• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panggilan menjadi bruder FIC dalam terang panggilan para murid menurut Injil Yohanes - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Panggilan menjadi bruder FIC dalam terang panggilan para murid menurut Injil Yohanes - USD Repository"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

i

DALAM TERANG PANGGILAN PARA MURID MENURUT INJIL YOHANES

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

OLEH :

Yohanes Krismanto NIM: 011124002

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Kongregasi Para Bruder FIC, bapak/ibu, sanak saudara saya

(5)

v

“Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil”

(6)
(7)

vii

Judul skripsi PANGGILAN MENJADI BRUDER FIC DALAM TERANG

PANGGILAN PARA MURID MENURUT INJIL YOHANES dipilih untuk

menjawab tantangan dunia dewasa ini yang dipengaruhi oleh proses globalisasi yang mengalir deras melanda dunia kita. Situasi semacam ini sangat mempengaruhi pola hidup manusia juga mereka yang hidup dalam biara. Proses globalisasi yang terjadi tidak jarang membawa perubahan yang besar bagi manusia termasuk kaum religius. Perlu disadari bahwa perubahan yang dibawa oleh proses globalisasi sering menimbulkan perbenturan nilai yang ada dalam masyarakat atau dalam biara. Untuk itu dibutuhkan sikap kritis terhadap perubahan yang ada. Sikap kritis ini terbangun dengan baik kalau para religius memiliki wawasan yang luas terhadap peraturan yang ada dalam kongregasinya. Terutama konstitusi sebagai pedoman hidupnya. Wawasan yang luas, mental yang kuat, serta sikap arif dan bijaksana memungkinkan para religius dewasa dalam menghadapi arus globalisasi yang melaju begitu cepat. Tanpa memiliki sikap arif dan bijaksana, seorang religius akan hanyut oleh derasnya arus globalisasi yang ada sehingga mereka tidak tahan hidup dalam biara. Kalau sudah demikian mereka dengan mudah untuk mengundurkan diri dari tarekatnya.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana para bruder FIC menyadari hidup panggilannya dengan baik sehingga mereka dapat bertekun dan setia dalam menghayati hidup panggilannya. Untuk menjawab semua itu, skripsi ini hendak menyajikan hasil studi pustaka berkaitan dengan panggilan menjadi bruder FIC yang diambil dari kelima pokok sub tema konstitusi FIC serta panggilan para murid menurut Injil Yohane. Dari kelima pokok sub tema konstitusi FIC tersebut diambil beberapa artikel. Artikel-artikel tersebut kemudian diterangi dengan beberapa kutipan Injil Yohanes untuk didalami para novis. Dalam pendalaman tersebut para novis diajak untuk melibatkan empat aspek yang ada dalam dirinya yakni aspek fisik/tubuh, mental/pikiran, emosional-sosial dan jiwa/spiritualitas. Dengan pendalaman ini, para novis diharapkan mampu menemukan makna terdalam tentang hidup panggilannya menjadi bruder FIC.

Hasil akhir dari uraian diatas mau menunjukkan bahwa panggilan hidup menjadi bruder FIC merupakan pertama: pilihan bebas dari setiap pribadi. Kedua: para bruder hidup dalam semangat Konstitusi. Hal ini menjadi sangat penting karena Konstitusi merupakan aturan yang mutlak didalami, dipahami, dihayati, dan dilaksanakan dalam hidup sehari-hari. Ketiga: hidup dalam semangat panggilan para murid menurut Injil Yohanes. Bagaimanapun para murid merupakan saksi hidup pertama dan utama yang dengan tekun dan setia mengikuti Yesus Sang Gembala Utama sampai akhir hayatnya. Para murid mengalami suka duka kehidupan tetapi tetap memiliki iman, harapan, dan kasih. Sebagai religius bruder FIC yang ingin hidup radikal mengikut Yesus hendaknya juga meneladan sikap hidup Yesus dan para murid-Nya yang dengan penuh kesungguhan menjalankan kehendak Allah.

(8)

viii

A thesis titled THE VOCATION TO BE AN FIC BROTHER IN THE LIGHT OF THE VOCATION OF THE DISCIPLES ACCORDING TO ST. JOHN BIBLE is chosen to answer the threat of the advanced world that is influenced by the globalization process that flows thoroughly toward our world. This situation influences the human lifestyle so much and them who live in a convent. The on going of globalization process sometimes brings enormous transformation for the human being, includes the religious. It is necessary to be realized that the transformation brought by the globalization process often raises value conflict in the society or in the religious life. For that reason, it is needed criticism attitude toward the existing transformation. The criticism attitude will be formed well if the religious has broad vision about the constitution of his congregation, especially the constitution as his life principle. The broad vision, strong mentality, and wisdom are enabling the religious to be matured in facing the globalization stream which flows fast. Without wisdom, a religious will be drowned by the wave of globalization stream so that he would not stand to live in the convent. If it happens, he will easily withdraw from his congregation.

The important matter in this thesis is that how the FIC Brothers realize their vocation with wholeheartedly so that they can withstand and be loyal in internalizing their vocation. To answer that all, this thesis will present the library research related to the vocation to be an FIC Brother which is taken from the fifth basis of sub-theme of FIC Constitution and the Disciples vocation according to the St. John’s Gospel. Of the fifth basis of sub-theme of FIC Constitution was taken several articles. The articles, then, were enlightened by several quotations of the St. John’s Gospel to be deepened by the novices. On the in-depth study, the novices were invited to involve four aspects that are physical aspect, mental aspect, social-emotional aspect, and spirituality aspect. By the in-depth study, the novices are expected to be able to find the deepest meaning of their vocation being an FIC Brother.

(9)

ix

Puji syukur kepada Allah Bapa karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PANGGILAN MENJADI BRUDER FIC DALAM TERANG PENGGILAN PARA MURID MENURUT INJIL

YOHANES.

Skripsi ini diilhami oleh situasi kongregasi para bruder FIC selama beberapa tahun terakhir ini dimana ada beberapa bruder yang meninggalkan hidup panggilannya sebagai bruder FIC. Bertitik tolak dari situasi tersebut panulis mencoba mencari cara untuk membantu sesama dalam menghayati hidup panggilannya sebagai Bruder FIC sehingga mereka dapat tekun dan setia hidup sebagai bruder FIC. Pergulatan hidup yang terus menerus menjadikan penulis sadar bahwa panggilan menjadi bruder FIC perlu diusahakan terus dari hari ke hari. Ada banyak sumber dan cara yang digunakan untuk membantu penghayatan hidup panggilan sebagai bruder FIC. Namun dalam skripsi ini penulis mengambil Konstitusi serta beberapa prikop Injil Yohanes sebagai dasar untuk membantu mengusahakan panghayatan hidup panggilan sebagai Bruder FIC.

(10)

x

bimbingan dan bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Rm Dr. A. Hari Kustono Pr. Selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, membuka wawasan dan memberi masukan serta pertimbangan sehingga penulis semakin termotivasi dalam menuangkan gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Y. a. Ch. Mardiraharjo selaku dosen penguji yang selalu mengingatkan, memberi sapaan yang halus, memberi masukan dalam pembuatan program katekese serta mendorong untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak. Yoseph Kristianto SFK selaku dosen wali yang dengan penuh kesabaran memberikan dukungan serta pengertian dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Segenap staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

(11)

xi

memberi semangat yang tulus selama penyelesaian Skripsi ini.

8. Almarhum Bapak saya yang dipanggil Tuhan tanggal 4 Juni 2006 yang lalu, Ibu yang tercinta, kakak-kakak dan adik-adikku, yang selalu memberi dukungan melalui doa-doa selama penulis menempuh studi di Yogyakarta.

9. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2001/2002 yang turut berperan dalam menempa pribadi dan memurnikan motivasi penulis untuk setia menjadi religius FIC sekaligus katekis di zaman yang penuh tantangan ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Tanggal, 2 Maret 2007 Penulis.

(12)

xii DAFTAR ISI JUDUL……….……….….. PERSETUJUAN PEMBIMBING…..….……….…… PENGESAHAN………….……...……….…………..…... PERSEMBAHAN………...……… MOTTO……….….… PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….…..…….. ABSTRAK………..…..….…. ABSTRACT ………...….….. PENGANTAR..………...………..…… DAFTAR ISI………..….… DAFTAR SINGKATAN……..………..……

BAB I. PENDAHULUAN………

A. Latar Belakang……….…….………

B. Perumusan Masalah ……….……… C. Tujuan Penulisan.….……… D. Manfaat Penulisan………. ………..….……... E. Metode penulisan……….………….……… F. Sistematika Penulisan……….….………….……

(13)

xiii

BAB II. PANGGILAN MENJADI BRUDER FIC……….… A. Demi Kerajaan Allah.………... B. Tugas Kerasulan ……….….… C. Persekutuan Para Bruder……….…….

1. Dasar Hidup Persekutuan……….…….. 2. Kesatuan dalam Keanekaragaman……….……. 3. Organisasi dan Peraturan dalam Hidup Bersama…….….. 4. Kepemimpinan dalam Persekutan……….……. D. Ditopang oleh Allah....……….….… E. Pembaktian Diri ...………..….…. 1. Kaul Ketaatan…………..………..… 2. Kaul Kemiskinan ………..……….…… 3. Kaul Kemurnian ………..………...………

BAB III. PANGGILAN PARA MURID YESUS MENURUT INJIL YOHANES……..………..…….…

A. Murid-murid Yesus yang Pertama (Yoh. 1:35-51)…………... B. Dia Makin Besar, Aku Makin Kecil (Yoh. 3:22-26)………… C. Yesus Gembala yang Baik (Yoh. 10:1-18)….………….……. D. Pengakuan Petrus (Yoh. 6:67-71)..………….…..…….……... E. Gembalakanlah Domba-domba-Ku (Yoh. 21:15-19)…………

(14)

xiv

KELIMA POKOK SUB TEMA KONSTITUSI FIC DAN BEBERAPA KUTIPAN INJIL YOHANES….………...… A. Pokok-pokok Pikiran Yang Mendasari Program………..

