AKTIVITAS ANTIANGIOGENESIS EKSTRAK METANOL DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus L.) TERHADAP
CHORIOALLANTOIC MEMBRANE YANG DIINDUKSI bFGF
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Stien Dwiny
NIM : 108114176
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
AKTIVITAS ANTIANGIOGENESIS EKSTRAK METANOL DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus L.) TERHADAP
CHORIOALLANTOIC MEMBRANE YANG DIINDUKSI bFGF
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Stien Dwiny
NIM : 108114176
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
For I know the plans I have for you, ”declares the Lord, “plans to prosper you and not to harm you, plans to give you hope and a future.
Jeremiah 29:11.
Sebuah karya yang kupersembahkan untuk :
Tuhan Yesus Kristus untuk berkat dan penyertaanNya yang luar biasa,
keluarga ku tercinta Papah Berger Tupak, Mamah Hawun, Bue Hartman,
Tambi Tien, Papah Agas, Mamah Rumbun, Abang Guestwin, Kakak Ben,
Adeh Risa yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi, semangat
dan dukungan yang luar biasa. Sahabat-sahabat ku tersayang, teman-teman
Farmasi USD 2010 dan almameter kebanggaanku Universitas Sanata
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Sang Maha Kasih dan Pencipta
Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Aktivitas Antiangiogenesis
Ekstrak Metanol Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus L.) Terhadap
Chorioallantoic Membrane Yang Diinduksi bFGF” merupakan karya ilmiah
penulis untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
membantu, memberikan dukungan, bimbingan, kritik, dan saran selama proses
penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Drh. Sitarina Widyarini MP, Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberi bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini
sehingga dapat menjadi lebih baik.
3. Ibu Phebe Hendra, Ph.D., Apt selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberi bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini
sehingga dapat menjadi lebih baik.
4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji telah banyak memberi arahan
viii
5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji telah banyak memberi
arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat menjadi
lebih baik.
6. Semua laboran dan staff laboratorium Fakultas Farmasi USD yang bersedia
membantu selama penelitian berlangsung.
7. Papah Berger Tupak, mamah Hawun, dan abang Guestwin tersayang atas doa,
dukungan, semangat dan perhatian hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
8. Teman - teman seperjuangan dalam penelitian Retno, Nover, Krisna untuk
kerjasama, bantuan, informasi dan semangat dalam proses penyusunan skripsi.
9. Sahabat - sahabat ku tersayang yang selalu memberikan motivasi dan semangat
Rosi, Lilin, Widya, Nita. Adik - adik kos mustika Salma, Crisna, Hesti.
10. Teman-teman angkatan 2010 khususnya FKK B 2010
11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi
informasi bagi pembaca.
Yogyakarta, 6 Agustus 2014
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH.. vi
x
B. Terapi Antiangiogenesis Pada Kanker... 19
C. Chorio Allantoic Membrane (CAM) Embrio Ayam... 21
D. Tanaman Kumis Kucing ... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 27
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 27
B. Variabel dan Definisi Operasional... 27
xi
2. Definisi Operasional... 28
C. Bahan Penelitian... 28
D. Alat Penelitian... 28
E. Tata Cara Penelitian... 28
1. Determinasi Tanaman... 28
2.Pembuatan Serbuk Daun Kumis Kucing... 29
3. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 29
4.Orientasi Kelarutan Ekstrak Metanol Daun Kumis Kucing ... 29
5. Sterilisasi Alat... 30
6. Pembuatan Larutan Uji dan Larutan bFGF... 30
7. Uji Antiangiogenesis... 30
F. Analisis Data... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 34
A. Determinasi Tanaman... 34
B. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 34
C. Aktivitas bFGF Dalam Menginduksi Angiogenesis... 35
D.Uji Daya Hambat Ekstrak Metanol Daun Kumis Kucing... 38
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Zat - Zat dan Kegunaan Zat yang Terkandung di Dalam
Daun Kumis Kucing... 24
Tabel II. Jumlah Pembuluh Darah Baru dan Penghambatan Angiogenesis
Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol... 40
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pengamatan Makroskopis Pembentukan Pembuluh
Darah Baru Berbagai Perlakuan ... 39
Gambar 2. Grafik Persentase Penghambatan Angiogenesis... 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman Kumis Kucing... 53
Lampiran 2. Surat Keterangan Ekstraksi Tanaman Kumis Kucing... 54
Lampiran 3. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis... 57
Lampiran 4. Data Perhitungan Kontrol bFGF... 60
Lampiran 5. Data Perhitungan Kontrol Pelarut... 62
Lampiran 6. Data Perhitungan Kelompok Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Kumis Kucing... 63
Lampiran 7. Foto Prosedur Kerja Uji CAM... 65
Lampiran 8. Hasil Uji HET-CAM... 66
Lampiran 9. Persentase Penghambatan Angiogenesis... 68
xv
DAFTAR SINGKATAN
bFGF basic Fibroblast Growth Factor
CAM Chorioallantoic membrane
COX Cyclooxygenase
DMSO Dimethyl sulfoxide
FGF Fibroblast growth factor
KLT Kromatografi lapis tipis
LAF Laminar air flow
MMPs Matrix metalloproteinases
PBS Phosphate buffered saline
TGF-β Transforming growth factor beta
TNF-α Tumor necrosis factor alfa
uPA urokinase plasminogen activator
xvi INTISARI
Daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus L.) mengandung flavonoid seperti eupatorin yang diduga mampu menekan proses angiogenesis melalui mekanisme tertentu sehingga dapat menghambat pertumbuhan sel tumor dan kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiangiogenesis dari ekstrak metanol daun kumis kucing dan untuk mengetahui kekerabatan antara peningkatan konsentrasi ekstrak metanol daun kumis kucing dengan aktivitas antiangiogenesis. Metode yang digunakan adalah Chorio Allantoic Membrane
(CAM) yang diinduksi basic-Fibroblast Growth Factor (bFGF).
Penelitian ini menggunakan telur ayam usia 9 hari kondisi terinkubasi yang dibagi ke dalam 3 variasi konsentrasi yaitu 20, 40 , 80 µg/mL. Aktivitas angiogenesis diamati dengan menghitung pembuluh darah rambut yang berasal dari pembuluh darah utama. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan melakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov Test dilanjutkan dengan one way
ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%, kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun kumis kucing memiliki aktivitas antiangiogenesis pada konsentrasi 20, 40 , 80 µ g/mL dengan persentase penghambatan 27,14; 49,98; dan 68,59 % dan memiliki kekerabatan antara peningkatan konsentrasi dengan aktivitas antiangiogenesis.
Kata kunci : Orthosiphon stamineus L., aktivitas antiangiogenesis, CAM
xvii ABSTRACT
Cat whiskers leaves (Orthosiphon Stamineus L.) contain flavonoids such eupatorin allegedly suppressed the angiogenesis process through certain mechanisms that can inhibit tumor cell growth and cancer. This study aims to determine the antiangiogenesis activity the methanol extract of the leaves cat's whiskers and to determine the genetic relationship between the increase in the concentration of methanol extract of cat's whiskers leaves with antiangiogenesis activity. The method used was Chorioallantoic Membrane (CAM) induced basic-Fibroblast Growth Factor (bFGF).
This study used a 9 days old chicken egg in incubation conditions were divided into 3 variation in concentrations of 20, 40, 80 µg / mL. Angiogenesis activity observed by counting the hairs blood vessels originating from the major blood vessels.The results were analyzed statistically by the Kolmogorov-Smirnov test for normality test, followed by one-way ANOVA with a level of 95%, followed by Tukey's test.
The results showed that the methanol extract of the cat’s whiskers leaves have antiangiogenesis activity at concentrations of 20, 40, 80 µg / mL with percentage inhibition of 27,14; 49,98; and 68,59 % and has a relationship between the increased concentration with antiangiogenesis activity.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di negara
berkembang. Sebanyak dua pertiga dari penderita kanker di dunia berada di
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Jumlah pasien kanker di Indonesia
mencapai 6% dari 200 juta lebih penduduk Indonesia. Apabila penyakit ini dapat
dideteksi pada tahap awal, maka lebih dari separuh penyakit kanker dapat dicegah,
bahkan dapat disembuhkan (Lubis, 2009).
