• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas antiangiogenesis ekstrak metanol daun kumis kucing (orthosiphon stamineus l.) terhadap chorioallantoic membrane yang diinduksi bFGF - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Aktivitas antiangiogenesis ekstrak metanol daun kumis kucing (orthosiphon stamineus l.) terhadap chorioallantoic membrane yang diinduksi bFGF - USD Repository"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIANGIOGENESIS EKSTRAK METANOL DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus L.) TERHADAP

CHORIOALLANTOIC MEMBRANE YANG DIINDUKSI bFGF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Stien Dwiny

NIM : 108114176

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

AKTIVITAS ANTIANGIOGENESIS EKSTRAK METANOL DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus L.) TERHADAP

CHORIOALLANTOIC MEMBRANE YANG DIINDUKSI bFGF

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Stien Dwiny

NIM : 108114176

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

For I know the plans I have for you, ”declares the Lord, “plans to prosper you and not to harm you, plans to give you hope and a future.

Jeremiah 29:11.

Sebuah karya yang kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus untuk berkat dan penyertaanNya yang luar biasa,

keluarga ku tercinta Papah Berger Tupak, Mamah Hawun, Bue Hartman,

Tambi Tien, Papah Agas, Mamah Rumbun, Abang Guestwin, Kakak Ben,

Adeh Risa yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi, semangat

dan dukungan yang luar biasa. Sahabat-sahabat ku tersayang, teman-teman

Farmasi USD 2010 dan almameter kebanggaanku Universitas Sanata

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Sang Maha Kasih dan Pencipta

Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Aktivitas Antiangiogenesis

Ekstrak Metanol Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus L.) Terhadap

Chorioallantoic Membrane Yang Diinduksi bFGF” merupakan karya ilmiah

penulis untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut

membantu, memberikan dukungan, bimbingan, kritik, dan saran selama proses

penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Drh. Sitarina Widyarini MP, Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak memberi bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini

sehingga dapat menjadi lebih baik.

3. Ibu Phebe Hendra, Ph.D., Apt selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberi bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini

sehingga dapat menjadi lebih baik.

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji telah banyak memberi arahan

(9)

viii

5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji telah banyak memberi

arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat menjadi

lebih baik.

6. Semua laboran dan staff laboratorium Fakultas Farmasi USD yang bersedia

membantu selama penelitian berlangsung.

7. Papah Berger Tupak, mamah Hawun, dan abang Guestwin tersayang atas doa,

dukungan, semangat dan perhatian hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

8. Teman - teman seperjuangan dalam penelitian Retno, Nover, Krisna untuk

kerjasama, bantuan, informasi dan semangat dalam proses penyusunan skripsi.

9. Sahabat - sahabat ku tersayang yang selalu memberikan motivasi dan semangat

Rosi, Lilin, Widya, Nita. Adik - adik kos mustika Salma, Crisna, Hesti.

10. Teman-teman angkatan 2010 khususnya FKK B 2010

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi

informasi bagi pembaca.

Yogyakarta, 6 Agustus 2014

(10)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH.. vi

(11)

x

B. Terapi Antiangiogenesis Pada Kanker... 19

C. Chorio Allantoic Membrane (CAM) Embrio Ayam... 21

D. Tanaman Kumis Kucing ... 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 27

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 27

B. Variabel dan Definisi Operasional... 27

(12)

xi

2. Definisi Operasional... 28

C. Bahan Penelitian... 28

D. Alat Penelitian... 28

E. Tata Cara Penelitian... 28

1. Determinasi Tanaman... 28

2.Pembuatan Serbuk Daun Kumis Kucing... 29

3. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 29

4.Orientasi Kelarutan Ekstrak Metanol Daun Kumis Kucing ... 29

5. Sterilisasi Alat... 30

6. Pembuatan Larutan Uji dan Larutan bFGF... 30

7. Uji Antiangiogenesis... 30

F. Analisis Data... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 34

A. Determinasi Tanaman... 34

B. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 34

C. Aktivitas bFGF Dalam Menginduksi Angiogenesis... 35

D.Uji Daya Hambat Ekstrak Metanol Daun Kumis Kucing... 38

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Zat - Zat dan Kegunaan Zat yang Terkandung di Dalam

Daun Kumis Kucing... 24

Tabel II. Jumlah Pembuluh Darah Baru dan Penghambatan Angiogenesis

Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol... 40

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengamatan Makroskopis Pembentukan Pembuluh

Darah Baru Berbagai Perlakuan ... 39

Gambar 2. Grafik Persentase Penghambatan Angiogenesis... 41

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman Kumis Kucing... 53

Lampiran 2. Surat Keterangan Ekstraksi Tanaman Kumis Kucing... 54

Lampiran 3. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis... 57

Lampiran 4. Data Perhitungan Kontrol bFGF... 60

Lampiran 5. Data Perhitungan Kontrol Pelarut... 62

Lampiran 6. Data Perhitungan Kelompok Konsentrasi Ekstrak Metanol Daun Kumis Kucing... 63

Lampiran 7. Foto Prosedur Kerja Uji CAM... 65

Lampiran 8. Hasil Uji HET-CAM... 66

Lampiran 9. Persentase Penghambatan Angiogenesis... 68

(16)

xv

DAFTAR SINGKATAN

bFGF basic Fibroblast Growth Factor

CAM Chorioallantoic membrane

COX Cyclooxygenase

DMSO Dimethyl sulfoxide

FGF Fibroblast growth factor

KLT Kromatografi lapis tipis

LAF Laminar air flow

MMPs Matrix metalloproteinases

PBS Phosphate buffered saline

TGF-β Transforming growth factor beta

TNF-α Tumor necrosis factor alfa

uPA urokinase plasminogen activator

(17)

xvi INTISARI

Daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus L.) mengandung flavonoid seperti eupatorin yang diduga mampu menekan proses angiogenesis melalui mekanisme tertentu sehingga dapat menghambat pertumbuhan sel tumor dan kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiangiogenesis dari ekstrak metanol daun kumis kucing dan untuk mengetahui kekerabatan antara peningkatan konsentrasi ekstrak metanol daun kumis kucing dengan aktivitas antiangiogenesis. Metode yang digunakan adalah Chorio Allantoic Membrane

(CAM) yang diinduksi basic-Fibroblast Growth Factor (bFGF).

Penelitian ini menggunakan telur ayam usia 9 hari kondisi terinkubasi yang dibagi ke dalam 3 variasi konsentrasi yaitu 20, 40 , 80 µg/mL. Aktivitas angiogenesis diamati dengan menghitung pembuluh darah rambut yang berasal dari pembuluh darah utama. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan melakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov Test dilanjutkan dengan one way

ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%, kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun kumis kucing memiliki aktivitas antiangiogenesis pada konsentrasi 20, 40 , 80 µ g/mL dengan persentase penghambatan 27,14; 49,98; dan 68,59 % dan memiliki kekerabatan antara peningkatan konsentrasi dengan aktivitas antiangiogenesis.

Kata kunci : Orthosiphon stamineus L., aktivitas antiangiogenesis, CAM

(18)

xvii ABSTRACT

Cat whiskers leaves (Orthosiphon Stamineus L.) contain flavonoids such eupatorin allegedly suppressed the angiogenesis process through certain mechanisms that can inhibit tumor cell growth and cancer. This study aims to determine the antiangiogenesis activity the methanol extract of the leaves cat's whiskers and to determine the genetic relationship between the increase in the concentration of methanol extract of cat's whiskers leaves with antiangiogenesis activity. The method used was Chorioallantoic Membrane (CAM) induced basic-Fibroblast Growth Factor (bFGF).

This study used a 9 days old chicken egg in incubation conditions were divided into 3 variation in concentrations of 20, 40, 80 µg / mL. Angiogenesis activity observed by counting the hairs blood vessels originating from the major blood vessels.The results were analyzed statistically by the Kolmogorov-Smirnov test for normality test, followed by one-way ANOVA with a level of 95%, followed by Tukey's test.

The results showed that the methanol extract of the cat’s whiskers leaves have antiangiogenesis activity at concentrations of 20, 40, 80 µg / mL with percentage inhibition of 27,14; 49,98; and 68,59 % and has a relationship between the increased concentration with antiangiogenesis activity.

