PROSES PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA YANG
HAMIL DI LUAR NIKAH
(sebuah studi kasus di kab. Poso)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Jane Mariem Monepa
NIM : 039114069
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Jane Mariem Monepa
NIM : 039114069
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
“ M intalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka
kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan
dibukakan bagimu...karena setiap orang yang meminta,
menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan
setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan
( matius 7:7- 8 )
v
Jane Mariem Monepa
NIM : 039114069
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2008
Konflik di kabupaten Poso telah menimbulkan dampak yang serius bagi
masyarakat Poso baik itu secara fisik maupun secara psikologis. Konflik juga
telah memberikan dampak yang negatif bagi kesehatan reproduksi perempuan
seperti meningkatnya kasus-kasus kehamilan di luar nikah. Tidaklah mudah bagi
orang tua untuk dapat menerima keadaan anaknya khususnya jika kehamilan itu
terjadi pasca terjadinya konflik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana proses penerimaan orang tua terhadap anaknya yang hamil
di luar nikah setelah terjadinya konflik di kabupaten Poso.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara dan
observasi. Data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
data kualitatif yaitu mengorganisasi data, koding, dan kategorisasi hasil/
interpretasi. Hasil penelitian ini kemudian menunjukkan bahwa proses
penerimaan orang tua paling banyak berada pada tahapan kemarahan berupa
perasaan dan tahapan penerimaan berupa pikiran dengan kesimpulan bahwa
banyaknya tahapan proses penerimaan serta lamanya proses penerimaan sangat
dipengaruhi oleh jenis kelamin, tipe kepribadian, pola asuh dan karakteristik
masyarakat.
vi
ABSTRACT
THE PROCESS OF PARENTS ACCEPTANCE OF THEIR DAUGHTERS
WHO WHERE PREGNANT BEFORE MARRIED
A Case Study in Poso
Jane Mariem Monepa
NIM : 039114069
Sanata Dharma University
Yogyakarta
2008
A conflict which was happened in Poso had emerged a serious impact for
its people, physically and psichologically. The conflict had also resulted
negatively for teenage girls in terms of their reproduction health, that is the
increasing of teenage pregnancy before married. It was not easy for parents to
accept such situation, especially when the pregnancy happened after the conflict.
Therefore, this reasearch was aimed to know how was the process of parents
acceptance of their daughters who were pregnant before married afer the conflict
in Poso.
The method used in this reasearch was qualitative method through
interview and observation. After that the data was analyzed by means of data
analysis technic. They were data organization,coding, and result categorization/
interpretation. The result revealed that most of the process of parents acceptance
were on the steps of anger in terms of feeling and step of acceptance in terms of
thoughts it was conducted that the number of steps in the process of acceptance
and also the period of the process of acceptance were influenced by gender,
personality type, the act of nursing, and also society characteristic.
vii
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama
: Jane Mariem Monepa
Nomor Mahasiswa
: 039114069
Demi ilmu pengetahuan, Saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas
Sanata Dharma karya ilmiah Saya yang berjudul:
“Proses Penerimaan Orang Tua Terhadap Anaknya Yang Hamil Di Luar Nikah
(sebuah studi kasus di kab. Poso)”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, megalihkan dalam bentuk media lain,
menge lolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu
meminta ijin dari Saya maupun memberikan royalti kepada Saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat dan karyaNya
di dalam penelitian ini. penyertaanNya senantiasa memberikan kekuatan dari awal
hingga akhir penelitian ini. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah
satu syarat guna memproleh gelar Sarjana Psikologi, Fakultas Psikologi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam menyusun skripsi yang berjudul “Proses penerimaan orang tua
terhadap anaknya yang hamil di luar nikah”, penulis menyadari bahwa tanpa
campur tangan dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1.
Tuhan Yesus sebagai juru selamatku atas pertolonganMu dalam hidupku
hingga bisa berada di titik ini.
2.
Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi,M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3.
Ibu Sylvia CMYM, S.Psi, M.Si. selaku Ketua Program Studi Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
ix
5.
Keluarga om ating dan tante mei atas ijinnya untuk try out, tanpa bantuan
om dan tante sulit bagiku untuk melakukan wawancara.
6.
Papa rit dan mama rit serta papa susi dan mama susi, terima kasih atas
kesempatan yang sudah diberikan sehingga boleh memperoleh data yang
diharapkan
7.
Papaku yang kukasihi Benny. S. Monepa, terima kasih atas dukungannya,
tiada kata-kata yang dapat diungkapkan sebagai tanda terima kasih atas
segala nasehatnya dan kekuatan di saat benar-benar tidak mampu,
Thanks
Pa....Love U so Much
.
8.
Mamaku yang sangat kukasihi Minaltin Polembi, ma...akhirnya satu babak
telah kulalui, doamu selalu menjadi semangat buatku, terima kasih atas
omelan dan nasehatnya tanpa semua itu saya tidak akan mampu
menyelesaikan penulisan skrispsi ini....
Your the best Mom
.
9.
Kakakku Jemmy...Broww sekarang aku dah bisa membuktikan
kata-kataku selama ini, terima kasih atas nasehatnya
x
11.
Adikku Ella, kamu adalah adik yang sangat kakak sayangi, kenakalan dan
seyummu yang membuatku menjadi lebih semangat.
12.
buat k’ un ku sayang atas masukkannya serta pelajaran berharga yang
telah diberikan sejak aku masih SMA sehingga aku bisa jadi lebih baik dan
k’dolof serta k’sem, k’lia beserta si kecil gaby dan grace, ku ucapkan
terima kasih atas dukungannya
13.
My special frieds
Ichad “Godeku”, terima kasih atas dukungannya
tanpamu sulit bagiku untuk mengerjakan skripsiku, skrispsi ini boleh jadi
berkat dukunganmu tetaplah menjadi “Godeku”.
14.
Buat temanku inung, ellen, ratna, melissa, dhank2 yang selalu memberikan
dukungan, saat-saat kita bersama menjadi suatu kerinduan bagiku.
15.
Keluarga besar STM Pembangunan No. 13, ibu Mira atas nasehatnya yang
sangat membantu, ibu Ucay atas pemikirannya yang membua tku selalu
berusaha maju, Destak atas semangatnya, Dwie atas segala pengertiannya,
Maman atas bantuannya, Ius atas bantuannya, Ais atas pengalamannya dan
semuanya yang selalu hadir dalam kebahagiaan keluarga besar STM
Pembangunan No.13.
16.
Vivin yang selalu mendorong biar cepat selesai, sekarang namamu sudah
kumasukkan jadi hutangku sudah lunas.
xi
19.
Buat pa tua dan ma tua Al, pa tua da ma tua Victor, pa tua dan ma tua
Iwan, pa tua dan ma tua Esan terima kasih kalian sungguh memberikanku
semangat baru dan seluruh keluarga besarku terima kasih atas
dukungannya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini banyak kekurangan
dalam segala hal, sehingga masih membutuhkan kritik dan saran. Akhir kata
penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak.
xii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
xiii
HALAMAN JUDUL...
i
HALAMAN PERSETUJUAN...
ii
HALAMAN PENGESAHAN...
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN...
iv
ABSTRAK...
v
ABSTRACT... vi
PERNYATAAN PERS ETUJUAN PUBLIKASI... vii
KATA PENGANTAR...
viii- xi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...
xii
DAFTAR ISI...
xiii- xv
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR………..
xvi
DAFTAR LAMPIRAN………..
xvii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A.
Latar Belakang Masalah... 1-4
B.
Rumusan Masalah... 4
C.
Tujuan Penelitian... 5
xiv
HALAMAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7
A.
Keha milan di Luar Nikah
1.
Pengertian kehamilan di Luar Nikah... 7-8
2.
Penyebab Kehamilan di Luar Nikah... 8-9
3.
Akibat Kehamilan di Luar Nikah... 9-11
B.
Penerimaan Orang Tua
1.
Pengertian Penerimaan... 11-12
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Penerimaan
Orang Tua... 12-19
3.
Akibat Penerimaan Orang Tua Pada Anaknya... 19
4.
Proses Penerimaan Orang Tua Terhadap Anaknya yang
Hamil di Luar Nikah... 19-24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 25
xv
A.
Hasil Penelitian... 35
1.