Sel kanker dapat menyebar (metastasis) ke bagian tubuh lainnya yang
jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening,
sehingga kanker baru dapat tumbuh di tempat lain. Kanker merupakan penyakit
seluler yang kompleks dan melibatkan proses mikroevolusioner sehingga usaha
penyembuhannya sangat sulit (Giavazzi, 2000).
Angiogenesis merupakan peristiwa pertumbuhan pembuluh darah baru
(neovaskularisasi) yang memungkinkan sel mendapatkan suplai nutrien dan
oksigen, sehingga dapat terus bertahan hidup. Angiogenesis diketahui merupakan
kunci bagi perkembangan kanker (Giavazzi, 2000). Apabila ada agen kimia yang
mempunyai kemampuan menghambat neovaskularisasi, maka agen kimia tersebut
berpotensi besar dalam terapi pengobatan berbagai penyakit, termasuk kanker
2
Senyawa aktif antikanker sangat tersebar luas pada tanaman tingkat
tinggi dan meliputi berbagai golongan senyawa seperti tanin, terpena, flavonoid,
alkaloid, saponin, iridoid, lignan, glikosida, kuasinoid, dan protein (Santa, 1998).
Kumis kucing digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati
berbagai jenis dari penyakit yang berhubungan dengan angiogenesis, termasuk
rematik, tumor edema, obesitas, kebutaan akibat diabetes, dan psoriasis
(Jagannath, 2000). Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman kumis kucing
adalah orthosiphon, polifenol, saponin, sapofonin, flavonoid, mioinositol, garam
kalium (Dalimartha, 2000).
Berdasarkan penelitian yang sudah ada sebelumnya, ekstrak daun dari
kumis kucing mengandung antioksidan yang kuat, anti inflamasi, dan anti bakteri
yang terdiri dari lebih dari 20 senyawa fenolik, glikosida flavonol, lipofilik flavon,
turunan asam caffeic , seperti asam rosmarinic dan asam 2,3-dicaffeoyltartaric
dan inhibitor oksida nitrat isopimarane-diterpenes (Sumaryono, Proksch, Wray,
Witte, and Hartmann, 1991). Eupatorin merupakan salah satu golongan flavonoid
yang banyak terdapat dalam daun kumis kucing yang memiliki aktivitas
antiangiogenesis dengan mekanisme penghambatan pada reseptor VEGF
(Dolečková, et al., 2012).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sahib et al. (2009) menunjukkan
bahwa Orthosiphon stamineus Benth. memiliki aktivitas antiangiogenesis yang
diuji dengan menggunakan rat aorta assay. Pada penelitian tersebut juga
menyebutkan bahwa kumis kucing dengan penyari metanol memiliki aktivitas
dan air. Oleh sebab itu, pada penelitian ini digunakan kumis kucing dengan
penyari metanol dan aktivitas antiangiogenesis diuji dengan metode yang berbeda
yaitu dengan metode CAM.
Pengujian klinis dengan penggunaan hewan percobaaan yang telah dibuat
“kanker” membutuhkan tenaga dan biaya yang cukup tinggi di samping itu waktu
pengerjaannya relatif lama. Metode skrining tanaman yang berpotensi antikanker
sangat dibutuhkan, terutama metode yang dapat dengan mudah dikerjakan dan
cepat (Dwiatmaka, 2000).
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti bahwa ekstrak metanol
daun kumis kucing berpotensi sebagai antiangiogenesis yang di uji dengan metode
CAM yang diinduksi bFGF. Kelebihan dari metode ini antara lain mudah untuk
dilakukan, biaya rendah, dan dapat menghindari penggunaan hewan uji (Ridwan,
2013).
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
a. Apakah ekstrak metanol daun kumis kucing memiliki aktivitas antiangiogenesis
pada CAM embrio ayam yang diinduksi bFGF ?
b. Adakah kekerabatan antara peningkatan konsentrasi ekstrak metanol daun
kumis kucing dengan aktivitas antiangiogenesis pada CAM embrio ayam yang
4
2. Keaslian penelitian
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Sahib, et al
(2009) “Anti-Angiogenic and Anti Oxidant Properties of Orthosiphon stamineus
Benth. Methanolic Leaves Extract” dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak metanol dari Orthosiphon stamineus memiliki aktivitas antiangiogenesis
(93,28±1,23%). Uji antiangiogenesis yang dilakukan Sahib, et al, (2009),
dilakukan pada rat aortic. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sahib, et al, (2009) adalah model uji antiangiogenesis yang
digunakan. Dalam penelitian ini model uji antiangiogenesis yang digunakan
adalah model uji CAM embrio ayam. Berdasarkan pengetahuan dan penelusuran
pustaka yang dilakukan penulis mengenai “Aktivitas Antiangiogenesis Ekstrak
Metanol Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus L.) Terhadap
Chorioallantoic MembraneYang Diinduksi bFGF” belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Dapat memperkaya ilmu pengetahuan mengenai adanya aktivitas
antiangiogenesis pada ekstrak metanol daun kumis kucing.
b. Manfaat metodologi
Dapat memberikan pengetahuan mengenai tata cara pengujian aktivitas
antiangiogenesis ekstrak metanol daun kumis kucing mengunakan metode CAM
c. Manfaat Praktis
Dapat memberikan informasi mengenai adanya aktivitas antiangiogenesis
ekstrak metanol daun kumis kucing sebagai pengobatan kanker.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang ekstrak metanol
daun kumis kucing sebagai penunjang dalam pengobatan antikanker.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui aktivitas antiangiogenesis ekstrak metanol daun kumis
kucing dengan model CAM yang diinduksi bFGF.
b. Untuk mengetahui kekerabatan antara peningkatan konsentrasi ekstrak metanol
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kanker
Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan sel-sel
jaringan tubuh yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Sel-sel kanker terus
membelah diri, terlepas dari pengendalian pertumbuhan, dan tidak lagi menuruti
hukum-hukum pembiakan. Bila pertumbuhan tidak cepat dihentikan dan diobati
maka sel kanker akan berkembang terus. Sel kanker bersifat invasif lalu membuat
anak sebar (metastasis) ke tempat yang lebih jauh melalui pembuluh darah dan
pembuluh getah bening. Selanjutnya akan tumbuh kanker baru di tempat lain
sampai akhirnya penderita mati (Dalimartha, 1999).
1. Ciri Sel Kanker
Sel kanker mempunyai ciri khusus yang membedakan dengan sel normal
yaitu :
a. Sel kanker mampu mencukupi sinyal pertumbuhannya sendiri. Sel normal
memerlukan sinyal pertumbuhan mitogenik sebelum mereka berpindah
dari fase istirahat menuju fase aktif proliferatif. Ketergantungan pada
sinyal pertumbuhan ini tampak ketika sel normal mengalami propagasi
dalam kultur, dimana proliferasi hanya terjadi ketika ditambah dengan
tumor akan melakukan regenerasi tergantung pada sinyal
pertumbuhannya sendiri (Hanahan and Weinberg, 2000).
b. Tidak sensitif terhadap sinyal anti pertumbuhan (antiproliferasi). Sinyal
anti pertumbuhan dapat menghentikan proliferasi sel dengan dua
mekanisme yaitu sel dipaksa keluar dari jalur aktif proliferasi menuju
fase istirahat atau sel diinduksi melepaskan potensi proliferasi secara
permanen menuju ke fase akhir pembelahan (post mitotik). Sel kanker
harus dapat menghindari sinyal anti proliferatif ini, sehingga sel kanker
dapat terus tumbuh (Hanahan and Weinberg, 2000).
