• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 - Repository Universitas Ahmad Dahlan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 - Repository Universitas Ahmad Dahlan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan SDGs”

61

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

Mahmudah

FKM Uniska, Banjarmasin, Kalimantan Selatan E-mail: mahmudah936@gmail.com

Abstrak

Latar belakang: Diare merupakan penyakit endemis dan potensial KLB. Bahkan tidak jarang disertai kematian. Angka kesakitan diare di Indonesia mencapai 1,4 juta jiwa. Sebaran KLB terjadi di seluruh kecamatan di Indonesia dengan CFR 1,74% (2010) dan 0,40% (2011). Di Kalimantan Selatan, angka insiden diare sebesar 5,6% (2012). Sepanjang 2014, di wilayah kerja Puskesmas Bayanan ditemukan sebanyak 390 kasus dengan angka insiden 3,88%.

Metode: Menggunakan desain kasus kontrol dengan total sampel 102 ibu. Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling. Analisis dilakukan dengan uji Chi Square dan regresi logistik berganda. Hasil: Ada hubungan bermakna pengetahuan ibu tentang PHBS

(p=0,03;OR=0,358), sumber air bersih (p=0,013; OR=3,447), jenis jamban

(p=0,011;OR=3,910), pengolahan air minum (p=0,036;OR=2,700), pemusnahan sampah

(p=0,028;OR=2,946) dan kelengkapan imunisasi dasar (p=0,010;OR=3,378) dengan kejadian

diare. Penelitian tidak dapat membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara status pekerjaan (p=0,262), tingkat pendidikan (p=0,272) dan umur (p=0,528) dengan kejadian diare.

Kesimpulan: variabel dominan terhadap kejadian diare adalah pengolahan air minum, setelah dikontrol jenis jamban dan pemusnahan sampah

Kata Kunci: Diare, Anak Balita, PHBS.

1. PENDAHULUAN

Diare adalah gangguan buang air besar (BAB) yang ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lendir. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahun karena diare. Sebagian kematian terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, diare merupakan penyakit endemis dan potensial KLB (kejadian luar biasa) yang disertai dengan kematian terutama di Indonesia bagian Timur. Dilihat per kelompok umur, diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) [1].

Angka kesakitan diare berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), yaitu 374/1000 penduduk (2003); 423/1000 penduduk (2006) dan 411/1000 penduduk (2010). Tahun 2010 terjadi KLB diare yang tersebar di 33 kecamatan di seluruh Indonesia dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,74%.

Kasus terbanyak terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah, sedangkan CFR terbanyak

terjadi di Provinsi Lampung. Tahun 2011, kembali terjadi KLB di 15 provinsi di Indonesia dengan CFR 0,40% [2].

Jika dibandingkan dengan tahun 2012, maka jumlah penderita diare pada KLB pada tahun 2013 menurun secara signifikan. Dari 1.654 kasus menjadi 646

kasus. Secara nasional, insiden diare pada balita adalah 6,7% dengan period

prevalence 10,2%. Angka CFR tahun 2013 sebesar 1,08% dengan harapan target

<1%. Tahun 2013 KLB kembali terjadi di 6 provinsi dengan angka kematian tertinggi terjadi di provinsi Sumatera Utara, yaitu sebesar 11,76% [1].

(2)

Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan SDGs”

62 signifikan pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya [3]. Selama 2 tahun berturut-turut, penyakit diare termasuk dalam kategori 10 penyakit terbanyak. Tahun 2014 jumlah kasus diare ditemukan sebanyak 390 dengan angka insiden 3,88% [4].

Berdasarkan faktor lingkungan, diare merupakan penyakit berbasis ling-kungan. Dua faktor yang paling dominan adalah sarana air bersih dan penam-pungan tinja. Di berbagai kabupaten di Indonesia diperoleh informasi bahwa masalah yang krusial di pedesaan adalah kebiasaan buang air besar sembarangan (open defecation). Terbukti 66% diare lebih tinggi pada anak dari keluarga yang melakukan BAB di sungai atau selokan [5]. Selain itu, laporan studi BHS juga menyebutkan bahwa 47,5% dari air yang telah direbus masih mengandung bakteri E. coli [6].