(19)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di negara

berkembang. Sebanyak dua pertiga dari penderita kanker di dunia berada di

negara-negara berkembang seperti Indonesia. Jumlah pasien kanker di Indonesia

mencapai 6% dari 200 juta lebih penduduk Indonesia. Apabila penyakit ini dapat

dideteksi pada tahap awal, maka lebih dari separuh penyakit kanker dapat dicegah,

bahkan dapat disembuhkan (Lubis, 2009).

Sel kanker dapat menyebar (metastasis) ke bagian tubuh lainnya yang

jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening,

sehingga kanker baru dapat tumbuh di tempat lain. Kanker merupakan penyakit

seluler yang kompleks dan melibatkan proses mikroevolusioner sehingga usaha

penyembuhannya sangat sulit (Giavazzi, 2000).

Angiogenesis merupakan peristiwa pertumbuhan pembuluh darah baru

(neovaskularisasi) yang memungkinkan sel mendapatkan suplai nutrien dan

oksigen, sehingga dapat terus bertahan hidup. Angiogenesis diketahui merupakan

kunci bagi perkembangan kanker (Giavazzi, 2000). Apabila ada agen kimia yang

mempunyai kemampuan menghambat neovaskularisasi, maka agen kimia tersebut

berpotensi besar dalam terapi pengobatan berbagai penyakit, termasuk kanker

(20)

2

Senyawa aktif antikanker sangat tersebar luas pada tanaman tingkat

tinggi dan meliputi berbagai golongan senyawa seperti tanin, terpena, flavonoid,

alkaloid, saponin, iridoid, lignan, glikosida, kuasinoid, dan protein (Santa, 1998).

Kumis kucing digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati

berbagai jenis dari penyakit yang berhubungan dengan angiogenesis, termasuk

rematik, tumor edema, obesitas, kebutaan akibat diabetes, dan psoriasis

(Jagannath, 2000). Kandungan kimia yang terdapat pada tanaman kumis kucing

adalah orthosiphon, polifenol, saponin, sapofonin, flavonoid, mioinositol, garam

kalium (Dalimartha, 2000).

Berdasarkan penelitian yang sudah ada sebelumnya, ekstrak daun dari

kumis kucing mengandung antioksidan yang kuat, anti inflamasi, dan anti bakteri

yang terdiri dari lebih dari 20 senyawa fenolik, glikosida flavonol, lipofilik flavon,

turunan asam caffeic , seperti asam rosmarinic dan asam 2,3-dicaffeoyltartaric

dan inhibitor oksida nitrat isopimarane-diterpenes (Sumaryono, Proksch, Wray,

Witte, and Hartmann, 1991). Eupatorin merupakan salah satu golongan flavonoid

yang banyak terdapat dalam daun kumis kucing yang memiliki aktivitas

antiangiogenesis dengan mekanisme penghambatan pada reseptor VEGF

(Dolečková, et al., 2012).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sahib et al. (2009) menunjukkan

bahwa Orthosiphon stamineus Benth. memiliki aktivitas antiangiogenesis yang

diuji dengan menggunakan rat aorta assay. Pada penelitian tersebut juga

menyebutkan bahwa kumis kucing dengan penyari metanol memiliki aktivitas

(21)

dan air. Oleh sebab itu, pada penelitian ini digunakan kumis kucing dengan

penyari metanol dan aktivitas antiangiogenesis diuji dengan metode yang berbeda

yaitu dengan metode CAM.

Pengujian klinis dengan penggunaan hewan percobaaan yang telah dibuat

“kanker” membutuhkan tenaga dan biaya yang cukup tinggi di samping itu waktu

pengerjaannya relatif lama. Metode skrining tanaman yang berpotensi antikanker

sangat dibutuhkan, terutama metode yang dapat dengan mudah dikerjakan dan

cepat (Dwiatmaka, 2000).

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti bahwa ekstrak metanol

daun kumis kucing berpotensi sebagai antiangiogenesis yang di uji dengan metode

CAM yang diinduksi bFGF. Kelebihan dari metode ini antara lain mudah untuk

dilakukan, biaya rendah, dan dapat menghindari penggunaan hewan uji (Ridwan,

2013).

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

a. Apakah ekstrak metanol daun kumis kucing memiliki aktivitas antiangiogenesis

pada CAM embrio ayam yang diinduksi bFGF ?

b. Adakah kekerabatan antara peningkatan konsentrasi ekstrak metanol daun

kumis kucing dengan aktivitas antiangiogenesis pada CAM embrio ayam yang

(22)

4

2. Keaslian penelitian

Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Sahib, et al

(2009) “Anti-Angiogenic and Anti Oxidant Properties of Orthosiphon stamineus

Benth. Methanolic Leaves Extract” dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa

ekstrak metanol dari Orthosiphon stamineus memiliki aktivitas antiangiogenesis

(93,28±1,23%). Uji antiangiogenesis yang dilakukan Sahib, et al, (2009),

dilakukan pada rat aortic. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang

dilakukan oleh Sahib, et al, (2009) adalah model uji antiangiogenesis yang

digunakan. Dalam penelitian ini model uji antiangiogenesis yang digunakan

adalah model uji CAM embrio ayam. Berdasarkan pengetahuan dan penelusuran

pustaka yang dilakukan penulis mengenai “Aktivitas Antiangiogenesis Ekstrak

Metanol Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus L.) Terhadap

Chorioallantoic MembraneYang Diinduksi bFGF” belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Dapat memperkaya ilmu pengetahuan mengenai adanya aktivitas

antiangiogenesis pada ekstrak metanol daun kumis kucing.

b. Manfaat metodologi

Dapat memberikan pengetahuan mengenai tata cara pengujian aktivitas

antiangiogenesis ekstrak metanol daun kumis kucing mengunakan metode CAM

(23)

c. Manfaat Praktis

Dapat memberikan informasi mengenai adanya aktivitas antiangiogenesis

ekstrak metanol daun kumis kucing sebagai pengobatan kanker.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang ekstrak metanol

daun kumis kucing sebagai penunjang dalam pengobatan antikanker.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui aktivitas antiangiogenesis ekstrak metanol daun kumis

kucing dengan model CAM yang diinduksi bFGF.

b. Untuk mengetahui kekerabatan antara peningkatan konsentrasi ekstrak metanol

(24)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kanker

Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan sel-sel

jaringan tubuh yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Sel-sel kanker terus

membelah diri, terlepas dari pengendalian pertumbuhan, dan tidak lagi menuruti

hukum-hukum pembiakan. Bila pertumbuhan tidak cepat dihentikan dan diobati

maka sel kanker akan berkembang terus. Sel kanker bersifat invasif lalu membuat

anak sebar (metastasis) ke tempat yang lebih jauh melalui pembuluh darah dan

pembuluh getah bening. Selanjutnya akan tumbuh kanker baru di tempat lain

sampai akhirnya penderita mati (Dalimartha, 1999).

1. Ciri Sel Kanker

Sel kanker mempunyai ciri khusus yang membedakan dengan sel normal

yaitu :

a. Sel kanker mampu mencukupi sinyal pertumbuhannya sendiri. Sel normal

memerlukan sinyal pertumbuhan mitogenik sebelum mereka berpindah

dari fase istirahat menuju fase aktif proliferatif. Ketergantungan pada

sinyal pertumbuhan ini tampak ketika sel normal mengalami propagasi

dalam kultur, dimana proliferasi hanya terjadi ketika ditambah dengan

(25)

tumor akan melakukan regenerasi tergantung pada sinyal

pertumbuhannya sendiri (Hanahan and Weinberg, 2000).

b. Tidak sensitif terhadap sinyal anti pertumbuhan (antiproliferasi). Sinyal

anti pertumbuhan dapat menghentikan proliferasi sel dengan dua

mekanisme yaitu sel dipaksa keluar dari jalur aktif proliferasi menuju

fase istirahat atau sel diinduksi melepaskan potensi proliferasi secara

permanen menuju ke fase akhir pembelahan (post mitotik). Sel kanker

harus dapat menghindari sinyal anti proliferatif ini, sehingga sel kanker

dapat terus tumbuh (Hanahan and Weinberg, 2000).

c. Kemampuan sel kanker untuk mencegah apoptosis. Apoptosis

merupakan program kematian sel. Pada keadaan ini, membran sel

dirusak, sitoplasma dan skeleton inti pecah, sitosol terlepas, kromosom

mengalami degradasi, sehingga akhirnya sel tersebut dimakan sel

tetangga dan hilang. Sel kanker mempunyai kemampuan dalam hal

mencegah apoptosis. Resistensi terhadap apoptosis ini diperoleh sel

kanker melalui beberapa cara, yang paling umum adalah melalui sebuah

mutasi yang melibatkan tumor supresor p53. Dengan adanya p53 yang

abnormal, membiarkan sel yang mengandung DNA yang rusak untuk

tetap bertahan dan melakukan replikasi yang diperlukan untuk

perkembangan sel kanker menjadi sel malignan (Hanahan and Weinberg,

2000).

