Kelayakan (FS/DED), kelayakan ekonomi dan sosial serta lingkungan;

e) Credit Worthiness dan Akuntabilitas; Perhitungan kemampuan penyediaan dana perlu didasarkan pada hasil analisis keuangan. Demikian pula kemampuan pelaksanaan perlu diperhitungkan dari hasil analisis kelembagaannya serta perlu mempertimbangkan keberlanjutan pembangunan.

Bertolak dari pentingnya Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) dalam mendukung pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya, pemerintah daerah perlu diberdayakan untuk menyusun RPIJM masing-masing. Dalam upaya melaksanakan hal tersebut, diperlukan adanya panduan penyusunan yang dapat memberikan kerangka bagaimana menyusun RPIJM bidang PU/Cipta Karya secara profesional. Pada akhirnya diharapkan pemerintah daerah akan mampu menyusun RPIJM secara mandiri yang pada akhirnya mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen pembangunan bidang PU/Cipta Karya

Metode berpikir dalam proses penyusunan RPIJM bidang PU/Cipta Karya terutama dalam hal melakukan analisis permasalahan antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi yang ada dalam rangka untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan perkotaan, pada prinsipnya dapat disederhanakan sesuai dengan norma yang berlaku di dalam setiap proses pengambilan keputusan, yaitu dalam bentuk input/output proses. Dalam hal ini; i) Output adalah situasi ataupun kondisi yang dituju, ii) Input adalah kondisi saat ini, dan iii) Proses

(29)

adalah upaya bagaimana mencapai situasi ataupun kondisi yang dituju tersebut, dengan melihat kekuatan/potensi (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity), serta

Ancaman/Resiko yang harus ditanggung (Threat). Hal ini secara teknis dikenal dengan analisis SWOT.

Pendekatan berpikir tersebut hendaknya dilakukan secara holistik, berdimensi spasial maupun sektoral, sebagaimana pula ditekankan dalam Strategi Pembangunan Perkotaan dalam KSNP Pengembangan Perkotaan, bahwa pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya menyangkut fungsi perumahan/permukiman secara kontekstual, tidak hanya mencakup pemenuhan atau penyediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan yang diperlukan saja. Akan tetapi, menyangkut pengendalian fungsi kawasan perkotaan agar secara sinergi dapat meningkatkan produktivitas ekonomi

perkotaan ataupun wilayah, serta peningkatan efisiensi pelayanan dan penggunaan sumber daya sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunannya. Dalam hal ini, pendekatan tersebut harus dituangkan di dalam Rencana Pembangunan ataupun Skenario Pengembangan dan Pembangunan Perkotaan sebagai payung untuk pengkajian lebih lanjut (mendalam) dalam hal ini: Kajian Teknis/Sektoral, Kajian masalah lingkungan (AMDAL), Kajian Finansial, dan Kajian Kapasitas Kelembagaan.

Adapun kegiatan yang dapat diusulkan dalam rangka pengendalian fungsi kawasan tersebut diantaranya adalah i) Penyusunan Rencana/Strategi Pembangunan Kawasan, ii) Perbaikan Permukiman Kumuh (contoh transmigrasi dan nelayan, iii) Peremajaan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan, baik yang bernilai komersial maupun yang kurang bernilai komersial, dan iv) Penataan Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Sedangkan kegiatan yang dapat diusulkan dalam rangka penyediaan prasarana dan sarana dasar diantaranya, seperti: i) Penyediaan Air Bersih, ii) Pengelolaan Air Limbah, iii) Pengelolaan Persampahan, iv) Penanganan Drainase, v) Disesuaikan dengan program dari TBL; serta vi) Dukungan terhadap Pembangunan Kawasan Siap Bangun (KASIBA/LISIBA)