Mengintegrasikan peningkatan akses terhadap sanitasi dasar, perilaku mencuci tangan pakai sabun dan pengelolaan air minum, kejadian diare menurun sebesar 94%. Rendahnya cakupan higiene sanitasi dan perilaku yang rendah sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB. Selain itu, perilaku dan kesadaran masyarakat, ketersediaan air bersih, jamban keluarga dan jangkauan layanan kesehatan perlu dipertimbangkan juga sebagai faktor yang mempengaruhi KLB diare [7].

Cakupan PHBS rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Bayanan sebesar 19,27%, sarana air bersih 35,8% dan jamban keluarga 10,8% serta rumah sehat 10% [4]. Ada hubungan antara PHBS ibu dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Bayanan [8]. Perilaku kesehatan ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pengetahuan. Studi pendahuluan terhadap 10 ibu, diketahui bahwa 7 ibu tidak mengetahui kuman diare dapat ditularkan melalui tangan. Lima ibu tidak mengetahui bahwa diare dapat menular melalui air yang tercemar tinja penderita diare. Delapan ibu tidak mengetahui memasak air sampai mendidih dapat mencegah terkena diare. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengetahuan ibu tentang PHBS dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Bayanan.

2. METODE

Penelitian ini merupakan peneltiian kuantitatif dengan menggunakan desain kasus kontrol. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2015 s/d Januari 2016. Penelitan dilaksanakan di 6 desa di wilayah kerja Puskesmas Bayanan dengan jumlah sampel sebanyak 102 orang. Penarikan sampel dilakukan secara purposive sampling

3. HASIL

(3)

Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan SDGs”

63 Tabel 1: Distribusi frekuensi analisis univariat

Variabel N %

Hasil analisis univariat didapatkan bahwa 68 anak balita tidak mengalami diare (kelompok kontrol) dan 34 anak pernah mengalami diare (kelompok kasus). Sebagian besar ibu yang menjadi responden memiliki pengetahuan PHBS yang kurang (70,6%), tidak memiliki pekerjaan selain sebagani ibu rumah tangga (76,6%), memiliki tingkat pendidikan yang rendah (64,7%) dan termasuk dalam golongan umur risiko rendah (66,7%).

(4)

Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan SDGs”

64 Tabel 2: Tabulasi silang hasil analisis bivariat kejadian diare pada anak

balita

Hasil analisis bivariat diketahui bahwa kejadian diare lebih banyak terjadi

pada anak balita yang ibunya memiliki pengetahuan PHBS kurang (OR=0,358; CI

95%: OR=0,148-0,870). Hasil penelitian menunjukan bahwa anak responden yang memiliki pengetahuan yang baik berpeluang 3 kali lebih besar terhindar dari diare. Hal ini berarti bahwa pengetahuan PHBS ibu yang baik merupakan salah satu faktor proteksi/pelindung agar anak balitanya terhindar dari diare.

(5)

Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan SDGs”

65 balita yang mengalami diare menggunakan air sungai dan hanya 23,5% yang menggunakan air PDAM. Sumber air yang berasal dari sungai diketahui 3,4 kali lebih berisiko menyebabnkan diare pada anak balita dibandingkan dengan air PDAM (OR=3,447; CI 95%:OR=1,368-8,868).

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa diare lebih banyak menyerang pada anak balita yang menggunakan jamban tanpa tangki septik (82,4%) dibandingkan dengan anak balita yang menggunakan jamban dengan tangki septik (17,6%). Hasil penelitian menunjukan bahwa jamban yang tidak dilengkapi tangki septik 3,9 kali lebih berisiko menularkan diare dibandingkan dengan jamban yang dilengkapi dengan tangki septik (OR=3,910; CI 95%:OR=1,435-10,656).

Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa air minum yang tidak diolah dengan benar lebih banyak menyebabkan diare pada anak balita (52,9%) dibandingkan dengan air minum yang telah diolah (47,1%). Hasil statistik menunujukan bahwa air minum yang tidak dimasak berpeluang 2,7 kali lebih besar menyebabkan diare pada anak (OR=2,700; CI 95%:OR=1,152-6,329).

Hasil penelitian pada tabel 2 diketahui bahwa sampah yang dibuang sembarangan lebih banyak menyebabkan diare (73,5%) dibandingkan dengan sampah yang dimusnahkan dengan cara dibakar (26,5%). Ada hubungan yang signifikan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare [9] [10]. Hasil penelitian menunjukan bahwa sampah yang dibuang sembarangan 2,9 kali berpeluang menyebabkan diare dibandingkan dengan pemusnahan sampah dengan cara dibakar(OR= 2,946; CI 95%:OR=1,200-7,233).

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa anak balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap (67,6%) lebih banyak mengalami diare dibandingkan anak yang mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap (32,4%). Penelitian ini menunjukan bahwa anak yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap 3,3 kali lebih berisiko terkena diare dibandingkan dengan anak yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap (OR=3,378; CI 95%:OR=1,416-8,055).

Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa diare lebih banyak menyerang anak pada ibu yang tidak memiliki pekerjaan selain sebagai ibu rumah tangga (58,8%) dibandingkan dengan ibu yang bekerja (41,2%). Dari 34 anak balita yang mengalami diare, 25 ibu (73,5%) diantaranya memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan hanya 9 ibu (26,5%) yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sebesar 58,8% anak balita yang mengalami diare memiliki ibu yang ternasuk dalam kelompok umur risiko rendah dan hanya 41,2% anak balita yang memiliki ibu kelompok umur risiko tinggi. Penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara status pekerjaan, tingkat pendidikan dan umur ibu dengan kejadian diare pada anak balita.

Tabel 3: Hasil analisis multivariat regresi logistik ganda kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Bayanan

No Variabel p-value OR 95% CI

1 Pengetahuan 0,008 0,221 0,072-0,673

2 Sumber Air 0,294 1,986 0,552-7,150

3 Jenis Jamban 0,044 3,706 1,034-13,288

4 Pengolahan Air Minum 0,004 5,429 1,737-16,966

5 Pemusnahan Sampah 0,046 3,179 1,018-9,920

(6)

Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan SDGs”

66 Berdasarkan hasil pemodelan analisis multivariat didapatkan bahwa ada 4 variabel yang berhubungan signifikan dengan kejadian diare, yaitu pengetahuan PHBS, jenis jamban, pengolahan air minum dan pemusnahan sampah. Dari 4 variabel yang berhubungan signifikan diketahui bahwa variabel dominan yang berhubungan dengan kejadian diare adalah pengolahan air minum (OR=5,249; CI 95%=1,737-16,966) setelah dikontrol oleh jenis jamban dan pemusnahan sampah.

4. PEMBAHASAN

a. Pengetahuan PHBS

Faktor ibu merupakan salah satu faktor diare pada anak. Ibu memiliki peran paling penting dalam kesehatan anaknya, terutama sekali pengetahuan, sikap dan tindakan [11]. Pengetahuan memiliki peran penting dalam terbentuknya perilaku. Dimana pengetahuan yang baik akan memberi hasil yang cukup berarti dalam perbaikan perilaku. Akan tetapi hal ini tidak sejalan dengan hasil temuan di wilayah kerja Puskesmas Bayanan. Dengan demikian, pengetahuan yang baik belum dapat menjamin seseorang akan bertindak dan berperilaku sesuai dengan pengetahuannya.

