• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL DALAM i PERSYARATAN GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iv PENETAPAN PANITIA PENGUJI... v SURAT PERNYATAAN BEBAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL DALAM i PERSYARATAN GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iv PENETAPAN PANITIA PENGUJI... v SURAT PERNYATAAN BEBAS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DALAM……… i

PERSYARATAN GELAR ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………... iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI………... v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Manfaat Penelitian... 5 1.4.1 Manfaat Teoritis... 7 1.4.2 Manfaat Praktis... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori... 8

2.2 Determinan Penerimaan Imunisasi Pentavalen Lanjutan 2.2.1 Penggunaan Kerangka Teori HBM dalam Penerimaan Imunisasi Lanjutan Pentavalen Pada Batita... 9

2.2.2 Faktor Karateristik Responden Terkait dengan Determinan Penerimaan Imunisasi Pentavalen lanjutan Pada Anak Usia Tiga sampai dengan Lima Tahun... 11

(2)

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berfikir ... 18

3.2 Konsep penelitian... 19

3.2 Hipotesis... 20

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian... 22

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 22

4.2.1 Tempat Penelitian……….. 22

4.2.2 Waktu Penelitian……… 22

4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1 Populasi Penelitian... 22

4.3.2 Jumlah Sampel Penelitian... 23

4.3.3 Teknik Sampling... 25

4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 4.4.1 Variabel Penelitian... 26

4.4.2 Definisi Operasional Variabel... 27

4.5 Instrumen Penelitian... 30

4.6 Prosedur Pengumpulan Data... 30

4.7 Analisis Data... 31

4.7.1 Analisis Univariat... 31

4.7.2 Analisis Bivariat... 31

4.7.3 Analisi Multivariat... 31

4.8 Etika Peneltian………. 31

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Tempat penelitian... 32

5.2 Karateristik responden Penelitian ... 33

5.3 Determinan karateristik responden dengan Penerimaan Imunisasi Pentavalen lanjutan... 38

5.4 Interaksi Determinan Penerimaan Imunisasi ... 41

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Penerimaan imunisasi pentavalen lanjutan... 43

(3)

6.2 Keterbatasan penelitian... 46 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan... 48 7.2 Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA

(4)

ABSTRAK

DETERMINAN PENERIMAAN IMUNISASI PENTAVALEN LANJUTAN PADA ANAK USIA

TIGA SAMPAI LIMA TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR BARAT

Imunisasi pentavalen lanjutan diberikan pada anak usia 18 bulan sampai kurang dari tiga tahun dengan tujuan mencegah penyakit difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, dan meningitis. Cakupan imunisasi yang rendah menjadi indikator terjadinya kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan penerimaan imunisasi pentavalen lanjutan pada anak usia tiga sampai lima tahun di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat, Bali. Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional, pemilihan sampel menggunakan Non-Probability Sampling dengan tehnik purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 138 orang. data karateristik (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, dan asal daerah), pengetahuan, persepsi keseriusan, persepsi kerentanan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, jumlah sumber informasi, dan dukungan keluarga dikumpulkan dengan wawancara langsung menggunakan alat bantu kuesioner.Analisis yang digunakan univariat, bivariat (chi-square) dan multivariat (regresi poisson).

Proporsi penerimaan imunisasi pentavalen lanjutan pada anak usia tiga sampai lima tahun di Puskesmas I Denpasar Barat sebesar 78,26%. Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel umur , pendidikan, pekerjaan, dan paritas tidak terbukti sebagai determinan imunisasi pentavalen lanjutan, sedangkan variabel persepsi keseriusan ( p=0,000), persepsi kerentanan (p=0,007), persepsi manfaat (p=0,000), persepsi hambatan ( p=0,000), pengetahuan (p=0,003), jumlah sumber informasi (p=0,034), dan dukungan keluarga (p=0,000) sebagai determinan penerimaan imunisasi pentavalen lanjutan. Hasil analisis multivariat didapatkan persepsi manfaat (APR=4,78 CI 95%= 1,35-16,96; p=0,015), dan Jumlah sumber informasi (APR=1,21; CI95%=1,04-1,41; p=0,013). Persepsi manfaat dan jumlah sumber informasi sebagai determinan penerimaan imunisasi pentavalen lanjutan di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Barat, Bali