Pemahaman Terhadap Kondisi Yang Diinginkan

Pemahaman terhadap kondisi yang diinginkan pada hakekatnya adalah merupakan pendekatan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran Pembangunan Perkotaan. Hasil tinjauan terhadap hal ini, skenarionya harus dijabarkan dan disepakati oleh pihak-pihak terkait, serta perlu diupayakan untuk ditetapkan bilamana memungkinkan. Skenario tersebut harus dimuat di dalam Rencana Pembangunan Perkotaan (RPP). Dalam penjabarannya, skenario tersebut pada hakekatnya harus disusun berdasarkan Kebijakan dan Strategi Pembangunan yang berlaku, baik yang bersifat Nasional maupun yang

(30)

bersifat Regional Daerah dan Lokal. Hal ini berarti bahwa di dalam suatu Rencana Pembangunan Perkotaan paling tidak harus mengandung: i) Formulasi Arah dan Kebijakan Pembangunan Perkotaan, ii) Penetapan Arah Pengembangan dan Pembangunan baik yang menyangkut Pembangunan Kawasan (Development Need), maupun yang menyangkut Kebutuhan Prasarana dan Sarana Dasar (Basic Needs).

1. Formulasi Arah dan Kebijakan Pembangunan

Berdasarkan Kebijakan dan Strategi Pembangunan dan Rencana Tata Ruang yang berlaku, baik yang bersifat Nasional ataupun Daerah (Kabupaten/Kota Ybs), maka harus dikenali: Kemanakah Arah Pengembangan Perkotaan Tersebut Akan Menuju? Hal ini terkait dengan Misi dan Tujuan yang dikehendaki oleh Kabupaten/Kota Ybs. Oleh karena hal ini sangat penting, maka pendekatan yang dilakukan harus secara holistik.

Dalam hal ini, Misi dan Strategi Pembangunan Nasional perlu dijamin kesinambungannya di dalam Strategi Pembangunan Perkotaan di Daerah, Namun demikian dalam hal-hal tertentu, dapat dilakukan suatu penanganan secara khusus dalam suatu kebijakan dan strategi yang dikembangkan (Mixed Strategy). Sedangkan terhadap hal-hal yang sifatnya lokal (kurang memberikan dampak secara Nasional), maka dapat mengikuti Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah yang tidak bertentangan dengan Kebijakan dan Strategi Nasional.

Kebijakan dan Strategi yang digunakan dalam hal ini, pada prinsipnya yang mengacu pada ketentuan umum di atas. Selanjutnya, beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam formulasi masukan kebijakan ini diantaranya meliputi: i) Skenario Makro Ekonomi, ii) Indikasi Kawasan Andalan dan Sektor Unggulan, iii) Sistem Perkotaan, iv) Rencana Tata Ruang, v) Kondisi Eksisting serta Dinamika Perkembangan Kota.

2. Skenario Pengembangan dan Pembangunan Kabupaten/Kota

Dengan melihat peran dan fungsi perkotaannya, kebutuhan pengembangan ataupun pembangunan perkotaan dapat dibedakan dalam bentuk: i) kebutuhan untuk kepentingan pertumbuhan dan pengembangan kawasan ataupun wilayah (Development Needs), dan ii) kebutuhan untuk memenuhi pelayanan prasarana dan sarana dasar (Basic), baik pelayanan kepada masyarakat/Community (Basic Need), maupun pelayanan Sistem Kota (Basic Services/City Wide).

Penentuan Development Needs didasarkan pada konsep pengembangan sektor yang menjadi unggulan setempat. Dengan demikian dapat dikenali pelayanan infrastruktur apa yang terutama dibutuhkan dan pelayanan prasarana dan sarana apa yang