1. Pengertian………

2. Keadaan Awal Peserta Program………..…

3. Tujuan……….…

4. Proses……….….…….………

5. Tempat……….….………..……

B. Matrix Program Pendalaman Hidup Berdasarkan Kelima Pokok Sub Tema Konstitusi FIC dan Beberapa kutipan Injil Yohanes... C. Contoh-contoh Persiapan Pertemuan . .……….

1. Persiapan Pertemuan I……… ………. 2. Pertemuan Pendalaman II………. 3. Pertemuan Pendalaman III……….….……...…..

BAB V : KESIMPULAN DAN PENUTUP ………..……..

A. Kesimpulan………..….….

B. Penutup………..…………

DAFTAR PUSTAKA……….………

54 54 54 55 56 58 64

65 71 71 84 97

(15)

xv A. Singkatan Kitab Suci

Singkatan seluruh Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan pengantar dan catatan singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1999/2000, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatkan II tentang Wahyu Ilahi 18 November 1965.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

LG : Lumen gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja tanggal 21 November 1964.

PC : Perfectae Caritatis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang pembaharuan dan penyesuaian hidup religius tanggal 28 Oktober 1965.

C. Singkatan Lain Art : Artikel. Bdk : Bandingkan

FIC : Fratrum Immaculatae Conceptionis.

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik. Konst : Konstitusi.

KS : Kitab Suci

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia. LBI : Lembaga Biblika Indonesia. Pert. : Pertemuan

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi seorang religius adalah kebebasan setiap orang. Tak terkecuali para bruder FIC. Mereka menanggapi panggilan sebagai religius FIC atas pilihan bebasnya. Artinya bahwa mereka menjadi bruder FIC atas kehendaknya sendiri dan bukan paksaan dari orang lain. Maka tidak mengherankan kalau di kemudian hari, dia melepaskan yang menjadi pilihan bebasnya tersebut. Hal ini terjadi karena dalam hidupnya dia mengalami pasang surut dalam menanggapi panggilan. Memang ada yang bertahan sampai akhir hidupnya dan tetap sebagai religius, namun ada pula yang dengan pilihan bebasnya sendiri mengundurkan diri dari tarekat yang telah dimasukinya.

(17)

mengandalkan hidupnya kepada Yesus Sang Guru Sejati. Dalam Kitab Suci dikatakan: “Mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya” (Yoh, 15:7). Meskipun demikian orang harus sadar bahwa orang yang dipanggil tersebut semata-mata karena kemurahan hati Tuhan. Kalau Tuhan menghendaki dan memilih orang tersebut maka dia tidak dapat menolaknya. Para murid Yesus yang pertama (Mat, 4:18-22; Mrk, 1:16-20; Luk, 5:1-11) pun tidak mampu menolak ajakan Yesus ketika Yesus mengajak mereka: “Mari ikutlah Aku dan kamu akan kujadikan penjala manusia” (Mat, 4:19; Mrk, 1:17). ketidakmampuan para murid menolak ajakan Yesus karena mereka terpesona akan pribadi Yesus yang sungguh bijaksana. Selain itu para murid sadar bahwa Yesus yang mereka ikuti adalah seorang pribadi yang mampu memberi hidup kepada manusia. (Ladjar, 1983:28).

Hal senada juga dialami oleh para murid Yohanes. Ketika Yohanes menunjukkan bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah, para murid Yohanes langsung mengikuti Yesus, walaupun Yesus berkata: “Apa yang kamu cari? …Mari dan kamu akan melihatnya.” (Yoh, 1:38:39). Tanpa banyak bicara para murid Yohanes langsung mengikuti Yesus dan tinggal berasama-Nya.

(18)

tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama (Kis, 4:32). Adapun dampak dari hidup persekutuan yang mendalam ini adalah bahwa mereka memperoleh kasih karunia yang melimpah-limpah dan diantara mereka tidak ada yang berkekurangan (ay. 33-34). Mereka sungguh membangun hidup persekutuan yang erat satu dengan yang lain. Mereka sehati dan sejiwa dalam menanggung hidup. Ungkapan di atas didukung oleh Broeckx dalam bukunya yang berjudul: Rambu-rambu Hidup Membiara: “Karena itu religius harus mampu memberi bukti yang hidup bahwa mereka hidup sehati dan sejiwa dalam Kristus” (Broeckx, 1981:31).

Cara hidup bersekutu yang baik, saling mengembangkan, saling mendukung seperti yang diharapkan di atas juga diperjuangkan oleh para Bruder FIC. Dalam salah satu Konstitusi FIC dikatakan demikian: “Membentuk persekutuan berarti saling mendampingi dalam suka dan duka; bersedia saling mengerti dan memahami, saling menghargai, mendorong, memberikan inspirasi, dan terus-menerus siap sedia saling mengampuni” (Konst FIC, art. 37).

(19)

ditunggu-tunggu” (Yohanes 1999:27). Hal senada juga tampak dalam diri Yesus. Dia sungguh setia dan total dalam menjalankan tugas perutusan Bapa. Ketaatan dan ketotalan hidup Yesus tampak nyata dari kelahiran hingga wafat-Nya di kayu salib (Yoh, 19:28-30; Mat, 27:45-50; Mrk, 15:33-37; Luk, 23:44-46).

Dengan tugas perutusan tersebut, para Bruder FIC dimampukan untuk berani berkata bersama Petrus: “Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah yang kudus dari Allah” (Yoh, 67-69). Dengan demikian mereka semakin mampu untuk mempertahankan hidup panggilannya sebagai bruder FIC. Hal ini terjadi karena yang hidup di dalam dirinya adalah Yesus. “Dialah jalan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh, 14:6).

(20)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan diantaranya:

1. Apa yang dikatakan oleh Konstitusi FIC untuk menghayati hidup panggilan sebagai Bruder FIC?

2. Inspirasi pokok manakah yang kita peroleh dari Injil Yohanes berkenaan dengan menjadi murid Yesus?

3. Bagaimana usaha membantu para novis FIC untuk membentuk diri menjadi murid Yesus sekaligus bruder FIC?

C. Tujuan Penulisan

Uraian skripsi ini berkisar tentang Panggilan Menjadi Bruder FIC dalam Terang Panggilan Para Murid Menurut Injil Yohanes. Adapun tujuan skripsi ini adalah:

1. Membantu para novis FIC sebagai calon Bruder FIC untuk menyadari panggilannya menjadi bruder FIC dalam terang panggilan para murid menurut Injil Yohanes.

2. Menguraikan hidup panggilan menjadi bruder FIC dalam terang panggilan para murid menurut Injil Yohanes bagi para novis FIC agar hidup panggilannya semakin berkembang dan setia sebagai orang yang dipanggil oleh Tuhan.

(21)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma (IPPAK-USD).

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan dari tulisan ini antara lain:

1. Memberi masukan kepada para novis FIC dalam usaha menghayati hidup panggilan sebagai calon bruder FIC yang bersumber dari Konstitusi FIC. 2. Mengajak para novis FIC untuk menghayati hidup panggilannya sebagai

calon bruder FIC dengan menimba kekuatan dari panggilan para murid menurut Injil Yohanes.

3. Membantu para novis FIC dalam mengolah hidup panggilannya sebagai calon bruder FIC Berdasarkan beberapa artikel Konstitusi FIC serta beberapa perikop dari Injil Yohanes.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode deskriptif-analitis, yaitu metode yang menggambarkan secara aktual mengenai usaha para novis FIC dalam menghayati hidup panggilan menjadi calon bruder FIC dalam terang panggilan para murid menurut Injil Yohanes.

(22)

para novis serta mengembangkan dimensi hidup yang ada dalam diri calon bruder FIC.

Begitu pentingnya pendalaman tersebut maka proses pendalaman perlu dilakukan secara rutin dan berkesinambungan oleh para Novis dengan begitu mereka menjadi semakin menghayati hidup panggilannya sebagai calon Bruder FIC dalam terang panggilan para murid menurut Injil Yohanes.

F. Sitematika Penulisan

Judul skripsi yang di pilih adalah: Panggilan Menjadi Bruder FIC dalam Terang Panggilan Para Murid Menurut Injil Yohanes. Untuk mempermudah memahami judul tersebut, akan diuraikan secara rinci menjadi lima bab. Adapun urutan-urutannya sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang Penulisan, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan

BAB II : PENGGILAN MENJADI BRUDER FIC

(23)

BAB III : PANGGILAN PARA MURID MENURUT INJIL YOHANES

Pada bab III ini, diuraikan pesan firman dari Kitab Suci yang mendukung kelima pokok sub tema yang tertuang dalam Konstitusi FIC. Adapun perikop yang mendukung kelima pokok sub tema tersebut antara lain; Murid-murid Yesus yang pertama (Yoh, 1:35-51). Dia Makin Besar, Aku Makin Kecil (Yoh, 3:22-36). Yesus

Gembala yang Baik (Yoh, 10:22-36). Pengakuan Petrus (Yoh, 6:67-71).

Gembalakanlah Domba-dombaku (Yoh, 21:15-19).

BAB IV : PROGRAM PENDALAMAN HIDUP PARA NOVIS BRUDER FIC

BERDASARKAN KELIMA POKOK SUB TEMA DALAM

KONSTITUSI FIC DAN BEBERAPA KUTIPAN INJIL YOHANES

1. Demi Kerajaan Allah

- Menjadi manusia seutuhnya yang berkembang kearah Yesus (Konst FIC, art. 1,2,3,4). Yoh. 1:1-18.

