BAB VII
TINJAUAN KHUSUS
OPTIMASI PEMBESIAN BORED PILE
7.1 Material Konstruksi
Material merupakan komponen yang penting dalam menentukan besarnya biaya suatu proyek, lebih dari separuh biaya proyek diserap oleh material yang digunakan (Nugraha, 1985). Pada tahap pelaksanaan konstruksi penggunaan material di lapangan sering terjadi sisa material yang cukup besar, sehingga upaya untuk meminimalisasi sisa material penting untuk diterapkan. Menurut Gavilan pada jurnal Devia dkk., 2010) material yang digunakan dalam konstruksi dapat digolongkan dalam dua bagian besar, yaitu :
1. Consumable material, merupakan material konstruksi yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari struktur fisik bangunan, misalnya: semen, pasir, batu pecah, batu bata, baja tulangan, keramik, cat dan lain-lain.
2. Non-consumable material, merupakan material penunjang dalam proses konstruksi, dan bukan merupakan bagian dari fisik bangunan, biasanya material ini bisa dipakai ulang dan pada akhir proyek akan menjadi sisa material juga, misalnya
7.2 Sisa material konstruksi
Sisa material adalah kelebihan kuantitas material yang digunakan/ didatangkan, tetapi tidak menambah nilai pekerjaan. (Asiyanto,2005). Menurut Skoyles pada jurnal (Wiguna, Rahmawati, Haposan, 1998) Construction waste dapat digolongkan kedalam dua kategori berdasarkan tipenya, yaitu :
1. Direct waste adalah sisa material yang timbul di proyek karena rusak, hilang dan tidak dapat digunakan lagi.
2. Indirect waste adalah sisa material yang terjadi di proyek karena volume pemakaian volume melebihi volume yang direncanakan, sehingga tidak terjadi sisa material secara fisik di lapangan dan mempengaruhi biaya secara tersembunyi (hidden cost).
7.3 Material besi
Besi tulangan merupakan material yang berfungsi struktural dan material yang bersama-sama dengan beton menjadi beton bertulang yang berfungsi struktural untuk menopang beban bangunan. Sehingga Material besi beton merupakan material yang memiliki prosentase terhadap biaya tertinggi yaitu berkisar 20% - 30%.
Besi tulangan diproduksi dalam bentuk batangan dengan panjang standart 12 m. Dalam pelaksanaannya, besi tulangan dipotong-potong sesuai design gambar struktur. Besi tulangan utuh yang dipotong-potong menjadi potongan besi berdasarkan kebutuhan desain
gambar dan umumnya akan menghasilkan sisa hasil potongan /waste. Berdasarkan teori ini, maka dapat disimpulkan bahwa umumnya sisa besi tulangan merupakan indirect waste.
a) Faktor penyebab terjadinya sisa mateial besi
Pembelian besi tidak sesuai spesifikasi karena besi sudah
mempunayi ukuran pabarikan yakni 12 m, jadi bila bentuk panjang yang di butuhkan hanya sekian meter besi beton di potongan sesuai yang diinginkan.
Ketidak profesionalan pekerja dalam mengolah material besi karena
mereka mendasarkan pengetahuan mereka pada pengalaman dan apa yang telah mereka lihat, padahal apa yang mereka lihat belum tentu benar.
Perubahan desain, terkadang desain harus disesuaikan dengan
kondisi lapangan yang sebenarnya ataupun terkadang pihak konsultan perencanaan mengirimkan perubahan desain.
Kesalahan manajemen pada pabrikasi pembesian meliputi
pemotongan, pembengkokan, dan perakitan.
Memilih besi berkualitas rendah karena kontraktor menginginkan
keuntungan yang berlebih sehingga besi yang dipesan hanya berdasarkan pembicaraan suplier saja. Ketika besi yang dipesan datang tidak sesuai sepesifikasi pabrik.
b) Syarat-syarat tulangan besi
Besi tulangan yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat (PBI 1971 N.I. - 2, 1971) sebagai berikut:
Besi tulangan yang dipakai tidak boleh cacat seperti retak,
lipatan, gelembung atau bagian yang kurang sempurna.
Besi tulangan yang dipakai harus bersih dari kotoran, minyak , karat.
Mempunya penampang yang sama rata.
Percobaan mekanik meliputi percobaan tarik, percobaan kekerasan
dan percobaan pukulan.
Pemotongan tulangan tidak boleh menggunakan alat pemanas
(las), harus menggunakan alat pemotong besi ( bar cutter ) atau gergaji besi.
c) Jenis tulangan besi
Jenis tulangan besi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Tulangan ulir, biasanya dinotasikan dengan (D) adalah batang baja yang pemukaan sisa luarnya tidak rata, tetapi bersirip atau berukir ((SNI 03-2847-2002, 2002) dan memiliki batas leleh 400MPa.
