• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refungsi Penjaminan Mutu di Satuan Penddikan. Oleh: Alif Noor Hidayati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Refungsi Penjaminan Mutu di Satuan Penddikan. Oleh: Alif Noor Hidayati"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Refungsi Penjaminan Mutu di Satuan Penddikan

Oleh:  Alif Noor Hidayati

Hari Pendidikan Nasional tahun 2013 menjadi  satu tonggak melakukan evaluasi sistem

pendidikan nasional. Di tengah berbagai persoalan pendidikan  yang tengah terjadi di negeri ini perlu adanya refleksi dan  evaluasi terhadap proses penjaminan mutu  terhadap fungsi dari lembaga-lembaga  penyelenggara pendidikan, salah satunya adalah satuan pendidikan. Evaluasi dan refleksi     dilakukan bukan dalam konteks mencari kesalahan atau

mendeskreditkan tetapi sebagai masukan untuk berproses menjadi lebih baik.

Satuan pendidikan merupakan kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan

pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.  Peraturan Pemerintah Nomor 19/Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Bab XV, pasal 91 dinyatakan bahwa: (1) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Di berbagai Negara yang memiliki proses

pendidikan yang  baik meletakkan satuan pendidikan sebagai  sentra penjaminan mutu. Satuan pendidikkan adalah ujung tombak dari segala proses membelajarkan peserta didik. Merujuk pada PP no 19 tahun 2005 yang mengamanatkan  8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai standar minimial pendidikan yang meliputi standar isi, SKL, proses, pengelolan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, pembiayaan dan penilaian. Pemetaan ketercapaian  8 SNP  yang  diantaranya telah dilakukan melalui Evaluasi Diri Sekolah (EDS) menjadi dasar satuan pendidikan melakuan kajian posisi kekurangan/keberhasilannya.  Hasil EDS memberikan gambaran performa satuan pendidikan pada posisi belum,  telah atau melampaui  standard, berikut rekomendasi dan program yang akan dilakukan oleh satuan pendidikan. Satu persoalan utama adalah apakah satuan pendidikan sebagai ujung tombak terlaksananya pendidikan telah melakukan tindak lanjut dari proses evaluasi tersebut ?  apakah proses penjaminan mutu untuk mengawal ketercapaian 8 SNP  telah terjadi  dengan melibatkan komponen sekolah dan stakeholders?

(2)

Tiga  standard yang akan menjadi fokus pembahasan  dalam konteks penjaminan mutu pendidikan kali ini adalah standar isi, proses,  dan pendidik-tenaga kependidikan.

Penjaminan Mutu Pendidikan

Penjaminan mutu  adalah seluruh rencana dan tindakan sistematis yang penting untuk

menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas (Elliot, 1993). Core bisnis pendidikan (persekolahan) yang berpijak pada kebijakan dan regulasi negara akan mengakomodir sumber daya di satuan pendidikan untuk dikelola sebaik-baiknya bagi perubahan kompetensi peserta didik. Hasil dari proses belajar  berupa kualitas yang ditunjukkan pada hasil maupun dampak   belajar.

Fokus pada Kualitas

Sistem pendidikan seharusnya berada pada tataran untuk membelajarkan siswa, bukan sekedar memproduksi angka-angka statistikal. Ketika digunakan untuk memberikan justifikasi konten  dan kualitas dari sebuah sistem maka pertanyaan yang seharusnya digunakan oleh pendidik dan satuan  pendidikan adalah: ‘apakah siswa telah belajar?’, ‘Bagaimana secara kualitatif mereka belajar?’, ‘ seberapa jauh dan seberapa cepat?’ (Philip H. Combs).

Kurikulum di Indonesia pada beberapa dekade baik di KBK, KTSP maupun rancangan kurikulum 2013 mengedepankan kompetensi sebagai capaian hasil belajar. Mendudukkan kompetensi sebagai acuan hasil belajar tidak lepas dari penguasaan pendidik menentukan tingkat belajar siswa dan penguasaan konten materi pelajaran. Analisis komprehensif terhadap kompetensi dan keluasan konten materi akan menguatkan guru menyusun pedagogi materi subjek, berupa penyajian materi dengan cara dan kedalaman yang berbeda sesuai tingkat

(3)

perkembangan psikologis siswa. Satu topik yang sama pada jenjang belajar yang berbeda akan disajikan bergradasi melihat tingkat bernalar siswa.  Siswa di masa operasional konkrit harus menerima pembelajaran dengan contoh-contoh riil, benda-benda nyata yang hadir pada kehidupannya sehari-hari. Hal ini tentu saja berbeda penyajian materinya dengan siwa yang telah berada pada fase operasional formal yang dapat melakukan proses berpikir lebih  tinggi melalui observasi, analisis, sintesis. Berbeda pula untuk siswa pada tahap transisional, yang berangkat dari pengalaman belajar riil menuju abstrak.  Mestinya tidak akan terjadi guru menyajikan materi semata-mata berdasar keluasan pembahasan sajian pada  text book tanpa memperhatikan kemampuan dan perkembangan psikologis siswa.