d. Kemampuan sel melakukan replikasi potensial secara tak terbatas. Pada

(26)

8

tetap. Pada beberapa jaringan misalnya tulang, keadaan ini diatur dengan

tingginya kecepatan pembelahan sel yang diimbangi dengan hilangnya

sel dengan kecepatan yang sama (Thurston and Lobo, 1998). Pada sel

kanker tidaklah demikian, sel kanker terus tumbuh dan tidak mati. Hal ini

ditunjukkan dengan adanya potensial replikasi yang tak terbatas, yang

diperlukan oleh sel kanker selama masa perkembangannya sampai

menjadi tumor ganas (Hanahan and Weinberg, 2000).

e. Sel kanker mampu menginduksi angiogenesis untuk mencukupi

kebutuhannya terhadap oksigen dan nutrisi. Oksigen dan nutrisi yang

disuplai oleh pembuluh darah sangat penting artinya bagi kelangsungan

hidup sel. Tingginya ketergantungan sel terhadap pembuluh darah kapiler

untuk mensuplai kedua kebutuhan di atas, menyebabkan sel - sel ini

kemudian membentuk pembuluh darah baru. Hal inilah yang dilakukan

oleh sel kanker untuk memperbesar ukurannya, agar mereka dapat

melakukan ekspansi ke jaringan lain. Oleh karena itu sel kanker terus

mengembangkan kemampuan angiogenesisnya (Hanahan and Weinberg,

2000).

f. Kemampuan sel kanker melakukan metastasis dan invasi. Dalam masa

perkembangannya, cepat atau lambat sebagian besar jenis kanker pada

manusia, massa tumor primernya dapat melahirkan sel-sel sekunder.

Sel-sel sekunder tersebut dapat berpindah tempat ke jaringan lain,

(27)

kemudian sel dapat tumbuh dan berkembang membentuk koloni baru

(Hanahan and Weinberg, 2000).

2. Penyebaran Kanker

Penyebaran kanker dapat terjadi melalui beberapa cara antara lain :

a. Melalui pembuluh limfe. Disebut sebagai penyebaran secara limfogen.

Sel kanker dengan mudah menginvasi pembuluh limfa melalui

celah-celah jaringan. Kelompok sel-sel membentuk embolus dalam aliran limfa

yang kemudian akan tersangkut ke limfonodi regional terdekat.

Perkembangan selanjutnya dapat menyebabkan penyumbatan (Govan,

1986).

b. Melalui pembuluh darah. Disebut juga penyebaran secara hematogen.

Sel-sel kanker mudah menembus dinding pembuluh vena yang

berdinding tipis. Sebagai embolus, sel-sel diangkut melalui aliran darah

vena, kemudian dapat tersangkut di organ paru, hati, atau organ yang lain

membentuk anak sebar. Dinding pembuluh darah arteri yang tebal sukar

ditembus oleh sel – sel kanker sehingga jarang ditemui penyebaran

melalui arteri. Hanya pada kanker paru atau anak sebar di paru-paru yang

dapat menyebar melalui arteri. Sel kanker sebagai embolus masuk ke

dalam jantung bagian kiri kemudian masuk ke pembuluh – pembuluh

arteri dan tersangkut pada organ tubuh yang menerima banyak darah

arteri misalnya ginjal, kelenjar endokrin terutama ginjal dan sumsum

(28)

10

c. Penyebaran perkontinuatum. Terjadi pada sel-sel kanker yang terletak

dalam rongga-rongga serosa seperti rongga perut, rongga pleura dan

rongga perikardium. Sel kanker dapat masuk ke dalam rongga-rongga ini

sehingga memungkinkan penempelan langsung pada sisi yang bervariasi

(Govan, 1986).

3.Karsinogenesis

Proses perkembangan kanker disebut karsinogenesis. Model

karsinogenesis yang umum menerangkan karsinogenesis sebagai proses yang

terbagi menjadi 4 tahap utama yaitu tahap inisiasi, tahap promosi, tahap progresif

dan metastasis (Schneider, 1997).

Inisiasi merupakan tahapan pertama ditandai dengan terjadi

perubahan-perubahan esensial di dalam sel. Inisiator terlibat dalam proses-proses pada

genom sel yang menginduksi perubahan spesifik (Bosman, 1996). Pada tahap

pertama karsinogenesis ini ada pembentukan metabolit reaktif yang mampu

berikatan secara kovalen dengan DNA sehingga menyebabkan terjadinya mutasi

pada DNA (King, 2000). Dengan perubahan genetik mengakibatkan proliferasi

yang abnormal dari sebuah sel. Perubahan ini dapat diwarisi tetapi kebanyakan

secara somatik yang disebabkan karena adanya kesalahan selama mitosis atau

terkena paparan agen karsinogen, seperti tembakau atau radiasi. Sel terinisiasi

atau sel prekanker dapat berubah kembali menjadi normal secara spontan, tetapi

berada dalam bentuk sel prekanker atau menuju terbentuknya sel malignan

(29)

Tahap promosi meliputi ekspresi mutasi yang dapat menyebabkan

perubahan fungsi seluler serta pertumbuhan yang sangat cepat dan pembentukan

populasi tumor jinak yang kecil. Promosi terjadi karena kesalahan acak selama

pembelahan sel atau paparan agen spesifik karsinogen. Perubahan genetik yang

mengakibatkan terjadinya promosi secara somatik (Schneider, 1997). Promotor

pada umumnya menimbulkan kerusakan jaringan atau sel yang tidak spesifik yang

mempercepat proses karsinogenesis (Bosman, 1996).

Pada tahap progresif meliputi manifestasi pertumbuhan dan

perkembangan tumor menjadi ganas. Pada tahap inilah terjadi angiogenesis atau

neovaskularisasi (Schneider,1997). Tumor hanya akan sebesar 1 mm tanpa

pembuluh darah baru, tapi dapat berekspansi menjadi tumor ganas dengan

produksi faktor pertumbuhan angiogenik dari sel kanker (King, 2000).

Tahap selanjutnya adalah metastasis meliputi beberapa langkah,

termasuk penyebaran sel kanker dari tumor primer, memasuki sistem sirkulasi

atau sistem limpatik dan pencapaian pada permukaan jaringan yang baru serta

berkembang di situ. Dengan cara ini sel kanker berpotensi untuk dibawa ke semua

tempat dalam tubuh dan berkembang dimanapun di seluruh tubuh (Schneider,

1997).

Kegagalan dalam mendeteksi atau mengoreksi kesalahan DNA adalah

langkah awal terjadinya proses sel menjadi karsinogenik. Kegagalan ini biasanya

terjadi pada individu yang mendapat warisan mutasi gen supresor tumor dari satu

orang tua dan kemudian terjadi mutasi pada gen lain pada kehidupan selanjutnya.

(30)

12

yang mengkode penekan tumor tertentu, yang tidak dapat dideteksi maupun

dikoreksi sepanjang hidupnya. Teori karsinogenesis yang multistep juga mengakui

banyaknya penyebab mutasi, banyaknya variabel yang berinteraksi terhadap

perkembangan kanker sepanjang tahun, dan kontribusi dari pewarisan dan

lingkungan yang ikut mencetuskan terjadinya kanker (Corwin, 2009).

Hubungan angiogenesis dengan metastasis disebutkan sebagai salah satu

cara penyebaran tumor secara hematogen dan limfogen. Sel-sel tumor

mengadakan penetrasi dengan cepat dan ikut aliran darah ke seluruh tubuh dan

menyebar ke organ lain (Folkman, 1976). Lebih lanjut dilaporkan bahwa

metastasis tumor sangat tergantung pada angiogenesis yang dikaitkan dengan

urutan penyebarannya, yaitu sel yang akan menjadi anak sebar tidak dapat keluar

dari tumor primer, sebelum tumor primer dialiri pembuluh darah. Sesudah

mencapai organ yang dituju, sel anak sebar harus mengalami angiogenesis agar

dapat tumbuh dan mencapai ukuran yang secara klinis dapat dideteksi (Folkman,

1996).

