PEMODELAN PENGARUH KECEPATAN
PELURU DAN ARAH SERAT KOMPOSIT
TERHADAP KEKUATAN IMPAK BALISTIK
KOMPOSIT E-GLASS/ISOPHTHALIC
POLYESTER
Fariz Rifqi Zul Fahmi
NRP 2712100031
Dosen Pembimbing
Lukman Noerochim, S.T., M.Sc.Eng., Ph.D
Mas Irfan P. Hidayat, ST., M.Sc., Ph.D.
JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
SIMULATION OF INFLUENCE OF VELOCITY OF
PROJECTILE AND FIBER DIRECTION TO
BALLISTIC IMPACT STRENGTH OF E-GLASS/
ISOPHTHALIC
POLYESTER COMPOSITE
FARIZ RIFQI ZUL FAHMI
NRP 2712100031
Supervisor
Lukman Noerochim, S.T., M.Sc.Eng., Ph.D
Mas Irfan P. Hidayat, ST., M.Sc., Ph.D.
MATERIALS AND METALLURGICAL
ENGINEERING
FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY
SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF
TECHNOLOGY
IMPAK BALISTIK KOMPOSIT E-GLASS/ISOPHTHALIC POLYESTER
Nama Mahasiswa : Fariz Rifqi Zul Fahmi
NRP : 2712 100 031
Jurusan : Teknik Material dan Metalurgi Dosen Pembimbing : Dr. Lukman Noerochim, ST., M.Sc.
Mas Irfan P. Hidayat, ST., M.Sc., Ph.D.
Abstrak
Simulasi impak balistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh arah serat dan kecepatan peluru terhadap kekuatan impak balistik E-glass/isophthalic polyester. Proses analisa menggunakan perangkat lunak Ansys Mechanical APDL LS-Dyna. Simulasi dilakukan dengan menembakkan proyektil FMJ Parabellum 9mm bermassa 6,98gr dengan kecepatan tertentu ke komposit berukuran 100x100x0,57mm dengan jumlah layer 8, 12 dan 16. Variasi dalam tugas akhir ini berupa arah serat [±45] dan [0,90] dan kecepatan peluru 300, 500 dan 800m/s. Dari hasil simulasi didapat bahwa komposit E-glass/isophthalic polyester dengan arah serat [±45] memiliki kekuatan balistik lebih tinggi berturut turut 22,32%, 16,46% & 14,55% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] untuk tiap kecepatan 300, 500 & 800m/s. Kekuatan balistik tertinggi komposit E-glass/isophthalic polyester arah serat [±45] adalah pada kecepatan 500m/s, yang lebih besar 12.92% dan 43.81% daripada kecepatan 300m/s dan 800m/s sedangkan untuk arah serat [0.90] kecepatan 500m/s lebih besar 19% & 42.5% daripada kecepatan 300m/s dan 800m/s. Proses validasi menggunakan model Wen dan menunjukkan nilai error berkisar antara -0,94% sampai 24,2%.
ix
IMPACT STRENGTH OF E-GLASS/ ISOPHTHALIC POLYESTER COMPOSITE
Name : Fariz Rifqi Zul Fahmi NRP : 2712 100 031
Department : Materials and Metallurgicals Engineering Supervisor : Dr. Lukman N., S.T., M.Sc.Eng
Mas Irfan P. Hidayat, ST., M.Sc., Ph.D.
Abstract
Ballistic impact simulation carried out to determine the effect of fiber direction and speed of a bullet against ballistic impact strength E-glass / Isophthalic polyester. Software analysis process using Ansys Mechanical APDL LS-Dyna. Simulations carried out by firing projectiles 9mm Parabellum FMJ 6,98gr mass at a certain speed to size composite 100x100x0,57mm the number of layers 8, 12 and 16. Variations in this final form are the fiber direction [± 45] and [0.90] and speed bullet 300, 500 and 800m / s. From the simulation results obtained composites E-glass / Isophthalic polyester fiber direction [± 45] have a higher ballistic strength respectively 22.32%, 16.46% and 14.55% of the composite with the direction of fibers [0.90 ] for each speed of 300, 500 and 800m / s. Strength ballistic highest composite E-glass / Isophthalic polyester fiber direction [± 45] is at a speed of 500m / s, a bigger 12.92% and 43.81% than the speed of 300m / s and 800m / s while the fiber direction [0.90] the speed of 500m / s is greater 19% and 42.5% than the speed of 300m / s and 800m / s. The validation process using models Wen and demonstrate the value of error ranging from -0.94% to 24.2%.
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas hidayah, rahmat dan ridho-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat dirampungkan. Tugas Akhir yang berjudul “Pemodelan Pengaruh Kecepatan Peluru Dan Arah Serat Komposit Terhadap Kekuatan Impak Balistik Komposit E-Glass/Isophthalic Polyester”, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Sarjana Teknik dari Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Penyusunan Tugas Akhir ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orangtua dan adik satu-satunya yang selama ini telah memberikan dukungan do’a, moral, tenaga, dan materi. 2. Bapak Lukman Noerochiem, S.T., M.Sc. (Eng)., Ph.D. dan
Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing serta Bapak Ibu dosen penguji yang telah bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan.
3. Bapak Agung Purniawan, S.T., M.Eng. selaku Ketua Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.
4. Seluruh dosen Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. 5. Seluruh karyawan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. 6. Seluruh mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi
angkatan 2012 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis selalu mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.
xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR TABEL ...xxi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1
1.2. Rumusan Masalah ...2
1.3. Batasan Masalah ...3
1.4. Tujuan Penelitian...3
1.5. Manfaat Penelitian ...3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makromekanik Komposit ...5
2.2. Beban Gaya dan Momen Dalam Laminat ...8
2.3. Lamina Isotropik Transversal ...10
2.4. Mekanika Penetrasi Impak ...12
2.4.1. Perubahan Kecepatan Sisa dan Penyerapan Energi ...13
2.4.2. Perilaku Kegagalan Laminat ...13
2.5. Energi Impak Balistik Komposit ...14
2.6. Teori Kegagalan Komposit ...16
2.7. Validasi ...17
2.8. Penelitian Sebelumnya ...18
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir ...29
3.2. Spesifikasi Material ...31
3.2.1. Material Komposit ...31
3.2.2. Material Proyektil ...31
xiv
3.5.1. Pemodelan Komposit E-Glass Isopthalic Polyester ... 32
3.5.2. Pemodelan Proyektil ... 33
3.6. Pemodelan Kondisi Pembebanan... 34
3.7. Perhitungan Validasi ... 35
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Elemen Hingga ... 37
4.2 Hasil Pemodelan Pada Variasi Kecepatan Peluru ... 39
4.2.1 Kecepatan 300m/s ... 39
4.2.1.1 Komposit 8 Layer [±45] dan [0,90] ... 39
4.2.1.2 Komposit 12 Layer [±45] dan [0,90] ... 46
4.2.1.3 Komposit 16 Layer [±45] dan [0,90] ... 52
4.2.1.4 Perbandingan Hasil Pemodelan Komposit 8, 12 dan 16 Layer 300m/s ... 58
4.2.2 Kecepatan 500m/s ... 61
4.2.2.1 Komposit 8 Layer [±45] dan [0,90] ... 61
4.2.2.2 Komposit 12 Layer [±45] dan [0,90] ... 68
4.2.2.3 Komposit 16 Layer [±45] dan [0,90] ... 74
4.2.2.4 Perbandingan Hasil Pemodelan Komposit 8, 12 dan 16 Layer 500m/s ... 80
4.2.3 Kecepatan 800m/s ... 83
4.2.3.1 Komposit 8 Layer [±45] dan [0,90] ... 83
4.2.3.2 Komposit 12 Layer [±45] dan [0,90] ... 90
4.2.3.3 Komposit 16 Layer [±45] dan [0,90] ... 96
4.2.3.4 Perbandingan Hasil Pemodelan Komposit 8, 12 dan 16 Layer 800m/s ... 102
4.2.3.5 Perbandingan Kekuatan Balistik Komposit 8, 12 dan 16 Layer kecepatan 300m/s, 500m/s dan 800m/s ... 105
4.3. Validasi ... 107
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 111
xv
xvii
Gambar 2.1 Unidireksional lamina sebagai material monoklinik
(Kaw, 2006) ...5
Gambar 2.2 Koordinat prinsipal dan lokal komposit (Jones, 1998) ...7
Gambar 2.3 a) Gaya resultan b) Momen resultan pada laminat datar (Kaw 2006)...9
Gambar 2.4 Tumpukan lamina pada laminat (Venucec, 2000) ..9
Gambar 2.5 Sifat mekanik komposit laminat 4 layer dengan arah serat berbeda(Vnucec,2000) ...10
Gambar 2.6 Physical symmetry dari lamina berpenguat unidireksional (Jones, 1998) ...11
Gambar 2.7 Ilustrasi mekanika penetrasi pada komposit ...12
Gambar 2.8 Formasi hourglass/jam pasir ...12
Gambar 2.9 Pengaruh gesekan terhadap area deformasi yang terjadi ...14
Gambar 2.10 Experimental pengujian ballistic limit ...15
Gambar 2.11 Hasil Percobaan ballistic limit ...15
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ...29
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian ...39
Gambar 3.3 Meshing pada komposit ...33
Gambar 3.4 Peluru kaliber 9mm standar NIJ...33
Gambar 3.5 Elemen tetrahedron proyektil ...34
Gambar 3.6 Pembebanan Displacemen ...34
Gambar 3.7 Pemodelan kontak ...35
Gambar 4.1 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 8layer 300m/s ...40
Gambar 4.2 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,89E-5s ...42
