• Tidak ada hasil yang ditemukan

Octo Mario Pasaribu Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Octo Mario Pasaribu Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN CITRA SATELIT HIMAWARI-8 DAN MODEL HYSPLIT

UNTUK ANALISIS DAN SIMULASI PERKIRAAN SEBARAN DEBU VULKANIK

(Studi Kasus Erupsi Gunung Raung Tanggal 20 Juli 2015)

Octo Mario Pasaribu

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan Email: octomario.pasaribu@gmail.com

Abstrak

Debu vulkanik yang dihasilkan dari letusan gunung api merupakan material eksplosif yang dapat diterbangkan di udara pada jarak ratusan kilometer dari pusat erupsi karena adanya pengaruh angin dan sangat berbahaya serta berdampak pada penerbangan. Dalam hal ini, salah satu cara untuk mamantau pergerakan dan sebaran debu vulkanik Gunung Raung adalah dengan menggunakan satelit. Penelitian dilakukan dengan mengolah data citra satelit Himawari-8 tanggal 20 Juli 2015 pada salah satu periode waktu yang sesuai dari informasi VAAC dengan membandingkan citra pada beberapa kanal dari satelit Himawari-8 dan citra S1 dan S2 (split windows) juga dengan membandingkan citra metode penggabungan warna (RGB). Penelitian juga dilakukan dengan menganalisis angin yang berpengaruh pada pergerakan debu vulkanik. Untuk mensimulasikan perkiraan pergerakan dan sebaran debu vulkanik dilakukan dengan menggunakan model trajektori dan dispersi HYSPLIT berbasis web. Hasil pengolahan dan analisis citra satelit menunjukkan bahwa citra satelit dengan metode RGB dan dengan pemilihan kanal yang tepat dapat mengidentifikasi debu vulkanik dan dapat membedakannya dengan warna objek meteorologi yang lain. Secara umum pergerakan debu vulkanik juga dipengaruhi oleh pergerakan angin pada lapisan 700 mb. Dalam validasinya dengan informasi VAAC dan citra satelit metode RGB, model HYSPLIT menunjukkan hasil perkiraan arah pergerakan yang cukup baik tetapi kurang baik untuk perkiraan sebaran debu. Kata kunci: debu vulkanik, citra satelit, kanal, angin, HYSPLIT, VAAC, RGB

Abstract

The volcanic ash resulting from volcanic eruptions is an explosive material that can be flown in the air at a distance of hundreds kilometers from the center of eruption due to the influence of wind and very harmful and greatly affect the flight. Ini this case, one way to monitoring the movement and distribution of ash from volcanic Raung is by using satellites. The study was conducted by processing satellite imagery data Himawari-8 dated 20 July, 2015 at one period of time corresponding information VAAC by comparing the image on multiple channels of satellite Himawari-8 and image S1 and S2 (split windows) also by comparing the image method of merging colors (RGB). Research is also conducted by analyzing wind affect the movement of volcanic ash. To simulate and forecast the movement of volcanic ash distribution is done by using the model of the trajectory and dispersion HYSPLIT web based. The results of processing and analysis of satellite imagery indicates that the satellite image with RGB method and with the selection of appropriate channels can identify volcanic ash and can distinguish it from other meteorological object color. In general, the movement of the volcanic ash also affected by the movement of the wind in layer 700 mb. In validation with VAAC information and satellite imagery RGB method, HYSPLIT model shows approximate results were good movement direction but less good for the estimation of the distribution of ash.

(2)

1. PENDAHULUAN

Kejadian letusan gunung api sangat berdampak pada kehidupan orang banyak karena dapat membahayakan dan dapat menimbulkan masalah terutama terhadap lingkungan di sekitarnya. Salah satu bahaya yang dapat dirasakan dampaknya dalam waktu yang cukup panjang adalah bahaya debu vulkanik. Tanggal 19 Juli 2015, sebaran abu vulkanik Gunung Raung yang bergerak ke Pulau Madura membuat Bandar Udara

Sumenep, ditutup sementara

(https://nasional.tempo.co, 2015). Beberapa bandara di sekitar Gunung Raung juga ditutup dan mengacaukan jadwal penerbangan akibat debu vulkanik sejak 21 Juli 2015, yaitu Bandara Internasional Lombok, Bandara Blimbingsari di Banyuwangi dan Bandara

Notohadinegoro di Jember

(http://www.cnnindonesia.com, 2015). Menurut Tupper dalam Susilawati (2012) udara yang mengandung debu vulkanik berbahaya dan sangat berdampak pada penerbangan di sekitar lokasi kejadian karena debu vulkanik yang terdiri dari pertikel-partikel kecil batu tajam dapat memiliki efek abrasif pada bagian-bagian pesawat.