(31)

sebenarnya hanya dibutuhkan sebagai penunjang dalam rangka pengembangan kawasan tersebut agar tumbuh dan berfungsi baik. Sebagai contoh: Suatu Kawasan Pengembangan Permukiman Baru akan lebih membutuhkan infrastruktur jalan Kabupaten/Kota sebagai kebutuhan utama, sedangkan Infrastruktur Drainase ataupun lainnya mungkin hanya diperlukan sebagai infrastruktur penunjang saja. Di lain pihak, suatu kawasan kota yang berkembang cepat dan menjadi kumuh terutama akan lebih membutuhkan peremajaan kota dibandingkan infrastruktur lainnya seperti persampahan yang dalam hal ini, sifatnya hanya dibutuhkan sebagai penunjang saja. Demikian pula, suatu kawasan industri mungkin akan lebih mengutamakan penyediaan

infrastruktur Air Bersih, dan Pengelolaan Air Limbah dari pada infrastruktur lainnya yang bersifat sebagai penunjang.

Jadi, prioritas kebutuhan suatu kawasan akan sangat tergantung dari situasi dan kondisi setempat, bahkan mungkin ada yang hanya memerlukan penataan lingkungan saja. Dengan demikian, pemenuhan Development Needs akan lebih kepada Tailor Mode dan menurut efisiensi dan efektifitas yang tinggi. Sedangkan penentuan Basic Needs, pada dasarnya perlu melihat pada kebutuhan dasar masyarakat (kebutuhan orang/manusia) yang biasanya relatif tidak berubah banyak (tetap). Sebagai contoh, hal ini dapat dilihat pada kebutuhan air bersih per kapita yang berkisar antara 60 s/d 120 liter/orang/hari. Lain halnya dengan penentuan Basic Services (City Wide), yang selalu berkembang. Kebijakan untuk ini harus disesuaikan dengan kebijakan yang ada sehingga selalu berkembang (dinamis) sesuai dengan kondisi yang ada. Sebagai contoh, kebijakan pengelolaan persampahan khususnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sesuai dengan KSNP Persampahan dikelola dengan sistem kontrol ataupun sanitary landfill dan diupayakan untuk dikelola secara regional. Jadi, hal ini sangat dipengaruhi oleh isu dan lingkungan strateginya.

Pemahaman terhadap Kondisi Yang ada

Dalam meninjau kondisi yang ada (saat ini), perlu memperhatikan hal-hal seperti: i) Kondisi Alam Kota (Geografis) ataupun karakteristik kawasan perkotaan yang dianalisis, ii) Keadaan sistem pelayanan prasarana yang ada, iii) Situasi dan Kemampuan Pembiayaan, dan iv) Keadaan Kelembagaan Terkait.

1. Kondisi Kabupaten/Kota

Tinjauan terhadap Kondisi Fisik Kabupaten/Kota yang ada tersebut perlu mengenali klasifikasi kota atas dasar letak geografinya seperti adanya: i) Kota Pantai, ii) Kota Dataran Rendah, iii) Kota Dataran Tinggi, iv) Kota Pegunungan, dimana hal tersebut

(32)

secara cepat akan mencerminkan permasalahan utama pelayanan prasarana dan sarana dasar ke PU/Cipta Karya-an yang ada. Gambaran permasalahan, tuntutan, dan persoalan infrastruktur yang akan diperoleh antara jenis Kabupaten/Kota yang satu dengan yang lainnya tersebut hampir pasti berbeda.

2. Sistem Pelayanan Infrastruktur

Adapun tinjauan yang perlu dilakukan terhadap sistem pelayanan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang ada adalah perlu melihat: i) Tingkat Efisiensi Sistem Pelayanan (berapa persen fungsional), ii) Efektivitas Sistem Pelayanan yang ada. Apabila sistem yang ada dipandang kurang efektif, maka perlu dipelajari lebih jauh, apakah sistem yang ada dapat diperbaiki dan terus digunakan, ataukah harus diganti bilamana memang sulit diupayakan perbaikannya atau menjadi investasi yang sangat mahal dibandingkan bila diganti sistem yang baru, dalam rangka memenuhi target pelayanan yang ditetapkan sesuai dengan Rencana Pembangunan Perkotaannya.