- Dipanggil untuk mewartakan Kerajaan Allah. (Konst FIC, art. 5, 6). Yoh. 20:19-23.

2. Tugas Kerasulan

(24)

3. Persekutuan Para Bruder

- Cinta kasih ala Yesus, dasar hidup komunitas yang menciptakan damai sejahtera (shalom). (Konst FIC, art. 35-37). Yoh, 15:9-17.

4. Ditopang oleh Allah

- Kehadiran dan cinta kasih Kristus yang nyata menopang panggilan kita sebagai religius. (Konst FIC, art. 54, 55, 56). Yoh, 17:6-23; Yoh, 15:1-8.

5. Pembaktian Diri

- Hidup Bersama Yesus dan para murid yang pertama melakukan kehendak Bapa dalam semangat Injil. (Konst FIC, art. 76, 77,78). Yoh, 1: 35-42.

BAB V : KESIMPULAN DAN PENUTUP

(25)

BAB II

PANGGILAN MENJADI BRUDER FIC

Panggilan menjadi Bruder FIC merupakan bentuk panggilan hidup dalam persekutuan. Sebagai panggilan hidup dalam persekutuan para bruder memiliki aturan-aturan hidup yang musti disepakati bersama. Dalam Konstitusi dikatakan, “Aturan-aturan hidup yang hendaknya disepakati dalam hidup bersama antara lain: Konstitusi, Statuta Kongregasi, Statuta Provinsi, dan peraturan-peraturan yang berlaku bagi setiap komunitas” (Konst FIC, art. 13). Ada empat bagian besar yang ada dalam Konstitusi yakni: Hidup Dalam Kongregasi, Pertumbuhan Dalam Kongregasi, Kepemimpinan dan Pengelolaan, dan Peraturan Akhir. Dari keempat

bagian tersebut hanya satu bagian yang dipilih yakni pada bagian pertama: Hidup dalam Kongregasi.

Hal ini menjadi penting karena Konstitusi merupakan ‘undang-undang dasar’ yang harus ditaati bersama oleh setiap anggota Kongregasi. Untuk itu, setiap anggota Kongregasi dituntut untuk memahami, mengerti, dan mengamalkan isi yang tersurat maupun yang tersirat dalam Konstitusi FIC tersebut. Dalam Konstitusi FIC ada beberapa bagian. Namun yang di bahas secara rinci dalam tugas akhir ini adalah pada Bagian pokok I. Pada bagian pokok I ini terkandung beberapa sub Tema yakni: Demi Kerajaan Allah, Tugas Kerasulan, Persekutuan Para Bruder, Ditopang Oleh Allah,

Pembaktian Diri. Setiap sub tema memiliki beberapa artikel yang harus dibaca,

(26)

A. Demi Kerajaan Allah

Berbicara tentang kerajaan Allah tidak bisa lepas dari warta yang disampaikan Yesus Kristus yang mewartakan kerajaan Allah itu sendiri. Dialah yang pertama kali mewartakan Kerajaan Allah. Artinya bahwa Allah sungguh meraja dalam diri setiap orang. Warta tentang Kerajaan Allah sungguh tampak dalam Injil Sinoptik. Di sana sering terdengar ungkapan sebagai berikut, “Kerajaan Allah itu seumpama…”(Mat, 13:24). Kemudian, “Waktunya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” (Mrk, 1:15). Ajakan Yesus untuk bertobat mempunyai arti penting bagi perkembangan pribadi, sebab dalam sabda tersebut Yesus mengajak seseorang untuk meninggalkan cara hidup lama dan mengenakan cara hidup yang baru bagi Allah, (Zannoni, 2004: 69).

Dalam Injil Yohanes dibahasakan demikian, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yoh, 3:3). Kelahiran baru melambangkan pertobatan yang mendalam dan akhirnya dimampukan untuk berkembang ke arah Yesus sendiri.

(27)

mungkin. Seperti setiap manusia, kita mengingini kebahagiaan yang terdalam dan paling sempurna” (Konst FIC, art. 1). Untuk mencapai kepribadian yang utuh dan mendapatkan kebahagiaan yang sempurna memerlukan waktu yang tidak sedikit. Perlu proses! Pengalaman jatuh bangun dalam menghadapi tantangan, kesulitan hidup serta pengolahan hidup yang mendalam menjadikan seseorang semakin dewasa dan bahagia dalam memaknai hidupnya.

Warta mengenai Kerajaan Allah yang masih perlu diperhatikan adalah tentang motivasi Yesus dan para murid-Nya mewartakan Kerajaan Allah. Yesus dan para murid-Nya mempunyai motivasi khusus dan jelas ketika mewartakan Kerajaan Allah. Adapun motivasi khusus dan jelas tersebut adalah bahwa mereka membaktikan seluruh hidup dan karyanya hanya bagi Allah. Bagi Yesus, Allah merupakan fokus yang utama. Oleh karena itu menjalin dengan Allah secara lebih intim bagi-Nya merupakan sesuatu yang mutlak (Lidi, 2005:17).

Yesus mengajak mereka yang sungguh ingin mengarahkan hidupnya melulu hanya untuk Allah. Ia bersabda: “Ada orang yang tidak dapat kawin karena dia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga” (Mat, 19:12).

(28)

Kerajaan Allah. Kerajaan Allah menjadi “satu-satunya yang perlu” bagi mereka. Sebagai “satu-satunya yang perlu” Kerajaan Allah itu perlu diusahakan. Adapun Kerajaan Allah dapat diumpamakan sebagai “harta terpendam” dan “mutiara yang berharga” (Mat, 13:44-46). Untuk mendapatkan harta dan mutiara yang terpendam, orang perlu bekerja keras untuk mendapatkan apa yang dicarinya. Maka tidak mengherankan kalau mereka dengan rela hati menjual seluruh kekayaan yang ada di dalam dirinya demi mendapatkan harta dan mutiara yang terpendam tersebut.

Sebagai orang yang sudah dibaptis, dan yang percaya kepada Yesus para bruder FIC juga diajak untuk mengamini bahwa Yesus adalah wahyu Allah sendiri. “…kita percaya bahwa Ia telah mewahyukan diri-Nya. Dalam Yesus dari Nazaret, kita melihat citra Allah yang hidup…” (Konst FIC, art. 3). Dalam Dokumen Konsili Vatikan II sendiri dikatakan demikian:

“Dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan menyatakan rahasia kehendak-diri-Nya…. Maka dengan wahyu ini Allah yang tidak kelihatan karena cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya, menyapa manusia sebagai sahabat dan bergaul dengan mereka, guna mengundang dan menerima mereka ke dalam persekutuan-Nya…..Melalui wahyu ini kebenaran yang paling mendalam, baik tentang Allah maupun tentang keselamatan manusia, menjadi jelas bagi kita di dalam Kristus yang sekaligus menjadi perantara dan kepenuhan seluruh wahyu” (DV, Pasal 2).

Para bruder FIC diajak untuk memperkembangkan hidupnya ke arah Yesus, semakin menyerupai Yesus sebagai pribadi yang mempesona dirinya.

“…Yesus mewahyukan kepada kita citra manusia yang memenuhi kehendak Allah secara sempurna. Oleh karena itu, menjadi manusia yang baik, menjadi manusia yang lebih baik berarti berkembang kearah Yesus, semakin menyerupai Yesus; menimba kehidupan dari hidup-Nya;

(29)

Untuk dapat mewartakan Kerajaan Allah seseorang musti menyadari bahwa Kerajaan Allah itu dekat dan ada diantara kita. Kerajaan Allah adalah sesuatu yang pribadi, dan Kerajaan Allah hadir disebabkan karena ketidakberdayaan kita (Zannoni, 2004: 75).

Pastor Ludovicus Rutten sebagai pencetus berdirinya Kongregasi FIC juga sungguh merasakan bahwa Kerajaan Allah perlu dihadirkan pada masa itu. Situasi sulit yang dialami oleh umat pada masa itu mendorongnya untuk memperhatikan anak-anak terlantar dengan cara mendidik dan mendampingi anak-anak. Demikian juga Br. Bernardus Hoecken. Sebagai bruder pertama dalam Kongregasi, ia selalu menekankan agar jangan pernah meninggalkan orang miskin (Konst FIC, art. 8).

Secara singkat dapat katakan bahwa apa yang menjadi keprihatinan Yesus juga menjadi keprihatinan para Bruder FIC. Dengan demikian Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus juga menjadi perhatian para Bruder FIC.

B. Tugas Kerasulan

(30)

anak 200 sampai 300 anak” (Kape, 1990:15-16). Jumlah anak yang didampingi oleh Pastor Rutten terus berkembang, sehingga ia memutuskan untuk mencari kaum muda yang sungguh mantap dan mau terlibat dalam karya baru untuk mendampingi anak-anak muda yang tersingkirkan.

Pemuda pertama yang menanggapi ajakan Rutten berasal dari ‘s-Hertogenbosch dan pada bulan September 1839 ia pergi ke St. Truiden untuk

mendapatkan pendidikan dasar menjadi calon bruder di tempat pendidikan calon Bruder Karitas. Kiranya pastor Rutten kurang beruntung pada calon bruder pertama ini. Sebab pada bulan Desember 1839 pemuda tersebut dipanggil oleh Tuhan. Untunglah bahwa sepeninggal pemuda dari s-Hertgenbosch, datang calon kedua yakni seorang pemuda yang berumur 29 tahun, putra seorang tukang kayu dari kota Tilburg yang bernama Jacques Hoecken (Ubachs, 2001:28). Pemuda inilah yang akan menjadi Bruder FIC pertama dalam Kongregasi FIC. Dikemudian hari beliau akan disebut Br. Bernardus (Kape, 1990:25). Karya kerasulan yang dirintis oleh para pendiri menjadi suatu tradisi dan tetap dipelihara dengan baik hingga saat ini. Hal itu terjadi karena Konstitusi menghendaki demikian “…dalam semangat pendiri, kita - sebagai Kongregasi - memutuskan bahwa tugas kerasulan kita terutama dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pembinaan” (Konst FIC, art. 16).