Salah satu cara untuk memantau aktivitas dan sebaran debu vulkanik dari gunung api adalah dengan menggunakan satelit (Panjaitan, 2015). Satelit yang digunakan untuk mendeteksi arah dan sebaran debu vulkanik dalam penelitian ini adalah satelit Himawari-8 yang merupakan jenis satelit Geostationer. Satelit Geostasioner adalah satelit yang berada tetap di satu posisi tertentu dan mengikuti rotasi bumi serta melakukan pengamatan atmosfer pada area yang sama.

Citra satelit Himawari-8 mempunyai 16 kanal dan observasi dilakukan setiap 10 menit dengan resolusi 2 km. Kanal yang digunakan untuk melakukan identifikasi debu vulkanik adalah kanal IR, I2, I4, S1 (IR-IR2) dan S2 (I4-IR). Salah satu penerapan identifikasi debu vulkanik dengan menggunakan satelit Himawari-8 adalah metode RGB (Red, Green, Blue). Metode RGB adalah teknik untuk menampilkan warna dengan menggunakan 3 warna dasar. Citra yang ditampilkan dengan metode ini yaitu S1, S2, dan I4 sehingga debu yang teramati berwarna merah terang. Simulasi trajektori dan sebaran debu vulkanik menggunakan model HYSPLIT atau Hybrid Single-Particle Lagrangian Integrated

Trajectory Model merupakan sistem analisis lintasan (trajektori) dan perhitungan konsentrasi polusi udara (air pollution) di atmosfer (Naibaho, 2014). Hasil perkiraan simulasinya divalidasi menggunakan informasi VAAC dan citra satelit.

2.

DATA DAN METODE

Jenis jenis penelitian berupa studi kasus yang dilakukan untuk mengidentifikasi debu vulkanik menggunakan analisa citra satelit yang telah diolah menggunakan beberapa teknik untuk menentukan distribusi letusan debu vulkanik sehingga dapat dibedakan dengan objek meteorologi lainnya. Selain itu dalam penelitian ini juga memanfaatkan model HYSPLIT sebagai model numerik dispersi dan trajektori untuk memsimulasikan sebaran debu vulkanik kemudian divalidasi dengan menggukanan teknik yang paling tepat digunakan dalam analisis citra satelit.

Lokasi penelitian adalah wilayah Gunung Raung dan wilayah sebaran debu vulkaniknya sebagai daerah penelitian (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi penelitian (segitiga merah)

(Sumber: Aplikasi QGIS)

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari:

1. Data citra satelit Himawari-8 per 10 menit untuk tanggal 20 Juli 2015 kanal IR1, IR2 dan IR4 yang diperoleh dari sub bidang pengelolaan citra satelit (BMKG). 2. Data streamline angin 3000 ft tanggal 20

Juli 2015 yang diperoleh dari http://www.bom.gov.au/.

3. Data GDAS sebagai data inisial model HYSPLIT diperoleh dengan running data langsung berbasis website online.

4. Data advisory dari VAAC Darwin untuk letusan Gunung Raung tanggal 20 Juli 2015 yang berisi informasi erupsi dan ketinggian debu vulkanik yang diperoleh dari: http://www.bom.gov.au/info/vaac/

(3)

advisories.

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pengolahan dan analisis data adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan data citra satelit Himawari-8 menggunakan SATAID untuk mengidentifikasi bagian, arah dan sebaran debu vulkanik. Data satelit yang diperoleh, diolah dengan SATAID menggunakan metode perbandingan pada masing-masing citra single channel pada kanal IR, I2 dan I4 dan pada citra dari hasil split windows (S1 dan S2). Identifikasi juga dilakukan menggunakan metode RGB.