3. Tinjauan Pengaturan Keuangan

Tinjauan masalah keuangan pada prinsipnya adalah untuk melihat kemampuan pendanaan untuk mengelola sistem yang ada serta meninjau kemungkinan perkembangan pada masa mendatang terutama dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan.

4. Tinjauan Pengaturan Kelembagaan

Tinjauan masalah kelembagaan pada prinsipnya adalah untuk melihat kemampuan kelembagaan yang ada dalam mengelola sistem serta meninjau kemungkinan perkembangan pada masa mendatang terutama dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan.

Pemrograman Investasi Untuk Mendukung Perwujudan Kondisi Yang Diinginkan

Pemahaman pemrograman investasi untuk mendukung perwujudan kondisi yang diinginkan pada prinsipnya adalah melakukan justifikasi suatu investasi atas dasar prinsip Koordinasi Pengaturan, Integrasi Perencanaan, dan Sinkronisasi Program (KIS), pada Skala Prioritas tertentu. Dengan melakukan: i) Assessment terhadap kebutuhan (Demand), dan ii) Assessment terhadap Kemampuan atau Kapasitas (Supply), serta iii) Penetapan Spesifikasi dan Justifikasi Program/Proyek Investasi berdasarkan skala prioritas.

1. Demand Assessment

Assessment mengenai hal ini pada prinsipnya adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam melakukan analisis terhadap kondisi yang diinginkan

(33)

2. Supply Assessment

Assessment mengenai hal ini pada prinsipnya adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan didalam melakukan analisis terhadap kondisi yang ada. Selain itu perlu dilihat kemungkinan adanya potensi, peluang, serta kecenderungan pertumbuhan ekonomi dan kemampuan keuangan. Dalam hal ini hendaknya tidak dibatasi hanya pada kemampuan Pemerintah saja, namun juga hendaknya melihat potensi pasar, swasta, dan masyarakat serta pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam pembangunan.

3. Spesifikasi dan Justifikasi Program/Proyek

Dalam hal ini perlu membandingkan antara kondisi yang diinginkan dan kondisi saat ini, sehingga akan terlihat suatu gap atau kesenjangan yang memerlukan dukungan atau dorongan dalam bentuk apapun. Dalam konteks pembangunan kota terpadu maka dukungan atau dorongan yang akan diprogramkan untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan tersebut adalah justru menyangkut permasalahan yang sangat mendasar terutama berkaitan dengan penyediaan Infrastruktur bidang PU/Cipta Karya serta menyangkut permasalahan yang berkaitan dengan pengendalian fungsi kawasan. Mengingat kemampuan pemerintah dalam mewujudkan hal ini sangat terbatas, maka didalam melakukan analisis demand dan supply perlu melihat kemungkinan kemitraan dengan Badan Usaha, Swasta dan Masyarakat ataupun aktor pembangunan lainnya termasuk pendayagunaan sumber daya dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, informasi ataupun rencana pembangunan yang akan dilakukan oleh pihak-pihak terkait sangat diperlukan dan seyogyanya dapat diperoleh.

Untuk mengurangi kesenjangan tersebut, biasanya diperlukan suatu investasi yang terprogram secara efektif dan efisien. Tepat sasaran, tepat cara, tepat lokasi, tepat waktu, dan tepat fungsi.

Program investasi yang diusulkan pada prinsipnya harus justified dan rekomendasinya dapat memuat beberapa alternatif (maksimal 3 alternatif) dan mengungkapkan secara jelas:

• Lokasi;

• Besaran, volume, harga satuan, dan biayanya; • Sumber dana;

• Skala prioritas;

• Keterpaduan Rencana dan Sinkronisasi Program, secara fungsional, baik dari segi fisik maupun non fisik antar kegiatan, antar komponen dan dari segi pendanaan. Paling tidak, dalam pemrograman investasi ini, tahun pertama harus betul-betul akurat sehingga tidak mengalami kesulitan dalam appraisalnya (terutama untuk kegiatan yang akan diusulkan pendanaannya melalui APBN), dapat segera diprogramkan tahun pertamanya dan dianggarkan.