Invasi dan penyebaran metastasis terlihat sebagai suatu peristiwa yang

tergantung pada angiogenesis. Untuk mendukung konsep ini maka perlu

diperhatikan peran dari matriks yang mengendalikan migrasi sel endotel dan

pembentukan tubula, juga mengendalikan migrasi dan penyebaran sel tumor.

Berdasarkan sebuah pandangan praktis dari penemuan dan terapi obat,

kebanyakan inhibitor-inhibitor angiogenesis juga mempunyai aksi sebagai

(31)

Terdapat tiga agen yang dapat menyebabkan kanker, yaitu :

a. Karsinogen kimia berupa karbohidrogen polisiklik, amina aromatik,

nitrosamina dan nitrosamida, karsinogen pengalkil, asbestos dan

beberapa logam karsinogen serta karsinogen alamiah yang merupakan

produk metabolik sel terutama berasal dari jamur.

b. Karsinogen fisik berupa sinar radioaktif, sinar ultra violet, dan asap

rokok

c. Karsinogen biologik berupa parasit, bakteri, dan virus

(Sunarto, 1999).

Tingkatan perubahan sel pada pertumbuhan kanker adalah sebagai

berikut :

a. Hiperplasi yaitu pembengkakan organ tubuh akibat pertumbuhan sel-sel

baru yang abnormal karena hilangnya kontrol pertumbuhan.

b. Metaplasi yaitu perubahan epitel suatu jenis jaringan dewasa menjadi

jaringan lain yang juga dewasa.

c. Displasi yaitu perubahan sel dewasa ke arah kemunduran dalam hal

bentuk, besar, dan orientasinya. Masih bersifat reversibel.

d. Anaplasi yaitu perubahan serupa displasi yang menyimpang lebih jauh

dari normal. Merupakan suatu ciri tumor ganas yang bersifat ireversibel.

e. Karsinoma insitu yaitu gambaran sel menjadi sangat atopik namun belum

terdapat pertumbuhan infiltratif.

f. Invasi yaitu sel kanker telah menembus lapisan basal jaringan.

(32)

14

4. Angiogenesis

Kanker mampu untuk membentuk pembuluh darah baru (angiogenesis).

Angiogenesis merupakan proliferasi jala-jala pembuluh darah yang berpenetrasi

ke dalam pertumbuhan jaringan kanker untuk mensuplai nutrisi, oksigen, dan

membuang produk sisa. Tumor angiogenesis sebenarnya dimulai saat sel kanker

melepas molekul yang mengirim sinyal ke jaringan normal sekitar. Sinyal ini

mengaktivasi gen tertentu dalam jaringan pejamu yang selanjutnya membuat

protein untuk merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru (Sudiono, 2008).

a. Tahapan angiogenesis. Tahap - tahap angiogenesis dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1). Kumpulan sel pada jaringan yang mengalami kerusakan (luka) atau

mengalami hipoksia, akan melepaskan faktor angiogenik (berupa faktor

pertumbuhan dan protein rantai pendek lainnya) yang dapat berdifusi ke

sel-sel pada jaringan sekitarnya. Menyusul proses tersebut, terjadi pula

proses inflamasi. Pada proses inflamasi, pembuluh darah kecil yang

terdapat secara lokal memegang peranan penting dalam proses yang

terjadi selanjutnya karena pembuluh darah merupakan suatu jaringan

yang dilapisi oleh sel endotel, yang akan berinteraksi dengan faktor

peradangan dan angiogenik. Faktor-faktor angiogenik ini dapat menarik

dan mendorong proliferasi sel endotel dan sel radang. Menjelang proses

migrasi, sel-sel radang juga mensekresi molekul-molekul yang juga

berperan sebagai stimulus angiogenik (Frisca, Sardjono, dan Sandra,

(33)

2). Faktor angiogenik berupa faktor pertumbuhan kemudian berikatan

dengan reseptor yang spesifik terdapat pada reseptor sel endotel di sekitar

lokasi pembuluh darah lama. Ketika faktor angiogenik berikatan dengan

reseptornya, sel endotel akan teraktivasi dan menghasilkan sinyal yang

kemudian dikirim dari permukaan sel ke nukleus. Organel-organel sel

endotel kemudian mulai memproduksi molekul baru antara lain adalah

enzim protease yang berperan penting dalam degradasi matriks

ekstraseluler untuk mengakomodasi percabangan pembuluh darah

(Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).

3). Disosiasi sel endotel dari sel-sel di sekitarnya, yang distimulasi oleh

faktor pertumbuhan angiopoietin, serta aktivitas enzim-enzim yang

dihasilkan oleh sel endotel yang teraktivasi, seperti uPA dan MMPs,

dibutuhkan untuk menginisiasi terbentuknya pembuluh darah baru.

Dengan sistem enzimatik tersebut, sel endotel dari pembuluh darah lama

akan mendegradasi matriks ekstraseluler dan menginvasi stroma dari

jaringan-jaringan di sekitarnya sehingga sel-sel endotel yang terlepas dari

matriks ekstraseluler ini akan sangat responsif terhadap sinyal angiogenik

(Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).

4). Degragasi proteolitik dari matriks ekstraseluler segera diikuti dengan

migrasinya sel endotel ke matriks yang terdegradasi. Proses tersebut

kemudian diikuti dengan proliferasi sel endotel yang distimulasi oleh

(34)

16

degradasi matriks ekstraseluler, seperti fragmen peptida, fibrin, atau asam

hialuronik (Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).

5). Sel endotel yang bermigrasi tersebut kemudian mengalami elongasi

dan saling menyejajarkan diri dengan sel endotel lain untuk membuat

struktur percabangan pembuluh darah yang kuat. Proliferasi sel endotel

meningkat sepanjang percabangan vaskular. Lumen kemudian terbentuk

dengan pembengkokan (pelengkungan) dari sel-sel endotel. Pada tahap

ini kontak antar sel endotel mutlak dibutuhkan (Frisca, Sardjono, dan

Sandra, 2009).

6). Struktur pembuluh darah yang terhubung satu sama lain membentuk

rangkaian atau jalinan pembuluh darah untuk memediasi terjadinya

sirkulai darah. Pada tahap akhir, pembentukan struktur pembuluh darah

baru akan distabilkan oleh sel mural (sel otot polos dan pericytes) sebagai

jaringan penyangga dari pembuluh darah yang baru terbentuk. Tanpa

adanya sel mural, struktur dan jaringan antar pembuluh darah sangat

rentan dan mudah rusak (Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).

b. Faktor – faktor angiogenesis. Berdasarkan aksi dan targetnya,

faktor-faktor angiogenik dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu sebagai berikut

:

1). Kelompok faktor angiogenik yang memiliki target sel endotel, untuk

menstimulasi proses mitosis. Contohnya faktor angiogenik VEGF dan

angiogenin yang dapat menginduksi pembelahan pada kultur sel endotel

(35)

2). Kelompok kedua merupakan molekul yang mengaktivasi sel target

secara luas selain sel endotel. Beberapa sitokin, kemokin, dan enzim

angiogenik termasuk dalam kelompok ini. FGF-2 atau bFGF merupakan

sitokin kelompok ini yang pertama kali dikarakterisasi (Frisca, Sardjono,

dan Sandra, 2009).

3). Kelompok ketiga merupakan faktor yang bekerja tidak langsung.

Faktor-faktor angiogenik pada kelompok ini dihasilkan dari makrofag,

sel endotel, atau sel tumor. Kelompok faktor yang paling banyak

dipelajari adalah TNF-α dan TGF-β yang menghambat poliferasi sel

endotel in vitro. Secara in vivo, TGF-β menginduksi angiogenesis dan

menstimulasi ekspresi TNF-α, FGF-2, platelet derived growth factor dan

VEGF dengan menarik sel-sel inflamatori. TNF-α diketahui

meningkatkan ekspresi VEGF dan reseptornya, interleukin-8, dan FGF-2

pada sel endotel. Aktivitas TNF-α ini menjelaskan peranannya dalam

angiogenesis secara in vivo. (Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).

Beberapa kemungkinan mekanisme stimulasi angiogenesis oleh faktor

angiogenik tipe ini antara lain :

a). Mobilisasi makrofag dan mengaktivasi sel endotel untuk mensekresi

hormon pertumbuhan atau faktor kemotaktik sel endotel pembuluh darah,

atau bahkan mensekresi keduanya.

b). Menyebabkan terjadinya pelepasan mitogen sel endotel (contohnya

(36)

18

c). Menstimulasi pelepasan penyimpanan intraseluler faktor pertumbuhan

sel endotel.