Gambar 4.3 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,14E-4s ...43
xviii
Gambar 4.6 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90]
12layer 300m/s ...46
Gambar 4.7 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,4E-5s ...48
Gambar 4.8 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,7E-5s ...49
Gambar 4.9 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 2,1E-5s ...50
Gambar 4.10 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 12 layer 300m/s ...51
Gambar 4.11 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 300m/s ...52
Gambar 4.12 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,4E-5s ...54
Gambar 4.13 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,8E-5s ...55
Gambar 4.14 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 2,0E-5s ...56
Gambar 4.15 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 16 layer 300m/s ...57
Gambar 4.16 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 300m/s ...58
Gambar 4.17 Perbandingan energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 300m/s ...58
Gambar 4.18 Perbandingan waktu perforasi proyektil pada komposit [±45] dan [0,90] 300m/s ...59
Gambar 4.19 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 8, 12 dan 16 layer 300m/s ...60
Gambar 4.20 kekuatan balistik komposit [±45] dan [0,90] ...61
Gambar 4.21 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...62
Gambar 4.22 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,1E-5s ...64
Gambar 4.23 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,2E-5s ...65
Gambar 4.24 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,4E-5s ...66
xix
Gambar 4.27 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 2,1E-5s ...70
Gambar 4.28 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 2,2E-5s ...71
Gambar 4.29 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 2,6E-5s ...72
Gambar 4.30 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 12 layer 500m/s ...73
Gambar 4.31 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...74
Gambar 4.32 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,4E-5s ...76
Gambar 4.33 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,8E-5s ...77
Gambar 4.34 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,2E-5s ...78
Gambar 4.35 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 16 layer 500m/s ...79
Gambar 4.36 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...80
Gambar 4.37 Perbandingan energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...81
Gambar 4.38 Perbandingan waktu perforasi proyektil pada komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...81
Gambar 4.39 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 8, 12 dan 16 layer 500m/s ...82
Gambar 4.40 Kekuatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 500m/s ...83
Gambar 4.41 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 800m/s ...84
Gambar 4.42 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,2E-5s ...86
Gambar 4.43 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,4E-5s ...87
Gambar 4.44 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,6E-5s ...88
xx
Gambar 4.47 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,3E-5s ...92 Gambar 4.48 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,5E-5s ...93 Gambar 4.49 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,8E-5s ...94 Gambar 4.50 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 12 layer 800m/s ...95 Gambar 4.51 Grafik kecepatan proyektil komposit [±45] dan [0,90] 16layer 800m/s ...96 Gambar 4.52 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,4E-5s ...98 Gambar 4.53 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,6E-5s ...99 Gambar 4.54 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 0,7E-5s ... 100 Gambar 4.55 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 16 layer 800m/s ... 101 Gambar 4.56 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 800m/s ... 102 Gambar 4.57 Perbandingan energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 800m/s ... 102 Gambar 4.58 Perbandingan waktu perforasi proyektil pada komposit [±45] dan [0,90] 800m/s ... 103 Gambar 4.59 Grafik kecepatan proye Perbandingan batas
xxi
Tabel 2.1 Penelitian sebelumnya ...18
Tabel 3.1 Sifat mekanik komposit E-glass/Isophthalic-polyester berdasarkan ASM Handbook vol 21...31
Tabel 3.2 Sifat Mekanik Proyektil ...31
Tabel 4.1 Konstanta komposit Sesuai Variasi Arah Serat ...37
Tabel 4.2 Kekuatan Komposit Sesuai Variasi Arah Serat ...37
Tabel 4.3 Regangan volume arah serat 0,90 dan 45,-45 ...38
Tabel 4.4 Regangan efektif layer arah serat 0,90 dan 45,-45 ....38
Tabel 4.5 Batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 8 layer 300m/s ...40
Tabel 4.6 Waktu perforasi total komposit [±45] dan [0,90] 8 layer 300m/s ...40
Tabel 4.7 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit [±45] dan [90,0] 8 layer 300m/s ...45
Tabel 4.8 Batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 12 layer 300m/s ...47
Tabel 4.9 Waktu perforasi total komposit [±45] dan [0,90] 12 layer kecepatan 300m/s ...47
Tabel 4.10 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit [±45] dan [90,0] 12 layer ...51
Tabel 4.11 Batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 16 layer ...53
Tabel 4.12 Waktu perforasi total komposit [±45] dan [0,90] 16 layer 300m/s ...53
Tabel 4.13 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit [±45] dan [90,0] 16 layer 300m/s ...57
xxii
xxiii
Tabel 4.31 Batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 16
layer 800m/s ...97
Tabel 4.32 Waktu perforasi total komposit [±45] dan [0,90] 16 layer kecepatan 800m/s ...97
Tabel 4.33 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit [±45] dan [90,0] 16 layer 800m/s ... 101
Tabel 4.34 Kekuatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 8, 12 dan 16 layer 800m/s ... 104
Tabel 4.35 Data pendukung validasi ... 107
Tabel 4.36 Batas kecepatan balistik model Wen ... 107
Tabel 4.37 Eror relatif 300m/s ... 108
Tabel 4.38 Eror relatif 500m/s ... 108
1
1.1.Latar Belakang
Pada saat ini penggunaan rompi anti peluru berbahan dasar baja telah sangat luas dipakai, baik untuk keperluan militer maupun keperluan sipil. Namun rompi anti peluru berbahan dasar baja memiliki kelemahan utama, yaitu massanya yang cukup berat dan tidak nyaman digunakan. Oleh karena itu sampai saat ini banyak dilakukan penelitian untuk membuat material baru yang dapat mengatasi kelemahan baja tersebut. Material baru tersebut adalah komposit. Untuk saat ini, material komposit yang paling banyak dikembangkan sebagai rompi anti peluru adalah yang masing-masing material tersebut memiliki sifat mekanik tertinggi dibandingkan dengan material sejenis sehingga harganya juga tidak murah. Selain itu proses manufaktur dan pengujian mekaniknya juga tidak mudah dan membutuhkan biaya tinggi.
satu pengujian ke pengujian yang lain, seperti kecepatan proyektil yang selalu berubah-ubah. Hal ini tentunya akan menambah kompleksitas permasalahan impak balistik.
Maka dari itu dengan semakin berkembangnya berbagai perangkat lunak berbasis metode elemen hingga, para ahli mulai beralih dari analisis eksperimental ke analisis elemen hingga. Pada tahun 2014 peneliti Indonesia, Rizal Panglevi telah melakukan simulasi pengaruh arah serat terhadap kekuatan impak balistik komposit E-glass/isophthalic polyester dengan menggunakan software permodelan Patran dan Nastran. Dari hasil penelitian yang dilakukan dihasilkan kesimpulan bahwa komposit E-glass/isophthalic polyester dengan arah serat [45/-45/s] memiliki kekuatan balistik lebih tinggi 28,48 % dari pada komposit dengan arah serat [90/0/s]. Berangkat dari penelitian ini akan dilakukan simulasi kembali dengan material dan arah orientasi serat yang sama namun menggunakan proyektil berbeda yang memiliki bentuk ogive (FMJ Parabellum 9x19mm) dan dengan variasi kecepatan peluru (300ms-1, 500ms-1 & 800ms-1). Penelitian tugas akhir ini akan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak Ansys Mechanical APDL LS-Dyna® yang akan divalidasi secara eksperimental dengan menggunakan formulasi yang telah dirumuskan oleh Wen (Wen, 2002) untuk peluru berbentuk hemispherical.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh kecepatan peluru terhadap kekuatan impak balistik komposit E-glass/isophthalic polyester ?
