• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI BERBAGAI LAND USE DI KOTA DEPOK DESTI FIRZA MULYATI"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI

BERBAGAI

LAND USE

DI KOTA DEPOK

DESTI FIRZA MULYATI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

Desti Firza Mulyati

(3)

RINGKASAN

DESTI FIRZA MULYATI. Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok. Dibimbing oleh ALINDA F.M. ZAIN.

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya menimbulkan fenomena lingkungan global. Masalah lingkungan seperti pencemaran oleh debu, gas beracun dan gas rumah kaca, masalah kebisingan, suhu udara udara kota yang semakin meningkat serta pengkonversian lahan telah menjadi permasalahan kota. Pertumbuhan kota yang pesat akibat pertambahan jumlah penduduk membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang menunjang sehingga menyebabkan jumlah ruang terbangun di kawasan perkotaan meningkat. Meningkatnya luasan lahan terbangun menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan yang kemudian menyebabkan penurunan kenyamanan pada suatu kawasan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga iklim mikro agar tetap memberikan kenyamanan adalah dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang memadai.

Penelitian ini dilakukan di Kota Depok dari bulan April hingga bulan September 2012. Peta penutupan lahan Kota Depok dihasilkan dengan mengolah dan mengklasifikasikan data citra Landsat 7 +ETM path/row 122/64 yang

di-overlay dengan peta administrasi Kota Depok. Land use yang dihasilkan berdasarkan peta penutupan lahan adalah industri, Central Bussiness District

(CBD), perumahan dan RTH kota. Masing-masing land use ditentukan tiga kawasan terbesar yang kemudian ditentukan luas ruang terbuka hijaunya dan dirata-ratakan. Luas RTH yang paling mendekati rata-rata adalah yang dipilih sebagai lokasi pengambilan atau pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban udara. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada masing-masing kawasan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Heavy Weather tipe WS2355 selama tiga hari pada masing-masing struktur vegetasi pada setiap land use sebagai ulangan. Pengukuran dilakukan selama 30 menit pada setiap pohon, semak dan rumput pada pukul 12.30-13.00 WIB disaat cuaca cerah. Data hasil pengukuran kemudian ditabulasikan dan dibuat grafiknya kemudian dilakukan uji analisis statistik dengan uji-t one-way Anova untuk mengetahui adanya perbedaan pengukuran iklim mikro suhu dan udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput pada

land use industri, CBD, perumahan dan RTH kota. Analisis nilai Temperature Humidity Index (THI) dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan masing-masing land use berdasarkan suhu dan kelembaban udaranya.

Interpretasi dan analisis citra yang dilakukan menghasilkan peta penutupan lahan, dimana sebesar 50,3 persen dari luas Kota Depok merupakan ruang terbuka hijau. Luas penutupan lahan ini menunjukkan bahwa Kota Depok masih memiliki proporsi ruang terbuka hijau yang baik bagi perkotaan. Pohon dengan tajuk yang menaungi serta berbentuk bulat dapat lebih menurunkan suhu, meningkatkan kelembaban dan memberikan kenyamanan dibandingkan semak dan rumput. Berdasarkan hasil pengukuran, faktor yang mempengaruhi iklim mikro yang dihasilkan pada land use yang berbeda tergantung dari faktor lingkungan, aktivitas kawasan dan jenis vegetasi yang ada pada land use tersebut. Kawasan yang

(4)

menghasilkan nilai THI paling mendekati nyaman, yakni dengan nilai THI sebesar 28,74-30,94 adalah RTH kota.

Kata Kunci: Kelembaban Udara, Heavy Weather, Land Use, Suhu Udara, Struktur Vegetasi, THI.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(6)

PENGARUH STRUKTUR VEGETASI PADA RTH DI

BERBAGAI

LAND USE

DI KOTA DEPOK

DESTI FIRZA MULYATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok

Nama : Desti Firza Mulyati

NRP : A44080036

Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui oleh Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, M.Si 19660126 199103 2 002

Diketahui oleh,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA 19480912 197412 2 001

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok”. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan penulis sejak bulan Maret 2012 sampai September 2012. Penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Alinda F.M. Zain, MSi. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi, pemikiran, dan perbaikan hingga terselesaikannya skripsi ini;

2. Dr. Syartinilia, SP, MSi. dan Pingkan Nuryanti, ST, M.Eng selaku dosen penguji atas saran, kritik dan masukkannya;

3. Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr., SC selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan dorongan selama masa kuliah; 4. kedua orang tua, Slamet Mulyo, SE, MSi. dan Kusmiyati, SH. atas

dukungan moral, semangat dan doa yang selalu diberikan kepada penulis, serta kepada adik Muhammad Dwi Saputro;

5. Cherish Nurul Ainy, Nefalianti Destriana, Salwa Edi dan Anggi Aprilian Fahendra yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data, penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini;

6. teman-teman Arsitektur Lanskap 45 tanpa terkecuali, yang sudah sangat super dahsyat;

7. teman-teman arsitektur lanskap 42, 43, 44, 46, 47 dan 48;

8. teman-teman di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Kak Reza, Kak Irham, Kak Age, Kak Agus, Kak Anggi atas bantuannya;

(9)

9. teman-teman “Wisma Sakinah” Kadek, Rista, Nuri, Fitri, Jola dan Opi atas semangat dan dukungannya, dan Arima, Dito serta Ardana atas bantuan serta semangatnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2013

(10)

RIWAYAT HIDUP

Desti Firza Mulyati dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 10 Desember 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Slamet Mulyo, SE, MSi. dan Kusmiyati, SH. Pendidikan formal penulis berawal pada tahun 1996 di SDN Panjang Wetan 1 Pekalongan yang dilanjutkan jenjang pendidikan di SMP Negeri 2 Pekalongan pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMA Negeri 1 Pekalongan dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB.

Selama perkuliahan, penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan, serta aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap). Penulis pernah mengikuti sayembara yang diadakan oleh kontraktor Summarecon Bekasi pada tahun 2011. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pengantar Seni dan Arsitektur (ARL211) dan mata kuliah Analisis Tapak (AR310) di Departemen Arsitektur Lanskap. Sebagai tugas akhir, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul Pengaruh Struktur Vegetasi pada RTH di Berbagai Land Use di Kota Depok, di bawah bimbingan Dr. Ir. Alinda FM. Zain, MSi.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kota ... 5

2.2 Penutupan Lahan (land cover) dan Penggunaan Lahan (land use) .... 6

2.2.1 Industri ... 6

2.2.2 Central Bussiness District (CBD) ... 7

2.2.3 Perumahan ... 7

2.2.4 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota ... 8

2.3 Ruang Terbuka Hijau ... 8

2.4 Iklim Mikro ... 10

2.4.1 Suhu atau Temperatur ... 11

2.4.2 Kelembaban Udara ... 12

2.5 Sistem Informasi Geografi (SIG) ... 12

BAB III METODOLOGI ... 15

3.1 Lokasi dan Waktu ... 15

3.2 Batasan Penelitian ... 15

3.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 16

3.4 Metode Penelitian... 17

3.4.1 Pengumpulan Data dan Pengambilan Data ... 34

3.4.2 Pengolahan Data Citra ... 34

(12)

3.4.4 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Industri ... 37

3.4.5 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan CBD ... 38

3.4.6 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Perumahan .. 39

3.4.7 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan RTH Kota ... 40

3.5 Metode Pengukuran ... 25

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 28

3.7 Penyusunan Rekomendasi ... 29

BAB IV KONDISI UMUM KOTA DEPOK ... 30

4.1 Letak, Luas dan Batas Lokasi ... 30

4.2 Topografi ... 30

4.3 Iklim ... 31

4.4 Penggunaan Lahan ... 31

4.5 Penduduk ... 32

4.6 Pola Sebaran Kegiatan ... 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1 Penutupan Lahan Kota Depok Tahun 2011 ... 34