(Frisca, Sardjono, dan Sandra, 2009).

5. Basic fibroblast growth factor (bFGF)

bFGF disebut juga FGF-2 adalah suatu polipeptida yang menginduksi

proliferasi, migrasi dan produksi protease pada kultur sel endotel dan

neovaskularisasi in vivo. bFGF mampu berinteraksi dengan sel endotel melalui

reseptor FGF tirosin kinase dan reseptor heparan sulphate proteoglycam di

permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Jadi, bFGF berkaitan dengan matriks

ekstraseluler endotel invitro dan in vivo (Cooper, 1995).

bFGF produksinya sedikit pada sel normal namun meningkat pada

keadaan kanker dan pada sel normal yang beroksigen rendah (hipoksia). Faktor

pertumbuhan VEGF dan FGF mempunyai efek sinergis pada sel endotel dan dapat

disimpan sebagai kompleks inaktif dengan proteoglikan matriks ekstraseluler

seperti heparan, dan bentuk aktifnya akan dilepaskan oleh digesti matriks

ekstraseluler. Angiogenesis tidak hanya berkaitan dengan proliferasi tapi juga

proteolisis dan kemotaksis, molekul-molekul yang terlibat dalam pengaturannya

tentunya memperlihatkan efek ini sehingga bFGF merupakan faktor angiogenik

yang poten karena bFGF dapat menstimulasi ketiga fase yang dibutuhkan dalam

proses angiogenesis yaitu proliferasi, sekresi protease dan kemotaksis sel endotel.

bFGF juga mempunyai reseptor yang terdistribusi lebih luas dibandingkan

(37)

Ekspresi yang berlebihan dari polipeptida bFGF normal tidak dapat

menginduksi transformasi sel. Hanya jika bFGF diubah strukturnya hingga

perubahan struktur ini mengijinkan produknya memasuki jalur sekresi normal,

maka bFGF menjadi onkogen. Oleh karena itu transformasi autokrin oleh bFGF

mungkin berperan dalam perkembangan kanker pada manusia (Cooper, 1995).

B. Terapi Antiangiogenesis Pada Kanker

Pendekatan terapetik untuk pengobatan kanker melalui mekanisme

antiangiogenesis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Agen vaskulostatis, merupakan agen yang menggangu proses pembentukan

pembuluh darah baru.

b. Agen vaskulostatin, merupakan agen yang menggunakan elemen pembuluh

darah untuk mencapai toksisitas tertentu, sehingga menghasilkan efek anti tumor.

(Kerbel and Folkman, 2002).

Terapi dengan inhibitor angiogenesis telah dikembangkan dengan sasaran

vascular endothelial cells dan angiogenesis pada tumor. Inhibitor angiogenesis

dibedakan berdasarkan kerjanya yaitu secara langsung (direct) dan tidak langsung

(indirect). Direct angiogenesis inhibitor seperti vitaxin dan angiostatin mencegah

proliferasi, migrasi, dan penghindaran kematian sel pada vascular endothelial

cells sebagai respon terhadap faktor angiogenik. Indirect angiogenesis inhibitor

umumnya menghambat ekspresi dan aktivasi faktor angiogenik yang dihasilkan

oleh tumor atau menghambat ekspresi reseptornya pada sel endotel (Kerbel and

(38)

20

Pembuluh darah baru yang terbentuk akibat proses angiogenesis

berfungsi mensuplai oksigen dan nutrisi yang penting bagi perkembangan sel

kanker. Terapi antiangiogenesis dilakukan dengan cara menghambat sintesis

protein angiogenesis yang dihasilkan sel kanker, menetralkan protein

angiogenesis, menghambat reseptor endotel protein angiogenesis, atau secara

langsung menginduksi apoptosis sel endotel (Wu, Huang, and Chang, 2008).

Terapi antiangiogenesis mengusung konsep bahwa pertumbuhan tumor

dapat dihambat ke tahap dormant melalui pemblokiran proses angiogenesisnya

yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru. Terapi antiangiogenesis

merupakan mekanisme pemberian penghambat angiogenesis dari luar yang

diarahkan untuk sel normal yaitu sel endotel. Sehingga salah satu keuntungan dari

terapi ini adalah dapat menghindari terjadinya acquired drug resistance, yang

merupakan suatu gejala yang sering terjadi pada sebagian besar pengobatan

kanker. Acquired drug resistance merupakan kemampuan sel tumor untuk

menahan efek obat yang mematikan sebagian besar anggota spesiesnya. Dalam

keadaan ini, sel tumor tadi menjadi resisten terhadap pengobatan (Putri, 2009).

Terapi antiangiogenesis memiliki toksisitas kecil, dapat digunakan dalam

berbagai jenis tumor primer termasuk tumor metastasis, dan efektif karena

kerusakan sedikit saja pada microvessel sel kanker dapat menyebabkan sel kanker

kekurangan nutrisi dan mati. Selain itu sel-sel endotel yang secara genetik stabil

sehingga kecil kemungkinannya untuk mengalami mutasi yang memungkinkan

(39)

C. Chorioallantoic Membrane (CAM) Embrio Ayam

Chorioallantoic membrane dari embrio ayam merupakan jaringan yang

terbentuk setelah tujuh hari masa inkubasi yang merupakan gabungan dari chorion

dan allantois. Secara struktural lapisan terluar adalah lapisan epitelium yang

terbentuk dari trophoblas yang melapisi allantois. Struktur matrik dan pembuluh

darah pada CAM analogis dengan retina dan pembuluh darahnya. CAM ayam

yang sudah matang dapat dibagi menjadi beberapa lapisan stratum yang tipis yang

tersusun dari sel epitel yang memungkinkan adanya migrasi termasuk pertukaran

gas dan absorbsi kalsium (Leng, et al., 2004).

Terdapat beberapa metode lain selain CAM yang dapat digunakan untuk

melakukan uji angiogenesis antara lain uji ring aorta tikus, uji chick aortic arch,

uji corneal angiogenesis pada mata kelinci atau tikus, dan uji matrigel plug

(Auerbach, Lewis, Shinners, Kubai, andAkhtar, 2003).

Metode CAM menggunakan telur fertil yang diinkubasi pada inkubator

pada suhu 36-37oC. Periode inkubasi untuk telur fertil yang digunakan untuk

CAM adalah 8-12 hari (D’Arcy and Howard, 1996). Alantois pada embrio unggas

akan nampak pada 3,5 hari setelah inkubasi. Allantoic vesicle akan bertambah

besar secara cepat dari hari ke-4 hingga hari ke-5. Pada proses ini lapisan

mesodermis dari alantois bergabung dengan lapisan mesodermis chorion

membentuk CAM. Pada lapisan mesodermis ini terjadi perkembangan jaringan

vaskular (Cimpean, Ribatti, and Raica, 2008). Keuntungan dari uji CAM adalah

biaya rendah, simpel, dapat dipercaya, dan dapat digunakan untuk skrining dalam

(40)

22

D. Tanaman Kumis Kucing 1. Nama tumbuhan

Nama ilmiah : Orthosiphon stamineus L.

Nama daerah : remujung (Jawa Tengah), kumis kucing (Melayu), kumis

kucing(Sunda), soengot koceng (Madura)

Nama asing : cats whiskers (Inggris), mao xu cao (Cina)

(Hariana, 2008).

2. Sinonim

Tanaman kumis kucing mempuyai nama botani Orthosiphon stamineus

Benth., dan mempunyai sinonim Orthosiphon aristatus Miq., Orthosiphon

spicatus B.Bs, Orthosiphon grandiflorus Bold. (Dalimartha, 2000).

3. Sistematika tumbuhan

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Solanales

Suku : Lamiaceae

Marga : Orthosiphon

Jenis : Orthosiphon stamineus L.

(41)

4. Deskripsi

Habitus : semak, tahunan, tinggi 50-150 cm. Batang : berkayu, segi

empat, beruas, bercabang, coklat kehijauan. Daun : tunggal, bulat telur, belah

ketupat memanjang atau bentuk lidah tombak panjang 7-10 cm, lebar 0,8-5 cm,

tepi bergerigi, ujung dan pangkal runcing, tipis, hijau, permukaan licin tetapi pada

tepi daun dan di atas tulang daun terdapat rambut pendek, terutama pada

permukaan bawah, tulang daun menyirip halus, urat daun sedikit. Bunga :

majemuk, bentuk tandan, di ujung ranting dan cabang, kelopak berlekatan, ujung

terbagi empat, kepala sari ungu, putik satu, putih, mahkota ungu pucat, bagian

atas tertutup rambut pendek ungu putih. Buah : kotak, bulat telur, masih muda

hijau setelah tua hitam. Akar : tunggang, putih kotor (Anonim, 2000).