Memudarnya esensi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran menjadi hanya semata pemenuhan administratif pembelajaran. Desain sebuah proses belajar bermakna  di kelas sering dianggap hanya menjadi beban admnistratif. Sesungguhnya merencanakan proses belajar yang joyful learning, menyenangkan karena adanya sebuah proses berpikir  dengan ‘melakukan’ sesuatu (lerning and thinking by doing) adalah keniscayaan dari proses belajar yang baik.. Pepatah mengatakan orang yang gagal membuat perencanaan yang baik, maka sesunguhnya ia telah merencanakan kegagalan. Di proses belajar itulah akan ditanamkan pada siswa kemampuan mengamati, bertanya,  berkomunikas  dengan orang lain , mengatasi

masalah hingga membuat produk tertentu  yang menjadi kebutuhan dasar siswa untuk mandiri di masa depan mereka. Seberapa berkualitas  pendidik menyiapkan resources di sekitar siswa sebagai media belajar.

(4)

Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Memberikan penjaminan mutu terhadap proses belajar yang baik di dalam kelas tidak lepas dari membicarakan guru sebagai pendidik yang professional, kompeten dan bermartabat.  Di

sebagian besar satuan pendidikan kita, seorang pendidik tetap merupakan  tokoh sentral belajar. Di mata  siswa guru  adalah  pusat informasi dan tempat bertanya. Apapun persoalan yang ada pada siswa, maka gurulah tumpuan harapan untuk mendapatkan pencerahan. Persoalan pemahaman keagamaan, kesulitan materi dan proses belajar, kesulitan dalam kehidupan sosial ataupun memaknai  norma, etika dan budaya hingga implementasi teknologi informasi maka kepada gurulah siswa berharap adanya pintu solusi.  Siapkah guru dengan tuntutan-tuntutan kompleks seperti itu?

Menjawab tuntutan dan tantangan profesi guru yang amat kompleks maka tuntutan kualifikasi minimal S1/D4 menjadi sebuah keniscayaan. Tetapi itu saja belum cukup memadai. Untuk pengembangan diri seorang guru maka up date pengetahuan melalui sharing ide dengan teman sejawat atau supervisor menjadi sebuah kebutuhan. Pembiasaan belajar secara kolektif

kolegial di kalangan pendidik menjadi kebutuhan untuk menciptakan budaya ilmiah. Bertukar gagasan dan saling memberikan refleksi untuk mendapatkan  proses belajar terbaik , memilih media belajar dan strategi penyajian materi hingga penentuan jenis asesmen otentik yang tepat akan jauh lebih mudah bila dilakukan bersama-sama.

Sistem belajar kolektif kolegial berkelanjutan di satuan pendidikan atau  kelompok kerja guru di beberapa negara terbukti mampu mengubah wajah pendidikan menjadi sangat berdaya

mengubah performa negara dan mempertahankan budaya. Jepang melalui budaya belajar bersama, jokyu kenkyu (lesson study) yang telah berjalan tidak kurang dari satu abad

membuktikan bahwa sistem pendidikan yang baik dimulai dari menguatkan proses dan budaya belajar di satuan pendidikan, bukan semata-mata dengan membangun sekolah yang megah dan representatif.  Melakukan perencanaan belajar bersama-sama, melakukan proses belajar terbaik dan memberikan evaluasi refleksi menjadi sebuah kebiasaan akademik  yang

membudaya di setiap sekolah. Bahkan pada masa-masa periodik tertentu sekolah dengan bangga melakukan open lesson untuk dipertunjukkan secara terbuka untuk mendapat refeleksi, motivasi sekaligus apresiasi dari berbagai kalangan. Mendudukkan kembali  kelompok kerja sekolah atau  kelompok kerja mata pelajaran sebagaimana fungsinya akan memberikan ruang bagi guru untuk berinteraksi secara akademik, membangun budaya belajar  dan bersinergi untuk menyajikan KBM terbaik bagi siswanya.

(5)

Jerman dengan program seperti SEQIP (Science Education Quality Improvement Project) menunjukkan membangun pendidikan harus dimulai dengan menata kegiatan secara komprehensif. Proses belajar di desain secara rinci dan cerdas  tahap demi tahap sehingga benar-benar memberi warna penguatan keterampilan bernalar siswa melalui aktivitas minds on dan hands on. Setiap tatap muka guru dengan siswa adalah sarana membelajarkan. Baik berlangsung di dalam kelas ataupun di luar kelas.  Pendek kata kunci dari keberhasilan sebuah proses pendidikan adalah keberhasilan proses belajar di sekolah secara berkelanjutan. Sebuah kurikulum implementatif yang berkualitas  akan memberikan kontribusi bagi pengembangan moral dan produktivitas kompetensi.