2. Pengolahan data GSM menggunakan aplikasi SATAID untuk analisis angin per lapisan (upper air). Data yang digunakan disesuaikan dengan analisis pada citra satelit dan citra model angin di-overlay pada citra satelit.

3. Pengolahan dispersi model HYSPLIT dilakukan dari web-link dengan alamat https://ready.arl.noaa.gov/HYSPLIT.php kemudian me-running dispersi Run HYSPLIT Dispersion Model (includes volcanis ash). Pengolahan trajektori model HYSPLIT juga dilakukan dari

web-link dengan alamat

https://ready.arl.noaa.gov/HYSPLIT.php kemudian me-running trajektori Run HYSPLIT Trajectory Model.

Setelah data-data selesai diolah, maka dilakukan analisis dari tiap hasil olahan data. Hasil citra satelit Himawari-8 dari masing-masing metode pengolahan data dianalisis untuk dapat mengidentifikasi debu vulkanik dan dapat membedakan objek debu vulkanik dengan objek meteorologi lainnya (Panjaitan, 2015). Analisis juga dilakukan dengan analisis pergerakan angin yang mempengaruhi sebaran debu menggunakan analisis angin regional (streamline) dan analisis angin lokal per lapisan (upper air). Analisis angin regional dilakukan untuk mengetahui apakah arah angin regional berpengaruh pada pergerakan dan sebaran debu vulkanik dan analisis upper air dilakukan untuk mengetahui arah angin di lapisan mana yang mempengaruhi pergerakan sebaran debu vulkanik. Analisis trajektori dan dispersi model HYSPLIT dan validasinya menggunakan informasi VAAC dan citra RGB.

Tahapan-tahapan dalam penelitian ini digambarkan dalam diagram alir seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir

Validasi yang akan dilakukan hanya bersifat kualitatif, yakni membandingkan peta spasial simulasi distribusi atau sebaran debu vulkanik menggunakan olahan data GDAS pada model HYSPLIT dengan teknik terbaik dari peta spasial citra satelit Himawari-8.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Perbandingan Metode Single Channel,

Split Window dan RGB

Untuk mendeteksi sebaran debu vulkanik menggunakan satelit geostationer, penulis menggunakan 3 metode yang berbeda yaitu single channel, split windows dan RGB untuk mengetahui metode mana yang paling baik untuk mendeteksi debu vulkanik. Single channel yang digunakan yaitu kanal IR, I2 dan I4. Metode split windows yang digunakan yaitu S1 (IR-I2) dan S2 (I4-IR). Pada metode ini, bagian debu vulkanik yang dapat teridentifikasi oleh penulis ditandai dengan garis ungu.

a. Kejadian Tanggal 20 Juli 2015 jam 08.50 UTC

Pada kejadian erupsi debu vulkanik tanggal 20 Juli 2015 jam 08.50 UTC, kondisi atmosfer sebagian berawan. Jika diamati pada citra (Gambar 3), sebaran debu vulkanik

(4)

Gambar 3. Citra satelit Himawari-8 20 Juli 2015 jam 08.50 UTC

mempunyai karakteristik menyebar dan mengarah ke Utara dan Timur Laut.

Identifikasi per kanal pada single channel Kanal IR, Kanal I2, Kanal I4 menunjukkan sebaran debu vulkanik tidak terlalu jelas terlihat. Kanal IR dimana menangkap suhu puncak awan atau permukaan terlihat secara samar adanya anomali yang menyebar dari Gunung Raung hingga ke wilayah sebelah Timur Pulau Madura (garis warna ungu). Hal ini menunjukkan posisi level debu vulkanik yang lebih tinggi dibandingkan suhu permukaan daratan/lautan. Debu vulkanik terlihat samar karena kondisi atmosfer pada saat itu berawan.