(5)

ABSTRACT

DETERMINANTS UP TAKE OF IMMUNIZATION PENTAVALEN ADVANCED ON CHILDREN AGE THREE TO FIVE YEARS IN PUBLIC HEALTH CENTRE I WEST

DENPASAR

Advanced pentavalent immunization is given to children ages 18 months to less than three years with the aim of preventing diphtheria, pertussis, tetanus, hepatitis B, and meningitis Immunization coverage is an indicator of the occurrence of deaths from preventable diseases by iminization. This study aims to determine the determinants up take pentavalen immunization in children aged three to five years in the work area Public Health I West Denpasar, Bali. This study used cross-sectional design, sample selection using Non-Probability Sampling with purposive sampling technique, 138 samples. Characteristic data (age, education, occupation, parity, and origin), knowledge, perceptions of seriousness, perception of vulnerability, perception of benefits, perception of barriers, number of sources of information, and family support were collected by direct interview using questionnaires. Analyzes used univariate, bivariate (chi-square) and multivariate (poisson regression).

The proportion immunization pentavalen to children aged three to five years at Public Health I West Denpasar was 78.26%. The results of bivariate analysis showed that age, education, occupation, and parity variables were not proven to be a determinant up take immunization pentavalen, while perceptual variables (p = 0,000), perceptions of susceptibility (p = 0,007), perceptions of benefit (p = 0,000) p = 0.000), knowledge (p = 0.000), number of information sources (p = 0,034), and family support (p = 0.000) as determinants up take immunization pentavalen. The result of multivariate analysis variable was perception benefit (APR = 4,78 CI 95% = 1,35-6,96; p = 0,015), and number of information sources (APR = 1,21; CI95% = 1,04-1,41; p = 0.013). Perception of benefit and number of information sources as determinant up take pentavalen immunization in Work Area of Public Health I West Denpasar, Bali

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Imunisasi adalah upaya memperkuat sistem kekebalan tubuh secara aktif dengan cara memasukkan kuman yang dilemahkan ke dalam tubuh. Imunisasi bisa mencegah beberapa penyakit infeksi yang menyebabkan kematian dan kecacatan, serta mengurangi penyebaran infeksi, sebab imunisasi membentuk antibodi spesifik yang melindungi tubuh dari serangan penyakit (Depkes, 2010).

Data dari WHO tahun 2010, menunjukkan bahwa 17% kematian pada anak kurang dari lima tahun, disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pemberian imunisasi wajib pada anak di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar yaitu hepatitis B, BCG (Basille Calmette Guerin), polio, pentavalen yang terdiri dari lima komponen vaksin yaitu: difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, Haemophilus influenza type b (Hib), serta imunisasi campak. Imunisasi lanjutan ada dua yaitu imunisasi pentavalen pada anak usia 18 bulan sampai dengan kurang dari tiga tahun dan imunisasi campak diberikan pada umur dua tahun sampai dengan kurang dari lima tahun. Program pemberian imunisasi lanjutan dimulai pada bulan Oktober 2013 (Kemenkes, 2013).

Data kejadian penyakit di Indonesia yang dapat dicegah dengan imunisasi cukup tinggi. Kasus difteri di Jawa Timur mencapai 955 kasus dengan 38 orang mengalami kematian (2012) (Fajriah, 2014). Prevalens Hepatitis B di Indonesia sebesar 9,4% atau 23 juta orang. Diperkirakan 50% kasus Hepatitis B berkembang menjadi liver desease dan 10% menjadi liver fibrosis yang kemudian menjadi kanker hati (Rikesdas, 2013). Kejadian tetanus di Indonesia dari

(7)

6-7/100 kelahiran hidup (KH), 50% terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun dan 30% pada kelompok umur 1-4 tahun (CDC, 2014).

Haemophilus influenzae tipe b (Hib) dapat menyebabkan penyakit antara lain meningitis (50%), epiglotis (17%), pneumonia (15%). Kasus meningitis bakterialis di Indonesia sekitar 158/100.000 per tahun, dengan etiologi Hib sebesar 16/100.000 dan bakteri lain sebesar 67/100.000, tetapi angka ini masih tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan negara maju (Kemenkes, 2013).