(31)

dijalankan para bruder semakin diberkati oleh Tuhan. Bruder Bernardus sendiri mengatakan demikian:

“Kongregasi sungguh hendak memberi perhatian kepada orang yang berkekurangan, dengan mengutamakan pendidikan anak-anak miskin dan terlantar, maka tidak cukuplah bila para bruder bekerja keras dengan kamauan yang baik saja serta dengan cita-cita luhur dan semangat suci” (Kape, 1990:43).

Sebagai Kongregasi yang bersifat internasional (Konst FIC, art. 6) para Bruder FIC diajak untuk berperan serta dalam pembangunan dunia yang lebih layak bagi manusia di luar tanah airnya sendiri (Konst FIC, art. 17). Untuk itu dibutuhkan sikap kesiapsediaan yang besar dan tanpa pamrih (Konst FIC, art. 22). Kesiapsediaan yang besar untuk membangun dunia baru diluar negaranya (daerah misi) nyata dalam semangat para Bruder di Maastricht. Paling tidak ada 113 Bruder yang mendaftarkan diri untuk merasul didaerah Misi dari 350 bruder yang ada pada waktu itu (Linden, 1981:3).

Para Bruder tersebut menunjukkan bahwa mereka selalu siap untuk menjalankan tugas kerasulan dimana dunia membutuhkan. Keberanian yang besar serta sikap tanpa pamrih untuk merasul sangat dibutuhkan dalam karya kerasulan, sebab dengan sikap tersebut mereka akan mampu menjalankan tugas kerasulan dengan baik. Sikap dasar lain yang perlu mendapatkan perhatian mendalam dan perlu terus diperkambangkan adalah sikap berani, mau menyangkal diri, ugahari, serta menghargai kemampuan diri.

(32)

untuk melawan keinginan serta kesenangannya sendiri. Dengan demikian, mereka diharapkan mampu bekerja bersama dengan orang lain; juga kalau bekerja di luar kongregasi kita, apa lagi sebagai bawahan (Konst. FIC. Art. 24). Dalam menjalankan tugas kerasulan, para bruder perlu menyadari bahwa yang dikerjakan dalam karya kerasulan bukanlah karyanya sendiri, melainkan karya bersama. Oleh sebab itu dukungan persekutuan dalam kongregasi menjadi sangat penting. Terlebih dalam menentukan jenis karya kerasulan. Hal ini juga memerlukan pertimbangan yang mantap serta memperhatikan tanda-tanda zaman dan dalam iman terbuka terhadap dorongan Roh Kudus (Konst. FIC. Art. 27). Apa yang tertuang dalam Konstitusi FIC dapat juga disebut dengan misi hidup bersama dalam Kongregasi (Primadiana dan Samosir 2003: 275).

Suatu karya kerasulan yang ditangani dengan pertimbangan yang baik, menyertakan Roh Kudus serta melihat gerak zaman, maka karya yang dilaksanakan akan menjadi semakin efektif. Terlebih lagi dalam menjalankan karya tersebut ada kerjasama yang baik dengan semua pihak. Dalam bukunya yang berjudul: Tarekat dan pihak-pihak yang lain, Rm. Piet Go menganjurkan demikian: “Kerjasama dengan semua pihak dapat dilakukan dengan sesama terekat, para mantan anggotanya serta mitra yang lain” (Piet, 2005:72-78).

(33)

kelebihan. Inilah yang disebut dengan; “Ada berbagai macam karunia, tetapi satu Roh. Ada bermacam-macam pelayanan tetapi satu Tuhan” (1 Kor, 12:4-5). Disadari atau tidak bahwa dalam menjalankan karya kerasulan sering terjadi ketidakcocokan antara pribadi yang satu dengan yang lain. Maka tidak tertutup kemungkinan bahwa tugas kerasulan yang kita jalani membawa kekecewaan. Kekecewaan muncul disebabkan oleh kelemahan atau kekurangan yang ada dalam diri kita sendiri maupun karena keterbatasan sesama yang ada dalam persekutuan kita (Konst FIC, art. 28).

Jika keadaan tersebut hidup terus dalam persekutuan kita, kehidupan rohani kita dapat mengalami stagnasi. Lain halnya kalau kekecewaan yang ada dalam persekutuan dapat diolah secara mandalam secara pribadi maka kekecewaan yang ada dapat menjadikan diri menjadi pribadi yang dewasa. Pribadi yang mampu menerima keadaan orang lain sebagaimana adanya serta berani memberi pengampunan kepada mereka yang telah membuat dirinya kecewa.

(34)

berdoa, untuk berkontak sungguh-sungguh dengan sesama, untuk berpartisipasi dalam kehidupan persekutuan, dan untuk beristirahat, serta berekreasi” (Konst FIC,. art. 29).

Bagaimanapun tugas kerasulan penting dalam hidup religius. Walaupun begitu, keharmonisan hidup baik secara pribadi maupun bersama perlu diperhatikan. Termasuk juga penghargaan kepada masing-masing pribadi yang ada dalam kongregasi. Sebab pribadi yang ada dalam kongregasi terutama mereka yang lemah, sakit, lanjut usia atau karena alasan lain, tetaplah bernilai dalam hidup kita. Mereka merupakan bagian dari hidup kita (Konst FIC, art. 30).

Dalam menjalankan tugas kerasulan, para bruder hendaknya selalu ingat bahwa kerasulan tanpa pendalaman hidup yang mendalam tidak berdayaguna. Tidak efektif. Maka kerasulan yang dijalankan hendaknya dilandasi oleh penghayatan triprasetia. “Triprasetia dan kerasulan kita tidak terpisahkan satu dari yang lain. Penghayatan triprasetia memperkaya semangat kerasulan kita, dan sekaligus kita boleh berharap, bahwa kegiatan kerasulan kita akan memperdalam penghayatan triprasetia kita” (Konst FIC, art. 31). Demikian halnya hubungan antara kerasulan dan persekutuan (Konst FIC, art. 32). Dalam artikel lain dikatakan bahwa “Kehidupan doa kita ditandai oleh motivasi kerasulan kita dan motivasi kerasulan kita diperkaya oleh doa kita” (Konst FIC, art. 33).

(35)

dapat merupakan model perubahan spiritual jika sikap yang jitu serta nilai-nilai dan tujuan-tujuan kristiani yang menyelarasi dituntut” (Hijweege dan Steggerda, 1994: 31).

Kemampuan untuk menyelaraskan antara hidup kerasulan dengan hidup doa, dalam kehidupan komunitas serta penghayatan triprasetia, menjadikan hidup kita semakin berkembang. Dengan demikian, kita yakin bahwa kerasulan yang kita jalankan menjadi subur dan menghasilkan buah melimpah. “Semakin mendalam hidup kita dan semakin mencari Allah yang mahakasih, maka segala sesuatau dalam hidup kita pun akan semakin harmonis, bertemu, dan manyatu … dan dalam Dia segala sesuatu akan bergabung dalam kasih.” (Konst FIC, art. 34).

C. Persekutuan Para Bruder

1. Dasar hidup persekutan

Dasar hidup persekutuan para bruder tidak lepas dari kehidupan jemaat perdana. Kehidupan yang dijiwai oleh Roh Yesus memungkinkan mereka mampu hidup sehati sejiwa (Kis, 4:32). Mereka hidup bukan untuk diri mereka sendiri melainkan juga memperhatikan orang-orang yang ada disekitarnya. Dampaknya adalah bahwa banyak jemaat yang hidupnya berkekurangan. (Kis, 4:34). Apa yang dilakukan oleh jemaat pertama ini mau mewujudnyatakan perintah Yesus yakni saling melayani. Membantu mereka yang sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan.

(36)

FIC, art. 35). Dengan demikian kehadirannya dapat membahagiakan orang lain (Konst FIC, art. 36). Kebahagiaan ini menjadi semakin mendalam kalau dalam hidup persekutuan itu sendiri dibangun sikap yang hangat dalam hidup bersama. hal tersebut sesuai dengan rumusan Konstitusi FIC yang berbunyi: “Membentuk persekutuan berarti mendampingi dalam suka dan duka; bersedia saling mengerti dan memahami, saling menghargai, mendorong, memberikan inspirasi, dan terus menerus siap sedia saling mengampuni (art. 37).

Sebagai ciptaan yang tak sempurna, para bruder dapat saja berbuat salah kepada bruder yang lain. Keadaan semacam ini sungguh dapat melukai dan mengecewakan satu dengan yang lain. Walaupun begitu, perlu disadari bahwa suasana yang demikian dapat juga memperkembangkan pribadi ke tingkat kehidupan rohani yang lebih mendalam serta mempersatukan persaudaraan kita (Konst FIC, art.. 38). Karena itu dibutuhkan kehendak yang kuat dari dalam diri setiap bruder agar apa yang menjadi harapan bersama menjadi nyata.

(37)

2. Kesatuan dalam keanekaragaman

Tidak dapat dipungkiri bahwa Kongregasi FIC sebagai Kongregasi internasional. Artinya bahwa keanekaragaraman dalam Kongregasi mau tidak mau ada. Namun keanekaragaman yang ada bukan sebagai halangan untuk terjadinya kesatuan. Kesatuan dalam keanekaragaman dalam persekutuan tampak nyata dalam buku yang berjudul: Seluruh Hidupku Bagi Allah dan Sesama. Dalam buku tersebut dapat dilihat secara jelas bahwa masing-masing provinsi baik itu Belanda, Indonesia, Ghana, Chili, Malawai mengalami kesulitan dalam menjalani hidup bersama namun demikian semua tetap berusaha untuk mencapai satu tujuan yakni adanya kesatuan untuk semua. (Hijweege dan Steggerda, 1994:34).