Proses penelitian... 35-36
2.
Hasil penelitian subjek 1... 36-44
3.
Hasil penelitian subjek 2... 46-51
4.
Hasil penelitian subjek 3... 53-59
5.
Hasil penelitian subjek 4... 61-67
B.
Pembahasan... 75-79
BAB V PENUTUP... 80
A.
Kesimpulan... 80-81
B.
Saran... 81-82
DAFTAR PUSTAKA
xvi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Halaman
Tabel. 1
Identitas Subjek 1……… 36
Tabel. 2
Identitas Subjek 2……… 46
Tabel. 3
Identitas Subjek 3……… 53
Tabe l. 4
Identitas Subjek 4……… 61
Tabel. 5
Jumlah frekuensi proses penerimaan berdasarkan
koding per subjek...
75
Gambar. 1
Skema terjadinya kehamilan di luar nikah di kab. Poso... 6
Gambar. 2
Proses Penerimaan Secara Umum……….. 33
Gambar. 3
Proses Penerimaan Subjek 1……….. 45
Gambar. 4
Proses Penerimaan Subjek 2……….. 53
Gambar. 5
Proses Penerimaan Subjek 3……….. 61
Gambar. 6
Proses Penerimaan Subjek 4……….. 69
Gambar. 7
Proses Penerimaan Kasus 1 (subjek 1 & subjek 2)……… 70
Gambar. 8
Proses Penerimaan kasus 2 (subjek 3 & subjek 4)………. 71
Gambar. 9
Proses Penerimaan Bapak (subjek 2 & subjek 4)………... 72
Gambar. 10
Proses Penerimaan Ibu (subjek 1 & subjek 3)…………. 73
xvii
A.
Wawancara Subjek Primer
B.
Wawancara Subjek Sekunder
C.
Keterangan Koding dan Validitas Komunikatif
D.
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Pada tahun 1998 terjadi konflik di kabupaten Poso, konflik ini telah
mengakibatkan penderitaan yang mendalam bagi masyarakat Poso. Banyak
diantara mereka yang harus kehilangan rumah sebagai tempat untuk berteduh
serta kehilangan orang-orang yang mereka sayangi. Konflik Poso yang muncul
dipermukaan pada umumnya lebih di lihat dari aspek SARA ( suku, agama, ras,
dan antar kelompok). Akan tetapi, bila diperhatikan secara cermat, konflik yang
terjadi di kabupaten Poso sebenarnya lebih didasarkan pada kesenjangan politik
pemerintahan dan adanya kesenjangan ekonomi (Sutanto, 2004).
pengungsian Posunga-Pamona Utara dan desa Tangkura-Poso Pesisir), kurangnya
pengawasan dan kontrol dari orang tua terhadap anak serta terjadinya perubahan
perilaku seksual yang diakibatkan oleh buruknya kondisi kehidupan di tempat
pengungsian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustiani dan Pakpahan
(2004), ditemukan bahwa di desa Posungga kecamatan Pamona Utara kabupaten
Poso sekitar 60 % pernikahan di usia muda merupakan akibat dari hubungan
pranikah serta kehamilan di luar nikah. Hal ini juga di dukung oleh Patodo
(komunikasi pribadi, 15 Januari 2008), yang menyatakan bahwa angka kasus
kehamilan di luar nikah di kabupaten Poso pada umumnya meningkat setelah
terjadinya konflik, penyebabnya antara lain dikarenakan ketidakmampuan orang
tua dalam hal ekonomi, sehingga anak menjadi putus sekolah dan melakukan
hal-hal yang tidak diinginkan oleh orang tua.
Kondisi atau keadaan yang terjadi di kab Poso, yang ditandai dengan
meningkatnya angka kasus kehamilan di kabupaten Poso ini sangat sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh PKBI yang menunjukkan bahwa lingkungan
sangat berpengaruh terhadap terjadinya kasus-kasus kehamilan di luar nikah
(Indrasari, 2004). Dalam hal ini, konflik merupakan penyebab utama sehingga
angka kasus kehamilan di luar nikah pada kabupaten Poso meningkat.
3
orang tua kepada anaknya yaitu pendidikan tanggung jawab yang dapat di mulai
sejak usia dini (Ginott, 1965). Pendidikan tanggung jawab diberikan dengan
tujuan agar anak dapat belajar mandiri dan menemukan solusi untuk permasalahan
yang dihadapinya.
Perjuangan orang tua untuk memelihara dan mendidik anaknya tidak hanya
sampai pada masa ketika anak memasuki masa anak-anak dan masa puber. Akan
tetapi, prosesnya masih terus berlanjut hingga sang anak benar-benar dapat di
lepas untuk mengatur sendiri kehidupannya. Salah satu masa yang paling sulit
dihadapi oleh orang tua di dalam rentang waktu perkembangan anak yaitu pada
saat anak memasuki masa remaja. Di dalam rentang kehidupan, masa remaja
merupakan suatu masa di mana gelombang kehidupan sudah mencapai
puncaknya. Pada masa ini, remaja memiliki kesempatan yang sebesar-besarnya
dan sebaik-baiknya untuk mengalami hal- hal yang baru serta menemukan
sumber-sumber baru dari kekuatan-kekuatan, bakat-bakat serta kemampuan yang ada di
dalam dirinya (Hamalik, 1995).
Bagi remaja, waktu dengan teman merupakan bagian penting. Dalam
kesehariannya teman merupakan tempat menghabiskan waktu, berbicara, berbagi
kesenangan, dan kebebasan. Akan tetapi, teman sebaya juga dapat merupakan
kelompok yang memberikan pengaruh negatif terhadap anak remaja. Mereka
mendorong ke arah kualitas yang tidak diharapkan seperti minum- minuman keras,
mencuri, hingga ke perilaku-perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan
di luar nikah (Agustiani, 2006).
bagi orang tua yang anaknya mengalami kehamilan di luar nikah. Dalam hal ini,
orang tua diharapkan untuk dapat memberikan dukungan, dorongan serta
semangat terhadap anaknya yang hamil di luar nikah. Namun, disisi lain orang tua
secara psikologis belum dapat untuk menerima keadaan anaknya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kubler-Ross (seperti dikutip dalam Astuti, 1997) yang
mengungkapkan bahwa seiring dengan rasa bersalah dan depresi yang dialami,
orang tua yang anaknya hamil di luar nikah akan merasakan ketidakberdayaan,
frustasi, dan marah karena hal ini harus terjadi dan mereka tidak mampu
melakukan apapun untuk membantu anaknya, sehingga apabila kita berhadapan
dengan situasi tersebut, satu-satunya cara yang rasional untuk memberikan respon
kepadanya adalah menerimanya (Frankl dalam Schultz, D., 1991 ).
Adanya konflik di kabupaten Poso yang menimbulkan masalah psikososial
dan berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi perempuan sehingga
menyebabkan meningkatnya angka kasus kehamilan di luar nikah membuat
peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana proses penerimaan orang tua terhadap
anaknya yang hamil di luar nikah di kabupaten Poso.
B.
RUMUSAN MASALAH
5
C.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penerimaan orang tua
terhadap anaknya yang hamil di luar nikah setelah adanya konflik yang terjadi di
kabupaten Poso.
D.
MANFAAT PENELITIAN
1.
Manfaat praktis :
Secara umum penelitian ini dapat digunakan untuk membantu proses
penerimaan orang tua yang anaknya hamil di luar nikah khususnya pada
daerah konflik sehingga diharapkan melalui hasil penelitian ini orang tua
dapat memberikan reaksi yang positif terhadap kehamilan yang terjadi pada
anak.
2. Manfaat teoretis :
Gambar 1
. Skema Terjadinya kehamilan di luar nikah di kab. Poso
Konflik
Masalah pengungsian
Masalah ekonomi
Buruknya kondisi di
tempat
pengungsiaan
Menimbulkan masalah yang
terkait dengan kesehatan
reproduksi perempuan antara
lain terjadinya kehamilan di
luar nikah
Meningkatnya angka
putus sekolah,
sehingga anak tidak
memiliki aktivitas
dan melakukan
hal-hal yang negatif
Masalah hubungan
orang tua dan anak
Kurangnya
pengawasan dan
kontrol orang tua
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
KEHAMILAN DI LUAR NIKAH
1.