1.3.Batasan Masalah
Untuk memperoleh hasil akhir yang baik dan tidak menyimpang dari permasalahan maka batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Komposit E-glass/isophthalic polyester dan proyektil peluru diasumsikan tanpa cacat.
2. Proyektil peluru tidak mengalami deformasi dan tidak terjadi pengurangan massa.
3. Hambatan udara dan panas yang dihasilkan akibat tumbukan antara proyektil dan komposit diabaikan.
1.4.Tujuan Penelitian
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisa pengaruh kecepatan peluru terhadap kekuatan impak balistik komposit E-glass/isophthalic polyester
2. Menganalisa pengaruh arah orientasi serat terhadap kekuatan impak balistik komposit E-glass/isophthalic polyester
1.5. Manfaat Penelitian
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Makromekanik Komposit
Material komposit merupakan material yang heterogen yang didalamnya terdapat serat-serat yang kontinyu yang menyebabkan perbedaan sifat mekanik di setiap titik pada material komposit lamina. Namun bagaimanapun juga, hubungan tegangan dan regangan komposit lamina bias diadaptasi dari material homogen. Hubungan tegangan dan regangan pada lamina regangan bidang, plane strain (tebal), lamina dengan serat unidirectional dan kondisi regangan bidang lamina dengan serat unidireksional dan kondisi regangan bidang , plane stress (tipis) tanpa mempertimbangkan material yang membentuk lamina tersebut. Analisa yang dilakukan dengan cara ini disebut analisa mekanika-makro (Sulistijono, 2012)
Metode analisa ini secara keseluruhan menggunakan hukum Hooks dalam perhitunganya. Hooks membagi tipe material menjadi lima berdasarkan interaksi sifat mekanik pada arah koordinat normal dengan arah gesernya, yaitu anisotropik, monoklinik, orthotropik, isotropik transversal dan isotropik. Pada penelitian ini yang akan dibahas adalah tipe orthotropik karena komposit merupakan material orthotropik yang ditandai dengan tidak saling mempengaruhinya sifat mekanik arah normal (𝜎1, 𝜎2, 𝜎3) dan gesernya (𝜏12, 𝜏23, 𝜏31).
Jika material memiliki tiga bidang tegak lurus yang simetri, maka matriks kekakuannya dapat dilihat pada persamaan 2.1 dan 2.2.
[
Persamaan 2.1 dan 2.2 identik, hanya matriks kekakuannya diganti dengan notasi [Qij], agar lebih spesifik menunjukkan material orthotropik. Dan hubungan regangan tegangannya:
[
Regangan normal, ε3, bukan merupakan regangan independen karena merupakan fungsi dari dua regangan normal lainnya, ε1 dan ε2 (Kaw, 2006). Komposit lamina unidireksional yang tipis dianggap tidak memiliki tegangan regangan pada arah 3, arah ketebalan, maka 𝜎3= 𝜏23= 𝜏31= 𝑛𝑜𝑙 sehingga hubungan regangan-tegangan material orthotropik hanya pada bidang 1-2 (Sulistijono, 2012). Sehingga:
ke harga regangan. Sehingga nilai komponen matriks sesuaian [Sij] adalah 𝑆11= 𝐸11, 𝑆12= − 𝜈𝐸121, 𝑆12 = 𝐸12 dan 𝑆66= 𝐺112. Invers dari persamaan 2.4 akan memberikan hubungan tegangan-regangan sebagai berikut:
Dimana [Qij] adalah penurunan koefisien kekakuan yang relatif terhadap compliance coefficient sebagai :𝑄11= 𝐸1
1−𝜈21𝜈12 , 𝑄12=
𝜈12𝐸2
1−𝜈21𝜈12 , 𝑄32 =
𝐸2
1−𝜈21𝜈12 dan 𝑄66= 𝐺12 (Kaw, 2006)
Pada penjelasan diatas, tegangan dan regangan digambarkan pada koordinat material principal/global untuk material orthotropik, namun arah prinsipal tidak selalu tepat dengan arah koordinat yang cocok untuk solusi dari sebuah masalah. Maka dari itu dibutuhkan hubungan antara tegangan regangan prinsipal dan lokal. Perhitungan ini dilakukan menggunakan koordinat prinsipal (x, y) dan lokal (1, 2) yang diperlihatkan pada gambar 2.2.
Dari gambar 2.2 dapat diperoleh rumusan untuk mengekspresikan tegangan pada koordinat system xy atau koordinat system 1-2 dimana 𝑐 = cos 𝜃 dan 𝑠 = sin 𝜃. Transformasinya dapat ditulis sebagai:
[𝜎𝜎12
Sehingga hubungan tegangan regangan pada koordinat x-y adalah:
[
𝑁𝑖= ∫ 𝜎𝑖𝑑𝑧 = ∑𝑛𝑘=1∫ℎℎ𝑘−1𝑘 𝜎𝑖𝑘𝑑𝑧 ℎ⁄2
−ℎ⁄2 (2.15)
Dan untuk momen resultan adalah 𝑀𝑖= ∫ 𝑧𝜎𝑖𝑑𝑧 = ∑𝑛𝑘=1∫ℎℎ𝑘−1𝑘 𝑧𝜎𝑖𝑘𝑑𝑧
ℎ⁄2
−ℎ⁄2 (2.16)
Dimana N adalah Gaya per satuan lebar dan M adlah momen per satuan lebar laminat. Seperti pada gambar 2.3 dan 2.4:
Gambar 2.3 a) Gaya resultan b) Momen resultan pada laminat datar (Kaw 2006)
Gambar 2.4 Tumpukan lamina pada laminat (Venucec, 2000)
[ penelitiannya mengenai pembebanan terhadap komposit laminat E-glass/Epoxy V913 membuat grafik perubahan sifat mekanik akibat perubahan arah serat komposit pada masing-masung serat (4 serat) yang disajikan pada gambar 2.3.
Gambar 2.5 Sifat mekanik komposit laminat 4 layer dengan arah serat berbeda (Vnucec,2000)
2.3. Lamina Isotropik Transversal
= = , = (Abaqus user’s manual, 2007) dan tegangan regangannya menjadi
Observasi pada physical symmetry dari fiber dan matriks pada lamina berpenguat unidireksional memungkinkan kita untuk menyimpulkan bagaimana sifat dari out-of plane terkait dengan sifat dari in-plane. Asumsi yang digunakan adalah pertama, 𝐸3= 𝐸2 karena kedua modulus elastisitas tersebut memiliki kondisi yang sama apabila dikenai pembebanan 𝜎3 atau 𝜎2 Asumsi kedua, 𝑣31= 𝑣21 (𝑣13= 𝑣12) dengan alasan yang sama dengan asumsi pertama. Asumsi ketiga, 𝐺13 = 𝐺12 karena ketika pembebanan geser 𝜏13 atau 𝜏12 diterapkan, deformasi yang dihasilkan identik karena geometri lamina simetri maka modulus gesernya juga identik. Ketika kita memperhitungkan perbedaan E1 dari E2 pada bidang 1-2, maka kita dapat mengenali material tersebut sebagai lamina isotropik transversal, namun ketika kita hanya kosen pada bidang 1-2 maka disebut lamina isotropik. Dan jika lamina dikompaksi pada ketiga arah saat proses curing dan kemudian terdapat sedikit perbedaan sifat pada arah 2 dan 3, maka material tersebut menjadi orthotropik 3D.
