KECEMASAN PADA ANAK DARI KELUARGA
BERCERAI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Margarita Novita Prastiwi
NIM : 089114089
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Jika aku harus bertumbuh, aku harus melepaskan diri dari
masa laluku. Aku harus menyadari bahwa aku adalah aku
yang tunggal dan satu-satunya, seorang pribadi yang
sedang berproses, selalu dan selama-lamanya belajar,
berubah, bertumbuh. Satu-satunya realitas yang penting
adalah siapa aku sekarang ini. Aku sekarang bukan aku
yang dahulu. Aku sekarang belum tentu aku yang akan
datang.
~John Powell SJ
Penelitian ini aku persembahkan untuk :
Kedua orangtuaku,
Kakakku,
Keluargaku,
dan
vi
KECEMASAN PADA ANAK DARI KELUARGA BERCERAI
Margarita Novita Prastiwi
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kecemasan yang terjadi pada anak-anak dari keluarga bercerai. Peneliti menggunakan data dokumen laporan praktikum CAT yang tersedia di Laboratorium Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Dokumen laporan CAT tersebut diambil berdasarkan pelaksanaan pengetesan mulai tahun 2005 hingga tahun 2011 dengan subjek usia enam hingga 11 tahun dan berasal dari keluarga bercerai. Berdasarkan kriteria tersebut, peneliti mendapatkan sembilan dokumen tes CAT. Dengan menggunakan analisis tematik, diperoleh hasil bahwa kecemasan yang relatif banyak muncul pada anak-anak dari keluarga bercerai adalah kecemasan terkait menghadapi kesulitan. Di samping itu juga muncul cukup banyak kecemasan terkait kesendirian/keterpisahan, dan kecemasan terkait perhatian dan kasih sayang. Kecemasan-kecemasan tersebut dapat disebabkan oleh perubahan dalam hal kehadiran orangtua dan kualitas hubungan antara orangtua dengan anak.
vii
THE ANXIETY IN CHILDREN FROM DIVORCED FAMILIES
Margarita Novita Prastiwi
ABSTRACT
This research was conducted to reveal the anxiety that occurs in children from a divorce parents. The Researcher used data CAT lab report document that is available at the Laboratory of the Faculty of Psychology, Sanata Dharma University. The CAT report document is retrieved by the implementation of testing from 2005 to 2011 with a subject aged six to 11 years and come from a divorce parents. Based on the criteria, the researcher gets nine CAT test papers. By using thematic analysis, the anxiety that often emerge in children from divorced families is facing difficulties related to anxiety. Beside that, there also emerge many anxieties in children concerns about loneliness / isolation, and anxiety-related to attention and affection. Those anxieties can be caused by changes in the presence of the parents and the quality of relationship between parents and children.
ix
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yesus atas segala
rahmat dan berkahnya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini menjadi salah satu syarat bagi mahasiswa untuk
menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
dan memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Dalam rangka memenuhi syarat
tersebut, maka penulis mengangkat judul “KECEMASAN PADA ANAK DARI
KELUARGA BERCERAI.”
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan berhasil sebagimana
mestinya. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing
akademik dan pembimbing skripsi, yang dengan sabar membimbing dan teliti
memeriksa serta memberi masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
3. Ibu Debri Pristinella, M. Si. dan Ibu M.M. Nimas Eki Suprawati, M. Si., Psi.
selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan pengetahuan baru bagi
saya untuk menjadikan skripsi ini semakin baik.
x
5. Seluruh dosen dan karyawan yang telah membimbing maupun membantu
penulis menuntut ilmu dan berproses di Fakultas Psikologi USD ini. Mas Muji,
Mas Donny, Mas Gandung, Bu Nanik, dan Pak Gik terima kasih atas bantuan,
motivasi, maupun dukungan selama ini.
6. Kakak-kakak angkatan yang laporan CAT-nya sudah digunakan dalam
penelitian ini. Terima kasih.
7. Bapak, Ibu, Kakak, dan semua keluargaku yang sudah memberikan dukungan
dan doa.
8. Sahabat-sahabatku tersayang, Intan, Ciput, Oshien, Desy, teman-teman satu
bimbingan Vita, Riana, Ayu, Gigi, Stella, dan seluruh sahabatku angkatan 2008
Psikologi USD yang tidak bisa aku sebutin satu per satu. Terima kasih buat
dukungan kalian.
9. Sahabat-sahabatku di Paroki St. Thomas Rasul: Garage Communitydan Romo Patricius Hartono, terima kasih atas dukungan kalian. Terima kasih juga buat
Mas Dony “Mendon” yang sudah membantu secara teknis.
Penelitian ini jauh dari sempurna, maka dari itu kritik serta saran sangat
peneliti harapkan.
Yogyakarta, 7 Februari 2013
Penulis,
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
ABSTRAK... vi
ABSTRACT... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR SKEMA... xv
DAFTAR LAMPIRAN... xvi
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan... 5
D. Manfaat ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 6
A. Kecemasan... 6
xii
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecemasan
... 6
B. Anak-anak Usia Akhir ... 9
C. Perceraian ... 11
1. Pengertian Perceraian ... 11
2. Dampak Perceraian Pada Anak ... 12
D. CAT(Children’s Apperception Test)... 15
E. Kecemasan Pada Anak dari Keluarga Bercerai ... 17
F. Pertanyaan Penelitian ... 20
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 21
A. Jenis Penelitian ... 21
B. Fokus Penelitian ... 21
C. Subjek Penelitian ... 22
D. Metode Pengumpulan Data ... 22
E. Analisis Tematik... 23
F. Pemeriksaan Keabsahan Data... 25
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 27
A. Pelaksanaan Penelitian ... 27
B. Hasil Penelitian... 28
C. Pembahasan ... 39
BAB V. PENUTUP... 44
A. Kesimpulan ... 44
xiii
DAFTAR PUSTAKA... 46
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 28
Tabel 2. Kategori Jenis Kecemasan ... 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perceraian merupakan hal yang sebenarnya tidak diinginkan dalam
kehidupan rumah tangga, karena kehidupan perkawinan harus diakhiri dengan
suami istri yang berpisah. Melewati krisis akibat perceraian tidak semudah
membalikkan telapak tangan, karena berdampak pada berbagai konsekuensi.
Secara hukum perceraian itu sendiri menuntut adanya keputusan tindak lanjut
dari kedua belah pihak, yaitu menyangkut penentuan hak asuh anak dan
pembagian harta. Harta setelah perceraian yang didapat selama perkawinan
merupakan harta bersama, seperti yang tertuang dalam pasal 35 ayat (1)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Selain mengenai pembagian harta
setelah perceraian juga terdapat pembagian hak asuh anak. Hak asuh anak
terhadap anak di bawah 12 tahun seringkali diberikan kepada ibu seperti yang
tertuang dalam Hukum Kompilasi Islam pasal 105 huruf a. Bagi anak di atas
12 tahun, anak diberikan kebebasan memilih dengan siapa anak tersebut akan
tinggal, apakah dengan ibu atau ayahnya. Hal ini dikarenakan ayah atau ibu
mempunyai kewajiban yang sama dalam merawat dan mendidik anak, seperti
yang tertuang dalam Pasal 41 huruf a Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
Perceraian adalah putusnya hubungan sebagai suami istri atau talak
(KBBI Pusat Bahasa, 2008). Ketika suami istri bercerai, maka tugas dan
peran sebagai suami dan istri juga berakhir, demikian juga peran sebagai
Oktaria (2011) berpendapat dalam blognya dengan melihat
kasus-kasus yang terjadi di masyarakat bahwa orang tua yang akan bercerai sudah
menyiapkan mental untuk hidup berpisah satu sama lain dan pengambilan
keputusan juga hanya terjadi pada orangtua tanpa melibatkan anak. Berbeda
dengan anak. Anak yang semula tidak mengetahui permasalahan orang
tuanya tiba-tiba harus menghadapi situasi orang tua berpisah. Anak harus
beradaptasi dengan kondisi orang tua yang semula bertengkar dan kemudian
bercerai. Situasi ini dapat menjadi stressor tersendiri bagi anak. Anak yang
berhasil beradaptasi tidak akan mengalami masalah dan tidak mengalami
kesulitan dalam perkembangannya. Tetapi jika tidak, kondisi psikologis anak
akan terganggu. Ketika orang tuanya bertengkar anak menjadi merasa takut,
bingung, dan sedih. Selain itu, perceraian juga akan menimbulkan kecemasan,
karena anak akan merasa dirinya ditolak, tidak berharga, dan tidak dicintai.