Kesulitan dalam membangun hidup persekutuan dapat diakibatkan oleh banyak faktor. Kesulitan tersebut biasanya diakibatkan oleh latar belakang hidup masing-masing bruder. Walaupun begitu, kehidupan sebagai bruder dalam persekutuan harus terus diperjuangkan. Konsitutsi sendiri meyakini bahwa keanekaragaman ini memiliki pengaruh yang dapat memperdalam dan memperkaya jika dilaksanakan secara tepat. Keanekaragaman yang ada tidak perlu merusakkan kesatuan kita. “Kita dapat terus-menerus membentuk suatu persekutuan yang kuat dan tetap dapat dikenal sebagai saudara (bruder) seorang terhadap yang lain sebagai anggota Kongregasi (Konst FIC, art. 43).

3. Organisasi dan Peraturan dalam Hidup Persekutuan

(38)

Kongregasi, kitapun membutuhkan peraturan-peraturan yang muncul dari persekutuan kita sendiri demi kesejahteraan persekutuan kita (Konst FIC, art. 47). Adapun peraturan yang dibuat ini bukanlah bersifat mutlak. Karena itu peraturan yang ada dapat saja diubah jika persekutuan sungguh menghendakinya.

Peraturan yang ada dalam Kongregasi di ditetapkan sebagai peraturan yang mengikat kehidupan bersama. Perturan tersebut adalah Konstitusi. Berdasarkan Konstitusi dibuatlah Statuta Kongregasi dan Statuta Provinsi. Ketiga peraturan tersebut merupakan Hukum Kongregasi. Karenanya, Hukum sungguh mengungkapkan semangat yang hendaknya diperjuangkan oleh semua anggota kongregasi (Konst FIC, art. 48).

4. Kepemimpinan dalam Persekutuan

Di dalam hidup persekutuan, tidak mungkin tidak ada seorang pemimpin. Artinya seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam hidup bersama. Pemimpin di sini bukanlah pemimpin politik yang dapat menggunakan berbagai usaha untuk dapat menguasai anggotanya. Karena itu pemimpin hendaknya dapat memberikan suasana yang menenteramkan seluruh anggota. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu melaksanakan tugasnya dengan semangat Yesus. “Aku datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” (Mat, 20:28).

(39)

“ Para bruder yang bertugas memimpin diharapkan memberikan inspirasi, dorongan, meningkatkan persatuan dan kerjasama, serta mengarahkan persekutuan dengan sarana organisasi dan peraturan yang tepat guna. Mereka diharapkan mendengarkan apa yang menjadi harapan para bruder, memahami kesukaran-kesukaran dan kesedian manusiawi, mau menunjukkan kesalahan, kekhilafan, dan kelemahan-kelemahan, dan bertindak tegas dengan penuh kewibawaan bila hal tersebut dibutuhkan” (Konst FIC, art. 50)

Br. Bernardus Hoecken sendiri mengatakan bahwa menjadi pemimpin bukanlah suatu tugas yang ringan. Untuk itu Hoecken memberikan petunjuk bagi para pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Ada beberapa petunjuk praktis yang perlu dilaksanakan olah para pemimpin entah pemimpin provinsi maupun komunitas. (Hoecken, 1994:92-95)

Santo Vincensius a Paulo mengilustrasikan pentingnya seorang pemimpin. Vincensius pernah menggambarkan demikian: “Pada umumnya jika seorang tentara kalah dalam perang, pemimpin tentaralah yang dipersalahkan; begitu pula penyelewengan, pelanggaran, dan kekacauan berasal dari kelemahan pemimpin.” Dari gambaran tersebut, bisa dipahami bahwa pemimpin memiliki tanggung jawab moral yang cukup besar terhadap segala sesuatu yang terjadi pada anggotanya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama yang baik antara anggota dan pemimpin. Maka menjadi baik dan tepat jika semua anggota terlibat untuk memberikan kebahagiaan kepada sesama anggotanya (Konst FIC, art. 52).

D. Ditopang Oleh Allah

(40)

lebih mendalam. Namun demikian manusia tidak dapat menentukan seluruh perjalanan hidupnya di dunia ini. Manusia selalu dihadapkan pada sesuatu yang misteri. Berhadapan dengan sesuatu yang misteri inilah manusia berjuang untuk mengungkap misteri tersebut. Namun ketika tidak dapat mengungkap misteri tersebut dia menyerahkan dirinya tanpa syarat kepada Allah. Penyerahan diri tanpa syarat inilah yang disebut dengan iman. “Iman tumbuh dan berkembang karena rahmat Allah. (Konst FIC, art. 54).

Sebagai religius, kita bersyukur karena boleh merasakan bahwa Allah yang hidup selalu menyertai hidup kita. Allah sendiri dengan penuh kasih mewahyukan diri-Nya, “Allah Adalah kasih” (1Yoh, 4:8). Kasih Allah nyata dalam diri Putra-Nya yang diutus ke dunia,

“ Pewahyuan kasih Allah yang paling utama yaitu Yesus Kristus. Dalam Dia, Allah yang tak terbatas telah datang di antara kita, dalam penjelmaan yang terbatas dan duniawi. Yesus Kristus itulah Allah beserta kita; Yesus itulah saudara kita, sama seperti kita dalam segala hal kecuali dalam hal dosa”. (Konst FIC, art. 56).

(41)

dengan penuh kesungguhan dapat menyuburkan tugas pengutusan kita dan mampu mengobarkan semangat kerasulan kita (Konst FIC, art. 62). Apa yang tertulis dalam Konstitusi tersebut di atas tidak jauh dengan apa yang dirumuskan oleh para Bapa Konsili:

“ Maka dari itu para anggota setiap tarekat hendaklah mencari Allah satu-satunya dan di atas segalanya. Mereka wajib mengadakan kontemplasi, yang membuat mereka berpaut pada-Nya dengan budi dan hati, dengan cinta kasih kerasulan, yang menjiwai usaha mereka menggabungkan diri kapada karya Penebusan dan menyebarkan Kerajaan Allah” (PC, art. 5:251)

Sebagai religius kita hendaknya perlu menyediakan waktu yang cukup untuk menjalin relasi dengan Yesus Kristus. Tanpa adanya relasi yang baik dengan Yesus Kristus, kerasulan yang dilakukan mengalami kerugian yang besar. Sebab hanya melalui Kristus, kita mampu mempelajari arti terdalam tentang menjadi manusia bagi orang lain (Konst FIC, art. 62). Kita dapat berdoa dengan baik, kaya dan mendalam bila kita mampu menyertakan serangkaian karya hidup kita sehari-hari di dalam doa harian. Di dalam biara ada kegiatan berdoa bersama (Konst FIC, art. 64), juga ada kegiatan berdoa pribadi (Konst FIC, art. 65). Dengan berdoa bersama, kita diharapkan mampu masuk ke dalam keheningan hati dan masuk bersatu dengan Allah. Dan dengan berdoa pribadi kita semakin mampu menciptakan suasana batin yang semakin damai. Dari kegiatan berdoa tersebut kita mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam iman. Untuk itu kita harus meninggalkan diri kita sendiri agar mencapai persatuan dengan Allah dan dengan sesama kita (Konst FIC, art. 66).

(42)

kita dapat menimba kekuatan dari Allah melalui Sabda Allah yang termuat dalam Kitab Suci (Konst FIC, art. 68). Kitab Hukum Kanonik juga mengajak kita untuk membaca Kitab Suci, “Hendaknya meyediakan waktu untuk bacaan Kitab Suci serta doa meditasi, merayakan ibadat harian dengan layak seturut ketentuan peraturan tarekatnya” (KHK, 663 § 3). Uraian dari Konstitusi dan Kitab Hukum Kanonik tersebut mau menegaskan bahwa Kitab Suci memiliki peran penting bagi setiap religius untuk semakin mengenal Allah baik itu melalui Kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Allah yang dialami dan dirasakan secara dekat oleh bangsa Israel. Dialah Allah yang setia. Allah yang dapat dijadikan teladan hidup bagi religius agar hidup selaras dengan Allah sendiri. Kesetiaan Allah yang konkrit tampak nyata dalam diri Yesus. Dialah Mesias (penyelamat), dan Kristus (Yang Terurapi), Sabda yang menjadi daging. Manusia yang menjadi segala-galanya bagi semua orang dan pewarta Kabar Gembira. Kenyataan membuktikan bahwa Yesus adalah Sang Kabar Gembira.

(43)

Kenyataan lain yang tidak dapat ditinggalkan oleh kita sebagai religius adalah mengikuti perjamuan Ekaristi. “Ekaristi merupakan perayaan tertinggi persatuan kita dengan Yesus, perayaan tertinggi cinta kasih. Ekaristi juga merupakan perayaan persatuan kita seorang terhadap yang lain dan dengan semua orang di dalam Dia.” (Konst FIC, art. 70).

Melalui perayaan Ekaristi ini kita diajak untuk memperingati persembahan diri-Nya dengan penuh syukur. Persembahan penuh syukur yang dilakukan oleh Yesus inilah yang perlu kita teladani. Yang mau dikatakan di sini adalah bahwa Ekaristi memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu kita perlu menyambut komuni suci dalam hidup harian kita. (Konst FIC, art. 71).

Hal senada juga diyakini oleh Ibu Teresa dari Kalkuta. Ia mengajak kepada kita semua untuk tidak meninggalkan Ekaristi, karena Ekaristi merupakan sumber daya rohani yang tiada tara, makanan rohani yang menguatkan, serta sebagai tempat untuk menimba hidup dan karyanya. Ekaristi juga memuat teladan dan tindakan kasih yang paling agung, mengenal kasih Allah yang mewujud dalam pemberian Putra-Nya sendiri supaya manusia yang miskin akan kasih memiliki kembali kasih itu sehingga semakin mampu membangun hidup dalam Allah.