Vaksin pentavalen dengan tiga dosis imunisasi yang diberikan pada bayi adalah aman dan efektifitasnya tinggi, karena sudah terbentuk kekebalan yang protektif. Titer antibodi yang terbentuk akan menurun pada usia 15-18 bulan sehingga dibutuhkan imunisasi booster. Setelah diberikan imunisasi booster maka titer antibodi yang terbentuk akan meningkat kembali. Berdasarkan hal tersebut imunisasi booster perlu diberikan pada usia 15-18 bulan untuk meningkatkan antibodi anak. Pemberian vaksin Hib di Indoesia dikombinasikan dengan DPT Combo untuk efisiensi waktu, biaya, penyimpanan, dan mengurangi jumlah suntikan pada bayi (Kemenkes, 2013).

Data Riskesdas Tahun 2013, menunjukkan adanya peningkatan cakupan imunisasi lengkap dari tahun 2007 sebesar 41,6 % menjadi 59,2 % pada tahun 2013. Pemberian imunisasi yang tidak lengkap sebesar 32,1 %, serta 8,7 % tidak pernah mendapatkan imunisasi, dengan alasan orang tua takut panas, anak menjadi sakit, keluarga menolak, fasilitas imunisasi jauh, orang tua tidak mengetahui tempat imunisasi, serta alasan sibuk.

Penelitian terkait determinan pemanfaatan imunisasi pentavalen lanjutan sangat terbatas, sebagian besar penelitian yang ada tentang imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan lainnya dengan hasil yang masih bervariasi. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terlihat bahwa

(8)

variabel yang menjadi determinan penerimaan imunisasi dasar maupun lanjutan adalah umur ibu (Fatiregun & Anselm. 2012, Ganczak dkk. 2013), pendidikan orang tua (Kusuma dkk. 2010, Rati dkk. 2015), pekerjaan (Nath dkk. 2007, Ganczak dkk. 2013, Yanuby dkk. 2013), paritas (Negussie dkk. 2016, Fatiregun & Anselm, 2012, Prayogo dkk. 2009), pengetahuan orang tua (Animaw dkk. 2013, Albertina, dkk. 2009), persepsi orang tua (Hussen & Alemayehu, 2013, Negussie dkk. 2016), dukungan keluarga (Nath dkk. 2007, Fajriah, 2014), sumber informasi (Nath dkk. 2007, Prayogo dkk. 2009), kunjungan antenatal (Russo dkk. 2013, Etana & Deressa W, 2012), dan ketersediaan vaksin (Afriani dkk, 2013).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali diketahui cakupan kumulatif imunisasi pentavalen lanjutan dari Bulan Januari sampai dengan Desember 2015 sebesar 83,6%. Beberapa kabupaten dengan cakupan imunisasi pentavalen lanjutan yang di bawah target 95% yaitu Kabupaten Gianyar (89,5%), Kabupaten Badung (84,8%), Kabupaten Bangli (88,7%), Kabupaten Karangasem (58,9%), dan Kota Denpasar (67,3%) (Dinkes Provinsi Bali, 2015). Data di Puskesmas I Denpasar Barat menunjukkan cakupan pentavalen lanjutan sebesar 47,3 % (Data Puskesmas I Denpasar Barat, 2015).

Berdasarkan data tersebut terlihat jumlah balita yang mendapat imunisasi pentavalen lanjutan masih rendah. Sumber data cakupan imunisasi yang direkap oleh Dinas Kesehatan Kota Denpasar didapatkan dari pelaporan puskesmas masing-masing wilayah dan rumah sakit pemerintah/swasta. Data yang didapat oleh puskesmas diperoleh dari masing-masing puskesmas pembantu, bidan praktik mandiri, dan dokter praktik swasta yang mengambil vaksin di puskesmas. Dokter praktik swasta yang tidak mengambil vaksin di puskesmas biasanya tidak membuat laporan ke puskesmas.