c. Kemampuan sel kanker untuk mencegah apoptosis. Apoptosis
merupakan program kematian sel. Pada keadaan ini, membran sel
dirusak, sitoplasma dan skeleton inti pecah, sitosol terlepas, kromosom
mengalami degradasi, sehingga akhirnya sel tersebut dimakan sel
tetangga dan hilang. Sel kanker mempunyai kemampuan dalam hal
mencegah apoptosis. Resistensi terhadap apoptosis ini diperoleh sel
kanker melalui beberapa cara, yang paling umum adalah melalui sebuah
mutasi yang melibatkan tumor supresor p53. Dengan adanya p53 yang
abnormal, membiarkan sel yang mengandung DNA yang rusak untuk
tetap bertahan dan melakukan replikasi yang diperlukan untuk
perkembangan sel kanker menjadi sel malignan (Hanahan and Weinberg,
2000).
d. Kemampuan sel melakukan replikasi potensial secara tak terbatas. Pada
8
tetap. Pada beberapa jaringan misalnya tulang, keadaan ini diatur dengan
tingginya kecepatan pembelahan sel yang diimbangi dengan hilangnya
sel dengan kecepatan yang sama (Thurston and Lobo, 1998). Pada sel
kanker tidaklah demikian, sel kanker terus tumbuh dan tidak mati. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya potensial replikasi yang tak terbatas, yang
diperlukan oleh sel kanker selama masa perkembangannya sampai
menjadi tumor ganas (Hanahan and Weinberg, 2000).
e. Sel kanker mampu menginduksi angiogenesis untuk mencukupi
kebutuhannya terhadap oksigen dan nutrisi. Oksigen dan nutrisi yang
disuplai oleh pembuluh darah sangat penting artinya bagi kelangsungan
hidup sel. Tingginya ketergantungan sel terhadap pembuluh darah kapiler
untuk mensuplai kedua kebutuhan di atas, menyebabkan sel - sel ini
kemudian membentuk pembuluh darah baru. Hal inilah yang dilakukan
oleh sel kanker untuk memperbesar ukurannya, agar mereka dapat
melakukan ekspansi ke jaringan lain. Oleh karena itu sel kanker terus
mengembangkan kemampuan angiogenesisnya (Hanahan and Weinberg,
2000).
f. Kemampuan sel kanker melakukan metastasis dan invasi. Dalam masa
perkembangannya, cepat atau lambat sebagian besar jenis kanker pada
manusia, massa tumor primernya dapat melahirkan sel-sel sekunder.
Sel-sel sekunder tersebut dapat berpindah tempat ke jaringan lain,
kemudian sel dapat tumbuh dan berkembang membentuk koloni baru
(Hanahan and Weinberg, 2000).
2. Penyebaran Kanker
Penyebaran kanker dapat terjadi melalui beberapa cara antara lain :
a. Melalui pembuluh limfe. Disebut sebagai penyebaran secara limfogen.
Sel kanker dengan mudah menginvasi pembuluh limfa melalui
celah-celah jaringan. Kelompok sel-sel membentuk embolus dalam aliran limfa
yang kemudian akan tersangkut ke limfonodi regional terdekat.
Perkembangan selanjutnya dapat menyebabkan penyumbatan (Govan,
1986).
b. Melalui pembuluh darah. Disebut juga penyebaran secara hematogen.
Sel-sel kanker mudah menembus dinding pembuluh vena yang
berdinding tipis. Sebagai embolus, sel-sel diangkut melalui aliran darah
vena, kemudian dapat tersangkut di organ paru, hati, atau organ yang lain
membentuk anak sebar. Dinding pembuluh darah arteri yang tebal sukar
ditembus oleh sel – sel kanker sehingga jarang ditemui penyebaran
melalui arteri. Hanya pada kanker paru atau anak sebar di paru-paru yang
dapat menyebar melalui arteri. Sel kanker sebagai embolus masuk ke
dalam jantung bagian kiri kemudian masuk ke pembuluh – pembuluh
arteri dan tersangkut pada organ tubuh yang menerima banyak darah
arteri misalnya ginjal, kelenjar endokrin terutama ginjal dan sumsum
10
c. Penyebaran perkontinuatum. Terjadi pada sel-sel kanker yang terletak
dalam rongga-rongga serosa seperti rongga perut, rongga pleura dan
rongga perikardium. Sel kanker dapat masuk ke dalam rongga-rongga ini
sehingga memungkinkan penempelan langsung pada sisi yang bervariasi
(Govan, 1986).
3.Karsinogenesis
Proses perkembangan kanker disebut karsinogenesis. Model
karsinogenesis yang umum menerangkan karsinogenesis sebagai proses yang
terbagi menjadi 4 tahap utama yaitu tahap inisiasi, tahap promosi, tahap progresif
dan metastasis (Schneider, 1997).
Inisiasi merupakan tahapan pertama ditandai dengan terjadi
perubahan-perubahan esensial di dalam sel. Inisiator terlibat dalam proses-proses pada
genom sel yang menginduksi perubahan spesifik (Bosman, 1996). Pada tahap
pertama karsinogenesis ini ada pembentukan metabolit reaktif yang mampu
berikatan secara kovalen dengan DNA sehingga menyebabkan terjadinya mutasi
pada DNA (King, 2000). Dengan perubahan genetik mengakibatkan proliferasi
yang abnormal dari sebuah sel. Perubahan ini dapat diwarisi tetapi kebanyakan
secara somatik yang disebabkan karena adanya kesalahan selama mitosis atau
terkena paparan agen karsinogen, seperti tembakau atau radiasi. Sel terinisiasi
atau sel prekanker dapat berubah kembali menjadi normal secara spontan, tetapi
berada dalam bentuk sel prekanker atau menuju terbentuknya sel malignan
Tahap promosi meliputi ekspresi mutasi yang dapat menyebabkan
perubahan fungsi seluler serta pertumbuhan yang sangat cepat dan pembentukan
populasi tumor jinak yang kecil. Promosi terjadi karena kesalahan acak selama
pembelahan sel atau paparan agen spesifik karsinogen. Perubahan genetik yang
mengakibatkan terjadinya promosi secara somatik (Schneider, 1997). Promotor
pada umumnya menimbulkan kerusakan jaringan atau sel yang tidak spesifik yang
mempercepat proses karsinogenesis (Bosman, 1996).
Pada tahap progresif meliputi manifestasi pertumbuhan dan
perkembangan tumor menjadi ganas. Pada tahap inilah terjadi angiogenesis atau
neovaskularisasi (Schneider,1997). Tumor hanya akan sebesar 1 mm tanpa
pembuluh darah baru, tapi dapat berekspansi menjadi tumor ganas dengan
produksi faktor pertumbuhan angiogenik dari sel kanker (King, 2000).
Tahap selanjutnya adalah metastasis meliputi beberapa langkah,
termasuk penyebaran sel kanker dari tumor primer, memasuki sistem sirkulasi
atau sistem limpatik dan pencapaian pada permukaan jaringan yang baru serta
berkembang di situ. Dengan cara ini sel kanker berpotensi untuk dibawa ke semua
tempat dalam tubuh dan berkembang dimanapun di seluruh tubuh (Schneider,
1997).
Kegagalan dalam mendeteksi atau mengoreksi kesalahan DNA adalah
langkah awal terjadinya proses sel menjadi karsinogenik. Kegagalan ini biasanya
terjadi pada individu yang mendapat warisan mutasi gen supresor tumor dari satu
orang tua dan kemudian terjadi mutasi pada gen lain pada kehidupan selanjutnya.
12
yang mengkode penekan tumor tertentu, yang tidak dapat dideteksi maupun
dikoreksi sepanjang hidupnya. Teori karsinogenesis yang multistep juga mengakui
banyaknya penyebab mutasi, banyaknya variabel yang berinteraksi terhadap
perkembangan kanker sepanjang tahun, dan kontribusi dari pewarisan dan
lingkungan yang ikut mencetuskan terjadinya kanker (Corwin, 2009).
Hubungan angiogenesis dengan metastasis disebutkan sebagai salah satu
cara penyebaran tumor secara hematogen dan limfogen. Sel-sel tumor
mengadakan penetrasi dengan cepat dan ikut aliran darah ke seluruh tubuh dan
menyebar ke organ lain (Folkman, 1976). Lebih lanjut dilaporkan bahwa
metastasis tumor sangat tergantung pada angiogenesis yang dikaitkan dengan
urutan penyebarannya, yaitu sel yang akan menjadi anak sebar tidak dapat keluar
dari tumor primer, sebelum tumor primer dialiri pembuluh darah. Sesudah
mencapai organ yang dituju, sel anak sebar harus mengalami angiogenesis agar
dapat tumbuh dan mencapai ukuran yang secara klinis dapat dideteksi (Folkman,
1996).