Tidak jarang anak merasa menjadi memiliki perasaan bahwa dirinya berbeda
dengan anak-anak lain yang orang tuanya tidak bercerai. Anak juga akan
merasa cemas akan hidup yang tidak bermakna, karena hidupnya yang semula
nyaman dengan kedua orang tua kini tidak lagi. Cemas jika masa depannya
yang tanpa sosok ayah atau ibu menjadi berantakan.
Dibandingkan dampak yang lain, masalah kecemasan pada anak
mendapatkan perhatian lebih dan merupakan masalah psikologis yang
memiliki prevalensi cukup besar. Menurut Freud (dalam Semiun, 2006),
kecemasan adalah suatu keadaan perasaan yang tidak menyenangkan dan
yang akan datang. Freud mengemukakan tiga jenis kecemasan, yaitu
kecemasan neurotik, kecemasan moral, dan kecemasan realistik.
Kecemasan pada anak bisa memburuk seiring waktu (Kendall dalam
Suroso, 2011) dan menimbulkan akibat-akibat yang serius pada orang
dewasa, seperti gangguan kecemasan berkelanjutan, depresi mayor,
keinginan bunuh diri, dan perawatan inap karena gangguan psikiatrik
(Achenbach, Alloy, Kelly, et.al dalam Suroso, 2011). Kecemasan itu sendiri
mempunyai dampak bagi perkembangan anak atau bagi masa depan anak.
Menurut Wyman (dalam Jasinski, 2003), anak-anak yang mengalami
kecemasan akan memiliki lebih sedikit teman dekat dan tidak terlibat dalam
kegiatan seperti teman-temannya. Kecemasan juga dapat mempengaruhi
kemampuan anak untuk berkonsentrasi di sekolah atau hadir di sekolah
(keterlibatan dalam sekolah) dan kompetensi kognitif anak berkurang. Selain
itu juga dapat menyebabkan masalah perilaku (Jasinski, 2003).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perceraian menimbulkan
kecemasan bagi anak. Jasinski (2003), menyebutkan bahwa perceraian pada
dasarnya diasosiasikan dengan kecemasan anak-anak. Dalam penelitiannya
Jasinski melakukan perbandingan tingkat kecemasan antara anak dari
keluarga bercerai dan anak dengan orangtua utuh. Tingkat kecemasan
anak-anak korban perceraian lebih tinggi daripada anak-anak dengan orangtua utuh.
Demikian juga dengan artikel yang ditulis oleh Rodriquez dan Arnold (1998),
yang menyebutkan bahwa efek dari perceraian orangtua salah satunya adalah
lebih lanjut mengenai jenis-jenis kecemasan yang muncul dan hanya sekedar
kecemasan sebagai dampak dari perceraian orangtua.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kecemasan apa saja yang
dialami oleh anak-anak dari keluarga bercerai. Maka dari itu, peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif analisis interpretatif. Analisis interpretatif
ini bertujuan mengungkapkan secara detail bagaimana subjek mengalami
dunia personal dan sosialnya. Tujuan utama analisis interpretatif yaitu
memperoleh makna dari berbagai pengalaman, peristiwa, dan status subjek.
Pendekatan ini berusaha mengeksplorasi pengalaman personal subjek serta
menekankan pada persepsi atau pendapat subjek tentang objek atau peristiwa
(Smith, 2009).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil CAT(Children Apperception Test). CAT merupakan tes proyektif bercerita (story telling), dengan stimulus terdiri dari sepuluh gambar situasi ambigu. Anak diminta
untuk bercerita sesuai gambar yang disajikan. Melalui gambar yang disajikan
dalam CAT ini, anak dapat memproyeksikan kebutuhan atau
dorongan-dorongan, dinamika hubungan interpersonal, konflik, dan kecemasan akan
sesuatu (Bellak, 1997). CAT dapat menggali data yang tidak dapat diperoleh
melalui metode lain (wawancara dan observasi), karena dapat
mengekspresikan ide-ide yang terlalu mengancam bagi anak untuk
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang sudah peneliti sampaikan
di atas, maka peneliti ingin mengetahui apa saja kecemasan yang terjadi pada
anak dari keluarga bercerai yang diperoleh dari CAT?
C. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui gambaran
kecemasan yang terjadi pada anak dari keluarga bercerai yang diperoleh dari
CAT.
D. Manfaat
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan dalam bidang psikologi kepribadian dan psikologi
perkembangan anak, khususnya mengenai kecemasan pada anak dari keluarga
bercerai
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
bagi keluarga-keluarga khususnya keluarga bercerai, psikolog, dan praktisi
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan mood yang ditandai dengan ketegangan tubuh, dan khawatir akan bahaya di masa depan atau
ketidakberdayaan (Mash & Wolfe, 1999). Menurut Chaplin (2008),
kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan
keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk
ketakutan tersebut.
Menurut Freud (dalam Semiun, 2006), kecemasan adalah suatu
keadaan perasaan yang tidak menyenangkan dan disertai dengan sensasi
fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang.
Freud mengemukakan bahwa ego menjadi tempat kecemasan dan hanya
ego yang dapat menghasilkan dan merasakan kecemasan.
Maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan keadaan
perasaan yang tidak menyenangkan, tertekan, kekhawatiran akan kejadian
di masa mendatang.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecemasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kecemasan adalah
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari anak itu
sendiri, seperti misalnya :
1) Sensitivitas anak terhadap peristiwa yang berpotensi mengancam.
Anak yang terlalu sensitif dengan kondisi mengancam
akan lebih mengalami kecemasan dibanding dengan anak yang
kurang sensitif (Wenar & Kerig, 2000).
2) Kemampuan anak menghadapi hal-hal yang menakutkan.
Anak mengalami kecemasan ketika tidak biasa
menghadapi hal-hal yang menakutkan (Wenar & Kerig, 2000).
3) Temperamen
Menurut Wenar & Kerig (2000), temperamen yang
menyebabkan kecemasan dikenal dengan behavior inhibition. Kondisi ini terlihat pada anak yang pemalu, pendiam, penakut,
dan menghindari tantangan. Anak dengan behavior inhibition
akan meningkatkan resiko kecemasan daripada anak dengan
behavior uninhibition.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi terbentuknya kecemasan
1) Pola asuh orangtua
Orangtua yang memiliki pola asuh
overprotective/overcontrolleddan pola asuh rigid akan membatasi kebebasan anaknya dan orangtua terlalu berharap terhadap anak.
Hal ini menyebabkan anak merasa tidak diterima oleh
orangtuanya dan akan timbul kecemasan pada anak (Mash &
Wolfe, 1999). Menurut Hatherington (dalam Bukatko, 2008),
orangtua yang bercerai memiliki pola asuh otoriter. Hal ini yang
menyebabkan anak mengalami kecemasan karena orangtua
menentukan aturan baru yang cukup ketat terhadap anaknya.
2) Attachment
Anak dengan insecure attachment lebih menunjukkan kecemasan daripada anak dengan secure attachment. Hal ini dikarenakan anak tidak mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan.
Anak akan menjadi merasa tidak bebas, tidak aman, dan merasa
takut (Wenar & Kerig, 2000).
c. Faktor Pembelajaran
Teori pembelajaran menekankan bahwa ketakutan dan
kecemasan dipelajari melalui pengkondisian klasikal dan
pengkondisian operan. Dalam pengkondisian klasikal, ketakutan
menakutkan. Sebagai contoh, anak akan merasa ketakutan ketika
sedang berada di kamar sendirian dan disertai dengan suara-suara
menakutkan. Hal tersebut membuat anak menjadi ketakutan ketika
harus berada di kamar sendirian. Prinsip pengkondisian operan yaitu
bahwa perilaku yang kemudian dilanjutkan dengan pemberianreward
atau reinforcement. Suatu hal akan dianggap menakutkan, jika terdapat reward otomatis setiap kali anak menghindari objek atau situasi menakutkan. Dengan demikian, melalui proses penguatan
negatif, menghindari stimulus menakutkan menjadi respon yang
dipelajari, hal ini berfungsi mempertahankan ketakutan anak (Mash &
Wolfe, 1999). Sebagai contoh, ketika seorang anak menghindari
kesendirian maka akan diberi reward oleh orangtuanya, maka anak akan menghindari kesendirian. Menghindari kesendirian tersebut
menjadi respon yang dipelajari dan hal ini akan mempertahankan anak
menjadi tetap cemas ketika sendiri.