(34)

Dari segi pendanaan, program investasi yang diusulkan tersebut dapat melibatkan atau memerlukan sumber dana, baik dari: i) Pemerintah Pusat, ii) Pemerintah Kabupaten/Kota, iii) Badan Usaha, Swasta, atau Masyarakat.

Program investasi yang didanai/dengan bantuan pemerintah pusat dibagi dalam tiga (3) jenis bantuan program:

• Bantuan Program Strategis/Khusus, dimaksudkan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, Kabupaten/Kota yang mempunyai fungsi khusus, baik ditinjau secara nasional maupun regional;

• Bantuan Program Biasa, misalnya untuk pemerataan, adanya bencana alam;

• Bantuan Program Stimulan, dimaksudkan untuk menstimulan atau memancing Pemerintah Kabupaten/Kota dan Masyarakat bertanggung jawab terhadap pembangunan kotanya.

Bilamana diperlukan, untuk mengembangkan kemitraan dengan swasta, maka dapat diusulkan kegiatan untuk mengkaji lebih lanjut kemungkinan dan follow-up yang lebih jelas mengenai peran serta swasta ini. Demikian pula, untuk kegiatan yang berkaitan dengan Pengembangan Teknologi, Rekayasa dan Rancang Bangun bilamana diperlukan harus dikaji lebih dalam untuk meningkatkan efisiensi maupun efektivitas program/proyek. Untuk kegiatan-kegiatan yang memerlukan AMDAL, maka perlu dikonsolidasikan dalam laporan yang terpisah.

(35)

2.1. Kondisi Geografi

Kabupaten Bungo terletak pada posisi antara 01008’ sampai 01055’ Lintang Selatan dan antara 101027’ sampai 102030’ Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Dharmasraya (Provinsi Sumatera Barat). Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Merangin. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Kerinci. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tebo. Posisi tersebut menjadikan Kabupaten Bungo sebagai daerah Lintasan Provinsi Jambi dengan Provinsi Jambi bagian timur dengan Jambi bagian barat.

Luas Kabupaten Bungo adalah 7.160 km2 dengan topografi datar, berbukit bukit dengan ketinggian antara 100 hingga lebih dari 1.000 m dpl. Kabupaten Bungo adalah daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2.577 mm/tahun (138 hari/tahun). Jenis tanah yang mendominasi adalah latosol, podsolik, komplek latosol dan andosol. Kondisi lahan yang dimiliki Kabupaten Bungo secara umum berupa morfologi datar, bertekstur agak kasar dengan ketersediaan air yang cukup karena dilalui 4 buah sungai besar. Lahan bergelombang dengan kemiringan tanah kurang dari 40 % yang mencapai 80% dari luas wilayah. Kondisi daerah ini sangat cocok untuk pengembangan tanaman perkebunan. Sisanya sebanyak 20% luas wilayah berupa kemiringan lebih dari 40% termasuk dalam kawasan lindung.

GAMBARAN UMUM

WILAYAH KABUPATEN BUNGO

(36)
(37)

2.2. Kondisi Demografi

Berdasarkan data demografi hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Kabupaten Bungo adalah sebanyak 302.558 orang yang terdiri dari 155.213 orang laki-laki dan 147.345 perempuan dengan sex ratio sebesar 105,34. Dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 yaitu sebesar 251.096 orang maka laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bungo mencapai 3,08% pertahun.