Pada kanal I2, sebagian radiasi diabsorbsi oleh uap air yang ada di awan, sehingga debu vulkanik lebih terlihat samar dibandingkan dengan kanal IR. Anomali sebaran debu vulkanik terlihat sampai ke sebelah Timur Pulau Madura. Sedangkan pada kanal I4 menangkap radiasi thermal dan pada malam hari hanya menangkap radiasi yang diemisikan oleh awan rendah, sehingga pada citra I4 sebaran debu vulkanik semakin tidak terlihat dan hanya dapat mengidentifikasi sumber debu vulkanik atau titik Gunung Raung (titik hitam) karena sumber mempunyai suhu yang lebih tinggi dari wilayah di sekitarnya. Pada kanal IR, I2

dan I4 debu vulkanik hanya dapat dibedakan dengan awan dari bentuk objeknya saja.

Identifikasi metode split windows dengan citra S1 (IR-I2) menunjukkan objek yang mempunyai suhu yang berbeda dengan suhu permukaan. Pada citra ini, anomali sebaran debu vulkanik cukup terlihat jelas memanjang dan menyebar sampai di sebelah Timur Pulau Madura. Namun pada citra ini, debu vulkanik masih cukup sulit dibedakan dengan objek meteorologi lainnya seperti awan karena sama-sama berwarna putih.

Identifikasi split windows dengan citra S2 (I4-IR) menunjukkan objek yang mempunyai suhu yang lebih dingin dari suhu permukaan. Pada citra ini, sebaran debu vulkanik cukup terlihat jelas memanjang dan menyebar di sebelah Timur Pulau Madura. Anomali sebaran debu vulkanik dapat dibedakan dengan objek meteorologi lainnya seperti awan. Namun pada citra ini objek yang mempunyai suhu lebih hangat dari awan atau mirip dengan suhu permukaan akan sulit dibedakan dengan permukaan karena sama-sama berwarna hitam (gelap).

Identifikasi dengan metode RGB pada menunjukkan objek dengan warna yang berbeda-beda. Pada citra ini, anomali sebaran debu vulkanik cukup terlihat jelas memanjang sampai di sebelah Timur Pulau Madura. Metode ini cukup baik dalam mengidentifikasi debu vulkanik karena dapat

(5)

menginterpretasikan objek debu dengan objek lainnya, namun masih cukup sulit jika dalam keadaan berawan karena objek awan dan debu sama-sama berwarna merah.

b. Penggunaan kanal I4 dan kanal VS pada citra RGB

Dalam menganalisis dan identifikasi debu vulkanik menggunakan metode RGB, terdapat kendala dalam membedakan warna debu dan objek meteorologi lainnya seperti awan jika citra yang diidentifikasi pada saat siang hari, karena kanal warna biru yang digunakan dalam metode RGB adalah kanal I4. Sehingga untuk menghasilkan citra yang lebih baik dalam mengidentifikasi debu vulkanik pada siang hari, penulis mengganti kanal I4 dengan kanal VS.

Gambar 4. Hasil citra RGB

menggunakan kanal I4

Pada citra RGB menggunakan kanal I4 seperti pada Gambar 4, anomali sebaran debu vulkanik dapat secara jelas diidentifikasi jika tidak terdapat awan di sekitarnya. Tetapi pada area debu vulkanik yang terdapat awan, debu masih cukup sulit dibedakan dengan awan karena sama-sama berwarna merah.

Gambar 5. Hasil citra RGB

menggunakan kanal VS

Pada citra RGB menggunakan kanal VS seperti pada Gambar 5, anomali sebaran debu vulkanik dapat secara jelas diidentifikasi walaupun terdapat awan di sekitarnya. Pada area debu vulkanik yang terdapat awan, debu dapat dibedakan dengan awan karena awan

diidentifikasi berwarna ungu sedangkan debu vulkanik berwarna merah.