B. Anak-anak Usia Akhir
Masa pertengahan dan akhir anak-anak ialah periode perkembangan
yang terentang dari usia kira-kira enam hingga 11 tahun, yang kira-kira setara
dengan tahun-tahun sekolah dasar. Periode ini kadang-kadang disebut
masa-masa sekolah dasar (Santrock, 2002). Menurut Papalia (2009), masa-masa
kanak-kanak berada pada usia lima atau enam sampai 11 tahun. Masa sekolah atau
tahun (Havighurst dalam Desmita, 2009). Menurut Bukatko dan Berk (2008),
masa pertengahan dan akhir anak-anak berawal pada usia enam hingga 11
tahun.
Anak usia sekolah mengalami emosi tertentu yang dikendalikan oleh
rasa tanggung jawab. Jika anak merasa bersalah maka anak cenderung
menebus kesalahan. Selain itu, ketika orangtua atau orang lain menyalahkan
atau mengkritik anak, maka anak akan merasa malu yang intens yang dapat menyebabkan penurunan tajam dalam harga diri disertai dengan depresi dan
kemarahan (Berk, 2008). Dalam usia ini anak menerima suatu peran yang
baru, berinteraksi dan mengembangkan hubungan dengan orang-orang baru
yang penting lainnya, mengadopsi kelompok acuan baru, dan
mengembangkan standar-standar baru untuk menilai diri mereka sendiri
(Santrock, 2002).
Ketika anak-anak memasuki masa pertengahan dan akhir anak-anak,
para orangtua hanya memberi sedikit waktunya untuk mereka. Meskipun
demikian, orangtua tetap menjadi pelaku-pelaku sosialisasi yang sangat
penting dalam kehidupan anak-anak mereka. Anak dan orangtua membagi
pengaturan perilaku, konflik dengan saudara kandung membantu
perkembangan keterampilan untuk resolusi konflik, dan persahabatan menjadi
semakin dekat (Santrock, 2002).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rentang usia
anak-anak berada pada 6 sampai 11-12 tahun. Pada masa ini, anak-anak
kontrol diri pada anak juga telah meningkat dengan adanya konflik-konflik
yang muncul, baik dengan saudara maupun orang tua. Di samping itu, pada
masa ini anak-anak mengalami perkembangan pemahaman diri.
C. Perceraian
1. Pergertian Perceraian
Menurut KBBI Pusat Bahasa (2008), perceraian adalah putusnya
hubungan sebagai suami istri atau talak.
Menurut Yusuf (2004), perceraian orang tua adalah keadaan
keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil atau berantakan. Menurut Save
(2002), perceraian dalam keluarga manapun merupakan peralihan besar
dan penyesuaian utama bagi anak-anak akan mengalami reaksi emosi dan
perilaku karena kehilangan satu orang tua.
Maka dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah terputusnya
hubungan perkawinan antara suami istri, menyebabkan keluarga tidak
harmonis, dan berdampak buruk bagi anak.
Anak-anak dari keluarga bercerai adalah anak yang berasal dari
keluarga dengan orangtua yang tidak dapat menjalankan perannya sebagai
2. Dampak Perceraian pada Anak
a. Secara hukum
Secara legal formal, perceraian menuntut adanya keputusan
tindak lanjut dari kedua belah pihak, yaitu menyangkut penentuan
hak asuh anak dan pembagian harta. Harta setelah perceraian yang
didapat selama perkawinan merupakan harta bersama. Hal ini seperti
yang tertuang dalam pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974. Di samping itu, hak asuh anak terhadap anak di bawah
12 tahun seringkali diberikan kepada ibu seperti yang tertuang dalam
Kompilasi Hukum Islam pasal 105 huruf a. Meskipun demikian, bagi
anak di atas 12 tahun, anak diberikan kebebasan memilih dengan
siapa anak tersebut akan tinggal, apakah dengan ibu atau ayahnya.
Hal ini dikarenakan ayah atau ibu mempunyai kewajiban yang sama
dalam merawat dan mendidik anak, seperti yang tertuang dalam
Pasal 41 huruf a Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
Menurut KHI, dampak perceraian secara hukum menuntut
seorang ayah untuk bertanggung jawab atas kebutuhan dan biaya
pemeliharaan anak. Jika tidak demikian maka pengadilan akan
menuntut ibu untuk ikut bertanggung jawab atas kebutuhan anak.
Seorang ayah akan menafkai anaknya hingga dewasa dan dapat
mengurus diri (sekitar usia 21 tahun). Dalam jangka waktu tertentu,
seorang istri juga dapat meminta nafkah kepada suaminya pasca
b. Secara psikologis
Rumah tangga yang pecah karena perceraian dapat lebih
merusak anak dan hubungan keluarga ketimbang rumah tangga yang
pecah karena kematian. Terdapat dua alasan untuk hal ini. Periode
penyesuaian terhadap perceraian lebih lama dan sulit bagi anak
daripada periode penyesuaian yang menyertai kematian orang tua.
Hozman dan Froiland (dalam Hurlock, 1989) telah menemukan
bahwa kebanyakan anak melalui tahap dalam penyesuaian ini:
penolakan terhadap perceraian, kemarahan yang ditujukan pada
mereka yang terlibat dalam situasi tersebut, tawar menawar dalam
usaha mempersatukan orang tua, depresi dan akhirnya penerimaan
perceraian (Hurlock, 1989).
Perpisahan yang disebabkan perceraian itu serius sebab
mereka cenderung membuat anak menjadi berbeda dalam mata
kelompok sebaya. Jika anak ditanya di mana orang tuanya atau
mengapa mereka mempunyai orang tua baru sebagai pengganti
orang tua yang tidak ada, mereka menjadi serba salah dan merasa
malu. Di samping itu, mereka mungkin merasa bersalah jika mereka
menikmati waktu bersama orang tua yang tidak ada (Hurlock, 1989).
Perlakuan orang tua kepada anak pasca perceraian biasanya
berubah. Hal ini dapat menyebabkan permasalahan pada anak-anak
dari perilaku orang tua yang semula menerima anak dan akhirnya
menolak dan tidak mencintainya, maka hal ini akan menyebabkan
anak menjadi cemas, merasa tidak aman akan sesuatu hal yang
mengancam dirinya, dan merasa ditolak (Hurlock, 1989).
Menurut Save (1990), setiap tingkat usia anak dalam
menyesuaikan diri dengan situasi baru ini memperlihatkan cara dan
penyelesaian berbeda. Kelompok anak prasekolah pada saat kasus ini
terjadi memiliki kecenderungan untuk mempersalahkan diri bila
menghadapi masalah dalam hidupnya. Umumnya anak usia kecil itu
sering tidak betah, tidak menerima cara hidup baru. Anak tidak akrab
dengan orangtuanya. Anak ini sering dibayangi rasa cemas, selalu
ingin mencari ketenangan.
Periode penyesuaian anak yang terburuk yaitu satu tahun
setelah perceraian. Anak memperlihatkan karakter yang negatif
seperti kebingungan dan ketidakpatuhan. Meskipun demikian,
setelah dua tahun perceraian efek tersebut berkurang terutama pada
anak perempuan. Di sisi lain, setelah enam tahun, anak laki-laki
kembali memperlihatkan ketidakpatuhan, relasi buruk dengan teman
sebaya, dan rendahnya harga diri (Hatherington dalam Bukatko,
2008).
Penyesuaian anak terhadap perceraian sebagian bergantung
pada usia atau kematangan anak, gender, temperamen, dan
muda cenderung lebih cemas mengenai perceraian, memiliki
persepsi yang kurang realistis mengenai penyebabnya, dan
menyalahkan diri mereka sendiri. Meskipun demikian, mereka dapat
beradaptasi lebih cepat daripada anak yang lebih tua, yang memiliki
pemahaman lebih baik mengenai apa yang sedang terjadi. Anak-anak
usia sekolah bisa saja takut akan penelantaran dan penolakan. Anak
laki-laki umumnya merasa lebih sulit beradaptasi dibandingkan anak
perempuan (Bray, Hetherington, Stanley-Hagan, et al. dalam
Papalia, 2009). Kebanyakan anak dengan orang tua bercerai
menyesuaikan diri dengan cukup baik, tetapi perceraian
meningkatkan risiko masalah pada masa remaja atau dewasa, seperti
perilaku antisosial. (Kelly & Emery dalam Papalia, 2009).
