Halaman 65
Kegiatan Belajar
6
6.
PENGHITUNGAN PPN
A. Indikator
a. Peserta pelatihan dapat melakukan penghitungan PPN kurang (lebih) bayar b. Peserta pelatihan dapatmenjelaskan Pengkreditan pajak masukan
c. Peserta pelatihan dapat menghitung PPN menggunakan Deem Pajak Masukan
B. Uraian dan Contoh
a. Penghitungan PPN Kurang (Lebih) Bayar
PPN yang kurang atau lebih dibayar dihitung dengan mengurangkan pajak masukan dari pajak keluaran. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak46. Sedangkan Pajak Masukan adalah Pajak
Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.47
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Contoh PKP A pada masa pajak April 2014 mempunyai jumlah pajak keluaran Rp50.000.000 dan jumlah pajak masukan 40.000.000. PPN kurang (lebih) bayar dihitung sebagai berikut :
pajak keluaran Rp50.000.000 masukan (Rp40.000.000) PPN kurang bayar Rp10.000.000
PPN kurang bayar sebesar Rp10.000.000 harus disetor ke kas negara paling lambat tanggal 31 Mei 2014
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke
46 Pasal 1 angka 25 UU No.42 Tahun 2009 47 Pasal 1 angka 24 UU No.42 Tahun 2009
Halaman 66
Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Contoh PKP B pada masa Oktober memiliki pajak keluaran Rp60.000.000 dan pajak masukan Rp80.000.000. Masa November 2014 memiliki pajak keluaran Rp50.000.000 dan pajak masukan Rp40.000.000. Masa Desember memiliki pajak keluaran Rp30.000.000 dan pajak masukan Rp30.000.000. PPN yang kurang (lebih) bayar dihitung sebagai berikut :
Masa Oktober 2014 Pajak keluaran Rp 60.000.000 Pajak masukan (Rp80.000.000) PPN lebih bayar (Rp20.000.000) Masa November 2014 Pajak keluaran Rp50.000.000 Pajak masukan (Rp40.000.000) Kompensasi lebih bayar masa Oktober 2014 (Rp20.000.000) PPN lebih bayar (Rp10.000.000) Masa Desember 2014
Pajak keluaran Rp30.000.000 Pajak masukan (Rp30.000.000) Kompensasi lebih bayar masa November 2014 (Rp10.000.000) PPN lebih bayar (Rp10.000.000)
Atas kelebihan bayar Rp10.000.000 dapat diajukan pengembalian di akhir tahun buku, yaitu Masa Desember 2014
Khusus untuk pengusaha kena pajak yang melakukan transaksi tertentu dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak (tanpa menunggu akhir tahun buku) yaitu atas kelebihan Pajak Masukan oleh:
a. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
c. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
d. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; e. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau
f. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi
Pemgusaha kena pajak wajib meelaporkan PPN yang kurang atau lebih bayar tiap masa pajak dengan menggunakan SPT Masa PPN. SPT Masa PPN wajib disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
b. Pengkreditan Pajak Masukan
Mengurangkan pajak masukan dari pajak keluaran dikenal dengan istilah pengkreditan pajak masukan. Terkait dengan pengkreditan pajak masukan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
Halaman 67
b. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama tiga bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
c. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
d. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan formal dan material.
e. Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk :
1) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.Contoh:Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
2) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
3) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
4) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ketentuan ini memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Contoh: Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
Halaman 68
5) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memuat informasi minimal yang harus dicantumkan atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak
6) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi persyaratan informasi minimal yang harus dicantumkan
7) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak. Dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena Pajak baru membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas perolehan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah diterbitkan ketetapan pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas ketetapan pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 8) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya
tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan
Sesuai dengan sistem self assessment, Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan seluruh kegiatan usahanya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu, kepada Pengusaha Kena Pajak juga telah diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sehingga sudah selayaknya jika Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. Contoh:
Dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dilaporkan: Pajak Keluaran = Rp10.000.000,00
Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00 Dari hasil pemeriksaan diketahui:
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00 Pajak Masukan = Rp11.000.000,00
Dalam hal ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak sebesar Rp11.000.000,00, tetapi tetap sebesar Rp8.000.000,00 sesuai dengan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Dengan demikian, perhitungan hasil pemeriksaan
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00 Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00 (-) Kurang Bayar menurut hasil pemeriksaan = Rp 7.000.000,00 Kurang Bayar menurut Surat Pemberitahuan = Rp 2.000.000,00 (-) Masih kurang dibayar = Rp 5.000.000,00
9) perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi
10) Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang yang tidak terutang PPN atau mendapat fasilitas PPN dibebaskan
Halaman 69 b. Penghitungan PPN Menggunakan Deem Pajak Masukan
1. Deem Pajak Masukan Bagi PKP Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tertentu
Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan adalah Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah). Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan apabila memenuhi syarat :
a. mempunyai peredaran usaha dalam dua tahun buku sebelumnya tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 untuk setiap satu tahun buku;
b. Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, yaitu sebesar :
a. 60% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak b. 70% dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak.
Dengan mekanisme ini pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak akan berkewajiban menyetor PPN ke kas negara sebesar 4% dari jumlah peredaran bruto. Sedangkan pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak akan berkewajiban menyetor PPN ke kas negara sebesar 3% dari jumlah peredaran bruto
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.
2. Deem Pajak Masukan Bagi PKP Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, dalam menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, wajib menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan. Kegiatan Usaha Tertentu adalah kegiatan usaha yang semata-mata melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, yaitu sebesar 90% dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran. Dengan mekanisme ini pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha yang semata-mata melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran akan berkewajiban menyetor PPN ke kas negara sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.
C. Rangkuman
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama tiga bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Bagi
Halaman 70
Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan formal dan material Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.