3.2. Analisis Pergerakan Angin Yang Mempengaruhi Sebaran Debu

Untuk menganalisis dan memprakirakan arah dan trajektori sebaran debu vulkanik saat terjadi erupsi, perlu dilakukan analisis angin horizontal. Pada penelitian ini penulis menganalisis angin regional (streamline) untuk mengetahui arah angin regional yang mempengaruhi sebaran debu vulkanik dan analisis angin lokal per lapisan (upper air) untuk mengetahui arah angin di lapisan berapa yang mempengaruhi pergerakan sebaran debu vulkanik.

a. Analisis angin regional (3000 ft)

Gambar 6. Streamline angin 3000 ft tanggal 20

Juli 2015 jam 12.00 UTC

Berdasarkan analisis angin 3000 ft tanggal 20 Juli 2015 jam 12.00 UTC pada Gambar 6, angin di atas Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Laut Jawa dan Samudera Hindia bergerak dari arah Timur ke arah Barat dan membentuk pola divergensi di sebelah Barat Pulau Jawa.

b. Analisis angin per lapisan (upper air)  Kejadian tanggal 20 Juli 2015 jam 08.50

UTC

Gambar 7. Angin lapisan 700 mb pada citra

RGB tanggal 20 Juli 2015 jam 08.50 UTC Pada kejadian erupsi debu vulkanik tanggal 20 Juli 2015 jam 08.50 UTC, dimana pergerakan sebaran debu vulkanik bergerak

(6)

dari arah Selatan ke arah Utara dan Timur Laut dan berbelok ke Barat Laut, secara umum dipengaruhi oleh pergerakan angin di lapisan menengah yaitu pada lapisan 700 mb yang bergerak dari arah Tenggara ke arah Barat Laut dan Utara dengan kecepatan antara 8-12 knot (Gambar 7). Ini dapat menunjukkan bahwa massa debu vulkanik naik sampai lapisan tersebut.

Pada Gambar 8 di bawah yang menunjukkan angin per lapisan dan profil temperatur lokasi kejadian erupsi.

Gambar 8. Kondisi angin per lapisan dan profil

temperatur pada lokasi erupsi tanggal 20 Juli 2015 jam 08.50 UTC

Angin pada lapisan 1000, 925 dan 850 mb cenderung sama yaitu bergerak dari arah Barat ke arah Timur dengan kecepatan antara 8-12 knot. Angin pada lapisan 700 mb cukup variatif bergerak dari arah Selatan ke arah Barat Laut, Utara dan Timur Laut dengan kecepatan antara 8-12 knot. Angin pada lapisan 500 dan 400 mb bergerak dari arah Timur ke arah Barat dengan kecepatan antara 8-12 knot. Pada lapisan 300 dan 250 mb, angin bergerak dari arah Tenggara ke arah Barat Laut dengan kecepatan 13-17 knot. Pada lapisan 200 mb, angin bergerak dari arah Tenggara ke arah Barat Laut cenderung ke Utara dengan kecepatan antara 13 - 17 knot. Pada lapisan 150 mb, angin bergerak dari arah Tenggara ke arah Barat Laut dengan kecepatan antara 33-37 knot.

Informasi hasil observasi dan prakiraan dari VAAC tanggal 20 Juli 2015 menyatakan ketinggian debu vulkanik berada pada 17.000 ft FL (flight level) atau sekitar 500 mb. Jadi angin yang memungkinkan mempengaruhi pergerakan debu vulkanik pada tanggal 20 Juli 2015 adalah angin di bawah atau di lapisan tersebut. Secara umum pergerakan sebaran debu vulkanik Gunung Raung tanggal 20 Juli 2015 cenderung dipengaruhi oleh pergerakan angin di lapisan 700 mb yang bergerak dari arah Selatan dan Tenggara ke arah Barat Laut dan Utara pada pagi sampai siang hari. Pada sore hari, pergerakan debu vulkanik dipengaruhi oleh pergerakan angin pada lapisan 700 mb yang bergerak dari arah Selatan hingga Barat Daya ke arah Barat Laut hingga Timur Laut. Pada malam hari, pergerakan debu vulkanik dipengaruhi oleh pergerakan angin yang bergerak dari arah Tenggara dan Selatan ke arah Barat Laut dan Utara pada lapisan 700 mb.

3.3. Validasi informasi VVAC, Model HYSPLIT dan Citra RGB

Pergerakan dan sebaran debu vulkanik dapat disimulasikan dalam bentuk model. Pada penelitian ini penulis melakukan running model HYSPLIT untuk memvalidasi dan mengetahui sesuai atau tidaknya model tersebut untuk memperkirakan arah pergerakan dan sebaran debu vulkanik. Hasil running model HYSPLIT divalidasi dengan citra satelit Himawari-8 metode RGB yang sejauh ini paling baik dalam menginterpretasikan dan mengidentifikasi debu vulkanik. Berita dan informasi Sigmet dari VAAC juga digunakan dalam memvalidasi untuk mengetahui keakuratan informasi Sigmet dan kesesuaiannya dengan model HYSPLIT.