Invasi dan penyebaran metastasis terlihat sebagai suatu peristiwa yang
tergantung pada angiogenesis. Untuk mendukung konsep ini maka perlu
diperhatikan peran dari matriks yang mengendalikan migrasi sel endotel dan
pembentukan tubula, juga mengendalikan migrasi dan penyebaran sel tumor.
Berdasarkan sebuah pandangan praktis dari penemuan dan terapi obat,
kebanyakan inhibitor-inhibitor angiogenesis juga mempunyai aksi sebagai
Terdapat tiga agen yang dapat menyebabkan kanker, yaitu :
a. Karsinogen kimia berupa karbohidrogen polisiklik, amina aromatik,
nitrosamina dan nitrosamida, karsinogen pengalkil, asbestos dan
beberapa logam karsinogen serta karsinogen alamiah yang merupakan
produk metabolik sel terutama berasal dari jamur.
b. Karsinogen fisik berupa sinar radioaktif, sinar ultra violet, dan asap
rokok
c. Karsinogen biologik berupa parasit, bakteri, dan virus
(Sunarto, 1999).
Tingkatan perubahan sel pada pertumbuhan kanker adalah sebagai
berikut :
a. Hiperplasi yaitu pembengkakan organ tubuh akibat pertumbuhan sel-sel
baru yang abnormal karena hilangnya kontrol pertumbuhan.
b. Metaplasi yaitu perubahan epitel suatu jenis jaringan dewasa menjadi
jaringan lain yang juga dewasa.
c. Displasi yaitu perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dalam hal
bentuk, besar, dan orientasinya. Masih bersifat reversibel.
d. Anaplasi yaitu perubahan serupa displasi yang menyimpang lebih jauh
dari normal. Merupakan suatu ciri tumor ganas yang bersifat ireversibel.
e. Karsinoma insitu yaitu gambaran sel menjadi sangat atopik namun belum
terdapat pertumbuhan infiltratif.
f. Invasi yaitu sel kanker telah menembus lapisan basal jaringan.
14
4. Angiogenesis
Kanker mampu untuk membentuk pembuluh darah baru (angiogenesis).
Angiogenesis merupakan proliferasi jala-jala pembuluh darah yang berpenetrasi
ke dalam pertumbuhan jaringan kanker untuk mensuplai nutrisi, oksigen, dan
membuang produk sisa. Tumor angiogenesis sebenarnya dimulai saat sel kanker
melepas molekul yang mengirim sinyal ke jaringan normal sekitar. Sinyal ini
mengaktivasi gen tertentu dalam jaringan pejamu yang selanjutnya membuat
protein untuk merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru (Sudiono, 2008).
a. Tahapan angiogenesis. Tahap - tahap angiogenesis dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1). Kumpulan sel pada jaringan yang mengalami kerusakan (luka) atau
mengalami hipoksia, akan melepaskan faktor angiogenik (berupa faktor
pertumbuhan dan protein rantai pendek lainnya) yang dapat berdifusi ke
sel-sel pada jaringan sekitarnya. Menyusul proses tersebut, terjadi pula
proses inflamasi. Pada proses inflamasi, pembuluh darah kecil yang
terdapat secara lokal memegang peranan penting dalam proses yang
terjadi selanjutnya karena pembuluh darah merupakan suatu jaringan
yang dilapisi oleh sel endotel, yang akan berinteraksi dengan faktor
peradangan dan angiogenik. Faktor-faktor angiogenik ini dapat menarik
dan mendorong proliferasi sel endotel dan sel radang. Menjelang proses
migrasi, sel-sel radang juga mensekresi molekul-molekul yang juga
berperan sebagai stimulus angiogenik (Frisca, Sardjono, dan Sandra,
2). Faktor angiogenik berupa faktor pertumbuhan kemudian berikatan
dengan reseptor yang spesifik terdapat pada reseptor sel endotel di sekitar
lokasi pembuluh darah lama. Ketika faktor angiogenik berikatan dengan
reseptornya, sel endotel akan teraktivasi dan menghasilkan sinyal yang
kemudian dikirim dari permukaan sel ke nukleus. Organel-organel sel
endotel kemudian mulai memproduksi molekul baru antara lain adalah
enzim protease yang berperan penting dalam degradasi matriks
ekstraseluler untuk mengakomodasi percabangan pembuluh darah
(Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).
3). Disosiasi sel endotel dari sel-sel di sekitarnya, yang distimulasi oleh
faktor pertumbuhan angiopoietin, serta aktivitas enzim-enzim yang
dihasilkan oleh sel endotel yang teraktivasi, seperti uPA dan MMPs,
dibutuhkan untuk menginisiasi terbentuknya pembuluh darah baru.
Dengan sistem enzimatik tersebut, sel endotel dari pembuluh darah lama
akan mendegradasi matriks ekstraseluler dan menginvasi stroma dari
jaringan-jaringan di sekitarnya sehingga sel-sel endotel yang terlepas dari
matriks ekstraseluler ini akan sangat responsif terhadap sinyal angiogenik
(Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).
4). Degragasi proteolitik dari matriks ekstraseluler segera diikuti dengan
migrasinya sel endotel ke matriks yang terdegradasi. Proses tersebut
kemudian diikuti dengan proliferasi sel endotel yang distimulasi oleh
16
degradasi matriks ekstraseluler, seperti fragmen peptida, fibrin, atau asam
hialuronik (Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).
5). Sel endotel yang bermigrasi tersebut kemudian mengalami elongasi
dan saling menyejajarkan diri dengan sel endotel lain untuk membuat
struktur percabangan pembuluh darah yang kuat. Proliferasi sel endotel
meningkat sepanjang percabangan vaskular. Lumen kemudian terbentuk
dengan pembengkokan (pelengkungan) dari sel-sel endotel. Pada tahap
ini kontak antar sel endotel mutlak dibutuhkan (Frisca, Sardjono, dan
Sandra, 2009).
6). Struktur pembuluh darah yang terhubung satu sama lain membentuk
rangkaian atau jalinan pembuluh darah untuk memediasi terjadinya
sirkulai darah. Pada tahap akhir, pembentukan struktur pembuluh darah
baru akan distabilkan oleh sel mural (sel otot polos dan pericytes) sebagai
jaringan penyangga dari pembuluh darah yang baru terbentuk. Tanpa
adanya sel mural, struktur dan jaringan antar pembuluh darah sangat
rentan dan mudah rusak (Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).
b. Faktor – faktor angiogenesis. Berdasarkan aksi dan targetnya,
faktor-faktor angiogenik dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu sebagai berikut
:
1). Kelompok faktor angiogenik yang memiliki target sel endotel, untuk
menstimulasi proses mitosis. Contohnya faktor angiogenik VEGF dan
angiogenin yang dapat menginduksi pembelahan pada kultur sel endotel
2). Kelompok kedua merupakan molekul yang mengaktivasi sel target
secara luas selain sel endotel. Beberapa sitokin, kemokin, dan enzim
angiogenik termasuk dalam kelompok ini. FGF-2 atau bFGF merupakan
sitokin kelompok ini yang pertama kali dikarakterisasi (Frisca, Sardjono,
dan Sandra, 2009).
3). Kelompok ketiga merupakan faktor yang bekerja tidak langsung.
Faktor-faktor angiogenik pada kelompok ini dihasilkan dari makrofag,
sel endotel, atau sel tumor. Kelompok faktor yang paling banyak
dipelajari adalah TNF-α dan TGF-β yang menghambat poliferasi sel
endotel in vitro. Secara in vivo, TGF-β menginduksi angiogenesis dan
menstimulasi ekspresi TNF-α, FGF-2, platelet derived growth factor dan
VEGF dengan menarik sel-sel inflamatori. TNF-α diketahui
meningkatkan ekspresi VEGF dan reseptornya, interleukin-8, dan FGF-2
pada sel endotel. Aktivitas TNF-α ini menjelaskan peranannya dalam
angiogenesis secara in vivo. (Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).