Dengan demikian, banyak dampak negatif yang terjadi pada
anak-anak akibat perceraian orang tua. Anak-anak merasa berbeda
dengan teman sebaya, kesulitan penyesuaian hidup dengan orangtua
tunggal, dan adanya kecemasan yang mengikutinya. Kecemasan ini
adalah kecemasan anak akan penolakan, ketidaknyamanan, dan
kehilangan kasih sayang.
D. CAT(Children’s Apperception Test)
CAT merupakan tes dengan menggunakan teknik proyektif aperseptif
atau disebut juga tes apersepsi. Apersepsi adalah interpretasi yang bermakna
sudah merupakan sesuatu yang bermakna individual (meaningfulness)
(Prihanto, 1993).
CAT merupakan sebuah bentuk tes proyektif yang dirancang untuk
memahami dinamika anak-anak dalam menghadapi masalah-masalah dalam
perkembangannya. Menurut Bellak (1997), CAT digunakan untuk memahami
relasi subjek dengan figur lain dan dorongannya. Gambar-gambar dalam CAT
ini dirancang untuk memunculkan respon mengenai masalah makan secara
khusus dan masalah oral secara umum, masalah persaingan antar saudara,
relasi dengan figur orang tua, fantasi tentang agresi, tentang penerimaan
dunia orang dewasa, ketakutan terkait kesendirian di malam hari, dinamika
hubungan interpersonal, kumpulan drive, dan pertahanan diri mereka. Selain itu, CAT juga mampu mengungkapkan kecemasan. Ragam kecemasan pada
anak-anak menurut Bellak, kecemasan terkait dengan kondisi bahaya fisik,
misalnya disakiti oleh oranglain, binatang buas; kecemasan akan hukuman
yang kemungkinan dihadapi; kecemasan akan kehilangan atau berkurangnya
kasih sayang dari orang tua atau orang sekitar; kecemasan akan penolakan;
kecemasan akan situasi kesendirian dan kesepian; dan kecemasan akan
berkurangnya atau kehilangan dukungan.
dengan tokoh binatang. CAT-H lebih efektif untuk anak usia tujuh hingga 10
tahun terutama dengan IQ tinggi (Bellak, 1997).
CAT terdiri dari 10 kartu bergambar, baik itu CAT animal maupun CAT-H. Masing-masing kartu terdapat tema-tema tertentu. Tema-tema
tersebut antara lain :
1. Kartu 1 : deprivasi oral
2. Kartu 2 : permainan, ketakutan akan agresi, simbol masturbasi
3. Kartu 3 : gender, kebingungan peran, konflik antara kepatuhan dan
otonomi
4. Kartu 4 : persaingan antar saudara, relasi dengan figur ibu
5. Kartu 5 : mengamati, menduga, kebingungan, keterlibatan emosional
anak
6. Kartu 6 : kecemburuan terhadap kedekatan orangtua, menginginkan
otonomi dari orangtua
7. Kartu 7 : agresifitas dalam hidup anak, ketakutan terhadap agresi
8. Kartu 8 : hubungan dengan orangtua, relasi ibu dan anaknya
9. Kartu 9 : ketakutan akan gelap, ditinggalkan sendiri, rasa ingin tahu
pada apa yang terjadi di ruangan sebelah
10. Kartu 10: hukuman, konsep moral anak, toilet training
E. Kecemasan pada Anak dari Keluarga Bercerai
Perceraian orang tua adalah keadaan keluarga yang tidak harmonis,
dalam keluarga manapun merupakan peralihan besar dan penyesuaian utama
bagi anak-anak akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena kehilangan
satu orang tua.
Secara psikologis, anak yang berasal dari keluarga bercerai
memperoleh banyak tekanan, karena suasana rumah kurang harmonis. Selain
itu, keadaan lingkungan juga mengharuskan anak melakukan penyesuaian diri
terhadap perubahan-perubahan. Hal ini dikarenakan tekanan dan keadaan
lingkungan sebagai akibat dari perceraian kedua orang tuanya, menyebabkan
anak merasa dirinya tidak aman. Padahal, anak pada usia sekolah adalah anak
yang merasa takut diejek, takut tercela, takut kehilangan miliknya, takut akan
penyakit dan takut akan gagal di sekolah. Rasa tidak aman yang
menyelubungi tersebut juga akan menimbulkan perasaan inferior pada anak
terhadap kemampuan dan kedudukannya. Anak merasa rendah diri, menjadi
takut untuk memperluas pergaulannya dengan teman-temannya (Gunarsa,
2003).
Menurut Save (1990), setiap tingkat usia anak dalam menyesuaikan
diri dengan situasi baru ini memperlihatkan cara dan penyelesaian berbeda.
Kelompok anak yang belum berusia sekolah pada saat kasus ini terjadi ada
kecenderungan untuk mempersalahkan diri bila ia menghadapi masalah
dalam hidupnya. Umumnya anak usia kecil itu sering tidak betah, tidak
menerima cara hidup baru. Ia tidak akrab dengan orangtuanya. Anak ini
Dalam kasus perceraian, kecemasan selalu mengikuti anak yang
menjadi korban perceraian orang tua. Kecemasan merupakan sesuatu yang
tidak jelas, adanya perasaan gelisah yang disebabkan oleh ketakutan terhadap
sesuatu yang tidak diduga akan terjadi, proses emosi yang bercampur baur,
yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan
pertentangan batin. Menurut Singgih (1995), kecemasan merupakan suatu
perubahan suasana hati, perubahan di dalam dirinya sendiri yang timbul dari
dalam tanpa adanya perangsang dari luar. Istilah kecemasan juga dipakai
untuk menunjukkan suatu respons emosional yang tidak menyenangkan.
Kecemasan selalu didapatkan pada anak-anak yang mengalami gangguan
emosional.
Dengan demikian, banyak dampak negatif yang terjadi pada
anak-anak akibat perceraian orang tua. Anak-anak-anak merasa berbeda dengan teman
sebaya, kesulitan penyesuaian hidup dengan orangtua tunggal, dan adanya
kecemasan yang mengikutinya. Kecemasan ini adalah kecemasan anak akan
Skema 1: Kerangka Penelitian: Gambaran Dampak Perceraian Orangtua
F. Pertanyaan Penelitian
Apa saja kecemasan yang terjadi pada anak dari keluarga bercerai
yang diperoleh dari CAT?
Keluarga Bercerai (perceraian orangtua)
Dampak secara Hukum :
Pembagian harta Penentuan hak
asuh anak Faktor-faktor yang
mempengaruhi
terbentuknya kecemasan :
Faktor Internal Faktor Eksternal
Faktor Pembelajaran Dampak Psikologis: Kecemasan, depresi,
stress, perasaan ditolak
Kecemasan :
Apa saja kecemasan pada
anak dari keluarga
dengan orangtua
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis
interpretatif. Analisis interpretatif ini bertujuan mengungkapkan secara detail
bagaimana subjek mengalami dunia personal dan sosialnya. Tujuan utama
analisis interpretatif yaitu memperoleh makna dari berbagai pengalaman,
peristiwa, dan status subjek. Pendekatan ini berusaha mengeksplorasi
pengalaman personal subjek serta menekankan pada persepsi atau pendapat
subjek tentang objek atau peristiwa (Smith, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan analisis untuk memperoleh
kecemasan akibat dari perceraian orangtua.
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kecemasan pada anak-anak
dari keluarga bercerai yang diperoleh dari CAT. Kecemasan merupakan
proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang
mengalami tekanan perasaan, perasaan gelisah, dan keadaan mental yang
tidak enak akan sesuatu yang dibayangkan, dan suatu perubahan suasana hati
Dalam penelitian ini kecemasan dapat ditemukan dari sebagian atau
keseluruhan cerita dalam CAT. Dari cerita-cerita CAT dapat ditemukan
jenis-jenis kecemasan pada anak-anak, antara lain kecemasan yang berhubungan
dengan bahaya fisik, hukuman, takut karena kurangnya atau kehilangan kasih
sayang, penolakan, dan kesendirian (kesepian, kurangnya dukungan). Hal ini
akan menjadi berharga untuk dicatat dalam konteks pertahanan anak terhadap
ketakutan yang dihadapinya (Bellak, 1997).
C. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini, subjek yang dipilih berdasarkan kriteria-kriteria
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya dan berdasarkan teori atau
konstruk operasional sesuai dengan tujuan penelitian.