5.2 Hasil Pengukuran Iklim Mikro tiap Land use ... 37

5.2.1 Iklim Mikro Kawasan Industri ... 37

5.2.2 Iklim Mikro Kawasan CBD ... 40

5.2.3 Iklim Mikro Kawasan Perumahan ... 42

5.2.4 Iklim Mikro Kawasan RTH Kota ... 44

5.3 Analisis Iklim Mikro Struktur Vegetasi Berbagai Land use ... 48

5.3.1 Analisis Iklim Mikro Pohon pada Berbagai Land use ... 48

5.3.2 Analisis Iklim Mikro Semak pada Berbagai Land use ... 51

5.3.3 Analisis Iklim Mikro Rumput pada Berbagai Land use... 54

5.4 Analisis Kenyamanan... 56

5.5 Rekomendasi ... 58

5.5.1 Rekomendasi RTH Kawasan Industri ... 58

5.5.2 Rekomendasi RTH Kawasan CBD ... 59

5.5.3 Rekomendasi RTH Kawasan Perumahan ... 60

5.5.4 Rekomendasi RTH Kawasan RTH Kota... 61

(13)

6.1 Simpulan ... 62

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Alat dan Bahan Penelitian ... 16

2. Jenis Data yang Dibutuhkan ... 18

3. Luasan Kawasan Industri ... 21

4. Luasan Kawasan Central Bussiness District (CBD) ... 22

5. Luasan Kawasan Perumahan ... 23

6. Luasan Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ... 24

7. Pengukuran Iklim Mikro ... 26

8. Jenis Penggunaan Lahan Kota Depok Tahun 2010 ... 32

9. Luas Penutupan Lahan Kota Depok 2011 ... 36

10. Persentase Luas RTH setiap Land use ... 37

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian. ... 4

2. Peta Administrasi Kota Depok (sumber: RTRW Tahun 2010). ... 15

3. Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy Weather. ... 17

4. Proses Pengklasifikasian Data Landsat. ... 19

5. Nilai Akurasi Peta Penutupan Lahan. ... 20

6. Bagan Pemilihan Lokasi Penelitian ... 21

7. Vegetasi di land use industri Kawasan BWK VI Sukatani ... 22

8. Vegetasi di Land Use Central Bussiness District ... 23

9. Vegetasi di Land Use perumahan Bella Casa ... 24

10. Vegetasi di Taman Hutan Rakyat ... 25

11. Bagan Pengambilan Data... 27

12. Hasil Tabel Anova dalam Uji-t. ... 29

13. Contoh Ruang Terbuka Hijau. ... 35

14. Contoh Lahan Terbangun. ... 35

15. Contoh Badan Air. ... 35

16. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Industri. ... 38

17. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Industri. ... 39

18. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Central Bussiness District. ... 40

19. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Central Bussiness District. ... 41

20. Grafik Suhu Udara pada Kawasan Perumahan. ... 43

21. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan Perumahan. ... 44

22. Grafik Suhu Udara pada Kawasan RTH Kota. ... 45

23. Grafik Kelembaban Udara pada Kawasan RTH Kota. ... 46

24. Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Pohon. ... 49

25. Grafik Kelembaban Struktur Vegetasi Pohon. ... 50

26. Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Semak. ... 52

27. Grafik Kelembaban Struktur Vegetasi Semak. ... 53

28. Grafik Suhu Udara Struktur Vegetasi Rumput. ... 54

(16)

30. Contoh RTH Kawasan Industri ... 59

31. Contoh RTH Kawasan CBD... 60

32. Contoh RTH Kawasan Perumahan ... 60

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data Citra Kota Depok Tahun 2011 ... 67

2. Peta Pemilihan Tiga Kawasan pada Setiap Land use ... 68

3. Peta Penutupan Lahan Kota Depok Tahun 2011 ... 69

4. Hasil Akurasi Peta Landsat 7 +ETM ... 70

5. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan Industri ... 71

6. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan Industri ... 72

7. Hasil Uji Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan Industri 73 8. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan CBD ... 74

9. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan CBD ... 75

10. Hasil Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan CBD ... 76

11. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan Perumahan ... 77

12. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan Perumahan ... 78

13. Hasil Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan Perumahan 79 14. Peta Lokasi Pengambilan Data Kawasan RTH Kota ... 80

15. Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Kawasan RTH Kota ... 81

16. Uji Anova-One Way Antar Struktur Vegetasi di Kawasan RTH Kota .... 82

17. Uji Anova-One Way Antar Vegetasi Pohon pada Empat Kawasan ... 83

18. Uji Anova-One Way Antar Vegetasi Semak pada Empat Kawasan ... 84

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota merupakan wilayah dengan batas yang jelas antar wilayahnya dan mempunyai peraturan tersendiri akan pembangunan dan perencanaan wilayahnya. Menurut Bauer (2010), istilah kota dapat diartikan sebagai sesuatu yang relatif besar, padat dan tempat bermukim permanen bagi manusia yang dikaitkan dengan aktifitas ekonomi. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya memacu munculnya berbagai fenomena lingkungan global, terutama di daerah perkotaan. Masalah lingkungan fisik seperti pencemaran oleh debu, gas beracun dan gas rumah kaca, masalah kebisingan, suhu udara kota yang semakin meningkat, dan pengkonversian lahan menjadi masalah utama di perkotaan. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya daripada suhu di sekeliling kota, yang disebut urban heat island, menjadi masalah yang sangat penting di perkotaan (Irwan, 2005). Pertumbuhan kota yang pesat akibat pertambahan jumlah penduduk membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana kota yang menunjang, hal ini menyebabkan adanya penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan.

Perkembangan kota yang pesat juga terjadi di Kota Depok, diantaranya disebabkan oleh tingginya angka migrasi penduduk ke Kota Depok yang mengakibatkan meningkatnya kawasan perumahan. Pesatnya pembangunan fisik kota menyebabkan lahan pertanian terkonversi menjadi lahan non pertanian. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Emisi kendaraan yang meningkat namun tidak didukung dengan keberadaan ruang terbuka hijau untuk memperbaiki kualitas udara, maka akan mengakibatkan iklim mikro suatu kawasan menjadi gersang dan panas sehingga kenyamanan kawasan tersebut berkurang. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga iklim mikro agar dapat memberikan kenyamanan yang cukup adalah dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang memadai.

Ruang terbuka hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang yang digunakan sebagai penyeimbang serta mempunyai manfaat tinggi dalam memperbaiki dan

(19)

meningkatkan kualitas lingkungan kota. Ruang terbuka hijau merupakan elemen kota yang memiliki fungsi estetis dan ekologis. Selain itu RTH juga berfungsi memperbaiki iklim dengan memodifikasi suhu udara dan kelembaban udara sebagai pelindung pengaruh udara, mencegah erosi, mengurangi polusi udara, mengurangi silau pantulan cahaya matahari dan memperindah suatu kota (Grey dan Daneke, 1978). Keberadaan RTH di wilayah perkotaan adalah untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi, sistem mikroklimat maupun sistem ekologis.

Peruntukkan lahan menurut definisi adalah berhubungan dengan kumpulan aktivitas manusia yang berada pada sebidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer, 1979). Pengaruh ruang terbuka hijau terhadap iklim mikro pada masing-masing peruntukkan lahan tentunya akan berbeda, oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis perbedaan iklim mikro pada struktur vegetasi berupa pohon, semak dan rumput pada peruntukkan lahan yang berbeda. Penentuan land use dilakukan dengan analisis data citra dengan teknik Sistem Informasi Geografi (SIG) kemudian dilakukan pengukuran iklim mikro pada masing-masing land use dengan menggunakan alat Heavy Weather. Peruntukkan lahan (land use) yang ditentukan dalam penelitian ini adalah industri, Central Bussiness District (CBD), perumahan dan RTH kota.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Mengidentifikasi penutupan dan penggunaan lahan pada Kota Depok dengan menggunakan SistemInformasi Geografi (SIG),

2. Mengetahui perbedaan iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) pada struktur vegetasi yang berbeda (pohon, semak dan rumput) pada setiap

land use (industri, CBD, perumahan dan RTH kota),

3. Mengetahui pengaruh iklim mikro yang dihasilkan oleh struktur vegetasi (pohon, semak, rumput) pada setiap land use (industri, CBD, perumahan dan RTH kota) terhadap kenyamanan.