5. Kandungan kimia

Kumis kucing mengandung orthosiphonin glikosida, zat samak, minyak

atsiri, minyak lemak, saponin, sapofonin, garam kalium, mioinositol, dan

sinensetin. Kalium berkhasiat diuretik dan pelarut batu saluran kencing, sinensetin

berkhasiat antibakteri (Dalimarta, 2000).

Daun kumis kucing mengandung minyak atsiri 0,02-0,06%, terdiri dari

60 macam sesquiterpen dan senyawa fenolik. Flavonoid lipofilik 0,2 % dengan

kandungan utama sinensetin, eupatorin, skutellarein, tetrametil eter, salvigenin,

ramnazin. Glikosida flavonol, turunan asam kaffeat (terutama rosmarinic acid dan

(42)

2,2-24

dimethyl [2H, 1-benzopyran]-yl), saponin, garam kalium (3%) dan myoinositol.

(Sudarsono dkk, 1996).

Eupatorin merupakan salah satu golongan flavonoid yang banyak

terdapat dalam daun kumis kucing yang memiliki aktivitas antiangiogenesis

dengan mekanisme penghambatan pada reseptor vascular endothelial growth

factor (Dolečková, et al., 2012).

Tabel I. Zat - zat dan kegunaan zat yang terkandung di dalam daun kumis kucing

Menghambat penyerapan glukosa di usus

Orthosipon glikosida Diuretik Antiinflamasi

Saponin

Antiseptik

Menghambat Na+ / D-glucose contransport system (SGLUT) di membran brush border intestinal

Garam Kalium Metabolisme energi

Katalisator sintesis glikogen dan protein

Myoinositol

Aktivitas lipotropik

Mengatur respon sel terhadap rangsang dari luar Transmisi saraf

Pengaturan aktivitas enzim

(Almatsier, 2004)

E. Landasan Teori

Pembuluh darah baru yang terbentuk akibat proses angiogenesis

berfungsi mensuplai oksigen dan nutrisi yang penting bagi perkembangan sel

(43)

protein angiogenesis yang dihasilkan sel kanker, menetralkan protein

angiogenesis, menghambat reseptor endotelial protein angiogenesis, atau secara

langsung menginduksi apoptosis sel endotelial (Wu, Huang, dan Chang, 2008).

Ekstrak daun kumis kucing mengandung antioksidan yang kuat, anti

inflamasi, dan anti bakteri yang mengandung lebih dari 20 senyawa fenolik,

glikosida flavonol, lipofilik flavon, turunan asam caffeic, seperti asam rosmarinic

dan asam 2,3-dicaffeoyltartaric dan inhibitor oksida nitrat isopimarane-diterpenes

(Sumaryono, dkk., 1991).

Eupatorin merupakan salah satu golongan flavonoid yang banyak

terdapat dalam daun kumis kucing yang memiliki aktivitas antiangiogenesis

dengan mekanisme penghambatan pada reseptor vascular endothelial growth

factor (Dolečková, et al., 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sahib, et al. (2009), daun

kumis kucing yang diektraksi dengan penyari metanol memiliki kandungan

antioksidan dan aktivitas antiangiogenesis yang tinggi diuji dengan rat aortic

assay. Aktivitas antiangiogenesis pada penelitian ini diuji dengan model CAM

embrio ayam.

F. Hipotesis

1. Ektrak metanol daun kumis kucing memiliki aktivitas antiangiogenesis pada

(44)

26

2. Terdapat kekerabatan antara peningkatan konsentrasi ekstrak metanol daun

kumis kucing dengan aktivitas antiangiogenesis padaCAM embrio ayam yang

(45)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan lengkap pola searah. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk jenis

penelitian eksperimental murni yaitu dengan melakukan percobaan pada

kelompok perlakuan dan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Rancangan

penelitian ini menggunakan rancangan lengkap pola searah. Penelitian ini

dilakukan secara lengkap yaitu terdapat kontrol negatif, kontrol positif dan

kelompok perlakuan. Pola searah yaitu dengan memberikan perlakuan yang sama

dengan kelompok perlakuan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Teknologi dan Formulasi Steril

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma serta Laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada.

B.Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas berupa konsentrasi ekstrak daun kumis kucing.

b. Variabel tergantung berupa banyaknya pembuluh darah baru.

c. Variabel pengacau terkendali berupa tempat tumbuh tanaman, cara panen,

cara pengeringan dan pembuatan simplisia, dan jumlah (gram) daun segar

(46)

28

d. Variabel pengacau tak terkendali berupa cuaca dan musim.

2. Definisi operasional

Pembuluh darah baru adalah pembuluh darah rambut yang keluar dari

pembuluh darah utama.

C.Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan antara lain : ekstrak daun kumis kucing,

CAM yang berasal dari telur ayam dalam kondisi terinkubasi, larutan bFGF, PBS,

DMSO, aquadest steril, aquabidest steril, etanol 70%, larutan povidone iodine,

kertas payung, kapas, cotton buds, paper disc berisi ampisilin.

D.Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : inkubator,

teropong telur, mini drill, gunting bedah, penyedot udara, lampu spiritus, pinset,

scalpel, kamera, LAF, kaca pembesar, oven, ayakan, autoklaf, mikropipet, dan

alat-alat gelas.

E.Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman kumis kucing dilakukan di Laboratorium

(47)

2.Pembuatan serbuk daun kumis kucing

Daun kumis kucing diperoleh dari daerah Prambanan, Yogyakarta yang

dipanen pada bulan Juni 2013. Daun kumis kucing yang telah dikumpulkan,

dibersihkan dengan air mengalir kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di

bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Langkah selanjutnya adalah

memasukan ke dalam oven untuk mempercepat proses pengeringan. Simplisia

kering memiliki ciri bila diremas bergemerisik dan berubah menjadi serpihan

dengan kadar air < 10% (Herawati, Nuraida, dan Sumarto, 2012). Simplisia yang

kering kemudian digiling hingga menjadi serbuk halus dengan blender, kemudian

di ayak dengan ayakan. Simplisa serbuk ditimbang sebanyak 500 gram. Ekstraksi

dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM

dengan metode maserasi dengan penyari metanol.

3. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Identifikasi flavonoid dilakukan di LPPT UGM dengan menggunakan

metode KLT dengan fase gerak butanol-asam asetat-air (3:1:1) dan fase diam

silika gel 60 F254 (Al - Sheet). Pembanding yang digunakan yaitu rutin.

4. Orientasi kelarutan ekstrak metanol daun kumis kucing

Orientasi kelarutan ekstrak metanol daun kumis kucing dilakukan dengan

menggunakan pelarut DMSO. DMSO ditambahkan pada beberapa mg ekstrak

sampai ekstrak larut, kemudian diencerkan dengan aquabidest steril. Konsentrasi

(48)

30

5. Sterilisasi alat

Alat-alat yang digunakan untuk uji antiangiogenesis dicuci bersih dan

dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas payung dan disterilkan dengan

pemanasan basah dalam autoklaf, suhu 121oC selama 15-30 menit.

6. Pembuatan larutan uji dan larutan bFGF

a. Preparasi bFGF Sebagai Induktor Angiogenesis. bFGF yang digunakan

sebanyak 25 ng/µ L menggunakan larutan PBS pH 7,4 kemudian diencerkan

sehingga didapat kadar 1 ng/µ L. Preparasi bFGF ini dilakukan secara aseptis

di dalam LAF. Kadar bFGF yang diberikan untuk setiap telur perlakuan

terinduksi adalah 10 ng.

b. Preparasi Sediaan Larutan Uji. Ekstrak metanol daun kumis kucing

dilarutkan dengan DMSO – aquabidest steril kemudian dibuat seri

konsentrasi (20, 40 dan 80 µg/mL). Konsentrasi pelarut (DMSO –

aquabidest steril) disesuaikan dengan hasil orientasi kelarutan ekstrak

metanol daun kumis kucing. Preparasi dilakukan secara aseptis dalam LAF.