Subjek dalam penelitian ini memiliki beberapa karakteristik sebagai
berikut:
a. Subjek berada pada masa pertengahan anak-anak (middle childhood)
yaitu usia enam hingga 11 tahun sesuai tahap perkembangan Bukatko
dan Berk (2008)
b. Subjek merupakan anak dari orang tua yang bercerai.
c. Perceraian orang tua terjadi dalam masa kehidupan subjek, yaitu ketika
subjek sudah lahir.
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
tertulis atau tercetak yang dapat dipakai sebagai bukti keterangan. Dokumen
memiliki beberapa kelebihan, antara lain: dokumen merupakan sumber yang
stabil, kaya, dan mendorong; sebagai bukti untuk suatu pengujian; sifatnya
alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks (Guba dan
Lincoln dalam Moleong, 2009), dan dapat menggali data yang tidak dapat
diperoleh melalui metode lain (wawancara dan observasi). Dalam penelitian
ini, dokumen yang digunakan sebagai data penelitian meliputi respon CAT
dan data latar belakang subjek.
1. Data Utama : Respon CAT
Seperti yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, CAT merupakan
tes proyektif apersepsi atau tes bercerita (story telling). CAT terdiri dari sepuluh gambar dengan situasi yang tidak terstruktur dan ambigu.
Melalui gambar yang disajikan dalam CAT ini, anak dapat
memproyeksikan dan akan lebih mudah mengekspresikan kebutuhan,
konflik, kecemasan, dan dinamika hubungan interpersonal. Selain itu,
menurut Wenar dan Kerig (2000), melalui CAT anak akan lebih mudah
mengekspresikan ide-ide yang terlalu mengancam untuk dibicarakan
secara langsung.
Prosedur dalam CAT tersebut, yaitu anak diberikan 10 kartu
dengan situasi ambigu, kemudian anak diminta untuk bercerita sesuai
gambar yang disajikan. Cerita tersebut meliputi apa yang terjadi, apa
yang dipikirkan oleh tokoh, apa yang dirasakan, dan akhir ceritanya
2. Data Pelengkap : Dokumen latar belakang subjek
Selain menggunakan data CAT, peneliti juga menggunakan data
latar belakang untuk mendapatkan data secara lebih mendalam dan
menyeluruh terkait dengan munculnya kecemasan pada anak. Data latar
belakang diperoleh berdasarkan wawancara dan observasi. Latar
belakang tersebut meliputi kehidupan intrapersonal subjek (konsep diri
subjek) dan kehidupan interpersonal subjek yang meliputi riwayat
keluarga, pandangan subjek terhadap orang tua, relasi dengan keluarga
dan teman sebaya.
E. Analisis Tematik
Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis
tematik. Analisis tematik dilakukan dengan melakukan interpretasi terhadap
tema-tema yang mengandung kecemasan terkait dengan keluarga.
Tahap-tahap analisis tematik tersebut yaitu:
1. Tema Deskriptif
Tema deskriptif merupakan ringkasan cerita yang mempunyai
arti untuk menjelaskan psikodinamika subjek. Pada tahap ini cerita
subjek yang mengandung arti kecemasan (awal, tengah, dan akhir
cerita) diringkas dan dimasukkan ke dalam satu kolom tema deskriptif.
2. Tema Interpretif
Tema interpretif merupakan tema yang dinyatakan dalam
cerita dalam tema deskriptif digeneralisasikan menjadi kalimat umum
yang mengandung sebab akibat.
3. Tema Diagnostik
Tema diagnostik merupakan pernyataan yang definitif dan sifat
hipotesis dihilangkan. Pada tahap ini, peneliti menentukan jenis
kecemasan berdasarkan tema deskriptif, tema interpretif, dan latar
belakang subjek (Bellak, 1997).
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi analisis tematik pada
tema-tema kecemasan dan yang berkaitan dengan keluarga.
F. Pemeriksaan Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian dilakukan dengan mengupayakan
dependabilitas penelitian. Menurut Poerwandari (2005), dependabilitas sama
dengan reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Dependabilitas dalam
penelitian ini diketahui dengan istilah diskursus. Diskursus yaitu sejauh mana
dan seintensif apa peneliti mau mendiskusikan temuan dan analisisnya
dengan orang lain (Sarantakos dalam Poerwandari, 2005). Diskursus dalam
penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Peneliti melakukan analisis tematik terhadap cerita CAT berdasarkan tiga
2. Peneliti dengan seorang psikolog pembimbing skripsi melakukan diskusi.
Hal ini untuk memperoleh kesepakatan terhadap interpretasi atau makna
kecemasan.
3. Melakukan pengecekan kembali terhadap tema diagnostik (arti
kecemasan) untuk memastikan bahwa tidak terdapat arti kecemasan yang
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
1. Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan data dokumen laporan praktikum atau
pemeriksaan dengan CAT yang tersedia di Laboratorium Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma. Dokumen laporan CAT tersebut
diambil berdasarkan pelaksanaan pengetesan mulai tahun 2005 hingga
tahun 2011 dengan subjek anak usia enam hingga 11 tahun dan berasal
dari keluarga bercerai. Berdasarkan kriteria tersebut, peneliti
mendapatkan sembilan dokumen laporan CAT, yaitu delapan buah
laporan CAT-H dan satu buah laporan CAT animal. Subjek laki-laki berjumlah lima anak dan empat anak perempuan.
2. Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukan interpretasi atau
analisis tematik terhadap cerita-cerita yang mengandung kecemasan.
Analisis tematik dilakukan dengan mengidentifikasi tema deskriptif,
merumuskan tema interpretif, dan menentukan tema diagnostik. Cerita
subjek yang mengandung arti kecemasan (awal, tengah, dan akhir cerita)
diringkas dan dimasukkan ke dalam satu kolom tema deskriptif.
kalimat umum yang mengandung sebab akibat. Tahap terakhir peneliti
menentukan jenis kecemasan berdasarkan tema deskriptif, tema
interpretif, dan latar belakang subjek.
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi subjek penelitian
Berikut adalah deskripsi masing-masing subjek berdasarkan data
latar belakang dalam laporan hasil pemeriksaan CAT :
Tabel 1. Deskripsi subjek penelitian
No. Nama Jenis Kelamin Usia Urutan Kelahiran Usia Perceraian
1 FCS Laki-laki 11 tahun Anak pertama dari
dua bersaudara 3 tahun
2 NL Perempuan 10 tahun Anak kedua dari dua bersaudara
(tidak ada informasi)
3 ABM Laki-laki 10 tahun Anak ketiga dari
empat bersaudara 4 tahun 4 ASY Perempuan 7 tahun Anak tunggal 1 tahun
5 MM Laki-laki 10 tahun Anak pertama dari
dua bersaudara 1 tahun
6 TM Laki-laki 7 tahun Anak tunggal (tidak ada informasi) 7 F Perempuan 11 tahun Anak tunggal 3 tahun 8 NSM Perempuan 10 tahun Anak tunggal 2 tahun
9 APP Laki-laki 11 tahun Anak pertama dari tiga bersaudara
(tidak ada informasi)
2. Kecemasan yang muncul
Berdasarkan interpretasi yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil
sebagai berikut:
b. Jenis kecemasan tersebut dikategorikan sesuai makna yang berdekatan.
Di bawah ini merupakan tabel kategori jenis kecemasan yang diperoleh:
Tabel 2. Kategori Jenis Kecemasan
No. Jenis Kecemasan Jumlah
2. Kecemasan akan kehilangan perhatian
dari orangtua 2
Kecemasan terkait perhatian dan kasih sayang
3. Kecemasan akan diabaikan 1 4. Kecemasan akan penolakan (karena
tidak patuh) 6
5. Kecemasan akan kehilangan kasih
sayang 4
6. Kecemasan tidak ada yang merawat /
menjaga (pemeliharaan) 1
Kecemasan terkait pemenuhan kebutuhan
7.