(20)

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan mengenai pentingnya menentukan struktur vegetasi yang sesuai untuk memperbaiki kualitas iklim mikro dengan memperbaiki kualitas ruang terbuka hijaunya. Serta dapat dijadikan bahan pertimbangan atau rekomendasi kepada pemerintah daerah setempat.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh nyata pada struktur RTH (pohon, semak, rumput) terhadap suhu udara dan kelembaban di setiap land use (industri, CBD, perumahan dan RTH kota),

2. Terdapat pengaruh nyata iklim mikro (suhu dan kelembaban) pada struktur vegetasi yang sama (pohon dengan pohon, semak dengan semak, rumput dengan rumput) pada land use (perumahan, CBD, industri, RTH kota) yang berbeda.

1.5 Kerangka Pikir Penelitian

Peruntukkan lahan Kota Depok berupa perumahan, industri, CBD dan taman kota, diperoleh dari analisis data citra dengan menggunakan SIG. Pada keempat peruntukkan lahan tersebut dilakukan pengukuran iklim mikro berupa suhu dan kelembaban udara pada vegetasi pohon, semak dan rumput menggunakan alat Heavy Weather. Data hasil pengukuran yang dianalisis akan menghasilkan perbandingan pengukuran iklim mikro sehingga dapat disusun rekomendasi ruang terbuka hijau untuk setiap land use yang berbeda (Gambar 1).

(21)

1.6

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian.

Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput Depok Land cover Land use Data

Pengukuran Iklim Mikro RTH (suhu udara dan kelembaban udara)

Perbandingan Pengukuran Iklim Mikro pada Struktur Vegetasi yang berbeda pada setiap land use Alat

Heavy Weather

Rekomendasi RTH tiap land use yang berbeda Analisis Data

Citra Satelit Menggunakan

SIG

Permukiman Industri CBD RTH Kota

Pohon Semak Rumput

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kota

Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas dimana didalamnya terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Komponen yang membentuk suatu kota terdiri dari makhluk hidup, pemerintah, pembangunan fisik, sumber daya alam, sumber daya manusia serta fungsi, tidak hanya terbatas pada bangunan, melainkan juga struktur yang bukan berupa bangunan juga menjadi bagian dari kota (Simonds, 2006). Beberapa negara menggunakan kriteria yang berbeda dalam mendefinisikan komponen kota diantaranya adalah jalur transportasi atau pola jaringan jalan perkotaan, utilitas, dan drainase menjadi penyusun penting sebuah kota yang baik.

Perkembangan dan aktivitas suatu kota akan mempengaruhi kualitas lingkungan perkotaan. Namun, pembangunan yang terus meningkat seringkali tidak menghiraukan tentang keberadaan lahan terbuka hijau, padahal jelas bahwa suatu kota sangat membutuhkan vegetasi sebagai penyeimbang kota, keindahan, rekreasi, tempat olah raga dan penyerap polusi akibat aktivitas kota yang tidak terkendali. Jika ketersediaan lahan untuk vegetasi semakin sedikit maka kota akan menjadi lebih panas dan juga terjadi peningkatan pencemaran udara yang lebih banyak dari daerah sekitarnya.

Perkembangan kota juga mengakibatkan adanya peningkatan jumlah penduduk. Menurut Irwan (2005), telah terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk dari tahun 1920 hingga tahun 1985 yakni sebesar 22 kali lipat. Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat inilah yang menjadi salah satu pemicu terjadinya permasalahan penting di kota. Permasalahan tersebut adalah perusakan alam yang meliputi pencemaran sungai di dalam kota yang dijadikan saluran pembuangan limbah, reklamasi pantai dan laut, penurunan dan penyempitan ruang hijau, perusakan nilai historis kota, dan pertumbuhan yang cepat di pinggir kota serta pembangunan yang tidak beraturan dan menyebar yang memperpanjang jarak tempuh.

(23)

2.2 Penutupan Lahan (land cover) dan Penggunaan Lahan (land use)

Penutupan lahan atau land cover dapat didefinisikan sebagai tempat biofisik dari permukaan bumi yang dekat dengan sub permukaan yang terbagi berdasarkan materialnya, yakni seperti vegetasi, tumpukan jerami dan beton yang menutupi permukaan atau suatu lahan (Lillesand dan Kiefer, 1979). Jika suatu bentukan rupa bumi dipotret dari atas atau sering disebut dengan foto udara, citra yang tampak merupakan gambar atau foto dua dimensi dari suatu lahan yang dijadikan objek pemotretan tersebut. Semua yang menutupi lahan yang terpotret dalam foto udara ini disebut dengan penutupan lahan atau land cover.

Penutupan lahan dapat berupa vegetasi (pepohonan, rumput, sawah, ladang, kebun), bangunan, badan air, maupun tanah (Christensen, 2005). Foto udara dengan menggunakan satelit, misalnya Landsat, menunjukkan bahwa penampakkan dari masing-masing penutupan lahan tersebut dicirikan dengan warna. Warna yang berbeda menginterpretasikan penutupan lahan yang berbeda pula. Misalnya untuk penutupan lahan vegetasi biasanya dicirikan dengan warna hijau, badan air dengan warna biru dan bangunan dengan warna ungu. Penampakkan land cover dengan menggunakan bantuan satelit dapat menghasilkan foto udara dengan skala yang berbeda, dari skala mikro, meso hingga makro.

Land use diartikan sebagai penggunaan suatu lahan oleh manusia yang melibatkan campuran sikap dimana atribut biofisik dari lahan dimanipulasi dan digunakan. Hubungan antara land use dan land cover tidak selalu langsung dan nyata. Satu kelas dari land cover dapat mendukung berbagai penggunaan sedangkan satu land use bisa merupakan pengelolaan dari beberapa land cover

yang berbeda (Weng, 2010). Land use yang dominan di perkotaan adalah industri, perumahan, CBD dan RTH kota.

2.2.1 Industri

Industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh aktivitas industri (Dirdjojuwono, 2004). Selain dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang, kawasan industri dikembangkan dan dikelola oleh

(24)

perusahaan yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri dari peralatan-peralatan pabrik, penelitian dan laboratorium untuk pengembangan pembangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka dan lainnya. Kawasan industri mempunyai beberapa ciri, yakni lahan sudah dilengkapi sarana dan prasarana, ada suatu badan pengelola yang memiliki usaha kawasan industri dan biasanya diisi oleh industri manufaktur.

2.2.2 Central Bussiness District (CBD)

Central Bussiness District atau sering disebut CBD, menurut Simonds (2006) adalah sebuah pusat kota yang menyediakan tujuan ganda. CBD tidak hanya inti dari sebuah kota besar, melainkan juga sebagai inti yang dinamis dari wilayah maupun kawasan yang melingkupi. Di dalam kawasan CBD biasanya ditemukan pusat pemerintahan, perdagangan, institusi keuangan, pusat hukum dan komunikasi. Menurut Mulyawan (2010) Central Business District memiliki ciri yang membedakannya dari bagian kota yang lain, yaitu adanya pusat perdagangan terutama sektor retail, banyak kantor-kantor institusi perkotaan, tidak dijumpai industri berat atau manufaktur, adanya zonasi vertikal yaitu banyaknya bangunan bertingkat yang memiliki diferensiasi fungsi dan adanya “multi storey” yaitu

perdagangan yang bermacam-macam yang ditandai dengan supermarket atau pusat perbelanjaan modern.

2.2.3 Perumahan

Perumahan merupakan suatu kawasan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (Booth dan Hiss, 2004). Perumahan juga harus dilengkapi dengan kelengkapan dasar fisik lingkungan berupa penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan perumahan berfungsi sebagaimana mestinya. Perumahan biasanya terletak dekat dengan pusat kegiatan kota dengan akses yang memudahkan pengguna ataupun penghuni untuk keluar dan masuk kawasan atau area perumahan.