2.4. Mekanika Penetrasi Impak
Perilaku komposit laminat e-glass/polyester saat proyektil menembus masuk telah banyak diteliti. Salah satunya adalah oleh P. Rama Subba Reddy (2015) dalam jurnalnya yang secara khusus meneliti tentang perilaku e-glass komposit saat dilakukan impak balistik. Dalam hal ini Rama melakukan penelitian secara eksperimental dengan menggunakan proyektil baja karbon menengah dengan ukuran 7.62x39mm yang ditembakkan dengan jarak 10 m dari komposit e-glass epoksi yang memiliki ketebalan berkisar 5-30mm dengan kecepatan peluru berkisar 500±15 ms-1 sampai 700±15 ms-1. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil penetrasi proyektil pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Ilustrasi mekanika penetrasi pada komposit
2.4.1. Perubahan Kecepatan Sisa Dan Penyerapan Energi Proyektil peluru mulai melambat setelahmenembus ketebalan tertentu. Saat terjadinya perlambatan proyektil, terjadi penyerapan energi oleh komposit. Selain menyerap energi komposit juga melakukan perlawanan terhadap energi impak yang mengenainya, namun perlawanan ini tidak dapat diasumsikan linear searah bertambahnya ketebalan. Penyerapan energi pada tiap ketebalan dapat digunakan sebagai indikator performa material terhadap impak balistik/kemampuan penyerapan energi oleh komposit. Waktu interaksi memainkan peranan penting dalam penyerapan energi. Semakin besar waktu interaksi maka memungkinkan volume yang lebih besar dari bahan untuk menyerap energi. Jadi saat peluru menumbuk dengan kecepatan yang semakin tinggi maka kemampuan komposit untuk menyerap energi menjadi semakin rendah
2.4.2. Perilaku Kegagalan Laminat
Gambar diatas memperlihatkan gambar dari video kecepatan tinggi saat terjadinya impak balistik. Perpindahan peluru ke layer terakhir dapat dilihat dengan jelas setelah 200µs. Perpindahan ini terjadi karena adanya delaminasi dan daya regangan pada lapisan sisi belakang di ketebalan yang lebih tinggi. Perpindahan maksimum berkisar 25-30% dari ketebalan awal. Profil geometri setelah pembebanan awal ditunjukkan pada gambar 2.8. Kerusakan pada lamina membentuk pattern hourglass/seperti jam pasir. Bentuk kerucut awal menginterpretasikan perlawanan komposit terhadap penetrasi impak
gesek yang tinggi akan semakin membuat daerah yang terdeformasi menjadi semakin luas.
Gambar 2.9 Pengaruh gesekan terhadap area deformasi yang terjadi
2.5. Energi Impak Balistik Komposit
Energi impak balistik dapat dihitung dengan menggunakan metode V50 basic limit. Banyak penelitian tentang impak balistik menggunakan metode ini untuk pengukuran, diantaranya penelitian yang dilakukan Roberts (2003), S. Leigh Phoenix (2003), Carillo (2012),Gaurav Nilakantan (2014). V50 ballistic adalah kecepatan impak yang mana menghasilkan kerusakan sebesar 50% pada target balistik. Yang dihitung dengan metode ini adalah energi impak balistik dan energi kinetik. Energi impak balistik (E) dihitung dengan cara mengukur selisih antara energi kinetik proyektil ketika menumbuk permukaan komposit (𝐸𝐾)𝑖𝑛𝑡 sedangkan energi kinetic peluru dapat diketahui ketika selesai melakukan perforasi (𝐸𝐾)𝑟𝑒𝑠.
𝐸 = (𝐸𝐾)𝑖𝑛𝑡− (𝐸𝐾)𝑟𝑒𝑠 (2.21) Dengan (𝐸𝐾)𝑖𝑛𝑡= 𝑚𝑝𝑟𝑜𝑗𝑉𝑖𝑛𝑡2 dan (𝐸𝐾)𝑟𝑒𝑠= 𝑚𝑝𝑟𝑜𝑗𝑉𝑟𝑒𝑠2 , sehinggan persamaan diatas menjadi:
melakukan perforasi (𝑉𝑟𝑒𝑠) merupakan batas balistik (V50) (lihat persamaan 2.23).
𝑉50 = 𝑉𝑖𝑛𝑡 − 𝑉𝑟𝑒𝑠 (2.23) Sehingga persamaan 2.22 menjadi persamaan 2.24.
𝐸 = 𝑚𝑝𝑟𝑜𝑗𝑉502 (2.24) Dengan mengetahui energi impak balistik dari komposit maka kekuatan impaknya juga dapat diketahui.
Cara diatas adalah untuk mengetahui batas balistik secara teoritikal, S.T. Jenq (1994) dalam journalnya yang berjudul “Predicting The Ballistic Limit for Plain Woven Glass/Epoxy Composite Laminat” melakukan perhitungan batas balistik secara teoritikal yang ditunjukkan oleh gambar 2.7
Gambar 2.10 Experimental pengujian ballistic limit Dari percobaan ini didapatkan hasil seperti gambar 2.11 yang didalamnya terdapat prediksi dari batas balistik
Gambar 2.11 Hasil Percobaan ballistic limit
1
Kekuatan dari laminat bergantung pada kekuatan tiap lamina penyususnnya. Teori – teori untuk mengetahui kekuatan lamina, secara umum berdasarkan pada kekuatan normal dan geser pada lamina arah tunggal. Teori kegagalan sederhana pada material isotropik berdasarkan pada gaya prinsipal normal dan tegangan geser maksimum. Tetapi, pada lamina, teori kegagalan didasarkan pada tegangan pada material karena lamina bersifat orthotropik dan sifat – sifatnya berbeda pada sudut yang berbeda.
Untuk penelitian ini teori kegagalan yang digunakan adalah teori Chang-Chang. Teori ini menggunakan lima parameter berdasarkan pada penelitian Fu-Kuo Chang dan Kuo-Yen Chang (1987):
S1, kekuatan tarik longitudinal S2, kekuatan tarik transversal S12, kekuatan geser
C2, kekuatan kompresif transversal
α, parameter kenonlinieran kekuatan geser
C2 diperoleh dari perhitungan tegangan sedangkan α diperoleh dari perhitungan tegangan-regangan geser. Pada analisa dua dimensi, regangan dihitung sebagai berikut:
𝜀1=𝐸11(𝜎1− 𝑣12𝜎2) (2.25) 𝜀2=𝐸12(𝜎2− 𝑣21𝜎1) (2.26) 2𝜀12=𝐺112𝜏12+ 𝛼 𝜏123 (2.27) dan rasio tegangan geser terhadap kekuatan geser,
Teori kegagalan Chang-Chang dibagi menjadi tiga kriteria kegagalan, yaitu:
Matrix Cracking Criteria 𝐹𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑥= (𝜎𝑆22)
Compression Failure Criteria 𝐹𝑐𝑜𝑚𝑝= (2𝑆𝜎122 )
Fiber Breakage Criteria 𝐹𝑓𝑖𝑏𝑒𝑟= (𝜎𝑆11)
Untuk penelitian ini validasi yang digunakan adalah teori yang dikembangkan oleh Wen. Dalam penelitiannya Wen meneliti tentang penetrasi dan perforasi peluru terhadap laminat komposit. Dalam penelitiannya Wen membahas tentang resisitive pressure saat impak balistik dan memberikan asumsi yakni tekanan awal σ diaplikasikan ke permukaan proyektil dan penolakan penetrassi & perforasi oleh proyektil oleh laminat dibagi menjadi 2 bagian:
Cohesive quasi-static resistive pressure σs Dynamic resistive pressure σd
𝑉𝑏 =3𝜋√𝜌𝑡𝜎𝑒𝐷 dimensional, 𝜍𝑒 adalah tegangan ekuivalen, 𝜌𝑡 adalah massa jenis komposit, adalah diameter proyektil, adalah ketebalan komposit dan adalah massa proyektil.
= (2.33)
dengan = 0,5 𝐺 𝑉𝑏2 dan = maka diperoleh formula kekuatan balistik komposit pada persamaan 2.35.
(2.34)
dimana adalah kekuatan balistik, adalah gaya dan adalah luas permukaan komposit yang terkena proyektil (Panglevi, 2012).
2.8. Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian sudah dilakukan berkaitan dengan impact ballistic serta penetrasi dan perforasi dari proyektil peluru. Rangkuman akan beberapa penelitian tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
1.
Judul
Ballistic Simulation of Impact on
Composite Laminate
Peneliti M.A. Goncalves da Silva; Cosmin G.
Chiorean; Corneliu Cismasiu
Metode
dengan kecepatan yang berbeda untuk
mengetahui batas kecepatan balistik (V
50).
Juga memodelkan dengan software
Autodyne dengan ukuran komposit
100x100x2mm
dan
menggunakan
formulasi Lagrange untuk memperlihatkan
kedua proyektil dan komposit dengan
ukuran meshing 0,4mm
Hasil
Impak
balistik
dimodelkan
untuk
memprediksi V
50& kerusakan global.
Metode numerikal memperkirakan V
50dengan sangat akurat dibandingkan
eksperimental.
Untuk
numerikal
V
50=380ms
-1dan
eksperimental
V
50=375,8ms
-12.