Tabel 7.1 Dimensi Nominal Tulangan Ulir
Diameter (mm) Berat (kg/m) Keliling (cm) Luas Penampang (cm2 ) 10 0,67 3,14 0,785 13 1,04 4,08 1,33 16 1,58 5,02 2,01
Diameter (mm) Berat (kg/m) Keliling (cm) Luas Penampang (cm2 ) 19 2,23 5,96 2,84 22 2,98 6,91 3,80 25 3,85 7,85 4,91 32 6,31 10,05 8,04 36 7,99 11,30 10,20 40 9,87 12,56 12,6 Sumber: http://rizaldyberbagidata.blogspot.co.id/2012/07/tulangan.html
2. Tulangan polos, biasanya dinotasikan dengan (O) adalah batang yang permukaan sisa luarnya rata, tidak bersirip dan tidak berukir( SNI 03-2847-2002) dan memiliki batas leleh 240 Mpa (RI,1993)
Table 7.2 Dimensi Efektif Tulangan Polos
Diameter (mm) Berat (kg/m) Keliling (cm) Luas penmpang (cm2) 6 0,222 1,88 0,283 8 0,395 2,51 0,503 10 0,617 3,14 0,785 12 0,888 3,77 1,13 16 1,58 5,02 2,01 Sumber: http://rizaldyberbagidata.blogspot.co.id/2012/07/tulangan.html
Berikut jenis tulangan yang biasa dipakai dalam dunia pembangunan konstruksi
Gambar 7.1 jenis tulangan Polos dan Tulangan Ulir
d) Pola Pemotongan Tulangan Besi
Menurut Ekwardo, Odit, 2008 studi dan Implementasi Algoritma optimasi pemotongan Bar Steel. Pola adalah bentuk atau model yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu objek atau bagian dari sesuatu objek, khususnya jika sesuatu objek yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu objek itu tidak akan memamerkan pola. Secara umum, pola dapat dikatakan sebagai cara untuk mengelola suatu objek.
Gambar 7.2 (a) dan (b) adalah contoh pola pemotongan satu dimensi. Sumber :http://www.perencanaanstruktur.com/2012/03/ketentuan-standard
Dalam pola pemotongan, yang dimaksud pengelolaan objek adalah bagiamana cara memotong-motong sebuah objek yang besar menjadi sebuah objek yang lebih kecil. Objek yang besar tersebut dikelola dengan dipotong-potong menjadi potongan yang lebih kecil dengan tujuan agar objek tersebut menjadi lebih berguna. Biasanya pemotongan terhadap suatu proyek dilakukan karena adanya kebutuhan terhadap objek yang lebih kecil, sedangkan yang objek yang tersedia tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Perbedaan cara yang ditempuh dalam melakukan
pemotongan terhadap suatu objek dapat menghasilkan sesuatu yang jauh berbeda satu sama yang lain.
e) Cara Pembengkokkan tulangan besi.
Cara pembengkokkan tulangan besi yaitu sebagai berikut:
1. Semua tulangan harus dibengkokkan dalam keadaan dingin, kecuali bila diizinkan lain oleh pengawas lapangan.
2. Tulangan yang sebagain sudah tertanam di dalam beton tidak dibengkokkan di lapangan, kecualin seperti yang ditentukan pada gambar rencana, atau diizinkan oleh pengawah lapangan (SK SNI 03-2002).
f) Detail Pembengkokan tulangan besi
Detail Pembengkokan tulangan besi harus memenuhi ketentuan sebagai berikut (SK SNI 03-2002):
1. Bengkokan 180° ditambah perpanjangan 4db, tapi tidak kurang dari 60 mm, pada ujung bebas kait.
2. Bengkokan 135° ditambah perpanjangan 6db, tapi tidak kurang dari 75 mm, pada ujung bebas kait.
3. Bengkokan 90° ditambah perpanjangan 12db pada ujung bebas kait. 4. Untuk sengkang dan kait pengikat :
- Batang D-16 dan yang lebih kecil, bengkokan 900 ditambah perpanjangan 6db, pada ujung bebah kait, atau batang D-19,D-22,
bebas kait ,atau batang D-25 dan yang lebih kecil, bengkokan
1350 ditambah perpanjangan 6db pada ujung bebas kait.
Gambar 7.4. Tabel Kait Standar untuk Tulangan Utama
Sumber :SNI
Keterangan :
d = diameter tulangan
D = 8d untuk tulangan D10 - D25 D = 10d untuk tulangan D29 - D32
Tabel 7.4. Pengurangan panjang baja tulangan jika dilakukan penekukan Sudut Tekuk (o) Besarnya Pengurangan
45 o - 90 o 2.5 diameter 135 o 2.5 diameter 180 o 5 diameter Sumber : http://www.perencanaanstruktur.com/2012/03/ketentuan-standard-penggambaran-detail.html
Tabel 7.5 Detail pembengkokan tulangan ujung Diameter
Tulangan (mm)
Berat per meter (kg/m)
Tekukan 90o Tekukan 180o
A (mm) A (mm) J (mm) D 10 0.617 160 130 80 D 13 1.04 210 165 105 D 16 1.58 260 200 130 D 19 2.23 310 240 155 D 22 2.98 360 276 175 D 25 3.85 410 315 200 D 29 5.19 500 427 290 D 32 6.31 550 470 320 Sumber :SNI 2002
g) Diameter Bengkokan Minimum
1) Diameter bengkokkan yang diukur pada bagian dalam batang tulangan tidak boleh kurang dari nilai dalam table berikut ini. Ketentuan ini tidak berlaku untuk sengkang dan sengkang ikat dengan D-10 hingga D-16.