Beberapa kemungkinan mekanisme stimulasi angiogenesis oleh faktor
angiogenik tipe ini antara lain :
a). Mobilisasi makrofag dan mengaktivasi sel endotel untuk mensekresi
hormon pertumbuhan atau faktor kemotaktik sel endotel pembuluh darah,
atau bahkan mensekresi keduanya.
b). Menyebabkan terjadinya pelepasan mitogen sel endotel (contohnya
18
c). Menstimulasi pelepasan penyimpanan intraseluler faktor pertumbuhan
sel endotel.
(Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).
5. Basic fibroblast growth factor (bFGF)
bFGF disebut juga FGF-2 adalah suatu polipeptida yang menginduksi
proliferasi, migrasi dan produksi protease pada kultur sel endotel dan
neovaskularisasi in vivo. bFGF mampu berinteraksi dengan sel endotel melalui
reseptor FGF tirosin kinase dan reseptor heparan sulphate proteoglycam di
permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Jadi, bFGF berkaitan dengan matriks
ekstraseluler endotel invitro dan in vivo (Cooper, 1995).
bFGF produksinya sedikit pada sel normal namun meningkat pada
keadaan kanker dan pada sel normal yang beroksigen rendah (hipoksia). Faktor
pertumbuhan VEGF dan FGF mempunyai efek sinergis pada sel endotel dan dapat
disimpan sebagai kompleks inaktif dengan proteoglikan matriks ekstraseluler
seperti heparan, dan bentuk aktifnya akan dilepaskan oleh digesti matriks
ekstraseluler. Angiogenesis tidak hanya berkaitan dengan proliferasi tapi juga
proteolisis dan kemotaksis, molekul-molekul yang terlibat dalam pengaturannya
tentunya memperlihatkan efek ini sehingga bFGF merupakan faktor angiogenik
yang poten karena bFGF dapat menstimulasi ketiga fase yang dibutuhkan dalam
proses angiogenesis yaitu proliferasi, sekresi protease dan kemotaksis sel endotel.
bFGF juga mempunyai reseptor yang terdistribusi lebih luas dibandingkan
Ekspresi yang berlebihan dari polipeptida bFGF normal tidak dapat
menginduksi transformasi sel. Hanya jika bFGF diubah strukturnya hingga
perubahan struktur ini mengijinkan produknya memasuki jalur sekresi normal,
maka bFGF menjadi onkogen. Oleh karena itu transformasi autokrin oleh bFGF
mungkin berperan dalam perkembangan kanker pada manusia (Cooper, 1995).
B. Terapi Antiangiogenesis Pada Kanker
Pendekatan terapetik untuk pengobatan kanker melalui mekanisme
antiangiogenesis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Agen vaskulostatis, merupakan agen yang menggangu proses pembentukan
pembuluh darah baru.
b. Agen vaskulostatin, merupakan agen yang menggunakan elemen pembuluh
darah untuk mencapai toksisitas tertentu, sehingga menghasilkan efek anti tumor.
(Kerbel and Folkman, 2002).
Terapi dengan inhibitor angiogenesis telah dikembangkan dengan sasaran
vascular endothelial cells dan angiogenesis pada tumor. Inhibitor angiogenesis
dibedakan berdasarkan kerjanya yaitu secara langsung (direct) dan tidak langsung
(indirect). Direct angiogenesis inhibitor seperti vitaxin dan angiostatin mencegah
proliferasi, migrasi, dan penghindaran kematian sel pada vascular endothelial
cells sebagai respon terhadap faktor angiogenik. Indirect angiogenesis inhibitor
umumnya menghambat ekspresi dan aktivasi faktor angiogenik yang dihasilkan
oleh tumor atau menghambat ekspresi reseptornya pada sel endotel (Kerbel and
20
Pembuluh darah baru yang terbentuk akibat proses angiogenesis
berfungsi mensuplai oksigen dan nutrisi yang penting bagi perkembangan sel
kanker. Terapi antiangiogenesis dilakukan dengan cara menghambat sintesis
protein angiogenesis yang dihasilkan sel kanker, menetralkan protein
angiogenesis, menghambat reseptor endotel protein angiogenesis, atau secara
langsung menginduksi apoptosis sel endotel (Wu, Huang, and Chang, 2008).
Terapi antiangiogenesis mengusung konsep bahwa pertumbuhan tumor
dapat dihambat ke tahap dormant melalui pemblokiran proses angiogenesisnya
yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru. Terapi antiangiogenesis
merupakan mekanisme pemberian penghambat angiogenesis dari luar yang
diarahkan untuk sel normal yaitu sel endotel. Sehingga salah satu keuntungan dari
terapi ini adalah dapat menghindari terjadinya acquired drug resistance, yang
merupakan suatu gejala yang sering terjadi pada sebagian besar pengobatan
kanker. Acquired drug resistance merupakan kemampuan sel tumor untuk
menahan efek obat yang mematikan sebagian besar anggota spesiesnya. Dalam
keadaan ini, sel tumor tadi menjadi resisten terhadap pengobatan (Putri, 2009).
Terapi antiangiogenesis memiliki toksisitas kecil, dapat digunakan dalam
berbagai jenis tumor primer termasuk tumor metastasis, dan efektif karena
kerusakan sedikit saja pada microvessel sel kanker dapat menyebabkan sel kanker
kekurangan nutrisi dan mati. Selain itu sel-sel endotel yang secara genetik stabil
sehingga kecil kemungkinannya untuk mengalami mutasi yang memungkinkan
C. Chorioallantoic Membrane (CAM) Embrio Ayam
Chorioallantoic membrane dari embrio ayam merupakan jaringan yang
terbentuk setelah tujuh hari masa inkubasi yang merupakan gabungan dari chorion
dan allantois. Secara struktural lapisan terluar adalah lapisan epitelium yang
terbentuk dari trophoblas yang melapisi allantois. Struktur matrik dan pembuluh
darah pada CAM analogis dengan retina dan pembuluh darahnya. CAM ayam
yang sudah matang dapat dibagi menjadi beberapa lapisan stratum yang tipis yang
tersusun dari sel epitel yang memungkinkan adanya migrasi termasuk pertukaran
gas dan absorbsi kalsium (Leng, et al., 2004).
Terdapat beberapa metode lain selain CAM yang dapat digunakan untuk
melakukan uji angiogenesis antara lain uji ring aorta tikus, uji chick aortic arch,
uji corneal angiogenesis pada mata kelinci atau tikus, dan uji matrigel plug
(Auerbach, Lewis, Shinners, Kubai, andAkhtar, 2003).
Metode CAM menggunakan telur fertil yang diinkubasi pada inkubator
pada suhu 36-37oC. Periode inkubasi untuk telur fertil yang digunakan untuk
CAM adalah 8-12 hari (D’Arcy and Howard, 1996). Alantois pada embrio unggas
akan nampak pada 3,5 hari setelah inkubasi. Allantoic vesicle akan bertambah
besar secara cepat dari hari ke-4 hingga hari ke-5. Pada proses ini lapisan
mesodermis dari alantois bergabung dengan lapisan mesodermis chorion
membentuk CAM. Pada lapisan mesodermis ini terjadi perkembangan jaringan
vaskular (Cimpean, Ribatti, and Raica, 2008). Keuntungan dari uji CAM adalah
biaya rendah, simpel, dapat dipercaya, dan dapat digunakan untuk skrining dalam
22
D. Tanaman Kumis Kucing 1. Nama tumbuhan
Nama ilmiah : Orthosiphon stamineus L.
Nama daerah : remujung (Jawa Tengah), kumis kucing (Melayu), kumis
kucing(Sunda), soengot koceng (Madura)
Nama asing : cats whiskers (Inggris), mao xu cao (Cina)
(Hariana, 2008).
2. Sinonim
Tanaman kumis kucing mempuyai nama botani Orthosiphon stamineus
Benth., dan mempunyai sinonim Orthosiphon aristatus Miq., Orthosiphon
spicatus B.Bs, Orthosiphon grandiflorus Bold. (Dalimartha, 2000).