(9)

Berdasarkan wawancara informal dengan 15 ibu balita yang melakukan kunjungan di dokter praktik swasta dan Puskesmas I Denpasar Barat didapatkan data 9 dari 15 balita (60%) mendapatkan imunisasi lanjutan pentavalen. Lima dari 15 balita (33,3%) tidak mendapatkan imunisasi pentavalen lanjutan karena ibu terlambat mendapatkan informasi tentang usia balita seharusnya mendapatkan imunisasi pentavalen lanjutan, lupa karena kesibukan orang tua, mengganggap imunisasi dasar sudah cukup sehingga imunisasi lanjutan tidak penting, orang tua tidak punya waktu karena sibuk bekerja, kasihan jika anak disuntik akan sakit, dan persepsi bahwa harga vaksin mahal. Satu balita (6,7%) tidak mendapatkan imunisasi dasar dan lanjutan dengan alasan kepercayaan bahwa vaksin mengandung minyak babi. Hasil wawancara dengan coordinator program imunisasi di Puskesmas I Denpasar Barat bahwa ketersediaan vaksin pentavalen cukup.

Cakupan imunisasi yang rendah menjadi indikator terjadinya kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan iminisasi (PD3I). Oleh karena itu salah satu program yang telah terbukti efektif untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I adalah imunisasi. Cakupan imunisasi lanjutan pentavalen di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Barat I masih rendah dan penelitian mengenai determinan pemanfaatan imunisasi pentavalen lanjutan terutama di Indonesia masih sangat terbatas, perlu dilakukan penelitian determinan penerimaan program imunisasi lanjutan pada anak usia tiga sampai lima tahun di Puskesmas I Denpasar Barat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Apakah karateristik (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas), persepsi ibu (keseriusan, kerentanan, hambatan dan manfaat), pengetahuan ibu, dukungan keluarga, dan jumlah sumber informasi

(10)

sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan pada anak usia tiga sampai lima tahun di Puskesmas I Denpasar Barat?”

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proporsi anak usia tiga sampai lima tahun yang mendapatkan imunisasi pentavalen lanjutan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

2. Untuk membuktikan umur ibu yang lebih muda sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

3. Untuk membuktikan pendidikan ibu sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

4. Untuk membuktikan ibu yang tidak bekerja sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

5. Untuk membuktikan paritas sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

6. Untuk membuktikan persepsi keseriusan sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

7. Untuk membuktikan persepsi kerentanan sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

8. Untuk membuktikan persepsi manfaat sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

9. Untuk membuktikan persepsi hambatan sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

(11)

10. Untuk membuktikan pengetahuan ibu sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

11. Untuk membuktikan dukungan keluarga sebagai determinan penerimaan program imunisasi pentavalen di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

12. Untuk membuktikan jumlah sumber informasi tentang imunisasi pentavalen lanjutan sebagai determinan penerimaan program imunisasi di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Denpasar dalam merumuskan program untuk meningkatkan cakupan imunisasi pentavalen lanjutan di tingkat pelayanan dasar.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Sebagai acuan dalam melakukan penelitian serupa terkait dengan determinan penerimaan program imunisasi pentavalen lanjutan pada anak usia tiga sampai lima tahun.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil evaluasi terhadap narasumber pelatihan menunjukkan bahwa lebih dari separuh peserta menyatakan narasumber pelatihan sangat baik, hal itu menggambarkan bahwa narasumber

Pembelajaran merupakan salah satu bentuk program, karena pembelajaran yang baik memerlukan perencanaan yang matang dan dalam pelaksanaanya melibatkan berbagai orang,

Syukria (2004) mengemukakan bahwa semangat kerja merupakan suatu kondisi rohaniah atau perilaku individu tenaga kerja dan kelompok-kelompok yang menimbulkan

Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan produksi yang mengelola sumber- sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk

Tetapi adsorben zeolit alam perlakuan aktivasi kimia dan fisik mempunyai daya serap gas karbonmonoksida yang lebih rendah daripada adsorben zeolit alam tanpa aktivasi.. Hal

Dan dapat dilihat dari hasil variasi-variasi tersebut turbin angin savonius dengan variasi bukaan fix drag reducing 30° menghasilkan putaran turbin terbaik yang

Proses penyerapan dapat terjadi akibat proses yang aktif dan pasif terutama tergantung pada konsentrasi relatif subtansi di dalam dan di luar usus, difusi terjadi dari

Hasil penggolongan menunjukkan bahwa dari 32 ekor domba Garut ditemukan satu ekor domba yang digolongkan ke dalam kelompok domba Ekor Gemuk dengan persentase koreksi