b. Sumber Air

Salah satu penyakit yang dapat ditularkan melalui air adalah diare, maka penyediaan air bersih mutlak diperlukan. Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Apalagi air sungai, rentan sekali dengan pencemaran. Sebelum digunakan untuk keperluan sehari-hari, hendaknya air diolah terbih dahulu seperti dengan penggunaan tawas dan kaporit.

c. Jenis Jamban

Pembuangan tinja yang dilakukan secara tidak sehat berisiko me-nimbulkan penyebaran penyakit yang multi kompleks. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja akan mempercepat penyebaran diare, karena kuman diare akan keluar bersama feses penderita. Jamban yang dilengkap tangki septik setidaknya dapat mengurangi kontaminasi dan penyebaran kuman diare melalui feses.

d. Pengolahan Air Minum

Salah satu usaha mencegah dan mengurangi penyakit diare adalah dengan mengkonsumsi air yang memenuhi syarat kesehatan. Selain harus memenuhi syarat fisik, air juga harus terbebas dari kuman penyebab penyakit. Salah satu cara agar air minum terbebas dari kuman ialah dengan merebus sampai dengan mendidih, karena pada umumnya kuman akan mati pada suhu

1000 C. Pengolahan air minum dengan cara direbus cocok untuk keperluan

konsumsi di tingkat rumah tangga.

e. Pemusnahan Sampah

Sampah erat sekali kaitannya dengan kesehatan. Sampah dapat menjadi

tempat hidup mikroorganisme pathogen dan menjadi faktor risiko timbulnya

vektor bibit penyakit.Sampah yang dibuang sembarangan memungkinkan terjadinya pencemaran, penyebaran lalat dan kontaminasi makanan dan minuman. Oleh karena itu, sampah harus dikelola dengan baik,

f. Imunisasi Dasar

(7)

Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan SDGs”

67 Pemberian imunisasi dasar yang lengkap bertujuan untuk memberikan perlindungan menyeluruh dan meningkatkan kekebalan anak agar terhindar dari berbagai penyakit. Program imunisasi dasar lengkap yang diberikan meliputi 5 jenis imunisasi wajib didapatkan oleh bayi sebelum berusia 1 tahun, yaitu imunisasi BCG, polio, campak dan hepatitis B. Salah satu alasan yang menjadi kekhawatiran ibu membawa anaknya imunisasi adalah efek samping dan kejadian ikutan pasca imunisasi. Alasan lain, tertundanya imunisasi disebabkan karena anak sakit sehingga membuat ibu kadang lupa dan setelah anak sembuh, tidak segera membawa ke puskesmas untuk mendapatkan imunisasi.

g. Status Pekerjaan

Hasil uji statistik tidak dapat membukitkan adanya hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada anak balita. Hal ini dikarena jenis pekerjaan mereka adalah kerajinan mengayam rotan untuk dijadikan sebagai alat perangkap ikan. Jenis pekerjaan ini tidak terikat oleh waktu dan masih dikerjakan di lingkungan sekitar rumah sehingga mereka tidak harus meninggalkan anak kepasa pengasuh bayi dan masih bisa mengasuh anaknya sendiri.

h. Tingkat Pendidikan

Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan, dimana pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi perilaku positif yang meningkat [12]. Sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa hasil uji statistik tidak dapat membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kejadian diare pada anak balita [13]. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan belum dapat menjamin dimiliknya pengetahuan, terutama tentang PHBS di tatanan rumah tangga.

i. Umur

Sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa hasil uji statistik tidak dapat mebuktikan adanya hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian diare [13]. Umur merupakan bagian penentu dari perilaku, namun umur bukanlah penentu utama. Umur seseorang belum dapat menjamin kemampuan dan kematangan dalam melakukan tindakan.

j. Faktor Dominan

Analisis multivariat menunjukan bahwa variabel dominan yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita adalah pengolahan air

minum (OR=5,429,) setelah dikontrol oleh jenis jamban dan pemusnahan

(8)

Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan SDGs”

68 5. SIMPULAN

Ada hubungan antara pengetahuan PHBS, sumber air, jenis jamban, pengolahan air minum dan kelengkapan imunisasi dasar dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Bayanan. Melakukan pengolahan air minum sebelum dikonsumsi akan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya diare pada anak balita.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Riskesdas. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013.