Judul
Effect of Amino Functionalized MWCNTs
on Ballistic Impact Performance of
E-glass/epoxy Composite Using a Spherical
Projectile
Peneliti Muhammad Rahman; Mahesh Husein;
Shaik Zainudin
Metode
menggunakan
ultrasonic c-scan
untuk
informasi kuantitatif tentang kerusakan.
Hasil
NH
2-MWCNTs dicampurkan ke dalam
epoksi
e-glass
. Untuk penambahan
MWCNTs sebesar 0,3wt% meningkatkan
batas balistik sebesar 6%, kemampuan
menyerap energy meningkat 0,3wt% serta
meningkatkan toleransi kerusakan. Dapat
disimpulkan
bahwa
kinerja
dapat
ditingkatkan
walaupun
dengan
penambahan % yang sangat kecil dari
MWCNTs
3.
Judul
A Combine Experimental & Numerical
Approach to Study Ballistic Impact
Respone of S2-glass Fiber Toughened
Epoxy Composite Beams
Peneliti Ercan Serkat; Benjamin Liaw; Feridun
Delale; Basavaraju B. Raju
Metode
Spesimen komposit menggunakan
resin epoksi berpenguat serat kaca S2
diuji balistik menggunakan
gas gun
tekanan tinggi dari gas helium yang
dikompresi. Peluru yang digunakan
adalah caliber 22 dari tembaga dan
dilakukan pada komposit dengan arah
serat yang berbeda-beda.
mana valid untuk material
linear
orthotropic
.
Namun
dalam
eksperimental terlihat adanya perilaku
nonlinear
sehingga
materialnya
menggunakan
MAT-User-Define
(MAT-43) dan juga menggunakan teori
erosi. Menggunakan kontak
surface to
surface tiebreak
dan nilai damping
dicari secara eksperimental (366,2Hz)
Hasil
Pola kerusakan ditentukan dari
eksperimental dan simulasi numerikal
akan dibandingkan dan analisa dengan
metode elemen hingga dengan
nonlinear orthotropic
lebih buruk
dibanding
linear orthotropic
.
Selip
antara
layer
komposit
menunjukkan internal damping pada
sistem. Rasio damping dapat diestimasi
menggunakan regangan dinamik.
Selama uji impak, delaminasi,
kegagalan matriks, kerusakan fiber dan
deformasi
peluru
diobservasi.
Banyaknya kegagalan diprediksi
dengan baik menggunakan nonlinear
orthotropic.
Batas kecepatan Balistik (V
50) dapat
diperkirakan dengan cukup akurat
dengan menggunakan hasil yang
diperoleh dari uji balistik dan prediksi
elemen hingga.
Peneliti J. Wang; R. Calinan
Metode
Proyektil dengan kaliber 7.62mm, 12,7mm
& 20mm ditembakkan dengan kecepatan
200-1000ms
-1. Kecepatan sisa dihitung
menggunakan dua
chronograph
yang
dipasang di depan dan belakang target.
Dilakukan juga uji tarik setelah diimpak.
Dilakukan juga analisa elemen hingga
dengan menggunakan software Nastran
untuk mengetahui efek perbedaan lokasi
kerusakan terhadap kekuatan spesimen
Hasil
Kekuatan sspesimen dengan kerusakan
balistik secara signifikan lebih rendah dari
spesimen awal. Namun hanya lebih rendah
sedikit dibanding dengan spesimen yang
dilubangi dengan mesin yang berdiameter
sama dengan kaliber peluru. Tidak terlihat
dengan jelas pengaruh kecepatan terhadap
kekuatan sisa.
Analisa elemen hingga menunjukkan
bahwa tegangan geser di daerah yang jauh
dari tengah secara signifikan lebih rendah
dibanding daerah tengah spesimen.
5.
Judul
Studies on Ballistic Impact of The
Composite Panels
Peneliti Sudhir Sastrya Y.B; Pattabhi R. Budarapu
Metode
menyentuh laminat dan ditembakkan
dengan kecepatan 100ms
-1. Kemudian
dilakukan analisa dinamik pada CFRP,
e-glass
dan kevlar untuk 6 formasi arah serat:
i) [45/-45/45/-45/-sym]; ii)
[45/-45/45-menyerap energi maksimum paling tinggi
yakni 43,8kj dibanding CFRP (39,8kj) dan
e-glass/epoksi
(15,6kj).
CFRP
menunjukkan karakteristik impak yang
lebih baik saat ditumbuk pada arah orientasi
[45/-45/45/-45/rep], e-glass pada
[0/90/45/-45/rep] dan Kevlar pada
[45/-45/45/-45/-sym]
6.
Judul
Impact Test on Waven Roving E-
glass/polyester Laminates
Peneliti Leigh Stuart; Carlos Guedes Soares
Metode
Hasil
Saat diberikan energy impak kecepatan
rendah, jumlah kerusakan terlihat seperti
delaminasi pada tengah bidang. Terlihat
juga retak pada matriks dan kerusakan pada
bagian belakang komposit.
7.
Judul
Design & Ballistic of The Ceramic
Composite Armor
Peneliti Weilan Liu; Zhaofen Cheng
Metode
Alumina (Al
2O
3) dipilih sebagai penyerap
energy yang memiliki kekerasan tinggi.
Alumina didesain berbenruk silinder
dengan diameter 18mm dan panjang 18mm.
digunakan juga plat Ti
6AL
4V dengan tebal
3mm untuk layer pertama dan UHMWPE
dengan tebal 5mm untuk meningkat
ketangguhan komposit. Pada layer ketiga
menggunakan campuran . Ti
6AL
4V, serat
karbon & paduan aluminium 7075-T6 dan
membentuk backplate komposit. Diuji
balistik menggunakan standar MIL-STG
662F dengan jarak 10mm dari komposit
ukuran 100x100x12,7mm & dengan
kecepatan awal 818ms
-1. Dilakukan secara
numerikal dengan menggunakan software
ABAQUS
Hasil
UHMWPE menyebabkan lapisan pertama
dari Ti
6AL
4V menghasilkan tegangan tarik
yang besar. Fenomena ini menunjukkan
bahwa desain komposit backplate
meningkatkan sifat antipeluru.
8.
Judul
Ballistic Performance of Thermoplastic
Composite Laminatess Made from Aramid
Woven Fabric & Polypropylene Matrix
Peneliti J.G. Carillo; R.A. Gamboa
Metode
Penelitian ini membagi spesimen menjadi 2
yakni
multilayer aramid fabric composite
laminate
(CL) dengan matriks PP dan
multilayer aramid fiber
(AF) tanpa matriks.
Untuk dua konfigurasi ini menggunakan
plain woven
hexcel aramid style 720 fabric
(Kevlar 129 fiber, 1420 denier)
dengan
ketebalan 0,032mm & densitas 910 kgm
-3.
Kekuatan tarik diukur berdasarkan ASTM
D7269 D638. Ketiga spesimen akan dites
untuk tiap material. CL & AF difabrikasi
dengan ukuran 100x100mm dan diuji
balistik dengan standar NATO STANAG
2920 menggunakan
spherical
steel
proyektil diameter 6,7mm dengan
kecepatan
274,5ms
-1.
Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan menggunakan
mikroskop optic untuk mengidentifikasi
mekanisme kerusakan penyerapan energy
selama impak.
performa balistik dari CL terjadi karena
matriks PP membuat perbedaan mekanisme
penyerapan energi. Untuk batas balistik &
perforasi lebih tinggi pada CL dibanding
AF.
9.
Judul
Ballistic Performance of Hybrid 3D
Woven: Experimentns and Simulation
Peneliti R. Minoz; F. Martinez-Hergueta; F. Galvez
Metode
Komposit dibuat dari resin epoksi
vinylester menjadi 3D hybrid orthogonal
woven. Empat layer pertama dibuat dari S2
serat kaca & 2 layer bawah dari AS4C serat
karbon. Komposit berukuran 690x275mm
dengan serat kaca S2 dan resin epoksi
MTM44 dan arah serat [(45/0/90)
2/0]
s.Sepuluh plat 100x100mm dari komposit 2D
dan 20 komposit hybrid 3D diuji dengan
proyektil baja berbentuk
spherical
ukuran
5,5mm kaliber 0,22 dengan massa 0,706g
dengan kecepatan 300-500ms
-1. Proyektil
dilepaskan menggunakan SABRE Al+
gas
gun
dengan mengkompresi udara/helium
pada tekanan 150 bar. XCT digunakan
untuk memastikan mekanisme kerusakan.