(25)

2.2.4 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota

Taman kota atau RTH kota merupakan suatu kawasan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan yang lengkap dengan segala fasilitasnya untuk melengkapi kebutuhan masyarakat kota sebagai tempat rekreasi aktif maupun pasif. Taman kota biasanya berbentuk area hijau dengan luasan tertentu yang tidak tertutup oleh bangunan ataupun paving dan digunakan sebagai penanaman vegetasi (Simonds, 2006). Selain digunakan sebagai tempat rekreasi warga kota, paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah dan air, taman kota juga berfungsi sebagai habitat flora dan fauna terutama burung. Dahlan (2004) menyebutkan dalam bukunya bahwa taman kota merupakan keanekaragaman hayati yang harus diupayakan semaksimal mungkin menjadi suatu komunitas vegetasi yang tumbuh di lahan kota dengan struktur menyerupai hutan alam dan membentuk habitat bagi satwa.

2.3 Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas, maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka bisa berbentuk jalan, trotoar, atau ruang terbuka hijau seperti taman kota, hutan dan sebagainya. RTH mengalami pembagian berdasarkan karakteristiknya, yaitu:

a. Berdasarkan bentuknya, RTH dibagi menjadi (a) RTH alami berupa habitat liar/alami, kawasan lindung dan (b) RTH binaan berupa pertamanan kota, lapangan olahraga, pemakaman,

b. Berdasarkan sifat dan karakteristik ekologisnya, RTH dibagi menjadi (a) RTH kawasan berupa areal, non linear dan (b) RTH jalur dalam bentuk koridor maupun linear,

c. Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya, RTH dibagi menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian dan (e) RTH kawasan khusus seperti pemakaman, hankam, olahraga maupun alamiah,

(26)

d. Berdasarkan status kepemilikkannya, RTH dibagi menjadi (a) RTH privat dan (b) RTH publik.

RTH mempunyai pola struktur yang ditentukan oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya (Dahlan, 2004). Pola RTH ini dibagi menjadi:

a. RTH struktural, merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris contohnya taman perumahan, taman lingkungan, taman kota,

b. RTH non struktural, merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris, contohnya RTH kawasan lindung, RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau dan RTH pesisir.

Ruang terbuka hijau yang didominasi oleh tumbuhan, dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, sebagai sarana lingkungan atau kota, pengamanan jaringan prasarana, dan budidaya pertanian. Selain itu dapat juga digunakan untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah. Ruang terbuka hijau (RTH)di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota.

Luas ruang terbuka hijau yang ideal sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2 adalah 30 persen dari luas kota. Hampir semua kota besar di Indonesia saat ini persen ruang terbuka hijaunya baru mencapai 10 persen dari luas kota, padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada. Sesuai dengan Permen PU Nomor 5 Tahun 2008, penanaman yang digunakan sebagai ruang terbuka hijau di perkotaan harus memenuhi persyaratan umum, yakni disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota, mampu tumbuh pada tanah yang tidak subur dengan udara yang tercemar, tahan terhadap gangguan fisik, perakaran tidak mudah tumbang, tidak gugur daun dan cepat tumbuh, dan dapat menyediakan oksigen serta meningkatkan kualitas lingkungan kota. Ketersediaan

(27)

RTH bagi perkotaan sangat penting untuk mengendalikan dan memelihara integritas serta fungsi-fungsi lingkungan.

2.4 Iklim Mikro

Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata pada suatu tempat dalam jangka waktu yang lama. Ilmu iklim mikro atau yang dalam bahasa inggris

microclimatology, adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kondisi iklim di suatu area yang terbatas (Simonds, 2006). Iklim mikro sendiri mempunyai arti, suatu keadaan cuaca rata-rata bagi suatu daerah tertentu dan terbatas, yang ditentukan dalam jangka waktu yang panjang yang berpengaruh terhadap kenyamanan. Iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi, dimana gerak udara lebih kecil karena permukaan bumi yang kasar dan perbedaan suhu yang lebih besar (Frick dan Suskiyanto, 2007).

Vegetasi merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi iklim mikro, yakni dengan cara mempengaruhi aliran angin, menghasilkan kelembaban, dan mempengaruhi suhu udara di sekitarnya. Pengaruh dari suhu, kelembaban dan aliran angin juga mempengaruhi tingkat kenyamanan bagi manusia. Menurut Brooks (1988), suhu udara, kelembaban dan penyinaran adalah elemen iklim yang mempengaruhi kenyamanan manusia, dimana suhu yang terlalu tinggi atau rendah akan mengganggu kegiatan manusia. Kenyamanan yang tepat untuk daerah tropis berkisar antara 27-28°C (Laurie, 1986).

Fandeli dan Muhammad (2009) menyatakan untuk mengetahui tingkat kenyamanan secara kuantitatif biasanya digunakan nilai Temperatur Hunidity Index (THI). Angka kenyamanan dihitung dengan menggunakan salah satu rumus THI berdasarkan persamaan Nieuwolt (1975) sebagai berikut:

Keterangan: T = Suhu udara (°C); RH = Kelembaban Udara (persen)

Iklim mikro dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu orientasi bangunan, lubang ventilasi sebagai keluar masuknya udara, penghalang cahaya matahari, pengendalian kelembaban udara, penggunaan bahan-bahan bangunan, bentuk dan ukuran kawasan atau bangunan dan pengaturan vegetasi yang ada di sekitar kawasan. Kondisi iklim mikro ini juga meliputi data tentang temperatur udara

(28)

maksimum dan minimum, tingkat kelembaban maksimum dan minimum, jumlah hari hujan beserta curah hujan, lama penyinaran, kecepatan angin dan kecenderungan arah, dan besarnya radiasi matahari.

Iklim mikro menjadi faktor yang sangat penting secara praktis dalam perancangan sebuah bangunan yang merupakan bagian dari lingkungan. Sebuah bangunan yang tidak mempertimbangkan kondisi temperatur udara lingkungan mempunyai dampak tidak dapat mereduksi kondisi temperatur luar sesuai dengan kebutuhan kita, begitu halnya dengan kelembaban, bangunan pada daerah tropis sangat mementingkan kebutuhan aliran angin dalam membantu mendorong terjadinya penguapan.

2.4.1 Suhu atau Temperatur

Suhu dinyatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer (Kartasapoetra, 1986). Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat celcius (°C) meskipun ada dua skala yang lain yakni Fahrenheit (F) dan Kelvin (K). Suhu seringkali berubah-ubah sesuai dengan tempatnya, misalnya suhu di tempat yang terbuka berbeda dengan suhu di tempat yang tertutup. Faktor yang mempengaruhi perubahan suhu di permukaan bumi adalah jumlah radiasi yang diterima per tahun-per hari-per musim, pengaruh daratan dan lautan, pengaruh ketinggian tempat, dan pengaruh penutup tanah dimana tanah yang ditutup vegetasi mempunyai temperatur yang lebih rendah daripada yang tidak bervegetasi.

Pada umumnya suhu maksimum terjadi pada tengah hari, biasanya antara pukul 12.00 sampai 14.00 WIB sedangkan suhu mínimum terjadi pada pukul 06.00 WIB (waktu setempat) atau sekitar matahari terbit. Masing-masing tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam memodifikasi udara, yakni dapat mereduksi maupun menaikkan suhu udara. Karakteristik struktural vegetasi yang mempengaruhi suhu adalah bentuk tajuk, ukuran vegetasi dan kepadatan tajuk.