 Kejadian tanggal 20 Juli 2015 jam 08.50 UTC

Berdasarkan informasi VAAC tanggal 20 Juli 2015 jam 08.57 UTC, ketinggian debu vulkanik mencapai FL 170ft atau sekitar 5182 m. Pada Gambar 4.15 gambar poligon sebaran debu vulkanik berdasarkan pengamatan bergerak dan menyebar ke arah Utara dan Barat Laut. Pada perkiraan sampai 6 jam, 12 jam dan 18 jam berikutnya sebaran debu vulkanik juga masih mengarah ke arah Utara dan Barat Laut sampai ketinggian FL 170 ft.

(7)

Gambar 9. Informasi hasil pengamatan dan perkiraan sebaran debu dari VAAC tanggal 20 Juli 2015

Berdasarkan model trajektori HYSPLIT pada Gambar 10 menggunakan initial data tanggal 20 Juli 2015 jam 09.00 UTC, arah pergerakan trajektori warna hijau pada ketinggian 4000 – 5000 m yang merupakan ketinggian puncak debu vulkanik (berdasarkan informasi VAAC) bergerak ke arah Barat Laut cenderung ke Barat. Arah pergerakan trajektori warna biru pada ketinggian 3000 – 4000 m atau ketinggian menengah (antara ketinggian puncak dan ketinggian gunung) bergerak ke arah Barat Laut. Arah pergerakan trajektori pada ketinggian 3332 m warna merah (ketinggian Gunung Raung) juga bergerak ke arah Barat Laut. Arah pergerakan sebaran debu vulkanik dari model dispersi HYSPLIT pada Gambar 11 juga menunjukkan arah sebaran ke arah Barat Laut dan cenderung semakin ke Barat sampai H+18 sejak release time.

Gambar 10. Trajektori pergerakan debu

vulkanikpada tanggal 20 Juli 2015 jam 09.00 UTC

Gambar 11. Dispersi sebaran debu vulkanik pada

tanggal 20 Juli 2015 release time jam 08.00 UTC Citra RGB tanggal 20 Juli 2015 jam 08.50 UTC menunjukkan pergerakan debu vulkanik ke arah Utara dan Barat Laut, sesuai dengan informasi VAAC hasil pengamatan namun kurang sesuai dengan trajektori model HYSPLIT pada starting release jam 09.00 UTC. Citra RGB tanggal 20 Juli 2015 jam 14.40 UTC menunjukkan pergerakan debu vulkanik ke arah Barat Laut cenderung ke Utara juga kurang sesuai dengan trajektori model HYSPLIT yang mengarah ke Barat Laut dan tidak cenderung ke Utara. Citra RGB tanggal 20 Juli 2015 jam 20.50 UTC dan tanggal 21 Juli 2015 jam 02.40 UTC menunjukkan pergerakan debu vulkanik ke arah Barat Laut cenderung ke Utara sesuai dengan trajektori model HYSPLIT pada ketinggian 3332 m dan 3000 – 4000 m yang mengarah ke Barat Laut dan kurang sesuai dengan trajektori ketinggian 4000 – 5000 m yang mengarah ke Barat Laut dan cenderung ke Barat.

(8)

Gambar 12. Citra satelit RGB tanggal 20 dan 21 Juli 2015

4. KESIMPULAN

Dari hasil identifikasi dan simulasi sebaran debu vulkanik Gunung Raung tanggal 20 Juli 2015, diperoleh kesimpulan bahwa Metode RGB pada pengolahan citra satelit Himawari-8 merupakan metode yang paling baik dan metode utama dalam mengidentifikasi debu vulkanik dibandingkan menggunakan metode atau kanal yang lain karena dapat membedakan warna debu vulkanik dengan warna objek meteorologi lainnya pada citra satelit. Pada metode RGB menggunakan formula S1, S2 dan I4 memiliki masalah, dimana pada siang hari awan di sekitar pegunungan hampir menyerupai warna debu vulkanik yaitu merah terang. Untuk itu diperlukan modifikasi pada formula, dimana untuk komponen biru menggunakan kanal VS sehingga warna awan di atas pegunungan tampak berwarna keunguan.