Pengertian Kehamilan di Luar Nikah
Kehamilan merupakan suatu proses yang diakibatkan oleh bersatunya sel
seks pria dan sel seks wanita (Hurlock, 1995). Menurut Gilarso (2004), ciri-ciri
dari kehamilan yaitu:
a.
Pada permulaan hanya ada tanda-tanda yang belum pasti yaitu: Tidak
haid, buah dada menjadi bertambah besar, sering mual pada pagi hari
sampai mau muntah, sulit tidur, dan sering sakit kepala.
b.
Pada umur kehamilan selanjutnya (3 bulan ke atas), rahim mulai
membesar dan mulai ada hiperpigmentasi wajah (topeng kehamilan).
c.
Pada kehamilan 5 bulan, denyut jantung anak bisa di dengar oleh
pemeriksa dan gerakan anak di rasakan.
masalah fungsi dan proses reproduksi mereka. Akibatnya, remaja tidak
mendapatkan informasi yang benar dan jujur yang sebenarnya mereka
perlukan (“seputar seks oral”, 2001 ).
Jadi, kehamilan di luar nikah adalah kehamilan yang terjadi karena
kurangnya pengetahuan mengenai proses reproduksi atau terjadinya kehamilan.
2.
Penyebab Kehamilan di Luar Nikah
Indrasari (2004) mengungkapkan bahwa kehamilan di luar nikah bukan
disebabkan karena mereka tidak tahu bahwa seks pranikah dilarang oleh agama
serta melanggar nilai- nilai di dalam masyarakat, akan tetapi, disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
a. Mereka tidak memahami mengenai apa itu hubungan seksual;
bagaimana dua orang yang tadinya sekedar merasa dekat dan saling
percaya, kemudian bisa terlibat dalam hubungan fisik seperti berpelukan,
berciuman, dan berhubungan seksual. Semua dialami seperti sesuatu
yang baru dan mereka tidak bisa mengendalikan dirinya untuk
menghentikan di saat yang tepat
9
dengan sekali berhubungan dapat menyebabkan kehamilan.
c. Sebenarnya mereka tahu bahwa hubungan seksual bisa menyebabkan
kehamilan, tetapi mereka tidak kuasa untuk menolak karena mereka
takut pacarnya akan marah dan meninggalkan dirinya. Mereka berpikir
bahwa hubungan seks adalah satu-satunya cara untuk menunjukkan rasa
cinta kepada pasangannya.
Dari penelitian juga ditemukan jawaban bahwa baik remaja putra atau
putri ternyata mereka menyadari akan kesalahan itu. Mereka kemudian
dianjurkan untuk menggunakan obat-obatan atau alat-alat pencegah kehamilan,
tetapi mereka menolak dan merasa yakin bahwa mereka tidak akan
mengulanginya lagi. Ternyata, mereka tetap melakukannya dan akibatnya
mereka keluar masuk klinik gelap untuk menggugurkannya. Hal serupa inilah
yang disebut sebagai ketidakdewasaan sikap yang menimpa bukan saja pemuda
atau pemudi tetapi juga orang dewasa (La Rose, 1996).
Jadi, penyebab terjadinya kehamilan di luar nikah adalah kurangnya
pemahaman mengenai hubungan seksual, tidak mengetahui konsekuensi dari
berciuman dan berhubungan seksual, tidak dapat menolak untuk tidak
melakuakan hubungan seksual karena adanya ketakutan ditinggalkan oleh
pacar, dan ketidakdewasaan sikap.
3.
Akibat Kehamilan di Luar Nikah
a.
Penyangkalan
Remaja yang hamil di luar nikah biasanya memungkiri kehamilannya
dengan cara menunda tes kehamilan, tidak memberitahu seseorang, atau
tidak pergi ke dokter meskipun gejala- gejala awalnya tampak jelas.
b.
Rasa Takut
Reaksi umum yang terjadi menghadapi kehamilan di luar nikah
adalah timbulnya rasa takut terutama perasaan takut menghadapi tanggapan
orang tua serta merasa takut akan perubahan-perubahan yang terjadi dalam
tubuh atau takut menghadapi sakit persalinan dan melahirkan anak.
c.
Rasa Bersalah
Remaja yang hamil di luar nikah biasanya diliputi oleh perasaan
bersalah sehingga mengabaikan hal-hal lain.
d.
Rasa Malu
Karena kehamilan menunjukkan kepada setiap orang bahwa mereka
telah melakukan hubungan seks, maka hal itu sering menimbulkan rasa
malu yang mendalam.
e.
Penyesalan
Adanya harapan agar dapat memutar waktu kembali dan mengubah
situasi yang telah mengakibatkan kehamilan di luar nikah. Kenyataannya
bahwa waktu tidak dapat di rubah kembali dan hal ini menyebabkan rasa
penyesalan terutama karena telah mengecewakan orang tua.
11
a.
Kehamilan pada remaja meningkatkan resiko kesehatan bagi ibu dan
anaknya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu remaja cenderung memiliki berat
badan yang lebih rendah.
b.
Ibu remaja sering berhenti dan keluar dari sekolah, tidak memperoleh
pekerjaan serta tergantung pada orang tua. Walaupun banyak ibu remaja
yang melanjutkan pendidikannya kemudian, namun biasanya mereka
tidak dapat mengejar ketertinggalannya.
c.
Kekurangan bekal pendidikan. Orang tua remaja cenderung memperoleh
gaji yang rendah, memiliki pekerjaan dengan status yang rendah atau
bahkan tidak memiliki pekerjaan.
Jadi, kehamilan di luar nikah secara emosional dapat menyebabkan
penyangkalan, rasa takut, rasa bersalah, rasa malu, dan penyesalan. Sedangkan
secara sosial dapat menyebabkan meningkatnya resiko kesehatan bagi ibu dan
anak, putus sekolah, dan kurangnya bekal pendidikan.
B.
PENERIMAAN ORANG TUA
1.
Pengertian Penerimaan
yang tulus dan apa adanya, serta keterlibatan yang tidak dibuat-buat agar anak
merasa nyaman dan di dukung (Indrasari, 2004).
Menurut Johnson (seperti dikutip dalam Supratiknya, 1995), ada 2
macam penerimaan terhadap orang lain:
a.
Penerimaan Anteseden, yaitu mendorong orang lain agar mau ambil
resiko membuka diri atau membangun hubungan yang lebih erat dengan
menunjukkan kehangatan dan rasa senang atau suka tanpa syarat
terhadap orang yang bersangkutan.
b.
Penerimaan Konsekuen, adalah penerimaan terhadap orang lain sesudah
orang yang bersangkutan mau ambil resiko mengungkapkan diri atau
mencoba membangun hubungan yang lebih erat. Penerimaan ini penting
untuk menjaga agar hubungan terus terjalin dan tumbuh.
Jadi, penerimaan adalah perasaan senang yang ditandai perhatian dan
kasih sayang, dukungan yang tulus dan apa adanya, serta keterlibatan dan
berperan serta dalam kegiatan anak agar anak merasa nyaman dan di dukung.
2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penerimaan Orang tua
a.
Jenis Kelamin
Menurut Sahran (seperti dikut ip dalam Basti, & Dewi, P. M. E.,
1996), karakteristik peran gender maskulin dapat di bagi dalam tiga
komponen yaitu:
13
2.
Sifat maskulin yang dijabarkan bersifat melindungi, mandiri, matang
atau dewasa, dan percaya diri.
3.
Rasionalitas yang dijabarkan dalam sifat suka mencari pengalaman
baru, rasional, dan tenang saat menghadapi krisis.
Raven dan Rubin (seperti dikutip dalam Basti, & Dewi, P. M. E.,
1996) juga menyebutkan lebih detail mengenai karakteristik peran gender
maskulin yaitu agresif, bebas, dominan, objektif, tidak emosional, aktif,
kompetitif, ambisi, rasional, percaya diri, rasa ingin tahu tentang berbagai
perasaan dan objek-objek non sosial, impulsif, kurang dapat
mengekspresikan kehangatan dan rasa santai serta kurang responsif terhadap
hal- hal yang berhubungan dengan emosi (perasaan).
Sedangkan karakteristik peran gender feminim juga di bagi dalam tiga
komponen yaitu:
1.
Kasih sayang yang mencakup memperhatikan keserasian, penyayang,
suka merasa kasihan, tabah, dan tulus hati
2.
Kelembutan perilaku yang mencakup berbudi halus, hangat, hemat,
kalem dan suka hati- hati.
3.
Sifat feminim yang mencakup ramah, membutuhkan rasa aman,
memperhatikan etika, dan rapi
serta lebih memandang kehidupan ini sebagaimana adanya.
b.
Tipe Kepribadian
Eysenck mengelompokkan manusia berdasarkan dua tipe kepribadian
yaitu tipe kepribadian introvert dan tipe kepribadian ekstrovert (seperti
dikutip dalam Rusli, R., 2008). Tipe kepribadian introvert cenderung mudah
tersinggung, rendah diri, pendiam, penyendiri, menjaga jarak dengan orang
lain, cenderung berpikir ke depan, menjalani hidup dengan serius, kaku,
sukar tidur, senang akan keteraturan, mengontrol perasaan, dan dapat
diandalkan. Sebaliknya, tipe kepribadian ekstrovert memperlihatkan
kecendrungan perhatian yang sempit, tidak puas, cenderung tidak tetap pada
pendiriannya, tidak teliti, tidak kaku, sociable, senang pesta, punya banyak
teman, selalu membutuhkan orang lain untuk di ajak berbicara, optimis,
kendali perasaan longgar, dan tidak selalu dapat diandalkan.
15
Costa dan McCrae (seperti dikutip dalam Mastuti, E., 2005), juga
mengungkapkan bahwa tipe introvert cenderung tidak sepenuhnya terbuka
dan memiliki hubungan yang lebih sedikit dan tidak seperti kebanyakan
orang lain, mereka lebih senang dengan kesendirian. Sedangkan tipe
ekstrovert cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan waktunya
untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan.
c.
Pola Asuh
1.
Pola Asuh Otoriter
Menurut Stewart dan Koch (seperti dikutip dalam Muazar, H.,
2008), orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a)
Kaku
b)
Tegas
c)
Suka menghukum
d)
Kurang ada kasih sayang serta simpatik
e)
Orang tua memaksa anak untuk patuh pada nilai- nilai mereka serta
mencoba membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah laku
orang tua dan cenderung mengekang keinginan anak
f)
Orang tua tidak mendorong serta memberikan kesempatan kepada
anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian.
g)
Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak
dewasa.
H., 2008), orang tua yang otoriter tidak memberikan hak anaknya untuk
mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan-perasaannya.
2.
Pola Asuh Demokratis
Stewart dan Koch (seperti dikutip dalam Muazar, H., 2008 ),
menyatakan ciri-cirinya adalah:
a)
Orang tua menganggap sama kewajiban dan hak antara orang tua
dan anak
b)
Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi
anak-anaknya mengenai segala sesuatu yang diperbuatnya sampai
mereka menjadi dewasa
c)
Orang tua selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi
dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluahan dan
pendapat anak-anaknya
d)
Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada
anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara
obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh perhatian
Sedangkan menurut Barnadib (seperti dikutip dalam Muazar, H.,
2008), orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan
anak dan tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran, tetapi
juga bersedia mendengarkan keluhan-keluhan anak berkaitan dengan
persoalan-persoalannya.
3.
Pola asuh Permisif
17
menyatakan bahwa orang tua yang mempunyai pola asuh permisif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a)
Cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa
memberikan kontrol sama sekali
b)
Anak sedikit sekali di tuntut untuk tanggung jawab, tetapi memiliki
hak yang sama seperti orang dewasa
c)
Anak di beri kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang
tua tidak banyak mengatur anaknya
d.
Karakteristik Masyarakat
Masyarakat Poso menggunakan istilah “SINTUWU” sebaga i landasan
kepribadian masyarakatnya (Tahir, L.S., 2007), yang dapat dipahami dalam
beberapa pengertian:
1.
Dota pasanggan
atau kemauan bersama untuk melakukan pekerjaan.
Kegiatan kerjasama yang di dorong oleh rasa kekeluargaan, rasa
kebersamaan satu komuniti untuk kepentingan seseorang, keluarga,
kerabat, dan masyarakat pada umumnya.
2.
Kegiatan yang dilakukan dalam berbagai bidang dan lapangan
kehidupan yang di pandang baik dan terpuji di mana menghendaki
kerjasama dan bantuan orang lain.
Secara keseluruhan arti dari istilah SINTUWU adalah kebersamaan yang
dalam konteks sosial dan agama termanifestasi dalam bentuk:
mereka saling membantu mengerjakan sawah atau kebun
masing-masing secara bergiliran dan teratur sampai seluruh anggota kelompok
itu mendapatkan giliran
2.
Nosialapale
atau
transparancy,
yaitu, adanya keterbukaan masyarakat
dalam menerima keyakinan agama, bahasa, adat istiadat yang berbeda,
rasa solodaritas dan kekeluargaan diantara sesama warga serta rasa
simpatik dan penghargaan antar sesamanya.
3.
Membutulungi
atau
social awarenes
, yaitu, suatu semangat yang
membahu, saling membantu dalam hal pembangunan rumah. Bantu
membantu tersebut di mulai pada saat seseorang mendirikan rumah,
mengatap rumah, dan sebagainya. Bagi masyarakat Poso, dianggap
tabu meninggalkan desanya sebelum sempat membantu, walaupun
hanya sekedar memegang tiang atau sekedar menaikkan selembar
atap, mereka percaya bahwa meninggalkan desa pada saat kegiatan
saling membantu mendirikan rumah pasti mengalami kegagalan.
Selain itu, sistem kekerabatan masyarakat poso terbagi menjadi dua
yaitu inti dan keluarga luas di mana keluarga luas lebih dominan
dibandingkan dengan keluarga inti sehingga membuat kekerabatan di
Kabupaten Poso masih sangat kuat khususnya pada daerah pedesaan (Hasan
dkk, 1994). Hal ini juga sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh
Gangster dkk (seperti dikutip dalam Andarika, 2004), bahwa setiap individu
membutuhkan dukungan yang berasal dari teman maupun keluarga.
19
nikah di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tipe kepribadian,
pola asuh, dan karakteristik masyarakat.
3.
Akibat Penerimaan Orang Tua Pada Anaknya
Tracy (1996), mengungkapkan, bahwa akibat dari penerimaan yaitu
meningkatnya harga diri, citra diri, membuat merasa rileks, dan aman bersama.
Frankl (seperti dikutip dalam Schultz. D, 1991), juga mengungkapkan bahwa
ketika kita sudah dapat menerima situasi-situasi yang tidak dapat diubah, maka
kehidupan manusia meskipun dalam keadaan-keadaan gawat dapat bercirikan
arti dan maksud. Jika orang-orang yang mencintai kita mau menerima keadaan
kita yang sedang dalam suatu proses, maka penerimaan mereka merupakan
hadiah terbesar dari cinta mereka terhadap diri kita (Powell & Brady, 1991).
Jadi, akibat dari penerimaan yaitu dapat meningkatkan harga diri, citra
diri, membuat merasa rileks dan aman, serta dapat memberikan makna di
dalam kehidupan.
4.
Proses Penerimaan Orang Tua Terhadap Anaknya Yang Hamil di
Luar Nikah
Ada beberapa teori yang mengungkapkan proses penerimaan orang tua
terhadap anaknya yang mengalami masalah. Atmodiwiryo (seperti dikutip
dalam Nediastri, 1997) mengemukakan 3 tahap yang umum dialami orang tua
sebelum mereka benar-benar menerima anaknya yang mengalami masalah:
a. Tahap Pengingkaran
tidak percaya dan adanya rasionalisasi.
b. Tahap Penerimaan Secara Intelektual, namun secara emosional terdapat
rasa marah, rasa bersalah serta depresi
Pada tahapan ini orang tua lebih sibuk terhadap perasaannya sendiri
daripada melakukan usaha-usaha yang dapat membantu anak. Tahapan ini
ditunjukkan dengan sikap membatasi kegiatan anak sehingga anak tidak
dapat bersosialisasi dengan lingkungannya.
c. Tahap Penerimaan Secara Intelektual dan Emosional
Pada tahapan ini orang tua bersikap realistis bahkan konstruktif dan
memiliki keinginan untuk mencari solusi dari permasalahan.
Menurut Powell & Brady (1991), dalam bukunya yang berjudul
“Tampilkan Jati Dirimu“,
bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan
manusia sangat mirip dengan proses menghadapi ajal yang diungkapkan oleh
Kubler Ross (seperti dikutip dalam Powell. J, & Brady. L, 1991). Kita bergerak
sesuai dengan irama langkah kita sendiri, dan dalam semua proses ini kita perlu
di terima dalam tahap manapun kita berada. Tahap-tahap penerimaan itu adalah
sebagai berikut :
a.
Pengingkaran
21
b.
Kemarahan
Merupakan tahapan di mana orang tua menyadari bahwa penolakan
tidak dapat lagi dipertahankan, orang tua menyadari adanya penolakan yang
kemudian memunculkan rasa marah. Biasanya, pada tahapan ini orang tua
sudah mengakui kehamilan anaknya, namun, secara psikologis belum dapat
menerimanya.
c.
Tawar Menawar
Merupakan tahapan di mana orang tua mengembangkan harapan
bahwa kehamilan itu tidak benar adanya dan tidak mungkin terjadi pada
anaknya. Pada tahapan ini biasanya orang tua selalu berusaha membuat
kesepakatan-kesepakatan yang dapat menyena ngkan hatinya.
d.
Pasrah Dengan Perasaan Tertekan
Merupakan tahapan di mana orang tua sudah mulai dapat menerima
keadaan anaknya. Pada tahapan ini, orang tua biasanya sudah dapat
menerima, namun belum sepenuhnya.
e. Penerimaan
Merupakan tahapan di mana orang tua mengembangkan rasa damai
dan menerima takdir. Pada tahapan ini orang tua sudah dapat menerima
keadaan anaknya dengan sepenuhnya.
pasangannya.
Jadi, proses penerimaan orang tua terhadap anaknya yang hamil di luar
nikah melalui beberapa tahapan yaitu pengingkaran, kemarahan, tawar- menawar,
pasrah dengan perasaan tertekan, dan penerimaan.
Penelitian ini akan melihat bagaimana proses penerimaan orang tua
terhadap anaknya yang ha mil di luar nikah setelah terjadinya konflik. Dalam
proses penerimaan tersebut subjek melalui tahap-tahap penerimaan yang dimulai
dari tahapan pengingkaran, tahapan kemarahan, tahapan tawar- menawar, tahapan
penerimaan dengan perasaan tertekan, dan tahapan penerimaan, di mana,
tahap-tahap penerimaan yang dilalui oleh subjek sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu :
a. Jenis Kelamin :
Seperti yang diungkapkan oleh Sahran (seperti dikutip dalam Basti, &
Dewi, P. M. E., 1996) tentang karakteristik peran gender maskulin yang salah
satunya adalah rasionalitas dan peran gender feminim yang salah satu
komponennya adalah sifat feminim yang membutuhkan rasa aman. Maka,
perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap bagaimana subjek berada dalam
tahap-tahap penerimaannya.
b. Tipe Kepribadian :
23
lamanya mencapai tahapan penerimaan dan tahapan yang paling intens dialami
oleh subjek..
c. Pola asuh :
Menurut Stewart dan Koch (seperti dikutip dalam Muazar, H., 2008), Pola
asuh orang tua terbagi atas tiga bentuk yaitu pola asuh otoriter, pola asuh
demokratis, dan pola asuh permisif. Orang tua yang menerapkan pola asuh
otoriter cenderung kaku dan tidak memberikan hak anaknya untuk
mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan-perasaannya sedangkan
orang tua yang demokratis selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling
memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluahan dan pendapat
anak-anaknya. Selain itu, orang tua yang permisif lebih memberikan kebebasan
kepada anak untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak
mengatur anaknya. Adanya perbedaan orang tua dalam mengasuh anaknya
sangat menetukan bagaimana orang tua memberikan sikap terhadap kehamilan
yang terjadi pada anak.
d. Karakteristik Masyarakat :
Setelah mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi proses penerimaan
orang tua terhadap anaknya yang hamil di luar nikah di kabupaten Poso, maka
seluruh tahapan proses penerimaan orang tua yang dimulai dari tahapan
kemarahan hingga pada tahapan penerimaan kemudian akan digali dari tiga aspek
yaitu aspek pikiran, perasaan, dan yang terakhir adalah aspek tindakan.
Selanjutnya, untuk menambah data, diperlukan informasi- informasi
tambahan yang terkait dengan proses penelitian yang dimulai dengan melihat
latar belakang subjek, cara subjek mengasuh anaknya serta kesulitan-kesulitan
yang sering dihadapi, kondisi keluarga subjek sebelum terjadi kerusuhan dan
dibandingkan dengan kondisi keluarga subjek setela h terjadi kerusuhan yang
kemudian akan mengungkapkan bagaimana kondisi keluarga subjek selama di
tempat pengungsian. Kemudian, informasi tambahan lainnya yang diperlukan
untuk menambah data yaitu dengan melihat pengalaman subjek ketika mengetahui
kehamilan anak yang dimulai dengan mengungkapkan awal mula mengetahui
kehamilan anak baik berupa sumber informasi yang di dapat maupun tanda-tanda
kehamilan yang ditunjukkan oleh anak. Setelah itu, dilanjutkan dengan menggali
penyebab kehamilan anak serta kapan terjadinya kehamilan.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan yaitu Deskriptif Kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Sedangkan yang di maksud dengan Studi kasus yaitu
berfokus pada eksplorasi tempat dan waktu tertentu atau terhadap satu maupun
beberapa kasus dengan mengumpulkan data yang detail dan mendalam yang
meliputi kelengkapan informasi dari sumber yang beragam dalam konteks tertentu
(Creswell, 1997).
B.
IDENTIFIKASI VARIABEL UTAMA
Variabel utama dalam penelitian ini yaitu proses penerimaan orang tua
terhadap anaknya yang hamil di luar nikah yang terdiri atas lima tahap
penerimaan yaitu tahapan pengingkaran, kemarahan, tawar- menawar, penerimaan
dengan perasaan tertekan, dan tahapan penerimaan. Data mengenai tahap-tahap
penerimaan tersebut kemudian oleh peneliti diperoleh melalui respon subjek
terhadap wawancara dan observasi.
C.
SUBJEK PENELITIAN
subjek 1 dan subjek 2 merupakan orang tua dari kasus 1 dan subjek 3 serta subjek
4 merupakan orang tua dari kasus 2.
D.
METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data menggunakan 2 cara yaitu melalui metode
wawancara dan observasi.
1.
Wawancara
Penelitian ini menggunakan wawancara primer dan wawancara sekunder
untuk memperoleh informasi mengenai proses penerimaan orang tua terhadap
anaknya yang hamil di luar nikah.
a.
Wawancara Primer
Wawancara primer adalah percakapan dan tanya jawab yang
diarahkan untuk mencapai tujuan penelitian (Poerwandari, 2005). Dalam
penelitian ini, wawancara primer digunakan sebagai metode untuk
memperoleh penjelasan mengenai proses penerimaan orang tua terhadap
anaknya yang hamil di luar nikah setelah terjadinya konflik.
27
2005). Hal- hal yang akan di gali dalam penelitian ini yaitu:
a.
Pendahuluan
1) Latar belakang subjek
2) Pola asuh subjek terhadap anak
3) Kondisi keluarga subjek sebelum terjadi konflik
4) Kondisi keluarga subjek setelah konflik
5) Kondisi di tempat pengungsian
b.
Pengalaman subjek ketika mengetahui kehamilan anak
1)
Awal mula mengetahui kehamilan anak
2)
Penyebab kehamilan anak
3)
Kapan terjadinya kehamilan
c.