(29)

2.4.2 Kelembaban Udara

Kelembaban yakni banyaknya kadar uap air yang ada di udara (Kartasapoetra, 1986). Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan faktor yang dapat menstimulasi curah hujan. Kelembaban tertinggi di Indonesia dicapai pada musim hujan dan kelembaban terendah dicapai pada musim kemarau. Kelembaban atau RH dipengaruhi pula oleh adanya pohon-pohon yang berfungsi sebagai pelindung, terutama pepohonan yang ditanamnya rapat. Semakin tinggi suhu udara, maka kelembaban udara yang dihasilkan semakin rendah. Oleh karena itu, secara tidak langsung faktor yang dapat mempengaruhi suhu udara juga dapat mempengaruhi besarnya kelembaban udara.

2.5 Sistem Informasi Geografi (SIG)

Secara umum Sistem Informasi Geografis (SIG) didefinisikan sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Hartoyo, 2010). Komponen lengkap yang digunakan untuk mengoperasikan SIG adalah orang yang menjalankan sistem, aplikasi sebagai prosedur yang digunakan untuk mengolah data, data atau informasi yang dibutuhkan untuk diolah dalam aplikasi, software berupa program aplikasi, dan

hardware yang dibutuhkan dalam menjalankan sistem. Sebagian besar data yang digunakan dalam SIG merupakan data spasial, yaitu sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokal (spasial) dan informasi deskriptif atau atribut.

Istilah informasi geografis mengandung pengertian informasi mengenai tempat-tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu objek terletak di permukaan bumi dan informasi mengenai keterangan atau atribut yang terdapat di permukaan bumi yang posisinya diketahui (Prahasta, 2001). Penggunaan SIG ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah ruang lingkup yang dapat dipelajari menjadi lebih luas dan tempat-tempat

(30)

yang sulit dijangkau oleh manusia dapat dengan mudah tergambar. SIG juga mampu merepresentasikan dunia nyata di atas monitor komputer sebagaimana lembaran peta dapat merepresentasikan dunia nyata di atas kertas, hanya saja SIG memiliki fleksibilitas dibandingkan lembaran peta di kertas.

Data yang digunakan dalam SIG adalah data citra, dimana data citra tersebut perlu diolah lebih lanjut agar dapat diterjemahkan. Proses pengolahan dengan menggunakan SIG dan proses penerjemahannya ini disebut interpretasi citra. Interpretasi citra menurut Purwadhi (2001), merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek yang tergambar di dalam citra, dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Interpretasi citra ini dapat dilakukan secara manual dan digital. Selain data citra, sumber data untuk SIG dapat berupa peta, foto udara, tabel hasil observasi lapang maupun instrumen pencatat digital. Analisis dan interpretasi data citra digital dikelompokkan dalam tiga prosedur operasional, yaitu:

a. Pra-pengolahan data digital

Tahap ini mencakup rektifikasi (pembetulan) dan restorasi (pemugaran atau pemulihan) citra. Rektifikasi dan restorasi citra merupakan prosedur operasi agar diperoleh data permukaan bumi sesuai dengan aslinya (tanpa distorsi). Distorsi dapat disebabkan oleh gerakan sensor, faktor media antara, dan faktor objeknya sendiri, sehingga perlu dilakukan pembetulan dan pemulihan kembali. Kegiatan ini bertujuan memperbaiki citra ke dalam bentuk yang lebih mirip pandangan aslinya. Prosedur operasi pada tahap ini disebut operasi pengolahan data awal.

b. Penajaman citra (Citra Enhancement)

Penajaman citra bertujuan untuk peningkatan mutu citra, yaitu menguatkan kontras kenampakkan yang tergambar dalam citra digital. Penajaman citra dilakukan sebelum interpretasi, dengan maksud menambah jumlah informasi yang dapat diinterpretasikan secara digital. Tiga teknik penajaman citra yang dapat dilakukan yaitu manipulasi kontras citra, manipulasi kenampakkan secara spasial dan manipulasi secara jamak. Sama seperti pra-pengolahan data digital, proses penajaman citra termasuk pengolahan data awal (pre-processing operation).

(31)

c. Klasifikasi citra (Image Classification)

Klasifikasi citra bertujuan untuk mengelompokkan atau membuat segmentasi mengenai kenampakkan yang homogen dengan teknik kuantitatif. Prosedur pengklasifikasian dilakukan dengan pengamatan dan evaluasi setiap pixel yang terkandung di dalam citra, kemudian dikelompokkan pada setiap kelompok informasi. Klasifikasi secara digital dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu (1) klasifikasi nilai pixel

berdasarkan pada contoh daerah yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya, disebut klasifikasi terbimbing atau terselia (supervised classification); (2) klasifikasi tanpa daerah contoh yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya, disebut klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification); dan (3) klasifikasi gabungan atau hibrida. Penelitian menggunakan data dan metode SIG perlu dilakukan uji ketelitian, karena hasil uji ketelitian sangat mempengaruhi besarnya kepercayaan terhadap jenis data maupun analisisnya (Lillesand dan Kiefer, 1979). Tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 persen menurut sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan USGS.

(32)

BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian berada di Kota Depok, Propinsi Jawa Barat (Gambar 2). Kota Depok dipilih sebagai lokasi penelitian karena letaknya yang dekat dengan wilayah DKI Jakarta sehingga dimungkinkan menjadi salah satu kota yang berkembang secara pesat dimana luasan ruang terbuka hijaunya semakin berkurang.

Gambar 2. Peta Administrasi Kota Depok (sumber: RTRW Tahun 2010). Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April yang diawali dengan persiapan yang kemudian dilanjutkan inventarisasi. Waktu pengumpulan data di lapang dilakukan dari bulan Juli hingga bulan September 2012. Pengolahan data dan penyusunan dilakukan selama dua bulan berikutnya.

3.2 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada:

a. Interpretasi sederhana terhadap citra penutupan lahan Kota Depok yang dibuat menggunakan citra Landsat 7 +ETM yang diolah dengan

(33)

menggunakan software Sistem Informasi Geografis (SIG) ERDAS Imagine,

b. Pengukuran iklim mikro pada struktur vegetasi (pohon, semak dan rumput) pada ruang terbuka hijau (RTH) yang terdapat di kawasan terpilih dari masing-masing land use (industri, CBD, perumahan, dan RTH Kota), c. Analisis secara deskriptif dan statistik dari data iklim mikro yang diukur.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian

Alat Kegunaan

Tiga Perangkat Mini Microclimate Station Heavy Weather Tipe WS2355

Mengukur iklim mikro

Kamera Digital Merekam dan mengambil gambar kondisi lokasi pengambilan data

GPS Membantu menentukan titik sebagai akurasi data citra

Software ArcGIS 9.3 Mengolah data citra Software ERDAS 9.1 Mengolah data citra Software Ms. Excel Mengolah data pengukuran Software Garmin Mengolah data GPS Software IDL 7.0 Memperbaiki data citra

Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan adalah Mini Microclimate Station Heavy Weather dengan tipe WS2355. Alat ini terdiri dari beberapa bagian, seperti layar untuk menampilkan iklim mikro yang sedang diukur (Gambar 3(a)), alat pengukur suhu dan kelembaban udara (Gambar 3(b)). Seperangkat alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.

(34)

(a)

(b)

Gambar 3. Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy Weather.

Alat ukur iklim mikro Heavy Weather sudah terbukti ketelitiannya dari rangkaian penelitian sebelumnya. Ketelitian alat ini sama dengan alat ukur

hygrometer yaitu untuk suhu udara sebesar 1°C dan kelembaban udara sebesar 6 persen.

3.4 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan metode deskriptif. Metode survei dilakukan untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian seperti kondisi fisik dan karakteristik dari ruang terbuka hijau. Selain itu metode survei juga digunakan dalam pengambilan data primer yakni pengukuran iklim mikro berupa suhu udara dan kelembaban udara. Metode deskriptif dilakukan untuk mengolah data iklim mikro yang telah diperoleh untuk melihat pengaruh struktur ruang terbuka hijau (pohon, semak dan rumput) terhadap iklim mikro (suhu udara dan kelembaban udara) yang diukur pada setiap land use (permukiman, CBD, industri dan taman kota).