(44)

Tuhan yang ia rasakan setelah menyambut komuni suci. Kekaguman tersebut tampak nyata dalam rumusan dibawah ini:

“Betapa Tuhan yang begitu agung dipegangnya dengan jari-jari tangannya yang kecil, bahkan doa membiarkan diri dipecah-pecahkan untuk dibagi-bagikan. Belum lagi Tuhan yang begitu kaya dan berkuasa membiarkan diri untuk disantapnya. Ini sungguh suatu misteri yang amat mengagumkan, misteri yang begitu indah, dan tak pernah habis untuk dimengerti dan digali. Misteri yang mampu mengalirkan daya kekuatan yang begitu besar bagi hidup dan pelayannya” (Cahyadi, 2003:155).

Disadari bersama bahwa kita sering berdoa. Kita juga sering menerima Sakramen Ekaristi setiap hari. Namun demikian kita sering jatuh dalam kesalahan dan dosa yang sama. Sebagai manusia kita memang lemah dan rapuh. Untuk itu kita membutuhkan pengampunan dari sesama dan Allah sendiri. Yesus Kristus sendiri mengajar kita berdoa demikian, “…ampunilah kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” (Mat, 6: 12). Ayat ini mengajak kita agar kita senantiasa memohon ampun kepada Allah dengan menerima sakramen tobat (KHK, Kan. 664:207).

(45)

Keberanian Maria untuk menjawab “ya” terhadap panggilan Tuhan membawa keselamatan bagi manusia. Karena itu Maria dapat dijadikan teladan dalam hidup kita. Dialah putri pilihan Allah. Dialah bunda yang selalu setia mendampingi putranya dari lahir hingga wafat-Nya di kayu salib. Fiatnya yang berbunyi, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu,” (Luk, 1:38). Fiat yang telah diungkapkannya bukanlah kata-kata kosong dan tanpa makna. Kata yang tidak memiliki arti. Fiat yang diungkapkan Maria sungguh memiliki makna yang dalam bagi hidupnya dan bagi umat manusia. Maria berani menanggung segala duka derita demi panggilannya menjadi bunda penyelamat. Para bruder FIC sendiri sangat menghormati Bunda Maria. Karenanya Ibu Maria dijadikan pelindung Kongregasi dan dijadikan teladan bagi hidup para bruder. Wujud konkrit agar Bunda Maria dijadikan teladan ada dalam Konstitusi FIC yang berbunyi: “Kesetiaan, kerendahan hati Maria, dan kepekaan serta kepedulian terhadap kebutuhan-kebutuhan manusia, dapat kita jadikan teladan bagi kehidupan kita sebagai religius yang merasul”. (Konst FIC, art. 75).

E. Pembaktian Diri

(46)

1. Kaul Ketaatan

Ketaatan menuntut kesiapsediaan kita untuk mendengarkan dan taat. (Konst. FIC, art. 79). Kesiapsediaan yang kita maksudkan di sini adalah kesiapsediaan untuk menjalankan tugas perutusan seturut teladan Yesus. Dalam menjalankan tugas perutusan ini kita musti mempergunakan seluruh kemampuan yang ada dalam diri kita sehingga kita mencapai kehidupan manusiawi yang mendalam dan berbuah melimpah. (Konst FIC, art. 80). Dengan prasetia ketaatan seorang religius dituntut untuk menangggapi tugas kerasulan yang dipercayakan kepadanya oleh para pemimpin dan penguasa kongregasi yang sah menurut Konstitusi kita (Konst FIC,. art. 81). Selain itu religius juga perlu taat kepada Paus sebagai pemimpin Gereja di seluruh dunia. Hal ini sesuai dengan bunyi Kitab Hukum Kanonik. “Masing-masing anggota wajib dan taat kepada Paus, selaku pemimpin mereka yang tertinggi, juga atas dasar ikatan ketaatan suci.” (KHK, Kan. 590 § 2).

Ketaatan yang dimaksud di sini tentu bukan ketaatan pasif melainkan ketaatan aktif yaitu ketaatan yang memungkinkan kaum religius mampu mengaktualisasikan dirinya seturut kehendak Allah. Semua itu menjadi mungkin jika dalam iman, kita mengarahkan hidup kita kepada kehendak Allah. (Konst FIC, art. 83). Melalui kaul ketaatan, para religius diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi kesejahteraan umat manusia dan kesejahteraan persekutuannya sendiri.

(47)

berlaku bagi para anggota kongregasi. Seorang pemimpin pun perlu menumbuhkan ketaatan. Adapun ketaatan yang diharapkan disini adalah ketaatan dan kesediaan untuk mendengarkan dengan setia serta peka terhadap bimbingan Roh Kudus. (Konst. FIC, art. 85).

2. Kaul Kemiskinan

Membicarakan atau menjelaskan mengenai kaul kemiskinan kepada umat tidaklah mudah. Hal ini disebabkan pada fakta yang menunjukkan bahwa religius adalah tidak miskin jika dibandingkan dengan masyarakat di sekitarnya. Namun kemiskinan yang ingin ditekankan dalam hidup religius adalah kemiskinan yang dilihat sebagai sikap religius itu sendiri terhadap sarana atau harta yang ada dalam komunitas. Seorang religius diharapkan memiliki sikap tidak melekat pada harta-benda, atau memiliki sikap lepas bebas. Artinya religius dikatakan miskin karena dia tidak melekat pada harta benda yang ada dalam kongregsinya (Ladjar, 1983: 43).

Dengan tidak lekat pada harta benda yang ada dalam Kongregasi, seorang religius diharapkan mampu mengabdikan diri sepenuhnya demi pelayanan kepada Allah dan demi pelayanan kepada kedatangan kerajaan-Nya. Dengan demikian dia juga menjadi tanda bagi datangnya Kerajaan Allah di dunia. Dalam Injil Yesus bersabda, “berbahagialah hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.” (Luk, 6:20). Yesus sendiri hidup dalam kesederhanaan dan keugaharian (Konst FIC, art. 86).

(48)

sabda dan teladan Yesus. “Mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri (Kis, 4:32). Suasana yang tercipta dalam jemaat perdana sungguh baik kalau dihidupi oleh religius zaman sekarang. Konstitusi FIC merumuskannya dengan bahasa yang sangat bagus demikian,

“Seperti mereka, kita juga ingin hidup sesuai dengan sabda dan teladan kemiskinan Kristus. Baik sebagai perseorangan maupun sebagai persekutan, dalam hal penggunaan uang dan harta milik, serta segalanya yang kita terima atau kita hasilkan, kita serahkan kepada persekutuan demi pertumbuah Kerajaan Allah.” (Kont FIC, art. 88).

Sebagai religius kita perlu memahami maksud dan tujuan dari prasetia kemiskinan itu sendiri. Salah satu artikel Konstitusi merumuskan demikian,

“Kita berprasetia kemiskinan, artinya kita ingin menggantungkan diri kepada Kongregasi dan kepada penguasa Kongregasi dalam penggunaan serta pengaturan uang dan harta milik. (Konst FIC Bagian III. No 11. Dari art. 159-171). Dalam semangat itulah pola hidup kita sebagai pribadi dan sebagai persekutuan akan berupa pola hidup ugahari. Dalam semangat itulah kita memiliki suatu perhatian istimewa terhadap yang miskin dan yang berkekurangan dalam hal harta dan uang. Dalam semangat itu juga kita terarah kepada kebenaran, pertolongan bagi orang yang membutuhkan, dan kita menentang pemerasan tenaga serta struktur ekonomi yang tidak adil.” (Konst FIC, art. 89).

Dengan mencermati dan memahami maksud dan tujuan dari kaul kemiskinan seorang religius sungguh diajak untuk hidup dalam keugaharian. “Kita ingin menghindari segalanya yang dapat dipandang sebagai nafsu mengejar kekayaan, kekuasaan, dan kehormatan atau gengsi, serta mencari keuntungan dan milik.” (Konst FIC, art. 90).

(49)

kesetiakawanan yang dilakukan dengan tulus menjadikan seorang religius memiliki sikap lepas bebas dari kelekatan-kelekatan harta duniawi. (Konst, FIC, art. 92). Dengan demikian mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik tanpa mengharapkan imbalan dari orang yang dilayaninya. Kiranya sikap inilah yang harus hidup dan menjiwai diri seorang religius.

3. Kaul Kemurnian

Dalam hidup bakti, kaul kemurnian dapat juga disebut hidup wadat. Hidup wadat adalah salah satu dari tiga kaul seperti yang diduraikan di atas. Katiga kaul tersebut diikrarkan dengan penuh kesadaran dan kebebasan. Tidak ada orang yang dipaksa untuk mengikrarkan hidup wadat. Sebagai bruder yang mengikrarkan untuk hidup wadat, hidupnya melulu hanya untuk Kerajaan Allah. Jadi dapat dikatakan bahwa hidup wadat tidak hanya memiliki arti bahwa dia tidak menikah.

Hidup wadat memiliki arti yang jauh lebih mendalam daripada hidup tidak menikah. Oleh karena itu orang yang memilih hidup wadat hendaknya sadar bahwa dia menjadikan dirinya untuk mengabdi Allah demi pelayanan kepada-Nya serta pelayanan kepada kedatangan kerajaan-Nya (Konst FIC, art. 94).

(50)

Dari kutipan di atas menjadi jelas bahwa religius yang mengikrarkan diri untuk hidup wadat atau hidup tidak kawin karena kemauan bebasnya sendiri. Dia melakukan hidup wadat karena dia ingin hidup hanya melulu untuk datangnya Kerajaan Allah. “Dengan hidup wadat seluruh diri-Nya dipersembahkan kepada Bapa dan terarah kepada sesama. Dalam kasih Dia mengosongkan diri secara total, menjadi segalanya bagi semua orang” (Konst FIC, art. 95).