7. Uji antiangiogenesis

Satu atau beberapa hari sebelum diberi perlakuan telur diinkubasi dalam

inkubator laboratorium pada suhu 37oC agar dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan barunya. Telur ayam usia 9 hari diberikan perlakuan. Tahap awal

perlakuan yaitu dengan membersihkan telur dari kotoran yang menempel di

(49)

yang meliputi batas ruang udara, lokasi embrio dan daerah yang akan dibuat segi

empat (jendela) berukuran 1x1 cm di atas embrio menggunakan pensil. Lokasi

embrio diketahui melalui candling menggunakan cahaya lampu pada telur.

Kerabang telur pada bagian kutub yang mengandung ruang udara dan kerabang di

atas embrio dibersihkan dengan larutan povidone iodine. Selanjutnya pada ruang

udara tersebut dibuat lubang kecil dan pada daerah yang dibuat segi empat

(jendela) dibuat luka dengan menggunakan mini drill dan scalpel.

Udara dari ruang udara disedot dengan penyedot udara sampai berpindah

dari kutub kerabang bagian atas telur. Perlakuan ini dilakukan dengan posisi telur

horizontal, di ruang gelap, dan melalui candling, sehingga ruang udara buatan

yang terbentuk di atas embrio dapat terlihat.

Kerabang telur di atas embrio dipotong dengan mini drill untuk

membuat lubang segiempat dengan luas 1x1 cm. Melalui lubang ini paper disc

untuk setiap perlakuan diimplantasi ke dalamtelur. Subyek uji berupa telur dibagi

secara acak dalam 6 kelompok (masing-masing perlakuan terdiri dari 3 telur),

sebagai berikut :

1) Kelompok I adalah telur dengan implantasi paper disc.

2) Kelompok II adalah kelompok dengan implantasi paper disc + pelarut (DMSO

– aquabidest steril).

3) Kelompok III kelompok kontrol bFGF + pelarut adalah kelompok telur dengan

implantasi paper disc termuati bFGF 10 ng + pelarut (DMSO – aquabidest

(50)

32

4) Kelompok IV, V dan VI merupakan kelompok perlakuan yang digunakan

untuk melihat efek penghambatan ekstrak metanol daun kumis kucing dengan

3 variasi konsentrasi (20, 40 dan 80 µg/mL). Kelompok ini adalah kelompok

telur implantasi paper disc termuati bFGF 10 ng + larutan ekstrak metanol

daun kumis kucing dengan masing-masing konsentrasi sebanyak 10 µL.

Setelah diberi perlakuan implantasi paper disc sesuai kelompok

perlakuan, lubang kecil pada daerah kutub dan lubang segiempat ditutup dengan

parafin solidum yang dicairkan. Kemudian telur diinkubasi pada suhu 37oC

dengan kelembaban relatif 60% selama 3 hari atau 72 jam dengan inkubator,

kemudian telur dimasukkan ke dalam kulkas selama 24 jam. Telur dibuka (umur

12 hari) dengan cara menggunting cangkang telur menjadi dua bagian dimulai

dari cangkang yang dekat dengan rongga udara menggunakan gunting bedah

secara hati-hati agar tidak merusak chorioallantoic membrane telur, setelah itu

chorioallantoic membrane dibersihkan secara hati-hati dengan aquabidest steril.

Chorioallantoic membrane yang melekat pada bagian cangkang yang terdapat

paper disc diamati secara makroskopi. Pengamatan makroskopi dilakukan secara

langsung dan tidak langsung. Pengamatan makroskopi secara langsung dilakukan

dengan bantuan kaca pembesar dan dikuantifikasi dengan menghitung jumlah

pembuluh darah baru yang terbentuk pada paper disc dan di sekitar paper disc

dan secara tidak langsung dengan foto kamera hasil CAM. Pembuluh darah baru

yang dihitung yaitu pembuluh darah yang tipis pada paper disc dan di sekitar

(51)

F. Analisis Data

Efek penghambatan tersebut diamati secara deskriptif dengan

menghitung banyaknya jumlah pembuluh darah baru yang terbentuk pada dan

disekitar paper disc menggunakan bantuan kaca pembesar. Setiap pembuluh darah

baru diberi nilai satu. Pengamatan dilakukan oleh 4 orang sehingga hasilnya

berupa rata-rata pengamatan yang dilakukan oleh 4 orang, hal ini dilakukan untuk

mengurangi subyektifitas hasil pengamatan. Pengamatan terhadap pembuluh

darah baru yang terbentuk pada dan di sekitar paper disc harus dibedakan dengan

pembuluh darah utama atau asal dari CAM. Pembuluh darah utama pada CAM

mempunyai ukuran yang lebih besar, sedangkan pembuluh darah baru merupakan

pembuluh darah yang lebih halus atau kecil (Ribatti et al.,1999).

Data berupa persentase terbentuknya pembuluh darah baru pada CAM

dengan ekstrak metanol daun kumis kucing selanjutnya dihitung sebagai

persentase pertumbuhan relatif terhadap kontrol pelarut dengan menggunakan

rumus:

% pertumbuhan pembuluh darah baru = A/B x 100%

Keterangan : A= jumlah rerata pembuluh darah baru pada perlakuan ekstrak

B= jumlah pembuluh darah baru pada kontrol bFGF

% penghambatan = 100% - persentase pertumbuhan relatif terhadap kontrol bFGF

(Ribatti et al., 1999)

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan melakukan uji

normalitas Kolmogorov-Smirnov Test dilanjutkan dengan one way ANOVA

(52)

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa

tanaman kumis kucing yang digunakan pada penelitian ini telah sesuai sehingga

tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan bahan yang akan digunakan sebagai

tanaman uji. Determinasi tanaman kumis kucing (lampiran 1) dilakukan di

Laboratorium Sistematika Tumbuhan, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

pada tanggal 6 Juni 2014 yang menyatakan bahwa bahan yang digunakan pada

penelitian ini memang benar tanaman kumis kucing dengan spesies Orthosiphon

stamineus L.

B.Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Identifikasi ekstrak metanol daun kumis kucing dilakukan dengan

menggunakan metode KLT dengan fase gase gerak butanol-asam asetat-air

(3:1:1) dan fase diam Silicagel 60 F254 (Al - Sheet). Standar yang digunakan

yaitu rutin. Pengujian KLT dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian

Terpadu UGM.

Berdasarkan hasil identifikasi flavonoid dengan metode KLT (lampiran

3) didapatkan hasil positif dengan nilai Rf. flavonoid terdeteksi sebesar 0,88.

Warna bercak ekstrak metanol daun kumis kucing yang terbentuk sama dengan

(53)

Pada pengamatan dengan UV 365 nm bercak yang terbentuk tidak terlihat jelas.

Pada pengamatan dengan UV 254 nm bercak ekstrak metanol daun kumis kucing

yang terbentuk sama dengan warna bercak standar rutin yaitu hijau. Berdasarkan

hasil pengujian terlihat warna antara standar dan sampel sama, maka dapat

disimpulkan ekstrak metanol daun kumis kucing mengandung senyawa flavonoid.

C. Aktivitas bFGF Dalam Menginduksi Angiogenesis

Pada penelitian ini digunakan metode CAM untuk mengetahui aktivitas

bFGF yang dapat menginduksi terjadinya angiogenesis. Kelebihan dari metode

CAM dibandingkan dengan metode lainnya antara lain :

1. Biaya relatif rendah, dimana penggunaan alat dan bahan dalam metode

ini tidak banyak sehingga secara ekonomis metode ini relatif murah.

2. Simpel, berarti alat dan bahan yang dibutuhkan tidak banyak dan

perlakuan terhadap telur relatif mudah dilakukan.

3. Dapat dipercaya, yang berarti metode ini cukup sensitif ketika terdapat

rangsangan dari luar akan memberikan respon perubahan pembuluh

darah.

4. Dapat digunakan untuk skrining dalam skala yang besar karena metode

CAM ini dapat dilakukan dengan cepat dengan waktu pengamatan

yang relatif singkat sehingga adanya angiogenesis dan aktivitas

antiangiogenesis dari suatu senyawa dapat segera teramati.

(54)

36

Selain itu di dalam telur ayam berembrio tercipta lingkungan tetutup dan

terlindungi oleh cangkang telur, sehingga aman, mudah dipegang dan dipelihara

selama inkubasi di laboratorium. Lingkungan tertutup tersebut relatif konstan

karena keberadaan cairan ekstra embrionik dan membran pembungkus dalam telur

ayam berembrio (Evan, 1991).