(35)

3.4.1 Pengumpulan dan Pengambilan Data

Tahap pengumpulan data merupakan tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini. Data primer maupun sekunder yang dibutuhkan, dikumpulkan terlebih dahulu agar kemudian dapat diolah. Jenis data yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis Data yang Dibutuhkan

No Data Jenis

Data Sumber

1 Data Citra Kota Depok Sekunder Data Satelit (Landsat 7 +ETM path/row 122/64 Tahun 2011) 2 RTRW Kota Depok Sekunder Bapeda Kota Depok

3 Peta Administrasi Kota Depok Sekunder Bapeda Kota Depok 4 Vegetasi (Nama Spesies, Bentuk

Tajuk, Tinggi Tanaman, Foto) Primer Survei Lapang 5 Data Iklim Mikro (Suhu Udara dan

Kelembaban Udara)

Primer Survei Lapang Sekunder BMKG

3.4.2 Pengolahan Data Citra

Data citra yang digunakan pada penelitian ini adalah data citra satelit Landsat 7 +ETM tanggal 13 September 2011 dan 28 Agustus 2011. Data citra tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan software ArcGIS dan ERDAS Imagine untuk menghasilkan peta penutupan lahan. Menurut Lillesand dan Kiefer (1979) analisis data citra dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

a. Pemulihan Citra (Image Restoration)

Data citra Landsat 7 +ETM yang digunakan memiliki gap (data yang hilang) karena satelit mengalami kerusakan, hal ini mengakibatkan beberapa bagian data citra hilang sehingga data tersebut perlu diperbaiki dengan menggabungkan dua citra yakni data citra tanggal 13 September 2011 dan data citra tanggal 28 Agustus 2011. Penggabungan kedua data citra ini dilakukan dengan menggunakan software IDL 7.0. Gambar 4(a) menunjukkan data citra yang telah digabung dan diperbaiki.

b. Penajaman Citra (Image Enhancement)

Langkah selanjutnya adalah penajaman citra dengan memperbaiki nilai histogram warna dari data citra dengan menggunakan ERDAS Imagine. Hasil penajaman citra dapat dilihat pada Gambar 4(b). Sebelum dilakukan penajaman

(36)

citra, data citra yang telah digabungkan di-subset atau dipotong sesuai dengan wilayah administrasi Kota Depok yang dikerjakan dengan menggunakan software

ArcGIS (Lampiran 1).

c. Klasifikasi Citra (Image Classification)

Tahap klasifikasi citra merupakan tahap yang dilakukan setelah pemulihan dan penajaman data citra (Gambar 4(c)). Klasifikasi citra dilakukan untuk menghasilkan peta penutupan lahan serta dilakukan akurasi terhadap hasil klasifikasi data citra dengan menggunakan software ERDAS Imagine. Klasifikasi citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing. Hasil klasifikasi citra dapat dilihat pada Lampiran 3.

(a) (b) (c) Gambar 4. Proses Pengklasifikasian Data Landsat.

Tahap selanjutnya setelah klasifikasi lahan adalah akurasi peta. Akurasi dilakukan dengan melakukan pengecekkan langsung ke lapang dan mengambil titik control yang disebut Ground Control Point (GCP). GCP kemudian diolah dengan menggunakan ERDAS Imagine dengan accuracy assessment tools untuk mengetahui akurasi peta penutupan lahan yang dihasilkan. Menurut USGS (U.S. Geographyc Survey), minimal nilai akurasi peta adalah 85 persen. Berikut Gambar 5 adalah hasil dari akurasi peta penutupan lahan.

(37)

Gambar 5. Nilai Akurasi Peta Penutupan Lahan.

3.4.3 Metode Pemilihan Lokasi Pengambilan Data

Pemilihan lokasi pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil tiga kawasan pada setiap land use yakni perumahan, Central Bussiness District (CBD), industri dan RTH Kota di Kota Depok. Kawasan ini ditentukan berdasarkan digitasi peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Depok Tahun 2010 yang di-overlay dengan peta penutupan lahan sehingga luasan dari ruang terbuka hijau pada setiap kawasan tersebut dapat diketahui. Luasan ruang terbuka hijau pada tiga kawasan pada masing-masing land use

dirata-rata kemudian kawasan yang dipilih merupakan ruang terbuka hijau yang luasnya paling mendekati rata-rata dari ruang terbuka hijau tiga kawasan pada masing-masing land use tersebut (Gambar 6). Peta yang menunjukkan tiga kawasan dapat dilihat pada Lampiran 2.

(38)

Gambar 6. Bagan Pemilihan Lokasi Penelitian.

3.4.4 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Industri

Berdasarkan peta RTRW yang telah di-overlay, tiga kawasan industri yang dipilih berada di Bagian Wilayah Kota (BWK) IV Sukatani, BWK III Mekarsari dan BWK VI Jatijajar. Luasan masing-masing kawasan industri dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luasan Kawasan Industri

No Nama Kawasan Luas Ruang Terbuka Hijau (Ha)

Luas Lahan Terbangun (Ha)

1 BWK III Mekarsari 6,46 22,68

2 BWK IV Sukatani 5,67 20,79

3 BWK VI Jatijajar 5,45 9,36

Rata-rata 5,86

Berdasarkan Tabel 3 tentang luasan kawasan industri, rata-rata luasan ruang terbuka hijau yang diperoleh dari ketiga kawasan pada land use industri adalah 5,86 Ha. Luas ruang terbuka hijau yang paling mendekati luasan ruang terbuka hijau rata-rata adalah kawasan industri yang terletak di Bagian Wilayah Kota (BWK) IV Sukatani yakni seluas 5,67 Ha, sehingga pengukuran iklim mikro untuk mewakili land use industri dilakukan kawasan ini.

Pengukuran di kawasan ini dilakukan di tiga titik pada vegetasi yang berbeda, yakni pohon, semak dan rumput. Jenis vegetasi industri kawasan Sukatani dapat dilihat pada Gambar 7.

3 Kawasan Besar

Peta Penutupan Lahan &

Peta Administrasi Depok Luas RTH

Rata-rata Masing-masing Kawasan 4 Lokasi Pengambilan Data

(39)

Gambar 7. Vegetasi di land use industri Kawasan BWK VI Sukatani (dari kiri:

Syzigium aquaeum, Bougenvillea sp., dan Cyperus rotundus.)

3.4.5 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Central Bussiness District (CBD)

Pemilihan lokasi pengambilan data untuk land use CBD berdasarkan peta RTRW dan peta penutupan lahan, diperoleh tiga kawasan yakni kawasan Margonda Raya, Juanda dan Kota Kembang. Luasan untuk masing-masing kawasan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luasan Kawasan Central Bussiness District (CBD)

No Nama Kawasan Luas Ruang Terbuka

Hijau (Ha)

Luas Lahan Terbangun (Ha)

1 Margonda Raya 22,14 73,89

2 Juanda 7,2 26,28

3 Kota Kembang 25,02 18,18

Rata-rata 18,12

Berdasarkan Tabel 4, rata-rata luasan ruang terbuka hijau yang diperoleh dari ketiga kawasan pada land use CBD adalah 18,12 Ha. Luas ruang terbuka hijau yang paling mendekati luasan ruang terbuka hijau rata-rata adalah pada kawasan Margonda Raya yakni seluas 22,14 Ha, sehingga pengukuran iklim mikro mewakili land use CBD dilakukan di sekitar kawasan Margonda Raya, tepatnya di depan Balaikota Depok yang terdapat pohon, semak dan rumput. Jenis vegetasi CBD Margonda dapat dilihat pada Gambar 8.

(40)

Gambar 8. Vegetasi di Land Use Central Bussiness District (dari kiri: Ficus benjamina, Agave sp. dan Axonopus compressus.)