Untuk uji balistik pada komposit
hybrid
3D
disimulasi menggunakan metode elemen
hingga dengan software ABAQUS dengan
ukuran plat 100x100mm dan ditumpuk 7
layer (0,586mm/layer)
menunjukkan 3 mekanisme energi disipasi
selama uji balistik. Fiber sobek di bagian
atas dan tengah lapisan, kerusakan pada
matriks menghancurkan serta meretakkan
proyektil. Akhirnya fiber rusak sampai
lapisan akhir. Mekanisme ini sama seperti
yang terjadi pada komposit 2D. Energi
disipasi pada komposit 3D akan meningkat
jika layer pertama yang ditumbuk adalah
permukaan karbon karena serat kaca pada
bagian bawah akan mengalami deformasi
yang lebih besar sebelum rusak. Akhirnya
uji impak disimulasi dengan metode
elemen hingga dan memperlihatkan
perbedaan kerusakan pada permukaan kaca
& permukaan karbon.
10.
Judul
Ballistic Impact Analysis of Balisa Core
Sandwich Composite
Peneliti N. Javer; B. Shafiq; U. Vaidya
Metode
Hasil
Batas balistiknya (V
50) adalah 96ms
-1,
material dapat digunakan sebagai pelapis
untuk melindungi dari ledakan, tornado dll.
Efek sebelum kerusakan dan penyerapan
energi menjadi lebih meningkat seiring
bertambahnya pembebanan impak &
tampak bahwa pembebanan impak awal
hanya memberikan sedikit pengaruh
terhadap respon global.
11.
Judul
Simulation Of Influence Of Fiber Direction To Ballistic Impact Strength Of E-Glass/Isophthalic Polyester CompositePeneliti Panglevi, Rizal
Metode
Komposit
E-glass/Isophthalic-polyester
disusun dengan konfigurasi 8, 12, 16 layer
ditumbuk dengan menggunakan peluru
standar NATO STANAG 2920 FSP kaliber
0,22 inch dengan material baja AISI
4340H. Peluru ditembakkan dengan
kecepatan 355ms
-1dan diletakkan tepat
akan menyentuh komposit. Menggunakan
software Patran Nastran untuk mensimulasi
impak balis
tikHasil
29
3.1. Diagaram Alir
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai
Mulai Studi Literatur
Variasi Pemodelan Batasan Penelitian Properties Komposit &
Proyektil
Pemodelan Ansys LS-Dyna (A)
Kekuatan Balistik Analisa Penetrasi & Perforasi
Validasi
Analisa Data Penelitian
Selesai
Gambar 3.2 Diagram Alir Pemodelan (A)
Preference
Postprocessor Element Type
Material Properties Modelling
LS-Dyna Options
Solution Time Control
Output Control (Ansys+LS-Dyna) Write Jobname.k
LS-Dyna Module (Solving)
General Postproc
TimeHist PostPro
3.2. Spesifik Material 3.2.1. Material Komposit
Material komposit yang digunakan adalah serat kaca tipe E (E-glass) sebagai serat penguat dan isophthalic-polyester sebagai matriksnya dengan fraksi volum serat penguat sebanyak 36.51%. Semua proses manufaktur dan uji mekanik dilakukan oleh perusahaan “X”. Untuk sifat mekanik komposit E-glass Isophthalic-polyester disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Sifat mekanik komposit E-glass/Isophthalic-polyester berdasarkan ASM Handbook vol 21
Sifat Mekanik Unidirectional DCMU Modulus Young arah x (GPa) E1 25.8 Modulus Young arah y (GPa) E2 8 Modulus Young arah z (GPA) E3 8 Poisson Ratio arah yx 0.09 Poisson Ratio arah zx 0.09 Poisson Ratio arah zy 0.29 Modulus geser arah xy (GPa) 8.4 Modulus geser arah yx (GPa) 3.1 Modulus geser arah xy (GPa) 8.4
Densitas (Kg/m3) 1680
3.2.2. Material Proyektil
Material yang digunakan untuk proyektil adalah kuningan dengan sifat mekanik berdasarkan pada jurnal yang diteliti oleh N.A. Alallak dan S.S. Sarhan (2011) serta James M. Gere dan Stephen P. Timeshenko (1997), seperti pada Tabel 3.2.
3.3. Parameter Uji Impak Balistik
Parameter yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah:
Komposit memiliki orientasi serat [0/90/rep] dan [45/-45/rep] Kecepatan peluru yang akan digunakan adalah 300 m/s,
500m/s & 800m/s
3.4. Peralatan
Proses penelitian yang dilakukan menggunakan peralatan berupa perangkat lunak atau software sebagai berikut :
1. Ansys Mechanical APDL+LS-DYNA modul
Ansys Mechanical APDL digunakan untuk memodelkan material dan pembebanan sedangkan modul LS-DYNA digunakan untuk memasukkan kriteria erosi.
3.5. Proses Penelitian
3.5.1 Pemodelan Komposit E-Glass/Isophthalic Polyester Komposit E-glass/isophthalic-polyester terdiri dari 8, 12, dan 16 layer dengan masing-masing layer yang memiliki geometri 0,1m x 0,1m x 0,00057m3
Gambar 3.3 Meshing pada komposit
Jenis material yang digunakan untuk setiap layer adalah orthotropik dengan kriteria kegagalan Chang-Chang
3.5.2. Pemodelan Proyektil
Proyektil peluru dimodelkan sesuai dengan standar NIJ Standard-0101.04. “Ballistic Resistance of Personal Body Armour”. seperti pada Gambar 3.4. Untuk versi CAD-nya, lebih jelas lihat pada Gambar 3.4. Jenis elemen yang digunakan adalah solid elemen tetrahedron dengan ukuran elemen 1 seperti pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Elemen tetrahedron proyektil
Jenis material yang digunakan adalah solid 164 dengan tipe material orthotropic untuk komposit, dan solid 168 rigid untuk proyektil peluru(Gambar 3.5).
3.6. Pemodelan Kondisi Pembebanan
Pemodelan kondisi pembebanan pada penelitian ini meliputi kecepatan awal, displacement dan kontak. Pada penelitian ini menggunakan kecepatan yang bervariasi. Kondisi pembebanan displacement ini diterapkan untuk menahan pergerakan baik secara translasi maupun rotasi pada sisi tepi luar komposit dengan cara menahan node di tiap sudut terluar komposit seperti Gambar 3.6.
Metode kontak yang digunakan adalah surface to surface. Sehingga proyektil disebut sebagai kontak komponen dan komposit disebut sebagai target komponen. Kontak antara permukaan proyektil dengan permukaan komposit menggunakan surface to surface eroding contact. Sedangkan kontak antar layer komposit menggunakan devide contact dengan ipe hourglass 2
Gambar 3.7 Pemodelan kontak
3.7. Perhitungan Validasi
37 4.1.Analisa Elemen Hingga
Variabel yang digunakan dalam pemodelan ini adalah variasi arah serat (0,90) dan (±45) dan variasi kecepatan yakni 300m/s, 500m/s dan 800m/s. Arah serat pada komposit dan kecepatan proyektil divariasikan untuk mengetahui pengaruh arah serat dan kecepatan proyektil terhadap kekuatan impak balistik komposit E-glass/isophthalic-polyester. Sifat mekanik untuk satu layer komposit E-glass/isophthalic-polyester disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Konstanta komposit Sesuai Variasi Arah Serat Konstanta Komposit
Konstanta komposit modulus elastisitas arah normal (E3) pada Tabel 4.1 ditentukan berdasarkan asumsi isotropik transversal. Selain konstanta komposit, kekuatan komposit juga divariasikan sesuai dengan variasi arah serat seperti pada Tabel 4.2. Kekuatan komposit arah normal (ZT dan ZC) ditentukan berdasarkan asumsi bahwa layer komposit merupakan material isotropik transversal yang memiliki sifat identik pada arah pembebanan normal dan transversalnya.
Tabel 4.2 Kekuatan Komposit Sesuai Variasi Arah Serat Kekuatan (GPa)
00 900 450 -450
YT 0,070 0,720 0,293 0,497
Konstanta dan kekuatan komposit pada Tabel 4.1 dan 4.2 digunakan untuk memenuhi kriteria kegagalan Chang-Chang. Terdapat 18 komposit yang dimodelkan yakni komposit layer 8, 12 dan 16 dengan dua variasi arah serat, yaitu [±45] dan [0,90] dan untuk tiap arah serat tersebut divariasikan lagi kecepatan proyektil yang menumbuk yakni 300m/s, 500m/s dan 800m/s.