Kecemasan akan orangtua yang tidak bisa membantu / memenuhi keperluan anak
3 8. Kecemasan ditinggalkan 7
Kecemasan terkait kesendirian/ keterpisahan
9. Kecemasan akan kesendirian 8 10. Kecemasan akan keterpisahan 3 11. Kecemasan akan kesepian 1 12. Kecemasan akan perlakuan yang tidak
baik dari orang tua 1
Kecemasan terkait relasi dalam keluarga
13. Kecemasan akan kekerasan ayah 1 14. Kecemasan akan keadaan saudaranya 1 15. Kecemasan akan kejadian yang
menyedihkan dalam keluarga 1 16. Kecemasan akan hubungan buruk
dalam keluarga 2
17. Kecemasan tidak dapat mengatasi
kesulitan yang dihadapi (jalan keluar) 1
Kecemasan terkait menghadapi kesulitan
18. Kecemasan akan ketidakberdayaan 2 19. Kecemasan akan bahaya 9 20. Kecemasan tidak mendapat bantuan
dari orang lain (di luar keluarga) 2 21. Kecemasan akan kekalahan dari orang
lain 2 Kecemasan terkait penilaian buruk
22. Kecemasan jika dinilai buruk 2
Tabel di atas menunjukkan bahwa jenis kecemasan yang selalu
muncul di setiap subjek adalah kecemasan terkait menghadapi kesulitan,
yaitu kecemasan akan bahaya. Di samping itu juga kecemasan terkait
keadaan kesendirian/keterpisahan, yaitu kecemasan ditinggalkan dan
kecemasan akan kesendirian. Di sisi lain, kecemasan terkait perhatian dan
kasih sayang juga hampir dialami oleh sebagian besar subjek, subjek
mengalami kecemasan akan penolakan.
3. Kecemasan yang muncul dari masing-masing subjek
Berikut ini adalah penjelasan mengenai kecemasan pada
masing-masing subjek :
a. Subjek 1 (FCS)
Subjek 1 (FCS) yang kini tinggal bersama eyangnya, mengalami
kecemasan akan kekurangan/kehilangan materi yang dialami keluarga.
Kecemasan ini lebih dari sekali muncul dalam cerita FCS. Orang tua
FCS bercerai ketika FCS berumur 8 tahun. Mereka bercerai karena ayah
FCS tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat menghidupi keluarganya.
Selain itu, FCS juga memunculkan beragam kecemasan, diantaranya
kecemasan terkait perhatian dan kasih sayang, kecemasan terkait
pemenuhan kebutuhan, kecemasan terkait kesendirian/keterpisahan,
kecemasan terkait relasi dalam keluarga, kecemasan terkait menghadapi
b. Subjek 2 (NL)
Subjek 2 (NL) memunculkan berbagai jenis kecemasan.
Kecemasan yang sering muncul dalam ceritanya yaitu kecemasan
terkait perhatian dan kasih sayang dan kecemasan terkait menghadapi
kesulitan. Semenjak orangtua NL bercerai, relasi dalam keluarga
menjadi tidak harmonis. Ayah NL sama sekali tidak pernah menemui
NL lagi. Hal ini membuat NL menjadi tergantung pada ibunya.
Hubungan dengan kakak kandungnya juga sering diwarnai
pertengkaran. Di samping itu, NL juga memunculkan kecemasan terkait
pemeliharaan, kecemasan terkait pemenuhan kebutuhan, dan kecemasan
terkait kesendirian/keterpisahan.
c. Subjek 3 (ABM)
Dalam cerita ABM muncul beberapa kali kecemasan terkait
perhatian dan kasih sayang. Kecemasan terkait perhatian dan kasih
sayang muncul karena ABM harus patuh pada peraturan yang
ditetapkan oleh ibunya. Ibunya selalu memarahi ABM jika melanggar
aturan dari ibunya. Hal itu juga membuat ABM menjadi ketakutan.
Bahkan jika tidak patuh atau tidak hormat dengan ibunya maka akan
kualat dan tidak memiliki teman. Salah satu aturan yang terdapat dalam
keluarganya yaitu bahwa lingkungan harus bersih dan harus tidur siang
materi, kecemasan terkait kesendirian/keterpisahan, kecemasan terkait
menghadapi kesulitan, dan kecemasan terkait penilaian buruk.
d. Subjek 4 (ASY)
Sebelum orangtuanya bercerai, sering terjadi pertengkaran yang
membuat ASY tertekan. Ketika perceraian belum terjadi, ASY sering
ditinggal bekerja kedua orangtuanya, sehingga ASY harus dititipkan
kepada kakek neneknya. Setelah orangtuanya bercerai, ASY tinggal
bersama ibunya. Ayahnya setiap malam menghubungi ASY, namun
ASY belum merasa puas. ASY sebenarnya merasa sedih atas perceraian
orangtua, namun subjek mengatakan sudah bisa menerima keadaan itu.
ASY mengalami kecemasan terkait kesendirian/keterpisahan. Selain itu,
ASY juga memunculkan kecemasan terkait perhatian dan kasih sayang
dan kecemasan terkait menghadapi kesulitan.
e. Subjek 5 (MM)
Subjek 5 (MM) adalah seorang anak laki-laki berusia 10 tahun.
MM tinggal bersama pakde dan budenya. Pakde dan budenya galak
terhadap MM. Bahkan sesekali ketika MM tidak disiplin, maka
pakdenya tak segan-segan untuk menyabet MM. Berdasarkan hasil
penelitian, diketahui bahwa MM sering memunculkan kecemasan
terkait menghadapi kesulitan. Di samping itu, MM juga memunculkan
kecemasan terrkait relasi dalam keluarga. Sebelumnya, karena orang tua
diterlantarkan oleh orang tuanya. Selain itu, kecemasan yang
dimunculkan MM juga terkait materi dan kecemasan terkait
kesendirian/keterpisahan.
f. Subjek 6 (TM)
Kehidupan TM bisa dikatakan sedang bermasalah, kedua
orangtuanya sedang menyelesaikan masalah perceraian. Semenjak
perceraian tersebut, TM tinggal bersama dengan ibunya. TM sangat
patuh kepada ibunya, dan tidak lagi berhubungan dengan ayahnya. Dulu
ayahnya sering memarahi ibunya. Berdasarkan hasil penelitian, TM
hanya sedikit memunculkan kecemasan dalam ceritanya. Kecemasan
tersebut adalah kecemasan terkait pemenuhan kebutuhan, kecemasan
terkait kesendirian/keterpisahan, dan kecemasan terkait menghadapi
kesulitan.
g. Subjek 7 (F)
Sejak orang tuanya bercerai, F tinggal dengan ibunya di
rumahnya yang dulu. Ayah F tidak pernah mengurusi F dan ibunya.
Sejak saat itu, F dan ibunya menjadi sangat tidak suka dengan ayahnya.
Selain itu, hidup mereka berubah terutama dalam hal ekonomi, karena
ibu F tidak bekerja. Dalam ceritanya, F memunculkan beragam
kecemasan, yaitu kecemasan terkait perhatian dan kasih sayang,
dalam keluarga, kecemasan terkait menghadapi kesulitan, dan
kecemasan terkait penilaian buruk.
h. Subjek 8 (NSM)
Orangtua NSM bercerai ketika papanya bekerja di luar negeri.
NSM oleh papanya dititipkan kepada saudara iparnya dan tidak
bersama ibunya. Hal ini dikarenakan ibunya bekerja dan tidak pernah
memperhatikan NSM. NSM juga sangat sedih ketika orangtuanya
berpisah. Sebenarnya NSM ingin sekali mendamaikan orangtuanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa NSM mengalami kecemasan yang
cukup beragam, yaitu kecemasan terkait perhatian dan kasih sayang dan
kecemasan terkait kesendirian/keterpisahan. Di samping itu,
berdasarkan hasil penelitian NSM juga mengalami beberapa kecemasan
lain, yaitu kecemasan terkait materi dan kecemasan terkait menghadapi
kesulitan. Papa NSM semenjak bekerja di luar negeri, ekonomi
keluarga meningkat tapi tidak demikian dengan keharmonisan keluarga.
Keharmonisan keluarga justru semakin memburuk. NSM juga
mengalami kecemasan terkait relasi dalam keluarga.
i. Subjek 9 (APP)
APP lebih sering memunculkan sedikit kecemasan, yaitu
kecemasan terkait kesendirian/keterpisahan dan kecemasan terkait
menghadapi kesulitan. Subjek merupakan anak pertama, memiliki adik
perempuan dan kakeknya, sedangkan adik laki-lakinya bersama kakek
dari ayahnya di Flores. Sebelumnya subjek dan keluarganya tinggal di
Jakarta, namun keluarganya kurang harmonis. Subjek mengalami
pengalaman kurang menyenangkan tentang ayah dan memiliki trauma
tentang pengalaman tersebut. Ayah subjek pergi meninggalkan keluarga
dengan tidak bertanggung jawab. Meskipun demikian, ibu memberikan
kasih sayang yang cukup kepada subjek.