3.4.6 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Kawasan Perumahan

Berdasarkan peta RTRW dan peta penutupan lahan, tiga kawasan perumahan yang dipilih adalah Pesona Khayangan Residence, Bella Casa Residence dan Depok Residence. Luasan kawasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luasan Kawasan Perumahan

No Nama Perumahan Luas Ruang Terbuka Hijau (Ha)

Luas Lahan Terbangun (Ha)

1 Bella casa 4,95 18,09

2 Depok Residence 5,67 24,48

3 Pesona Khayangan 4,07 50,94

Rata-rata 4,89

Berdasarkan Tabel 5, rata-rata luasan ruang terbuka hijau yang diperoleh dari ketiga kawasan pada land use perumahan adalah 4,89 Ha. Luas ruang terbuka hijau yang paling mendekati luasan ruang terbuka hijau rata-rata adalah pada kawasan Bella Casa Residence yakni seluas 4,95 Ha, sehingga pengukuran iklim mikro mewakili land use perumahan dilaksanakan di perumahan Bella Casa Residence. Jenis vegetasi pada perumahan Bella Casa dapat dilihat pada Gambar 9.

(41)

Gambar 9. Vegetasi di Land Use perumahan Bella Casa (dari kiri: Psidium guajava, Rhapis excelsa dan Cyperus rotundus.)

3.4.7 Pemilihan Lokasi Pengambilan Data Ruang Terbuka Hijau Kota (RTH)

Pemilihan lokasi pengambilan data untuk land use ruang terbuka hijau kota adalah di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Kota Depok. Lokasi ini dipilih karena merupakan satu-satunya RTH kota di Kota Depok.

Tabel 6. Luasan Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

No Nama Kawasan Luas Ruang

Terbuka Hijau (Ha)

Luas Lahan Terbangun (Ha)

1 Taman Hutan Rakyat (Tahura) 7,56 1,08

Total 7,56

Berdasarkan Tabel 6, luasan ruang terbuka hijau dari Taman Hutan Rakyat (Tahura) adalah seluas 7,56 Ha. Pengukuran iklim mikro mewakili land use ruang terbuka hijau dilakukan di Tahura ini. Pengukuran iklim mikro dilakukan di tiga titik dengan tiga vegetasi yang berbeda yakni pohon, semak dan rumput. Jenis vegetasi yang ada pada Tahura dapat dilihat pada Gambar 10.

(42)

Gambar 10. Vegetasi di Taman Hutan Rakyat (dari kiri: Dillenia pteropoda,

Alocasia machorriza, dan Axonopus compressus.) 3.5 Metode Pengukuran

Masing-masing lokasi pengambilan data yang telah dipilih dan dijelaskan sebelumnya, ditentukan tiga titik pengukuran data iklim mikro yaitu suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi berupa pohon, semak dan rumput. Tiga struktur vegetasi yang berbeda dipilih agar dapat mengetahui pengaruhnya terhadap iklim mikro. Pengukuran iklim mikro dilakukan dengan menggunakan alat Heavy Weather. Alat ini diletakkan ±1,5 meter dari permukaan tanah karena iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi dengan tinggi ±2 meter. Peletakkan alat pengukuran pada lokasi ditentukan secara acak dimana terdapat ketiga struktur vegetasi tersebut.

Pengukuran dilakukan pada saat cuaca cerah dengan rentang waktu pengukuran pukul 12.30-13.30 WIB. Waktu tersebut dipilih karena radiasi matahari dan suhu udara mencapai maksimum. Pengukuran data iklim dilakukan di masing-masing land use yakni perumahan, CBD, industri, dan RTH Kota. Bagan pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 11. Pengambilan data pada satu lokasi atau land use yang sama dilakukan sebanyak tiga kali selama tiga hari berturut-turut. Banyaknya hari pengukuran pada satu lokasi tersebut dijadikan sebagai ulangan. Keterangan mengenai hari pengambilan pada masing-masing kawasan disajikan pada Tabel 7.

(43)

Tabel 7. Pengukuran Iklim Mikro

Hari ke- Land Use Lokasi Ulangan ke-

1 CBD Margonda Raya 1

2 CBD Margonda Raya 2

3 CBD Margonda Raya 3

4 Perumahan Bella Casa Residence 1

5 Perumahan Bella Casa Residence 2

6 Perumahan Bella Casa Residence 3

7 RTH Kota Taman Hutan Rakyat 1

8 RTH Kota Taman Hutan Rakyat 2

9 RTH Kota Taman Hutan Rakyat 3

10 Industri Industri BWK Sukatani 1

11 Industri Industri BWK Sukatani 2

12 Industri Industri BWK Sukatani 3

Gambar 11 menunjukkan bahwa pada satu hari dilakukan pengukuran iklim mikro di satu lokasi land use dengan menggunakan tiga alat Heavy Weather

yang diletakkan pada masing-masing struktur vegetasi, yakni pohon, semak dan rumput, dimana pengukuran dilakukan selama 30 menit. Jumlah data untuk satu alat pada satu struktur vegetasi, misalnya untuk pohon, adalah 30 data suhu udara dan 30 data kelembaban udara. Jika dalam satu hari dilakukan pengukuran dengan menggunakan tiga alat yang diletakkan pada pohon, semak dan rumput, maka dihasilkan 90 data suhu udara dan 90 data kelembaban udara sehingga berjumlah 180 data.

(44)

*terdiri dari 30 data suhu udara dan 30 data kelembaban udara

(45)

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah data iklim mikro untuk setiap kawasan diperoleh adalah mentabulasi data dan membuat grafik. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan software SPSS dengan teknik uji-t. Keuntungan menggunakan teknik ini adalah perbedaan suhu dan kelembaban pada struktur pohon, semak dan rumput pada setiap land use dapat diketahui. Dalam melakukan uji-t ini digunakan tiga hipotesis statistik, yaitu:

a. Kasus 1, mengetahui perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada pohon, semak dan rumput, berikut adalah hipotesisnya:

 H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada stuktur vegetasi pohon, semak dan rumput

 H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur pohon, semak dan rumput

b. Kasus 2, mengetahui perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada pohon, semak dan rumput, berikut adalah hipotesisnya:

 H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput

 H1 : ada perbedaan nilai rata-rata kelembaban udara pada struktur vegetasi pohon, semak dan rumput

c. Kasus 3, mengetahui perbedaan nilai rata-rata struktur vegetasi yang sejenis atau sama (contoh: pohon dengan pohon, semak dengan semak, rumput dengan rumput) pada setiap land use, berikut adalah hipotesisnya:

 H0 : tidak ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama pada semua land use

 H1 : ada perbedaan nilai rata-rata suhu udara pada struktur vegetasi yang sama pada semua land use

Kriteria keputusan yang digunakan adalah jika:

 Probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka H0 diterima  Probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak

 thitung> ttabel maka tolak H0

(46)

Uji-t dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan suhu dan kelembaban udara pada struktur vegetasi dan land use yang diukur. Berikut adalah contoh tabel anova hasil uji-t dengan menggunakan software SPSS (Gambar 12).

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Suhu Between Groups 100.054 2 50.027 1097.942 .000

Within Groups 3.964 87 .046

Total 104.018 89

RH Between Groups 294.034 2 147.017 227.191 .000

Within Groups 56.298 87 .647

Total 350.333 89

Gambar 12. Hasil Tabel Anova dalam Uji-t.

Selain penggunaan uji-t, dilakukan pula pengukuran secara kuantitatif terhadap analisis kenyamanan pada struktur vegetasi pada setiap land use tersebut dengan menggunakan rumus THI. Analisis kenyamanan dilakukan untuk mengetahui tingkat kenyamanan dari iklim mikro yang ada. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kenyamanan:

T menyatakan suhu udara (°C) dan RH menyatakan kelembaban relatif (persen).

3.7 Penyusunan Rekomendasi

Penelitian menghasilkan hasil analisis perbedaan iklim mikro pada land use yang berbeda (industri, CBD, perumahan dan RTH kota) dan pengaruhnya terhadap kenyamanan. Hasil analisis kemudian digunakan untuk menyusun rekomendasi untuk menciptakan RTH yang lebih baik pada setiap land use.