Kriteria Chang-Chang yang digunakan untuk memodelkan komposit tidak dapat memodelkan kerusakan. Sehingga perlu ditambahkan kriteria erosi yang berfungsi mengeliminasi elemen apabila mencapai nilai kriteria erosi yang ditentukan. Penambahan kriteria erosi ini menggunakan modul LS-Dyna dengan kriteria erosi yang digunakan adalah regangan efektif, regangan volume dan regangan prinsipal serat kaca tipe E, yaitu 0,048.
Tabel 4.3 Regangan volume arah serat 0,90 dan 45,-45 Arah
Tabel 4.4 Regangan efektif layer arah serat 0,90 dan 45,-45 Arah
Serat 𝜺𝟏 𝜺𝟐 𝜺𝟑 𝛆𝐞𝐟𝐟
900 0,0055 0,02458198 -0,001881 0,03493534 450 0,0290 0,01462370 -0,009974 0,04656265 -450 0,0146 0,02899643 -0,009974 0,04656265
4.2.Hasil Pemodelan Pada Variasi Kecepatan Peluru 4.2.1. Kecepatan 300m/s
4.2.1.1 Komposit 8 Layer [±45] dan [0,90]
Dari pemodelan yang dilakukan pada komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer yang ditumbuk oleh peluru berkecepatan 300m/s diperoleh hasil pada grafik kecepatan impak Gambar 4.1. Alur penurunan grafik pada Gambar 4.1 menunjukkan komposit sedang mengalami perforasi oleh proyektil. Sedangkan grafik dengan alur konstan menunjukkan proyektil telah selesai melakukan perforasi.
Pada Gambar 4.1 tersebut memperlihatkan komposit arah serat [±45] dapat menurunkan kecepatan proyektil lebih besar, yaitu dari 300 m/s hingga menjadi 277,736 m/s. Sedangkan komposit arah serat [0,90] dapat menurunkan kecepatan proyektil dari 300 m/s menjadi 279,469 m/s. Dari Gambar 4.1 dapat ditentukan batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer. Tabel 4.5 menunjukkan komposit dengan arah serat [±45] 8 layer untuk kecepatan awal 300 m/s memiliki batas kecepatan balistik sebesar 7,784% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] 8 layer. Batas kecepatan balistik merupakan batas kecepatan yang dapat ditahan oleh komposit yang dapat diperoleh dengan mengambil selisih antara kecepatan awal (V0) dengan kecepatan setelah perforasi .
[±45] mengalami perforasi lebih lama dari pada komposit arah serat [0,90].
Gambar 4.1 Grafik kecepatan proyektil komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8layer 300m/s
Tabel 4.5 Batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer 300m/s
Arah Serat 𝐕𝟎 (m/s) 𝐕𝐩 (m/s) 𝐕𝐛(m/s)
[±45] 300 277,736 22,264
[0,90] 300 279,469 20,531
Tabel 4.6 Waktu perforasi total komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer 300m/s
Arah Serat 𝐭𝟎(s) 𝐭𝐩(s) 𝐭𝐭𝐨𝐭(s)
[±45] 2.97E-6 0,45E-4 4,203E-5
Pada Gambar 4.2 sampai 4.4 disajikan tegangan Von-Mises komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer pada waktu yang sama, yaitu 0,89E-5s, 0,14E-4s dan 0,17E-4s.
Pada waktu 0,89E-5s (lihat Gambar 4.2) komposit arah serat [±45] & [0,90} sama-sama mengalami tegangan Von-Mises maksimum sebesar 0,297GPa. Hal ini dimungkinkan karena jarak proyektil dan komposit adalah sama yakni 0,57mm serta kecepatan peluru yang sama pula yakni 300m/s.
Berbeda dengan waktu 0,89E-5s, pada waktu 0,14E-4s komposit arah serat [±45] baru mengalami tegangan Von-Mises maksimum 2,26 GPa. Sedangkan pada komposit arah serat [0,90] sudah mengalami tegangan Von-Mises sebesar 3,14 GPa (Gambar 4.3). Hal ini menyebabkan komposit arah serat [0,90] lebih cepat mengalami kerusakan.
Pada waktu 0,17E-4s hal serupa juga terjadi, yaitu tegangan Von-Mises maksimum pada komposit arah serat [±45] lebih besar, yaitu 2,43 GPa dari pada komposit arah serat [0,90], yaitu 1,63 GPa. Hal ini terjadi karena komposit arah serat [±45] masih mengalami perforasi. Sedangkan komposit arah serat [0,90] sudah hampir selesai mengalami perforasi (lihat Gambar 4.4).
Gambar 4.5 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 8 layer 300m/s
Alur penurunan grafik pada Gambar 4.5 menunjukkan komposit sedang menyerap energi kinetik proyektil. Sedangkan grafik dengan alur konstan menunjukkan komposit sudah tidak dapat menampung energi kinetik proyektil.
Gambar 4.5 menunjukkan komposit arah serat [±45] 300m/s, dapat menurunkan energi kinetik proyektil sebesar 44,899J, Sedangkan komposit arah serat [0,90] 300m/s dapat menurunkan energi kinetik proyektil hingga sebesar 41,521J.
Tabel 4.7 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit arah serat [±45] dan [90,0] 8 layer 300m/s
Arah Serat 𝐄𝐊𝟎 (J) 𝐄𝐊𝐩 (J) 𝐄𝐊 (J)
[±45] 314,1 269,201 44,899
[0,90] 314,1 272,579 41,521
4.2.1.2 Komposit 12 Layer [±45] dan [0,90]
Dari pemodelan yang dilakukan pada komposit arah serat [±45] dan [0,90] 12 layer yang ditumbuk oleh peluru berkecepatan 300m/s diperoleh hasil pada grafik kecepatan impak. Gambar 4.6 memperlihatkan komposit arah serat [±45] dapat menurunkan kecepatan proyektil lebih besar, yaitu dari 300 m/s hingga menjadi 265,757 m/s. Sedangkan komposit arah serat [0,90] dapat menurunkan kecepatan proyektil dari 300 m/s menjadi 267,402m/s. Dari Gambar 4.6 dapat ditentukan batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 12 layer.
Tabel 4.8 menunjukkan komposit dengan arah serat [±45] 12 layer untuk kecepatan awal 300 m/s memiliki batas kecepatan balistik sebesar 4,8% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] 12 layer. Batas kecepatan balistik sangat dipengaruhi oleh lama waktu perforasi proyektil pada komposit. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa komposit arah serat (±45) mengalami waktu perforasi yang lebih lama daripada komposit arah serat (0,90).
Tabel 4.8 Batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 12 layer 300m/s
Arah Serat 𝐕𝟎 (m/s) 𝐕𝐩 (m/s) 𝐕𝐛(m/s)
[±45] 300 265,757 34,243
[0,90] 300 267,402 32,598
Tabel 4.9 Waktu perforasi total komposit arah serat [±45] dan [0,90] 12 layer kecepatan 300m/s
Arah Serat 𝐭𝟎 𝐭𝐩 𝐭𝐭𝐨𝐭
[±45] 2,97E-6 5,299E-5 5E-5
[0,90] 2,97E-6 5,098E-5 4,8E-5
Pada Gambar 4.7 sampai 4.9 disajikan tegangan Von-Mises komposit arah serat [±45] dan [0,90] 12 layer pada waktu yang sama, yaitu 1,4E-5s, 1,7E-5s dan 2,1E-5s.
Pada waktu 1,4e-5s (lihat Gambar 4.7) komposit arah serat [±45] baru mengalami tegangan Von-Mises maksimum 0,307 GPa. Sedangkan pada komposit arah serat [0,90] sudah mengalami tegangan Von-Mises sebesar 0,452 GPa. Hal ini menyebabkan komposit arah serat [0,90] lebih cepat mengalami kerusakan.
Berbeda dengan waktu 1,4E-5s, pada waktu 1,7E-5s (Gambar 4.8) tegangan maksimum Von-Mises pada komposit arah serat [±45] justru menjadi lebih kecil, yaitu 2,89 GPa dari pada komposit arah serat [0,90], yaitu 3,94 GPa seperti pada Gambar 4.8. Hal ini terjadi karena komposit arah serat [±45] mengalami perforasi lebih lambat dari pada komposit arah serat [0,90].