Jenis kecemasan, identitas subjek, latar belakang, dan kecemasan yang
muncul pada setiap subjek dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Ringkasan Kecemasan Tiap Subjek
No. Subjek
Jenis Kelamin /
Usia
Latar Belakang Keluarga Kecemasan yang Muncul
1. FCS Laki-laki / 11 tahun
Orangtua subjek bercerai pada saat subjek berumur 8 tahun dikarenakan ayah subjek tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat menghidupi
keluarga. Kini subjek telah memiliki seorang ayah tiri yang baik hati. Sedangkan ibunya adalah seorang yang tidak suka marah, baik dan sering merasa dirinya kecil dan lemah sehingga terpaksa memenuhi keinginan pemalak. Hal ini membuat eyangnya geram karena subjek jadi suka mencuri
uang dari toko eyangnya. 2. NL Perempuan
/ 10 tahun
Relasi di dalam keluarga subjek kurang harmonis karena ayah dan ibu subjek telah berpisah beberapa tahun yang lalu. Setelah perpisahan itu, ayah subjek sama sekali tidak pernah menemui subjek lagi. Hal ini membuat subjek benar-benar tergantung pada ibunya. Meskipun demikian, subjek merasa rindu akan kehadiran ayahnya. Hubungan dengan
Saat subjek berusia 6 tahun, subjek ditinggal ayahnya yang lagi subjek diasuh oleh ibunya sendiri yang berkerja keras memenuhi kebutuhan subjek dan kedua kakaknya.Ibu subjek menikah kembali dan dikaruniai seorang putra dari ayah tiri subjek. Meskipun demikian, setiap hari ibu subjek tetap menengok dan membantu mempersiapkan sekolah subjek. Ayah tiri subjek juga cukup perhatian.
10 tahun dan adik perempuannya diasuh subjek ketika hari raya. Subjek tidak tau bahwa orang tuanya telah bercerai. Pakde dan
Ayah dan ibu subjek saat ini telah berstatus bercerai. Subjek diasuh oleh ibu dan sangat patuh kepada ibunya. Relasi subjek dengan ayahnya berjalan biasa saja. Setelah resmi bercerai, ayah subjek tinggal di luar kota, subjek dan ayahnya jarang berkomunikasi, dan
Dari sembilan subjek ditemukan bahwa komposisi kecemasan yang
muncul berbeda satu sama lain. Pada dua subjek (subjek satu dan subjek
tujuh) muncul kecemasan yang cukup beragam, yaitu kecemasan terkait
materi, perhatian dan kasih sayang, pemenuhan kebutuhan,
kesendirian/keterpisahan, relasi dalam keluarga, menghadapi kesulitan,
penilaian buruk, dan hal irasional. Subjek dua, subjek tiga, dan subjek
delapan memunculkan kecemasan yang terkait materi, perhatian dan kasih
sayang, menghadapi kesulitan, dan kesendirian/keterpisahan. Di samping itu,
dari ketiga subjek tersebut, salah satunya terdapat kecemasan terkait
pemenuhan kebutuhan, relasi dalam keluarga, penilaian buruk, dan
pemeliharaan. Pada subjek lima, kecemasan yang muncul yaitu kecemasan
terkait materi, kesendirian/keterpisahan, relasi dalam keluarga, dan
menghadapi kesulitan. Subjek empat, subjek enam, dan subjek sembilan
hanya mengalami kecemasan terkait perhatian dan kasih sayang, pemenuhan
kebutuhan, kesendirian/keterpisahan, dan menghadapi kesulitan. 9. APP Laki-laki /
11 tahun
Subjek dan keluarganya tinggal di Jakarta, namun keluarganya kurang harmonis. Subjek mengalami pengalaman kurang menyenangkan tentang ayah dan memiliki trauma tentang pengalaman tersebut. Ayah subjek pergi meninggalkan keluarga dengan tidak bertanggung jawab. Subjek tinggal bersama ibu dan saudaranya.
1) Kecemasan terkait kesendirian/keterpisahan 2) Kecemasan terkait
C. Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap subjek mengalami
beberapa kecemasan. Kecemasan-kecemasan ini muncul berkaitan dengan
relasi atau keadaan dalam keluarga. Hal ini menegaskan pendapat Wallerstein
& Kelly (dalam Bukatko, 2008), bahwa anak-anak mengalami kesulitan
dalam menyesuaikan diri dengan perceraian orang tua. Dalam penelitian
Lazarus (2003), anak-anak yang berasal dari keluarga bercerai juga akan
memiliki kecemasan dan mengalami kesulitan dalam penyesuaian. Selain itu,
berdasarkan hasil penelitian tidak diketahui perbedaan respon kecemasan
antara anak laki-laki dan perempuan seperti yang dikemukakan oleh
Hatherington, dkk (dalam Papalia, 2009).
Beberapa kecemasan disebabkan oleh masalah kehadiran orangtua.
Kecemasan yang dimunculkan oleh semua subjek adalah kecemasan akan
menghadapi kesulitan terkait kecemasan akan bahaya. Hal ini berkaitan
dengan latar belakang subjek yang mengalami berbagai pengalaman buruk
yang dihadapi ketika berada di dalam keluarga maupun dari orang-orang di
lingkungannya. Sebagai contoh, subjek lima mengalami kekerasan dari pakde
dan budenya. Bahkan ketika subjek tidak menuruti apa yang diinginkan oleh
mereka maka subjek akan disabet oleh pakdenya. Hal ini dikarenakan subjek
tinggal bersama pakde dan budenya setelah orangtuanya bercerai. Selain itu,
subjek satu juga mengalami kecemasan akan bahaya karena subjek sering
menemui pemalak yang sering memalaki subjek dan hal ini menyebabkan
seringkali mengatai subjek anak yang bodoh. Dalam artikel yang ditulis oleh
Tomi (2012), seorang anak dengan orangtua bercerai akan mengalami
ancaman, ketika orangtua saling berebut hak asuh anak. Kondisi ini bisa
membuat orangtua akan melakukan hal-hal yang sebenarnya mengancam
keselamatan anak. Sebagai contoh, salah satu orangtua akan melakukan
tindakan penculikan atau pemaksaan pada anak agar anak mau mengikuti
orangtuanya.
Beberapa subjek mengalami kecemasan akan
kesendirian/keterpisahan. Sebagian besar subjek ketika orangtuanya bercerai
ditinggalkan oleh sosok ayah. Beberapa subjek masih berhubungan melalui
telepon dengan orangtuanya yang tinggal terpisah dan merasa bahwa hal
tersebut tidak cukup baginya. Ada juga orangtua yang benar-benar
menelantarkan anak-anaknya dan hanya dititipkan kepada sanak saudaranya
yang belum tentu bisa merawat subjek dengan layak. Hal ini seperti yang
terjadi pada beberapa subjek yang tinggal bersama ibunya, namun karena
ibunya terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan maka subjek menjadi kurang
terurus dan dititipkan pada saudara.
Beberapa subjek juga mengalami beberapa kecemasan yang terkait
dengan masalah perhatian dan kasih sayang. Kecemasan terkait perhatian dan
kasih sayang yang dialami subjek adalah kecemasan akan penolakan yang
dikarenakan ketidakpatuhan terhadap orangtua dan kecemasan akan
diabaikan. Menurut Hatherington (dalam Bukatko, 2008), setelah berpisahnya
melakukan larangan untuk anak-anaknya, cenderung menguasai,
memperlihatkan sedikit kasih sayang, dan kurang tanggap terhadap anaknya.
Sebagian besar subjek memiliki aturan yang sangat ketat dalam keluarganya.
Hal ini dikarenakan subjek dituntut atau melakukan sesuatu yang terlalu
dibatasi oleh orangtua tunggal pasca perceraian, dan juga karena subjek juga
tinggal dengan kerabat lain tanpa ada orangtua yang mendampingi. Setelah
perceraian, beberapa subjek juga mengalami adanya peraturan-peraturan baru
yang ditentukan oleh orangtuanya.