Kepala Sekolah dan Pengawas

Memberikan penjaminan mutu pada proses dan  hasil belajar dilakukan melalui  kontrol kualitas oleh kepala sekolah dan pengawas. Supervisi  kepala sekolah berupa bantuan dan bimbingan agar guru mengalami pertumbuhan secara maksimal dan integral  baik profesi maupun

pribadinya yang dilakukan sepanjang tahun. Evaluasi dilakukan terhadap guru dalam rangka penilaian kinerja  sebagai potret performa bagaimana seorang guru melakukan transfer ilmu dan nilai-nilai pada proses belajar siswa.

Pengawas mengambil peran memastikan pelaksanaan peta kebutuhan sekolah yang hasilnya akan digunakan untuk  menentukan prioritas program. Penjabaran dari visi misi dan tujuan satuan pendidikan dalam bentuk program, indikator ketercapaian dan item kegiatan  sebagai rujukan dalam menentukan strategi implementasi. Pendampingan dan bimbingan klinis pengawas dilakukan dalam rangka  memastikan proses tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Pengawas juga berperan melakukan quality control atas capaian sekolah. Proses deteksi dan eliminasi komponen dan produk agar  standar dilakukan sejak penentuan input, pelaksanaan proses hingga capaian hasil. Bagaimana input sekolah diperoleh, seberapa besar kompetensi dan prestasinya, bagaimana minat dan motivasinya, bagaimana dukungan dari keluarga atau masyarakat di lingkungannya. Apakah proses belajar di sekolah dikelola untuk benar-benar mengkayakan kompetensi, menerampilkan kemampuan fisik dan meneguhkan karakter telah terlampaui sebagaimana mestinya. Apakah hasil belajar menunjukkan

peningkatan dari kemampuan awalnya.  Untuk mencapai hal tersebut supervisi dan pendampingan yang dilakukan seorang pengawas dilakukan dengan kontinuitas yang terprogram.

(6)

Untuk memastikan keterlaksanaan  sistem kendali yang terintegrasi selama proses,  maka pemerinah  (dinas pendidikan/mapenda) perlu memastikan pelaksanaannya. Secara teknis bahkan perlu disusun penjadwalan pelaksanaan hingga pelaporan supervisi dan evaluasi pengawas ke satuan pendidikan secara teratur dan berkala di bawah arahan pemerintah.

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) sebagai unit pelaksana teknis pemerintah pusat dalam bidang pendidikan bersinergi dalam bentuk pemetaan mutu, memberikan fasilitasi, hingga supervisi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah akan mensupport

proses-proses strategis penjaminan mutu di satuan pendidikan dan pemerintah daerah. Kemitraan LPMP dalam bentuk sharing ide, program-program peningkatan mutu, penyediaan education tools seperti assessment maupun placement test dan contoh terbaik  model

pembelajaran akan mengkayakan pendidikan dengan ragam item inovatif.

Dari itu semua memposisikan tiap elemen untuk mendudukkan diri dalam bingkai tanggung jawab memberikan layanan terbaik bagi ketercapaian output dan outcome pendidikan adalah bentuk esensi dari penjaminan mutu pendidikan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian latar belakang dapat didentifikasi masalah antara lain pemberian cuti yang terlalu singkat juga mempengaruhi pemberian ASI yang diharapkan eksklusif selama

Membuat peraturan bagi mahasiswa baru yang berlaku selama kegiatan INAP tanpa bertentangan dengan aturan lain yang berlaku di lingkungan Universitas Katolik

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh norma subjektif dan kewajiban moral, kesadaran perpajakan, pelayanan fiskus, persepsi tentang pelaksanaan sanksi

Munculnya berita hoaks serta ujaran kebencian merupakan sebuah fenomena yang meresahkan masyarakat, permasalahan akan menjadi semakin rumit jika hoaks diedarkan oleh sebuah

Dari kecemasan akan timbul motivasi pada siswa untuk belajar ataupun mengulas lagi pelajaran yang telah diberikan oleh guru, dengan seringnya siswa dalam mengulas

Dengan m em perhat ikan dua aspek (dari luar dan dalam ) yang dapat m em icu respon ekosist em waduk t erhadap dam pak pem a- nasan glob al yang t er j ad i, m asih t er b uk

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui rasio likuiditas berpengaruh terhadap rasio aktivitas pada Perusahaan

Setiawan Indra, Pardiman, 2014, Pengaruh Current Ratio, Inventory Turnover, Time Interest Earned dan Return on Equity Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan