• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Pengaruh Kecepatan Peluru Dan Arah Serat Komposit Terhadap Kekuatan Impak Balistik Komposit E-Glass/Isophthalic Polyester - ITS Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pemodelan Pengaruh Kecepatan Peluru Dan Arah Serat Komposit Terhadap Kekuatan Impak Balistik Komposit E-Glass/Isophthalic Polyester - ITS Repository"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN PENGARUH KECEPATAN

PELURU DAN ARAH SERAT KOMPOSIT

TERHADAP KEKUATAN IMPAK BALISTIK

KOMPOSIT E-GLASS/ISOPHTHALIC

POLYESTER

Fariz Rifqi Zul Fahmi

NRP 2712100031

Dosen Pembimbing

Lukman Noerochim, S.T., M.Sc.Eng., Ph.D

Mas Irfan P. Hidayat, ST., M.Sc., Ph.D.

JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

(2)

SIMULATION OF INFLUENCE OF VELOCITY OF

PROJECTILE AND FIBER DIRECTION TO

BALLISTIC IMPACT STRENGTH OF E-GLASS/

ISOPHTHALIC

POLYESTER COMPOSITE

FARIZ RIFQI ZUL FAHMI

NRP 2712100031

Supervisor

Lukman Noerochim, S.T., M.Sc.Eng., Ph.D

Mas Irfan P. Hidayat, ST., M.Sc., Ph.D.

MATERIALS AND METALLURGICAL

ENGINEERING

FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY

SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF

TECHNOLOGY

(3)
(4)

IMPAK BALISTIK KOMPOSIT E-GLASS/ISOPHTHALIC POLYESTER

Nama Mahasiswa : Fariz Rifqi Zul Fahmi

NRP : 2712 100 031

Jurusan : Teknik Material dan Metalurgi Dosen Pembimbing : Dr. Lukman Noerochim, ST., M.Sc.

Mas Irfan P. Hidayat, ST., M.Sc., Ph.D.

Abstrak

Simulasi impak balistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh arah serat dan kecepatan peluru terhadap kekuatan impak balistik E-glass/isophthalic polyester. Proses analisa menggunakan perangkat lunak Ansys Mechanical APDL LS-Dyna. Simulasi dilakukan dengan menembakkan proyektil FMJ Parabellum 9mm bermassa 6,98gr dengan kecepatan tertentu ke komposit berukuran 100x100x0,57mm dengan jumlah layer 8, 12 dan 16. Variasi dalam tugas akhir ini berupa arah serat [±45] dan [0,90] dan kecepatan peluru 300, 500 dan 800m/s. Dari hasil simulasi didapat bahwa komposit E-glass/isophthalic polyester dengan arah serat [±45] memiliki kekuatan balistik lebih tinggi berturut turut 22,32%, 16,46% & 14,55% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] untuk tiap kecepatan 300, 500 & 800m/s. Kekuatan balistik tertinggi komposit E-glass/isophthalic polyester arah serat [±45] adalah pada kecepatan 500m/s, yang lebih besar 12.92% dan 43.81% daripada kecepatan 300m/s dan 800m/s sedangkan untuk arah serat [0.90] kecepatan 500m/s lebih besar 19% & 42.5% daripada kecepatan 300m/s dan 800m/s. Proses validasi menggunakan model Wen dan menunjukkan nilai error berkisar antara -0,94% sampai 24,2%.

(5)

ix

IMPACT STRENGTH OF E-GLASS/ ISOPHTHALIC POLYESTER COMPOSITE

Name : Fariz Rifqi Zul Fahmi NRP : 2712 100 031

Department : Materials and Metallurgicals Engineering Supervisor : Dr. Lukman N., S.T., M.Sc.Eng

Mas Irfan P. Hidayat, ST., M.Sc., Ph.D.

Abstract

Ballistic impact simulation carried out to determine the effect of fiber direction and speed of a bullet against ballistic impact strength E-glass / Isophthalic polyester. Software analysis process using Ansys Mechanical APDL LS-Dyna. Simulations carried out by firing projectiles 9mm Parabellum FMJ 6,98gr mass at a certain speed to size composite 100x100x0,57mm the number of layers 8, 12 and 16. Variations in this final form are the fiber direction [± 45] and [0.90] and speed bullet 300, 500 and 800m / s. From the simulation results obtained composites E-glass / Isophthalic polyester fiber direction [± 45] have a higher ballistic strength respectively 22.32%, 16.46% and 14.55% of the composite with the direction of fibers [0.90 ] for each speed of 300, 500 and 800m / s. Strength ballistic highest composite E-glass / Isophthalic polyester fiber direction [± 45] is at a speed of 500m / s, a bigger 12.92% and 43.81% than the speed of 300m / s and 800m / s while the fiber direction [0.90] the speed of 500m / s is greater 19% and 42.5% than the speed of 300m / s and 800m / s. The validation process using models Wen and demonstrate the value of error ranging from -0.94% to 24.2%.

(6)

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas hidayah, rahmat dan ridho-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat dirampungkan. Tugas Akhir yang berjudul “Pemodelan Pengaruh Kecepatan Peluru Dan Arah Serat Komposit Terhadap Kekuatan Impak Balistik Komposit E-Glass/Isophthalic Polyester”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Sarjana Teknik dari Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Penyusunan Tugas Akhir ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua dan adik satu-satunya yang selama ini telah memberikan dukungan do’a, moral, tenaga, dan materi. 2. Bapak Lukman Noerochiem, S.T., M.Sc. (Eng)., Ph.D. dan

Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing serta Bapak Ibu dosen penguji yang telah bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan.

3. Bapak Agung Purniawan, S.T., M.Eng. selaku Ketua Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.

4. Seluruh dosen Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. 5. Seluruh karyawan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. 6. Seluruh mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi

angkatan 2012 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis selalu mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

(7)

xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ...xxi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah ...2

1.3. Batasan Masalah ...3

1.4. Tujuan Penelitian...3

1.5. Manfaat Penelitian ...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makromekanik Komposit ...5

2.2. Beban Gaya dan Momen Dalam Laminat ...8

2.3. Lamina Isotropik Transversal ...10

2.4. Mekanika Penetrasi Impak ...12

2.4.1. Perubahan Kecepatan Sisa dan Penyerapan Energi ...13

2.4.2. Perilaku Kegagalan Laminat ...13

2.5. Energi Impak Balistik Komposit ...14

2.6. Teori Kegagalan Komposit ...16

2.7. Validasi ...17

2.8. Penelitian Sebelumnya ...18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ...29

3.2. Spesifikasi Material ...31

3.2.1. Material Komposit ...31

3.2.2. Material Proyektil ...31

(8)

xiv

3.5.1. Pemodelan Komposit E-Glass Isopthalic Polyester ... 32

3.5.2. Pemodelan Proyektil ... 33

3.6. Pemodelan Kondisi Pembebanan... 34

3.7. Perhitungan Validasi ... 35

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Elemen Hingga ... 37

4.2 Hasil Pemodelan Pada Variasi Kecepatan Peluru ... 39

4.2.1 Kecepatan 300m/s ... 39

4.2.1.1 Komposit 8 Layer [±45] dan [0,90] ... 39

4.2.1.2 Komposit 12 Layer [±45] dan [0,90] ... 46

4.2.1.3 Komposit 16 Layer [±45] dan [0,90] ... 52

4.2.1.4 Perbandingan Hasil Pemodelan Komposit 8, 12 dan 16 Layer 300m/s ... 58

4.2.2 Kecepatan 500m/s ... 61

4.2.2.1 Komposit 8 Layer [±45] dan [0,90] ... 61

4.2.2.2 Komposit 12 Layer [±45] dan [0,90] ... 68

4.2.2.3 Komposit 16 Layer [±45] dan [0,90] ... 74

4.2.2.4 Perbandingan Hasil Pemodelan Komposit 8, 12 dan 16 Layer 500m/s ... 80

4.2.3 Kecepatan 800m/s ... 83

4.2.3.1 Komposit 8 Layer [±45] dan [0,90] ... 83

4.2.3.2 Komposit 12 Layer [±45] dan [0,90] ... 90

4.2.3.3 Komposit 16 Layer [±45] dan [0,90] ... 96

4.2.3.4 Perbandingan Hasil Pemodelan Komposit 8, 12 dan 16 Layer 800m/s ... 102

4.2.3.5 Perbandingan Kekuatan Balistik Komposit 8, 12 dan 16 Layer kecepatan 300m/s, 500m/s dan 800m/s ... 105

4.3. Validasi ... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 111

(9)

xv

(10)

xvii

Gambar 2.1 Unidireksional lamina sebagai material monoklinik

(Kaw, 2006) ...5

Gambar 2.2 Koordinat prinsipal dan lokal komposit (Jones, 1998) ...7

Gambar 2.3 a) Gaya resultan b) Momen resultan pada laminat datar (Kaw 2006)...9

Gambar 2.4 Tumpukan lamina pada laminat (Venucec, 2000) ..9

Gambar 2.5 Sifat mekanik komposit laminat 4 layer dengan arah serat berbeda(Vnucec,2000) ...10

Gambar 2.6 Physical symmetry dari lamina berpenguat unidireksional (Jones, 1998) ...11

Gambar 2.7 Ilustrasi mekanika penetrasi pada komposit ...12

Gambar 2.8 Formasi hourglass/jam pasir ...12

Gambar 2.9 Pengaruh gesekan terhadap area deformasi yang terjadi ...14

Gambar 2.10 Experimental pengujian ballistic limit ...15

Gambar 2.11 Hasil Percobaan ballistic limit ...15

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ...29

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian ...39

Gambar 3.3 Meshing pada komposit ...33

Gambar 3.4 Peluru kaliber 9mm standar NIJ...33

Gambar 3.5 Elemen tetrahedron proyektil ...34

Gambar 3.6 Pembebanan Displacemen ...34

Gambar 3.7 Pemodelan kontak ...35

Gambar 4.1 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 8layer 300m/s ...40

Gambar 4.2 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,89E-5s ...42

Gambar 4.3 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,14E-4s ...43

(11)

xviii

Gambar 4.6 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90]

12layer 300m/s ...46

Gambar 4.7 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,4E-5s ...48

Gambar 4.8 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,7E-5s ...49

Gambar 4.9 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 2,1E-5s ...50

Gambar 4.10 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 12 layer 300m/s ...51

Gambar 4.11 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 300m/s ...52

Gambar 4.12 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,4E-5s ...54

Gambar 4.13 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,8E-5s ...55

Gambar 4.14 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 2,0E-5s ...56

Gambar 4.15 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 16 layer 300m/s ...57

Gambar 4.16 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 300m/s ...58

Gambar 4.17 Perbandingan energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 300m/s ...58

Gambar 4.18 Perbandingan waktu perforasi proyektil pada komposit [±45] dan [0,90] 300m/s ...59

Gambar 4.19 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 8, 12 dan 16 layer 300m/s ...60

Gambar 4.20 kekuatan balistik komposit [±45] dan [0,90] ...61

Gambar 4.21 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...62

Gambar 4.22 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,1E-5s ...64

Gambar 4.23 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,2E-5s ...65

Gambar 4.24 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,4E-5s ...66

(12)

xix

Gambar 4.27 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 2,1E-5s ...70

Gambar 4.28 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 2,2E-5s ...71

Gambar 4.29 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 2,6E-5s ...72

Gambar 4.30 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 12 layer 500m/s ...73

Gambar 4.31 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...74

Gambar 4.32 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,4E-5s ...76

Gambar 4.33 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,8E-5s ...77

Gambar 4.34 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,2E-5s ...78

Gambar 4.35 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 16 layer 500m/s ...79

Gambar 4.36 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...80

Gambar 4.37 Perbandingan energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...81

Gambar 4.38 Perbandingan waktu perforasi proyektil pada komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...81

Gambar 4.39 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 8, 12 dan 16 layer 500m/s ...82

Gambar 4.40 Kekuatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...83

Gambar 4.41 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 800m/s ...84

Gambar 4.42 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,2E-5s ...86

Gambar 4.43 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,4E-5s ...87

Gambar 4.44 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,6E-5s ...88

(13)

xx

Gambar 4.47 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,3E-5s ...92 Gambar 4.48 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,5E-5s ...93 Gambar 4.49 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,8E-5s ...94 Gambar 4.50 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 12 layer 800m/s ...95 Gambar 4.51 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 16layer 800m/s ...96 Gambar 4.52 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,4E-5s ...98 Gambar 4.53 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,6E-5s ...99 Gambar 4.54 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,7E-5s ... 100 Gambar 4.55 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 16 layer 800m/s ... 101 Gambar 4.56 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 800m/s ... 102 Gambar 4.57 Perbandingan energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 800m/s ... 102 Gambar 4.58 Perbandingan waktu perforasi proyektil pada komposit [±45] dan [0,90] 800m/s ... 103 Gambar 4.59 Grafik kecepatan proye Perbandingan batas

(14)

xxi

Tabel 2.1 Penelitian sebelumnya ...18

Tabel 3.1 Sifat mekanik komposit E-glass/Isophthalic-polyester berdasarkan ASM Handbook vol 21...31

Tabel 3.2 Sifat Mekanik Proyektil ...31

Tabel 4.1 Konstanta komposit Sesuai Variasi Arah Serat ...37

Tabel 4.2 Kekuatan Komposit Sesuai Variasi Arah Serat ...37

Tabel 4.3 Regangan volume arah serat 0,90 dan 45,-45 ...38

Tabel 4.4 Regangan efektif layer arah serat 0,90 dan 45,-45 ....38

Tabel 4.5 Batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 8 layer 300m/s ...40

Tabel 4.6 Waktu perforasi total komposit [±45] dan [0,90] 8 layer 300m/s ...40

Tabel 4.7 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit [±45] dan [90,0] 8 layer 300m/s ...45

Tabel 4.8 Batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 12 layer 300m/s ...47

Tabel 4.9 Waktu perforasi total komposit [±45] dan [0,90] 12 layer kecepatan 300m/s ...47

Tabel 4.10 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit [±45] dan [90,0] 12 layer ...51

Tabel 4.11 Batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 16 layer ...53

Tabel 4.12 Waktu perforasi total komposit [±45] dan [0,90] 16 layer 300m/s ...53

Tabel 4.13 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit [±45] dan [90,0] 16 layer 300m/s ...57

(15)

xxii

(16)

xxiii

Tabel 4.31 Batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 16

layer 800m/s ...97

Tabel 4.32 Waktu perforasi total komposit [±45] dan [0,90] 16 layer kecepatan 800m/s ...97

Tabel 4.33 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit [±45] dan [90,0] 16 layer 800m/s ... 101

Tabel 4.34 Kekuatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 8, 12 dan 16 layer 800m/s ... 104

Tabel 4.35 Data pendukung validasi ... 107

Tabel 4.36 Batas kecepatan balistik model Wen ... 107

Tabel 4.37 Eror relatif 300m/s ... 108

Tabel 4.38 Eror relatif 500m/s ... 108

(17)

1

1.1.Latar Belakang

Pada saat ini penggunaan rompi anti peluru berbahan dasar baja telah sangat luas dipakai, baik untuk keperluan militer maupun keperluan sipil. Namun rompi anti peluru berbahan dasar baja memiliki kelemahan utama, yaitu massanya yang cukup berat dan tidak nyaman digunakan. Oleh karena itu sampai saat ini banyak dilakukan penelitian untuk membuat material baru yang dapat mengatasi kelemahan baja tersebut. Material baru tersebut adalah komposit. Untuk saat ini, material komposit yang paling banyak dikembangkan sebagai rompi anti peluru adalah yang masing-masing material tersebut memiliki sifat mekanik tertinggi dibandingkan dengan material sejenis sehingga harganya juga tidak murah. Selain itu proses manufaktur dan pengujian mekaniknya juga tidak mudah dan membutuhkan biaya tinggi.

(18)

satu pengujian ke pengujian yang lain, seperti kecepatan proyektil yang selalu berubah-ubah. Hal ini tentunya akan menambah kompleksitas permasalahan impak balistik.

Maka dari itu dengan semakin berkembangnya berbagai perangkat lunak berbasis metode elemen hingga, para ahli mulai beralih dari analisis eksperimental ke analisis elemen hingga. Pada tahun 2014 peneliti Indonesia, Rizal Panglevi telah melakukan simulasi pengaruh arah serat terhadap kekuatan impak balistik komposit E-glass/isophthalic polyester dengan menggunakan software permodelan Patran dan Nastran. Dari hasil penelitian yang dilakukan dihasilkan kesimpulan bahwa komposit E-glass/isophthalic polyester dengan arah serat [45/-45/s] memiliki kekuatan balistik lebih tinggi 28,48 % dari pada komposit dengan arah serat [90/0/s]. Berangkat dari penelitian ini akan dilakukan simulasi kembali dengan material dan arah orientasi serat yang sama namun menggunakan proyektil berbeda yang memiliki bentuk ogive (FMJ Parabellum 9x19mm) dan dengan variasi kecepatan peluru (300ms-1, 500ms-1 & 800ms-1). Penelitian tugas akhir ini akan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak Ansys Mechanical APDL LS-Dyna® yang akan divalidasi secara eksperimental dengan menggunakan formulasi yang telah dirumuskan oleh Wen (Wen, 2002) untuk peluru berbentuk hemispherical.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kecepatan peluru terhadap kekuatan impak balistik komposit E-glass/isophthalic polyester ?

(19)

1.3.Batasan Masalah

Untuk memperoleh hasil akhir yang baik dan tidak menyimpang dari permasalahan maka batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Komposit E-glass/isophthalic polyester dan proyektil peluru diasumsikan tanpa cacat.

2. Proyektil peluru tidak mengalami deformasi dan tidak terjadi pengurangan massa.

3. Hambatan udara dan panas yang dihasilkan akibat tumbukan antara proyektil dan komposit diabaikan.

1.4.Tujuan Penelitian

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisa pengaruh kecepatan peluru terhadap kekuatan impak balistik komposit E-glass/isophthalic polyester

2. Menganalisa pengaruh arah orientasi serat terhadap kekuatan impak balistik komposit E-glass/isophthalic polyester

1.5. Manfaat Penelitian

(20)
(21)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makromekanik Komposit

Material komposit merupakan material yang heterogen yang didalamnya terdapat serat-serat yang kontinyu yang menyebabkan perbedaan sifat mekanik di setiap titik pada material komposit lamina. Namun bagaimanapun juga, hubungan tegangan dan regangan komposit lamina bias diadaptasi dari material homogen. Hubungan tegangan dan regangan pada lamina regangan bidang, plane strain (tebal), lamina dengan serat unidirectional dan kondisi regangan bidang lamina dengan serat unidireksional dan kondisi regangan bidang , plane stress (tipis) tanpa mempertimbangkan material yang membentuk lamina tersebut. Analisa yang dilakukan dengan cara ini disebut analisa mekanika-makro (Sulistijono, 2012)

Metode analisa ini secara keseluruhan menggunakan hukum Hooks dalam perhitunganya. Hooks membagi tipe material menjadi lima berdasarkan interaksi sifat mekanik pada arah koordinat normal dengan arah gesernya, yaitu anisotropik, monoklinik, orthotropik, isotropik transversal dan isotropik. Pada penelitian ini yang akan dibahas adalah tipe orthotropik karena komposit merupakan material orthotropik yang ditandai dengan tidak saling mempengaruhinya sifat mekanik arah normal (𝜎1, 𝜎2, 𝜎3) dan gesernya (𝜏12, 𝜏23, 𝜏31).

Jika material memiliki tiga bidang tegak lurus yang simetri, maka matriks kekakuannya dapat dilihat pada persamaan 2.1 dan 2.2.

(22)

[

Persamaan 2.1 dan 2.2 identik, hanya matriks kekakuannya diganti dengan notasi [Qij], agar lebih spesifik menunjukkan material orthotropik. Dan hubungan regangan tegangannya:

[

Regangan normal, ε3, bukan merupakan regangan independen karena merupakan fungsi dari dua regangan normal lainnya, ε1 dan ε2 (Kaw, 2006). Komposit lamina unidireksional yang tipis dianggap tidak memiliki tegangan regangan pada arah 3, arah ketebalan, maka 𝜎3= 𝜏23= 𝜏31= 𝑛𝑜𝑙 sehingga hubungan regangan-tegangan material orthotropik hanya pada bidang 1-2 (Sulistijono, 2012). Sehingga:

(23)

ke harga regangan. Sehingga nilai komponen matriks sesuaian [Sij] adalah 𝑆11= 𝐸11, 𝑆12= − 𝜈𝐸121, 𝑆12 = 𝐸12 dan 𝑆66= 𝐺112. Invers dari persamaan 2.4 akan memberikan hubungan tegangan-regangan sebagai berikut:

Dimana [Qij] adalah penurunan koefisien kekakuan yang relatif terhadap compliance coefficient sebagai :𝑄11= 𝐸1

1−𝜈21𝜈12 , 𝑄12=

𝜈12𝐸2

1−𝜈21𝜈12 , 𝑄32 =

𝐸2

1−𝜈21𝜈12 dan 𝑄66= 𝐺12 (Kaw, 2006)

Pada penjelasan diatas, tegangan dan regangan digambarkan pada koordinat material principal/global untuk material orthotropik, namun arah prinsipal tidak selalu tepat dengan arah koordinat yang cocok untuk solusi dari sebuah masalah. Maka dari itu dibutuhkan hubungan antara tegangan regangan prinsipal dan lokal. Perhitungan ini dilakukan menggunakan koordinat prinsipal (x, y) dan lokal (1, 2) yang diperlihatkan pada gambar 2.2.

(24)

Dari gambar 2.2 dapat diperoleh rumusan untuk mengekspresikan tegangan pada koordinat system xy atau koordinat system 1-2 dimana 𝑐 = cos 𝜃 dan 𝑠 = sin 𝜃. Transformasinya dapat ditulis sebagai:

[𝜎𝜎12

Sehingga hubungan tegangan regangan pada koordinat x-y adalah:

[

(25)

𝑁𝑖= ∫ 𝜎𝑖𝑑𝑧 = ∑𝑛𝑘=1∫𝑘−1𝑘 𝜎𝑖𝑘𝑑𝑧 ℎ2

−ℎ2 (2.15)

Dan untuk momen resultan adalah 𝑀𝑖= ∫ 𝑧𝜎𝑖𝑑𝑧 = ∑𝑛𝑘=1∫𝑘−1𝑘 𝑧𝜎𝑖𝑘𝑑𝑧

2

−ℎ2 (2.16)

Dimana N adalah Gaya per satuan lebar dan M adlah momen per satuan lebar laminat. Seperti pada gambar 2.3 dan 2.4:

Gambar 2.3 a) Gaya resultan b) Momen resultan pada laminat datar (Kaw 2006)

Gambar 2.4 Tumpukan lamina pada laminat (Venucec, 2000)

(26)

[ penelitiannya mengenai pembebanan terhadap komposit laminat E-glass/Epoxy V913 membuat grafik perubahan sifat mekanik akibat perubahan arah serat komposit pada masing-masung serat (4 serat) yang disajikan pada gambar 2.3.

Gambar 2.5 Sifat mekanik komposit laminat 4 layer dengan arah serat berbeda (Vnucec,2000)

2.3. Lamina Isotropik Transversal

(27)

= = , = (Abaqus user’s manual, 2007) dan tegangan regangannya menjadi

Observasi pada physical symmetry dari fiber dan matriks pada lamina berpenguat unidireksional memungkinkan kita untuk menyimpulkan bagaimana sifat dari out-of plane terkait dengan sifat dari in-plane. Asumsi yang digunakan adalah pertama, 𝐸3= 𝐸2 karena kedua modulus elastisitas tersebut memiliki kondisi yang sama apabila dikenai pembebanan 𝜎3 atau 𝜎2 Asumsi kedua, 𝑣31= 𝑣21 (𝑣13= 𝑣12) dengan alasan yang sama dengan asumsi pertama. Asumsi ketiga, 𝐺13 = 𝐺12 karena ketika pembebanan geser 𝜏13 atau 𝜏12 diterapkan, deformasi yang dihasilkan identik karena geometri lamina simetri maka modulus gesernya juga identik. Ketika kita memperhitungkan perbedaan E1 dari E2 pada bidang 1-2, maka kita dapat mengenali material tersebut sebagai lamina isotropik transversal, namun ketika kita hanya kosen pada bidang 1-2 maka disebut lamina isotropik. Dan jika lamina dikompaksi pada ketiga arah saat proses curing dan kemudian terdapat sedikit perbedaan sifat pada arah 2 dan 3, maka material tersebut menjadi orthotropik 3D.

(28)

2.4. Mekanika Penetrasi Impak

Perilaku komposit laminat e-glass/polyester saat proyektil menembus masuk telah banyak diteliti. Salah satunya adalah oleh P. Rama Subba Reddy (2015) dalam jurnalnya yang secara khusus meneliti tentang perilaku e-glass komposit saat dilakukan impak balistik. Dalam hal ini Rama melakukan penelitian secara eksperimental dengan menggunakan proyektil baja karbon menengah dengan ukuran 7.62x39mm yang ditembakkan dengan jarak 10 m dari komposit e-glass epoksi yang memiliki ketebalan berkisar 5-30mm dengan kecepatan peluru berkisar 500±15 ms-1 sampai 700±15 ms-1. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil penetrasi proyektil pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Ilustrasi mekanika penetrasi pada komposit

(29)

2.4.1. Perubahan Kecepatan Sisa Dan Penyerapan Energi Proyektil peluru mulai melambat setelahmenembus ketebalan tertentu. Saat terjadinya perlambatan proyektil, terjadi penyerapan energi oleh komposit. Selain menyerap energi komposit juga melakukan perlawanan terhadap energi impak yang mengenainya, namun perlawanan ini tidak dapat diasumsikan linear searah bertambahnya ketebalan. Penyerapan energi pada tiap ketebalan dapat digunakan sebagai indikator performa material terhadap impak balistik/kemampuan penyerapan energi oleh komposit. Waktu interaksi memainkan peranan penting dalam penyerapan energi. Semakin besar waktu interaksi maka memungkinkan volume yang lebih besar dari bahan untuk menyerap energi. Jadi saat peluru menumbuk dengan kecepatan yang semakin tinggi maka kemampuan komposit untuk menyerap energi menjadi semakin rendah

2.4.2. Perilaku Kegagalan Laminat

Gambar diatas memperlihatkan gambar dari video kecepatan tinggi saat terjadinya impak balistik. Perpindahan peluru ke layer terakhir dapat dilihat dengan jelas setelah 200µs. Perpindahan ini terjadi karena adanya delaminasi dan daya regangan pada lapisan sisi belakang di ketebalan yang lebih tinggi. Perpindahan maksimum berkisar 25-30% dari ketebalan awal. Profil geometri setelah pembebanan awal ditunjukkan pada gambar 2.8. Kerusakan pada lamina membentuk pattern hourglass/seperti jam pasir. Bentuk kerucut awal menginterpretasikan perlawanan komposit terhadap penetrasi impak

(30)

gesek yang tinggi akan semakin membuat daerah yang terdeformasi menjadi semakin luas.

Gambar 2.9 Pengaruh gesekan terhadap area deformasi yang terjadi

2.5. Energi Impak Balistik Komposit

Energi impak balistik dapat dihitung dengan menggunakan metode V50 basic limit. Banyak penelitian tentang impak balistik menggunakan metode ini untuk pengukuran, diantaranya penelitian yang dilakukan Roberts (2003), S. Leigh Phoenix (2003), Carillo (2012),Gaurav Nilakantan (2014). V50 ballistic adalah kecepatan impak yang mana menghasilkan kerusakan sebesar 50% pada target balistik. Yang dihitung dengan metode ini adalah energi impak balistik dan energi kinetik. Energi impak balistik (E) dihitung dengan cara mengukur selisih antara energi kinetik proyektil ketika menumbuk permukaan komposit (𝐸𝐾)𝑖𝑛𝑡 sedangkan energi kinetic peluru dapat diketahui ketika selesai melakukan perforasi (𝐸𝐾)𝑟𝑒𝑠.

𝐸 = (𝐸𝐾)𝑖𝑛𝑡− (𝐸𝐾)𝑟𝑒𝑠 (2.21) Dengan (𝐸𝐾)𝑖𝑛𝑡= 𝑚𝑝𝑟𝑜𝑗𝑉𝑖𝑛𝑡2 dan (𝐸𝐾)𝑟𝑒𝑠= 𝑚𝑝𝑟𝑜𝑗𝑉𝑟𝑒𝑠2 , sehinggan persamaan diatas menjadi:

(31)

melakukan perforasi (𝑉𝑟𝑒𝑠) merupakan batas balistik (V50) (lihat persamaan 2.23).

𝑉50 = 𝑉𝑖𝑛𝑡 − 𝑉𝑟𝑒𝑠 (2.23) Sehingga persamaan 2.22 menjadi persamaan 2.24.

𝐸 = 𝑚𝑝𝑟𝑜𝑗𝑉502 (2.24) Dengan mengetahui energi impak balistik dari komposit maka kekuatan impaknya juga dapat diketahui.

Cara diatas adalah untuk mengetahui batas balistik secara teoritikal, S.T. Jenq (1994) dalam journalnya yang berjudul “Predicting The Ballistic Limit for Plain Woven Glass/Epoxy Composite Laminat” melakukan perhitungan batas balistik secara teoritikal yang ditunjukkan oleh gambar 2.7

Gambar 2.10 Experimental pengujian ballistic limit Dari percobaan ini didapatkan hasil seperti gambar 2.11 yang didalamnya terdapat prediksi dari batas balistik

Gambar 2.11 Hasil Percobaan ballistic limit

(32)

1

Kekuatan dari laminat bergantung pada kekuatan tiap lamina penyususnnya. Teori – teori untuk mengetahui kekuatan lamina, secara umum berdasarkan pada kekuatan normal dan geser pada lamina arah tunggal. Teori kegagalan sederhana pada material isotropik berdasarkan pada gaya prinsipal normal dan tegangan geser maksimum. Tetapi, pada lamina, teori kegagalan didasarkan pada tegangan pada material karena lamina bersifat orthotropik dan sifat – sifatnya berbeda pada sudut yang berbeda.

Untuk penelitian ini teori kegagalan yang digunakan adalah teori Chang-Chang. Teori ini menggunakan lima parameter berdasarkan pada penelitian Fu-Kuo Chang dan Kuo-Yen Chang (1987):

S1, kekuatan tarik longitudinal S2, kekuatan tarik transversal S12, kekuatan geser

C2, kekuatan kompresif transversal

α, parameter kenonlinieran kekuatan geser

C2 diperoleh dari perhitungan tegangan sedangkan α diperoleh dari perhitungan tegangan-regangan geser. Pada analisa dua dimensi, regangan dihitung sebagai berikut:

𝜀1=𝐸11(𝜎1− 𝑣12𝜎2) (2.25) 𝜀2=𝐸12(𝜎2− 𝑣21𝜎1) (2.26) 2𝜀12=𝐺112𝜏12+ 𝛼 𝜏123 (2.27) dan rasio tegangan geser terhadap kekuatan geser,

(33)

Teori kegagalan Chang-Chang dibagi menjadi tiga kriteria kegagalan, yaitu:

Matrix Cracking Criteria 𝐹𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑥= (𝜎𝑆22)

Compression Failure Criteria 𝐹𝑐𝑜𝑚𝑝= (2𝑆𝜎122 )

Fiber Breakage Criteria 𝐹𝑓𝑖𝑏𝑒𝑟= (𝜎𝑆11)

Untuk penelitian ini validasi yang digunakan adalah teori yang dikembangkan oleh Wen. Dalam penelitiannya Wen meneliti tentang penetrasi dan perforasi peluru terhadap laminat komposit. Dalam penelitiannya Wen membahas tentang resisitive pressure saat impak balistik dan memberikan asumsi yakni tekanan awal σ diaplikasikan ke permukaan proyektil dan penolakan penetrassi & perforasi oleh proyektil oleh laminat dibagi menjadi 2 bagian:

Cohesive quasi-static resistive pressure σs Dynamic resistive pressure σd

(34)

𝑉𝑏 =3𝜋√𝜌𝑡𝜎𝑒𝐷 dimensional, 𝜍𝑒 adalah tegangan ekuivalen, 𝜌𝑡 adalah massa jenis komposit, adalah diameter proyektil, adalah ketebalan komposit dan adalah massa proyektil.

= (2.33)

dengan = 0,5 𝐺 𝑉𝑏2 dan = maka diperoleh formula kekuatan balistik komposit pada persamaan 2.35.

(2.34)

dimana adalah kekuatan balistik, adalah gaya dan adalah luas permukaan komposit yang terkena proyektil (Panglevi, 2012).

2.8. Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian sudah dilakukan berkaitan dengan impact ballistic serta penetrasi dan perforasi dari proyektil peluru. Rangkuman akan beberapa penelitian tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya

1.

Judul

Ballistic Simulation of Impact on

Composite Laminate

Peneliti M.A. Goncalves da Silva; Cosmin G.

Chiorean; Corneliu Cismasiu

Metode

(35)

dengan kecepatan yang berbeda untuk

mengetahui batas kecepatan balistik (V

50

).

Juga memodelkan dengan software

Autodyne dengan ukuran komposit

100x100x2mm

dan

menggunakan

formulasi Lagrange untuk memperlihatkan

kedua proyektil dan komposit dengan

ukuran meshing 0,4mm

Hasil

Impak

balistik

dimodelkan

untuk

memprediksi V

50

& kerusakan global.

Metode numerikal memperkirakan V

50

dengan sangat akurat dibandingkan

eksperimental.

Untuk

numerikal

V

50

=380ms

-1

dan

eksperimental

V

50

=375,8ms

-1

2.

Judul

Effect of Amino Functionalized MWCNTs

on Ballistic Impact Performance of

E-glass/epoxy Composite Using a Spherical

Projectile

Peneliti Muhammad Rahman; Mahesh Husein;

Shaik Zainudin

Metode

(36)

menggunakan

ultrasonic c-scan

untuk

informasi kuantitatif tentang kerusakan.

Hasil

NH

2

-MWCNTs dicampurkan ke dalam

epoksi

e-glass

. Untuk penambahan

MWCNTs sebesar 0,3wt% meningkatkan

batas balistik sebesar 6%, kemampuan

menyerap energy meningkat 0,3wt% serta

meningkatkan toleransi kerusakan. Dapat

disimpulkan

bahwa

kinerja

dapat

ditingkatkan

walaupun

dengan

penambahan % yang sangat kecil dari

MWCNTs

3.

Judul

A Combine Experimental & Numerical

Approach to Study Ballistic Impact

Respone of S2-glass Fiber Toughened

Epoxy Composite Beams

Peneliti Ercan Serkat; Benjamin Liaw; Feridun

Delale; Basavaraju B. Raju

Metode

Spesimen komposit menggunakan

resin epoksi berpenguat serat kaca S2

diuji balistik menggunakan

gas gun

tekanan tinggi dari gas helium yang

dikompresi. Peluru yang digunakan

adalah caliber 22 dari tembaga dan

dilakukan pada komposit dengan arah

serat yang berbeda-beda.

(37)

mana valid untuk material

linear

orthotropic

.

Namun

dalam

eksperimental terlihat adanya perilaku

nonlinear

sehingga

materialnya

menggunakan

MAT-User-Define

(MAT-43) dan juga menggunakan teori

erosi. Menggunakan kontak

surface to

surface tiebreak

dan nilai damping

dicari secara eksperimental (366,2Hz)

Hasil

Pola kerusakan ditentukan dari

eksperimental dan simulasi numerikal

akan dibandingkan dan analisa dengan

metode elemen hingga dengan

nonlinear orthotropic

lebih buruk

dibanding

linear orthotropic

.

Selip

antara

layer

komposit

menunjukkan internal damping pada

sistem. Rasio damping dapat diestimasi

menggunakan regangan dinamik.

Selama uji impak, delaminasi,

kegagalan matriks, kerusakan fiber dan

deformasi

peluru

diobservasi.

Banyaknya kegagalan diprediksi

dengan baik menggunakan nonlinear

orthotropic.

Batas kecepatan Balistik (V

50

) dapat

diperkirakan dengan cukup akurat

dengan menggunakan hasil yang

diperoleh dari uji balistik dan prediksi

elemen hingga.

(38)

Peneliti J. Wang; R. Calinan

Metode

Proyektil dengan kaliber 7.62mm, 12,7mm

& 20mm ditembakkan dengan kecepatan

200-1000ms

-1

. Kecepatan sisa dihitung

menggunakan dua

chronograph

yang

dipasang di depan dan belakang target.

Dilakukan juga uji tarik setelah diimpak.

Dilakukan juga analisa elemen hingga

dengan menggunakan software Nastran

untuk mengetahui efek perbedaan lokasi

kerusakan terhadap kekuatan spesimen

Hasil

Kekuatan sspesimen dengan kerusakan

balistik secara signifikan lebih rendah dari

spesimen awal. Namun hanya lebih rendah

sedikit dibanding dengan spesimen yang

dilubangi dengan mesin yang berdiameter

sama dengan kaliber peluru. Tidak terlihat

dengan jelas pengaruh kecepatan terhadap

kekuatan sisa.

Analisa elemen hingga menunjukkan

bahwa tegangan geser di daerah yang jauh

dari tengah secara signifikan lebih rendah

dibanding daerah tengah spesimen.

5.

Judul

Studies on Ballistic Impact of The

Composite Panels

Peneliti Sudhir Sastrya Y.B; Pattabhi R. Budarapu

Metode

(39)

menyentuh laminat dan ditembakkan

dengan kecepatan 100ms

-1

. Kemudian

dilakukan analisa dinamik pada CFRP,

e-glass

dan kevlar untuk 6 formasi arah serat:

i) [45/-45/45/-45/-sym]; ii)

[45/-45/45-menyerap energi maksimum paling tinggi

yakni 43,8kj dibanding CFRP (39,8kj) dan

e-glass/epoksi

(15,6kj).

CFRP

menunjukkan karakteristik impak yang

lebih baik saat ditumbuk pada arah orientasi

[45/-45/45/-45/rep], e-glass pada

[0/90/45/-45/rep] dan Kevlar pada

[45/-45/45/-45/-sym]

6.

Judul

Impact Test on Waven Roving E-

glass/polyester Laminates

Peneliti Leigh Stuart; Carlos Guedes Soares

Metode

(40)

Hasil

Saat diberikan energy impak kecepatan

rendah, jumlah kerusakan terlihat seperti

delaminasi pada tengah bidang. Terlihat

juga retak pada matriks dan kerusakan pada

bagian belakang komposit.

7.

Judul

Design & Ballistic of The Ceramic

Composite Armor

Peneliti Weilan Liu; Zhaofen Cheng

Metode

Alumina (Al

2

O

3

) dipilih sebagai penyerap

energy yang memiliki kekerasan tinggi.

Alumina didesain berbenruk silinder

dengan diameter 18mm dan panjang 18mm.

digunakan juga plat Ti

6

AL

4

V dengan tebal

3mm untuk layer pertama dan UHMWPE

dengan tebal 5mm untuk meningkat

ketangguhan komposit. Pada layer ketiga

menggunakan campuran . Ti

6

AL

4

V, serat

karbon & paduan aluminium 7075-T6 dan

membentuk backplate komposit. Diuji

balistik menggunakan standar MIL-STG

662F dengan jarak 10mm dari komposit

ukuran 100x100x12,7mm & dengan

kecepatan awal 818ms

-1

. Dilakukan secara

numerikal dengan menggunakan software

ABAQUS

Hasil

(41)

UHMWPE menyebabkan lapisan pertama

dari Ti

6

AL

4

V menghasilkan tegangan tarik

yang besar. Fenomena ini menunjukkan

bahwa desain komposit backplate

meningkatkan sifat antipeluru.

8.

Judul

Ballistic Performance of Thermoplastic

Composite Laminatess Made from Aramid

Woven Fabric & Polypropylene Matrix

Peneliti J.G. Carillo; R.A. Gamboa

Metode

Penelitian ini membagi spesimen menjadi 2

yakni

multilayer aramid fabric composite

laminate

(CL) dengan matriks PP dan

multilayer aramid fiber

(AF) tanpa matriks.

Untuk dua konfigurasi ini menggunakan

plain woven

hexcel aramid style 720 fabric

(Kevlar 129 fiber, 1420 denier)

dengan

ketebalan 0,032mm & densitas 910 kgm

-3

.

Kekuatan tarik diukur berdasarkan ASTM

D7269 D638. Ketiga spesimen akan dites

untuk tiap material. CL & AF difabrikasi

dengan ukuran 100x100mm dan diuji

balistik dengan standar NATO STANAG

2920 menggunakan

spherical

steel

proyektil diameter 6,7mm dengan

kecepatan

274,5ms

-1

.

Selanjutnya

dilakukan pemeriksaan menggunakan

mikroskop optic untuk mengidentifikasi

mekanisme kerusakan penyerapan energy

selama impak.

(42)

performa balistik dari CL terjadi karena

matriks PP membuat perbedaan mekanisme

penyerapan energi. Untuk batas balistik &

perforasi lebih tinggi pada CL dibanding

AF.

9.

Judul

Ballistic Performance of Hybrid 3D

Woven: Experimentns and Simulation

Peneliti R. Minoz; F. Martinez-Hergueta; F. Galvez

Metode

Komposit dibuat dari resin epoksi

vinylester menjadi 3D hybrid orthogonal

woven. Empat layer pertama dibuat dari S2

serat kaca & 2 layer bawah dari AS4C serat

karbon. Komposit berukuran 690x275mm

dengan serat kaca S2 dan resin epoksi

MTM44 dan arah serat [(45/0/90)

2

/0]

s.

Sepuluh plat 100x100mm dari komposit 2D

dan 20 komposit hybrid 3D diuji dengan

proyektil baja berbentuk

spherical

ukuran

5,5mm kaliber 0,22 dengan massa 0,706g

dengan kecepatan 300-500ms

-1

. Proyektil

dilepaskan menggunakan SABRE Al+

gas

gun

dengan mengkompresi udara/helium

pada tekanan 150 bar. XCT digunakan

untuk memastikan mekanisme kerusakan.

Untuk uji balistik pada komposit

hybrid

3D

disimulasi menggunakan metode elemen

hingga dengan software ABAQUS dengan

ukuran plat 100x100mm dan ditumpuk 7

layer (0,586mm/layer)

(43)

menunjukkan 3 mekanisme energi disipasi

selama uji balistik. Fiber sobek di bagian

atas dan tengah lapisan, kerusakan pada

matriks menghancurkan serta meretakkan

proyektil. Akhirnya fiber rusak sampai

lapisan akhir. Mekanisme ini sama seperti

yang terjadi pada komposit 2D. Energi

disipasi pada komposit 3D akan meningkat

jika layer pertama yang ditumbuk adalah

permukaan karbon karena serat kaca pada

bagian bawah akan mengalami deformasi

yang lebih besar sebelum rusak. Akhirnya

uji impak disimulasi dengan metode

elemen hingga dan memperlihatkan

perbedaan kerusakan pada permukaan kaca

& permukaan karbon.

10.

Judul

Ballistic Impact Analysis of Balisa Core

Sandwich Composite

Peneliti N. Javer; B. Shafiq; U. Vaidya

Metode

(44)

Hasil

Batas balistiknya (V

50

) adalah 96ms

-1

,

material dapat digunakan sebagai pelapis

untuk melindungi dari ledakan, tornado dll.

Efek sebelum kerusakan dan penyerapan

energi menjadi lebih meningkat seiring

bertambahnya pembebanan impak &

tampak bahwa pembebanan impak awal

hanya memberikan sedikit pengaruh

terhadap respon global.

11.

Judul

Simulation Of Influence Of Fiber Direction To Ballistic Impact Strength Of E-Glass/Isophthalic Polyester Composite

Peneliti Panglevi, Rizal

Metode

Komposit

E-glass/Isophthalic-polyester

disusun dengan konfigurasi 8, 12, 16 layer

ditumbuk dengan menggunakan peluru

standar NATO STANAG 2920 FSP kaliber

0,22 inch dengan material baja AISI

4340H. Peluru ditembakkan dengan

kecepatan 355ms

-1

dan diletakkan tepat

akan menyentuh komposit. Menggunakan

software Patran Nastran untuk mensimulasi

impak balis

tik

Hasil

(45)

29

3.1. Diagaram Alir

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai

Mulai Studi Literatur

Variasi Pemodelan Batasan Penelitian Properties Komposit &

Proyektil

Pemodelan Ansys LS-Dyna (A)

Kekuatan Balistik Analisa Penetrasi & Perforasi

Validasi

Analisa Data Penelitian

Selesai

(46)

Gambar 3.2 Diagram Alir Pemodelan (A)

Preference

Postprocessor Element Type

Material Properties Modelling

LS-Dyna Options

Solution Time Control

Output Control (Ansys+LS-Dyna) Write Jobname.k

LS-Dyna Module (Solving)

General Postproc

TimeHist PostPro

(47)

3.2. Spesifik Material 3.2.1. Material Komposit

Material komposit yang digunakan adalah serat kaca tipe E (E-glass) sebagai serat penguat dan isophthalic-polyester sebagai matriksnya dengan fraksi volum serat penguat sebanyak 36.51%. Semua proses manufaktur dan uji mekanik dilakukan oleh perusahaan “X”. Untuk sifat mekanik komposit E-glass Isophthalic-polyester disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Sifat mekanik komposit E-glass/Isophthalic-polyester berdasarkan ASM Handbook vol 21

Sifat Mekanik Unidirectional DCMU Modulus Young arah x (GPa) E1 25.8 Modulus Young arah y (GPa) E2 8 Modulus Young arah z (GPA) E3 8 Poisson Ratio arah yx 0.09 Poisson Ratio arah zx 0.09 Poisson Ratio arah zy 0.29 Modulus geser arah xy (GPa) 8.4 Modulus geser arah yx (GPa) 3.1 Modulus geser arah xy (GPa) 8.4

Densitas (Kg/m3) 1680

3.2.2. Material Proyektil

Material yang digunakan untuk proyektil adalah kuningan dengan sifat mekanik berdasarkan pada jurnal yang diteliti oleh N.A. Alallak dan S.S. Sarhan (2011) serta James M. Gere dan Stephen P. Timeshenko (1997), seperti pada Tabel 3.2.

(48)

3.3. Parameter Uji Impak Balistik

Parameter yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah:

Komposit memiliki orientasi serat [0/90/rep] dan [45/-45/rep] Kecepatan peluru yang akan digunakan adalah 300 m/s,

500m/s & 800m/s

3.4. Peralatan

Proses penelitian yang dilakukan menggunakan peralatan berupa perangkat lunak atau software sebagai berikut :

1. Ansys Mechanical APDL+LS-DYNA modul

Ansys Mechanical APDL digunakan untuk memodelkan material dan pembebanan sedangkan modul LS-DYNA digunakan untuk memasukkan kriteria erosi.

3.5. Proses Penelitian

3.5.1 Pemodelan Komposit E-Glass/Isophthalic Polyester Komposit E-glass/isophthalic-polyester terdiri dari 8, 12, dan 16 layer dengan masing-masing layer yang memiliki geometri 0,1m x 0,1m x 0,00057m3

(49)

Gambar 3.3 Meshing pada komposit

Jenis material yang digunakan untuk setiap layer adalah orthotropik dengan kriteria kegagalan Chang-Chang

3.5.2. Pemodelan Proyektil

Proyektil peluru dimodelkan sesuai dengan standar NIJ Standard-0101.04. “Ballistic Resistance of Personal Body Armour”. seperti pada Gambar 3.4. Untuk versi CAD-nya, lebih jelas lihat pada Gambar 3.4. Jenis elemen yang digunakan adalah solid elemen tetrahedron dengan ukuran elemen 1 seperti pada Gambar 3.5.

(50)

Gambar 3.5 Elemen tetrahedron proyektil

Jenis material yang digunakan adalah solid 164 dengan tipe material orthotropic untuk komposit, dan solid 168 rigid untuk proyektil peluru(Gambar 3.5).

3.6. Pemodelan Kondisi Pembebanan

Pemodelan kondisi pembebanan pada penelitian ini meliputi kecepatan awal, displacement dan kontak. Pada penelitian ini menggunakan kecepatan yang bervariasi. Kondisi pembebanan displacement ini diterapkan untuk menahan pergerakan baik secara translasi maupun rotasi pada sisi tepi luar komposit dengan cara menahan node di tiap sudut terluar komposit seperti Gambar 3.6.

(51)

Metode kontak yang digunakan adalah surface to surface. Sehingga proyektil disebut sebagai kontak komponen dan komposit disebut sebagai target komponen. Kontak antara permukaan proyektil dengan permukaan komposit menggunakan surface to surface eroding contact. Sedangkan kontak antar layer komposit menggunakan devide contact dengan ipe hourglass 2

Gambar 3.7 Pemodelan kontak

3.7. Perhitungan Validasi

(52)
(53)

37 4.1.Analisa Elemen Hingga

Variabel yang digunakan dalam pemodelan ini adalah variasi arah serat (0,90) dan (±45) dan variasi kecepatan yakni 300m/s, 500m/s dan 800m/s. Arah serat pada komposit dan kecepatan proyektil divariasikan untuk mengetahui pengaruh arah serat dan kecepatan proyektil terhadap kekuatan impak balistik komposit E-glass/isophthalic-polyester. Sifat mekanik untuk satu layer komposit E-glass/isophthalic-polyester disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Konstanta komposit Sesuai Variasi Arah Serat Konstanta Komposit

Konstanta komposit modulus elastisitas arah normal (E3) pada Tabel 4.1 ditentukan berdasarkan asumsi isotropik transversal. Selain konstanta komposit, kekuatan komposit juga divariasikan sesuai dengan variasi arah serat seperti pada Tabel 4.2. Kekuatan komposit arah normal (ZT dan ZC) ditentukan berdasarkan asumsi bahwa layer komposit merupakan material isotropik transversal yang memiliki sifat identik pada arah pembebanan normal dan transversalnya.

Tabel 4.2 Kekuatan Komposit Sesuai Variasi Arah Serat Kekuatan (GPa)

00 900 450 -450

(54)

YT 0,070 0,720 0,293 0,497

Konstanta dan kekuatan komposit pada Tabel 4.1 dan 4.2 digunakan untuk memenuhi kriteria kegagalan Chang-Chang. Terdapat 18 komposit yang dimodelkan yakni komposit layer 8, 12 dan 16 dengan dua variasi arah serat, yaitu [±45] dan [0,90] dan untuk tiap arah serat tersebut divariasikan lagi kecepatan proyektil yang menumbuk yakni 300m/s, 500m/s dan 800m/s.

Kriteria Chang-Chang yang digunakan untuk memodelkan komposit tidak dapat memodelkan kerusakan. Sehingga perlu ditambahkan kriteria erosi yang berfungsi mengeliminasi elemen apabila mencapai nilai kriteria erosi yang ditentukan. Penambahan kriteria erosi ini menggunakan modul LS-Dyna dengan kriteria erosi yang digunakan adalah regangan efektif, regangan volume dan regangan prinsipal serat kaca tipe E, yaitu 0,048.

Tabel 4.3 Regangan volume arah serat 0,90 dan 45,-45 Arah

Tabel 4.4 Regangan efektif layer arah serat 0,90 dan 45,-45 Arah

Serat 𝜺𝟏 𝜺𝟐 𝜺𝟑 𝛆𝐞𝐟𝐟

(55)

900 0,0055 0,02458198 -0,001881 0,03493534 450 0,0290 0,01462370 -0,009974 0,04656265 -450 0,0146 0,02899643 -0,009974 0,04656265

4.2.Hasil Pemodelan Pada Variasi Kecepatan Peluru 4.2.1. Kecepatan 300m/s

4.2.1.1 Komposit 8 Layer [±45] dan [0,90]

Dari pemodelan yang dilakukan pada komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer yang ditumbuk oleh peluru berkecepatan 300m/s diperoleh hasil pada grafik kecepatan impak Gambar 4.1. Alur penurunan grafik pada Gambar 4.1 menunjukkan komposit sedang mengalami perforasi oleh proyektil. Sedangkan grafik dengan alur konstan menunjukkan proyektil telah selesai melakukan perforasi.

Pada Gambar 4.1 tersebut memperlihatkan komposit arah serat [±45] dapat menurunkan kecepatan proyektil lebih besar, yaitu dari 300 m/s hingga menjadi 277,736 m/s. Sedangkan komposit arah serat [0,90] dapat menurunkan kecepatan proyektil dari 300 m/s menjadi 279,469 m/s. Dari Gambar 4.1 dapat ditentukan batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer. Tabel 4.5 menunjukkan komposit dengan arah serat [±45] 8 layer untuk kecepatan awal 300 m/s memiliki batas kecepatan balistik sebesar 7,784% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] 8 layer. Batas kecepatan balistik merupakan batas kecepatan yang dapat ditahan oleh komposit yang dapat diperoleh dengan mengambil selisih antara kecepatan awal (V0) dengan kecepatan setelah perforasi .

(56)

[±45] mengalami perforasi lebih lama dari pada komposit arah serat [0,90].

Gambar 4.1 Grafik kecepatan proyektil komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8layer 300m/s

Tabel 4.5 Batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer 300m/s

Arah Serat 𝐕𝟎 (m/s) 𝐕𝐩 (m/s) 𝐕𝐛(m/s)

[±45] 300 277,736 22,264

[0,90] 300 279,469 20,531

Tabel 4.6 Waktu perforasi total komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer 300m/s

Arah Serat 𝐭𝟎(s) 𝐭𝐩(s) 𝐭𝐭𝐨𝐭(s)

[±45] 2.97E-6 0,45E-4 4,203E-5

(57)

Pada Gambar 4.2 sampai 4.4 disajikan tegangan Von-Mises komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer pada waktu yang sama, yaitu 0,89E-5s, 0,14E-4s dan 0,17E-4s.

Pada waktu 0,89E-5s (lihat Gambar 4.2) komposit arah serat [±45] & [0,90} sama-sama mengalami tegangan Von-Mises maksimum sebesar 0,297GPa. Hal ini dimungkinkan karena jarak proyektil dan komposit adalah sama yakni 0,57mm serta kecepatan peluru yang sama pula yakni 300m/s.

Berbeda dengan waktu 0,89E-5s, pada waktu 0,14E-4s komposit arah serat [±45] baru mengalami tegangan Von-Mises maksimum 2,26 GPa. Sedangkan pada komposit arah serat [0,90] sudah mengalami tegangan Von-Mises sebesar 3,14 GPa (Gambar 4.3). Hal ini menyebabkan komposit arah serat [0,90] lebih cepat mengalami kerusakan.

Pada waktu 0,17E-4s hal serupa juga terjadi, yaitu tegangan Von-Mises maksimum pada komposit arah serat [±45] lebih besar, yaitu 2,43 GPa dari pada komposit arah serat [0,90], yaitu 1,63 GPa. Hal ini terjadi karena komposit arah serat [±45] masih mengalami perforasi. Sedangkan komposit arah serat [0,90] sudah hampir selesai mengalami perforasi (lihat Gambar 4.4).

(58)
(59)
(60)
(61)

Gambar 4.5 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 8 layer 300m/s

Alur penurunan grafik pada Gambar 4.5 menunjukkan komposit sedang menyerap energi kinetik proyektil. Sedangkan grafik dengan alur konstan menunjukkan komposit sudah tidak dapat menampung energi kinetik proyektil.

Gambar 4.5 menunjukkan komposit arah serat [±45] 300m/s, dapat menurunkan energi kinetik proyektil sebesar 44,899J, Sedangkan komposit arah serat [0,90] 300m/s dapat menurunkan energi kinetik proyektil hingga sebesar 41,521J.

Tabel 4.7 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit arah serat [±45] dan [90,0] 8 layer 300m/s

Arah Serat 𝐄𝐊𝟎 (J) 𝐄𝐊𝐩 (J) 𝐄𝐊 (J)

[±45] 314,1 269,201 44,899

[0,90] 314,1 272,579 41,521

(62)

4.2.1.2 Komposit 12 Layer [±45] dan [0,90]

Dari pemodelan yang dilakukan pada komposit arah serat [±45] dan [0,90] 12 layer yang ditumbuk oleh peluru berkecepatan 300m/s diperoleh hasil pada grafik kecepatan impak. Gambar 4.6 memperlihatkan komposit arah serat [±45] dapat menurunkan kecepatan proyektil lebih besar, yaitu dari 300 m/s hingga menjadi 265,757 m/s. Sedangkan komposit arah serat [0,90] dapat menurunkan kecepatan proyektil dari 300 m/s menjadi 267,402m/s. Dari Gambar 4.6 dapat ditentukan batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 12 layer.

Tabel 4.8 menunjukkan komposit dengan arah serat [±45] 12 layer untuk kecepatan awal 300 m/s memiliki batas kecepatan balistik sebesar 4,8% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] 12 layer. Batas kecepatan balistik sangat dipengaruhi oleh lama waktu perforasi proyektil pada komposit. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa komposit arah serat (±45) mengalami waktu perforasi yang lebih lama daripada komposit arah serat (0,90).

(63)

Tabel 4.8 Batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 12 layer 300m/s

Arah Serat 𝐕𝟎 (m/s) 𝐕𝐩 (m/s) 𝐕𝐛(m/s)

[±45] 300 265,757 34,243

[0,90] 300 267,402 32,598

Tabel 4.9 Waktu perforasi total komposit arah serat [±45] dan [0,90] 12 layer kecepatan 300m/s

Arah Serat 𝐭𝟎 𝐭𝐩 𝐭𝐭𝐨𝐭

[±45] 2,97E-6 5,299E-5 5E-5

[0,90] 2,97E-6 5,098E-5 4,8E-5

Pada Gambar 4.7 sampai 4.9 disajikan tegangan Von-Mises komposit arah serat [±45] dan [0,90] 12 layer pada waktu yang sama, yaitu 1,4E-5s, 1,7E-5s dan 2,1E-5s.

Pada waktu 1,4e-5s (lihat Gambar 4.7) komposit arah serat [±45] baru mengalami tegangan Von-Mises maksimum 0,307 GPa. Sedangkan pada komposit arah serat [0,90] sudah mengalami tegangan Von-Mises sebesar 0,452 GPa. Hal ini menyebabkan komposit arah serat [0,90] lebih cepat mengalami kerusakan.

Berbeda dengan waktu 1,4E-5s, pada waktu 1,7E-5s (Gambar 4.8) tegangan maksimum Von-Mises pada komposit arah serat [±45] justru menjadi lebih kecil, yaitu 2,89 GPa dari pada komposit arah serat [0,90], yaitu 3,94 GPa seperti pada Gambar 4.8. Hal ini terjadi karena komposit arah serat [±45] mengalami perforasi lebih lambat dari pada komposit arah serat [0,90].

(64)

Selain berpengaruh pada tegangan, lama waktu perforasi juga berpengaruh pada banyaknya energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit seperti Gambar 4.10.

(65)

Gambar 4.8 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,7E-5s

(66)
(67)

Gambar 4.10 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 12 layer 300m/s

Alur penurunan grafik pada Gambar 4.10 menunjukkan komposit sedang menyerap energi kinetik proyektil. Sedangkan grafik dengan alur konstan menunjukkan komposit sudah tidak dapat menampung energi kinetik proyektil.

Gambar 4.10 menunjukkan komposit arah serat [±45] 300m/s, dapat menurunkan energi kinetik proyektil sebesar 67,6125J, Sedangkan komposit arah serat [0,90] 300m/s dapat menurunkan energi kinetik proyektil hingga sebesar 64,55J.

Tabel 4.10 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit arah serat [±45] dan [90,0] 12 layer

Arah Serat 𝐄𝐊𝟎 (J) 𝐄𝐊𝐩 (J) 𝐄𝐊 (J)

[±45] 314.1 246,4875 67,6125

[0,90] 314.1 249,5484 64,55

(68)

4.2.1.3 Komposit 16 Layer [±45] dan [0,90]

Dari pemodelan yang dilakukan pada komposit arah serat [±45] dan [0,90] 16 layer yang ditumbuk oleh peluru berkecepatan 300m/s diperoleh hasil pada grafik kecepatan impak Gambar 4.11. Gambar 4.11 memperlihatkan komposit arah serat [±45] dapat menurunkan kecepatan proyektil lebih besar, yaitu dari 300 m/s hingga menjadi 252,127 m/s. Sedangkan komposit arah serat [0,90] dapat menurunkan kecepatan proyektil dari 300 m/s menjadi 261,202 m/s. Dari Gambar 4.11 dapat ditentukan batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 16 layer. Tabel 4.11 menunjukkan komposit dengan arah serat [±45] 8 layer untuk kecepatan awal 300 m/s memiliki batas kecepatan balistik sebesar 18,96% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] 8 layer.

Batas kecepatan balistik sangat dipengaruhi oleh lama waktu perforasi proyektil pada komposit. Tabel 4.12 menunjukkan bahwa komposit arah serat [±45] mengalami perforasi lebih lama dari pada komposit arah serat [0,90].

(69)

Tabel 4.11 Batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 16 layer

Arah Serat 𝐕𝟎 (m/s) 𝐕𝐩 (m/s) 𝐕𝐛(m/s)

[±45] 300 252,127 47,873

[0,90] 300 261,202 38,798

Tabel 4.12 Waktu perforasi total komposit arah serat [±45] dan [0,90] 16 layer 300m/s

Arah Serat 𝐭𝟎(s) 𝐭𝐩(s) 𝐭𝐭𝐨𝐭(s)

[±45] 2,97E-6 5,699E-5 5,4E-5

[0,90] 2,97E-6 5,299E-5 5E-5

Pada Gambar 4.12 sampai 4.14 disajikan tegangan Von-Mises komposit arah serat [±45] dan [0,90] 16 layer pada waktu yang sama, yaitu 1,4E-5s, 1,8E-5s dan 2,0E-4s.

Pada waktu 1,4e-5s (lihat Gambar 4.12) komposit arah serat [±45] baru mengalami tegangan Von-Mises maksimum 0,382 GPa. Sedangkan pada komposit arah serat [0,90] sudah mengalami tegangan Von-Mises sebesar 3,20 GPa. Hal ini menyebabkan komposit arah serat [0,90] lebih cepat mengalami kerusakan.

Berbeda dengan waktu 1,4E-5s, pada waktu 1,8E-5s (Gambar 4.13) tegangan maksimum Von-Mises pada komposit arah serat [±45] lebih besar, yaitu 3,29 GPa dari pada komposit arah serat [0,90], yaitu 2,91 GPa seperti pada Gambar 4.13. Hal ini juga menunjukkan bahwa untuk merusak komposit arah serat [±45] mmerlukan tegangan Von-Mises yang lebih tinggi.

(70)

Selain berpengaruh pada tegangan, lama waktu perforasi juga berpengaruh pada banyaknya energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit seperti Gambar 4.15.

(71)
(72)
(73)

Gambar 4.15 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 16 layer 300m/s

Gambar 4.15 menunjukkan komposit arah serat [±45] 300m/s, dapat menurunkan energi kinetik proyektil sebesar 92,2476J, Sedangkan komposit arah serat [0,90] 300m/s dapat menurunkan energi kinetik proyektil hingga sebesar 75,9896J.

Tabel 4.13 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit arah serat [±45] dan [90,0] 16 layer 300m/s Arah Serat 𝐄𝐊𝟎 (J) 𝐄𝐊𝐩 (J) 𝐄𝐊 (J)

[±45] 314.1 221,8524 92,2476

[0,90] 314,1 238,1104 75,9896

(74)

4.2.1.4.Perbandingan Hasil Pemodelan Komposit 8, 12 dan 16 Layer kecepatan 300m/s

Setelah membahas satu-persatu hasil pemodelan baik pada komposit arah serat [±45] maupun [0,90] dengan jumlah layer 8, 12 dan 16, dilakukan perbandingan hasil pemodelan dari komposit tersebut. Pada Gambar 4.16 sampai 4.18 disajikan perbandingan batas kecepatan balistik, energi kinetik proyektil terserap dan waktu perforasi pada komposit arah serat [±45] dan [0,90].

Gambar 4.16 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 300m/s

(75)

Gambar 4.18 Perbandingan waktu perforasi proyektil pada komposit arah serat [±45] dan [0,90] 300m/s Gambar 4.16 menunjukkan komposit arah serat [±45] memiliki batas kecepatan balistik secara keseluruhan lebih unggul 11,93 % dari pada komposit arah serat [0,90]. Gambar 4.17 menunjukkan bahwa komposit arah serat [±45] lebih banyak 11,1 % menyerap energi kinetik proyektil dari pada komposit arah serat [0,90].Pada Gambar 4.18 menunjukkan bahwa komposit arah serat [±45] memiliki waktu perforasi 7,55% lebih lama dari pada komposit arah serat [0,90].

(76)

Gambar 4.19 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 8, 12 dan 16 layer 300m/s

Kekuatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] ditentukan menggunakan persamaan 2.34. Pada persamaan tersebut yang digunakan sebagai perhitungan adalah batas kecepatan balistik. Sehingga diperoleh kekuatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] pada Tabel 4.14. Untuk lebih memperjelas perbedaan kekuatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90], disajikan grafik pada Gambar 4.20.

(77)

Gambar 4.20 kekuatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90]

Gambar 4.20 menunjukkan komposit arah serat [±45] memiliki kekuatan balistik lebih unggul 22,32% dari pada komposit arah serat [0,90].

4.2.2. Kecepatan 500m/s

4.2.2.1 Komposit 8 Layer [±45] dan [0,90]

Dari pemodelan yang dilakukan pada komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer yang ditumbuk oleh peluru berkecepatan 500m/s diperoleh hasil pada grafik kecepatan impak Gambar 4.21. Alur penurunan grafik pada Gambar menunjukkan komposit sedang mengalami perforasi oleh proyektil. Sedangkan grafik dengan alur konstan menunjukkan proyektil telah selesai melakukan perforasi.

(78)

kecepatan awal 500 m/s memiliki batas kecepatan balistik sebesar 10,98% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] 8 layer.

Batas kecepatan balistik sangat dipengaruhi oleh lama waktu perforasi proyektil pada komposit. Tabel 4.16 menunjukkan bahwa komposit arah serat [±45] mengalami perforasi lebih lama dari pada komposit arah serat [0,90].

Gambar 4.21 Grafik kecepatan proyektil komposit arah serat [±45] dan [0,90] 500m/s

Tabel 4.15 Batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer 500m/s

Arah Serat 𝐕𝟎 (m/s) 𝐕𝐩 (m/s) 𝐕𝐛(m/s)

[±45] 500 474,985 25,015

[0,90] 500 477,733 22,267

Tabel 4.16 Waktu perforasi total komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer 500m/s

Arah Serat 𝐭𝟎(s) 𝐭𝐩(s) 𝐭𝐭𝐨𝐭(s)

[±45] 1,97E-6 3,190E-05 3E-5

Gambar

Gambar 2.5  Sifat mekanik komposit laminat 4 layer dengan arah serat berbeda (Vnucec,2000)
Gambar 2.10 Experimental pengujian ballistic limit Dari percobaan ini didapatkan hasil seperti gambar 2.11 yang didalamnya terdapat prediksi dari batas balistik
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.2) dengan elemen hexahedron. Ukuran elemen memiliki
+7

Referensi

Dokumen terkait

Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi

Talak sharih yaitu talak yang diucapkan dengan jelas, sehingga karena jelasnya, ucapan tersebut tidak dapat diartikan lain, kecuali perpisahan atau perceraian,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pendugaan Potensi Karbon Dan Limbah Pemanenan Pada Tegakan Acacia mangium (Studi Kasus di BKPH Parungpanjang, KPH Bogor,

1) Pengelolaan dana kotak infaq dan sedekah keliling masjid di pasar 45 Manado (Masjid Al-Muhajjirin, Manado) yang dilakukan pada setiap hari Jumat bahwa dana yang mereka

• Sistem dengan kontroler Fuzzy-PD mampu mencapai posisi yang diinginkan pada waktu 3,59 detik, hal ini lebih baik daripada kontroler PD ataupun sistem tanpa menggunakan kontroler.

Pengetahuan materi “Flour” untuk kesiapan praktek pastry siswa SMK Pariwisata Telkom Bandung yang meliputi pengertian tepung terigu, jenis-jenis tepung terigu,

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang terletak pada teknik sampling yaitu menggunakan teknik convenience sampling yang berarti mengambil sampel dari

Uji parsial digunakan untuk menguji pengaruh masing-msasing variabel bebas yaitu Harga (X1) dan Kualitas layanan (X2) terhadap variabel tergantung yaitu Kepuasan