Beberapa subjek mengalami kecemasan terkait materi. Kecemasan
yang muncul adalah kecemasan terkait pemenuhan kebutuhan/pemeliharaan
(tidak ada yang merawat/menjaga). Hal ini terlihat dari latar belakang subjek
yang menunjukkan bahwa beberapa orangtua subjek bercerai karena
permasalahan materi dan juga setelah perceraian mengalami permasalahan
terkait materi. Sebagai contoh, orangtua subjek delapan bercerai karena
ayahnya mengalami PHK dan akhirnya berangkat ke luar negeri untuk
bekerja. Kehidupan ekonomi membaik, tetapi tidak demikian dengan
hubungan antara ayah dan ibunya. Setelah perceraian, subjek tinggal dengan
kerabatnya karena ayahnya berada di luar negeri dan ibunya juga pergi
bekerja. Menurut artikel yang ditulis Pickar (2007), anak-anak dalam
keluarga bercerai itu kurang diperhatikan oleh orangtuanya. Hal ini
dikarenakan orangtua menghabiskan sedikit waktu dengan anak-anak mereka
dan terlalu sibuk dengan urusannya, sebagai contoh dengan lebih banyak
perceraian orangtua banyak memperhatikan anak-anaknya, namun ketika
perceraian terjadi, orangtua sering sibuk dengan urusannya sendiri.
Kecemasan lainnya yang dialami beberapa subjek adalah kecemasan
terkait penilaian buruk, seperti misalnya kecemasan akan kekalahan dari
orang lain, dan kecemasan jika dinilai buruk. Kecemasan tersebut
menegaskan tanggapan lingkungan terhadap anak yang dikemukakan oleh
Gunarsa (2003), yaitu bahwa anak yang berasal dari keluarga bercerai
merasakan dirinya tidak aman karena tekanan dan keadaan lingkungan. Anak
dipandang berbeda oleh masyarakat dan mengalami diskriminasi sosial dari
lingkungannya. Dalam penelitian Jaarsveld (2007), Debord & Firchow
menyebutkan bahwa anak usia pertengahan sedang menginginkan menjadi
menang, memimpin, dan menjadi yang pertama untuk dihargai. Pada
kenyataannya, anak usia sekolah adalah anak yang merasa takut diejek, takut
tercela, takut kehilangan miliknya, takut akan penyakit dan takut akan gagal
di sekolah.
Di samping kecemasan terkait kehadiran orangtua, perhatian dan kasih
sayang, materi, dan penilaian buruk, beberapa subjek juga mengalami
kecemasan terkait relasi dalam keluarga. Dalam artikel Pickar (2007), hal
yang menyakitkan jika salah satu atau kedua orangtua mencoba untuk
meminta anak di pihak mereka dalam proses perceraian. Dalam hal ini anak
mengalami kondisi yang tidak harmonis dalam keluarga. Di sisi lain, subjek
mengalami adanya kecemasan akan perlakuan yang tidak baik dari orangtua
mengalami bahwa ayahnya pergi dan tidak bertanggung jawab. Sebelum
perceraian berlangsung juga sempat disaksikan oleh anak yang tidak
mengetahui duduk persoalannya. Selain itu, orangtua subjek empat juga
sering bertengkar di hadapan subjek. Keadaan itu sangat membuat subjek
tertekan.
Dari berbagai kecemasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecemasan-kecemasan yang muncul pada para subjek dapat dikaitkan dengan
perubahan situasi dalam keluarga, baik secara kuantitatif, yaitu terkait dengan
kehadiran dan secara kualitatif, yaitu terkait dengan perhatian dan kasih
44
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum, anak dari keluarga bercerai memunculkan berbagai
macam kecemasan. Kecemasan yang relatif banyak muncul adalah
kecemasan terkait menghadapi kesulitan, kecemasan terkait kehadiran
orangtua, kecemasan terkait perhatian dan kasih sayang, kecemasan terkait
materi, dan kecemasan terkait penilaian buruk. Dari berbagai kecemasan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kecemasan-kecemasan yang muncul pada
para subjek dapat dikaitkan dengan perubahan situasi dalam keluarga, baik
secara kuantitatif, yaitu terkait dengan kehadiran dan secara kualitatif, yaitu
terkait dengan perhatian dan kasih sayang, serta relasi dalam keluarga.
B. Saran
Dengan mempertimbangkan keterbatasan penelitian di atas, maka
dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, peneliti mengusulkan agar interpretasi
dilakukan lebih dari dua orang. Selain itu, pengkategorian kecemasan
dalam penelitian ini tidak berdasarkan jenis-jenis kecemasan yang
disarankan untuk menggunakan jenis-jenis kecemasan menurut Bellak
dalam melakukan pengkategorian.
2. Bagi orangtua, khususnya orangtua yang bercerai
Kecemasan yang relatif banyak muncul adalah kecemasan terkait
dengan kehadiran orangtua dan kualitas hubungan. Dengan demikian
diharapkan orangtua yang bercerai tetap memperhatikan atau
mempertahankan kehadiran dirinya dalam kehidupan anak dan
mempertahankan perhatian dan kasih sayang terhadap anak.
3. Bagi psikolog dan praktisi anak
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi psikolog
atau praktisi anak mengenai ragam kecemasan yang muncul pada anak
dari keluarga bercerai, sehingga dapat melakukan penanganan pada anak
46
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Sumarwi. (2009). Kecenderungan anak berperilaku negatif ditinjau dari keharmonisan orangtua. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 29, 93-114.
Bellak, L., & Abrams, David M. (1997). The TAT, the CAT, and the SAT in clinical use (6th ed). Boston: Allyn and Bacon.
Berk, L.E. (2008).Infant and children, (6thed). USA: Pearson Education, Inc. Bukatko, D. (2008). Child and Adolescent Development: A cronological
approach. New York: Houghton Mifflin Company.
Chaplin, J. P. (2008).Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Daradjat, Zakiah Dr. (1996).Kesehatan mental. Jakarta: Gunung Agung.
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, ed 4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Desmita, Dra., M. Si. (2009). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: Rosda.
Gunarsa, Singgih D. (2003). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: Gunung Mulia.
Hurlock, Elizabeth B. (1989). Perkembangan anak, Jilid 2 (edisi keenam).
Jakarta: Erlangga.
Jaarsveld, Anna Wilhelmina Van. (2007). Divorce and Children in Middle Childhood: Parents’ contribution to minimise the impact. Diakses pada 25
Oktober 2012 dari
Jasinski, F. (2003).The impact of divorce on anxiety in elementary-aged children. Diakses pada 24 Oktober 2012 dari www2.uwstout.edu/content/.../2003jasinskif.pdf
Kagan, J. and Havemann, E. (1995). Psychology: An introduction (4thed). New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Lazarus, Steven Psy. D. (2003).The Effects of Divorce on Children: How can we help. Diakses pada 10 November 2012 dari http://www.familyresource.com/downloads/slp1.pdf
Mash, E., Wolfe D. (1999). Abnormal child psychology. USA: Wadsworth Publishing Company.
.
Moleong, Lexy J. (2009).Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Rosda. Mujahid, A. (2007). Perceraian menurut UU perkawinan. Diakses pada 18
Oktober 2011 dari http://almanaar.wordpress.com/2007/12/06/perceraian-menurut-uu-perkawinan/
Oktaria, Salma dr. (2011). Health News : Perceraian, solusi terbaikkah?. Diakses pada 04 Oktober 2011 dari http://www.klikdokter.com/healthnewstopics/read/2011/09/21/554/percera
ian--solusi-terbaikah-Papalia, Olds, & Feldman. (2009). Human development (10th ed). Jakarta: Salemba Humanika.
Pickar, Daniel PhD. (2003). Identifying children stress-responses to divorce. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2012 dari http://www.danielpickarphd.com/publications/Identifying-Childrens-Stress.pdf
Prihanto, S. (1993).TAT. Surabaya: Fakultas Psikologi.
Rodriquez, H. & Arnold, C. (1998). Children And Divorce: A snapshot. Diakses pada 10 November 2012 dari http://www.policyarchive.org/handle/10207/bitstreams/17944.pdf
Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development:Perkembangan masa hidup (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.
Save, M. D. (1990).Psikologi keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.
__________ (2002).Psikologi keluarga. Jakarta: Cipta Jakarta. (Anggota IKAPI). Semiun, Yustinus OFM. (2006). Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik
Freud. Yogyakarta: Kanisius.
Smith, J. A. (2009). Psikologi Kualitatif: Panduan praktis metode riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tomi, A. (2012). Pemahaman hak asuh anak setelah perceraian terhadap perkembangan mental anak. Diakses pada 6 Desember 2012 dari https://imadiklus.googlecode.com/files/18%20Agustomi%20Pemahaman %20Hak%20Asuh%20Anak%20Setelah%20Perceraian.pdf
Utama, A. (2011). Pengertian perceraian. Diakses pada 22 November 2011 dari http://ilmupsikologi.wordpress.com/2011/03/28/pengertian-perceraian/