2) Diameter dalam dari bengkokkan untuk sengkang dan sengkang ikat tidak boleh kurang dari 4db untuk batang D-16 dan yang lebih
kecil. Untuk batang yang lebih besar dari pada D-16, diameter bengkokkan harus memenuhi table berikut.
3) diameter dalam untuk bengkokkan jaring kawat baja las ( polos atau ulir) yang digunakan untuk sengkang dan sengkang ikat tidak boleh kurang dari 4db untuk kawat ulir yang lebih besar dari D7 dan
2db untuk kawat lainnya. Bengkokkan dengan diameter dalam
kurang dari 8db tidak boleh berada kurang dari 4db dari
persilangan las yang terdekat.
Table 7.6 Diameter bengkokkan minimum
Ukuran tulangan Diameter minimum
D-10 sampai dengan D-25 6db
D-29,D-32, dan D-36 8db
D-44 dan D-56 10db
Sumber : http://sipilworld.blogspot.co.id/2013/04/ketentuan-standard-detail-struktur.html
7.4. Optimasi Pembesian Bore pile
Pada proyek Branz Simatupang Apartemen ini di dalam perkembangan perencanaan desain terdapat penambahan beban dibeberapa titik bangunan dikarenakan kebutuhan desain gambar dan bangunan tersebut harus menyesuaikan. Sehingga gambar struktur mengalami perubahan. Karena ada penambahan beban lantai pada struktur atas, mengakibatkan beban menjadi bertambah. Dengan bertambahnya beban bangunan sehingga otomatis pondasi akan menyesuaikan terhadap beban yang diterima. Penyesuaiannya tersebut dengan menambah titik pondasi.
Dalam perencanaan awal terdapat 75 titik pondasi Ø1,000mm. Dalam penyesuaiannya bored pile Ø1,000mm ada penambahan titik pondasi baru berjumlah 12 titik, sehingga pondasi yang Ø1,000mm menjadi 87 titik. Secara estimasi biaya akan menambah cost dari pekerjaan tersebut. Akan tetapi pihak kontraktor memberikan solusi kepada pihak owner dengan menghitung ulang semua pondasi bored pile.
Untuk itu pihak kontraktor mengajukan seluruh titik tiang pondasi bored pile yang berdiameter Ø1,000mm untuk dikurangi jumlah besi utamanya dari gambar rencana 28D25 menjadi 18D25. Tentu itu juga pihak kontraktor mengajukan hal tersebut sesuai prosedur yang ada dan sesuai perhitungan dari para ahli Engineering Structure mereka.
Gambar 7.7 : Perhitungan perbandingan cost antara gambar rencana dengan gambar revisi Sumber : QS Lapangan
Dari hasil optimasi pembesian bored pile dari perubahan desain gambar pondasi bored pile Ø1,000mm dapat mengoptimalkan saving cost sebesar Rp. 253,191,000; atau 1,48% dari total biaya pekerjaan pondasi.
Gambar 7.8 Perhitungan perbandingan Selisih volume besiantara gambar rencana dengan gambar revisi 1
Sumber : QS Lapangan
Selisih perhitungan material besi dari gambar rencana dengan gambar revisi1 sebesar 1,009.61 kg. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada lampiran ke 3.
Sebelum gambar perubahan perencanaan titik pondasi berdiameter 1,000 mm secara perhitungan konstruksi sangat layak jumlah detail pembesiannya pun besi utamanya 28 D25. Karena kebutuhan konstruksi titik pondasi bored pile harus ditambah sebanyak 12 titik dan itu akan mempengaruhi secara biaya konstruksi. Pihak kontaktor mencari solusi untuk meminimalkan penambahan biaya konstruksi bahkan itu bisa jadi surplus. Solusi itu akhirnya terpecahkan oleh pihak kontaktor dan dengan persetujuan pihak owner melalui wakil owner tersebut yaitu pihak manajemen konstruksi. Solusinya dengan mengurangi pembesian utama yang awalnya 28D25 menjadi 18D25. Secara perhitungan konstruksi 18D25 masih layak dalam hitungan struktur tetapi kekuatan daya dukung bebannya berkurang. Pengurangan Pembesian dalam desain pondasi
bored pile tersebut dihitung oleh ahli engineering struktur dan sesuai prosedur. Dengan penambahan 12 titik pondasi yang baru akan menambah daya dukung beban di titik tertentu yang akan menjadikan konstruksi tersebut menjadi stabil.