[2]. Kemenkes RI. Situasi diare di Indonesia. Jakarta: Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2011.

[3]. Dinkes Kab. HSS. Profil kesehatan Kab. Hulu Sungai Selatan. Kandangan:

Dinas Kesehatan Kab. Hulu Sungai Selatan. 2012.

[4]. Puskesmas Bayanan. Laporan tahunan Puskesmas Bayanan. Bayanan:

Puskesmas Bayanan. 2014.

[5]. UNICEF. 2012. Ringkasan kajian air bersih, sanitasi dan kebersihan.

Available from http:www.unicef.org.Diakses tanggal 11 November 2015. [6]. Menkes RI. 2008. Kepmenkes RI No. 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang

Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Menkes RI.

[7]. Kemenkes RI. Pengendalian diare dan infeksi saluran pencernaan.Jakarta : Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. 2011.

[8]. Fahrudin, Muhammad. Hubungan perilaku hidup dan sehat (PHBS) Ibu

dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bayanan

Kec.Daha Selatan Kab. Hulu Sungai Selatan Tahun 2015. Skripsi.

Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan MAB. 2015.

[9]. Bintoro,B.R.T., Kirwono,Badar, Ambarwati. Hubungan antara sanitasi

lingkungan dengan kejadian diare pada balita di Kec. Jatipuro Kab. Karanganyar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2010.

[10]. Mano,Wisna T, Kadir,Sunarto, M.Pateda,Sri. Hubungan kelengkapan

imunisasi dan pembuangan sampah terhadap kejadian diare pada anak balita.Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo. 2014.

[11]. Sirait,E.Dermody, Tejoyuwono, A.A.T., Natalia,Diana. Hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat ibu dengan kejadian diare pada anak usia 1-4 tahun di Puskesmas Siantan Hilir tahun 2013. Jurnal Publikasi Mahasiswa PSPD FK UNTAN. 2013. Vol 3 (1).

[12]. Notoadmodjo, S. Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

2002.

[13]. Wulandari, A.Purwadiana, Ambarwati, Astuti,Dwi. Hubungan antara faktor

lingkungan dan faktor sosidemografi dengan kejadian diare pada balita di

Desa Blimbing Kec. Sambirejo Kab. Sragen tahun 2009. Universitas

Gambar

Tabel 1: Distribusi frekuensi analisis univariat
Tabel 2: Tabulasi silang hasil analisis bivariat kejadian diare pada anak
Tabel 3: Hasil analisis multivariat regresi logistik ganda kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Bayanan

Referensi

Dokumen terkait

Kesadaran terhadap inti agama ini menjadi basis utama bagi tindakan-tindakan keagamaan yang merespon realitas faktual dengan instrument yang telah menjadi bagian inheren dalam

Sasaran utama yang diharapkan sebagai tujuan dari kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ini adalah meningkatnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di Kelas V Sekolah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ampas sagu yang difermentasi EM4 memberikan pengaruh yang sangat nyata ( P&lt;0,01) terhadap konsumsi pakan ,PBB dan konversi pakan

Para Pembar,tu Dekan di FIK.. Kasubag Keu

Semakin besar kadar air dalam kerupuk maka tekstur yang dihasilkan akan semakin besar karena uap air tidak dapat keluar pada saat digoreng sehingga mempengaruhi

6.1.1 Strategi Peningkatan Kualitas Kehidupan

our cellency the assurances of ry highest conside ation.. Her ritanni c ajesty's

Untuk itu, dalam melakukan aktiviti harian, penerapan elemen kecekapan tenaga dapat dilakukan dengan mengamalkan budaya penjimatan penggunaan tenaga