3. Sistematika tumbuhan
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Solanales
Suku : Lamiaceae
Marga : Orthosiphon
Jenis : Orthosiphon stamineus L.
4. Deskripsi
Habitus : semak, tahunan, tinggi 50-150 cm. Batang : berkayu, segi
empat, beruas, bercabang, coklat kehijauan. Daun : tunggal, bulat telur, belah
ketupat memanjang atau bentuk lidah tombak panjang 7-10 cm, lebar 0,8-5 cm,
tepi bergerigi, ujung dan pangkal runcing, tipis, hijau, permukaan licin tetapi pada
tepi daun dan di atas tulang daun terdapat rambut pendek, terutama pada
permukaan bawah, tulang daun menyirip halus, urat daun sedikit. Bunga :
majemuk, bentuk tandan, di ujung ranting dan cabang, kelopak berlekatan, ujung
terbagi empat, kepala sari ungu, putik satu, putih, mahkota ungu pucat, bagian
atas tertutup rambut pendek ungu putih. Buah : kotak, bulat telur, masih muda
hijau setelah tua hitam. Akar : tunggang, putih kotor (Anonim, 2000).
5. Kandungan kimia
Kumis kucing mengandung orthosiphonin glikosida, zat samak, minyak
atsiri, minyak lemak, saponin, sapofonin, garam kalium, mioinositol, dan
sinensetin. Kalium berkhasiat diuretik dan pelarut batu saluran kencing, sinensetin
berkhasiat antibakteri (Dalimarta, 2000).
Daun kumis kucing mengandung minyak atsiri 0,02-0,06%, terdiri dari
60 macam sesquiterpen dan senyawa fenolik. Flavonoid lipofilik 0,2 % dengan
kandungan utama sinensetin, eupatorin, skutellarein, tetrametil eter, salvigenin,
ramnazin. Glikosida flavonol, turunan asam kaffeat (terutama rosmarinic acid dan
2,2-24
dimethyl [2H, 1-benzopyran]-yl), saponin, garam kalium (3%) dan myoinositol.
(Sudarsono dkk, 1996).
Eupatorin merupakan salah satu golongan flavonoid yang banyak
terdapat dalam daun kumis kucing yang memiliki aktivitas antiangiogenesis
dengan mekanisme penghambatan pada reseptor vascular endothelial growth
factor (Dolečková, et al., 2012).
Tabel I. Zat - zat dan kegunaan zat yang terkandung di dalam daun kumis kucing
Menghambat penyerapan glukosa di usus
Orthosipon glikosida Diuretik Antiinflamasi
Saponin
Antiseptik
Menghambat Na+ / D-glucose contransport system (SGLUT) di membran brush border intestinal
Garam Kalium Metabolisme energi
Katalisator sintesis glikogen dan protein
Myoinositol
Aktivitas lipotropik
Mengatur respon sel terhadap rangsang dari luar Transmisi saraf
Pengaturan aktivitas enzim
(Almatsier, 2004)
E. Landasan Teori
Pembuluh darah baru yang terbentuk akibat proses angiogenesis
berfungsi mensuplai oksigen dan nutrisi yang penting bagi perkembangan sel
protein angiogenesis yang dihasilkan sel kanker, menetralkan protein
angiogenesis, menghambat reseptor endotelial protein angiogenesis, atau secara
langsung menginduksi apoptosis sel endotelial (Wu, Huang, dan Chang, 2008).
Ekstrak daun kumis kucing mengandung antioksidan yang kuat, anti
inflamasi, dan anti bakteri yang mengandung lebih dari 20 senyawa fenolik,
glikosida flavonol, lipofilik flavon, turunan asam caffeic, seperti asam rosmarinic
dan asam 2,3-dicaffeoyltartaric dan inhibitor oksida nitrat isopimarane-diterpenes
(Sumaryono, dkk., 1991).
Eupatorin merupakan salah satu golongan flavonoid yang banyak
terdapat dalam daun kumis kucing yang memiliki aktivitas antiangiogenesis
dengan mekanisme penghambatan pada reseptor vascular endothelial growth
factor (Dolečková, et al., 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sahib, et al. (2009), daun
kumis kucing yang diektraksi dengan penyari metanol memiliki kandungan
antioksidan dan aktivitas antiangiogenesis yang tinggi diuji dengan rat aortic
assay. Aktivitas antiangiogenesis pada penelitian ini diuji dengan model CAM
embrio ayam.
F. Hipotesis
1. Ektrak metanol daun kumis kucing memiliki aktivitas antiangiogenesis pada
26
2. Terdapat kekerabatan antara peningkatan konsentrasi ekstrak metanol daun
kumis kucing dengan aktivitas antiangiogenesis padaCAM embrio ayam yang
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan lengkap pola searah. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk jenis
penelitian eksperimental murni yaitu dengan melakukan percobaan pada
kelompok perlakuan dan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rancangan
penelitian ini menggunakan rancangan lengkap pola searah. Penelitian ini
dilakukan secara lengkap yaitu terdapat kontrol negatif, kontrol positif dan
kelompok perlakuan. Pola searah yaitu dengan memberikan perlakuan yang sama
dengan kelompok perlakuan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Teknologi dan Formulasi Steril
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma serta Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada.
B.Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas berupa konsentrasi ekstrak daun kumis kucing.
b. Variabel tergantung berupa banyaknya pembuluh darah baru.
c. Variabel pengacau terkendali berupa tempat tumbuh tanaman, cara panen,
cara pengeringan dan pembuatan simplisia, dan jumlah (gram) daun segar
28
d. Variabel pengacau tak terkendali berupa cuaca dan musim.
2. Definisi operasional
Pembuluh darah baru adalah pembuluh darah rambut yang keluar dari
pembuluh darah utama.
C.Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan antara lain : ekstrak daun kumis kucing,
CAM yang berasal dari telur ayam dalam kondisi terinkubasi, larutan bFGF, PBS,
DMSO, aquadest steril, aquabidest steril, etanol 70%, larutan povidone iodine,
kertas payung, kapas, cotton buds, paper disc berisi ampisilin.
D.Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : inkubator,
teropong telur, mini drill, gunting bedah, penyedot udara, lampu spiritus, pinset,
scalpel, kamera, LAF, kaca pembesar, oven, ayakan, autoklaf, mikropipet, dan
alat-alat gelas.
E.Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman kumis kucing dilakukan di Laboratorium
2.Pembuatan serbuk daun kumis kucing
Daun kumis kucing diperoleh dari daerah Prambanan, Yogyakarta yang
dipanen pada bulan Juni 2013. Daun kumis kucing yang telah dikumpulkan,
dibersihkan dengan air mengalir kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di
bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Langkah selanjutnya adalah
memasukan ke dalam oven untuk mempercepat proses pengeringan. Simplisia
kering memiliki ciri bila diremas bergemerisik dan berubah menjadi serpihan
dengan kadar air < 10% (Herawati, Nuraida, dan Sumarto, 2012). Simplisia yang
kering kemudian digiling hingga menjadi serbuk halus dengan blender, kemudian
di ayak dengan ayakan. Simplisa serbuk ditimbang sebanyak 500 gram. Ekstraksi
dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM
dengan metode maserasi dengan penyari metanol.
3. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Identifikasi flavonoid dilakukan di LPPT UGM dengan menggunakan
metode KLT dengan fase gerak butanol-asam asetat-air (3:1:1) dan fase diam
silika gel 60 F254 (Al - Sheet). Pembanding yang digunakan yaitu rutin.
4. Orientasi kelarutan ekstrak metanol daun kumis kucing
Orientasi kelarutan ekstrak metanol daun kumis kucing dilakukan dengan
menggunakan pelarut DMSO. DMSO ditambahkan pada beberapa mg ekstrak
sampai ekstrak larut, kemudian diencerkan dengan aquabidest steril. Konsentrasi
30
5. Sterilisasi alat
Alat-alat yang digunakan untuk uji antiangiogenesis dicuci bersih dan
dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas payung dan disterilkan dengan
pemanasan basah dalam autoklaf, suhu 121oC selama 15-30 menit.