F hitung > F tabel,

(47)

BAB IV

KONDISI UMUM KOTA DEPOK

4.1 Letak, Luas dan Batas Lokasi

Depok merupakan suatu kota yang terletak di Propinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak pada koordinat 6°19’00”-6°28’00” Lintang Selatan dan 106°43’00”-106°55’30” Bujur Timur. Pemerintah Kota Depok merupakan bagian wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan tiga kabupaten dan satu propinsi, yaitu:

a. Sebelah utara berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pondokgede Kota Bekasi dan

Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor.

Luas keseluruhan Kota Depok adalah 20.029 Ha atau 200,29 km2 yang mencakup 11 kecamatan yaitu: Kecamatan Cinere, Kecamatan Limo, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Cilodong, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Tapos, dan Kecamatan Bojongsari. Letak Kota Depok yang sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor, menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi dengan kota lainnya.

4.2 Topografi

Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke utara merupakan daerah dataran rendah–perbukitan, bergelombang lemah dengan elevasi antara 50-140 meter di atas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Kemiringan lahan kurang dari 15 persen ini menjadikan Kota Depok memiliki kondisi topografi yang relatif datar sampai agak curam.

(48)

4.3 Iklim

Kota Depok termasuk ke dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil serta dipengaruhi oleh iklim musim. Musim kemarau terjadi pada bulan April–September dan musim hujan terjadi pada bulan Oktober–Maret. Temperatur umum Kota Depok adalah sebesar 24,3°C-33°C dengan kelembaban rata-rata sebesar 25 persen, kecepatan angin rata-rata sebesar 14,5 knp dengan penyinaran matahari rata-rata adalah sebesar 49,8 persen. Kota Depok sendiri memiliki curah hujan sebesar 2.684 meter/tahun dengan jumlah hari hujan adalah 222 hari/tahun.

4.4 Penggunaan Lahan

Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Depok tahun 2010, penggunaan lahan di Kota Depok secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Kawasan terbangun seluas 9.990 Ha atau sekitar 49,88 persen dari luas total Kota Depok, yang berupa perumahan dan permukiman, pendidikan tinggi, jasa dan perdagangan dan kawasan strategis. Penggunaan lahan kawasan terbangun didominasi oleh perumahan dan permukiman dengan luas 7.919 Ha atau sekitar 39,54 persen luas total Kota Depok.

b. Ruang terbuka hijau seluas 10.040 Ha terdiri dari sawah teknis dan non teknis, ladang, kebun, tanah kosong, situ dan danau, lapangan golf, hutan, kawasan strategis berupa TVRI dan RRI, sungai, dan garis sempadan. Kawasan yang luasnya sekitar 50,12 persen dari luas total Kota Depok ini didominasi oleh tegalan atau ladang dengan luas 3.360 Ha atau sekitar 16,78 persen dari luas total.

(49)

Tabel 8. Jenis Penggunaan Lahan Kota Depok Tahun 2010

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persen

I Kawasan Terbangun 9.990 49,88

1 Perumahan, Permukiman 7.919 39,54

2 Pendidikan Tinggi 448 2,24

3 Jasa dan Perdagangan 296 1,48

4 Industri 1.100 5,49

5 Kawasan Strategis 227 1,13

II Ruang Terbuka Hijau 10.040 50,12

1 Sawah Teknis dan Non Teknis 1.313 6,56 2

Tegalan/Ladang 3.360 16,78

Kebun 2.507 12,52

Tanah Kosong 457 2,28

3 Situ dan Danau 139 0,69

4 Pariwisata, Lapangan Golf, Kuburan 836 4,18

5 Hutan 7 0,04

6 Kawasan Strategis (TVRI, RRI) 242 1,21

7 Sungai

8 Garis Sempadan (Sungai, Tegangan

Tinggi, Pipa Gas) 1.178 5,88

Total 20.029 100

Sumber: Bappeda Kota Depok Tahun 2010

4.5 Penduduk

Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2011 mencapai 1.813.612 jiwa, terdiri atas laki-laki 918.835 jiwa dan perempuan 894.777 jiwa. Kecamatan Cimanggis merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota Depok, yaitu 252.424 jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah kecamatan Limo yaitu 91.749 jiwa.

Dalam kurun waktu 5 tahun (2000–2005) penduduk Kota Depok mengalami peningkatan sebesar 447.993 jiwa. Pada tahun 1999 jumlah penduduk masih dibawah 1 juta jiwa dan pada tahun 2005 telah mencapai 1.374.522 jiwa, sehingga perkembangan rata-rata 4,23 persen per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan tingginya angka migrasi setiap tahunnya. Tahun 2011 kepadatan

(50)

penduduk Kota Depok telah mencapai 9.055 jiwa/km2. Kecamatan Sukmajaya merupakan kecamatan terpadat dengan tingkat kepadatan 13.433 jiwa/km2, kemudian Kecamatan Pancoran Mas dengan tingkat kepadatan 12.059 jiwa/km2, sedangkan Kecamatan Sawangan merupakan kawasan dengan kepadatan penduduk terendah dengan kepadatan sebesar 4.977 jiwa/km2.

4.6 Pola Sebaran Kegiatan

Perkembangan yang terjadi di Kota Depok berpusat di sekitar Jalan Margonda Raya, Kecamatan Beji. Hal ini terlihat dari banyak terjadinya kegiatan-kegiatan utama kota seperti jasa dan perdagangan, kegiatan-kegiatan perkantoran dan pemerintahan, fasilitas dan transportasi. Hal ini didukung dengan adanya kantor Walikota Kota Depok atau Balaikota yang terletak di Jalan Margonda. Selain itu juga terdapat permukiman serta perumahan yang terletak di jalan ini. Jumlah industri besar dan sedang di Kota Depok hasil pendaftaran usaha atau perusahaan Sensus Ekonomi 2006 adalah 126 perusahaan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kota Depok tahun 2000-2010 diketahui bahwa wilayah di Kota Depok yang semakin padat arus perkembangannya adalah Margonda sebagai pusat pemerintah dan perdagangan di Kota Depok.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian. Pohon Semak Rumput Pohon Semak Rumput  Pohon  Semak  Rumput Depok Land cover Land use Data
Gambar 2. Peta  Administrasi Kota Depok (sumber: RTRW Tahun 2010).  Penelitian  mulai  dilaksanakan  pada  bulan  April  yang  diawali  dengan  persiapan  yang  kemudian  dilanjutkan  inventarisasi
Gambar 3. Seperangkat Alat Mini Microclimate Station Heavy Weather.  Alat  ukur  iklim  mikro  Heavy  Weather  sudah  terbukti  ketelitiannya  dari  rangkaian  penelitian  sebelumnya
Gambar 6.  Bagan Pemilihan Lokasi Penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Structural Ties (X3)adalah membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan. Dalam hal ini structural ties mengarah pada penghargaan dan pengertian yang tinggi

Melalui sumber artinya membandingkan data hasil wawancara dengan hasil pengamatan, membandingkan apa yang dikatakan orang atau informan tentang situasi penelitian dengan

IMT merupakan salah satu indeks penilaian status gizi sederhana yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.. seseorang maka semakin tinggi tingkat

Peserta lomba Nyanyi Seriosa mahasiswa putra/putri PTN dan PTS DIY terdaftar masih aktif yang dapat dibuktikan dengan KTM yang berlaku.. Peserta Lomba Nyanyi

bauran pemasaran ritel yang diterapkan oleh perusahaan yang terdiri dari produk, harga, lokasi, personalia dan presentasi secara serentak berpengaruh terhadap

Tahun 2003, PCV7 dapat mereduksi seluruh penyakit infeksi yang disebabkan oleh streptococcus pneumonia, sehingga bakteri ini dianggap sebagai penyebab utama CAP pada anak..

3 November 2020 331 discovery dengan adversity quotient rendah (A1B2) terlihat bahwa Mean Difference sebesar 19,05, artinya selisih antara rata-rata kelompok model brain

Setelah melakukan pembimbingan, telaahan, arahan dan koreksi terhadap penelitian skripsi berjudul :UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN PENDIDIKAN