Angka pertumbuhan penduduk yang mencapai 3,80% cukup tinggi. Hal ini merupakan dampak dari keberhasilan pembangunan daerah Kabupaten Bungo sehingga menarik orang datang ke Kabupaten Bungo. Pemerintah Kabupaten Bungo merespon pertumbuhan jumlah penduduk tersebut dengan melakukan pemekaran kecamatan dari 6 kecamatan pada tahun 2000 menjadi 17 kecamatan pada tahun 2008 sehingga pelayanan terhadap masyarakat bisa lebih baik. Laju pertumbuhan penduduk paling tinggi terdapat di Kecamatan Bungo Dani sebesar 6,36%, selanjutnya Kecamatan Pasar Muara Bungo sebesar 5,19%, dan Bathin II Babeko sebesar 5,17%. Kecamatan yang paling rendah laju pertumbuhan penduduknya adalah Kecamatan Jujuhan Ilir sebesar 1,02%.

Komposisi umur merupakan faktor yang sangat penting dalam analisis kependudukan. Berdasarkan komposisi umur penduduk, penduduk tua adalah penduduk berumur kurang dari 15 tahun maksimal 30 persen dan penduduk umur 65 tahun keatas minimal 10 persen dari penduduk pada suatu daerah. Sementara, penduduk muda adalah penduduk berumur kurang dari 15 tahun maksimal 40 persen dan penduduk umur 65 tahun keatas maksimal 5 persen.

Komposisi penduduk Kabupaten Bungo menunjukkan bahwa 31,01% penduduk berusia muda (umur 0-14 tahun), 65,24% berusia produktif (umur 15-64 tahun), dan hanya 3,75 % yang berumur 65 tahun lebih. Angka mutlaknya diperoleh angka ketergantungan sebesar 53,27%. Maksudnya adalah setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 53 orang penduduk usia tidak produktif.

(38)

Besarnya angka ketergantungan, maka besar pula beban yang ditanggung oleh penduduk usia produktif, maka semakin besar hambatan atas upaya membangun daerah. Pada sisi lain penduduk Kabupaten Bungo masih bergantung mengandalkan sektor pertanian. Hal ini terlihat sebanyak 59,99% dari jumlah penduduk bekerja pada sektor pertanian. Sedangkan yang bekerja pada sektor perdagangan 16,32%, sektor jasa 11,57%, sektor industri pengolahan 0,91% dan lainnya sebesasr 11,22%.

Disamping itu, terindikasi adanya konsetrasi atau pertambahan kelompok penduduk di usia semakin tua. Hal ini disebabkan bertambahnya kualitas kependudukan berkat perbaikan kualitas gizi sehingga membuat meningkatnya angka harapan hidup. Angka harapan hidup masyarakat Kabupaten Bungo mencapai usia 67 tahun.

Upaya pemerintah Kabupaten Bungo meningkatkan pemerataan sarana dan prasarana, pendidikan telah berdampak terhadap perkembangan APK dan APM disemua jenjang pendidikan. Data APK dan APM 5 (lima) tahun terkahir untuk semua jenjang pendidikan menunjukkan peningkatan.

APK untuk SD/MI sedarajat pada tahun 2006 11,09% dan meningkat 112,48% pada tahun 2010. Untuk APK jenjang SMP/MIS MTS dan yang sederajat juga meningkat dari 93,17% tahun 2006 dan 96,34% pada tahun 2010. Sedangkan APK untuk jenjang pendidikan SMA sederajat 51,64% tahun 2006 dan 72,78% pada tahun 2010.

APM untuk jenjang SD sederajat meningkat dari 98,43% tahun 2006 98,90% dan 9,67% pada tahun 2010. APM untuk jenjang SMP/MIS MTS juga meningkat dari 71,46% tahun 2006 dan 88,13% pada tahun 2010. Sedangkan APM untuk jenjang pendidikan SMA sederajat 44,78% tahun 2006 dan 61,15% pada tahun 2010.