Sebagai religius yang mengikrarkan hidup wadat, kita diminta menyatakan kesediaan kita secara penuh untuk mengikuti Kristus dan seperti Kristus. Selain itu, kita juga diminta untuk mengungkapkan pembaktian diri secara total untuk terlaksanannya Kerajaan Allah (Ladjar, 1983. 41).

Kesediaan kita secara penuh untuk mengikuti Kristus, memungkinkan kita menjadi pribadi yang dewasa. Pribadi yang dewasa adalah pribadi yang dapat hidup tolong menolong dalam menghayati hidup wadat. “Sebagai bruder, kita hendaknya saling menolong dalam menghayati hidup wadat kita. …. Dalam hal ini, doa dan laku tapa yang sehat amat sangat kita perlukan.” (Konst FIC, art. 97). Dilihat dari dimensi kerasulan, seorang religius yang memilih hidup wadat dapat semakin dekat dengan Kristus. Demikianlah kita semakin dibimbing untuk memperhatikan sebanyak mungkin orang secara peka dan penuh kasih, teristimewa bagi mereka yang sungguh kurang mengalami cinta kasih. (Konst FIC, art. 98).

(51)

mengandalkan Allah dalam hidupnya. “Para religius wajib berusaha menghayati kaul mereka dengan setia, semakin percaya akan amanat Tuhan, bertumpu pada bantuan Allah serta tidak mengandalkan kekuatannya sendiri” (PC, no. 12:256).

Salah satu hal yang perlu disadari oleh religius adalah bahwa religius merupakan orang yang bebas. Orang yang menyediakan diri seutuhnya bagi sesama dan Tuhan. Walaupun demikian tidak berarti bahwa seorang religius adalah orang sudah sempurna. Kita tetap menemui kesulitan dan kesukaran, bahkan kekecewaan untuk bertumbuh pada sesuatu yang lebih baik. Konstitusi FIC mengatakan demikian: “Kita berusaha untuk tumbuh dalam kasih, dengan setia dan penuh harapan, dan karena itu kita akan mengalami sukacita persatuan kita dengan Kristus, dengan sesama bruder dan dengan banyak orang lain. (Konst FIC, art. 99). Uraian hidup pembaktian diri di atas perlu diperjuangkan oleh mereka yang ingin hidup sebagai religius baik untuk religius pria maupun wanita.

(52)

BAB III

PANGGILAN PARA MURID YESUS

MENURUT INJIL YOHANES

Dalam bab III ini akan diuraikan mengenai Panggilan Para Murid Yesus Menurut Injil Yohanes. Tema ini menjadi penting karena memuat Panggilan Para Murid Yesus Sang Putra Allah (Yoh, 10:36). Yohanes menjelaskan bahwa Yesus adalah seorang Guru yang belum pernah ada orang yang berkata seperti diri-Nya (Yoh, 7:46).

Panggilan Para Murid Yesus Menurut Injil Yohanes diharapkan dapat menjadi acuan bagi bruder FIC dalam menanggapi panggilannya untuk tetap tekun, setia dan beriman mendalam kepada Yesus. Sebab Yesus merupakan pribadi yang patut di contoh tentang ketekunan serta kesetiaan-Nya terhadap rencana Allah. Dengan penuh kesadaran Yesus menjalankan tugas yang dipercayakan kepada-Nya yakni menyelamatkan umat manusia dari belenggu dosa. Ia hadir ke dunia untuk mencari pendosa. Artinya bahwa Yesus hadir untuk memperbaiki hubungan manusia dengan Allah (Breemen, 1976:33).

(53)

A. Murid-murid Yesus yang pertama (Yoh, 1:35-51).

Para murid Yesus yang pertama sebelumnya tidak mengenal siapa itu Yesus sebenarnya. Mereka dikenalkan oleh Yohanes gurunya. Yohanes memberi kesaksian dengan berkata: “Lihatlah Anak Domba Allah!” (Yoh, 1:36). Mendengar perkataan gurunya, para murid mengikuti Yesus (ay. 37). Ungkapan Yohanes yang mengatakan kepada para murid bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah dapat menimbulkan pertanyaan. Ada maksud apa Yohanes mengatakan hal itu kepada para muridnya? Apakah Yohanes menginginkan agar para muridnya menjadi pengikut Yesus? Ataukah Yohanes dengan penuh kesadarannya ingin mengurangi pananpilannya dihadapan publik dan membiarkan Yesus untuk menggantikan posisinya di depan umum? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin ada benarnya. Namun yang jelas bahwa Yohanes menginginkan agar para muridnya sungguh-sungguh mengenal Yesus yang sebenarnya. Hal ini tampak sesudah dia mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah, namanya tidak lagi muncul dalam ayat selanjutnya. Semua itu mau menggambarkan bahwa Yohanes sungguh menyerahkan para muridnya kepada bimbingan Yesus.

(54)

murid-Nya bukan untuk menyediakan data secara kronologis (Yayasan Komuniksasi Bina Kasih, 1982.270). Dalam perikop ini nama beberapa murid Yesus yang tinggal bersamanya disebutkan diantaranya: Andreas Saudara Simon Petrus (ay. 40). Andreas mula-mula bertemu dengan Simon saudaranya dan berkata kepadanya: “kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus).” (ay. 41). Kemudian Simon dibawa kepada Yesus. Ketika bertemu Simon, Yesus memberikan julukan yang terkenal kepadanya hingga saat ini yakni Kefas (artinya: batu karang), (ay. 42). Kefas adalah bentuk Aram dan artinya sama dengan Petrus dalam bahasa Yunani (Yayasan Komuniksasi Bina Kasih, 1982.272).

Selain kedua nama di atas ada beberapa nama lagi yakni: Filipus. Ketika bertemu dengan Filipus, Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” (ay. 43). Ajakan Yesus ditanggapi oleh Filipus dengan penuh antusias. Dia berasal dari kota Betsaida kota Andreas dan Petrus (ay. 44). Kemudian Pilipus bertemu dengan Natanael yang dalam Injil Sinoptik disebut Bartolomeus (Mat, 10:1-4; Mrk, 3:13-19; Luk, 6:12-16).

(55)

Mendengar ungkapan Yesus yang demikian tajam Natanael menjawab: “Bagaimana Engkau mengenal aku?” Jawab-Nya kepadanya: “Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.” (ay. 48). Yesus begitu mengenal Natanael secara pribadi dan mendalam. Sementara Natanael tidak mengenal siapa Yesus sebenarnya. Kenyataan inilah yang menjadikan Natanael berkata kepada Yesus: “Rabi, Engkau Anak Allah, Engkau Raja Orang Israel!” (ay. 49). Ungkapan Natanael inilah yang menjadi titik balik dari ketidakpercayaan menjadi percaya kepada Yesus. Natanael yakin bahwa Yesus bukan orang sembarangan.

Akhrinya dia meyakini juga Yesus adalah Anak Allah, Raja Orang Israel. Mendengar perkataan Natanael Yesus menjawab: “Karena Aku berkata kepadamu: Aku melihat engkau dibawah pohon ara, maka engkau percaya? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar dari pada itu.” Yesus pun melanjutkan katanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaekat-malaekat Allah turun naik kepada Anak Manusia.” (ay. 51-52)

(56)

Belajar dari tokoh-tokoh di atas, para bruder hendaknya juga bersikap kritis terhadap apa yang sudah dipilihnya sehingga hidup panggilan yang sudah lama dirintis dan dijalani tidak mudah untuk ditinggalkannya. Ia hendaknya menjadi pribadi yang tegar dan kuat dalam menghadapi segala macam tantangan hidup. Ia juga diharapkan menjadi semakin yakin bahwa apa yang telah dipilih dan diperjuangkan selama ini sungguh merupakan pilihan yang tepat. Sebuah pilihan yang sungguh-sungguh dapat diandalkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara benar baik terhadap diri sendiri, sesama, dan Tuhan sendiri. Perlu disadari juga bahwa panggilan murid-murid pertama digambarkan sebagai lukisan panggilan yang berlaku tanpa batas waktu (LBI, 1981.35).

Demikian halnya hidup panggilan sebagai seorang bruder. Bruder adalah panggilan seumur hidup. Untuk itu seorang bruder harus berjuang secara maksimal dan berusaha terus menerus menghayati hidup panggilannya. Seorang bruder perlu hidup dalam lingkungan dan suasana di mana Yesus berada. Perintah Yesus: “Marilah dan kamu akan melihatnya” (ay. 39) menjadi sangat penting untuk direfleksikan setiap hari. Dalam Yohanes, “melihat” memiliki arti yang sesungguhnya yakni “percaya”. (Yoh, 6:40). Kepercayaan inilah yang perlu dihidupi setiap saat sampai sungguh menyadari bahwa Yesus selalu menyertai hidup panggilannya sampai kepada akhir zaman. Dengan demikian dia semakin berani dan bangga untuk mengatakan sekali menjadi bruder tetap bruder.

B. Dia Makin Besar, Aku Makin Kecil (Yoh, 3:22-36).

(57)

Perikop ini sebenarnya berisi kesaksian Yohanes tentang Yesus. Perikop ini dipilih karena isinya sangat baik dan mendalam. Menjadi baik dan mendalam karena ketika Yesus melakukan pembatisan di daerah Yudea bertepatan dengan kegiatan pembaptisan yang dilakukan oleh Yohanes. Berhubung keduanya memiliki murid, terjadilah perselisihan diantara mereka. Perselisihan muncul ketika para murid Yohanes datang kepadanya dan berkata: “Rabi, orang yang bersama-sama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia Engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya.” (ay. 26).