Selain berpengaruh pada tegangan, lama waktu perforasi juga berpengaruh pada banyaknya energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit seperti Gambar 4.10.
Gambar 4.8 Distribusi Tegangan Von-Mises saat 1,7E-5s
Gambar 4.10 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 12 layer 300m/s
Alur penurunan grafik pada Gambar 4.10 menunjukkan komposit sedang menyerap energi kinetik proyektil. Sedangkan grafik dengan alur konstan menunjukkan komposit sudah tidak dapat menampung energi kinetik proyektil.
Gambar 4.10 menunjukkan komposit arah serat [±45] 300m/s, dapat menurunkan energi kinetik proyektil sebesar 67,6125J, Sedangkan komposit arah serat [0,90] 300m/s dapat menurunkan energi kinetik proyektil hingga sebesar 64,55J.
Tabel 4.10 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit arah serat [±45] dan [90,0] 12 layer
Arah Serat 𝐄𝐊𝟎 (J) 𝐄𝐊𝐩 (J) 𝐄𝐊 (J)
[±45] 314.1 246,4875 67,6125
[0,90] 314.1 249,5484 64,55
4.2.1.3 Komposit 16 Layer [±45] dan [0,90]
Dari pemodelan yang dilakukan pada komposit arah serat [±45] dan [0,90] 16 layer yang ditumbuk oleh peluru berkecepatan 300m/s diperoleh hasil pada grafik kecepatan impak Gambar 4.11. Gambar 4.11 memperlihatkan komposit arah serat [±45] dapat menurunkan kecepatan proyektil lebih besar, yaitu dari 300 m/s hingga menjadi 252,127 m/s. Sedangkan komposit arah serat [0,90] dapat menurunkan kecepatan proyektil dari 300 m/s menjadi 261,202 m/s. Dari Gambar 4.11 dapat ditentukan batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 16 layer. Tabel 4.11 menunjukkan komposit dengan arah serat [±45] 8 layer untuk kecepatan awal 300 m/s memiliki batas kecepatan balistik sebesar 18,96% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] 8 layer.
Batas kecepatan balistik sangat dipengaruhi oleh lama waktu perforasi proyektil pada komposit. Tabel 4.12 menunjukkan bahwa komposit arah serat [±45] mengalami perforasi lebih lama dari pada komposit arah serat [0,90].
Tabel 4.11 Batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 16 layer
Arah Serat 𝐕𝟎 (m/s) 𝐕𝐩 (m/s) 𝐕𝐛(m/s)
[±45] 300 252,127 47,873
[0,90] 300 261,202 38,798
Tabel 4.12 Waktu perforasi total komposit arah serat [±45] dan [0,90] 16 layer 300m/s
Arah Serat 𝐭𝟎(s) 𝐭𝐩(s) 𝐭𝐭𝐨𝐭(s)
[±45] 2,97E-6 5,699E-5 5,4E-5
[0,90] 2,97E-6 5,299E-5 5E-5
Pada Gambar 4.12 sampai 4.14 disajikan tegangan Von-Mises komposit arah serat [±45] dan [0,90] 16 layer pada waktu yang sama, yaitu 1,4E-5s, 1,8E-5s dan 2,0E-4s.
Pada waktu 1,4e-5s (lihat Gambar 4.12) komposit arah serat [±45] baru mengalami tegangan Von-Mises maksimum 0,382 GPa. Sedangkan pada komposit arah serat [0,90] sudah mengalami tegangan Von-Mises sebesar 3,20 GPa. Hal ini menyebabkan komposit arah serat [0,90] lebih cepat mengalami kerusakan.
Berbeda dengan waktu 1,4E-5s, pada waktu 1,8E-5s (Gambar 4.13) tegangan maksimum Von-Mises pada komposit arah serat [±45] lebih besar, yaitu 3,29 GPa dari pada komposit arah serat [0,90], yaitu 2,91 GPa seperti pada Gambar 4.13. Hal ini juga menunjukkan bahwa untuk merusak komposit arah serat [±45] mmerlukan tegangan Von-Mises yang lebih tinggi.
Selain berpengaruh pada tegangan, lama waktu perforasi juga berpengaruh pada banyaknya energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit seperti Gambar 4.15.
Gambar 4.15 Energi kinetik proyektil yang terserap komposit [±45] dan [0,90] 16 layer 300m/s
Gambar 4.15 menunjukkan komposit arah serat [±45] 300m/s, dapat menurunkan energi kinetik proyektil sebesar 92,2476J, Sedangkan komposit arah serat [0,90] 300m/s dapat menurunkan energi kinetik proyektil hingga sebesar 75,9896J.
Tabel 4.13 Energi kinetik proyektil yang terserap oleh komposit arah serat [±45] dan [90,0] 16 layer 300m/s Arah Serat 𝐄𝐊𝟎 (J) 𝐄𝐊𝐩 (J) 𝐄𝐊 (J)
[±45] 314.1 221,8524 92,2476
[0,90] 314,1 238,1104 75,9896
4.2.1.4.Perbandingan Hasil Pemodelan Komposit 8, 12 dan 16 Layer kecepatan 300m/s
Setelah membahas satu-persatu hasil pemodelan baik pada komposit arah serat [±45] maupun [0,90] dengan jumlah layer 8, 12 dan 16, dilakukan perbandingan hasil pemodelan dari komposit tersebut. Pada Gambar 4.16 sampai 4.18 disajikan perbandingan batas kecepatan balistik, energi kinetik proyektil terserap dan waktu perforasi pada komposit arah serat [±45] dan [0,90].
Gambar 4.16 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 300m/s
Gambar 4.18 Perbandingan waktu perforasi proyektil pada komposit arah serat [±45] dan [0,90] 300m/s Gambar 4.16 menunjukkan komposit arah serat [±45] memiliki batas kecepatan balistik secara keseluruhan lebih unggul 11,93 % dari pada komposit arah serat [0,90]. Gambar 4.17 menunjukkan bahwa komposit arah serat [±45] lebih banyak 11,1 % menyerap energi kinetik proyektil dari pada komposit arah serat [0,90].Pada Gambar 4.18 menunjukkan bahwa komposit arah serat [±45] memiliki waktu perforasi 7,55% lebih lama dari pada komposit arah serat [0,90].
Gambar 4.19 Perbandingan batas kecepatan balistik komposit [±45] dan [0,90] 8, 12 dan 16 layer 300m/s
Kekuatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] ditentukan menggunakan persamaan 2.34. Pada persamaan tersebut yang digunakan sebagai perhitungan adalah batas kecepatan balistik. Sehingga diperoleh kekuatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] pada Tabel 4.14. Untuk lebih memperjelas perbedaan kekuatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90], disajikan grafik pada Gambar 4.20.
Gambar 4.20 kekuatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90]
Gambar 4.20 menunjukkan komposit arah serat [±45] memiliki kekuatan balistik lebih unggul 22,32% dari pada komposit arah serat [0,90].
4.2.2. Kecepatan 500m/s
4.2.2.1 Komposit 8 Layer [±45] dan [0,90]
Dari pemodelan yang dilakukan pada komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer yang ditumbuk oleh peluru berkecepatan 500m/s diperoleh hasil pada grafik kecepatan impak Gambar 4.21. Alur penurunan grafik pada Gambar menunjukkan komposit sedang mengalami perforasi oleh proyektil. Sedangkan grafik dengan alur konstan menunjukkan proyektil telah selesai melakukan perforasi.
kecepatan awal 500 m/s memiliki batas kecepatan balistik sebesar 10,98% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] 8 layer.
Batas kecepatan balistik sangat dipengaruhi oleh lama waktu perforasi proyektil pada komposit. Tabel 4.16 menunjukkan bahwa komposit arah serat [±45] mengalami perforasi lebih lama dari pada komposit arah serat [0,90].
Gambar 4.21 Grafik kecepatan proyektil komposit arah serat [±45] dan [0,90] 500m/s
Tabel 4.15 Batas kecepatan balistik komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer 500m/s
Arah Serat 𝐕𝟎 (m/s) 𝐕𝐩 (m/s) 𝐕𝐛(m/s)
[±45] 500 474,985 25,015
[0,90] 500 477,733 22,267
Tabel 4.16 Waktu perforasi total komposit arah serat [±45] dan [0,90] 8 layer 500m/s
Arah Serat 𝐭𝟎(s) 𝐭𝐩(s) 𝐭𝐭𝐨𝐭(s)
[±45] 1,97E-6 3,190E-05 3E-5