Lapisan ketinggian angin yang mempengaruhi pergerakan debu vulkanik sesuai dengan informasi ketinggian debu vulkanik dari VAAC sehingga analisis angin per lapisan dapat digunakan untuk memperkirakan ketinggian maksimum debu vulkanik. Secara umum pergerakan debu vulkanik Gunung Raung pada tanggal 20 Juli 2015 dipengaruhi oleh angin pada lapisan 700 mb. Sementara streamline angin 3000 ft kurang baik jika digunakan untuk memperkirakan arah pergerakan debu vulkanik karena ketinggian debu melebihi lapisan 3000ft (925 mb) tersebut. Dalam validasinya dengan informasi VAAC dan citra

satelit metode RGB, model HYSPLIT menunjukkan hasil perkiraan arah pergerakan yang cukup baik tetapi kurang baik untuk perkiraan sebaran debu.

DAFTAR PUSTAKA

Naibaho, M., 2014, Pengenalan Model HYSPLIT, Jakarta.

Panjaitan, A., 2015, Analisa dan Identifikasi Cuaca dengan Aplikasi Citra Satelit Cuaca, Pemanfaatan Citra Satelit untuk Informasi Meteorologi Penerbangan dan Maritim, Jakarta.

Susilawati, A., 2012. Identifikasi Debu Vulkanik Menggunakan Citra Satelit MTSAT-2. Skripsi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB, Bandung. http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/2015

0722135233-92-67590/terdampak-

erupsi-gunung-raung-3-bandara-berhenti-beroperasi/ diakses tanggal 16 Desember 2015

https://nasional.tempo.co/read/news/2015/07/ 20/058685016/raung-kembali-bergolak-bandara-sumenep-ditutup-sementara diakses tanggal 16 Desember 2015 http://www.bom.gov.au/australia/charts/archi

ve/index.shtml diakses mulai tanggal 2 April 2016

https://ready.arl.noaa.gov/HYSPLIT.php diakses mulai tanggal 5 Februari 2016

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian (segitiga merah)  (Sumber: Aplikasi QGIS)
Gambar 2. Diagram alir
Gambar 3. Citra satelit Himawari-8 20 Juli 2015 jam 08.50 UTC mempunyai  karakteristik  menyebar  dan
Gambar 4. Hasil citra RGB  menggunakan kanal I4
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan koagulan alum dalam eliminasi polutan dari limbah cair dengan proses koagulasi dapat diketahui pada efisiensi eliminasi limbah cair melalui persentase perubahan

Jika bagian kepemilikan entitas pada entitas asosiasi atau ventura bersama berkurang, tetapi entitas tetap menerapkan metode ekuitas, maka entitas mereklasifikasi

Pada penelitian ini, peneliti tidak akan membahas mengenai data mining yang kompleks dan intelligent agent, dimana data mining ini dilakukan untuk mencari data dan merumuskan

Dan guru akan lebih mudah dalam melakukan penilaian, karena pada sistem ini sudah terdapat beberapa aturan baku untuk menghitung poin hasil, menentukan bahwa

belum ditangani secara optimal dalam artian bahwa guru belum menganalisis kenapa muncul apakah karena ruangan yang sempit, banyak distraksi, penggunaan media yang

Data hasil observasi pembelajaran yang dilakukan guru dengan menerapkan model pembelajaran Numbered Heads Together dalam pembelajaran Matematika dinilai dengan rumus

Gambar 2 Layout Desain Alternatif 1 Type ini sangat fleksible digunakan untuk batasan kolam dewasa, ataupun bisa dipakai untuk pembuatan whirlpool atau kolam pemanas,

Secara umum analisis rekrutmen calon walikota dan wakiBalikpapan oleh partai golkar pada pemilihan kepala daerah kota Balikpapan tahun 2015 adalah sebuah proses untuk