Proses Penerimaan Subjek terhadap kehamilan anak
1)
Tahapan pengingkaran
a) Tahapan pengingkaran orang tua dilihat dari aspek perasaan
b) Tahapan pengingkaran orang tua dilihat dari aspek pikiran
c) Tahapan pengingkaran orang tua dilihat dari aspek tindakan
2)
Tahapan kemarahan
a) Tahapan kemarahan orang tua dilihat dari aspek perasaan
b) Tahapan kemarahan orang tua dilihat dari aspek pikiran
c) Tahapan kemarahan orang tua dilihat dari aspek tindakan
3)
Tahapan tawar-menawar
c) Tahapan tawar- menawar orang tua dilihat dari aspek tindakan
4)
Tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan
a) Tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan orang tua dilihat dari
aspek perasaan
b) Tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan orang tua dilihat dari
aspek pikiran
c) Tahapan penerimaan dengan perasaan tertekan orang tua dilihat dari
aspek tindakan
5)
Tahapan penerimaan
a) Tahapan penerimaan orang tua dilihat dari aspek perasaan
b) Tahapan penerimaan orang tua dilihat dari aspek pikiran
c) Tahapan penerimaan orang tua dilihat dari aspek tindakan
b. Wawancara Sekunder
Wawancara sekunder dilakukan untuk memperoleh data mengenai
proses penerimaan subjek terhadap anaknya yang hamil di luar nikah.
Adapun yang menjadi sumber data dalam wawancara sekunder adalah anak
dari subjek yang mengalami kehamilan di luar nikah serta keluarga subjek
yang dianggap paling mengetahui proses yang dilalui subjek ketika
menerima kehamilan anak.
2.
Observasi
29
observasi digunakan untuk lebih memperoleh informasi mengenai karakteristik
para subjek terkait aspek fisik, psikologis, pola asuh dan reaksi non verbal
subjek saat mengungkapkan pengalaman proses penerimaan terhadap anaknya
yang hamil di luar nikah.
Patton (seperti dikutip dalam Poerwandari, 2005), mengatakan, data dari
hasil observasi menjadi penting karena:
a.
Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam
hal mana yang di teliti ada atau terjadi
b.
Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi
pada penemuan dari pada pembuktian, dan mempertahankan pilihan
untuk mendekati masalah secara induktif
c.
Membantu peneliti melihat hal-hal yang oleh partisipan atau subjek
penelitian sendiri kurang sadari
d.
Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang
karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara
terbuka dalam wawancara
e.
Observasi memungkinkan peneliti bergerak lebih jauh dari persepsi
selektif yang ditampilkan subjek penelitian atau pihak-pihak lain
f.
Observasi memungkinkan peneliti merefleksi dan bersikap introspektif
terhadap yang dilakukannya.
E.
LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN PENELITIAN
1.
Perkenalan
Hal ini penting untuk membangun kepercayaan, maupun untuk
mencairkan kebekuan
2.
Penjelasan
Memberikan penjelasan mengenai tujuan dilakukannya wawancara
3.
Membuat Janji Dengan Subyek
Hal ini bertujuan untuk membuat kesepakatan kapan pelaksanaan
wawancara, serta tempat pelaksanaan wawancara
4.
Melakukan Penelitian, wawancara dengan subjek
Penelitian dimulai pada tanggal 14 Januari 2008 dan berakhir pada
tanggal 4 April 2008.
F.
METODE ANALISIS DATA
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui tiga tahapan:
1.
Organisasi data
Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data. Hal ini bertujuan
untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang
dilakukan, serta menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam
penyelesaian penelitian.
2.
Koding dan Analisis hasil
31
dikumpulkan. Koding dapat dilakukan dengan menyusun transkip verbatim
(kata demi kata) atau catatan lapangan sedemikian rupa. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan membubuhkan kode-kode atau catatan-catatan tertentu di
atas transkip tersebut.
Selanjutnya, dilanjutkan dengan melakukan penomoran pada baris-baris
transkip atau catatan lapangan tersebut. Setelah itu, dilanjutkan dengan
memberikan nama untuk masing- masing berkas dengan kode tertentu. Kode
yang dipilih haruslah kode yang mudah di ingat dan di anggap paling tepat
mewakili berkas tertentu. Di dalam penelitian kualitatif analisis yang
digunakan adalah analisis tematik. Penggunaan analisis tematik memungkinkan
peneliti menemukan pola yang pihak lain tidak melihatnya secara jelas. Pola
atau Tema tersebut tampil secara acak dalam tumpukan informasi yang
tersedia. Setelah kita menemukan pola, kita akan mengklasifikasikan dengan
memberi label, defenisi atau deskripsi.
3.
Kategorisasi hasil/ Interpretasi
dibutuhkan dalam penelitian ini.
G.
PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA
33
Gambar 2
.
PROSES PENERIMAAN ORANG TUA SECARA UMUM
Prs
PNGKRN Pkr
Tnd
Prs
KMRHN Pkr
Tnd
Prs
TM Pkr
Tnd
Prs
PPT Pkr
Tnd
Prs
PM Pkr
Keterangan Gambar:
PNGKRN : Pengingkaran
KMRHN : Kemarahan
TM : Tawar-menawar
PPT : Penerimaan dengan perasaan tertekan
PM : Penerimaan
Prs : Perasaan
Pkr : Pikiran
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL PENELITIAN
1.
Proses Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Tambaro, kabupaten Poso, Sulawesi
Tengah. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu
mengumpulkan data yang terkait dengan pene litian yang akan dilakukan.
Proses pengumpulan data menggunakan metode observasi awal yaitu dengan
melihat faktor- faktor penyebab meningkatnya kehamilan di luar nikah
khususnya pada anak remaja di kabupaten poso. Setelah semua data terkumpul,
maka peneliti kemudian memulai penelitian dengan terlebih dahulu melapor ke
Badan Koordinasi Kesejahteraan Bangsa dan Negara dengan tujuan agar
pemerintah kabupaten setempat mengetahui adanya penelitian yang dilakukan
di daerah tersebut sekaligus memberikan penjelasan mengenai maksud
diadakannya penelitian. Setelah melapor, kemudian peneliti diberikan surat
pengantar penelitian yang dijadikan sebagai pegangan dalam melakukan
penelitian. Selanjutnya, peneliti memulai penelitian dengan terlebih dahulu
mencari subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria penelitian.
pelaksanaan wawancara yang disesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan
oleh subjek.
Wawancara pertama dilaksanakan pada pertengahan bulan januari, dan
untuk lebih mengoptimalkan data yang diperoleh, maka peneliti kembali
melakukan wawancara kedua yang pelaksanaanya pada petengahan bulan
maret. Selain wawancara langsung dengan subjek, peneliti juga mengambil
data tambahan dengan mewawancarai anak dan tetangga dari subjek penelitian
serta melakukan observasi untuk melengkapi hasil dari penelitian. Selama
proses penelitian berlangsung, peneliti sedikit menemukan hambatan
khususnya dalam menentukan waktu pelaksanaan wawancara baik itu
wawancara pertama maupun pada saat wawancara yang kedua. Namun, dari
segi teknis pelaksanaan, peneliti tidak memiliki hambatan, sehingga proses
wawawancara dapat berlangsung dengan lancar.
2
.
Hasil Penelitian Subjek 1
a. Identitas Subjek
Nama
Ratna Pusoloka
Umur
42 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Agama
Kristen Protestan
Pendidikan
SMA
Pekerjaan
Petani
Jumlah Anak
2 orang
Alamat
Desa Tambaro, Sulteng
37
b. Latar Belakang
Subjek merupakan ibu dari dua orang anak dan aktivitas keseharian
dari subjek adalah sebagai Petani. Selain berkebun, subjek juga aktif
mengikuti kegiatan-kegiatan pelayanan di gereja dengan menjadi Guru
sekolah minggu. Meskipun kondisi keluarga subjek sangat sederhana namun
pemenuhan kebetuhan sehari- hari dapat dipenuhi.