6. Pembuatan larutan uji dan larutan bFGF
a. Preparasi bFGF Sebagai Induktor Angiogenesis. bFGF yang digunakan
sebanyak 25 ng/µ L menggunakan larutan PBS pH 7,4 kemudian diencerkan
sehingga didapat kadar 1 ng/µ L. Preparasi bFGF ini dilakukan secara aseptis
di dalam LAF. Kadar bFGF yang diberikan untuk setiap telur perlakuan
terinduksi adalah 10 ng.
b. Preparasi Sediaan Larutan Uji. Ekstrak metanol daun kumis kucing
dilarutkan dengan DMSO – aquabidest steril kemudian dibuat seri
konsentrasi (20, 40 dan 80 µg/mL). Konsentrasi pelarut (DMSO –
aquabidest steril) disesuaikan dengan hasil orientasi kelarutan ekstrak
metanol daun kumis kucing. Preparasi dilakukan secara aseptis dalam LAF.
7. Uji antiangiogenesis
Satu atau beberapa hari sebelum diberi perlakuan telur diinkubasi dalam
inkubator laboratorium pada suhu 37oC agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan barunya. Telur ayam usia 9 hari diberikan perlakuan. Tahap awal
perlakuan yaitu dengan membersihkan telur dari kotoran yang menempel di
yang meliputi batas ruang udara, lokasi embrio dan daerah yang akan dibuat segi
empat (jendela) berukuran 1x1 cm di atas embrio menggunakan pensil. Lokasi
embrio diketahui melalui candling menggunakan cahaya lampu pada telur.
Kerabang telur pada bagian kutub yang mengandung ruang udara dan kerabang di
atas embrio dibersihkan dengan larutan povidone iodine. Selanjutnya pada ruang
udara tersebut dibuat lubang kecil dan pada daerah yang dibuat segi empat
(jendela) dibuat luka dengan menggunakan mini drill dan scalpel.
Udara dari ruang udara disedot dengan penyedot udara sampai berpindah
dari kutub kerabang bagian atas telur. Perlakuan ini dilakukan dengan posisi telur
horizontal, di ruang gelap, dan melalui candling, sehingga ruang udara buatan
yang terbentuk di atas embrio dapat terlihat.
Kerabang telur di atas embrio dipotong dengan mini drill untuk
membuat lubang segiempat dengan luas 1x1 cm. Melalui lubang ini paper disc
untuk setiap perlakuan diimplantasi ke dalamtelur. Subyek uji berupa telur dibagi
secara acak dalam 6 kelompok (masing-masing perlakuan terdiri dari 3 telur),
sebagai berikut :
1) Kelompok I adalah telur dengan implantasi paper disc.
2) Kelompok II adalah kelompok dengan implantasi paper disc + pelarut (DMSO
– aquabidest steril).
3) Kelompok III kelompok kontrol bFGF + pelarut adalah kelompok telur dengan
implantasi paper disc termuati bFGF 10 ng + pelarut (DMSO – aquabidest
32
4) Kelompok IV, V dan VI merupakan kelompok perlakuan yang digunakan
untuk melihat efek penghambatan ekstrak metanol daun kumis kucing dengan
3 variasi konsentrasi (20, 40 dan 80 µg/mL). Kelompok ini adalah kelompok
telur implantasi paper disc termuati bFGF 10 ng + larutan ekstrak metanol
daun kumis kucing dengan masing-masing konsentrasi sebanyak 10 µL.
Setelah diberi perlakuan implantasi paper disc sesuai kelompok
perlakuan, lubang kecil pada daerah kutub dan lubang segiempat ditutup dengan
parafin solidum yang dicairkan. Kemudian telur diinkubasi pada suhu 37oC
dengan kelembaban relatif 60% selama 3 hari atau 72 jam dengan inkubator,
kemudian telur dimasukkan ke dalam kulkas selama 24 jam. Telur dibuka (umur
12 hari) dengan cara menggunting cangkang telur menjadi dua bagian dimulai
dari cangkang yang dekat dengan rongga udara menggunakan gunting bedah
secara hati-hati agar tidak merusak chorioallantoic membrane telur, setelah itu
chorioallantoic membrane dibersihkan secara hati-hati dengan aquabidest steril.
Chorioallantoic membrane yang melekat pada bagian cangkang yang terdapat
paper disc diamati secara makroskopi. Pengamatan makroskopi dilakukan secara
langsung dan tidak langsung. Pengamatan makroskopi secara langsung dilakukan
dengan bantuan kaca pembesar dan dikuantifikasi dengan menghitung jumlah
pembuluh darah baru yang terbentuk pada paper disc dan di sekitar paper disc
dan secara tidak langsung dengan foto kamera hasil CAM. Pembuluh darah baru
yang dihitung yaitu pembuluh darah yang tipis pada paper disc dan di sekitar
F. Analisis Data
Efek penghambatan tersebut diamati secara deskriptif dengan
menghitung banyaknya jumlah pembuluh darah baru yang terbentuk pada dan
disekitar paper disc menggunakan bantuan kaca pembesar. Setiap pembuluh darah
baru diberi nilai satu. Pengamatan dilakukan oleh 4 orang sehingga hasilnya
berupa rata-rata pengamatan yang dilakukan oleh 4 orang, hal ini dilakukan untuk
mengurangi subyektifitas hasil pengamatan. Pengamatan terhadap pembuluh
darah baru yang terbentuk pada dan di sekitar paper disc harus dibedakan dengan
pembuluh darah utama atau asal dari CAM. Pembuluh darah utama pada CAM
mempunyai ukuran yang lebih besar, sedangkan pembuluh darah baru merupakan
pembuluh darah yang lebih halus atau kecil (Ribatti et al.,1999).
Data berupa persentase terbentuknya pembuluh darah baru pada CAM
dengan ekstrak metanol daun kumis kucing selanjutnya dihitung sebagai
persentase pertumbuhan relatif terhadap kontrol pelarut dengan menggunakan
rumus:
% pertumbuhan pembuluh darah baru = A/B x 100%
Keterangan : A= jumlah rerata pembuluh darah baru pada perlakuan ekstrak
B= jumlah pembuluh darah baru pada kontrol bFGF
% penghambatan = 100% - persentase pertumbuhan relatif terhadap kontrol bFGF
(Ribatti et al., 1999)
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan melakukan uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov Test dilanjutkan dengan one way ANOVA
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa
tanaman kumis kucing yang digunakan pada penelitian ini telah sesuai sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan bahan yang akan digunakan sebagai
tanaman uji. Determinasi tanaman kumis kucing (lampiran 1) dilakukan di
Laboratorium Sistematika Tumbuhan, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
pada tanggal 6 Juni 2014 yang menyatakan bahwa bahan yang digunakan pada
penelitian ini memang benar tanaman kumis kucing dengan spesies Orthosiphon
stamineus L.
B.Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Identifikasi ekstrak metanol daun kumis kucing dilakukan dengan
menggunakan metode KLT dengan fase gase gerak butanol-asam asetat-air
(3:1:1) dan fase diam Silicagel 60 F254 (Al - Sheet). Standar yang digunakan
yaitu rutin. Pengujian KLT dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian
Terpadu UGM.
Berdasarkan hasil identifikasi flavonoid dengan metode KLT (lampiran
3) didapatkan hasil positif dengan nilai Rf. flavonoid terdeteksi sebesar 0,88.
Warna bercak ekstrak metanol daun kumis kucing yang terbentuk sama dengan
Pada pengamatan dengan UV 365 nm bercak yang terbentuk tidak terlihat jelas.
Pada pengamatan dengan UV 254 nm bercak ekstrak metanol daun kumis kucing
yang terbentuk sama dengan warna bercak standar rutin yaitu hijau. Berdasarkan
hasil pengujian terlihat warna antara standar dan sampel sama, maka dapat
disimpulkan ekstrak metanol daun kumis kucing mengandung senyawa flavonoid.
C. Aktivitas bFGF Dalam Menginduksi Angiogenesis
Pada penelitian ini digunakan metode CAM untuk mengetahui aktivitas
bFGF yang dapat menginduksi terjadinya angiogenesis. Kelebihan dari metode
CAM dibandingkan dengan metode lainnya antara lain :
1. Biaya relatif rendah, dimana penggunaan alat dan bahan dalam metode
ini tidak banyak sehingga secara ekonomis metode ini relatif murah.