2.3. Kondisi Ekonomi

Ekonomi Kabupaten Bungo, telah tumbuh dan berkembang lebih cepat selama 6 (enam) tahun terakhir. Perkembangan perekonomian ini dapat diamati dan dianalisis dalam 9 (Sembilan) sektor lapangan usaha. Dari 9 (Sembilan) sektor lapangan usaha ini,

(39)

dapat menggambarkan sektor-sektor ekonomi yang menentukan dan berpengaruh besar dalam pembangunan Kabuapaten Bungo, sehingga sektor tersebut merupakan sektor unggulan dalam perekonomian daerah.

Untuk melihat perkembangan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bungo selama Tahun 2004 – 2009 dapat diamati tabel di bawah ini.

Tabel : 2.1

Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bungo Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004 – 2009

Lapangan Usaha Tahun

Rata-rata 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1.Pertanian,Peternakan, kehutanandan perikanan 1,54 2,92 3,00 1,89 3,01 5,12 2,9 2.Pertambangan dan penggalian 22,94 25,03 163,40 80,47 62,82 -8,71 57,7 3.Industri Pengolahan 3,08 2,48 2,41 4,91 6,03 6,97 4,3 4.Listrik, Gas dan Air bersih 11,88 16,76 14,53 12,15 11,10 12,29 13,1

5.Bangunan 52,79 24,05 18,65 11,18 13,65 14,87 22,5

6.Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,13 6,89 9,48 11,06 13,92 14,06 10,3 7.Pengangkutan dan Komunikasi 2,38 10,37 3,04 4,05 4,65 6,88 5,2 8.Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan 5,71 7,38 4,21 4,24 4,28 7,97 5,6 9.Jasa-jasa 1,29 7,23 2,81 4,67 4,16 7,23 4,6

Sumber : BPS Kabupaten Bungo, 2010

Tabel diatas, menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bungo dari tahun 2004 – 2009 yang tertinggi adalah Sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar 57,7% kemudian diikuti oleh sektor Bangunan 22,5%, Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 13,1%, Perdagangan, Hotel dan Restoran 10,3%, Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 5,6%, Pengangkutan dan Komunikasi 5,2%, sektor Jasa-jasa 4,6% dan sektor industri Pengolahan sebesar 4,3% serta Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan sebesar 2,9%.

Gambar

Tabel 2.1  Cakupan dan Luas Wilayah Kota Muara Bungo............................................
Tabel 5.7  Prasarana Pendidikan di Wilayah Studi ........................................................
Gambar   Diagram Alir Proses Perencanaan dan Penyusunan RPIJM ..........................
DIAGRAM ALIR PROSES PERENCANAAN DAN PENYUSUNAN RPIJM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendukung pencapaian visi Kabupaten Malang yaitu Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Malang yang Mandiri, Agamis, Demokratis, Produktif, Maju, Aman, Tertib dan

Laporan ringkas adalah laporan pendek yang disusun oleh sekolah untuk kepentingan laporan pelaksanaan program dan disampaikan kepada: (1) Direktorat Pembinaan

Persamaan di atas menunjukkan bahwa perubahan positif untuk variabel independen dalam hal ini metode pemberian tugas terstruktur akan memberikan perubahan yang positif

Muttaqin desa Bedanten Kee. Argumentasi atau alasan panitia Masjid Baitul Muttaqin desa Bedanten Kee. Gresik melakukan jual beli kulit hewan Qurban. digilib.uinsby.ac.id

Melihat pemaparan diatas serta hasil pengamatan peneliti di lapangan bahwa dalam penerapan teknik pembelajaran round table pada mata pelajaran Fiqih materi jinayah,

PENGARUH TOTAL ASSETS TURNOVER (TATO) DAN NET PROFIT MARGIN (NPM) TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2012-2014

Yang dimaksud dengan kontraktor dalam peraturan dan syarat-syarat adalah yang diserahi tugas pelaksanaan pekerjaan, yang disebut sebagai pihak kedua dalam surat

Hasil penelitian menunjukkan indeks kualitas visual dan fungsional pada vertisols (T0), varietas Seashore paspalum yang paling baik terdapat pada P4T0 (Siak)