Sejak anaknya masih kecil, subjek sering ditinggalkan oleh suami
hingga beberapa bulan karena harus bekerja di tempat yang jaraknya jauh
dari rumah, hal ini membuat subjek terbiasa tinggal sendiri tanpa
didampingi oleh suami. Begitu pula pada saat terjadi kerusuhan, subjek
harus pergi mengungsi ketempat keluarga di desa Tendea tanpa didampingi
oleh suami. Subjek mengakui bahwa kerusuhan mengakibatkan
perekonomian keluarga menjadi sangat sulit, hal ini terlihat dari sulitnya
memenuhi kebutuhan keluarga karena naiknya harga barang dan
berhentinya aktivitas perdagangan. Menurut subjek, kondisi perekonomian
sebelum kerusuhan jauh lebih baik dibandingkan setelah kerusuhan,
beruntung pada waktu sebelum kerusuha n subjek giat dalam menabung
sehingga uang tabungan tersebutlah yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Selain itu, subjek juga mendapatkan bantuan dari
pemerintah dan masyarakat yang turut prihatin atas terjadinya kerusuhan di
kabupaten Poso.
tempat tinggal yang ditempati, dihuni oleh beberapa keluarga sehingga
menghambat subjek dalam memperhatikan anak. Meskipun demikian,
subjek tetap berusaha untuk memenuhi kebutuhan anak, serta
menyekolahkan anaknya.
c. Observasi
Subjek merupakan seorang ibu yang berumur 42 tahun. Subjek sangat
telaten dalam mendidik anaknya, hal ini dikarenakan sejak
anak-anaknya masih kecil subjek sering ditinggalkan oleh suaminya untuk
bekerja di tempat yang letaknya jauh dari tempat tinggal sehingga subjek
harus berusaha untuk membesarkan anak-anaknya seorang diri. Subjek juga
sangat peduli dengan pendidikan anaknya, hal ini terbukti dari usaha keras
subjek untuk membiayai anaknya sekolah mulai dari berkebun hingga
berjualan di pasar dan di sekolah.
39
kecewa. Sikap subjek yang selalu menekan anaknya dan sulit untuk terbuka
mengakibatkan proses penerimaan terhadap anaknya menjadi lama yaitu
sekitar 4 bulan.
Hubungan subjek dengan suami kurang begitu akrab, hal ini
dikarenakan suami kurang terbuka, namun sampai sekarang subjek merasa
nyaman dengan keadaan seperti itu. Jika ada masalah, subjek jarang
membicarakannya dengan suami, namun jika suami sudah mengambil
keputusan maka subjek tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Dalam hal bergaul, subjek sangat baik dengan tetangga, akan tetapi,
subjek termasuk orang yang tertutup dengan orang-orang disekitarnya, baik
itu dengan keluarga maupun dengan tetangga-tetangganya dan subjek juga
suka menceritakan kekurangan orang lain. Kebanyakan waktunya
dihabiskan di rumah atau di kebun sehingga dengan keluarga dan
tetangganya subjek kurang begitu akrab, hanya dengan orang-orang tertentu
saja subjek mau untuk terbuka.
a.
Proses penerimaan Subjek 1
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa
proses penerimaan yang intens dialami oleh subjek adalah tahap kemarahan
berupa perasaan, yaitu, penolakan yang muncul berupa rasa marah, kecewa
maupun sedih yang dapat di lihat dalam cuplikan wawancara berikut:
“mo habis ta pe napas tidak bisa tidak bicara saya tidak bicara cuma
air 2 gelas tau saya minum, air dingin… air dingin to yang tidak di masak
saya palo dari tong”
Terjemahan:
“seperti mau habis napas saya tidak bisa bicara, saya hanya air dua
gelas saya minum, airnya dingin karena tidak di masak saya ambil dari
tong”.
(Wwcr 2, brs 164-167)
Selanjut nya, proses penerimaan yang juga cukup intens dialami oleh
subjek adalah tahap kemarahan berupa tindakan yaitu adanya penolakan
yang menimbulkan perasaaan marah, kecewa maupun sedih yang
diwujudkan dalam bentuk tindakan.
“waktu itu saya hakimi Tuhan,saya bilang te ada guna saya berdoa
untuk Tuhan te ada guna saya…mo saya dihadapkan dengan keadaan begini
Tuhan, saya bilang lebih dekat saya...iyo lebih dekat sama Tuhan lebih-lebih
pencobaan luar biasa yang saya peroleh, itu...itu memang saya rasakan
betul itu”
(Wwcr 1, brs 424-431)
Terjemahan:
“waktu itu memang betul-betul saya menghakimi Tuhan, saya katakan
tidak ada gunanya saya berdoa untuk Tuhan jika saya dihadapkan dengan
keadaan seperti ini Tuhan, saya katakan lebih dekat saya dengan Tuhan,
maka pencobaan luar biasa yang saya peroleh, itu memang saya rasakan
betul”
(Wwcr 1, brs 361-366)
Proses selanjutnya, yaitu, tahap penerimaan berupa pikiran. Dalam
tahapan ini subjek sudah dapat menerima keadaan anak dengan sepenuhnya
disertai dengan alasan-alasan yang dapat diterima.
“saya koreksi saya pe diri kesalahannya saya ini kurangnya
pengawasan dari orang tua sama anak”
(Wwcr 1, brs 295-297)
Terjemahan:
“saya koreksi diri saya, kesalahan saya yaitu karena kurangnya
pengawasan dari orang tua terhadap anak”
(Wwcr 1, brs 247-249)
41
tahapan kemarahan berupa pikiran, meskipun secara kuantitas tahapan ini
lebih sedikit jumlahnya dibandingkan tahap penerimaan berupa pikiran
namun tahapan ini juga dialami oleh subjek ketika subjek berada dalam
proses penerimaan terhadap anaknya yang hamil di luar nikah. Tahapan
kemarahan berupa pikiran, yaitu, penolakan yang menimbulkan perasaan
marah, kecewa maupun sedih yang disertai dengan alasan-alasan yang
rasional.
“tinggal manangis, itulah kalo so saya sandiri sampe sekarang juga
biasa itu macam apa diri sendiri yang dipersalahkan diri sendiri yang mo
dipukul”
(Wwcr 1, brs 272-275)
Terjemahan:
“
saya
hanya menangis, kalau saya sendiri sampai sekarang biasanya
seperti diri sendiri yang dipersalahkan, diri sendiri yang ingin dipukuli”
(Wwcr 2, brs 225-227)
Proses penerimaan yang juga dialami oleh subjek adalah tahapan
penerimaan dengan perasaan tertekan berupa perasaan. Dalam hal ini,
subjek sudah dapat menerima keadaan anak namun belum sepenuhnya yang
ditandai dengan adanya masalah emosional terhadap masalah yang dihadapi
oleh subjek.
“sampe skarang saya bilang itu saya bilang sama itu kamu kira so
hilang sa pe kecewa ini kamu bekeng, tidak akan tidak akan hilang”
(Wwcr 1, brs 409-412)
Terjemahan:
“sampai sekarang saya katakan kamu pikir sudah hilang saya punya
rasa kecewa akibat perbuatan kalian, tidak akan hilang”
(Wwcr 1, brs 348-350)
berupa pikiran, yaitu, subjek sudah mulai dapat menerima keadaan anak
namun penerimaannya belum sepenuhnya dan disertai dengan alasan-alasan
yang dapat di terima
“jujur saya kase tau sampe saat ini kalo itu yang saya pikir yah
kecewa lah, saya sebut nama Tuhan baru ada apa iya baru mulai tenang
saya punya hati”
(Wwcr 2, brs 26-29)
Terjemahan:
“Jujur saya katakan, sampai saat ini bila hal itu yang saya pikirkan
tentunya saya akan kecewa, nanti setelah saya menyebut nama Tuhan baru
hati saya mulai tenang”
(Wwcr 2, brs 20-23)
Proses selanjutnya adalah tahapan penerimaan berupa tindakan, dalam
tahapan ini, subjek sudah dapat menerima keadaan anak dengan sepenuhnya
yang diwujudkan dalam bentuk tindakan
“saya berdoa waktu so mo menit-menit mo melahirkan ini saya bilang
janganlah ucapan saya walaupun tidak saya tidak…ke dalam hati dalam
pikiran oh itu cucu nanti kita…itu cucu kong cacat apa toh, saya bilang
Tuhan ampuni”
(Wwcr 1, brs 322-326)
Terjemahan:
“saya berdoa di menit-menit akan melahirkan, saya katakan
janganlah ucapan saya masuk ke dalam hati dalam pikiran saya cucu nanti
cucu saya tiba-tiba cacat, saya katakan Tuhan ampuni
”
(Wwcr 1, brs 271-275)
Subjek juga melalui tahapan pengingkaran berupa pikiran meskipun
jumlahnya tidak seintens tahapan penerimaan berupa tindakan. Dalam
tahapan ini subjek menyangkal atau menolak realita yang ada disertai
dengan alasan-alasan yang rasional
43
baru celana pendek”
(Wwcr 2, brs 226-230)
Terjemahan:
“Saya katakan begini ada rasa tidak percaya ada rasa percaya tapi
saya sudah tidak perhatikan waktu malam itu sudah tidak perhatikan
perutnya, mungkin betul atau tidak dia masih main volley, baju isi dalam
dan celana pendek”
(Wwcr 2, brs 181-185)
Proses penerimaan yang juga dialami oleh subjek adalah tahapan
tawar menawar berupa pikiran. Pada tahapan ini, subjek sudah mulai dapat
menerima namun penerimaanya bersyarat disertai dengan alasan-alasan
“adoh saya bilang seandainya kalo masih mo dua saya pe anak
perempuan barangkali tidak mau kecewa seperti itu...cuma satu”
(Wwcr 2, brs 330-332)
Terjemahan:
“saya katakan seandainya masih dua anak perempuan saya, mungkin
tidak akan kecewa seperti itu akan tetapi ini hanya satu”
(Wwcr 2, brs 275-277)
Proses selanjutnya, yaitu, tawar menawar berupa tindakan yaitu subjek
sudah mulai dapat menerima namun penerimaannya bersyarat yang
diwujudkan dalam tindakan yang kurang adaptif
“lalu saya bawa dia sementara hamil, saya bilang kalo memang dia
so melahirkan itu saya bilang saya bawa ulang…uruskan jo di sini di Palu”
(Wwcr 1, brs 331-333)
Terjemahan:
“lalu saya membawa dia pada waktu hamil, saya katakan kalau dia
sudah melahirkan saya akan membawanya lagi, urus saja dia di Palu”
(Wwcr 1, brs 279-282)
“E tinggal pasrah noh, kita kuat berdoa ee…biasa itu tengah malam
itu maksudnya tinggal itulah kita lakukan, biasa sakit saya baca Firman
juga artinya mau memberi kekuatan”
(Wwcr 1, brs 419-422)
Terjemahan:
“E tinggal pasrah, saya kuat berdoa dan biasanya tengah malam.