2. Simpel, berarti alat dan bahan yang dibutuhkan tidak banyak dan
perlakuan terhadap telur relatif mudah dilakukan.
3. Dapat dipercaya, yang berarti metode ini cukup sensitif ketika terdapat
rangsangan dari luar akan memberikan respon perubahan pembuluh
darah.
4. Dapat digunakan untuk skrining dalam skala yang besar karena metode
CAM ini dapat dilakukan dengan cepat dengan waktu pengamatan
yang relatif singkat sehingga adanya angiogenesis dan aktivitas
antiangiogenesis dari suatu senyawa dapat segera teramati.
36
Selain itu di dalam telur ayam berembrio tercipta lingkungan tetutup dan
terlindungi oleh cangkang telur, sehingga aman, mudah dipegang dan dipelihara
selama inkubasi di laboratorium. Lingkungan tertutup tersebut relatif konstan
karena keberadaan cairan ekstra embrionik dan membran pembungkus dalam telur
ayam berembrio (Evan, 1991).
Pada penelitian ini, dilakukan implantasi paper disc yang sudah diberi
perlakuan ke dalam media CAM menggunakan telur berembrio dengan umur 9
hari. Hal ini karena pada umur tersebut letak rongga udara lebih mudah diamati
dan pembuluh darah sudah lebih banyak dan lebih jelas.
b-FGF merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang berperan dalam
terjadinya angiogenesis. Pemberian sejumlah tertentu bFGF untuk menginduksi
terjadinya angiogenesis pada media CAM dibuat seperti pada jaringan yang
terkena tumor sehingga pengamatan terhadap efek penghambatan angiogenesis
pada CAM oleh ekstrak metanol daun kumis kucing dapat diamati dengan lebih
jelas. Pengamatan dilakukan pada hari keempat setelah perlakuan, telur dibuka
kemudian dilakukan pengamatan secara makroskopi.
Pada penelitian ini, digunakan telur dengan implantasi paper disc blank
yang digunakan sebagai pembanding untuk melihat banyaknya jumlah pembuluh
darah yang terbentuk terhadap kelompok kontrol pelarut dan kelompok kontrol
bFGF. Pertumbuhan pembuluh darah baru di sekitar paper disc memiliki jumlah
pembuluh darah baru sebesar 14,33±1,15.
Pada penelitian ini, DMSO digunakan sebagai pelarut senyawa uji karena
rendah, DMSO relatif tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sel, tetapi pada
kadar tertentu senyawa ini mempunyai sifat sitotoksik yang signifikan. Agar
DMSO tidak memberikan sifat toksik terhadap CAM maka konsentrasi DMSO
dibuat seminimum mungkin tetapi tetap dapat melarutkan senyawa uji yaitu
dengan konsentrasi 0,2 % v/v.
Pada uji kontrol pelarut (DMSO – aquabidest steril) dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui apakah pelarut ekstrak yang digunakan memiliki
aktivitas antiangiogenesis yang dapat mempengaruhi terhadap hasil penelitian.
Pertumbuhan pembuluh darah baru di sekitar paper disc pada kontrol pelarut
memiliki jumlah pembuluh darah baru sebesar 13±2,00 dibandingkan dengan
kontrol paper disc blank sebesar 14,33±1,15 dimana dapat terlihat bahwa antar
kontrol pelarut dan kontrol normal memiliki pertumbuhan pembuluh darah baru
yang hampir sama. Hasil statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak
bermakna antara kontrol pelarut terhadap kontrol normal dengan nilai p=0,684
(p>0,05) (lampiran 10) menggunakan uji Tukey. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
penggunaan DMSO-aquabidest steril sebagai pelarut tidak memiliki aktivitas
antiangiogenesis.
Pada kelompok kontrol bFGF digunakan bFGF 10 ng dan pelarut
(DMSO – aquabidest steril). Hasil pengamatan maskroskopi pada kelompok
kontrol bFGF menunjukkan adanya pertumbuhan pembuluh darah baru yang
banyak disekitar paper disc dengan jumlah pembuluh darah baru sebesar
23,33±0,57, dibandingkan dengan kelompok kontrol paper disc blank sebesar
38
terlihat bahwa kontrol positif memiliki pertumbuhan pembuluh darah baru paling
besar. Uji Tukey antara bFGF terhadap kontrol paper discblank dan kontrol bFGF
terhadap kontrol pelarut memberikan nilai p=0,000 (p<0,05) (lampiran 10) yang
menunjukkan terdapat perbedaan bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa bFGF
dapat secara efektif meningkatkan jumlah pertumbuhan pembuluh darah baru
pada CAM.
D. Uji Daya Hambat Ekstrak Metanol Daun Kumis Kucing Terhadap Angiogenesis
Persentase penghambatan angiogenesis ekstrak metanol daun kumis
kucing dapat diamati pada telur kelompok IV, V, dan VI, dengan konsentrasi
berturut-turut (20, 40 dan 80 µg/mL). Penelitian ini digunakan tiga variasi
konsentrasi dengan tujuan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak
metanol daun kumis kucing mampu memberikan pengaruh terhadap aktivitas
antiangiogenesis pada CAM embrio ayam yang diinduksi bFGF. Pembagian dosis
tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sahib, et al, (2009)
menyatakan bahwa ekstrak metanol daun Orthosiphon stamineus Benth
mempunyai nilai IC50 19,05 µg/mL. Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi
yang menghasilkan hambatan proliferasi sel 50 % dan menunjukkan potensi
ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Tingkat sitotoksisitas terhadap sel kanker
dapat dinyatakan dengan nilai IC50 sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan konsentrasi terendah dalam penelitian ini yaitu sebesar 20 µg/mL
kemudian direplikasi dengan faktor kelipatan 2 untuk memperoleh variasi
Kontrol bFGF Kontrol paper disc blank Kontrol pelarut DMSO
Gambar 1. Pengamatan Makroskopis Pembentukan Pembuluh Darah Baru Berbagai Perlakuan
Pengamatan yang dilakukan secara makroskopi terhadap telur kelompok
perlakuan ekstrak metanol daun kumis kucing dengan pembanding kontrol bFGF
pada gambar 1, menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun kumis kucing mampu
menghambat pertumbuhan pembuluh darah baru (angiogenesis) pada CAM yang
diinduksi bFGF. Hal ini dapat dilihat dari pengurangan kepadatan pembuluh darah
baru di sekitar paper disc dibandingkan dengan kontrol bFGF. Pada telur dengan
konsentrasi 20 µg/mL terlihat banyak pembuluh darah baru di sekitar paper disc,
pembuluh darah baru ini semakin berkurang pada konsentrasi 40 µg/mL dan
hampir tidak ada pada konsentrasi 80 µg/mL. Pada kontrol bFGF sendiri terlihat
lebih banyak pembuluh darah baru di sekitar paper disc dibandingkan dengan
kelompok perlakuan.
Pengamatan makroskopi kemudian dilanjutkan dengan menghitung
40
dikuantifikasi dalam bentuk persentase pertumbuhan pembuluh darah baru.
Penghitungan jumlah pembuluh darah baru yang terbentuk ini terdapat
kekurangan yaitu subyektif sehingga untuk mengurangi subyektifitas tersebut,
penghitungan dilakukan oleh empat orang yang berbeda secara bergantian
kemudian hasil penghitungan tersebut dirata-rata. Persentase pertumbuhan
pembuluh darah baru yang didapatkan, kemudian dibandingkan dengan kontrol
bFGF sehingga didapat persentase pertumbuhan pembuluh darah baru relatif
terhadap bFGF. Berdasar data persentase pertumbuhan pembuluh darah baru
relatif terhadap kontrol bFGF, kemudian dihitung persentase penghambatan
angiogenesis dari ekstrak metanol daun kumis kucing.
Tabel II. Jumlah Pembuluh Darah Baru dan Penghambatan Angiogenesis Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Kelompok perlakuan Jumlah pembuluh darah baru X±SD