Pada penelitian ini, dilakukan implantasi paper disc yang sudah diberi

perlakuan ke dalam media CAM menggunakan telur berembrio dengan umur 9

hari. Hal ini karena pada umur tersebut letak rongga udara lebih mudah diamati

dan pembuluh darah sudah lebih banyak dan lebih jelas.

b-FGF merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang berperan dalam

terjadinya angiogenesis. Pemberian sejumlah tertentu bFGF untuk menginduksi

terjadinya angiogenesis pada media CAM dibuat seperti pada jaringan yang

terkena tumor sehingga pengamatan terhadap efek penghambatan angiogenesis

pada CAM oleh ekstrak metanol daun kumis kucing dapat diamati dengan lebih

jelas. Pengamatan dilakukan pada hari keempat setelah perlakuan, telur dibuka

kemudian dilakukan pengamatan secara makroskopi.

Pada penelitian ini, digunakan telur dengan implantasi paper disc blank

yang digunakan sebagai pembanding untuk melihat banyaknya jumlah pembuluh

darah yang terbentuk terhadap kelompok kontrol pelarut dan kelompok kontrol

bFGF. Pertumbuhan pembuluh darah baru di sekitar paper disc memiliki jumlah

pembuluh darah baru sebesar 14,33±1,15.

Pada penelitian ini, DMSO digunakan sebagai pelarut senyawa uji karena

(55)

rendah, DMSO relatif tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sel, tetapi pada

kadar tertentu senyawa ini mempunyai sifat sitotoksik yang signifikan. Agar

DMSO tidak memberikan sifat toksik terhadap CAM maka konsentrasi DMSO

dibuat seminimum mungkin tetapi tetap dapat melarutkan senyawa uji yaitu

dengan konsentrasi 0,2 % v/v.

Pada uji kontrol pelarut (DMSO – aquabidest steril) dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui apakah pelarut ekstrak yang digunakan memiliki

aktivitas antiangiogenesis yang dapat mempengaruhi terhadap hasil penelitian.

Pertumbuhan pembuluh darah baru di sekitar paper disc pada kontrol pelarut

memiliki jumlah pembuluh darah baru sebesar 13±2,00 dibandingkan dengan

kontrol paper disc blank sebesar 14,33±1,15 dimana dapat terlihat bahwa antar

kontrol pelarut dan kontrol normal memiliki pertumbuhan pembuluh darah baru

yang hampir sama. Hasil statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak

bermakna antara kontrol pelarut terhadap kontrol normal dengan nilai p=0,684

(p>0,05) (lampiran 10) menggunakan uji Tukey. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

penggunaan DMSO-aquabidest steril sebagai pelarut tidak memiliki aktivitas

antiangiogenesis.

Pada kelompok kontrol bFGF digunakan bFGF 10 ng dan pelarut

(DMSO – aquabidest steril). Hasil pengamatan maskroskopi pada kelompok

kontrol bFGF menunjukkan adanya pertumbuhan pembuluh darah baru yang

banyak disekitar paper disc dengan jumlah pembuluh darah baru sebesar

23,33±0,57, dibandingkan dengan kelompok kontrol paper disc blank sebesar

(56)

38

terlihat bahwa kontrol positif memiliki pertumbuhan pembuluh darah baru paling

besar. Uji Tukey antara bFGF terhadap kontrol paper discblank dan kontrol bFGF

terhadap kontrol pelarut memberikan nilai p=0,000 (p<0,05) (lampiran 10) yang

menunjukkan terdapat perbedaan bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa bFGF

dapat secara efektif meningkatkan jumlah pertumbuhan pembuluh darah baru

pada CAM.

D. Uji Daya Hambat Ekstrak Metanol Daun Kumis Kucing Terhadap Angiogenesis

Persentase penghambatan angiogenesis ekstrak metanol daun kumis

kucing dapat diamati pada telur kelompok IV, V, dan VI, dengan konsentrasi

berturut-turut (20, 40 dan 80 µg/mL). Penelitian ini digunakan tiga variasi

konsentrasi dengan tujuan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak

metanol daun kumis kucing mampu memberikan pengaruh terhadap aktivitas

antiangiogenesis pada CAM embrio ayam yang diinduksi bFGF. Pembagian dosis

tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sahib, et al, (2009)

menyatakan bahwa ekstrak metanol daun Orthosiphon stamineus Benth

mempunyai nilai IC50 19,05 µg/mL. Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi

yang menghasilkan hambatan proliferasi sel 50 % dan menunjukkan potensi

ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Tingkat sitotoksisitas terhadap sel kanker

dapat dinyatakan dengan nilai IC50 sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk

menentukan konsentrasi terendah dalam penelitian ini yaitu sebesar 20 µg/mL

kemudian direplikasi dengan faktor kelipatan 2 untuk memperoleh variasi

(57)

Kontrol bFGF Kontrol paper disc blank Kontrol pelarut DMSO

Gambar 1. Pengamatan Makroskopis Pembentukan Pembuluh Darah Baru Berbagai Perlakuan

Pengamatan yang dilakukan secara makroskopi terhadap telur kelompok

perlakuan ekstrak metanol daun kumis kucing dengan pembanding kontrol bFGF

pada gambar 1, menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun kumis kucing mampu

menghambat pertumbuhan pembuluh darah baru (angiogenesis) pada CAM yang

diinduksi bFGF. Hal ini dapat dilihat dari pengurangan kepadatan pembuluh darah

baru di sekitar paper disc dibandingkan dengan kontrol bFGF. Pada telur dengan

konsentrasi 20 µg/mL terlihat banyak pembuluh darah baru di sekitar paper disc,

pembuluh darah baru ini semakin berkurang pada konsentrasi 40 µg/mL dan

hampir tidak ada pada konsentrasi 80 µg/mL. Pada kontrol bFGF sendiri terlihat

lebih banyak pembuluh darah baru di sekitar paper disc dibandingkan dengan

kelompok perlakuan.

Pengamatan makroskopi kemudian dilanjutkan dengan menghitung

(58)

40

dikuantifikasi dalam bentuk persentase pertumbuhan pembuluh darah baru.

Penghitungan jumlah pembuluh darah baru yang terbentuk ini terdapat

kekurangan yaitu subyektif sehingga untuk mengurangi subyektifitas tersebut,

penghitungan dilakukan oleh empat orang yang berbeda secara bergantian

kemudian hasil penghitungan tersebut dirata-rata. Persentase pertumbuhan

pembuluh darah baru yang didapatkan, kemudian dibandingkan dengan kontrol

bFGF sehingga didapat persentase pertumbuhan pembuluh darah baru relatif

terhadap bFGF. Berdasar data persentase pertumbuhan pembuluh darah baru

relatif terhadap kontrol bFGF, kemudian dihitung persentase penghambatan

angiogenesis dari ekstrak metanol daun kumis kucing.

Tabel II. Jumlah Pembuluh Darah Baru dan Penghambatan Angiogenesis Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

Kelompok perlakuan Jumlah pembuluh darah baru X±SD

Gambar

Tabel II.
Gambar 1. Pengamatan Makroskopis Pembentukan Pembuluh
Tabel I. Zat - zat dan kegunaan zat yang terkandung di dalam daun kumis
Gambar 1. Pengamatan Makroskopis Pembentukan Pembuluh Darah Baru
+6

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS PENGARUH PESAN IKLAN TELEVISI TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA SABUN DETERJEN RINSO (Studi Pada Masyarakat Kelurahan Merjosari RW 12

Tujuan : Tujuan studi kasus ini adalah untuk mengaplikasikan senam nifas terhadap penurunan tinggi fundus uteri (TFU) pada ibu post partum spontan.. Metode : Penelitian ini

Dampak : kinerja pegawai meningkat Buah % % 59 100 50 Pertemuan/Jamuan Delegasi/Misi/Tamu Masukan : dana Keluaran : jumlah pertemuan/jamuan delegasi/misis/tamu Hasil:

Skripsi yang berjudul Fabrikasi Time-Temperature Indicator sebagai Pendeteksi Penurunan Kualitas Susu Akibat Kesalahan Suhu Penyimpanan telah diuji dan disahkan

(1) Barang siapa melakukan budidaya tanaman tembakau tidak menerapkan standard teknologi yang ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), yang mengakibatkan

Item no 24, 100% menyatakan ada kesulitan dalam menulis laporan PTK karena belum terbiasa menulis KTI, belum paham akan isi setiap bab, terlebih dalam menulis

Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka Pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau

Dengan tersedianya alat kerja, bimbingan, dan ilmu otomotif yang dibutuhkan siswa; (2) Adanya pengaruh perbedaan layanan pada masing-masing industri ditinjau dari