Pertanyaan tersebut sungguh mengisyaratkan adanya suasana bingung dikalangan para murid. Mereka melihat adanya persaingan dalam kegiatan pembaptisan. Namun demikian Yohanes berusaha menetralisir kegalauan para muridnya dengan berkata: “Tidak ada seorangpun yang daapt mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari surga.” (ay. 27). Dalam tafsir Kitab Suci, ayat tersebut mau mengungkapkan wibawa ilahi Yesus yang tidak dapat diambil oleh Yohanes daripada-Nya. (Yayasan Komuniksasi Bina Kasih, 1982. 277).

(58)

perempuan. Dalam hal ini, kehadiran Yohanes di dunia untuk mempersiapkan jalan bagi Yesus memiliki peranan yang sangat penting. Perkataan Yohanes Pembaptis yang berbunyi: “Dia Harus semakin besar, tetapi aku harus makin kecil.” (Yoh, 3:30) menjadi sangat penting disini. Yohanes sadar diri bahwa ia harus mulai mudur dari hadapan publik. Hal ini dikarnakan dia telah mendengar bahwa pengantin pria telah datang untuk meminta Israel pengantin perempuannya. Kiranya ia bersuka cita dengan keputusan untuk mengudurkan dirinya. (LBI, 1981. 46).

Kesaksian tentang Yohanes Pembaptis sungguh dapat dijadikan acuan bagi para religius termasuk para bruder FIC. Kalau Yohanes bisa mengatakan bahwa Dia harus makin besar dan aku harus masih kecil, kitapun diharapkan demikian. Sebab memang Kristuslah yang kita wartakan. Kalau yang terjadi sebaliknya yakni kita semakin besar dan Yesus semakin kecil, kita perlu mempertanyakan hidup religius kita. Maka dari itu perlu diadakan penyadaran terus menerus bahwa Yesus adalah sentral dalam hidup kita sebagai religius. Dialah yang kita wartakan bukannya diri kita. Sebab bagaimanapun Yesus Kristus adalah Sabda Allah yang menjelma menjadi manusia. Dia merupakan puncak dan pusat seluruh wahyu (Telaumbanua, 1999:30).

C. Yesus Gembala yang Baik (Yoh, 10:1-18).

(59)

Ternyata perumpanaan mengenai gembala yang baik tidak hanya terdapat dalam Perjanjian Baru melainkan juga dalam Perjanjian Lama.

Perjanjian Lama ada beberapa perikop yang membicarakan mengenai gembala diantaranya Mazmur 23 dan Yeremia 34. Mazmur 23 ingin memperlihatkan secara jelas bahwa Tuhan adalah Gembala yang baik. Sebagai gembala yang baik Tuhan memberikan segala sesuatu yang menjadi kerinduan domba-domba-Nya. Ketika domba-Nya lapar, ia dibawa ke padang rumput yang hijau. Ketika haus domba dibawa ke sumber air yang tenang. Ia juga menuntun ke jalan yang benar ketika melihat domba gembalaan-Nya tersesat. Sungguh suatu pemamndangan yang indah. Tuhan adalah Gembala yang dapat diandalkan.

Sedangkan dalam Kitab Nabi Yeremia 34, Tuhan memperingatkan kepada para gembala yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik. “Celakalah para gembala yang membiarkan kambing domba gembalaan-Ku hilang dan terserak!” (ay. 1). Ayat tersebut dengan jelas memperingatkan bagi gembala-gembala yang tidak menggembalakan dombanya dengan baik. Kemudian dalam ayat selanjutnya Tuhan bersabda: “…Aku akan membalaskan kepadamu perbuatan-perbuatan yang jahat”. (ay. 2). Tuhan kurang berkenan melihat kawanan domba-Nya tidak diperhatikan dengan baik. Jika Tuhan menemukan kawanan domba-Nya tidak diperhatikan dengan baik maka Tuhan akan mengirimkan gembala-gembala yang dapat memperhatikan dan menggembalakan mereka. Dengan begitu domba-domba-Nya berkembang dengan baik dan tidak ada seekorpun yang hilang. (ay. 6).

(60)

perikop tersebut Yohanes mau memperbandingkan antara sikap Yesus dengan sikap yang ditunjukkan oleh orang-orang Farisi. Kristus dengan setia menjaga kawanan-Nya sebagai gembala yang sejati. Sementara orang Farisi memiliki ciri mementingkan dirinya sendiri. (LBI, 1981. 80).

Yesus adalah pintu kandang domba. Sebagai pintu satu-satunya Yesus merupakan jalan kepada kehidupan sejati sebagaimana Gembala yang sejati. Dia mempertaruhkan hidupnya bagi domba-domba-Nya baik orang Yahudi maupun non Yahudi. (Groenen, 1984:162).

Siapapun yang datang dalam kandang domba tetapi tidak melalui pintu dia adalah pencuri dan seorang perampok (ay. 1). Sedangkan gembala yang masuk melalui pintu adalah gembala domba (ay. 2). Kawanan domba Allah adalah Umat Israel. Merekalah yang harus dijaga. Oleh karena itu Yesus selalu menjaga kawanan umat Allah: “semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, domba-domba itu tidak mendengarkan mereka”. (ay. 8). Ayat tersebut bukan berarti untuk menuding para nabi sebelum diri-Nya adalah palsu. Secara lebih jauh, Yohanes mau menunjukkan bahwa ada perbedaan yang lebih mendasar antara Yesus dan orang Farisi. Maka tidak mengherankan kalau Yohanes menuliskan demikian: “Aku datang supaya memiliki hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (ay. 10). Yesus hadir memberi santapan rohani. Ia hadir memberi kelimpahan hidup dan orang Farisi membawa maut.

(61)

domba-domba-Nya (ay. 14). Yesus itulah Gembala yang sungguh-sungguh baik. Lain halnya dengan seorang upahan. ia tidak memiliki perhatian yang besar terhadap kawanan dombanya. Dia justru membiarkan kawanan dombanya dalam bahaya.

Yesus sebagai gembala yang baik ternyata tidak hanya memperhatikan kawanan domba dari kandang Yahudi, melainkan juga memiliki perhatian besar pada kawanan domba yang tidak berasal dari kandang Yahudi. Artinya Ia juga memperhatian kawanan domba di di luar. “ada lagi pada-Ku domba-domba lain yang bukan berasal dari kandang ini. “(ay. 16 a). Perikop ini mau menekankan sesuatu yang penting yakni bahwa Yesus berada di dunia untuk semua bangsa. Ia tidak hanya menjadi milik kawanan domba Yahudi. Yesus sendiri menyadari akan tanggungjawabnya sebagai Gembala yang baik untuk menuntun domba-domba yang berada di luar Israel. “domba-domba itu harus kutuntun juga dan mereka mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu Gembala”. (ay. 16 b).

Kesadaran sebagai Gembala yang baik tidak lepas dari Bapa yang telah memberikan kepercayaan terhadap dirinya untuk menggembalakan domba-domba-Nya. “Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali” (ay. 17). Karena tindakan Yesus untuk memberikan hidup-Nya maka Ia layak menerimanya kembali.

(62)

Pelajaran yang dapat diambil dari perikop Gembala yang baik bagi para bruder FIC adalah meneladan sikap Yesus sebagai Gembala yang baik. Ada beberapa sikap yang dimiliki oleh Yesus sebagai Gembala yang baik yakni: pertama sebagai Gembala yang baik Yesus menunjukkan dirinya bahwa Dia adalah seorang pelayan yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (Mat, 20:28; Mrk, 10:45). Pelayanan Yesus konkritnya adalah saat membasuh kaki para murid-Nya (Yoh, 13:5).

Kedua: tanggap terhadap kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman. Hal ini dapat diumpamakan dengan perumpamaan demikian, “anggur yang baru tidak dapat diisikan ke dalam kontong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan dalam disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah semuanya.” (Mat, 9:17).

Ketiga: dekat dengan yang dilayani. Siapa yang menjadi prioritas pelayan Yesus? Yang menjadi prioritas adalah mereka yang terpinggirkan, yang berdosa, yang miskin dan sengsara (diukucilkan). Mereka-mereka ini sungguh dekat dihati Yesus. Orang lumpuh bisa berjalan (Mat, 11:5; 15:31; Luk, 14:21). Orang sakit disembuhkan (Mat, 4:23; Luk, 5:21). Dan masih banyak lagi ayat lain yang menunjukkan bahwa Yesus sungguh-sungguh dekat dengan orang-orang yang sakit secara jasmani maupun rohani.

(63)

mendalam tampak dalam tindakan Yesus ketika hendak melakukan karya ditengah-tengah bangsanya. Untuk membangun kerohanian yang mendalam Yesus selalu menjalin relasi dengan Allah melalui doa. Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa (Mat, 14:23); Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa (Mrk, 1:35); Semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah (Luk, 6:12); ketika Ia hendak mengusir Roh Jahat ia pun berkata: “Jenis ini tidak dapat di usir kecuali dengan berdoa” (Mrk, 9:29). Dengan contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa Yesus benar-benar memilik hidup kerohanian yang mendalam.

Kelima: memiliki semangat keterbukaan dan kerendahan hati. Yesus sungguh memiliki semangat keterbukaan dan kerendahan hati yang sangat baik. Hal ini tampak bagaimana Yesus mencoba memberikan pengertian kepada para murid-Nya mengenai perumpamaan tentang seorang penabur. Yesus memberikan penjelasan yang baik kepada para murid-Nya. (Mat, 13:110; Mrk, 4:8; Luk, 8:8). Ada banyak perumpamaan yang tidak dipahami oleh para murid-Nya. Namun Yesus berusaha untuk menerangkan apa yang baru diajarkan kepada para murid-Nya sehingga para murid-Nya memahami arti perumpamaan yang baru saja diajarkan. Kerendahan hati dan keterbukaan hati inilah yang juga perlu dihidupi oleh pengikutnya

Referensi

Dokumen terkait