Hanya itu yang saya lakukan, biasa jika sakit saya membaca Firman
artinya agar di beri kekuatan”
45
Gambar 3.
PROSES PENERIMAAN SUBJEK 1
PNGKRN Pkr
Prs
KMRHN Pkr
Tnd
Pkr TM
Tnd
Prs
PPT Pkr
Tnd
Pkr
PM
3.
Hasil Penelitian Subjek 2
a.
Identitas subjek
Nama
Hendrik Akai
Umur
38 Tahun
Jenis kelamin
Laki- laki
Agama
Kristen Protestan
Pendidikan
SMA
Jumlah Anak
2 orang
Pekerjaan
Petani
Alamat
Desa Tambaro
Tabel. 3
b.
Latar belakang subjek
47
subjek bekerja juga telah di tutup sebagai akibat dari terjadinya kerusuhan.
Subjek juga mengakui bahwa kondisi di tempat pengungsian sangatlah
susah, anak-anak menjadi kurang perhatian dikarenakan banyaknya
orang-orang yang mengungsi pada waktu itu. Setelah kerusuhan pun, kondisi
ekonomi keluarga subjek belum berjalan dengan baik karena subjek harus
memulai semuanya dari awal lagi dengan bekerja sebagai petani.
c.
Observasi
Secara psikologis, subjek termasuk pribadi yang tertutup sehingga
untuk berbicara dengan istri dan anak-anak biasanya dilakukan ketika ada
masalah yang penting sehingga subjek menjadi kurang akrab dengan istri
dan anak-anaknya. Selain itu, hal lain yang membuat subjek kurang begitu
akrab dengan anak-anaknya, yaitu, karena sejak kecil subjek sering
meninggalkan anaknya, dan untuk menjalin relasi yang lebih akrab dengan
anak sangat jarang dilakukan oleh subjek. Adanya hubungan yang kurang
akrab antara subjek dengan anak-anaknya membuat anak segan dengan
subjek dan anak-anak selalu berusaha untuk tidak melakukan hal- hal yang
dapat membuat subjek marah.
berpengaruh terhadap lamanya proses penerimaan subjek terhadap anaknya
yang membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Dengan para tetangga, subjek juga kurang begitu akrab, hal ini
dikarenakan subjek kurang mau untuk terbuka dengan para tetangganya
serta tidak mau untuk turut campur urusan orang lain. Begitu pula dengan
keluarganya, subjek kurang begitu akrab sehingga kebanyakan waktunya
dihabiskan di kebun dan di rumah.
d.
Proses Penerimaan Subjek 2
Proses penerimaan yang intens dialami oleh subjek adalah tahapan
penerimaan berupa pikiran. Artinya, subjek sudah dapat menerima keadaan
anak dengan sepenuhnya yang disertai dengan alasan-alasan yang dapat di
terima
“Karena yang utama ini yang salah ini yang pasti orang tua to,
karena itu tanggung jawabnya orang tua untuk mendidik anak untuk jadi
bae”
(Wwcr 1, brs 141-144)
Terjemahan:
“Karena yang terutama yang salah pasti orang tua kan karena itu
tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak menjadi lebih baik”
(Wwcr 1, brs 127-130)
Selanjutnya proses penerimaan yang juga dialami oleh subjek adalah
tahapan kemarahan berupa pikiran, yaitu, penolakan yang menimbulkan
perasaan marah, kecewa maupun sedih yang disertai dengan alasan-alasan
yang rasional
“Kalau saya ini sebagai orang tua to dari “R”, kalau kejadian itu
menurut saya sebagai orang tua kan memang ada penyesalan to
harapan
orang tua ini sebenarnya bukan...bukan mau jadi seperti itu”
49
Terjemahan:
“Kalau saya ini sebagai orang tua dari “R”, kalau kejadian itu
menurut saya sebagai orang tua ada penyesalan , karena harapannya orang
tua bukan seperti itu”
(Wwcr 2, brs 6-9)
Proses penerimaan selanjutnya adalah tahapan kemarahan berupa
perasaan. Meskipun tahapan ini secara kuantitas tidak seintens tahapan
kemarahan berupa pikiran namun subjek juga mengalami tahapan ini, yaitu,
tahapan di mana penolakan yang muncul berupa rasa marah, kecewa, dan
sedih.
“Terus terang kita menangis, yang kita sesali kenapa sampai begitu
to, harapannya orang tua bukan mau jadi lebih baik”
(Wwcr 2, brs 92-95)
Terjemahan:
“Terus terang saya menangis, yang saya sesali kenapa sampai bisa
begitu, harapannya orang tua bukannya jadi lebih baik”
(Wwcr 2, brs 86-88)
Selanjutnya, setelah kemarahan berupa perasaan adalah tahapan
penerimaan dengan perasaan tertekan berupa pikiran. Tahapan ini
merupakan tahapan di mana subjek sudah mulai dapat menerima keadaan
anak namun belum sepenuhnya disertai dengan alasan-alasan yang dapat di
terima
“Waktu lalu itu saya rasa iyo, kita juga mau bilang tidak trima
karena kita sudah trima, artinya kita trima dengan anu to, kita juga mo
bilang tidak mo trima karna sudah begitu walaupun dengan terpaksa harus
kita trima”
Terjemahan:
“Waktu lalu saya rasa iya, saya juga mau katakan tidak terima
namun saya sudah terima, artinya saya terimalah dengan itu kan..saya juga
mau katakan tidak mau terima karena sudah begitu walaupun dengan
keadaan terpaksa harus saya terima”
(Wwcr 2, brs 143-148)
Subjek juga mengalami proses penerimaan dengan perasaan tertekan
berupa perasaan meskipun secara kuantitas tidak sebanyak ketika subjek
mengalami tahapan penerimaan berupa pikiran. Tahap penerimaan dengan
perasaan tertekan berupa perasaan adalah tahap di mana subjek sudah
dapat menerima keadaan anak, namun, belum sepenuhnya yang ditandai
dengan adanya masalah emosional terhadap masalah yang sedang subjek
hadapi
“walaupun torang orang tua kecewa torang harus trima itu yang
sudah terjadi”
(Wwcr 2, brs 14-16)
Terjemahan:
“walaupun kami orang tua kecewa kami harus te